Anda di halaman 1dari 22

DIABETES MELITUS TIPE 2

Pendahuluan Saat ini dikenal 3 periode dalam transisi epidemiologis. Tiga transisi tersebut terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Tiga transisi tersebut meliputi (1) periode I yaitu era pestilence dan kelaparan, (2) periode II dimana pandemi berkurang pada abad ke-19 oleh karena adanya perbaikan gizi dan higien, (3) periode III merupakan era penyakit degeneratif dan pencemaran. Periode III tersebut terjadi dikarenakan komunikasi yang lebih baik serta adopsi cara kehidupan barat, tentunya akan berimbas pada penyakit degeneratif, seperti hipertensi, kardiovaskuler, dan Diabetes Melitus meningkat. Tetapi apabila kontak dengan dunia barat berkurang dan masih terdapat kehidupan tradisional, seperti didaerah pedesaan penyakit tersebut umumnya jarang ditemukan. Diantara penyakit degenaratif yang disinggung diatas, diabetes adalah salah satu penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Peningkatan tersebut di dukung oleh karena kemakmuran di negara bersangkutan. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar tentunya ikut andil dalam penyakit diabetes. Diabetes melitus(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia. Secara epidemiologi, diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes adalah tujuh tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Beberapa faktor resiko yang diperkirakan adalah bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor tersebut berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009
15

menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah

penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030. I. Pendahuluan DM tipe 2 merupakan penyakit progresif dengan komplikasi akut maupun kronik, namun dengan pengelolaan yang baik, angka morbiditas dan mortalitas dapat diturunkan. Dalam pengelolaan DM tipe 2, diperlukan juga usaha mengkoreksi faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang sering menyertai DM tipe 2, seperti hipertensi, dislipidemia, resistensi insulin dan lain-lain termasuk ulkus diabetik. Walaupun demikian pengendalian kadar glukosa darah tetap menjadi fokus utama.

Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua duanya.

Epidemiologi Diabetes mellitus tipe 2 terjadi paling sering pada orang dewasa berusia 40 tahun atau lebih, dan prevalensi penyakit tersebut meningkat dengan usia lanjut. Memang, penuaan penduduk merupakan salah satu alasan bahwa diabetes melitus tipe 2 menjadi semakin umum. Hampir semua kasus diabetes mellitus pada orang tua adalah tipe 2.

16

Gambar 1. Pervalensi diabetes berdasarkan umur

Diabetes Mllitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan penyakit metabolik yang prevalensinya meningkat dari tahun ketahun. Indonesia dengan jumlah penduduk yang melebihi 200.000.000 jiwa, sejak awal abad ini telah menjadi negara dengan jumlah penderita DM nomor 4 terbanyak didunia. Peningkatan prevalensi

diabetes melitus juga terjadi di berbagai kota besar sesuai dengan perilaku tradisional menjadi urban. Salah satu kota yang mengalami peningkatan pervalensi adalah Makassar yang telah meningkat dari 1,5 % pada 1981 menjadi 2,9 % tahun 1998 dan 12,5 pada 2005.

Klasifikasi Klasifikasi etiologi Diabetes mellitus, menurut ADA 2007 adalah sebagai berikut: 1. Diabetes Melitus tipe 1. Diabetes Melitus tipe 1 (sebelumnya dikenal sebagai insulindependent atau juvenil) ditandai dengan kekurangan produksi insulin yang absolut oleh karena destruksi sel -langerhans. Penyebab diabetes tipe 1 tidak diketahui dan tidak dapat dicegah sampai saat ini. DM tipe 1 disebabkan autoimun sehingga terjadi kerusakan dari sel-sel beta pankreas dan melibatkan faktor predisposisi genetik serta

17

lingkungan. DM tipe 1 merupakan penyakit multisistem dengan konsekuensi baik biokimia dan anatomi / struktural. Ini adalah penyakit kronis metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein disebabkan oleh kekurangan insulin, yang merupakan akibat dari ketidakmampuan dari pankreas untuk mengeluarkan insulin karena kerusakan autoimun dari sel -langerhans. Tidak seperti penderita DM tipe 2, mereka dengan DM tipe 1 biasanya tidak obesitas dan biasanya hadir awalnya dengan ketoasidosis. Pengobatan DM tipe 1 membutuhkan terapi insulin seumur hidup. Pendekatan multidisiplin oleh dokter, perawat, dan ahli diet, dengan konsultasi spesialis diperlukan untuk mengontrol glikemia, serta membatasi komplikasi.

2. Diabetes tipe 2. Merupakan defisiensi insulin relatif akibat dari resistensi insulin dan defek sekresi insulin. Faktor herediter biasanya memerankan peranan besar dalam menentukan pada siapa diabetes berkembang dan pada siapa diabetes tidak akan berkembang. Obesitas juga memerankan peranan dalam diabetes klinis. Salah satu alasan adalah bahwa obesitas menurunkan jumlah reseptor insulin di dalam sel target insulin di seluruh tubuh, jadi membuat jumlah insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik insulin yang biasa. 6. Guyton

Gambar 2. Peran obesitas terhadap diabetes

18

DM tipe 2 terdiri dari berbagai disfungsi ditandai dengan hiperglikemia akibat kelainan kerja insulin atau sekresi insulin atau keduaduanya dan sekresi glukagon yang berlebihan atau tidak. Kurang terkontrol DM tipe 2 berhubungan dengan gangguan makrovaskuler, dan komplikasi neuropati. Komplikasi mikrovaskuler diabetes termasuk penyakit retina, ginjal, dan mungkin neuropatik. Komplikasi makrovaskuler meliputi arteri koroner dan penyakit pembuluh darah perifer. Neuropati pada diabetes mempengaruhi saraf otonom dan perifer. Tidak seperti pasien dengan DM tipe 1, pasien dengan DM tipe 2 tidak benar-benar bergantung pada insulin seumur hidup. Perbedaan ini merupakan dasar untuk istilah tua untuk tipe 1 dan 2, yaitu insulindependent dan non-insulin. Namun, banyak pasien dengan diabetes tipe 2 yang pada akhirnya diobati dengan insulin sesuai dengan indikasi. mikrovaskuler,

3. Diabetes Gestasional Adalah diabetes yang tibul selama masa kehamilan. Derajat intoleransi glukosa selama kehamilan, terjadi ketika hormon kehamilan atau faktor lain mengganggu kemampuan tubuh menggunakan insulin. Biasanya tidak bergejala, berkembang selama paruh kedua kehamilan dan hilang setelah melahirkan.

4. Diabetes Melitus tipe lain

Gejala Klinis dan Diagnosis Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan. Keluhan lain

19

yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, sertapruritus vulva pada wanita.

Gambar 3. Diagnosis Diabetes menurut ADA 2007

Patogenesis Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin, maka dapat mengakibatkan: a. Menurunnya transport glukosa melalui membran sel, keadaan ini mengakibatkan sel-sel kekurangan makanan sehingga meningkatkan metabolisme lemak dalam tubuh. Manifestasi yang muncul adalah penderita Diabetes mellitus selalu merasa lapar atau nafsu makan meningkat poliphagia. b. Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan otot terganggu. c. Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukoneogenesis, karena proses ini disertai nafsu makan meningkat atau poliphagia sehingga dapat mengakibatkan terjadinya hiperglikemi. Apabila glukosa yang memasuki tubulus ginjal dalam filtrat glomerolus meningkat diatas kadar kritis, suatu bagian kelebihan glukosa yang bermakana tidak dapat di reabsorbsi dan

20

sebaliknya dikeluarkan oleh urin. Hal ini secara normal dapat timbul bila konsentrasi glukosa darah meningkat diatas diatas 180mg/dl, suatu kadar yang disebut nilai ambang darah untuk timbulnya glukosa dalam urin. Kadar gula darah tinggi mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi mengabsorpsi dan glukosa keluar bersama urin, keadaan ini yang disebut glukosuria. Manifestasi yang muncul yaitu penderita sering berkemih atau poliuria dan selalu merasa haus atau polidipsia.

Gambar 4. Patomekanisme hiperglikemi pada DM Tipe 2

Penatalaksanaan Diabetes mellitus Tujuan pengelolaan Diabetes mellitus adalah : a. Tujuan jangka pendek yaitu menghilangkan gejala/keluhan dan

mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian darah. b. Tujuan jangka panjang yaitu mencegah komplikasi, mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Prinsip pengelolaan Diabetes mellitus, meliputi : a. Penyuluhan
21

Tujuan penyuluhan yaitu meningkatkan pengetahuan diabetisi tentang penyakit dan pengelolaannya dengan tujuan dapat merawat sendiri sehingga mampu mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Penyuluhan meliputi : 1) Penyuluhan untuk pencegahan primer Ditujukan untuk kelompok risiko tinggi. 2) Penyuluhan untuk pencegahan sekunder Ditujukan pada diabetisi terutama pasien yang baru. Materi yang diberikan meliputi : pengertian Diabetes, gejala, penatalaksanaan Diabetes mellitus, mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik, perawatan pemeliharaan kaki, dll. 3) Penyuluhan untuk pencegahan tersier Ditujukan pada diabetisi lanjut, dan materi yang diberikan meliputi : cara perawatan dan pencegahan komplikasi, upaya untuk

rehabilitasi,dll b. Diet Diabetes mellitus Tujuan Diet pada Diabetes mellitus adalah mempertahankan atau mencapai berat badan ideal, mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal, mencegah komplikasi akut dan kronik serta meningkatkan kualitas hidup. Beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan tubuh, diantaranya dengan memperhitungkan berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah atau dikurangi (25-30%), tergantung beberapa faktor misalnya jenis kelamin, umur, aktivitas dan berat badan. Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi sebagai berikut: BBI = 90% X (TB dalam cm 100) X 1 kg Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh dapat dihitung dengan rumus : IMT : BB(kg) / TB(m2) Kriteria :

22

BB Kurang : < 18,5 BB Normal : 18,5 22,9 BB Lebih : 23 - Dengan risiko : 23 24,9 - Obesitas I : 25-29,9 - Obesitas II : 30 3,41.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain : 1) Jenis Kelamin Kebutuhan kalori pria sebesar 30 kal/kg BB dan wanita sebesar 25 kal/kg BB.

2) Umur Diabetes di atas 40 tahun kebutuhan kalori dikurangi yaitu usia 40-59 tahun dikurangi 5%, usia 60-69 tahun dikurangi 10%, dan lebih 70 tahun dikurang 20%.

3) Aktifitas Fisik Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Aktivitas ringan ditambahkan 20%, aktivitas sedang ditambahkan 30%, dan aktivitas berat dapat ditambahkan 50%.

4) Berat badan Bila kegemukan dikurangi 20-30% tergantung tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.

5) Kondisi Khusus Penderita kondisi khusus, misal dengan ulkus diabetika atau infeksi, dapat ditambahkan 10-20%

Medikamentosa Langkah pertama dalam mengelola Diabetes Melitus selalu mulai dengan pendekatan nonfarmakologis, yaitu berupa perencanaan makanan atau terapi

23

nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan berlebih atau obese. Bila dengan langkat-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes beum tercapai, maka dilanjutkan dengan intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam-macam terjadinya

hiperglikemia. Pada kegawatan tertentu (ketoasidosis, diabetes dengan infeksi, stres)pengelolaan farmakologis dapat langsung diberikan, umumnya dibutuhkan insulin.keadaan seperti itu memerlukan perawatan rumah sakit.

Macam-macam obat anti hiperglikemik oral Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan: 1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid

2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dantiazolidindion 3. Penghambat glukoneogenesis (metformin) 4. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. 5. DPP-IV inhibitor

Golongan Insulin sensitizing Biguanid. Saat ini golongan biguanidyang banyak dipakai adalah metformin. Metformin terdapat dalam konsentrasi tinggi di dalam usus dan hati, tidak di metabolisme tetapi secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya proses tersebut maka metformin biasanya diberikan dua sampai tiga kali sehari kecuali dalam bentuk extended release. Pengobatan dengan dosis maksimal akan dapat menurunkan A1C sebesar 1-2%. Efek samping yang dapat terjadi adalah asidosis lakatat, dan untuk menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (cr > 1.3 mg/dl pada perempuan dan >1.5 pada pria) atau pada gangguan fungsi hatidan gagal jantung serta harus hati-hati jika diberiakan pada usia tua. Mekanisme kerja metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kera insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin meningkatkan

24

pemakaian glukosa oleh usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat absorbsi glukosa diusus sesudah asupan makanan.

Thiazolidinedione (TZD). TZD bekerja meningkatkan sensitivitas otot, lemak dan hepar terhadap insulin baik endogen maupun exogen. Data mengenai efek TZD dalam menurunkan kadar glukosa darah pada pemakaian monoterapi adalah penurunan A1C sebesar 0,5-1,4 %. Efek samping yang paling sering dikeluhkan adalah penambahan berat badan dan retensi cairan sehingga terjadi edema perifer dan peningkatan kejadian gagal jantung kongestif.

Golongan Sekretagok Insulin Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin oleh sel pankreas. Golongan ini meliputi Glinida dan Sulfonilurea.

Sulfonilurea. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Obat ini digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal pengobatan diabetes dimulai, terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada sekresi insulin. Mekanisme kerja dengan merangsang sel beta pankreas(channel K ynag tergantung ATP) untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya dapat bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk menghasilkan insulin. Dan tidak dapat dipakai pada DM tipe 1.

Glinide. Seperti halnya sulfonilurea, glinide menstimulasi sekresi insulin akan tetapi golongan ini memiliki waktu paruh dalam sirkulasi yang lebih pendek daripada sulfonylurea dan harus diminum dalam frekuensi yang lebih sering. Golongan glinide dapat merunkan A1C sebesar ~ 1,5 % Risiko peningkatan berat badan pada glinide menyerupai sulfonylurea, akan tetapi risiko hipoglikemia nya lebih kecil.

25

Penghambat -glukosidase. Penghambat -glukosidase bekerja menghambat pemecahan polisakharida di usus halus sehingga monosakharida yang dapat diabsorpsi berkurang; dengan demikian peningkatan kadar glukosa postprandial dihambat. Monoterapi dengan penghambat -glukosidase tidak mengakibatkan hipoglikemia. Golongan ini tidak seefektif metformin dan sulfonilurea dalam menurunkan kadar glukosa darah; A1C dapat turun sebesar 0,5 0,8 %. Meningkatnya karbohidrat di colon mengakibatkan meningkatnya produksi gas dan keluhan gastrointestinal. Acarbose merupakan suatu penghambat enzim alfa glukosidase yang terletak pada dinding usus. Enszim alfa glukosidase adalah maltaseeeee. isomaltase, glukomaltase dan sukrose, berfungsi untuk hidrolisis oligosakarida, trisakarida dan disakarida pada dinding usus halus (brush borders). Inhibisi sistem enzim ini secara efektif dapat mengurangi digesti karbohidrat kompleks dan absorpsinya, sehingga pada pasien diabetes dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial. Acarbose juga menghambat alfa-amilase pancreas yang berfungsi melakukan hidrolisa tepung-tepung kompleks didalam lumen usus halus. Dipeptidyl peptidase four inhibitor (DPP4 Inhibitor). DPP-4 merupakan protein membran yang diexpresikan pada berbagai jaringan termasuk sel imun.DPP-4 Inhibitor adalah molekul kecil yang meningkatkan efek GLP-1 dan GIP yaitu meningkatkan glucose- mediated insulin secretion dan mensupres sekresi glukagon. Penelitian klinik menunjukkan bahwa DPP-4 Inhibitor menurunkan A1C sebesar 0,6-0,9 %. Golongan obat ini tidak meninmbulkan hipoglikemia bila dipakai sebagai monoterapi.

26

Gambar 5. Tabel perbandingan golongan OHO

Insulin Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangakaian asam amino, dihasilakan oleh sel B pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada

27

sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin(precusor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Disini dengan bantuan enzim peptidase , pro-insulin diurai menjadi insulin dan peptida-C yang keduanya siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel. Ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah molekul glukosa memberikan rangsangan pada sel beta. Pertama, proses untuk dapat melewati membran sel yang membutuhkan bantuan dari senyawa lain. Glucose transporter(GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT-2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah melalui membran, ke dalam sel. Proses ini merupakan langkah penting , agar selanjutnya didalam sel molekul glukosa tersebut mengalami proses glikolisis dan fosforilasi yang akan membebasan molekul ATP. Insulin merupakan obat tertua untuk diabetes, paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah.

28

Bila digunakan dalam dosis adekuat, insulin dapat menurunkan setiap kadar A1C sampai mendekati target terapeutik. Tidak seperti obat antihiperglikemik lain, insulin tidak memiliki dosis maximal. Terapi insulin berkaitan dengan peningkatan berat badan dan hipoglikemia. Cara perhitungan dosis insulin : 0.5 x BB (kg) = Dosis Insulin(DI) UI/hari Insulin praprandial= DI x 60% = Insulin praprandial yang diberikan 3 kali sebelum makan (x-x-x) Insulin basal = DI x 40% = Insulin Basal Diberikan 1 kali pukul 22.00

29

Komplikasi Diabetes mellitus

Komplikasi-komplikasi pada Diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1. Komplikasi Metabolik Akut Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan hiperglikemia. Hiperglikemia dapat berupa, Keto Asidosis Diabetik (KAD), Hiperosmolar Non Ketotik (HNK) dan Asidosis Laktat (AL). Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih rendah dari 60 mg % dan gejala yang muncul yaitu palpitasi, takhicardi, mual muntah, lemah, lapar dan dapat terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Hiperglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih dari 250 mg % dan gejala yang muncul yaitu poliuri, polidipsi pernafasan kussmaul, mual muntah, penurunan kesadaran sampai koma.

30

2. Komplikasi Metabolik Kronik Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di seluruh bagian tubuh (Angiopati diabetik). Angiopati diabetik untuk memudahkan dibagi menjadi dua yaitu: makroangiopati (makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler), yang tidak berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus bersamaan. Komplikasi kronik DM yang sering terjadi adalah sebagai berikut: a. Mikrovaskuler : 1) Ginjal. 2) Mata. b. Makrovaskuler : 1) Penyakit jantung koroner. 2) Pembuluh darah kaki. 3) Pembuluh darah otak. c. Neuropati: mikro dan makrovaskuler d. Mudah timbul ulkus atau infeksi : mikrovaskuler dan makrovaskuler

Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempa. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob.

Klasifikasi kaki diabetik menurut Wagner

31

Diagnosis ulkus diabetika meliputi : a. Pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat luka/ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi vibrasi/rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis menurun atau hilang. b. Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya.

Patogenesis Ulkus diabetika Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes mellitus adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut Trias yaitu : Iskemik, Neuropati, dan Infeks.

32

Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus diabetika. Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika. Proses angiopati pada penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus diabetika. Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang mengakibatkan ulkus diabetika. Eritrosit pada penderita DM yang tidak terkendali akan meningkatkan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang menggangu

33

sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus diabetika. Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah. Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL, trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis. Perubahan/inflamasi pada dinding pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi HDL (highdensity-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Pada penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu, demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem phlagositosisbakterisid intra selluler. Pada penderita ulkus diabetika, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium septikum.

34

Ulkus diabetika terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan/luka pada kaki. Penderita diabetik yang sering tidak dirasakan.

35

Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus. Adapun pengobatan untuk kaki diabetik yaitu triple blind theraphy, yang terdiri dari ciprofloxacin, ceftriaxone, dan metronidazole bila pada pasien belum dilakukan tes kepekaan antibiotik.

36

Anda mungkin juga menyukai