Kota, menurut definisi universal, adalah sebuah area urban yang berbeda dari desa ataupun kampung berdasarkan ukurannya, kepadatan penduduk, kepentingan, atau status hukum. Dalam konteks administrasi pemerintahan di Indonesia, kota adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia setelah provinsi, yang dipimpin oleh seorang walikota. Selain kota, pembagian wilayah administratif setelah provinsi adalah kabupaten. Secara umum, baik kabupaten dan kota memiliki wewenang yang sama. Kabupaten bukanlah bawahan dari provinsi, karena itu bupati atau walikota tidak bertanggung jawab kepada gubernur. Kabupaten maupun kota merupakan daerah otonom yang diberi wewenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri. Ada pula yang mendefinisikan kota sebagai pusat pertumbuhan, ekonomi, dan kebudayaan; kota juga merupakan suatu daerah yang dipenuhi dengan kesibukan dan berbagai aktifitas lainnya.
kebijakan untuk menentukan visi ataupun arah dari kota yang menjadi tanggung jawab pemegang kekuasaan di wilayah tersebut. Menurut Abidin Kusno, tata ruang tidak hanya berupa tampak fisik dari lingkungan saja tapi juga mempengaruhi pengakuan identitas. Baik individual atau kolektif. Ruang dengan kapasitas tersebut bisa menghapuskan identitas individu ataupun komunitas bahkan populasi sekalipun, melalui ( sains,
tekhnologi, dan ekonomi ) ilmu pengetahuan, politik etik dan simbol-simbol ritual yang dibuat oleh aparat-aparat kekuasaan. Tata kota menurut Dinas Tata Kota DKI Jakarta adalah suatu upaya untuk mewujudkan Tata Ruang yang dapat Mewadahi Kegiatan Seluruh Warga secara Berkesinambungan dan Siap Menghadapi Tantangan Globalisasi Dunia. Dengan memiliki visi sebagai berikut : Adapun Misi Dinas Tata Kota adalah : 1. Menjabarkan kebijakan pengembangan kota ke dalam rencana rinci tata ruang kota. 2. Menumbuhkembangkan profesionalitas SDM dalam penataan ruang kota. 3. Memperkuat dan memberdayakan manajemen penataan ruang kota. 4. Mengembangkan aplikasi Teknologi Informasi dalam penataan ruang kota
Penelaahan dan teknik perencanaan akan memerlukan masukan yang luas tentang informasi kependudukan yang meliputi jumlah penduduk dan distribusinya yang akan menjadi dasar pengarahan untuk berbagai kebijaksanaan untuk menetapkan berbagai kebutuhan hidup seperti perumahan, perbelanjaan, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, peribadatan serta kegiatan sosial dan ekonomi lainnya. Acuan dasar perencanaan pada hakekatnya diarahkan kepada aspek kependudukan serta kebutuhannya. Oleh karena itu suatu proses perencanaan akan menganalisa/mengstudi jumlah dan struktur penduduk pada saat sekarang, menelaah setiap perubahan yang terjadi dan menyiapkan prediksi atau proyeksi penduduk di masa mendatang dalam perencanaan.
Kependudukan merupakan hal yang esensial untuk dapat memperkirakan/ memproyeksikan berbagai kebutuhan penduduk kota bermukim dengan berbagai kegiatannya - untuk bermukim atau untuk menjalankan kegiatannya, seperti proyeksi kebutuhan perumahan dari berbagai lapisan masyarakat, memperkirakan kebutuhan prasarana kota seperti air bersih, sanitasi lingkungan, drainase, persampahan, kebutuhangas, listrik, energi, telekomunikasi dan perangkutan kota. Selanjutnya juga untuk memperkirakan kebutuhan yang
berkaitan dengan kegiatan ekonomi, sosial budaya dan pelayanan lingkungan seperti kegiatan ekonomi, sosial dan politik, pedidikan dan pelayanan kesehatan.
Daya tarik kota Jakarta sebagai ibu kota Indonesia, membuat Jakarta menjadi seperti mercusuar yang dipandang oleh hampir seluruh penduduk Indonesia sebagai pusat dari harapan dan impian dan barometer kemajuan. Jakarta sebagai pusat pemerintahan, perekonomian, kebudayaan, dsb merupakan sebuah kota dengan banyak kepentingan yang tumpah ruah dan sesak oleh potensi/ kesempatan yang memicu siapapun untuk lebih maju dibandingan dengan kota lain diIndonesia. Dengan daya magnet yang begitu kuat tersebut, adalah wajar jika banyak orang dari berbagai penjuru daerah datang berbondong- bondong memadati Jakarta. Namun bagi Jakarta sendiri, arus masuk ini baik yang menetap untuk bertempat tinggal maupun yang bekerja saja sebagai komuter disamping membawa tambahan tenaga segar untuk pembangunan juga membawa beban yang cukup berat karena lahan semakin terbatas dan prasarana serta sarana kota yang dibangun sulit mengimbangi pertambahan penduduk tersebut. Untunglah sekarang beban itu tidak terpusat di Jakarta sendiri, tetapi disangga oleh daerah metropolitan Jabodetabek. Dan memang terlihat bahwa kecepatan pertambahan penduduk di Jakarta melambat, sementara perambahan penduduk di Bodetabek meningkat dengan pesat dan arus komuter makin tinggi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan definisi penduduk adalah warga Negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia, dengan definisi orang asing adalah orang bukan warga negara Indonesia. Sarana dan prasarana DKI Jakarta tidak hanya bagi penduduk ber-KTP DKI Jakarta saja, namun juga untuk pelayanan kaum urbanisasi dan komuter.
kolektif struktural adalah hak rakyat dalam suatu territorial Negara ditetapkan berdasarkan regulasi Negara secara kolektif dan menjadi kewajiban Negara dalam menjamin, melindungi serta memenuhi, rakyat secara politik berkan semua hak ikut menentukan semua bentuk pembangunan dan menikmati lingkungan hidup berdasarkan pada standar kehidupan yang diinginkan rakyatnya, seperti pemenuhan atas kebutuhan pembangunan, pemenuhan atas kesejahteraan serta pemenuhan atas keadilan sosial. Sedangkan hak kolektif kultural merupakan sebuah sistem yang telah menjadi identitas sosial dan budaya dalam suatu komunitas tertentu, sistem tersebut memiliki latar belakang sejarah yang mengandung nilai-nilai tertentu, sebagaimana telah menjadi bahagian tata kehidupan dimasa lalu, masa kini dan diyakini sebagai pilihan hidup untuk dipertahankan bagi kehidupan dimasa mendatang. Seperti hak-hak komunal bagi masyarakat adat. Dari beberapa definisi yang dipaparkan diatas setidaknya dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya pola penerapan penataan kota, ruang dan wilayah di suatu daerah bertujuan untuk memajukan tingkat taraf kehidupan masyarakat menjadi lebih baik atau masyarakat menjadi lebih sejahtera. Terlebih lagi bila pola penataan ruang yang dilakukan mengindahkan batasan-batasan HAL (Hak Atas Lingkungan) tersebut. Hal ini semata-mata tak lain untuk menghindari bencana alam yang tak diduga kehadirannya sehingga pola pengatasannya sudah dilakukan secara antisipatif. Tata ruang dapat memberikan kesejahteraan bagi para penduduknya ialah dengan memenuhi aspek kegiatan sosial, kegiatan, ekonomi, dan kegiatan lingkungan hidup yang ada di daerah sekitar kawasan tersebut. Diantara ketiga aspek tersebut seharusnya terjadi sinergitas, perimbangan, tetapi bila tidak maka penataan ruang tidak akan memberikan kenyamanan dan kesejahteraan bagi masyarakat di sekitar daerah penataan ruang tersebut. Namun kenyataannya di kota besar pola-pola penerapan penataan ruang kota dan wilayah justru terjadi sebaliknya bahkan hal tersebut bertolak belakang dari deskripsi yang dijabarkan oleh misi dari Dinas Tata Kota DKI Jakarta. Khususnya di Jakarta dimana pola-pola pembangunan menjadi semakin tak mengindahkan kaidah-kaidah lingkungan secara benar dan tepat, terbukti dengan adanya bangunan-bangunan yang diizinkan oleh pihak PEMKOT ( pemerintah kota ). Sikap yang diambil oleh PEMKOT adalah selalu merugikan warganya. Bahkan ketika peristiwa banjir kemarin pemerintah Jakarta khususnya tidak bisa berbuat banyak akibat dengan mudahnya memberikan izin pembangunan kepada para investor dan pengembang untuk membuat gedunggedung pencakar langit, ruko, dan perumahan. Sehingga tak jarang hunian serba mewah di beberapa ruas kota Jakarta sempat terendam banjir cukup lama bahkan diikuti dengan banjir susulan.
sehingga masyarakat dapat menikmati kawasan lingkungan yang sehat dan warga mampu saling berinteraksi. Dan hal itu mungkin jika pemerintah tidak berorientasi pada ekonomi saja melainkan harus berproyektif bagaimana lingkungan sosial menjadi orientasi utama dalam penataan ruang yang lebih baik.
Penutup
Demikianlah setidaknya apa-apa yang menjadi dari dimensi tata ruang kota dan penataan wilayah di Jakarta khususnya, sedangkan kemungkinan besar di kota lain pun tak jauh berbeda sebagai contoh di Surabaya dimana adanya pola penataan truang yang tak beraturan, banyaknya pungli yang diberlakukan, perizinan pembangunan yang seringkali disalah gunakan, persoalan-persoalan sektor informal yang semakin tak jelas dan hampir setiap hari rakyat kecil berhadapan dengan SATPOL PP yang tak pernah henti juga mensweeping para warga untuk mentaati aturan tata kota, namun bagi pihak konglomerat pen sweepingan itu sangat jarang sekali dilakukan.