Anda di halaman 1dari 57

BAB II LANDASAN TEORI

II.1 TINJAUAN PUSTAKA II.1.1 INFERTILITAS II.1.1.1 DEFINISI Infertilitas (pasangan mandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum memiliki anak. (Sarwono, 2008). Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual

sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Strigh B, 2005 : 5 ). Infertilitas adalah bila pasangan suami istri, setelah bersanggama secara teratur 2-3 kali seminggu, tanpa memakai metode pencegahan belum mengalami kehamilan selama satu tahun (Mansjoer, 2004 : 389). Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil

(mempunyai anak). Seorang pasangan dapat dianggap infertil jika, setelah dua tahun hubungan seksual teratur tanpa kontrasepsi, tetapi wanita tersebut tidak kunjung hamil (dan tidak ada alasan lain, seperti menyusui atau setelah melahirkan amenorea) (WHO, 2012).

II.1.1.2 EPIDEMIOLOGI Secara umum, diperkirakan satu dari tujuh pasangan di dunia bermasalah dalam hal kehamilan. Di Indonesia, angka kejadian perempuan infertil primer 15% pada usia 30-34 tahun, meningkat 30% pada usia 35-39 tahun dan 64% pada usia 40-44 tahun (Adriani, Julisa, 2010). Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga tahun 1996, diperkirakan ada 3.5 juta pasangan (7 juta orang) yang infertil. Infertil telah meningkat mencapai 15-20 % dari sekitar 50 juta pasangan di Indonesia. Penyebab infertilas sebanyak 40 % berasal dari pria, 40% dari wanita dan 10 % tidak diketahui (Kurniawan, 2010) II.1.1.3 ETIOLOGI Penyebab infertilitas dapat dibagi menjadi tiga kelompok : satu pertiga masalah terkait pada wanita, satu pertiga pada pria dan satu pertiga disebabkan oleh faktor kombinasi . 1.Infertilitas pada wanita a. Masalah vagina Masalah vagina yang dapat terjadi akibat adanya sumbatan atau peradangan. Sumbatan psikogen disebut vaginismus atau disperenia, sedangkan sumbatan anatomic dapat karena bawaan atau perolehan. Infeksi vagina seperti vaginitis karena Candida albicans atau Trikomonas vaginalis yang hebat dapat merupakan masalah, bukan karna antispermisidalnya, melainkan antisanggamanya. (Sarwono, 2008) b. Masalah serviks

infertilitas yang berhubungan dengan faktor serviks dapat disebabkan oleh sumbatan kanalis servikalis, lendir serviks yang abnormal, malposisi dari serviks, atau kombinasinya. Terdapat berbagai kelainan anatomi serviks yang dapat berperan dalam infertilitas, yaitu cacat bawaan (atresia), polip serviks, stenosis akibat trauma, peradangan (servisitis menahun), sinekia (biasanya bersamaan dengan sinekia intrauterine) setelah konisasi, dan inseminasi yang tidak adekuat. (Sarwono, 2008) c. Masalah uterus Masalah lain yang dapat mengganggu tranportasi spermatozoa melalui uterus ialah distorsi kavum uteri karena sinekia, mioma, dan atau polip; peradangan uterus dapat

endometrium, (endometriosis).

gangguan

kontraksi tersebut

Kelainan-kelainan

mengganggu dalam hal implantasi, pertumbuhan intrauterine,dan (Sarwono, 2008) d. Masalah tuba Saluran telur mempunyai fungsi yang sangat vital dalam proses kehamilan. Apabila terjadi masalah dalam saluran reproduksi wanita tersebut, maka dapat menghambat pergerakan ovum ke uterus, mencegah masuknya sperma atau menghambat implantasi ovum yang telah dibuahi. Sumbatan di tuba fallopi nutrisi serta oksigenisasi janin.

merupakan salah satu dari banyak penyebab infertilitas. Sumbatan tersebut dapat terjadi akibat infeksi,

pembedahan tuba atau adhesi yang disebabkan oleh endometriosis atau inflamasi. Infertilitas yang

berhubungan dengan masalah tuba ini yang paling menonjol adalah adanya peningkatan insiden penyakit radang panggul ( pelvic inflammatory disease PID). PID ini menyebabkan jaringan parut yang memblok kedua tuba fallopi. () e. Masalah Ovarium. Wanita perlu memiliki siklus ovulasi yang teratur untuk menjadi hamil, ovumnya harus normal dan tidak boleh ada hambatan dalam jalur lintasan sperma atau implantasi ovum yang telah dibuahi. Dalam hal ini masalah ovarium yang dapat mempengaruhi infertilitas yaitu kista atau tumor ovarium, penyakit ovarium polikistik, atau riwayat pembedahan yang mengganggu siklus ovarium. Dari perspektif psikologis, terdapat juga suatu korelasi antara hyperprolaktinemia dan tingginya tingkat stress diantara pasangan yang mempengaruhi fungsi hormone.( Handersen C & Jones K, 2006 : 86 )

2. Infertilitas pada pria a. Faktor koitus pria faktor-faktor abnormal, ini mempengaruhi abnormal, spermatogenesis anatomi,

motilitas

kelainan

gangguan endokrin dan disfungsi seksual. Kelainan anatomi yang mungkin menyebabkan inferilitas adalah tidak adanya vas deferens congenital, obstruksi vas deferens dan kelinan congenital system ejakulasi. Spermatogenesis abnormal dapat terjadi akibat orkitis karena mumps, kelainan kromosom, terpajan bahan

kimia, radiasi atau varikokel (Benson R & Pernoll M, 2009 : 680 )

b. Masalah ejakulasi ejakulasian retrograde yang berhubungan dengan diabetes, kerusakan saraf, obat-obatan atau trauma bedah. c. Faktor lain Adapun yang berpengaruh terhadap produksi sperma atau semen adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, stress, nutrisi yang tidak adekuat, asupan alkohol berlebihan dan nikotin. d. Faktor pekerjaan Produksi sperma yang optimal membutuhkan suhu di bawah temperature tubuh, Spermagenesis diperkirakan kurang efisien pada pria dengan jenis pekerjaan tertentu, yaitu pada petugas pemadam kebakaran dan pengemudi truk jarak jauh (Henderson C & Jones K, 2006 : 89) e. Masalah interatif Berupa masalah yang berasal dari penyebab spesifik untuk setiap pasangan meliputi : frekuensi sanggama yang tidak memadai, waktu sanggama yang buruk, perkembangan antibody terhadap sperma pasangan dan ketidakmampuan sperma untuk melakukan penetrasi ke sel telur (Stritgh B, 2005 : 61 ). 3. Penyebab infertilas pada keduanya (suami dan istri)

Gangguan pada hubungan seksual. Kesalahan teknik sanggama dapat menyebabkan penetrasi tak sempurna ke vagina, impotensi, ejakulasi prekoks, vaginismus,kegagalan ejakulasi, dan kelainan anatomik seperti hipospadia, epispadia, penyakit Peyronie.

Faktor psikologis antara kedua pasangan (suami dan istri). Masalah tertekan karena sosial ekonomi belum stabil. Masalah dalam pendidikan. Emosi karena didahului orang lain hamil

Manifestasi klinis. Belum ada tanda-tanda kehamilan meski sudah diupayakan terus-menerus Adanya menstruasi terus menerus setelah diupayakan terus menerus.

II.1.1.4 KLASIFIKASI Infertilitas terdiri dari 2 macam, yaitu : 1) Infertilitas primer yaitu jika perempuan belum pernah hamil walaupun bersenggama secara teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut.

2) Infertilitas sekunder yaitu jika perempuan pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut- turut.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi infertilitas sekunder, yakni: a. Usia Faktor usia sangat berpengaruh pada kesuburan seorang wanita. Selama wanita tersebut masih dalam masa reproduksi yang berarti mengalami haid yang teratur, kemungkinan masih bisa hamil. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya usia maka kemampuan indung telur untuk menghasilkan sel telur akan mengalami penurunan. Penelitian menunjukkan bahwa potensi wanita untuk hamil akan menurun setelah usia 25 tahun dan menurun drastis setelah usia diatas 38 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Center for Health Statistics menunjukkan bahwa wanita subur berusia dibawah 25 tahun memiliki kemungkinan hamil 96% dalam setahun, usia 25 34 tahun menurun menjadi 86% dan 78% pada usia 35 44 tahun. Pada pria dengan bertambahnya usia juga menyebabkan penurunan kesuburan. Meskipun pria terus menerus memproduksi sperma sepanjang

hidupnya, akan tetapi morfologi sperma mereka mulai menurun. Penelitian mengungkapkan hanya sepertiga pria yang berusia diatas 40 tahun mampu menghamili isterinya dalam waktu 6 bulan dibanding pria yang berusia dibawah 25 tahun. Selain itu usia yang semakin tua juga mempengaruhi kualitas sperma ( Kasdu, 2001:63 ).

b. Masalah reproduksi Masalah pada system reproduksi dapat berkembang setelah kehamilan awal, bahkan kehamilan

sebelumnya kadang-kadang menyebabkan masalah reproduksi infertilitas yang benar-benar misalnya mengarah perempuan pada yang

sekunder,

melahirkan dengan operasi caesar, dapat menyebabkan jaringan parut yang mengarah pada menyumbatan tuba. Masalah lain juga berperan dalam reproduksi yaitu: ovulasi tidak teratur, gangguan pada kelenjar pituitary dan penyumbatan saluran sperma. c. Faktor gaya hidup Perubahan pada faktor gaya hidup juga dapat berdampak pada kemampuan setiap pasangan untuk dapat menghamili atau hamil lagi. Wanita dengan berat badan yang berlebihan sering mengalami gangguan ovulasi, karena kelebihan berat badan dapat mempengaruhi estrogen dalam tubuh dan mengurangi kemampuan untuk hamil. Pria yang berolah raga secara berlebihan juga dapat meningkatkan suhu tubuh mereka,yang mempengaruhi perkembangan sperma dan penggunaan celana dalam yang ketat juga mempengaruhi motilitas sperma ( Kasdu, 2001:66 ).

II.1.1.5 GAMBARAN KLINIS 1. Wanita Terjadi kelainan system endokrin

Hipomenore dan amenore Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat menunjukkan masalah pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau aberasi genetik

Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki payudara yang tidak berkembang,dan gonatnya abnormal Wanita infertil dapat memiliki uterus Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun atau hilang akibat infeksi,adhesi, atau tumor Traktus reproduksi internal yang abnormal.

2. Pria Riwayat terpajan benda benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas,radiasi, rokok,

narkotik, alkohol, infeksi) Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu Riwayat infeksi genitorurinaria Hipertiroidisme dan hipotiroid Tumor hipofisis atau prolactinoma Disfungsi ereksi berat Ejakulasi retrograt Hypo/epispadia Mikropenis Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma) Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis) Varikokel (varises pembuluh balik darah testis)

Abnormalitas cairan semen

II.1.1.6 PATOFISIOLOGI Wanita

Pria

II.1.1.7 DIAGNOSIS - Anamnesa - Manifestasi klinis - Pemeriksaan Fisik - Pemeriksaan Penunjang II.1.1.8 PENATALAKSANAAN

II.1.1.9 PROGNOSIS Menurut Behrman dan Kistner, prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada umur suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan

(frekuensi senggama dan lamanya perkawinan). Fertilitas

maksimal wanita dicapai pada usia 24 tahun, kemudian menurun perlahan-lahan sampai usia 30 tahun, dan setelah itu menurun dengan cepat. Penyelidikan jumlah bulan yang diperlukan untuk terjadinya kehamilan tanpa pemakaian kontrasepsi telah dilakukan di Taiwan dan di Amerika Serikat dengan kesimpulan bahwa 25% akan hamil dalm 1 bulan pertama, 63% dalam 6 bulan pertama, 75% dalam 9 bulan pertama, 80% dalam 12 bulan pertama, dan 90% dalam 18 bulan pertama. Dengan demikian, makin lama pasangan kawin tanpa hasil, makin turun prognosis kehamilannya. Turner et al. menyatakan pula bahwa lamanya infertilitas sangat mempengaruhi prognosis terjadinya kehamilan.

II.1.2 ENDOMETRIOSIS II.1.2.1 DEFINISI Penyakit endometriosis itu sendiri adalah adanya jaringan seperti endometrium berada diluar kavum uteri yang bisa menyebabkan reaksi inflamasi kronis (European Society for Human Reproduction and Embriology(ESHRE), 2006). Endometriosis endometrium dan adalah stroma pertumbuhan berasal dari kelenjar rahim.

yang

Endometrium adalah lapisan yang terdapat pada rahim. Apabila seorang wanita tidak hamil, lapisan tersebut tumbuh dan kemudian meluruh setiap bulannya, hal ini disebut menstruasi. Pada endometriosis, lapisan yang menyerupai endometrium tumbuh dan ditemukan di luar rahim (Bambang Widjanarko,2009) II.1.2.2 EPIDEMIOLOGI Endometriosis merupakan penyakit progresif

ginekologik yang sering ditemukan. Namun demikian prevalensi dan insidensi (angka kejadian) yang sesungguhnya di populasi umum tidak diketahui, sangat beragam, dan bergantung pada banyak faktor (Tabel 2.5).
Tabel 2.5. faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian endometriosis. Jenis populasi yang dikaji Cara yang digunakan untuk membuat diagnosis Minat dan pengetahuan dokter tentang berbagai aspek klinis endometriosis

Status sosio-ekonomis, ras dan kebiasaan merokok Sebaran umur Ketersediaan layanan Kemudahan pemakaian kontrasepsi (intrauterine) Perbedaan budaya tentang kehamilan Perangai haid dan nyeri Permintaan layanan Berhubungan dengan usia dan paritas

Umumnya endometriosis menyerang remaja dan wanita usia reproduktif, walau tak menutup kemungkinan adanya kasus pada usia perimenopause, menopause dan pasca menopause. Ketika diagnosis dibuat biasanya penderita berusia reproduksi (25-29 tahun). Angka kejadian maksimum adalah selama usia 30-40 tahun. II.1.2.3 ETIOLOGI dan PATOGENESIS Etiologi dan mekanisme pasti tentang perkembangan endometriosis belum seluruhnya diketahui. Kemunculan endometriosis itu sendiri disebabkan oleh multifaktor, yakni faktor-faktor anatomik, imunologik, hormonal dan genetik (buku hijau). Ada beberapa teori-teori yang mengkaitkan adanya

endometriosis, yaitu: - Menstruasi Retrograd (Sampson) Haid berbalik merupakan fenomena yang teratur pada wanita dengan siklus haid normal dan dapat ditemukan pada sebagian besar wanita dengan tuba falloppii yang terbuka (paten). Lebih dari 70% wanita selama kurun haid

ternyata alir-balik ini membawa sel-sel dan jaringan endometrium mampu hidup ke dalam zalir peritoneal. Dengan demikian, keberadaan endometrium ektopik di dalam rongga peritoneum dapat dianggap bersifat

fisiologis. Alir-balik haid tersebut dapat sangat berlimpah, terlalu agrasif, atau terhalang bilamana keadaan tersebut disertai cacat system pertahanan peritoneum. Penyusukan serpih endometrium yang mampu hidup serta melintas melalui tuba falloppii akan menjadi titik awal perkembangan edometriosis. Pada penderita endometriosis, sel-sel endometrium yang berbalik itu menyusuk ke pelvis dan kemudian berdarah akibat adanya rangsangan

hormonal siklik. Ukurannya akan bertambah seiring dengan memberatnya gejala.


Tabel 2. Dukungan untuk teori haid berbalik Aliran darah dari ujung fimbria tuba falloppii telah dilihat ketika pemeriksaan laparoskopi (pada 90% wanita dengan tuba yang paten) Endometriosis paling sering ditemukan pada bagian pelvis yang tergantung Angka kejadian endometriosis lebih tinggi pada wanita dengan bendungan aliran keluar normal darah haid, misalnya kelainan anatomis (stenosis serviks) Endometriosis lebih sering terjadi pada wanita dengan siklus haid yang lebih pendek atau lama alirang yang lebih panjang, karena keadaan ini memberikan peluang lebih besar bagi penyusukan sel-sel endometrium.

- Metaplasia sel epitel selomik multipoten (MeyersIwanoff) Epitel selomik merupakan model umum bagi sek-sel peritoneum dan endometrium, yang memungkinkan dapat beralih-bentuk dari satu jenis sel menjadi yang lainnya. Pada metaplasia selomik, sel-sel epitel di abdomen dan pelvis yang secara embriologis umum sama dengan sel-sel dari sistem reproduksi wanita (sel-sel totipoten ovarium dan peritoneum) yang mampu berkembang multipotensial, dan dapat dipicu berdeferensiasinya untuk lambat-laun beralih bentuk secara metaplasia menjadi sel-sel dan lesi (jaringan) endometriosis. Proses rangsangan ini dapat berlangsung infeksi yang akibat pengaruh

hormonal,

berulang-ulang,

peradangan menahun, iritasi kimiawi, pajanan ke serpih darah haid yang berbalik dan rangsangan estrogen serta progesterone.
Tabel 2 Dukungan untuk teori metaplasia Menjelaskan endometriosis pada wanita dengan

infertilitas primer atau pria yang ditangani dengan estrogen Membenarkan alih-bentuk metaplastik sel-sel menjadi jaringan endometriosis pada suasana hormonal tertentu Kadar progesterone yang rendah di rongga peritoneum pasca siklus anovulatorik (kadar tinggi jika ada ovulasi normal) sangat berperan penting dalam menyarangkan sel-sel endometrium Temuan endometriosis pada teratoma matur dan pembentukan endometrioma I tempat-tempat yang jauh dan sisi-sisi ekstraperitoneal Temuan jaringan endometriosis yang terjadi akibat alih-

bentuk jaringan di tempat ekstrauterin.

- Penyebran limfatik (Halban-Javert) dan vaskuler (Navatril) Ditemukan pada autopsi sekitar 29-30% penderita endometriosis kelenjar getah bening pelvik nya positf (+). Ini merupakan mekanisme lain untuk menjelaskan

bagaimana endometriosis dapat dijumpai di kawasan anatomik yang jauh dan sangat berangam, seperti paru, kolumna spinalis, hidung, lengan bawah dan paha. Pada kasus ini terjadi penyebaran hematogen dari sel-sel endometrium yang mampu hidup melalui aliran darah atau saluran getah bening (limf) dengan penebaran dan penyusukan di sisi-sisi yang jauh. - Sisa sel epitel Muller embrionik (Von RecklinghausenRussel) - Perubahan sel genitoblas (De-Snoo) - Penyebaran iatrogenik atau pencangkokkan mekanik (Dewhurst) Endometriosis dapat ditemukan di dinding abdomen wanita yang telah menjalani pembedahan seksio sesarea, dan pada parut episiotomi meskipun lebih jarang. Diduga jaringan kelenjar dan stroma tersasar selama pembedahan, kemudian menyusuk dan tumbuh pada tempat ditebarkannya. Jaringan tersebut biasanya ditemukan subkutan di sayatan abdominal. - Imunodefisiensi local

- Cacat enzim aromatase Aromatase merupakan enzim yang terpenting dalam produksi estrogen, dan ternyata juga dapat dibentuk di susukan endometriosis dan tidak akan dihasilkan pada jaringan endometrium yang normal. Prostaglandin E (PGE) juga merupakan pemicu yang kuat bagi aktivitas aromatase di susukan endometriosis, karena prostaglandin juga ikutserta pada sifat proinflamatorik keseluruhan proliferasi endometriosis.

II.1.2.4. KLASIFIKASI Kebanyakan endometriosis tumbuh di bagian-bagian tertentu pelvis wanita. Lokasi anatomis yang paling umum terkena endometriosis tersebut adalah organ-organ pelvik (ovarium, tuba faloppii); pada 60% penderita endometriosis ovariumnya terlibat, biasanya bilateral. Dan ada pula beberapa penderita, terkena endometriosis di bagian ekstrapelvik (organ-organ non-ginekologik) (buku hijau). Dalam kepustakaan lain dipakai istilah adenomiosis untuk endometriosis interna sedangkan endometriosis untuk yang endometriosis eksterna (buku patofisiologi oleh Dr. Jan Tambayong)

Gambar 2. . Lokasi endometriosis

Tabel 2.8. Angka kejadian endometriosis menurut lokasi Lokasi Intrapelvik Peritoneum Rongga vesiko-uterina dan kavum douglas Cul-de-sac anterior (kavum retzi) Cul-de-sac posterior (kavum douglas) Ovarium Ovarium kanan Ovarium kiri Ligamentum latum anterior kanan Ligamentum latum anterior kiri Ligamentum latum posterior kanan Ligamentum latum posterior kiri Ligamentum rotundum kanan Ligamentum rotundum kiri Ligamentum sakrouterina 68.4 % 34.0 % 34.6 % 34.0 % 42.8-44.0 % 31.3 % 44.0 % 1.1 % 0.0 % 21.4 % 25.2 % 0.5 % 0.5 % 20.0 % %

Ligamentum sakrouterina kanan Ligamentum sakrouterina kiri Peritoneum pelvis di sekitarnya Tuba falloppii kanan Tuba falloppii kiri Uterus Lepit kandung kemih anterior

15.3 % 20.8 % 22.0 % 1.6 % 4.3 % 11.5 % 0.5 %

Ekstrapelvik Appendiks Usus halus Usus kecil Usus sigmoid Serosa retrosigmoid Endometriosis menyebuk-dalam: Retrosigmoid Retroservikal Vesica urinaria 56.1 % 41.8 % 8.9-9.2 % 0.6-2.2 % < 0.5 % 0.18 % 0.2-0.6 % 4.4 % 1.0-1.4 % 0.2-12.0 % 0.5 % 0.8-12.1 % 10.0-15.0 %

Omentum Paru dan pleura Rongga pericardium Ureter Ureter (pada penderita endometriosis retrovaginal) Ureter kanan Ureter kiri Saluran kemih Kandung kemih Serviks Kanal inguinal Parut (sikatriks) laparotomi Parut (sikatriks) episiotomi Dinding abdomen anterior

1.6 % 1.1 % 0.5-1.6 % 8.9 % 2.5-3.2 % 0.8 % 1-5 % 0.03 %

0.5-4.5 %

Keterangan: Merah: paling sering terjadi Biru: jarang terjadi

Klasifikasi berdasarkan hasil biopsi Ada dua jenis endometrioma, yaitu endometrioma primer atau jenis I dan endometrioma sekunder atau jenis II (tabel 2). Diagnosis dapat dipastikan dengan biopsi yang diperoleh dengan laparoskopi. Model etiopatogenesis ini juga didukung oleh data biologis yang mengungkapkan kemampuan zalir folikel untuk mendukung pertumbuhan sel endometriosis. Dimana zalir folikel penderita endometriosis dapat memicu peningkatan proliferasi sel dibandingkan dengan zalir folikel dari wanita yang tanpa penyakit.
Tabel 2 klasifikasi endometrioma Jenis I Endometrioma kecil (1-2 cm) dan berisi cairan gelap. Terbentuk dari kelenjar-kelenjar endometrium dan stroma Berkembang Merupakan endometriosis) Secara mikroskopis jaringan endometriosis terlihat pada semuanya. Jenis II Jenis IIA Terbentuk dari kista luteal atau folikuler Kista hemoragik, penampakan endometrioma yang menyeluruh dari susukan endometriosis

permukaan dan sukar dieksisi endometriosis sejati (true

Dinding kista terpisah dengan mudah dari jaringan ovarium Susukan endometriosis terletak superficial dan berdekatan dengan kista hemoragik, yang berasal folikuler atau luteal Mikroskopis tidak terlihat selaput endometrium Jenis IIB Selaput kista mudah dipisahkan dari kapsul ovarium dan stroma, kecuali yang dekat dengan susukan endometriosis Jenis IIC Susuakn endometriosis superficial menyebuk jauh ke dalam dinding kista, sehingga sukar dieksisi Temuan histologis endometriosis terlihat pada dinding kista pada kedua subtype ini Endometrioma jenis IIB dan IIC berukuran besar dan seringkali terkait dengan perlekatan adneksa dan pelvic.

II.1.2.5. GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis seringkali tidak spesifik. 25% kasus pasien endometriosis tidak menunjukkan gejala ; sisanya menunjukkan gejala yang sangat bervariasi tergantung pada lokasi dan bukan pada luasnya penyakit.(Bambang

Widjanarko,2009)
Tabel 2.7. Gejala-gejala endometriosis. Jenis Gejala Gejala-gejala Utama Dismenorea Nyeri merata(difus), ringan Sifat Gejala

sampai berat, di daerah pelvis atau rectum setempat, hingga mulai ureter dari atau

kandung kemih, dengan pola yang terus-menerus sepanjang waktu. Infertilitas Terutama primer, namun dapat pula sekunder Nyeri Pelvik Usia pada saat diagnosis Kronik, siklik Usia rerata 25-30 dan tahun, gejala

terkadang

tanda

terlambat diketahui 6-7 tahun sebelum endometriosis Gejala-gejala Tambahan Dispareunia Nyeri Ovulasi Gejala-gejala perihaid Perdarahan uterus abnormal Keletihan menahun siklis Nyeri-dalam Siklik dan Berkaitan dengan usus atau kandung kemih Berccak prahaid atau terdiagnosis

hipermenoorea Mialgia, astenia tanpa sebab

Massa pelvik

nyata lainya Makin membesar seiring

dengan berjalannya siklus haid

Gejala pertama pada setiap wanita usia reproduksi adalah nyeri pelvic, dan yang tersering (80%) adalah dismenorea (Tabel 2.8.). dismenorea dapat disebabkan karena: (1) melimpahnya darah ke dalam rongga pelvis sehingga merangsang peritoneum, dan (2) kontraksi uterus akibat

meningkatnya kadar prostaglandin yang dihasilkan oleh jaringan endometriosis itu sendiri.
Tabel 2.8. Presentase Keluhan Jenis Keluhan Nyeri pelvic generalisata Nyeri haid (Dismenorea) Nyeri senggama (Dispareunia) Nyeri pinggang (Lumbago) Nyeri rectum dan nyeri defekasi (Dizkezia) Nyeri berkemih (Disuria) Nyeri gastrointestinal Infertilitas Hematokezia prahaid Gangguan jumlah dan irama haid Rasa massa (benjolan) dalam perut bawah Gangguan miksi (Poliuria, Urgensi) Gangguan defekasi (Diare, Obstipasi) 0.5 % 0.4 % 1% 1% 20-40 % 5% 20 % 2% % 40-50 % 80 % 40-50 % 20 % 12 %

Dysmenorrhoea Dismenorea pada endometriosis umumnya berjenis sekunder atau peningkatan dari yang primer. Dismenorea dan dispareunia makin mngarah ke endometriosis apabila

gejalanya muncul setelah bertahun-tahun dengan haid dan senggama yang semula tanpa nyeri. Endometriosis juga telah ditemukan di lokasi-lokasi ekstrapelvik, yang memunculkan gejala-gejala yang tidak khas. Bila kista endometrium cukup

besar,

dan

disertai

perlekatan

atau

lesi

menyangkut

peritoneum sekitar usus maka akan ada keluhan nyeri perut bagian bawah yang menetap diluar siklus haid dan dengan intensitas bervariasi. Dyspareunia Bila endometrium berada di cavum douglassi, khususnya bila disertai dengan retro-versio uteri dan perlekatan maka akan terdapat keluhan dispareunia pada saat penetrasi penis berlangsung secara maksimal saat sexual intercourse.

Bila lesi menyangkut peritoneum usus maka akan ada keluhan nyeri saat defekasi (diskezia) serta adanya nyeri pinggang yang memburuk selama haid.

Gangguan Haid Pada 60% pasien endometriosis terjadi gangguan siklus haid (perdarahan uterus disfungsional). Keluhan mungkin berupa bercak pra-haid (spotting), hipermenorea , menorrhagia atau periode haid yang pendek. Infertilitas Endometriosis sering disertai dengan infertilitas, mungkin hal ini berhubungan dengan distorsi anatomis saluran reproduksi internal. terdeteksi Kadang-kadang setelah diagnosa endometriosis infertilitas baru dengan

pemeriksaan

menggunakan Laparoskopi. II.1.2.6. PATOFISIOLOGI Bagaimanapun juga lapisan endometrium yang berada di luar rahim (endometriosis) tidak memiliki jalan keluar

untuk perdarahan yang dialaminya setiap bulan sehingga lapisan disekitarnya akan meradang dan membengkak. Endometriosis sering ditemukan di indung telur, saluran tuba, daerah antara vagina dan rektum, dan di rongga panggul. Namun endometriosis dapat ditemukan di seluruh bagian tubuh seorang wanita, seperti di paru-paru yang dapat menyebabkan batuk darah dan sesak napas. Dimanapun lokasi endometriosis, terdapat

endometrium ektopik berselubung stroma yang mengalami implantasi dan berbentuk seperti kista miniatur serta memberikan respon siklis terhadap estrogen dan progesteron seperti halnya endometrium dalam cavum uteri. Selama proses menstruasi, terjadi perdarahan pada kista mini tersebut. Darah jaringan endometrium dan cairan jaringan selanjutnya akan terperangkap didalam kista. Pada siklus berikutnya, cairan jaringan dan plasma darah diabsorbsi dan menyisakan darah berwarna kehitaman yang kental. Siklus berulang setiap bulan dan secara perlahan kista menjadi besar berisi cairan coklat kehitaman yang semakin bertambahbanyak. Ukuran maksimum kista tergantung pada lokasi . Kista kecil akan tetap kecil dan terjadi serbukan makrofag sehingga menjadi lesi fibrotik kecil. Ruptura atau kebocoran dari kista kecil sering terjadi sehingga menyebabkan adanya perlekatan pada jaringan sekitarnya.

Kista ovarium (endometrioma) cenderung bertambah besar sampai sebesar buah jeruk. Dengan pembesaran kista,

terjadi kerusakan sel kista sehingga menjadi bersifat nonfungsional. II.1.2.7. DIAGNOSIS Anamnesis Keluhan utama pada endometriosis adalah nyeri. Nyeri pelvik kronis yang disertai infertilitas, juga merupakan masalah klinis utama pada endometriosis. Endometrium pada organ tertentu akan menimbulkan efek yang sesuai dengan fungsi organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat diduga. Riwayat dalam keluarga sangat penting untuk

ditanyakan karena penyakit ini bersifat genetik (diwariskan). Endometriosis juga lebih mungkin berkembang pada saudara perempuan monozigot daripada dizigot.

Tanda dan Gejala Tanda dan Gejala pada endometriosis tidak spesifik. Gejala pada endometriosis biasanya disebabkan oleh pertumbuhan jaringan endometriosis, yang dipengaruhi hormon ovarium selama siklus haid, berupa nyeri pada daerah pelvik, akibat dari: Melimpahnya darah dari endometrium sehingga merangsang peritoneum. kontraksi uterus akibat meningkatnya kadar

prostaglandin (PGF2alpha dan PGE) yang dihasilkan oleh jaringan endometriosis itu sendiri. Dismenore pada endometriosis umumnya bersifat sekunder atau peningkatan dari yang primer, dimenore dan dispareuni makin mengarah ke endometriosis jika gejala muncul bertahun-tahun dengan haid dan senggama yang semula tanpa

nyeri. Semakin lama dan berat intensitas nyeri semakin berat stadium endometriosis pada diagnosis awal. Endometriosis juga dijumpai ekstrapelvik, sehingga menimbulkan gejala yang tidak khas (Tabel 2.9). Dispareunia juga dirasakan pada daerah kavum douglas dan nyeri pinggang yang semakin berat selama haid nyeri rektum dan saat defekasi juga dapat terjadi tergantung daerah invasi jaringan endometriosisnya. Sering dirasakan nyeri pelvik siklik yang mungkin berkaitan dengan nyeri traktus urinarius dan gastrointestinal. Pada penderita endometriosis juga sering dijumpai infertilitas dan Gangguan haid berupa bercak prahaid atau hipermenore.

Tabel 2.9. Keluhan berdasarkan lokasi endometriosis Lokasi endometriosis Pelvis: Tampilan keluhan nyeri perut bawah, nyeri pinggang, hematuria, dismeroea, dispareunia, massa di pelvis, infertilitas, menometroragia. Intestinal dan Omentum: Gastrointestinal gangguan fungsi usus, diskezia, hematokezia siklik, bendungan (obstruksi) usus. Ileum Nyeri perut bagian tengah, kembung, muntah, diare. Kolon Nyeri perut kanan bawah, obstruksi, diare. Appendiks dan sekum Nyeri abdomen, nyeri pinggang, muntah Rektosigmoid Nyeri perut kanan bawah, nyeri pelvic, dismenorea,

obstruksi,konstipasi, diare, hematokezia dan perdarahan rectal berulang, infertilitas. Omentum dengan asites Kembung, rasa tak nyaman di perut, dismenorea. Saluran kemih: Saluran kemih Hematuria, disuria, desak-kemih (urgensi) dan sering berkemih. Nyeri perut, nyeri pinggang, Ginjal hematuria Nyeri perut bawah dan fossa Ureter iliaka (stenosis ureter sebagian atau sempurna), mikrohematuria, disuria, dismeroea, gangguan haid. Nyeri perut bawah, disuria, mirip Detrusor kandung kemih Paru-paru: Lobus paru Batuk, hemoptisis, sesak napas, nyeri dada, bronchitis, bronkhoektasis, emfisema, napas pendek mirip embolisme paru. Nyeri bahu, efusi pleura, Pleura pneumotoraks, hematotoraks. Nyeri ujung bahu siklik dan kronik. Saraf tepi: Gangguan musculoskeletal umum, nyeri siklik (skiatika). Lain-lain: Hati Nyeri epigastrium, massa di subkosta kanan siklik, gangguan sistitis interstisial.

Diafragma:

haid. Otak Nyeri kepala perihaid, kejang, gangguan haid. Mata Pancreas Gangguan penglihatan. Nyeri epigastrium, massa di perut. Nyeri dan pembengkakan lutut. Lutut Pubis Nyeri, rasa tidak nyaman di inguinal. Nyeri dan adanya massa di Umbilicus periumbilikus.

Tabel 2.10. Kemungkinan endometriosis berdasarkan gejala Kelompok Gabungan Gejala Kemungkinan Endometriosis (%) 1 Nyeri haid Tumor 2x2 cm atau nodulnodul Infertilitas 2 Nyeri haid Tumor 2x2 cm atau nodulnodul 3 Nyeri haid Infertilitas 4 Tumor 2x2 cm atau nodulnodul Infertilitas 52.73 % 60.00 % 65.45 % 89.09 %

Pada pemeriksaan fisik Umum Jarang dilakukan kecuali penderita menunjukkan adanya gejala fokal siklik pada daerah organ non ginekologi. Pemeriksaan dilakukan untuk mencari penyebab nyeri yang letaknya kurang tegas dan dalam. Ginekologik Pada genitalia eksterna dan permukaan vagina biasanya tidak ada kelainan. Lesi endometriosis terlihat hanya 14,4% pada pemeriksaan inspekulo, sedangkan pada pemeriksaan manual lesi ini teraba pada 43,1% penderita. Ada keterkaitan antara stenosis pelvik dan endometriosis pada penderita nyeri pelvik kronik. Paling umum, tanda positif dijumpai pada

pemeriksaan bimanual dan rektovaginal. Hasil pemeriksaaan fisik yang normal tidak menyingkirkan diagnosis

endometriosis, pemeriksaan pelvik sebagai pendekatan non bedah untuk diagnosis endometriosis dapat dipakai pada endometrioma ovarium. Jika tidak tersedia pemeriksaan penunjang lain yang lebih akurat untuk menegakkan diagnosis endometriosis berdasarkan gejala, tanda fisis dan pemeriksaan bimanual.
Tabel 2.10. Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dan temuan klinis pada penderita endometriosis. Jenis pemeriksaan Pemeriksaan fisis umum: Temuan klinis Jarang dilakukan kecuali jika penderita menampilkan gejala-gejala fokal siklik yang mengarah endometriosis pada organ-

organ non-ginekologik. Pemeriksaan abdominal dapat mengungkap nyeri yang letaknya kurang tegas dan dalam. Seringkali tak ditemukan kelainan, kecuali jika ada massa intraabdomen atau intrapelvik yang besar (endometrioma) Pemeriksaan fisis ginekologik: Temuan sangat luas ragamnya. Perlu dilakukan selama masa awal-awal haid. Pemeriksaan pelvic: Genitalia eksterna dan permukaan vagina biasanya tak ada kelainan. Pemeriksaan speculum Susukan-susukan kebiruan yang khas endometriosis atau lesi-lesi hipertropik, merah yang berdarah pada sentuhan, biasanya di forniks posterior. Nodul-nodul coklat kebiruan di forniks posterior. Pemeriksaan palpasi bimanual Vagina atas: Lesi-lesi yang tampak di vagina atau di serviks. Serviks: Salah-letak serviks ke lateral akibat parut akibat parut pada ligamentum

sakrouterina ipsilateral. Uterus: Kavum douglas, ligamentum sakrouterina. Uterus sukar digerakkan (mobilitas menurun atau lenyap) dan lunak. Massa lunak, fibrosis, nodul-nodul (umumnya lunak dan membesar) menyebuk-dalam yang nyeri raba atau nyeri tekan, terutama di kavum douglas dan ligamentum sakrouterina (lebih sering kiri, ditemukan sekitar pada 30% penderita endometriosis). Endometriosis-dalam dan perlengketan kavum douglas (5x lipat dibandingkan pemeriksaan rutin di luar masa haid). Endometrioma berupa massa adneksa yang lunak atau tak-lunak, nyeri Palpasi adneksa: sentuh, seringkali terfiksasi ke uterus atau ke dinding samping pelvis. Nyeri goyang uterus dan adneksa. Pemeriksaan rektovaginal Nodul-nodul pada ligamentum sakrouterina, kavum douglas atau septum rektovaginal.

Septum retrovaginal nyeri dan bengkak. Susukan adenomiosis sepanjang ligamentum sakroutrina (dapat salahtafsir dengan endometriosis pelvic).

Pemerikaan Penunjang - Diagnosis Pencitraan Pencitraan berguna untuk memeriksa penderita endometriosis terutama bila dijumpai massa pelvis atau adnexa seperti endometrioma. Ultrasonografi pelvis secara transabdomnial (USGTA), transvaginal (USG-TV) atau secara transrektal (TR), CT Scan dan pencitraan resonansi magnetik telah digunakan secara noninvasif untuk mengenali implan endometriosis yang besar dan endometrioma. Tetapi hal ini tidak dapat menilai luasnya endometriosis. Hanya untuk menetapkan sisi lesi atau menilai dimensinya, yang mungkin bermanfaat untuk menentukan pilihan teknik pembedahan yang akan dilakukan.

- Diagnosis Laparoskopi Menurut ASRM, 2004 Laparoskopi merupakan gold standart diagnosis endometriosis, dengan pemeriksaan visualisasi langsung ke rongga abdomen,yang mana pada banyak kasus sering dijumpai jaringan endometriosis tanpa adanya gejala klinis. Invasi jaringan endometrium paling sering dijumpai pada ligamentum sakrouterina, kavum douglasi, kavum retzi, fossa ovarika, dan dinding samping pelvik yang berdekatan. Selain itu

juga dapat ditemukan di daerah abdomen atas, permukaan kandung kemih dan usus. Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam dengan keragaman derajat pigmentasi dan fibrosis di sekelilingnya. Warna hitam disebabkan timbunan hemosiderin dari serpih haid yang terperangkap, kebanyakan invasi ke peritoneum berupa lesi-lesi atipikal tak berpigmen berwarna merah atau putih. Diagnosis endometriosis secara visual pada laparoskopi tidak selalu sesuai dengan pemastian histopatologi meski penderitanya

mengalami nyeri pelvic kronik. Endometriosis yang didapat dari laparoskopi sebesar 36%, ternyata secara histopatologi hanya terbukti 18% dari pemeriksaan histopatologi.
Tabel 2. . Hubungan warna lesi endometriosis peritoneal secara laparoskopi dan makna klinisnya. Warna Lesi Merah Aktivitas Biologis Sangat tervaskularisasi dan proliferatif, aktivitas produksi prostaglandin F sama dengan lesi hitam. Putih Sedikit sekali tervaskularisasi, metabolic tak-aktif, jaringan fibrosa. Lesi yang sembuh atau laten; kurang nyeri dibandingkan lesi hitam atau merah. Hitam Aktivasi produksi prostaglandin F sama dengan lesi merah. Stadium lanjut endometriosis (76-93 % terpastikan secara histologis) Makna Klinis Stadium dini endometriosis

Arn Endometriosis diklasifikasikan sebagai lesi dalam jika invasi lebih dari 5 mm dibawah permukaan peritoneum. Ukuran dan

kedalaman sulit didapat dengan laparoskopi, tetapi retraksi usus halus dapat mengarah pada adanya invasi yang dalam.

Dua hal yang harus diperhatikan pada saat dilakukan laparoskopi: a) Pemeriksaan USG terhadap ovarium pralaparoskopi akan sangat membantu menemukan abnormalitas yang tidak terlihat hanya dengan laparoskopi, misalnya: hanya bagian permukaan ovarium yang terlihat dengan laparoskopi, sehingga

keberadaan endometrioma ovarium sering luput. b) Seluruh permukaan ovarium harus terlihat dengan cara memutar ovarium, agar fossa ovarika dan bagian yang tersembunyi terlihat. - Biopsi Inspeksi visual biasanya adekuat tetapi konfirmasi histologi dari salah satu lesi idealnya tetap dilakukan. Pada pemeriksaan histopatologis dapat dijumpai endometriosis yang menyebuk dalam dan makrofag yang termuati hemosiderin dapat dikenal pada 77% bahan biopsi endometriosis. Secara histopatologis, endometriosis ada beberapa bentuk (distrofik, glanduler, stroma, atau diferensiasi progresif. Diagnosis pasti endometriosis dapat dibuat hanya dengan laparoskopi dan pemeriksaan histopatologis, yang menampilkan kelenjar-kelenjar endometrium dan stroma.

Tabel 2. . Tanda-tanda pada pemeriksaan penunjang klinis pada penderita endometriosis Jenis pemeriksaan Laparoskopik diagnostic Temuan klinis - Lesi endometriosis pada permukaan peritoneum dengan berbagai earna dan ukuran (lihat tabel atas). - Defek pada peritoneum berupa parut

yang menutupi susukan endometriosis (sindrom AllenMasters). - Endometrioma (disebut kista coklat karena menampakkan warna coklat tua)

Teknik pencitraan: USG - Transabdominal, transvaginal, atau transrektal: massa dengan echo internal kuat (jika ada lesi di ovarium). Pindai CT MRI - Gambaran kista atau massa padat. - Endometrioma tergambar khas dengan isyarat hipointens, endometriosis retroservikal. Laboratorium: Histopatologik Kelenjar, endometrium, stroma dan mirip pigmen

hemosiderin pada jaringan yang diperiksa. CA-125 Kadar >35 mU/ml adalah

positif untuk kista ovarium Imunohistokimia aromatase Positif jika skor H diatas 20%.

II.1.2.8 DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding nya dapat dilihat berdasarkan tanda dan gejala pada pasien endometriosis.

Tabel 2.5. Presentase keluhan dan diagnosis banding emdometriosis menurut jenis keluhan. Jenis keluhan Nyeri pelvic generalisata % 40-50 % Diagnosis banding Penyakit radang pelvic, endometriosis, perlekatan pelvic, neoplasma jinak atau ganas, puntiran ovarium. Pemaksaan seksual atau fisik, penyebab nonorganik. Nyeri haid (dismeroea) 80 % Primer; sekunder (adenomiosis, miom infeksi, stenosis serviks). Nyeri senggama (dispareunia) 40-50 % Gangguan musculoskeletal (relaksasi pelvic, spasme levator ani); saluran gastrointestinal (sindrom usus iritabel); saluran kemih (sindrom uretra, sistitis interstisial). Infeksi; kongesti vascular pelvik; pelumasan atau peregangan vagina berkurang karena gairah yang berkurang. Nyeri pinggang (lumbago) 20 % Regang otot lumbosakral, hernia diskus lumbal (L45 dan L5-S1); rupture intervetebra, geliatan

lumbosakral, spondilolistesis, osteomielitis, aneurisma aorta abdominal, ankilosis, sindrom kauda ekuina, disfungsi sendi lumbosakral. Appendicitis, kolesistitis, pancreatitis akut, pielonefritis akut, kanker. Nyeri rektum dan nyeri defekasi (diskezia) Nyeri berkemih (disuria) 1% 12 % Proktitis, striktur rectum, hemoroid. Infeksi kandung kemih, polip intravesika, stenosis uretra. Nyeri gastrointestinal 1% Polip intralumen usus, infeksi gastrointestinal, obstruksi atau strangulasi usus. Infertilitas 20-40 % Faktor pria; penyakit tuba (infeksi); anovulasi; faktor-faktor serviks (getah, antibodi antisperma, stenosis); defek fase luteal. Hematokezia prahaid 5% Hemoroid interna, polip intrarektum atau intrasigmoid. Gangguan jumlah dan irama haid 20 % Gangguan hormonal dan ovulasi, endometritis, hipoplasia uterus, miom uterus, adenomiosis,

ovarium polikistik. Terasa massa (benjolan) dalam perut bawah 2% Massa intrauterin (miom, adenomiosis, hamil), usus, kandung kemih, rekrosigmoid. Gangguan miksi (poliuria, urgensi) 0.4 % Infeksi saluran kemih, sistokel, inkontinensia urin, diabetes melitus. Gangguan defekasi (diare, obstipasi) 0.5 % Infeksi saluran cerna (organik, enzimatik).

II.1.2.8. PENATALAKSANAAN Begitu diagnosis endometriosis telah ditegakkan, maka untuk penanganannya tersedia dua cara, yaitu medicinal dan pembedahan. Hasil akhir penanganan tersebut sangat

bergantung pada dasar pemikiran yang ditetapkan dan cara yang dipilih (Tabel 2.11.). Selain itu pemilihan

penatalaksanaan klinis endometriosis bagi wanita infertil juga belum seragam karena bergantung pada sejumlah faktor objektif dan subjektif (Tabel 2.12.).
Tabel 2.11. Pertimbangan pilihan penanganan endometriosis secara umum. Dasar Pertimbangan: Belum menikah Sudah menikah tetapi belum punya anak (infertilitas primer dan sekunder) Sudah punya anak dan tidak peduli dengan infertilitas sekundernya. Pemilihan cara penanganan bergantung pada:

Beratnya keluhan Lokasi dan luasnya penyakit serta luasnya perlekatan pelvis Derajat endometriosis dengan nyeri dan keinginan untuk melenyapkan nyeri saja. Nyeri pelvik yang bersamaan dengan infertilitas. Kebutuhan untuk penyelamatan fungsi reproduksi dan / atau fertilitas. Umur penderita Faktor infertilitas yang bersamaan lainnya. Besarnya kemungkinan kekambuhan. Masalah kesehatan lainnya yangterkait endometriosis.

Tabel 2.12. Pertimbangan untuk pilihan penanganan pada endometriosis dengan infertilitas. Umur penderita Keadaan dan lamanya infertilitas Faktor infertilitas lain yang bersamaan pada pasangan suamiistri (yang harus disingkirkan) Keinginan pasangan suami-istri untuk keturunan (rencana fertilitas) Belum ingin hamil begitu terdiagnosis endometriosis, tetapi mendatang masih ingin hamil Ingin segera hamil.

Letak, luas, sifat, gejala, letak perlekatan pelvik, dan beratnya penyakit. Patologi pelvik lain yang bersamaan.

1. OBSERVASI Pada pasien asimptomatik atau dengan rasa nyeri ringan. Pada pasien infertil dengan kelainan ringan sebaiknya dilakukan terapi ekspektatif. 2. TERAPI ANALGESIK - NSAIDs, - Prostaglandine synthetase inhibiting drugs 3. TERAPI HORMONAL a. Pil kontrasepsi oral Terutama dari jenis monofasik Diberikan setiap hari selama 6 12 bulan Bila terjadi perdarahan lucut:berikan tambahan estrogen b. Progestin Bekerja dengan mekanisme seperti kontrasepsi oral Dosis Medroxyprogesteron acetate MPA 10 30 mg/hari Alternatif : Depo-Provera 150 mg setiap 3 bulan

c. Danazol Danazol adalah androgen lemah yang merupakan derivat dari isoxazole 17 ethinyl testosterone (ethisterone) . Mekanisme kerja obat : 1) Danazole bekerja pada level hipotalamus untuk mencegah lepasnya gonadotropin , sehingga

mencegah keluarnya FSH dan LH 2) Danazol mencegah aktivitas enzym steroidogenesis dalam ovarium sehingga terjadi suasana yang hipoestrogenik yang menambah efek androgenik dari Danazole endometrium. untuk mencegah pertumbuhan

- Dosis 800 mg/hari qid selama 6 bulan [ terapi ini mahal ]. - Rasa nyeri dapat diatasi dengan penggunaan

Danazole pada 90% kasus. - Efek samping : Jerawat Berat badan meningkat Edema Perubahan lipoprotein plasma Perubahan suara [kadang-kadang menetap] d. Gestrinone Gestrinone adalah derivat dari 19-nortestosterone yang berperan untuk menekan FSH dan LH. Tidak ada dipasaran USA Efektif namun efek samping androgenik sangat menonjol dan tidak terjadi hambatan pada ovulasi. e. GnRH agonis Merupakan Analog dengan 10-aminoacid peptide hormon GnRH.Terjadi penekanan sekresi gonadotropin dengan akibat menghilangkan steroidogenesis ovarium dan menekan endometrium. Rasa nyeri menghilang pada bulan ke II atau ke III. Pemberian GnRH agonis : - Leuprolide 3.75 mg / bulan secara intramuscular - Nafareline 200 mg 2 kali sehari intranasal Goserelin 3.75 mg / bulan subcutan

GnRH agonis hanya boleh diberikan selama 6 bulan oleh karena efek samping berupa status hipoestrogenik

dengan akibat lanjutan yang berupa penurunan densitas tulang. Efek samping lain : - gejala vasomotorik - rasa kering mulut - dan gangguan emosi

Untuk

menghindari

penurunan

densitas

tulang

nampaknya cukup bila diberikan norethindrone acetate 5 mg saja atau disertai juga dengan pemberian CE dosis rendah.

4. TERAPI PEMBEDAHAN Indikasi: Infertilitas dengan endometriosis sedang sampai berat Penyakit berat dengan perlekatan hebat Usia tua Endometriosis berat, fertilitas masa mendatang masih diharapkan. Gagal dengan pengobatan hormonal atau pra-

pemberian hormonal.

Terapi bedah konservatif antara lain meliputi: pelepasan perlekatan merusak jaringan endometriotik rekonstruksi anatomis sebaik mungkin.

Bila fungsi reproduksi tak diperlukan lagi : TAH + BSO dan lisis semua perlekatan yang terjadi
Tabel 2.13. PERBANDINGAN ANTARA INTERVENSI MEDIS DAN PEMBEDAHAN : CARA PENGOBATAN MEDISINAL biaya lebih murah. Terapi empiris (dapat di modifikasi dengan mudah) Efektif untuk menghilangkan nyeri Efektif untuk menghilangkan rasa nyeri. Lebih efisien dibandingkan terapi medis. Melalui biopsy dapat ditegakkan diagnose pasti Sering ditemukan efek samping Tidak memperbaiki fertilitas Beberapa obat KEUNTUNGAN KERUGIAN

hanya digunakan untuk singkat Biaya Resiko medis poorly defined and probably underestimated sekitar 3%. Efisien diragukan, efek menghilangkan rasa nyeri temporer 70-80% waktu

PEMBEDAHAN

II.1.2.9. PENCEGAHAN

Masalah

klinis

yang

lazim

dijumpai

adalah

endometriosis ringan pada wanita muda yang masih belum ingin hamil. Untuk ini dpat diberikan kontrasepsi oral siklik untuk mencegah perluasan penyakit, misalnya beberapa focus di kavum douglas. Pada penyakit yang lanjut dapat diberikan danazol atau MPA selama 6 bulan, diikuti dengan pemberian kontrasepsi siklik untuk menurunkan risiko penyebaran (buku hijau)

II.1.3 HUBUNGAN ENDOMETRIOSIS TERHADAP INFERTILITAS. Endometriosis memperbesar kemungkinan penderitanya untuk menjadi infertil, tetapi mekanismenya belum seluruhnya terungkap. Hal ini terlihat dari banyaknya penderita endometriosis yang fertilitasnya tak nyata menurun dan adanya konsepsi spontan di antara mereka. Berat endometriosis (jumlah dan sebaran lesi, keterlibatan berebagai organ, perlekatan, dan kerusakan jaringan) mempunyai hubungan erat dengan keberadaan dan intensitas gejala endometriosis, termasuk infertilitas. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan sebagai penyebab infertilitas pada penderita endometriosis: 1. Perubahan zalir peritoneal dan sitokin Zalir peritoneal dan sitokin berubah pada penderita endometriosis. Terjadi penambahan IL-6 ke medium biakan embrio tikus telah diperlihatkan dapat menekan pembentukkan blastosis. Selain itu, TNF-alfa juga dapat menurunkan peningkatan spermatozoa yang kuat ke zona pelusida oosit. 2. Defek penyusukan (implantasi) Integrin khas (v3) akan ada selama jendela implantasi pada siklus haid, yaitu pada hari ke 20-24. Integrin khas ini menurun pada

endometrium wanita infertil dengan endometriosis. Faktor pada oosit sendiri mungkin juga dapat mengurangi implantasi,

sebagaimana oosit donor penderita endometrioma memperlihatkan pengurangan bermakna laju implantasi sebesar 7%. 3. Endometriosis minimal-ringan dan infertilitas Endometriosis minimal atau ringan cenderung berdampak negatif terhadap fertilitas, yakni menurunkan fertilitas dan dapat

menyebabkan infertilitas, dengan mekanisme yang tidak seragam, baik secara tersendiri atau secara gabungan. Penyebab infertilitas pada penderita endometriosis minimalringan antara lain adalah jaringan endometriosis mengandung selsel makrofag yang akan menghancurkan spermatozoa (spermiofagi) sehingga tidak dapat membuahi oosit. Juga terjadi perubahan seluler (makrofag) berupa kemampuannya melakukan fagositosis terhadap gamet dan zigot. Peningkatan prostaglandin (PG) zalir peritoneal ininjuga merupakan salah satu penyebab infertilitas. Ini dapat terjadi dengan cara mengganggu fungsi ovarium,

menimbulkan motilitas abnormal tuba, dan mengganggu nidasi serta implantasi hasil pembuahan (blastosis). Selain itu

prostaglandin (PG) juga dapat menghalangi pembuahan karena pergerakan silia pada saluran tuba mengarah ke ostium tuba abdominal sehingga mendorong oosit keluar. Dan juga telah ditemukan dampak negatif dari zat-zat yang disekresikan oleh makrofag, seperti interleukin-1 (IL-1) yang dapat menghambat pembelahan zigot dan menghalangi perkembangan dini embrio. 4. Endometriosis sedang-berat dan infertilitas Infertilitas pada penderita endometriosis sedang-berat mudah dijelaskan secara anatomik, karena banyak sekali penyebabnya dan saling memperberat. Di sini gangguan mekanis terhadap fungsi reproduksi sangat berperan, terutama perlengketan pelvik dan

periadneksa dengan jaringan parut luas yang melibatkan ovarium dan tuba falloppii atau endometrioma yang besar dan berganda. Perlengketan pelvic tersebut terbentuk karena endometriosis melepaskan perantara peradangan. Perlengketannya dapat

menghalangi mobilitas tuba normal atau membungkus sebagian ovarium, sehingga mencegah pelepasan atau penangkapan oosit dari permukaan ovarium dan menghalangi pengangkutan oosit. Obstruksi tuba jaran terjadi (hanya sekitar 7% penderita endometriosis berat), tetapi edema dan bentu tuba abnormal sangat sering ditemukan pada semua derajat endometriosis. Dengan demikian pada endometriosis berat, dugaan mekanisme molekuler untuk menerangkan infertilitas pada endometriosis dapat diabaikan karena faktor makronya sudah dapat menerangkan.
Tabel 2 Beberapa mekanisme infertilitas pada endometriosis Gangguan terhadap Endometriosis minimal-ringan Fungsi seksual - Dispareunia, penghindaran senggama, penetrasi penis tak sempurna. Tampilannya

Fungsi perkembangan oosit dan ovulasi

- Siklus haid abnormal: anovulasi, puncak LH abnormal, sidrom LUF, defek fase luteal. - Oosit abnormal.

- Motilitas tuba meningkat dan Pengangkutan oosit kehilangan oosit. - Perubahan kemotaksis terhadap ovum.

- Perubahan zalir peritoneal: Fertilisasi peningkatan fagositosis spermatozoa oleh makrofag - Implantasi gagal Cacat embrio - Defek fase luteal Implantasi dan abortus spontan dini - Antibody anti-endometrium - Disfungsi imun

- Perubahan sekresi prostaglandin Perubahan endokrin lain - Hiperprolaktinemia - Puncak ganda LH Endometriosis sedang-berat Perlengketan tuba-ovarium, periovarium, perituba, dan obliterasi fossa ovarika - Mencegah penangkapan ovum dan menghambat pelepasan oosit.

Sumbatan tuba falloppii

- Menghambat fertilisasi

Kerusakan jaringan ovarium

- Menghambat perkembangan folikel dan ovulasi

II.2 KERANGKA TEORI


Masalah Vagina Infeksi vagina Lingkugan vagina yg sangat asam

Keterangan: Variabel yan

Masalah Serviks Peningkatan alkalinitas Peningkatan sekresi

Masalah Uterus Polip endometrium Adenomiosis Faktor-faaktor yang dapat menyebabkan infertilitas pada wanita. Mioma uterus (leiomioma) Bekas kuretase Abortus septic Endometriosis - Derajat - Lokasi endometriosis Menilai angka kejadian INFERTILITAS - Infertil - Tidak infertil

Masalah Tuba Infeksi tuba (PID)

Masalah Ovarium Kista ovarium Tumor ovarium

II.3 KERANGKA KONSEP Untuk lebih jelasnya tentang hubungan derajat endometriosis dan lokasi endometriosis terhadap kejadian infertilitas dapat di lihat dari variabel independen dan variabel dependen yang akan tergambar pada skema kerangka konsep penelitian dibawah ini:

Variabel Independen

Variabel Dependen

Derajat Endometriosis Infertilitas Lokasi Endometriosis

II.4 HIPOTESIS H-1: H-2: Terdapat hubungan antara Derajat Endometriosis dengan Infertilitas Terdapat hubungan antara Lokasi Endometriosis dengan Infertilitas.

Hastono, S.P., 2007. Analisis Data Kesehatan. Jakarta Dahlan, M.S., 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. 4th rev. ed. Dewi, I.J., Jakarta Notoatmodjo, S., 20010. Metodologi Penelitian Kesehatan Sarjono, H., 2011. SPSS vs Lisrel sebuah Pengantar Aplikasi untuk Riset. Salemba Empat. Jakarta Sopiyudin MD, 2010. langkah-Langkah Membuat Proposal Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta; Sagung Seto Sopiyudin MD, 2010. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Sopiyudin MD, 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Jakarta: Salemba Medika.

Refrensi ASRM,2004. Endometriosis and infertility. The Practice Committee of The American Society for Reproductive Medicine. Fertil Steril 82(suppl 1): 40-45. Mansjoer, Arif dkk, 2004. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sarwono, 2008. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Dr. Budi Wiweko,SpOG ,2011. Infertilitas. pada makalah World Human Reproduction Congress,2011). Jacoeb, T.Z dan Hadisaputra, W, 20009. Penanganan Endometriosis panduan klinis dan algoritme. CV Sagung Seto. ACOG Committee on Practice Bulletins: Medical management of endometriosis. Number 11, December 1999 (replaces Technical Bulletin Number 184, September 1993).Clinical management guidelines for obstetrician-gynecologists. Int J Gynaecol Obstet 2000 Nov; 71(2): 183-96. Ailawadi RK, Jobanputra S, Kataria M: Treatment of endometriosis and chronic pelvic pain with letrozole and norethindrone acetate: a pilot study. Fertil Steril 2004 Feb; 81(2): 290-6. Alborzi S, Momtahan M, Parsanezhad ME: A prospective, randomized study comparing laparoscopic ovarian cystectomy versus fenestration and coagulation in patients with endometriomas. Fertil Steril 2004 Dec; 82(6): 1633-7. Bukulmez O, Yarali H, Gurgan T: The presence and extent of endometriosis do not affect clinical pregnancy and implantation rates in patients undergoing

intracytoplasmic sperm injection. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 2001 May; 96(1): 102-7. Droegemuller W:
th

Endometriosis

and

Adenomyosis

in

Comprehensive

Gynecology 4 ed , pp 531 - 564. St Louis Missouri, Mosby Inc. 2001 Ferrero S, Esposito F, Abbamonte LH: Quality of sex life in women with endometriosis and deep dyspareunia. Fertil Steril 2005 Mar; 83(3): 573-9. Harada T, Momoeda M, Taketani Y, Hoshiai H, Terakawa N (November 2008). "Low-dose oral contraceptive pill for dysmenorrhea associated with endometriosis: a placebo-controlled, double-blind, randomized trial". Fertility and Sterility 90 (5): 15838. doi:10.1016/j.fertnstert.2007.08.051. ISSN 0015-0282. PMID 18164001.

Harrison RF, Barry-Kinsella C: Efficacy of medroxyprogesterone treatment in infertile women with endometriosis: a prospective, randomized, placebo-controlled study. Fertil Steril 2000 Jul; 74(1): 24-30. Jones KD, Sutton C: Patient satisfaction and changes in pain scores after ablative laparoscopic surgery for stage III-IV endometriosis and endometriotic cysts. Fertil Steril 2003 May; 79(5): 1086-90. Llewellyn-Jones D : Endometriosis and Adenomyosis in Fundamentals of Obstetric & Gynaecology. 6th ed Mosby 1999 Matsuzaki S, Canis M, Pouly JL: Cyclooxygenase-2 expression in deep endometriosis and matched eutopic endometrium. Fertil Steril 2004 Nov; 82(5): 1309-15 Memarzadeh S, Muse KN, Fox MD: Endometriosis in Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis and Treatment 9th ed , pp 767 776 , McGraw-Hill 2003.

Rabe, Thomas, 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan, Hipokrates, Jakarta. www/portalkalbe/files/cdk/files/13obatovulasiO81/13obatovulasiO81. Setiabudy, R. Tinjauan Farmakologik Beberapa Obat Yang Menginduksi Ovulasi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Medical Faculty Of Hasanudin University, 2005. Hubungan Endometriosis Dengan Infertilitas, Makasar. Wardoyo, Hasto, 2002. Infertilitas. Makalah Seminar Bayi Tabung. RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta.

Dr. Budi Wiweko,SpOG ,2011. Infertilitas. pada makalah World Human Reproduction Congress,2011). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk PendidikanBidan.oleh Prof. Ida Bagus Gde Manuaba, SpOG.

Ilmu Kandungan, Editor ketua Prof. Hanifa Wiknjosatro, dr , DSOG. Editor Prof.Abdul Bari saifudin, dr, DSOG, MPH & Trijatmo Rachimhadhi, dr, dsog,edisikedua.(yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo. Jakarta, 1994.

laparoscopic surgery for stage III-IV endometriosis and endometriotic cysts. Fertil Steril 2003 May; 79(5): 1086-90. Llewellyn-Jones D : Endometriosis and Adenomyosis in Fundamentals of Obstetric & Gynaecology. 6th ed Mosby 1999 Lone Hummelshoj. "Adhesions in Endometriosis". endometriosis.org. http://www.endometriosis.org/adhesions.html. Retrieved 2009-04-25. Matsuzaki S, Canis M, Pouly JL: Cyclooxygenase-2 expression in deep endometriosis and matched eutopic endometrium. Fertil Steril 2004 Nov; 82(5): 1309-15 Memarzadeh S, Muse KN, Fox MD: Endometriosis in Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis and Treatment 9th ed , pp 767 776 , McGraw-Hill 2003. Ailawadi RK, Jobanputra S, Kataria M: Treatment of endometriosis and chronic pelvic pain with letrozole and norethindrone acetate: a pilot study. Fertil Steril 2004 Feb; 81(2): 290-6. Alborzi S, Momtahan M, Parsanezhad ME: A prospective, randomized study comparing laparoscopic ovarian cystectomy versus fenestration and coagulation in patients with endometriomas. Fertil Steril 2004 Dec; 82(6): 1633-7. Bukulmez O, Yarali H, Gurgan T: The presence and extent of endometriosis do not affect clinical pregnancy and implantation rates in patients undergoing intracytoplasmic sperm injection. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 2001 May; 96(1): 102-7.

Droegemuller W: : Endometriosis and Adenomyosis in Comprehensive Gynecology 4th ed , pp 531 - 564. St Louis Missouri, Mosby Inc. 2001 Ferrero S, Esposito F, Abbamonte LH: Quality of sex life in women with endometriosis and deep dyspareunia. Fertil Steril 2005 Mar; 83(3): 573-9. Harada T, Momoeda M, Taketani Y, Hoshiai H, Terakawa N (November 2008). "Low-dose oral contraceptive pill for dysmenorrhea associated with endometriosis: a placebo-controlled, double-blind, randomized trial". Fertility and Sterility 90 (5): 15838. doi:10.1016/j.fertnstert.2007.08.051. ISSN 0015-0282. PMID 18164001. Harrison RF, Barry-Kinsella C: Efficacy of medroxyprogesterone treatment in infertile women with endometriosis: a prospective, randomized, placebo-controlled study. Fertil Steril 2000 Jul; 74(1): 24-30. Jones KD, Sutton C: Patient satisfaction and changes in pain scores after ablative laparoscopic surgery for stage III-IV endometriosis and endometriotic cysts. Fertil Steril 2003 May; 79(5): 1086-90. ASRM,2004. Endometriosis and infertility. The Practice Committee of The American Society for Reproductive Medicine. Fertil Steril 82(suppl 1): 40-45. Annemiek WN, Groothuis PG, Demir AY, Evers J, Dunselman GA, 2004. Pathogenesis of endometriosis. Best Practice &amp; Research Clin Obstet Gynecol 18(2): 233-244. Samsulhadi,2002. Endometriosis : Dari biomolekuler sampai masalah klinis. Majalah Obstetri dan Ginekologi 10(1):43-50. Sutton C, 2006. The history of endometriosis. In (Sutton C, Jones K, Adamson GD) Modern management of endometriosis. London: Taylor &amp; Francis, pp 3-15.

Anda mungkin juga menyukai