Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkannya (Depkes RI, 2006). Berdasarkan laporan regional World Health Organzation (WHO) tahun 2000 dari sejumlah negara yang melaporkan prevalensi penyakit kusta di dunia tercatat Indonesia sebagai peringkat empat setelah India, Brazil dan Nepal (Depkes RI, 2000). Menurut WHO pada tahun 2005 jumlah klien kusta baru di dunia adalah sekitar 296.499 klien. Dari jumlah tersebut paling banyak terdapat diregional Asia Tenggara (201.635) diikuti regional Afrika (42.814), Amerika (41.780) dan sisanya berada di regional lain di dunia (Darma Putra, 2009). Sampai saat ini penyakit kusta masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diperkirakan sampai akhir tahun 2002 masih ada 13 propinsi dan 111 kabupaten yang belum dapat dieliminasi. Eliminasi yaitu suatu kondisi dimana penderita kusta tercatat kurang dari 1 per 10.000 penduduk, dan diperkirakan penyakit tersebut akan hilang secara alamiah (Djuanda,1997).

Sedangkan penyakit kusta di Jawa Tengah masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Meskipun Jawa Tengah sudah mencapai eliminasi kusta pada tahun 2004, namun masih banyak kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi kusta. Untuk mencapai eliminasi di tingkat kabupaten/kota maka perlu adanya komitmen semua stake holder di tiap jenjang pemerintahan. Prevalensi penyakit kusta tahun 1999 jumlahnya 1579 kasus, tahun 2000 berjumlah 1183 kasus, tahun 2001 berjumlah 1268 kasus, tahun 2002 berjumlah 1563 kasus, tahun 2003 berjumlah 1621 kasus, tahun 2004 berjumlah 1805 kasus, tahun 2005 berjumlah 1780 kasus, dan tahun 2006 berjumlah 1788 kasus. Menurut data diatas menggambarkan tingkat aktivitas penemuan penderita yang selalu meningkat (Dinkes Jateng, 2006). Masalah penyakit kusta ini diperberat dengan kompleksnya

epidemiologi dan banyaknya penderita kusta yang mendapat pengobatan ketika sudah dalam keadaan cacat sebagai akibat masih adanya stigma dan kurangnya pemahaman tentang penyakit kusta dan akibatnya di sebagian besar masyarakat Indonesia (Depkes RI, 1984). Kecemasan yang dihadapi penderita kusta dan juga keluarga umumnya disebabkan kurangnya pengertian terhadap kusta atau karena salah persepsi akan penyakit kusta itu. Untuk mengatasi kecemasan itu, perlu penderita dan/ atau keluarga diberi bimbingan mental dan penyuluhan tentang penyakit kusta. Kalau perlu dengan bantuan seorang psikolog, ahli agama, atau tokoh masyarakat. Penderita perlu diberitahu

bahwa sebenarnya penyakit kusta dapat disembuhkan asal saja dapat diketahui dan diobati sedini mungkin. Bila tidak dapat disembuhkan lagi perlu pula diberitahu bagaimana menyesuaikan kehidupan diri dengan penyakit kusta yang dideritanya dan kenyataan yang dihadapinya (Sukardja, 2000). Dari Rekam Medis RSUD Tugurejo Semarang tahun 2009/2010 tercatat sebanyak 3967 penderita kusta dan 240 pasien (6%) merupakan penderita baru. Berdasarkan fenomena di atas dengan disertai data dan fakta empiris maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap fenomena tersebut dengan judul Hubungan karakteristik, tingkat pengetahuan pasien dengan tingkat kecemasan pasien pasca didiagnosa kusta di Poli Kusta Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tugurejo Semarang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan fenomena dalam latar belakang yang disertai data dan fakta di atas, maka peneliti dapat merumuskan masalah penelitian yaitu Apakah ada hubungan karakteristik, tingkat pengetahuan pasien dengan tingkat kecemasan pasien pasca didiagnosa kusta di Poli Kusta RSUD Tugurejo Semarang?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan karakteristik (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pendapatan), tingkat pengetahuan pasien dengan tingkat kecemasan pasien pasca didiagnosa kusta di Poli Kusta RSUD Tugurejo Semarang. 2. Tujuan khusus a. Mendeskripsikan usia pasien pasca didiagnosa kusta di Poli Kusta RSUD Tugurejo Semarang. b. Mendeskripsikan jenis kelamin pasien pasca didiagnosa kusta di Poli Kusta RSUD Tugurejo Semarang. c. Mendeskripsikan tingkat pendidikan pasien pasca didiagnosa kusta di Poli Kusta RSUD Tugurejo Semarang. d. Mendeskripsikan pendapatan pasien pasca didiagnosa kusta di Poli Kusta RSUD Tugurejo Semarang. e. Mendeskripsikan tingkat pengetahuan pasien tentang penyakit kusta pasca didiagnosa kusta di Poli Kusta RSUD Tugurejo Semarang. f. Mendeskripsikan tingkat kecemasan pasien pasca didiagnosa kusta di Poli Kusta RSUD Tugurejo Semarang. g. Menganalisis hubungan karakteristik (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pendapatan), tingkat pengetahuan pasien dengan

tingkat kecemasan pasien pasca didiagnosa kusta di Poli Kusta RSUD Tugurejo Semarang. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Perawat Memperoleh informasi dan bahan masukan sehingga dapat meningkatkan kemampuan perawat dalam pemberian asuhan

keperawatan khususnya pada pasien yang mengalami kecemasan yang didiagnosa penyakit kusta. 2. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan evaluasi bagi rumah sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan dengan meningkatkan kemampuan perawat dalam mengelola pasien yang mengalami kecemasan pasca didiagnosa kusta secara optimal. 3. Bagi Institusi Pendidikan. a. Sebagai wacana ilmiah dan sumber informasi di bidang keperawatan dasar dan keperawatan kulit dan kelamin khususnya terhadap pasien yang mengalami kusta. b. Sebagai bahan referensi serta menambah koleksi pustaka di lingkungan FIKKES UNIMUS khususnya referensi tentang pasien yang mengalami kecemasan pasca didiagnosa kusta. kecemasan pasca didiagnosa

4. Bagi Peneliti a. Menambah pengetahuan peneliti tentang kecemasan pasien pasca didiagnosa kusta. b. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan peneliti dalam melaksanakan penelitian keperawatan dan penulisan ilmiah. 5. Bagi Penelitian Keperawatan Merupakan dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai

kecemasan pasien pasca didiagnosa kusta.

Anda mungkin juga menyukai