Anda di halaman 1dari 10

STRATEGI MARKET PERBANKAN SYARIAH

Disusun oleh : ARIFIN 5108005

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SAINS AL-QURAN (UNSIQ) JAWA TENGAH DI WONOSOBO 2010

BAB I PENDAHULUAN Sistem Perbankan Syariah Indonesia dimulai tahun 1992 dengan digulirkannya UU No. 7/1992 yang memungkinkan bank menjalankan operasional bisnisnya dengan sistem bagi hasil. Pada tahun yang sama lahir bank syariah pertama di Indonesia, Bank Syariah Muamalat Indonesia (BMI). Hingga tahun 1998 praktis bank syariah tidak berkembang. Baru setelah diluncurkan Dual Banking System melalui UU No. 10/1998, perbankan syariah mulai menggeliat naik. Dalam 5 tahun saja sejak diberlakukan Dual Bangking System, pelaku bank syariah bertambah menjadi 10 bank dengan perincian 2 bank merupakan entitas mandiri (BMI dan Bank Syariah Mandiri) dan lainnya merupakan unit/divisi syariah bank konvesional. Pendatangpendatang baru perbankan syariah dipastikan terus bertambah mengingat pada akhir 2003, beberapa bank konvesional sudah mengantungi ijin dari Bank Indonesia untuk membuka unit/divisi tahun ini. Dalam dunia perbankan di Indonesia saat ini, perbankan syariah sudah tidak lagi dianggap sebagai tamu asing. Hal ini disebabkan oleh kinerja dan kontribusi perbankan syariah terhadap perkembangan industry perbankan di Indonesia selama 10 tahun terakhir. Kinerja ini semakin nyata ketika badai krisis ekonomi melanda Indonesia. Ketika perbankan konvesional banyak yang terpuruk, perbankan syariah relative dapat bertahan bahkan menunjukkan perkembangan. Data menunjukkan bahwa pada akhir 1996, jumlah keseluruhan kantor, baik kantor pusat, kantor cabang, kantor capem, maupun kantor kas, yaitu 41 kantor. Bulan Januari 2003, jumlahnya telah menjadi 116 kantor. Ini membuktikan bahwa secara konseptual, perbankan syariah memang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman serta sudah menjadi kewajiban sejarahnya untuk lahir dan berkembang menjadi sistem perbankan alternatif yang sesuai dengan fitrah hidup manusia. Walau demikian, kesempurnaan konsep yang berdasarkan konsep ilahiah ini tetap di update disesuaikan dengan tuntutan zaman agar tetap dapat diterapkan dalam kehidupan bisnis yang nyata. Berangkat dari pemikiran itulah diperlukan alternatif-alternatif pemikiran yang dapat menyempurnakan konsep pengembangan perbankan syariah di masa depan. Tantangan pertama yang berada di depan mata adalah mampukah perbankan syariah memerankan fungsi intermediasi secara baik sehingga dapat menggerakkan sector riil?? Tantangan kedua adalah mampukah perbankan syariah berkembang di habitatnya yang subur (negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia) serta menjadi contoh sukses bagi negaranegara lain dalam mengembangkan perbankan syariah. Tantangan ketiga, di masa depan perbankan syariah harus mampu menjadi rahmatan lil alamin. Artinya ia tidak hanya bermanfaat bagi kaum muslim tetapi juga bagi seluruh umat manusia.

BAB II PEMBAHASAN 1. Analisis Pasar Perbankan Syariah Seiring dengan makin bertambahnya jumlah bank syariah yang beroperasi di Indonesia, jumlah dana yang berhasil dihimpun perbankan syariah juga terus bertambah. Jika pada 1997 dana masyarakat bank syariah baru mencapai Rp 463 M maka pada Desember 2003 telah meningkat menjadi Rp 5,7 T. Pesatnya pertumbuhan dana masyarakat ini dipicu oleh beberapa faktor. Di samping karena kinerja bank syariah yang mengesankan, sistem bagi hasil yang ditawarkan perbankan syariah lebih stabil terhadap gejolak ekonomi makro. Di tengah terus menurunnya suku bunga bank konvensional, margin bagi hasil memberikan keuntungan yang relatif lebih tinggi dibandingkan bunga yang ditawarkan oleh bank konvensional. Hal ini terjadi karena sistem bagi hasil diberikan berdasarkan nisbah (perbandingan bagi hasil) keuntungan yang disepakati saat nasabah membuka rekening. Dalam periode 1997-2003, produk dana berupa deposito mudharabah merupakan pilihan terbesar dari seluruh dana masyarakat yang disimpan pada perbankan syariah. Tingginya tingkat bagi hasil yang ditawarkan perbankan syariah tidak terlepas dari besarnya tingkat pembiayaan syariah. Financing to Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah yang berada pada kisaran 100% jauh melampaui Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan konvensional yang sekisar 40%. Berbeda dengan bank konvensional yang fungsi intermediasinyadilakukan dengan mengucurkan kredit secara tunai, pada perbankan syariah konsep pembiayaan tidak dilakukan secara tunai tetapi dengan cara membiayai / mendatangi langsung sejumlah kebutuhan yang diajukan debitur, baik pembelian barang maupun pendirian suatu usaha. Dengan demikian transaksi tunai tidak terjadi secara langsung antara bank dan debitur melainkan antara bank dengan pihak yang berbisnis dengan debitur seperti dealer mobil,pengembang atau yang lain. Hingga tahun 2003 perbankan syariah telah mendanai pembiayaan sebesar Rp 5,53 T dengan tingkat FDR 96,6%. Dari seluruh skim pembiayaan syariah, total pembiayaan masih didominasi oleh pembiayaan murabahab/jual beli (70%), disusul pembiayaan mudharabah/bagu hasil (19%) dan pembiayaan masyarakat (2%). Tingkat Non Performing Financing (NPF) sebesar 2,3% pada Desember 2003, stabil dibawah 5% sejak tahun 2000. Dari segi asset, pada 2003 perbankan syariah mengalami peningkatan pesat dengan tingkat penetrasi asset terhadap perbankan konvensuonal sebesar 0,7% (Rp 7,859). Pertumbuhan asset bank-bank syariah melonjak dengan adanya Dual Banking System pada 1998. Ini terlihat dari compound annual growth rate (CAGR) setelah tahun 1998 yang mencapai 70%. Bank Indonesiamenargetkan penetrasi asset perbankan syariah terhadap asset perbankan konvensional akan mencapai 5% pada tahun 2010. 2. Strategi Bank-bank Syariah Tidak dapat dipungkiri Fatwa MUI pada Desember 2003 merupakan trigger penting dalam proses pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia. Namun demikian, sebagai unit bisnis yang terukur kinerjanya bank-bank syariah harus menyiapkan strategi pasca Fatwa MUI untuk memposisikan diri sebagai bisnis yang kokoh.

Dengan nasabah potensial mencapai 78%, bank-bank syariah seharusnya mulai berbenah diri. Tingginya potensi nasabah dengan rendahnya persepsi masyarakat terhadap syariah menunjukan minimnya informasi syariah di masyarakat. Untuk itu straregi Pertama yang harus ditempuh bank syariah adalah komunikasi eksternal baik dalam rangka edukasi prinsip syariah maupun produk-produk yang ditawarkan. Sebagai bisnis yang masik baru berkembang, sudah selayaknya pelaku perbankan syariah melakukan kerja sama baik dalam iklan bersama maupun mensponsori suatu event tertentu. Strategi Kedua adalah menciptakan efisiensi melalui inovasi produk dan inovasi proses. Tidak seperti perbankan konvensional yang didukung oleh banyak instrumen keuangan, produkproduk syariah cenderung terbatas mengingat belum lengkapnya instrument keuangan syariah. Tingginya margin bagi hasil yang ditawarkan saat ini ( relatif terhadap bunga bank konvensional ) menjadikan bank syariah cederung nengalami excess funding. Untuk itu perlu dilakukan inovasi produk pembiayaan dengan skim yang menarik untuk menjaga agar tingkat bagi hasil yang ditawarkan tetap bersaing. Inovasi proses untuk efisiensi dapat dilakukan dengan cara menyederhanakan adopsi proses kredit bank konvensional untuk proses pembiayaan bank syariah. Sistem referensi cross-selling dan sistem skoring pada kredit bank konvensional merupakan beberapa inovasi yang dapat ditiru perbankan syariah. Excess funding juga bisa disebabkan oleh kurang agresifnya system pemasaran perbankan syariah. Survei Bank Indonesia menunjukkan kurangnya sense of marketing pelaku perbankan syariah. Hasil survei menyebutkan, dari 6 sampel perusahaan yang terdaftar dalam Jakarta Islamic Index, hanya 2 perusahaan mengaku pernah didatangi tenaga pemasar bank syariah. Semua perusahaan ini berharap mendapatkan penawaran pembiayaan dari perbankan syariah. Tidak boleh tidak, perbankan syariah harus mulai menata dan merencanakan sistem pemasaran yang lebih baik dan mulai melihat potensi bisnis non ritel untuk menggiatkan pembiayaannya. Bank syariah juga tidak dapat menghindari timbulnya risiko pembiayaan. Hal tersebut terjadi ketika bank tidak dapat memperoleh kembali sebagian atau seluruh pembiayaan yang disalurkan atau investasi yang sedang dilakukannya. Risiko pembiayaan dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas bank syariah. Hal ini disebabkan ketika tingkat jumlah pembiayaan bermasalah (Non Perfoming Financing) menjadi besar, semakin besar pula jumlah kebutuhan biaya penyisihan penghapusan pembiayaan yang berpengaruh terhadap kemampuan bank untuk menghasilkan keuntungan. Maka dari itu pembiayaan dan investasi yang disalurkan harus dijaga serta dikelola dengan hati-hati (Prudential) agar tidak menjadi pembiayaan yang bermasalah (Non Perfoming Financing). Strategi berikutnya adalah mangembangkan budaya syariah sebagai salah satu usaha menuju good corporate government. Mengingat 8 dari 10 pelaku perbankan syariah Indonesia (per Desember 2003) adalah merupakan unit/divisi syariah perbankan konvensional, diperlukan komitmen yang kuat untuk menciptakan budaya syariah yang berbeda dengan budaya perbankan konvensional. Syariah adalah bisnis yang tidak hanya murni bisnis. Inilah bisnis yang didukung oleh moral dan niat baik untuk mengembalikan uang pada fungsinya, yaitu murni sebagai alat tukar yang tidak akan bertambah/berkurang semata-mata karena waktu. Inisiasi budaya syariah ini dapat dilakukan dengan cara mengembangkan motivasi kerja berdasarkan syariah, rekrutmen pegawai yang tidak hanya didasarkan pada kemampuan intelektual, menumbuhkan syariah leadership style, dan sebagainya. 3. Strategi Meningkatkan Market Share Bank Syariah

a.

b. c. d. e.

Bank syariah di Indonesia saat ini, relatif masih kecil, masih 1,6% dari total asset bank secara nasional (Data BI Februari 2007). Menurut Siti Fajriyah, salah seorang Deputi Gunernur Bank Indonesia, jumlah nasabah Bank syariah saat ini, baru sekitar 2 juta orang. Padahal jumlah umat Islam potensial untuk menjadi customer bank syariah lebih dari 100 juta orang. Dengan demikian, mayoritas umat Islam belum berhubungan dengan bank syariah. Banyak faktor yang menyebabkan mengapa umat Islam belum berhubungan dengan bank syariah, antara lain : Pertama, Tingkat pemahaman dan pengetahuan umat tentang bank syariah masih sangat rerndah. Masih banyak yang belum mengerti dan salah faham tentang bank syariah dan menganggapnya sama saja dengan bank konvensional. Bahkan sebagian ustadz yang tidak memiliki ilmu yang memadai tentang ekonomi Islam (ilmu ekonomi makro ; moneter) masih berpandangan miring tentang bank syariah. Kedua, Belum ada gerakan bersama dalam skala besar untuk mempromosikanbank syariah. Ketiga, Terbatasnya pakar dan SDM ekonomi syariah. Keempat, Peran pemerintah masih kecil dalam mendukung dan mengembangkan ekonomi syariah. Kelima,Peran ulama, ustadz dan dai masih relatif kecil. Ulama berjuang keras mendakwahkan ekonomi syariah selama ini terbatas pada DSN dan kalangan akademis yang telah tercerahkan. Bahkan masih banyak anggota DSN yang belum menjadikan tema khutbah dan pengajian tentang bank dan ekonomi syariah. Keenam, Para akademisi di berbagai perguruan tinggi, termasuk Perguruan Tinggi Islam belum optimal

f. g.

Ketujuh, Peran ormas Islam juga belum optimal membantu dan mendukung gerakan bank syariah. Terbukti mereka masih banyak yang berhubungan dengan bank konvensional. h. Kedelapan, dan ini yang paling utama, Bank Indonesia dan bank-bank syariah belum menemukan strategi jitu dan ampuh dalam memasarkan bank syariah kepada masyarakat luas. Strategi jitu dan sangat ampuh tersebut telah lama kita temukan dan telah lama terbukti dengan ampuh menggiring dan menyadarkan umat untuk menabung, mendepositokan uangnya di bank syariah serta bertransaksi perbankan dengan bank syariah. Strategi ini akan mampu menyadarkan umat tentang kejahatan system ribawi dan keunggulan bank Islam yang pada gilirannya mendorong mereka datang berduyun-duyun ke bank-bank syariah sembari meninggalkan bank konvensional. Apabila umat datang berdduyun-duyun ke bank syariah, maka bank-bank syariah akan mengalami antrian panjang nasabah. Tetapi kenyataannya hari ini, banyak wanita berjilbab dan ibu-ibu haji yang masih menabung di bank konvensional ribawi. Masalah utamanya adalah mereka belum mendapat pencerahan dan pencerdasan dari para pakar ekonomi Islam atau ulama yang ahli ekonomi. Mereka tidak tahu ilmu ekonomi Islam dan rasionalitasnya melarang bunga bank. Untuk itu perlu strategi jitu memasarkan bank syariah kepada masyarakat. Pola dan sistem pemasaran bank syariah selama ini masih belum tepat dan perlu perubahan-perubahan mendasar. Sistem dan strategi pemasaran bank syariah selama ini belum bisa membuahkan pertumbuhan cepat atau loncatan pertumbuhan (quantum growing) yang memuaskan. Karena itu tidak aneh jika market share bank syariah masih berkisar di angka 1,5%. Padahal bank syariah telah berkembang pesat sejak tahun 2000. Bahkan Bank Muamalat telah berkembang sejak tahun 1992

Oleh karena para praktisi bukan berasal dari latar belakang ulama/dai, maka mereka masih banyak yang tidak memahami psikologi dakwah ekonomi syariah. Bayangkan, di Indonesia misalnya jumlah masjid mencapai 1 juta buah, lebih banyak dari jumlah desa yang ada di Indonesia.belum lagi mushala dan jumlah majlis talim. Jika semua ustadz yang berkhutbah mengkampanyekan bank syariah secara haqqul yakin, rasional dan spiritual, maka bisa dipastikan lebih seratus juta umat akan hijrah ke bank syariah. Jika setiap masjid diisi 100 orang jamaah, maka 100 juta umat akan menjadi lahan potensial untuk bank syariah. Tetapi Bank Indonesia dan bank-bank syariah belum menyadari potensi ini. Karena itu saya berulang kali mendesak semua pihak untuk menyadarkan para ustadz dan mengisi atau membekali mereka dengan ilmu ekonomi makro dan ilmu mpneter serta keunggulan-keunggulan ekonomi dan bank syariah. Juga menjelaskan bagaimana dampak buruk bunga bagi perekonomian dunia dan Indonesia. Meskipun ada seminar, tulisan dan berbagai penjelasan, namun semua itu belum optimal dan belum tajam mendoktrin umat secara rasional dan ilmiah tentang keunggulan bank syariah dan kezaliman bank konvensional. Materi cerramah, ulama DSN atau DPS masih banyak yang bersifat emosional keagamaan. Artinya mengajak umat berbank syariah, karena label syariah atau prinsip syariah, yang kadangkadang letak syariahnya tidak begitu kelihatan. Yang lebih kita utamakan adalah pendekatan rasional obyektif, bahwa bank syariah tersebut betul-betul unggul dan menciptakan kemaslahatan umat manusia. Sebaliknya sistem riba telah menimbulkan kerusakan ekonomi dunia dan masyarakat. Kita telah melakukan upaya brainwashing para ulama/ustadz dan hasilnya alhamdulilah dalam waktu beberapa bulan jamaah dan umat datang berduyun-duyun ke bank syariah yang menimbulkan antrian panjang di bank syariah, sehingga sebuah kantor kas saja bisa menjadi terbaik se-Indonesia. Bukti empiris ini telah teruji di beberapa kota, seperti Medan dan Binjei. Para ulama di sebuah kota detraining dalam bentuk workshop lalu diminta untuk mendakwahkan keunggulan bank syariah dan dengan penuh keyakinan yang mendalam mereka menyampaikan keharaman bunga bank konvensional secara rasional, bukan emosional. Jika jamaah setiap masjid 500 orang dan ustadz yang berdakwah ada 200 orang, maka sasaran potensial nasabah bank syariah ada 100 ribu orang. Belum lagi dihitung setiap ustadz memiliki ribuuan jamaah pengajian, dikali jumlah ustadz yang ribuan juga jumlahnya. Jika potensi ini digerakkan, maka bank-bank syariah akan tumbuh spektakuler dan dalam waktu singkat bisa menguasai pasar perbankan nasional. Sekarang masih ada ustadz yang meragukan keharaman bunga, karena ilmunya masih terbatas dalam ekonomi Islam. Jangankan mengecap pendidikan S3 dan S2 di bidang ekonomi Islam, malah sama sekali belum pernah pernah belajar ilmu ekonomi makro, mikro, moneter dan akuntansi. Mereka belum pernah detraining dengan modul khusus yang telah disiapkan untuk membrainwashing para ustadz/ulama.share bank syariah. Untuk itu kita harus menciptakan ustadz/dai/ulama bank syariah yang memiliki ilmu yang memadai untuk mendakwah bank syariah. Mereka tidak saja bertekad untuk mengajak umat ke bank syariah, tetapi malah dipastikan membenci seluruh sistem bunga sebagaimana mereka membenci kemaksiatan yang ada di bumi ini. Hal itu bisa terwujud setelah mereka mendapat training jitu dan intensif. Mereka selama ini masih berhubungan dengan system bunga karena belum memahami ilmu ekonomi moneter Islam, 15 keunggulan bank syariah, perbedaan bunga dan margin murabahah, bahkan ada yang belum bisa membedakan bunga dan bagi hasil.

Workshop dan training ulama tentang bank Islam harus terus-menerus dilakukan, agar mereka cerdas dalam ilmu ekonomi dan mampu menyampaikan dakwah ekonomi syariah kepada umat. Selain itu, penyebaran buletin tentang ekonomi dan bank syariah harus digalakkan dan disebarkan di masjid-masjid agar kebodohan umat tentang ekonomi Islam bisa di atasi secara bertahap. Dengan gerakan ini, Insya Allah market share bank syariah akan meningkat secara signifikan. (Penulis adalah Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Dosen Pascasarjana Ekonomi dan Keuangan Syariah U, Pascasarjana Islamic Economics and Finance Universitas Trisakti dan Pascasarjana Bisnis dan Keuangan Islam Universitas PARAMADINA dan Universitas Islam Negeri Jakarta). 4. 5 Langkah Strategis Meningkatkan Pangsa Pasar Perbankan Syariah Bank Indonesia, data pada Juni 2008, mempublikasikan bahwa total asset perbankan syariah masih sebesar 2,11% dibandingkan dengan total asset perbankan nasional. Hasil ini menunjukkan bahwa perkembangan perbankan syariah masih cukup lambat bila melihat rentang waktu sejak bank syariah (Bank Muamalat) berdiri. Bahkan, target pangsa pasar 5% sampai akhir 2008 yang telah dicanangkan Bank Indonesia terancam gagal. Karena itu, tema utama yang selalu menjadi perbincangan hangat bagi pelaku perbankan syariah adalah bagaimana cara yang tepat untuk meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah. Ada lima langkah strategis sebagai sebuah solusi. Pertama, bank syariah harus berani masuk ke pasar rasional dan mengakuisasi nasabah bank konvensional dengan strategi yang fokus mengkomunikasikan keuntungan fungsional. Bank syariah harus fokus pada keuntungan fungsional atau mendasar seperti keamanan, ragam layanan produk, dan kemudahan. Ini berarti, perhatian bank syariah jangan tersita hanya sebatas mengkomunikasikan keuntungan emosional seperti terhindar dari riba. Mengapa? Karena kenyataannya, mayoritas masyarakat menganggap keuntungan fungsional juga sangat penting. Contoh bank syariah yang sudah mulai fokus mengkomunikasikan keuntungan fungsional adalah Bank Muamalat. Hal ini dapat dilihat pada berbagai layanan iklan produk Share saat bulan puasa. Kedua, bank syariah jangan lagi hanya mengalokasikan seluruh sumber dayanya untuk melakukan komunikasi yang ditujukan untuk meningkatkan awareness. Karena awareness bank syariah telah tinggi. Yang masih rendah adalah pengetahuan nasabah akan produk-produk bank syariah. Sesuai pasa tahapan pada hierarchy of effect model, bahwa setelah awareness, perusahaan perlu memberikan pemahaman (knowledge) yang jelas akan produk-produknya. Hal ini ditujukan agar masyarakat tidak lagi bertanya-tanya akan perbedaan produk bank syariah dengan produk bank konvensional. Sayangnya, masih sangat banyak masyarakat yang belum memahami produk bank syariah. Bahkan yang lebih fatal, ada masyarakat yang masih mempersepsikan sama antara bagi hasil dan bunga bank. Ketiga, setiap strategi komunikasi yang dilakukan bank syariah perlu di-match-kan dengan tahapan-tahapan pada hierarchy of effect model. Misalnya, ketika di awal munculnya bank/produk syariah, maka strategi komunikasi lebih difokuskan pada peningkatan awareness.

Tetapi ketika awarenesstelah tinggi, bank syariah perlu mengkomunikasikan berbagai keuntungan agar nasabah memiliki pemahaman (knowledge) akan produk bank syariah. Pada tahap berikutnya, bank syariah perlu membuat strategi komunikasi yang dapat menciptakan ketertarikan (interest) nasabah akan produk bank syariah. Setelah nasabah tertarik, maka bank syariah harus lebih maju dalam membuat program komunikasi. Hal ini ditujukan agar tercipta nasabah dengan prefensi yang kuat untuk memanfaatkan atau memiliki rekening di bank syariah dibandingkan bank konvensional. Terakhir, agar tidak sebatas trial dan akhirnya lepas lagi, bank syariah perlu membuat strategi relationship yang berkesinambungan agar nasabahnya menjadi pelanggan yang loyal dalam jangka panjang. Kesemua hal tersebut perlu dilakukan agar dapat diketahui pada tahap mana strategi bank syariah dalam mengakuisi nasabah konvensional menjadi pelanggannya. Dan, dapat menentukan strategi komunikasi apa yang tepat untuk setiap tahapannya. Keempat, bank syariah perlu memanfaatkan peran influencer. Untuk mengakuisi nasabah bank konvensianal, tidak semudah membalikan telapak tangan. Misalnya dengan memborbardir melalui berbagai iklan dan promosi. Lalu, berharap nasabah bank konvensional akan langsung berpindah. Tidaklah sesederhana itu. Diperlukan sebuah pemicu yang mampu menggerakkan nasabah bank konvensional berpindah. Pemicu itu adalah orang-orang yang mampu memberi pengaruh besar, atau biasa disebut sebagaiinfluencer. Influencer ini bisa berupa pemilik atau pemimpin perusahaan, pemimpin organisasi, atau pemimpis sekolah/pesantren. Contoh bank yang sangat sukses memanfaatkan peran influencer adalah Bank Central Asia (BCA). Lihat saja, telah sejak lama perusahaan atau industri memiliki kebijakan agar karyawannya memiliki rekening BCA, walau dengan alasan pembayaran gaji atau payroll. Pada kasus ini, terlihat peran yang besar dari pemilik atau pemimpin perusahaan untuk membuat karyawannya menjadi nasabah BCA. Namun, untuk memanfaatkan peran influencer perlu strategi pendekatan yang khusus. Karena para influencer ini adalah orang-orang yang sangat penting dan sangat sibuk dengan berbagai urusan. Karena itu, perlu ada strategi relationship marketing yang tepat dan bersifat jangka panjang. Bukan hanya dalam bentuk transactional yang sekadar mengambil manfaat sesaat. Kelima, berikan layanan dalam bentuk produk-produk yang memberikan kemudahan, kecepatan, dan kenyamanan. Berdasarkan riset MARS Indonesia, layanan menjadi salah satu faktor utama nasabah memilih bank. Namun jangan tertipu. Layanan di sini bukan hanya dalam bentuk keramahan. Tetapi yang dimaksud nasabah adalah layanan dalam bentuk produk-produk yang mampu memberikan kemudahan, kecepatan, dan kenyamanan. Untuk itu, bank syariah harus terus meningkatkan produk-produknya yang dapat memuaskan kebutuhan fungsional nasabah. Akhirnya, bila kelima solusi ini dijalankan, maka bank syariah akan mampu mengkomunikasikan keuntungan emosional sekaligus keuntungan fungsional. Semoga kelima solusi singkat ini dapat membantu peran bank syariah dalam meningkatkan pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia.

BAB III

KESIMPULAN Meskipun populai Indonesia mayoritas Muslim, tidak mudah bagi perbankan syariah merebut hati nasabah. Masyarakat terlalu lama bersentuhan dengan perbankan konvensional sehingga banyak mempertanyakan perbankan syariah. Hingga Maret 2006, asset bank syariah mencapai Rp 20,55 triliun atau baru 1,4% dibandingkan total asset bank konvensional. Sebagian dari kita menyadari bahwa sistem perbankan non ribawi atau sistem syariah lebih adil dan jauh dari unsure eksploitasi dan spekulasi. Namun, bukanlah hal yang mudah bagi bank syariah untuk merebut hati nasabah (personal maupun korporasi). Perlu strategi dan langkah byang sistematis, sosialisasi dan kampanye yang kontinyu serta dukungan dari berbagai pihak yang terkait seperti pemerintah, parlemen, Departemen Keuangan, Bank Indonesia, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), konsultan, praktisi dan pihak-pihak lain yang terkait. Strategi bank syariah untuk merebut hati nasabah ini bisa dilakukan dalam tiga tahapan.Pertama, dimulai dengan menyentuh sisi kognisi nasabah yaitu memberikan sosialisasi edukatif tentang realitas sistemdan produk perbankan syariah kepada nasabah melalui publikasi di berbagai media cetak, elektronik maupun dalam bentuk gathering, talkshow dan seminar publik. Pada tahapan ini diharapkan masyarakat mampu mengetahui dan aware tentang sistem perbankan syariah dan bagaimana sistem itu diterapkan. Diharapkan masyarakat juga memahami fungsi keberadaan perbankan syariah dari sisi personal maupun social. Tahap Kedua adalah menyentuh sisi emosional nasabah dengan memberikan gambaran menyeluruh tentang manfaat dan keuntungan memakai sistem perbankan syariah dari sisi bisnis (profit) maupun spirit sehingga masyarakat merasa bahwa system dan produk perbankan syariah ini memang baik dan layak untuk dipakai. Pada tahapan inilah yang dalam strategi public relation disebut dengan tahap pembentukan citra bank syariah dalam benak nasabah. Hal terpenting yang harus dalakukan dalam tahap ini adalah perbankan syariah terlebih dulu memahami kebutuhan nasabah yang bisa dilakukan dengan riset pasar (marketing research). Setelah memahami apa yang menjadi kebutuhan nasabah, dilakukan strategi pembentukan citra bank syariah yang fokus, kreatif, dan konsisten. Pembentukan citra bank syariah dimulai dengan memetakan persepsi masyarakat tentang perbankan syariah. Citra bank syariah yang ada dalam benak masyarakat bisa dioptimalkan menjadi titik pembangkit citra yang diinginkan. Citra bank syariah yang diinginkan ini dibentuk dari realitas mendasar dan kredibel dari kondisi perkembangan perbankan syariah yang telah ada. Pembentukan citra yang tidak didasari dengan informasi realitas dengan kredibilitas tinggi tentu akan menghasilkan citra yang lemah. Karena akan muncul banyak celah yang bisa dilihat oleh publik, termasuk pihak lain yang memiliki kepentingan berseberangan, untuk mudah mengubah citra menjadi biasanya disebut dengan corporate social responsibility. Citra bank syariah juga sangat dipengaruhi oleh sistem perbankan syariah itu sendiri, product knowledge para praktisi perbankan syariah maupun sikap dan perilaku sesuai syariah yang ditunjukkan para praktisi kepada nasabah. Tahap Ketiga adalah tahap aktivasi yang menyentuh sisi konasi dengan menggerakkan nasabah sampai mereka benar-benar menggunakan sistem dan produk bank syariah.

Keberadaan regulasi office channeling, sistem aplikasi IT yang proven untuk bank syariah, SDM (Sumber Daya Manusia) perbankan syariah yang handal, harus diimbangi dengan strategi persuasif dari semua pihak yang terkait dalam sistem perbankan syariah untuk mengajak masyarakat menggunakan sistem dan produk bank syariah, misalnya dengan mengadakan kampanye dan berbagai kegiatan massal di berbagai daerah seperti kegiatan Expo serta pemberian fasilitas lain yang memudahkan masyarakat untuk menjangkau layanan bank syariah. CEO gathering juga bisa dioptimalkan untuk menjaring nasabah korporasi. Dengan strategi komprehensif yang melibatkan sisi kognisi, emosi, dan konasi nasabah (baik nasabah personal maupun korporasi), diharapkan perbankan syariah bisa tumbuh dan berkembang dengan pesat dan bermanfaat bagi nasabah, sehingga nasabah bisa menjadikan sistem dan produk bank syariah sebagai sesuatu yang good-and-for-me.

PENUTUP Demikian makalah dari kami. Semoga selain untuk pemenuhan tugas, juga dapat sebagai tambahan pengetahuan bagi pembaca lain. Kami sadar penulisan makalah kami masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kami memohon bagi pembaca memberikan saran dan kritik yang bersifat konstruktif untuk pembuatan makalah lainnya.

DAFTAR PUSTAKA http://bankbagihasil.wordpress.com/2008/10/06strategi-bank-syariah-merebut-hati-nasabah/ Perwataatmadja, Karnaen dan Muhammad SyafiI Antonio, 1992, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta : Dana Bhakti Waqaf

Anda mungkin juga menyukai