Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH HUBUNGAN ANTARA PERUSAHAAN PENERBANGAN DENGAN PERHOTELAN MENYAMBUT OPEN SKIES POLICE Diajukan Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Air Service Dosen Penganmpu : Bp. Eko

Disusun Oleh : Arinia Aldes P Hesti Winarsih Srimulyani Zulvani Carina 2101391526 2101391534 2101391552 2101391562

Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo (STIPRAM) Yogyakarta 2011

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas tengah semester, mata kuliah AIR SERVICE dengan judul Hubungan antara perusahaan penerbangan dengan perhotelan menyambut Open Skies Police. Penyusunan makalah ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagi pihak yang telah memberikan kontribusi pemikiran sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Untuk itu kami

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Kami berharap penggabungan berbagi macam pemikiran dari kami ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita semua. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan atau kekeliruan maka dari itu, kritik maupun saran yang membangun akan kami harapkan untuk perbaikan penyusunan dimasa yang akan datang. Semoga penyusunan makalah yang sederhana ini, dapat bermanfaat untuk kita maupun seluruh masyarakat. Amin.

Yogyakarta, 4 November 2012

PENYUSUN

PEMBAHASAN Open Skies Policy adalah sebuah konsep kebijakan internasional yang menyerukan liberalisasi aturan dan peraturan penerbangan dalam rangka

internasional

industri-terutama-penerbangan

komersial

menciptakan lingkungan yang bebas-pasar untuk industri penerbangan. Tujuan utamanya adalah: 1. untuk meliberalisasi aturan untuk pasar penerbangan internasional dan meminimalkan campur tangan pemerintah yang berlaku untuk penumpang, semua kargo-, dan transportasi kombinasi udara serta jadwal dan jasa charter, dan 2. untuk menyesuaikan rezim di mana militer dan negara lainnya berbasis penerbangan dapat diizinkan. Latar Belakang Untuk mencapai kedaulatan, negara harus diakui sebagai memiliki baik de facto dan de jure kendali atas semua tanah, laut, dan ruang udara dalam batas-batas wilayah yang ditetapkan. Setelah negara datang menjadi ada, konsep penebus berlaku untuk setiap bagian dari negara masuk tanpa izin. Oleh karena itu, apakah itu seorang individu yang ingin menyeberangi perbatasan darat, sebuah kapal yang akan masuk atau melewati perairan teritorial, atau pesawat berusaha untuk overfly, persetujuan diperlukan. Transportasi udara berbeda dari bentuk-bentuk lain dari perdagangan, bukan hanya karena memiliki komponen internasional besar, tetapi juga karena banyak dari maskapai penerbangan yang seluruhnya atau sebagian milik pemerintah. Tujuan Open Sky Policy 1. Untuk terbang melintasi wilayah negara baik tanpa mendarat. 2. Untuk mendarat di negara baik untuk non-lalu lintas tujuan, 3. Untuk mendarat di wilayah negara bagian pertama dan turun penumpang yang datang dari negara asal maskapai.

4. Untuk mendarat di wilayah negara dan penumpang papan pertama bepergian ke negara bagian asal maskapai. 5. Untuk mendarat di wilayah negara dan penumpang papan pertama bepergian ke negara ketiga di mana penumpang turun. 6. Untuk mengangkut penumpang bergerak antara dua negara lainnya melalui negara bagian asal dari maskapai. 7. Untuk mengangkut penumpang antara wilayah Negara pemberian dan setiap negara negara ketiga tanpa melalui negara bagian asal maskapai. 8. Untuk transportasi lalu lintas cabotage antara dua titik dalam wilayah Negara pemberian pada layanan yang berasal atau berakhir di negara bagian asal pembawa asing atau (sehubungan dengan Freedom disebut Ketujuh) di luar wilayah Negara pemberian (juga dikenal sebagai cabotage berturutturut). 9. Untuk mengangkut lalu lintas cabotage Negara pemberian pada layanan dilakukan sepenuhnya di dalam wilayah Negara pemberian (juga dikenal sebagai berdiri sendiri cabotage), ASEAN Open Sky Policy merupakan kebijakan untuk membuka wilayah udara antar sesama anggota negara ASEAN. Hampir semua negara-negara ASEAN memiliki flag carrier. Dengan dukungan keuangan dari pemerintah, persaingan menjadi tidak adil bagi maskapai swasta. Negara seperti Indonesia dengan Garuda Indonesia, Malaysia dengan Malaysia Airlines (MAS) atau Thailand dengan Thai Air diharapkan berlaku transparan dalam hal kebijakan subsidi kepada maskapai nasionalnya. Ini untuk menciptakan persaingan yang sempurna dan menguntungkan. Open sky atau pasar terbuka ASEAN di tahun 2010 merupakan peluang yang harus disikapi dengan positif. Open sky bukanlah merupakan ancaman bagi setiap Negara atau para pemilik perusahaan penerbangan, bahkan menjadi keuntungan asal pihak-pihak yang terlibat di dalamnya mempersiapkan dengan baik. Pemerintah Indonesia berhak menjadi wasit

dalam mengatur agar Open Sky tidak menjadi bumerang. Karena dalam kenyataannya, tidak ada satupun negara yang melakukan liberalisasi penerbangan tanpa campur tangan pemerintah, bahkan pemerintah dari negara liberal seperti AS saat perundingan Open Sky antara Uni Eropa sekalipun. Pemerintah dalam hal ini departemen yang terkait harus mengeluarkan kebijakan dan regulasi yang betul-betul mendorong pelayanan dan kompetisi industri penerbangan domestik dengan tetap berpegang pada keamanan dan keselamatan penerbangan. HUBUNGAN ANTARA PERUSAHAAN PENERBANGAN DENGAN PERHOTELAN MENYAMBUT OPEN SKIES POLICY Industri perhotelan dengan industry transportasi mempunyai hubungan yang erat. Perjalanan melalui udara memungkinkan seseorang untuk berkeliling dunia dan hal ini mendorong berkembangnya target market industry hotel sampai dengan airport hotel. Perjalanan udara melayani jutaan penumpang pesawat setiap tahunnya. Hal ini membuka kesempatan bagi perkembangan airport hotel dan menjadi critical success factors bagi hotel tersebut. Dinyatakan pula bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perusahaan penerbangan dengan tarif rata-rata kamar dan tingkat okupansi kamar. Maka penumpang pesawat merupakan konsumen potensial utama dari airport hotel itu sendiri Penumpang pesawat dari berbagai maskapai penerbangan akan memilih hotel yang cenderung dekat dengan bandara itu sendiri.Para penumpang ini memanfaatkan hotel ini untuk dapat beristirahat dan memastikan ketepatan waktu penerbangnya. Bahkan apabila dari pihak penerbangnya terjadi overbooked flight dimana jumlah penumpang yang reservasi melebihi jumlah tempat duduk dalam sebuah penerbangan ini harus ditolak untuk melakukan penerbangan maka perusahaan penerbangan wajib menyediakan ganti kerugian berupa penginapan dan makanan kepada para calon penumpang. Dengan adanya open sky policy yang akan segera hadir di Indonesia perlu diadakannya kerjasama antara perusahaan penerbangan

dengan perhotelan guna mengantisipasi melonjaknya calon penumpang yang tetap menginginkan melakukan perjalanan udara dengan perusahaan penerbangan tersebut. Dengan hal tersebut maka perusahaan penerbangan harus memberikan pelayanan Dengan adanya open sky policy akan sangat di harapkan mampu untuk menaikkan room occupancy pada suatu hotel karena diperkirakan akan semakin banyak para penumpang yang akan melewati langit Indonesia. Tentunya dunia perhotelan perlu berbenah untuk menghadapi adanya open sky policy guna mengantisipasi lonjakan turis yang datang ke Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai