Anda di halaman 1dari 13

OFF BOOK RESPIRATORY

SUBJECTIVE *Dari nama sampe diagnosa OBJECTIVE *Untuk penulisan data objektive dilihat di lembar kasus lagi ya.. yang di kasus disalin lagi, kemudian ditambahkan keterangan berikut : Profil Assesment Fisik :
Nilai Normal TD N RR Suhu Sesak Batuk Lendir 120/80 mmHg 70-100 x/mnt 16-20 x/mnt 36,5-37,5 C Tidak sesak Tidak Batuk Tidak ada lendir
o

Keterangan Normal Normal Meningkat Normal Sesak Batuk Berlendir pada hari ke-4 dan 5

Pemeriksaan Laboratorium :

Parameter Hb Leukosit Eritrosit Hematokrit Trombosit Limfosit Monosit Eosinofil Na K Cl

Nilai Normal 12-16 g/dl 3800-9800/mm3 4,33-5,4 juta/mm3 36-44,6% 150.000-400.000 mm3 20-40 % 2-8 % 150-300 /ul 136-144 Mmol/L 3,5-5 Mmol/L 95-110 Mmol/L

Keterangan Normal Meningkat Normal Normal Normal Menurun Normal Meningkat Menurun sedikit Normal normal

ASSESMENT

Secara ringkas patofisiologi dari asma bronkhiale seperti gambar berikut:

(i)

(ii)

Gambar 1 : saluran nafas normal (i) dan saluran nafas penderita asma (ii)

Asma bronkial adalah penyakit inflamasi kronik pada saluran nafas yang melibatkan berbagai sel dan elemen sel. Inflamasi kronik ini menyebabkan hiperresponsivitas saluran nafas yang ditandai oleh episode berulang berbagai gejala dan tanda seperti bising mengi, batuk, sesak nafas dan dada terasa penuh, terutama pada malam atau dini hari. Episode serangan asma biasanya berhubungan dengan obstruksi aliran udara pernafasan yang bervariasi dera jatnya dan umumnya reversibel, baik secara spontan maupun dengan pengobatan (Mangatas, 2006). Proses inflamasi pada penyakit ini sangat kompleks dan melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan, sel radang, mediator inflamasi, molekul adhesi serta interaksi berbagai sel. Peran proses inflamasi pada asma bronkial berkaitan dengan dampak penyakit ini yaitu hiperresponsivitas bronkus, pembatasan aliran udara nafas (air flow limitation), remodeling saluran nafas dan penurunan fungsi paru (Mangatas, 2006).

Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. (Tanjung, 2003) Adanya lendir dalam bronkiolus ini selain menyumbat saluran pernafasan juga menyebabkan timbulnya respon batuk. Batuk merupakan respon tubuh apabila ada benda asing masuk Pada kasus kali ini batuk yang terjadi cukup parah ini kemudian akan mengakibatkan terjadinya penekanan pada bagian abdomen yang kemudian mengakibatkan timbulnya rasa mual.

Pada pasien asma, nilai respiratory rate nya akan meningkat. Respiratory rate sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan dengan asma. Beberapa faktor yang mempengaruhi respiratory rate meliputi hipoksia, hiperkarbia, kecemasan, febris, sepsis dan metabolik asidosis. Selama episode asma, perubahan faal paru yang mendadak dapat bermanifestasi sebagai suatu sesak napas. Sesak napas dapat terjadi pada kondisi hipoksia maupun hiperkapnea. Hiperinflasi dinamik dari otot napas inspirasi mempengaruhi fungsi respirasi dan berkontribusi terhadap terjadinya sesak napas saat asma, bila perubahan ini terjadi selama periode waktu tertentu (hari atau minggu) keluhan sesak dapat berkurang karena underestimasi terhadap derajat keparahan asma (Garcia, 2009). Pada kasus ini pasien mengalami sesak nafas sebagai akibat dari hipoksia yang mengakibatkan adanya peningkatan nilai respiratory rate. Dari hasil lab didapati nilai eosinofil dan leukosit yang meningkat, namun nilai limfosit mengalami penurunan. Kenaikan nilai leukosit mengindikasikan adanya infeksi sehingga perlu dilakukan kultur bakteri. Nilai eosinofil ini meningkat karena terjadinya aktivasi eosinofil pada penyakit asma (I wayan, 2011). Sedangkan penurunan nilai limfosit ini diduga disebabkan oleh karena adanya infeksi kronis.

Algoritma (ditempel kok)

(Dipiro, 2008).

PLAN

I. II.

Tujuan Terapi

Mengatasi penyempitan jalan napas Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, agar kualitas hidup meningkat Mencegah kekambuhan dan meminimalisasi kunjungan darurat ke RS Mengatasi batuk Menjaga keseimbangan cairan tubuh Menjaga agar aktivitas dalam tingkat normal Terapi Farmakologi : Terapi yang disarankan :

Terapi / tgl

9/10

10/10 11/10 v v v v v v v v

12/10

13/10

14/10 15/10

Pasca RS

Nebule ventolin v Salbutamol Dexamethasone v Infus NaCl Siladex Ant Siladex Exp Symbicort v v

v v v

v v v

v v v v

v v v v

v v

1. Ventolin Nebule Bahan aktif : Salbutamol sulfate Indikasi: asma bronkial, bronkhitis kronis, empisema dalam bentuk preparat untuk obat batuk inhalasi. Dimasukkan dalam nebulizer untuk dibuat menjadi partikel gas dan dihirup.

Kontraindikasi: Abortus yang mengancam selama kehamilan trimester 1 dan 2. Penanganan persalinan prematur seperti plasenta previa, perdarahan antepartum atau toksemia gravidarum. Dosis : Dewasa dan anak : Awal 2.5 mg, lalu dapat ditingkatkan sampai 5 mg. Dapat diulangi 4 kali sehari dengan nebulizer. Program pemberian salbutamol via inhaler atau nebulizer per 4-6 jam, sambil dievaluasi sesuai perkembangan klinis pasien. Jika sudah membaik dan sesak berkurang, tidak perlu dilakukan kembali. Efek samping : Tremor, sakit kepala, takikardi; iritasi mulut dan tenggorokan; kram otot Interaksi obat : beta bloker Perhatian : Ventolin nebules hanya digunakan untuk inhalasi, untuk bernapas melalui mulut, dan tidak boleh disuntikkan atau ditelan. Mekanisme kerja : Melalui stimulasi reseptor 2 bloker di bronkus yang menyebabkan aktivitas dari adenilat siklase. Enzim ini memperkuat perubahan ATP yang kaya energi menjadi CAMP (Anonim, 2013) Alasan pemakaian : Salbutamol merupakan salah satu bronkodilator golongan SABA (Short Acting 2 Agonis) yang paling aman dan paling efektif. Tidak salah jika obat ini banyak digunakan untuk pengobatan asma. Selain untuk membuka saluran pernafasan yang menyempit, obat ini juga efektif untuk mencegah timbulnya exercise-induced broncospasm. Sediaan inhalasi cair banyak digunakan di rumah sakit untuk mengatasi asma akut. Dari berbagai bentuk sediaan yang ada, pemberian salbutamol dalam bentuk inhalasi aerosol cenderung lebih disukai karena selain efeknya yang cepat karena obat yang disemprotkan/dihisap langsung masuk ke saluran nafas, efek samping yang ditimbulkan lebih kecil jika dibandingkan sediaan oral seperti tablet. Bentuk sediaan ini cukup efektif untuk mengatasi serangan asma ringan sampai sedang, dan pada dosis yang dianjurkan, efeknya mampu bertahan selama 4-6 jam (Arif, 2001) 2. Dexamethason tablet Indikasi: imunosupresan/antialergi, antiinflamasi pada keadaan yang memerlukan terapi dengan glukokortikoid, reaksi alergi seperti asma bronkial, antialergi. Kontraindikasi: hipersensitivitas terhadapa dexamethason dan penderita infeksi jamur sistemik.

Dosis: 0,75-9 mg/hari dalam dosis terbagi tiap 6-12 jam (2-4 dosis) tergantung berat ringannya penyakit. Pada penyakit ringan dosis dibawah 0,75 mg sehari. Pada penyakit berat dosis diatas 9 mg/hari. Interaksi obat: Insulin, hipoglikemik oral : menurunkan efek hipoglikemik. Phenythoin, phenobarbital, efedrin : Meningkatkan clearance metabolik dari

dexamethasone, menurunkan kadar steroid dalam darah dan aktivitas fisiologis. Antikoagulansia oral : meningkatkan atau menurunkan waktu protombin. Diuretik yang mendepresi kalium : meningkatkan resiko hipokalemia. Antingen untuk tes kulit : menurunkan reaksiitas. Imunisasi : menurunkan respon antibodi. Efek samping: Penggunaan jangka pendek tidak menimbulkan efek samping. Biasanya pada penggunaan jangka waktu lama dapat menyebabkan tukak lambung, osteoporosis, kelemahan otot, moon face, mual atau muntah, glaukoma, retensi natrium dan cairan, kelainan SSP, reaksi hipersensitif pada kulit (Tatro, 2003) Mekanisme: Bekerja dengan menurunkan respon imun tubuh terhadap stimulasi rangsang. Aktivitas antiinflamasi bekerja dengan jalan menekan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang mengalami inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi (Brashers, 2003). Alasan pemakaian: Deksametason merupakan salah satu glukokortikoid yang terampuh, kemampuannya dalam menanggulangi peradangan dan alergi kurang lebih sepuluh kali lebih hebat dari pada yang dimiliki prednison atau prednisolon. 3. Salbutamol tablet Indikasi : menghilangkan gejala sesak napas pada penderita asma bronkial, bronkitis asmatis dan emfisema pulmonum Kontraindikasi : hipersensitivitas terhadap salbutamol/ simpatomimetik lainnya. Dosis : Dewasa 3-4 x sehari 1-2 tablet , diminum dengan air satu jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Interaksi : Efek salbutamol dihambat oleh 2 antagonis Efek samping : gemetar, takikardia

Mekanisme : salbutamol merupakan suatu senyawa yang selektif merangsang reseptor 2 adrenergik terutama pada otot bronkus. Golongan 2 agonis ini merangsang produksi AMP siklik dengan cara mengaktifkan kerja enzim adenil siklase. Peningkatan jumlah AMP siklik akan berdampak pada relaksasi otot polos bronkial serta menghambat pelepasan mediator penyebab reaksi hipersensitivitas dari mast cells (Tatro, 2003) Alasan pemakaian: Untuk mengurangi asma bronkhial dari pasien, sebagai terapi pemeliharaan di Rumah Sakit setelah pemberian nebule dihentikan. 4. Symbicort turbuhaler 60 dose (maintenance therapy) Symbicort adalah kombinasi obat asma yang berisi sebuah kortikosteroid inhalasi (ICS) (budesonide) dan long-acting beta-agonis (NET) (formoterol), dan diindikasikan untuk pengobatan asma pada pasien usia 12 tahun dan lebih. Deskripsi : Per dosis budesonide 80 mcg, 4.5 mcg Indikasi : Pengobatan teratur asma yang memerlukan penggunaan kombinasi (inhalasi kortikosteroid dan -antagonis aksi panjang). Dosis : Dewasa dan anak berusia 12 tahun ke atas : 2 kali sehari 1-2 hirupan. Mekanisme kerja : Budesonide adalah glucocorticosteroid yang ketika dihirup memiliki efek cepat (dalam jam) dan memiliki aksi anti inflamasi di jalan udara yang mengakibatkan menurunnya berbagai gejala. Inhalasi budesonide memiliki efek samping lebih kecil daripada sistemik kortikosteroid. Formoterol adalah selektif amp; 2Adrenergik agonis yang ketika dihirup akan mrelaksasi otot bronkial pada pasien. Formoterol termasuk golongan LABA (Long Acting 2 Agonis) (Anonim,2013) Alasan pemakaian : Sifat spesifik dari budesonide dan formoterol memungkinkan kombinasi untuk digunakan baik sebagai terapi pemeliharaan dan pereda serta sebagai pemeliharaan pengobatan asma. 5. Siladex Antitussive Tiap sendok takar (5 ml) mengandung: Dextromethorphan HBr Bebas gula dan bebas alkohol 15 mg

Mekanisme aksi

:. Dextromethorphan Hbr menekan batuk dengan menekan aksi

sentral pusat batuk di medulla (Tatro, 2003) Indikasi : Untuk meringankan batuk yang tidak berdahak atau yang

menimbulkan rasa sakit. Dosis : Dewasa dan anak-anak > 12tahun, 10-20 mg tiap 4 jam atau 30

mg tiap 6/8 jam (maks. 120 mg/hari) Aturan pakai : Dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun: 3 x sehari 1-2 sendok

takar maksimum 8 sendok takar (40 ml) sehari.. Anak-anak 6-12 tahun: 3 x sehari -1 sendok takar maksimum 4 sendok takar (20 ml) sehari (Anonim, 2010) Alasan pemilihan : Untuk mengatasi batuk pada pasien, ketika kondisi batuk pada

pasien adalah batuk tanpa lendir. 6. Siladex Mucolytic & Expectorant Tiap sendok takar (5 ml) mengandung: Bromhexine HCI Guaifenesin 10 mg 50 mg

Bebas gula dan bebas alkohol Tidak menyebabkan kantuk Mekanisme aksi :. Bromhexin Hcl adalah agen mucolitic, yang biasa dihgunakan

ketika kondisi lendir cukup kental atau lekat, bekerja dengan mengencerkan lendir di saluran pernafasan sehingga memebantu pengeluaran. Guaifenesin memiliki kerja expectorant. kerjanya menurunkan viskositas lendir dengan cara meningkatkan volume dan kandungan air dari sekresi tenggorokan, dengan demikian membantu pengeluaran sputum Indikasi : Sebagai mukolitik dan ekspektoran untuk meredakan batuk

berdahak dan mempermudah pengeluaran dahak. Dosis : Bromhexin Hcl, dewasa dan anak-anak > 12 tahun, 4 mg tiap 8

jam. Guaifanesin, PO, dewasa dan anak-anak > 12 tahun, 200-400 mg tiap 4 jam (maks.2,4 gr per hari) Aturan pakai : Dewasa dan anak-anak diatas 10 tahun: 3 x sehari 1 sendok takar

(5 ml), Anak-anak 5-10 tahun: 3 x sehari sendok takar (2,5 ml) (Anonim, 2010)

Alasan pemilihan

: Untuk mengatasi batuk pada pasien, ketika kondisi batuk pada

pasien adalah batuk dengan disertai lendir 7. NaCl INFUS 0,9% 500 ML EURO-MED Kandungan Indikasi Pengganti cairan plasma isotonik yang hilang. Pengganti cairan pada kondisi alkalosis hipokloremia. : Hipernatremia, asidosis, hipokalemia. : Sodium Chloride 0,9%

Kontra Indikasi Perhatian

Gagal jantung kongestif, gangguan fungsi ginjal, hipoproteinemia, edema perifer atau paru, hipertensi, toxemia pada kehamilan. Anak, lanjut usia Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit. : Demam, iritasi atau infeksi pada tempat injeksi, trombosis atau

Efek Samping

flebitis yang meluas dari tempat injeksi, ekstravasasi. Kemasan Dosis : Larutan Infus Euro-Med 0,9% x 500 mL x 24 : Dosis bersifat individual. Dosis lazim: 1000 mL/70 kg berat

badan /hari dengan kecepatan infus sampai dengan 7,7 mL/kg berat badan/jam (Anonim, 2010) Alasan Pemakaian : pada data lab pasien, diketahui ada penurunan kadar Natrium, sehingga pemakaian infuse NaCl ini dilakukan untuk mengembalikan keseimbangan cairan elektroilit tubuh. III. Terapi Non Farmakologi

1. Edukasi pasien. Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam penatalaksanaan asma. Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk : - meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma sendiri) - meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asma mandiri) - meningkatkan kepuasan - meningkatkan rasa percaya diri

- meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri - membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma Bentuk pemberian edukasi bisa dilakukan dengan Komunikasi/nasehat saat berobat, Ceramah, Latihan/training, Supervisi, Diskusi, Tukar menukar informasi (sharing of information group), Film/video presentasi, Leaflet, brosur, buku bacaan - dll 2. Pengukuran peak flow meter Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang sampai berat. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter ini dianjurkan pada : a. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh pasien di rumah. b. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter. 3. Identifikasi dan menghindari faktor pencetus Allergen yang sering menimbulkan asma adalah tungau debu, sehingga cara-cara menghindari debu rumah harus diperhatikan. Sebaiknya penderita penyakit asma menjauhi orang-orang yang sedang terkena influenza. Zat-zat yang merangsang saluran napas seperti asap rokok, asap mobil, uap bensin, uap cat, atau uap-uap zat kimia dan udara kotor lainnya harus dihindari. 4. Pemberian oksigen 5. Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak 6. Kontrol secara teratur 7. Pola hidup sehat Dapat dilakukan dengan : Penghentian merokok, Menghindari kegemukan, melakukan kegiatan fisik misalnya senam asma (Anonim, 2007) IV. Monitoring Memantau efek samping obat Memantau tingkat sesak Memantau TD, Nadi, Suhu, dan RR Memantau kadar leukosit, limfosit, dan natrium Memantau perbaikan gejala pada pasien termasuk jenis batuk yang dialami Memantau kepatuhan pasien dalam menjalankan proses terapi Memantau kondisi pasien agar tidak mengalami serangan asma.

Tindakan kultur bakteri untuk memastikan adanya dugaan infeksi bakteri akibat kekambuhan TB

V.

KIE Memperbanyak istirahat Istirahat tidur yang cukup berfungsi dalam mencegah kekambuhan asma pada pasien. Mengontrol lingkungan pasien Kontrol terhadap lingkungan pasien adalah sangat penting terutama untuk mencegah eksaserbasi dari asma. Menghindari etiologi terjadinya asma Pasien perlu menghindari penyakit penyebab terjadinya asma seperti alergen, stress, dan lain-lain agar tidak terjadi kekambuhan. Self medication Perlu memberikan edukasi tentang self medication terhadap pasien Nebule ventolin hanya diberikan pada saat keadaan pasien sesak berat/jika dibutuhkan saja, apabila sudah membaik dapat digantikan dengan salbutamol tablet Symbicort digunakan sebagai terapi pemeliharaan setelah pasien keluar dari Rumah Sakit Meningkatkan kemandirian pasien dalam keterampilan menggunakan obat atau alat inhalasi Meningkatkan motivasi, pengetahuan dan partisipasi pasien dalam pengendalian asma. Penyuluhan bagi pasien dan keluarga tentang pencegahan dan penanggulangan asma

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Depkes RI. Anonim, 2010, Siladex Antitussive, http://www.konimex.com/obatbatuk/antitussive/ diakses tanggal 3 November 2013 Anonim, 2010, Siladex Mucolytic & Expectorant, http://www.konimex.com/obatbatuk/mucolytic&expectorant/ diakses tanggal 3 November 2013 Anonim, 2010, NaCl INFUS 0,9% 500 ml, http://www.medicastore/infuselektrolit/php.html diakses tanggal 3 November 2013 Anonim, 2013, Ventolin Nebules, http://www.mims.com/indonesia/drug/info/Ventolin%20Nebules/ diakses tanggal 3 November 2013 Anonim, 2013, Symbicort, http://www.mims.com/indonesia/drug/info/Symbicort/?type=full diakses tanggal 3 November 2013 Arif, dkk, 2001, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, Jakarta, Media Aesculapius. Brashes, Valentine, 2003, Aplikasi Klinis Patologis, EGC, Jakarta. Dipiro,Joseph, T, et all, 2008, Pharmacotherapy ; A Pathophysiologic Approach 7th Edition. MC Grow Hill, New York Garcia-Aymerich J, Varraso R, Anto JM, Camargo CA, Jr. 2009. Prospective study of physical activity and risk of asthma exacerbations in older women. Am J Respir Crit Care Med. Jun 1;179(11):999-1003. Mangatas SM, Hermawan HM, dan Ketut S. 2006. Imunobiologi Asma Bronkial. Dexa Medika No.1 Vol.9 Hal. 31-39. Santika, I Wayan Agus Jaya, Ketut Suryana, 2011, Hubungan Antara Kadar High Sensitive-C Reactive Protein Dengan Derajat Asma Bronkial Akut Divisi Immunologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar Volume 12 Nomor 3

Tanjung. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Medan : Universitas Sumatera Utara. Tatro, David S, 2003, A to Z Drug Facts, San Fransisco, Facts and Comparisons.

Anda mungkin juga menyukai