Anda di halaman 1dari 7

EPISTAKSIS

Oleh :

Nurbait Apriliani Muzdalifah D Ria dianty M Syara Agriani Pembimbing: dr. H. Denny.P. Machmud, Sp.THT KEPANITERAAN KLINIK STASE THT RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2013

EPISTAKSIS

1.1.Latar belakang Epistaksis atau perdarahan dari hidung banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak maupun usia lanjut. Epistaksis seringkali merupakan gejala atau manifestasi penyakit lain. Kebanyakan ringan dan sering dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi epistaksis yang berat, walaupun jarang, merupakan masalah kedaruratan yang dapat berakibat fatal bila tidak segera ditangani. 1.2.Etiologi Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan pembuluh darah, infeksi lokal, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. Kelainan sistemik seperti penyakit kardiovaskuler, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir, kelainan hormonal dan kelainan kongenital. 1.2.1. Trauma Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung, benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu-lintas. Selain itu juga bisa terjadi akibat adanya benda asing tajam atau trauma oembedahan. Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam. Perdarahan dapat terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang berhadapan bila konka itu sedang mengalami pembengkakan. 1.2.2. Kelainaan Pembuluh darah (Lokal) Sering kongenital. Pembuluh darah lebih lebar, tipis, jaringan ikat dan sel-selnya lebih sedikit. 1.2.3. Infeksi Lokal Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rinitis atau sinusitis. Bisa juga pada infeksi spesifik seperti rinitis jamur, tuberkulosis, lupus, sifilis atau lepra. 1.2.4. Tumor Epistaksis dapat timbul pada hemangioma dan karsinoma. Yang sering terjadi pada angiofibroma, dapat menyebabkan epistaksis berat.

1.2.5. Penyakit Kardiovaskuler Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi pada arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis atau diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis yang terjadi pada penyakit hipertensi seringkali hebat dan dapat berakibat fatal. 1.2.6. Kelainan darah Kelainan darah penyebab epistaksis antara lain leukemia, trombositopenia, bermacammacam anemia serta hemofilia. 1.2.7. Kelainan kongenital Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah telengiektasis hemoragik herediter (hereditary hemorrhagic telengiectasis Osler-Rendu-Weber disease). Juga sering terjadi pada Von Willenbrand disease. 1.2.8. Infeksi sistemik Yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah (dengue hemorrhagic fever). Demam tifoid, influenza dan morbili juga dapat disertai epistaksis. 1.2.9. Perubahan udara atau tekanan atmosfir Epistaksis ringan sering terjadi bila seseorang berada di tempat yang cuacanya sangat dingin atau kering. Hal serupa juga bisa disebabkan adanya zat-zat kimia di tempat industri yang menyebabkan keringnya mukosa hidung. 1.2.10. Gaangguan hormonal Epistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopause karena pengaruh perubahan hormonal. 1.3.Sumber Perdarahan Melihat asal perdarahan, epistaksis dibagi menjadi epistaksis anterior dan epistaksis posterior. Untuk penatalaksanaannya, penting dicari sumber perdarahan walaupun kadaangkaadaang sulit.

1.3.1. Epistaksis anterior Kebanyakan dari pleksus kisselbach di septum bagian anterior atau dari arteri etmoidalis anterior. Perdarahan pada septum anterior biasanya ringan karena keadaan mukosa yang hiperemis atau kebiasaan mengorek hidung dan kebanyakan terjadi pada anak, seringkali berulang dan dapat berhenti sendiri. 1.3.2. Epistaksis Posterior

Dapat berasal dari arteri etmoidalis posterior atau arteri sfenopalatina. Perdarahan biasanya lebih hebat dan jarang dapat berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena pecaahnyaa arteri sfenopalatina. 1.4.Penatalaksanaan Prinsip penatalaksanaan epistaksis ialah perbaiki keadaan umum, cari sumber perdarahan, hentikan perdarahan, cari faktor penyebab untuk mencegah berulangnya perdarahan. Bila pasien datang dengan epistaksis, perhatikan keadaan umumnya, nadi, pernapasan serta tekanan darahnya. Bila ada kelainan, atasi terlebih dulu misalnya dengan memasang infus. Jalan napas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan darah, perlu dibersihkan atau diisap. Untuk dapat menghentikan perdarahan perlu dicari sumbernya, setidaknya dilihat apakah perdarahaan dari anterior atau posterior. Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan ialah lampu kepala, spekulum hidung dan alat pengisap. Anamnesis yang lengkap sngat membantu dalam menentukan sebab perdarahan. Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar dari hidung sehingga bisa dimonitor. Kalau keadaannya lemah sebaiknyaa setengah duduk atau berbaring dengan kepala ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampai darah mengalir ke saluran napas bawah. Pasien anak dipangku, badan dan tangan Pasien duduk dipangku dipeluk, kepala dipegangi agar tegak dan tidak bergerakgerak. Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari darah dan bekuan darah dengaan bantuan alat pengisap. Kemudian pasang tampon sementara yaitu kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/5000-1/10.000 dan pantocain atau lidocain 2% dimasukkan kedalam rongga hidung untuk menghentikan perdarahan mengurangi rasa nyeri pada saat dilakukan tindakan selanjutnya. Tampon itu dibiarkan selama 10-15 menit. Setelah terjadi vaasokonstriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior hidung. 1.4.1. Menghentikan perdarahan Anterior Peradarahan anterior seringkali berasal daari pleksus kisselbch di septum bagian depan. Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior, terutama pada anak, dapat dicoba dihentikan dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit, seringkali berhasil. Bila sumber perdaharan dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-50%. Sesudahnya area tersebut diberi krim antibiotik. Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka perlu dilakukan pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang diberi pelumas vaaselin atau salep antibiotik. Pemakaian pelumas ini agar tampon mudah dimasukkan dan tidak menimbulkan perdarahan baru saat dimasukkan atau dicabut. Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun dengaan teratur dan harus dapat menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Selama 2

hari ini dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor penyebab epistaksis. Bila perdarahan masih belum berhenti, dipasang tampon baru. 1.4.2. Menghentikan Perdarahan posterior Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya perdarahan hebat dan sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan rinoskopi anterior. Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior yang disebut tampon bellocq. Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan diameter 3 cm. Pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah di satu sisi dan sebuah di sisi berlawanan. Untuk memasang tampon posterior pada perdarahan satu sisi, digunakan bantuan kateter karet yang dimasukkan dari lubang hidung sampai tampak di orofaring, lalu ditarik keluar dari mulut. Pada ujung kateter ini diikatkan 2 benang tampon bellocq tadi, kemudian kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu didorong dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat meliwati palatum mole masuk ke nasofaring. Bila masih ada perdarahan, maka dapat ditambah tampon anterior ke dalam kavum nasi. Kedua benang yang keluar dari hidung diikat pada sebuah gulungan kain kasa di depan nares anterior, supaya tampon yang terletak di nasofaring tetap di tempatnya. Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara longgar pada pipi pasien. Gunanya ialah untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Hati-hati mencabut tampon karena dapat menyebabkan laserasi mukosa. Bila perdarahan berat dari kedua sisi, misalnya pada kasus angiofibroma, digunakan bantuan dua kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan dan kiri, dan tampon posterior terpasang di tengah-tengah nasofaring. Sebagai pengganti tampon Bellocq, dapat digunakan kateter Folley dengan balon. Akhir-akhir ini juga banyak tersedia tampon buatan pabrik dengan balon yang khusus untuk hidung atau tampon buatan pabrik dengan balon yang khusus untuk hidung atau tampon dari bahan gel hemostatik. Dengan semakin meningkatnya pemakaian endoskop, akhir-khir ini juga dikembangkan teknik kauterisasi atau ligasi a.sfenopalatina dengan panduan endoskop. 1.5.Komplikasi Komplikasi dapat terjaadi sebagai akibat dari epistaksisnyaa sendiri atau sebagai akibat dari usaha penanggulangan epistaksis. Akibat perdarahan yang hebat dapat terjaadi aspirasi darah ke dalam saluran napas bawah, juga daapat menyebabkaan syok, anemia dan gagal ginjal. Turunnya tekanan darah secara mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini pemberian infus atau transfusi darah harus dilakukan secepatnya. Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjaadi infeksi, sehingga perlu diberikan antibiotik. Pemasangan tampon dapat menyebabkan rino-sinositis, otitis media, septikimia atau toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan antibiotik pada setiap pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut dipasang tampon baru. Selain itu dapat terjadi hemotimpanum sebagai akibat

mengalirnya darah melalui tuba Eustachius, dan airmata berdarah (bloody tears), akibat mengalirnya darah secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis. Pemasangaan tampon posterior (tampon Belloq) dapat menyebabkan laserasi palatum mole atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlau ketat dilekatkan pada pipi. Kateter balon dan tampon balon tidak boleh dipompa terlalu keras karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa hidung atau septum. 1.6.Pencegahan Setelah perdarahan untuk sementara dapat diatasi dengan pemasangan tampon, selanjutnya perlu dicari penyebabnya. Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap, pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal, gula darah, hemostasis. Pemeriksaan foto polos atau CT scan sinus bila dicurigai ada sinusitis. Konsul ke penyakit dalam atau Kesehatan Anak bila dicurigai ada kelainan sistemik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Endang Mangunkusumo, retno S.Wardani. Epistaksis. Dalam: Efiaty A. Soepardi (ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. 2010. Jakarta : FK UI. p. 131-5.

Anda mungkin juga menyukai