Anda di halaman 1dari 60

Presentasi kasus

Status epileptikus konvulsif umum diinduksi infeksi SSP


Disusun oleh:
Farid Abdul Hadi, S.Ked. Ruben Salamat P., S.Ked.

Moderator:
Dr. Zakiah Syeban, Sp.S.(K)

Departemen Neurolo i Fakulta! Kedokteran "ni#er!ita! $ndone!ia% RS"PN dr. &ipto 'an unku!umo (akarta, )ktober *++,

Presentasi kasus

Status epileptikus konvulsif umum diinduksi infeksi SSP


Farid Abdul Hadi, Ruben Salamat P., S.Ked. 'oderator- Dr. Zakiah Syeban, Sp.S.(K) Departemen Neurolo i Fakulta! Kedokteran "ni#er!ita! $ndone!ia . RS"PN dr. &ipto 'an unku!umo (akarta, )ktober *++,

Pendahuluan
Status epileptikus (SE) konvulsif merupakan
1

keadaan

gawat

darurat

neurologi yang paling sering ditemukan . Meskipun berbahaya, sampai sekarang belum diketahui mekanisme yang jelas mengenai patofisiologi keadaan tersebut. Sebanyak dua belas hingga tiga puluh persen pasien dengan epilepsi akut terdiagnosis dalam keadaan status epileptikus , ,!. "reiman (1##$) dan %elesia (1#&') mengajukan klasifikasi status epileptikus dalam bentuk sederhana berupa SE konvulsif umum, SE !ubtle, SE nonkonvulsif (SE ab!en/e dan SE parsial kompleks), serta SE parsial sederhana. Meskipun terdapat beberapa klasifikasi terbaru, misalnya dari (ona dan )uders ( **+) namun klasifikasi "reiman relatif lebih mudah digunakan dalam keadaan gawat darurat $. Manajemen status epileptikus mengikuti prosedur kegawatdaruratan umum + dengan penangangan serius pada jalan napas ( air0ay) dan ventilasi karenanya ,nalisis -as .arah (,-.) harus senantiasa dimonitor. ,sidosis metabolik (p/ arteri 0&.*) dapat membaik dengan sendirinya jika kejang dapat diatasi',&. /ipertermia juga dapat terjadi (pada 1 hingga &# persen pasien) akibat proses kejang 2bukan karena infeksi2 dan dapat diatasi dengan pendinginan manual ',&. EE- dilakukan hanya untuk pasien dengan status epilepsi refrakter berkepanjangan, tetap tidak sadar setelah

pemberian obat antiepilepsi, dan yang menggunakan obat paralisis jangka panjang+. 3erikut ini merupakan kasus status epileptikus konvulsif umum episode akut yang masuk ke 4nstalasi -awat .arurat (4-.) (S567 dr. %ipto Mangunkusumo ((S%M) dalam keadaan tidak sadar setelah empat jam kejang terus2menerus pada pasien dengan riwayat epilepsi sejak ke8il. Selama perawatan pasien menunjukkan tanda2tanda perburukan (kesadaran dan tanda vital) hingga akhirnya meninggal di $ntermediate 1ard ($1) (S%M pada hari ke2+ perawatan.

Ilustrasi kasus
Anamnesis
.ilakukan aloanamnesis dengan ayah pasien pada saat masuk 4-., September **& dan pada saat perawatan di $ntermediate 1ard (49) tanggal $ September **&.

Identitas
)aki2laki !! tahun berinisial :4 (7( (S%M !1+*&!*), keturunan ,rab, tinggal di ;akarta, menikah dengan satu orang anak, biaya pribadi.

Keluhan utama
<ejang berulang empat jam sebelum masuk rumah sakit

Riwayat penyakit sekarang


Sebelum ke2an = Sebelum kejang tidak ditemuakan mulut berbusa, tidak mengkonsumsi alkohol dan obat2obatan (selain obat antiepilepsi), bi8ara tidak pelo, tidak ada kelemahan sesisi, tidak ada sakit kepala hebat, tidak ada sakit kepala berputar, tidak ada kesemutan>baal, tidak ada trauma>ke8elakaan kepala, tidak mual, tidak muntah, tidak demam, dan keluarga pasien sudah mengenal tanda2tanda jika pasien akan kejang berupa bibir yang menge8ap2

nge8ap atau mata yang suka berkedip2kedip. 6asien 8ukup tidur beberapa hari sebelum timbul kejang. Saat ke2an <ejang berupa kaku dan kelojotan di sekujur tubuh, terutama di lengan kanan dan kiri dengan mata mendelik ke atas. Setiap jam berlangsung tiga hingga empat kali kejang masing2masing selama lima belas hingga dua puluh menit dengan keadaan tidak sadar di antara kejang. .agu pasien sempat terbentur2bentur dinding dan lantai hingga menimbulkan luka ringan. Setelah ke2an 6asien mengompol segera setelah kejang dan tidak sadar seperti tertidur. Setelah itu pasien tidak berhenti mengerang dari kejang satu hingga kejang berikutnya. .ibawa ke 4-. (S%M dalam keadaan tidak sadar dengan bekas2 bekas luka di dagu dan lengan.

Riwayat penyakit dahulu


6asien menderita epilepsi sejak usia 1+ tahun Satu bulan bisa 2!? serangan. 6asien tidak pernah minum obat teratur meskipun memiliki persediaan obat di rumahnya. 6asien hanya minum panadol bila merasa sakit kepala. /ipertensi (2), .iabetes Mellitus (2), stroke (2), penyakit jantung (2), alergi tidak diketahui.

Riwayat sosial ekonomi


7arkoba (2), alkohol (2), merokok (@) sejak SM6 setengah hingga satu bungkus setiap hari. Sudah berkali2kali dikeluarkan dari tempat bekerja karena penyakit epilepsi yang dideritanya.

Pemeriksaan fisis
.ilakukan saat perawatan di 49 tanggal $ September **&.

Status general
7adi= 1 $?>menit 6ernapasan= !'?>menit

Suhu = !&o % ". kanan = #*>&*

". kiri= 1*>&*mm/g

mm/g <epala = deformitas (2), luka ekskoriasi di mandibula d? et sin Mata = konjungtiva anemis (2), sklera ikterik (2), mata tertutup dalam kesadaran menurun )eher = <-3 submandibula sin teraba kenyal, mobile, 7" (2), trakea di tengah "/" = perdarahan (2), mulut terpasang oropharyn eal air0ay (A6,) dengan standby !u/tion unit, hidung terpasang selang nasogastri8 tube (7-") 6aru = vesikuler , rh @>@ basah kasar di apeks kedua lapang paru, wh 2>2 ;antung = 3unyi jantung 4244 (7) , murmur (2), gallop (2), batas jantung dalam batas normal ,bdomen = lemas datar, />) tidak teraba, bising usus (@) 7 Ekstremitas = akral hangat , perfusi 8ukup %(" 0 detik, needle tra8k (2) ?!? 8m

Status neurologi
-%S= E1M1B C $ 6upil = isokor , diameter !mm>!mm, (%) @>@ (%") @>@ "(M
*

<<
*

(@),

)aseDue

E&**>E&**,

<erniDue

E1!+ >E1!+

7ervus 8ranial = kesan paresis (2) Motorik = kesan paresis (2)

Sensorik = sulit dinilai (efleks fisiologis = @@>@@ (3abinski grup)= 2>2 @@>@@ otonom = terpasang kateter folley refleks patologis

Pemeriksaan penunjang
Hematologi rutin (serial): 2*#2 **& /b /ematokrit )eukosit "rombosit M%/ M%B M%/% 11,' +$ #. ** &$.*** #* !1 !$ !2*#2 **& F 11.1 F +' F !*.$** 7 7 7 7 1#.*** #* !* !$ 7ilai normal F 1!21' g>d) F $*2$1G F +.***2 1*.***>u) H 1+*.***2 $**.***>u) 7 7 7 1 2# fl &2!1 pg ! 2!' g>dl

Kimia darah (serial): 2*#2 **& 5reum <reatinin -ula Sewaktu $* .1 .arah &! !2*#2 **& F $' F 7 .+ 222 F 7ilai normal *2$* mg>d) F *,+21,+ mg>d) &*2 ** mg>d)

Elektrolit (serial):

2*#2 **& 7a@ <@ %l


2

!2*#2 **& 7 7 7 1$1 !.1 1*&

7ilai normal F 1!+2 1$&meD>l 7 !,+2+,+ meD>l

1$ $.! 1*'

F 1**21*' meD>l

Analisis gas darah (serial): 2*#2 **& 1= # p/ pA p%A /%A! 3E8 Sat A &. +# 11'. #.& 1 .1 21 .1 #&.# !2*#2 **& 1 =!+ H &.!! F 1!1.1 H !*. H 1+.+ H 2#. F #&.! 7ilai normal H &,!+2&,$+ F 1+2#+ mm/g H !+2$+ mm/g H 12 + mm/g H 2 .+ 2 @ .+ F 1+2#+ G

Elektrokardiografi: Sinus takikardi 1 *?>menit, 7ormoaksis, (B/ (2), )B/ (2), S" elevasi di B$, B+, dan B' <esan iskemia anterolateral.

Masalah
Status epileptikus konvulsif umum Sy!temati/ $n3lammatory Re!pon!e Syndrome (S4(S) A/ute Renal Failure (,(:) &oronary Artery Di!ea!e (%,.) anterolateral

"rombositopenia

Perencanaan
E<- ulang 6emeriksaan fungsi hati 3rain %" @ kontras (ditunda karena kondisi jantung tidak memungkinkan) "hora? 6,>)ateral A $ )tr> mnt 4B:. 7a8l *,# G +**88>1 jam :olley 8atheter 7-" .iaIepam , bolus ?J amp :enitoin loading ' + mg lanjut !?1** (anitidin ?1 amp (/KE $+*>!**>1+**>1+** Bitamin 3' !?1 %eftria?one ? gr .e?amethasone loading 1* mg dilanjutkan $?+ mg ,minovel ?1 )evores +** mg drip> $ jam .% '? +* 88 6%" ! ? +** mg .iet 8air ' ? ** 88

Epilepsi secara umum


Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan 8iri timbulnya gejala2gejala yang datang dalam serangan2serangan berulang2ulang, yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel2sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi. Serangan epilepsi ialah suatu gejala epilepsi yang timbulnya tiba2tiba dan menghilang se8ara tiba2tiba pula.

Etiologi
1. 4diopatik Sebagian besar epilepsi pada anak adalah oleh etiologi idiopatik ini. . :aktor /erediter 3eberapa penyakit herediter yang disertai bangkitan kejang antara lain adalah sklerosis tuberosa, neurofibromatosis, angiomatosis ensefalotrigeminal, fenil ketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia !. :aktor -enetik 6ada kejang demam dan breath holdin !pell! $. <elainan <ongenital Atak ,ntara lain berupa atrofi, porensefali, agenesis korpus kalosum +. -angguan Metabolik Misalnya pada hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia '. 4nfeksi

(adang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak atau selaputnya &. "rauma <ontusio serebri, hematoma subarakhnoid, hematoma subdural 1. 7eoplasma otak dan selaputnya #. <elainan 1*.<era8unan 6ada kera8unan timbal (6b), kamper, fenotiaIin, air 11.)ain2lain Misalnya pada penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi serebral pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen

Faktor presipitasi
1. :aktor sensoris . :aktor sistemis !. :aktor mental

Patofisiologi
Se8ara umum, epilepsi terjadi karena terjadi penurunan potensial membran sel saraf akibat proses patologik dalam otak, gaya mekanik atau toksik, yang selanjutnya menyebabkan terlepasnya muatan listrik dari sel saraf yang bersangkutan. 6enelitian menunjukkan pentingnya peranan asetilkolin sebagai Iat yang menurunkan potensial membran postsinaptik dalam hal terlepasnya muatan listrik yang terjadi sewaktu2waktu saja yang

mana

menyebabkan

manifestasi

klinisnya

pun

mun8ul sewaktu2waktu. 3ila asetilkolin sudah 8ukup tertimbun di permukaan otak, maka pelepasan muatan listrik sel2 sel saraf kortikal dipermudah. ,setilkolin diproduksi oleh sel2sel saraf kolinergik dan merembes keluar dari permukaan otak. ,setilkolin yang merembes keluar dari permukaan otak pada kesadaran awas2 waspada adalah lebih banyak jika dibandingkan dengan pada saat tidur. ,setilkolin lebih banyak pada jejas otak jika dibandingkan dengan dalam otak yang sehat. 6ada tumor serebri atau pada adanya sikatriks setempat pada permukaan otak sebagai gejala sisa dari meningitis, ensefalitis, kontusio serebri, atau trauma lahir, dapat terjadi penimbunan setempat dari asetilkolin. Aleh karena itu, pada tempat tersebut akan terjadi lepas muatan listrik sel2 sel saraf. 6enimbunan setempat asetilkolin harus men8apai konsentrasi tertentu untuk dapat merendahkan potensial membran sehingga lepas muatan listrik dapat terjadi. /al ini merupakan mekanisme terjadinya epilepsi fokal yang biasanya simptomatik. 6ada epilepsi idiopatik, tipe primer muatan listrik rand mal, se8ara oleh nuklei

dilepaskan

intralaminares talami yang dikenal juga sebagai inti 8entre8ephali8. 4nti ini merupakan terminal dari lintasan asenden aspesifik atau lintasan asenden ekstralemniskal. 4nput dari korteks serebri melaui lintasan aferen aspesifik itu menentukan derajat kesadaran. 3ilamana samasekali tidak ada input maka timbullah koma.

6ada epilepsi yang belum dapat muatan listrik dari

rand mal, oleh karena sebab dipastikan, terjadilah lepas inti2inti intralaminar talamik

se8ara berlebihan. 6eraDngsangan talamokortikal yang berlebihan ini menghasilkan kejang seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi sel2sel saraf yang memelihara kesadaranmenerima impuls aferen dari dunia luar sehingga kesadaran hilang. 6enelitian menunjukkan bahwa bagian dari substansia retikularis di bagian rostral mesensefalon yang dapat melakukan blokade sejenak terhadap inti2inti intralaminar talamik sehingga kesadaran hilang sejenak tanpa disertai kejang2kejang pada otot skeletal, yang dikenal sebagai epilepsi petit mal.

Manifestasi klinis
<lasifikasi Epilepsi menurut &ommi!!ion o3 &la!!i3i/ation and 4erminolo y o3 the $nternational 5ea ue a ain!t 6pilep!i (4),E) tahun 1#11 adalah sebagai berikut = Sawan Parsial ( Sawan Fokal atau Sawan Lokal ) A. Sawan Parsial Sederhana sawan den!an kesadaran tetap normal 1. .engan gejala motorik a. :okal motorik tidak menjalar Sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja b. :okal motorik menjalar Sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke bagian lain.

.isebut juga sebagai Epilepsi ;a8kson. 8. Bersif Sawan disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh d. 6ostural Sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu e. .isertai gangguan fonasi Sawan disertai arus bi8ara yang terhenti atau mengeluarkan bunyi2bunyi tertentu . .engan gejala somatosensoris atau sensoris spesial Sawan disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima pan8a indera dan bangkitan yang disertai vertigo a. Somatosensoris b. Bisual 8. ,uditoris d. Alfaktoris e. -ustatoris f. .isertai Bertigo !. .engan gejala atau tanda gangguan saraf otonom Seperti sensasi epigastrium, pu8at, berkeringat, memberat, piloereksi, dilatasi pupil $. .engan gejala psikis ( gangguan fungsi luhur )

a. .isfasia b. .isnemsia 8. <ognitif d. ,fektif e. 4lusi f. /alusinasi kompleks ( berstruktur )

".

Sawan

Parsial

#ompleks

disertai

!an!!uan kesadaran ) 1. Serangan gangguan parsial sederhana kesadaran disertai mula2

kesadaran,

mula baik baru kemudian menurun a. .engan gejala parsial sederhana ,12,$ b. .engan automatisme . .engan serangan, penurunan kesadaran kesadaran menurun sejak sejak

permulaan serangan a. /anya dengan penurunan kesadaran b. .engan automatisme

$. Sawan parsial %an! &erkem&an! men'adi &an!kitan klonik) 1. Sawan parsial sederhana yang umum (tonik(klonik tonik

berkembang menjadi bangkitan umum . Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum !. Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum

)).

Sawan

*mum

konvulsif

atau

non(

konvulsif ) A. +. Sawan Lena (A&san,e) a. /anya penurunan kesadaran b. .engan komponen klonik ringan 8. .engan konponen atonik d. .engan komponen tonik e. .engan automatisme f. .engan komponen autonom -. Lena .ak #has ( At%pi,al A&sen,e ) .apat disertai = a. -angguan tonus yang lebih jelas b. 6ermulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak ". Sawan Mioklonik $. Sawan #lonik D. Sawan .onik E. Sawan .onik(#lonik F. Sawan Atonik ))). Sawan .ak .er!olon!kan "ermasuk golongan ini ialahbangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah2ngunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sementara

Pemeriksaan penunjang
6emeriksaan serangan yang laboratorium baru pertama yang kali dilakukan terjadi > untuk menentukan penyebab kejadian kejang atau

terdiagnosa

antara

lain

adalah

pemeriksaan

elektrolit, kadar gula darah, kadar ureum darah, maupun fungsi hati. 6emeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab utama kelainan metabolik yang mendasari kejang, sebelum mendiagnosa sustu epilepsi. "es skrining untuk Iat toksik dilakukan pada ke8urigaan adanya intoksikasi atau reaksi withdrawal terhadap obat. 6emeriksaan 8airan serebrospinal juga perlu dilakukan pada pasien dengan ke8urigaan kejadian kejang karena adanya meningitis atau en8ephalitis. 6emeriksaan neuroradiologi juga merupakan pemeriksaan menentukan yang adanya rutin lesi dilakukan stru8tural untuk sebagai

penyebab terjadinya kejang. /al ini lebih mendukung apabila kejang yang terjadi adalah kejang yang bersifat fokal. Modalitas radiologi yang bisa dipakai antara lain %"2s8an kepala atau M(4. <elebihan menggunakan ke8il>!ubtle, M(4 sebagai pada metode tumor pen8itraan mesial adalah alat ini bisa menggambakan lesi yang sangat misalnya atau temporal s8lerosis. 4ndikasi lain melakukan pen8itraan neurologi pada pasien dengan kejang yang pertama kali adalah, defisit neurologis fokal yang baru, perubahan status mental yang persisten, demam, trauma, sakit kepala persisten, atau riwayat terapi kanker atau antikoagulan, dan juga pasien yang mempunyai sindrom immunodefisiensi. Elektroensefalografi ( EE) merupakan

pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat memastikan diagnosis epilepsi bila ditemukan pola

EE- yang bersifat khas epileptik, baik yang terekam saat serangan maupun di luar serangan berupa gelombang run8ing, gelombang paku, run8ing lambat, atau paku lambat. Bideo EE- dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis pasti dari sebuah serangan dengan kesadaran yang terganggu. Bideo EE- juga dapat dilakukan untuk menggolongkan jenis kejang yang terjadi ataupun sindrom epilepsi yang ada dengan tujuan untuk mengoptimalkan pengobatan ataupun untuk mempersiapkan suatu operasi dalam rangka penatalaksanaan kejang.

Diagnosis diferensial
1. Sinkop . -angguan ;antung !. -angguan sepintas peredaran darah otak $. /ipoglikemia +. <era8unan '. /isteria &. 7arkolepsi 1. 6aralisis "idur 1*. Migren

Penatalaksanaan
"ujuan pengobatan adalah men8egah timbulnya sawan tanpa mengganggu kapasitas fisik dan intelek penderita. 6engobatan epilepsi meliputi pengobatan psikososial. medikamentosa dan pengobatan

A. Pengobatan Medikamentosa
6rinsip2prinsip dasar dalam pengobatan medikamentosa pada epilepsi antara lain = 1. 6ada sawan yang sangat jarang dan dapat

dihilangkan faktor pen8etusnya, pemberian obat harus dipertimbangkan. . 6emberian diberikan setelah diagnosis

ditegakkan. !. Abat yang diberikan sesuai dengan jenis sawan. $. Sebaiknya menggunakan monoterapi karena = a. toksisitas akan berkurang b. mempermudah pemantauan 8. menghindari interaksi obat +. .osis obat disesuaikan se8ara individual '. Evaluasi hasil pengobatan 3ila gagal, 8ari penyebabnya = 2 salah etiologi 2 pemberian obat anti epilepsi yang kurang tepat 2 kurang penerangan (edukasi) 2 faktor emosional sebagai pen8etus 2 termasuk intra/table epilep!i &. 6engobatan dihentikan setelah sawan hilang sampai ! tahun.

selama minimal

6engobatan dihentikan se8ara berangsur dengan menurunkan dosisnya.

/&at Pilihan "erdasarkan 0enis Sawan : +. "an!kitan Fokal 1 Parsial a. Sederhana <arbamaIepin, :enobarbital, :enitoin b. <ompleks <arbamaIepin, :enobarbital, :enitoin, ,sam Balproat 8. "onik2<lonik 5mum Sekarang <arbamaIepin, :enobarbital, :enitoin, ,sam Balproat -. "an!kitan *mum a. "onik2<lonik <arbamaIepin, :enobarbital, :enitoin, ,sam Balproat b. Mioklonik <lonaIepam, ,sam Balproat 8. ,bsens > 6etit Mal <lonaIepam, ,sam Balproat Dosis /&at Anti(Epilepsi

. Pengobatan non!medikamentosa
Diet .iet ketogenik memiliki peranan dalam

penanganan kasus epilepsi yang berat pada anak2 anak. .iet ini terbukti efektif pada kasus epilepsi

yang ke8uali melalui

refrakter, jika pipa semua

tetapi intake

diet makanan Masaah

ini

tidak

direkomendasikan pada remaja atau atau dewasa dilakukan lain yang nasogastrik.

menghambat panggunaan diet ini adalah bahannya sendiri yang sulit dibeli.

Stimulasi Nervus Vagal Stimulasi nervus vagal merupakan sebuah alat yang dibuat untuk mengatasi epilepsi onset parsial yang refrakter. 3eberapa penelitan menyebutkan bahwa metode ini juga terbukti dapat mengatasi epilepsi bulan, umum. tingkat ,lat ini mempunyai diukur tingkat dari keberhasilan $*2+*G pada pemakaian selama 11 keberhasilannya berkurangnya gejala serangan sebnyak +*G atau lebih. 3anyak pasien yang melaporkan perbaikan dalam intensitas kejang dan juga perbaikan mood. "etapi keadaan bebas kejang sama sekali hanya dilaporkan pada 0 1*G kasus Terapi edah ,da epilepsi, bedah ma8am terapi bedah dalam penanganan yang bertujuan pertama paliatif adalah yang paliatif paling dan umum

potensial2kuratif. 3eberapa tahun yang lalu, terapi dilakukan adalah kallostomi anterior. "erapi ini diindikasikan pada pasien dengan kejang atonik yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan, yang seringkali terkena luka akibat terbentur banyak benda ketika jatuh. Sekarang ini terapi seperti ini telah jarang dilakukan. 6enggunaan alat stimulasi

nervus vagal pada keadaan pasien yang sama telah mengantikan kegunaan metode bedah ini. 3eberapa terapi bedah yang bertujuan kuratif antara lain lobe8tomy atau, lesione8tmy. Se8ara umum, area epileptogeni8 harus dipetakan menggunakan video EE- ke8uali jika pasien dapat dipastikan memiliki area epileptogeni8 unilateral di lobus temporal. /asil akhir pada pasien yang memiliki epilepsi lobus temporal yang menjalani terapi bedah akan lebih baik, daripada area onset di tempat lain.

". Pengobatan Psikososial


Edukasi pada pasien dan keluarganya bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian besar akan terbebas dari sawan. 6asien harus patuh dalam menjalani pengobatannya sehingga dapat bebas dari sawan dan dapat belajar, bekerja, dan bermasyarakat se8ara normal. !rognosis 6asien epilepsi yang berobat teratur, 1>! akan bebas serangan paling sedikit tahun, dan bila lebih dari + tahun sesudah serangan terakhir obat dihentikan pasien tidak mengalami sawan lagi, maka dikatakan pasien !*G telah pasien mengalami tidak akan remisi..iperkirakan teratur. Sesudah remisi, kemungkinan mun8ulnya

mengalami remisi meskipun minum obat dengan

serangan ulang paling sering didapat pada sawan tonik2klonik dan sawan parsial kompleks. 5sia muda lebih mudah mengalami relaps sesudah remisi.

3anyak ahli menggunakan penilaian faktor resiko untuk memprediksi rekurensi setelah penghentian terapi anti konnvulsan. -ambaran normal pada sleep2deprived EE- dan gambaran normal pad M(4 akan menurunkan resiko relaps pada penghentian obat. :aktor lain yang dihubungkan dengan

peningkatan resiko terjadinya rekurensi setelah penghentian obat= EEabnormal (perburukan adanya gelombang abnormalitas

epileptiform yang fokal)

atau

M(4 yang abnormal (terutama pada lesi di korteks atau area limbik) .anya beberapa tipe kejang pada satu kesempatan (lebih parah jika ada kejang tonik atau atonik) "ingginya jumlah serangan )amanya durasi penyakit sebelum akhirnya dikontrol dengan obat Sekitar &+G relaps setelah penghentian obat terjadi pada tahun pertama. 6enghentian anti konvulsan sebaiknya dilakukan dengan taperin o33 selama ' sampai 1* minggu ini berlaku terhadap semua jenis anti konvulsan,ke8uali primidon, fenobarbital dan benIodiaIepine yang harus di taperin o33 selama 1* sampai 1' minggu.

Status epileptikus
Status epileptikus adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari !* menit, atau adanya dua bangkitan atau lebih di mana antara bangkitanL

bangkitan kesadaran.

tadi

tidak

terdapat

pemulihan

Klasifikasi #reiman$

status

epileptikus

berdasarkan

SE konvulsif umum (bangkitan umum tonik klonik)

SE !ubtle SE nonkonvulsif (bangkitan bukan umum

tonikLklonik, dibagi menjadi SE ab!en/e dan SE parsial kompleks) SE parsial sederhana

2am&aran klinis Epilepsi fokal dengan manifestasi kejang otot lokal sampai separuh tubuh, gerakan adversif mata dan kepala, sering merupakan awal dari yang status melihat epileptikus. dengan <eluarga penderita sampai

kejadian ini akan dapat men8eritakannya kembali jelas. Enampuluh delapanpuluh persen status epileptikus dimulai dengan gejala2 gejala fokal. <ejang menjadi bilateral dan umum akibat penyebaran lepas muatan listrik yang terus menerus dari fokus pada suatu hemisfer ke hemisfer sentakan lain. otot <ejang atau tonik kejang akan klonik. diikuti 6roses oleh ini

berlangsung terus, sambung2menyambung tanpa di2 selingi oleh fase sadar. .alam bentuk klinis seperti ini penderita berada dalam ke2 adaan status epileptikus. Etiolo!i

Status epileptikus tonik2klonik, banyak berasal dari in!ult akut pada otak dengan suatu fokus serangan. 6enyebab status epileptikus yang banyak diketahui adalah, otak, in fark otak mendadak, kebiasaan anoksia otak, keras berma8am2ma8am gangguan metabolisme, tumor menghentikan minuman se8ara mendadak, atau berhenti makan obat anti kejang. ;arang status epileptikus disebabkan oleh penyakit anestesi degenerasi dan 8edera tidak sel2sel otak, menghentikan yang penggunaan penenang dengan men2 dadak, pas8a perinatal. 6enderita riwayat sebelumnya otak, tumor, mempunyai epilepsi, otak.

mungkin mempunyai riwayat trauma kepala, radang penyakit pembuluh darah <elainan2kelainan ini terutama yang terdapat pada lobus frontalis, lebih sering menimbulkan status epileptikus, dibandingkan d8ngan lokasi lain pada otak. 6enderita yang mempunyai riwayat epilepsi, d8ngan sen2 dirinya mempunyai faktor p8n88tus tertentu. 5mumnya karena tidak teratur makan obat atau menghentikan pen8etus lain obat yang sekehendak harus hatinya. :aktor adalah diperhatikan

alkohol, kera8unan kehamilan, uremia dan lain2lain. Patofisiolo!i Suatu lepas muatan simpatis akan menyebabkan naiknya tekanan darah dan bertambahnya denyut jantung. ,utoregulasi peredaran darah otak hilang, mengakibatkan turunnya resistensi serebrovaskuler. ,liran darah ke otak sangat bertambah didorong oleh tingginya tekanan darah dan tidak adanya mekanisme autoregulasi. Sebaliknya tekanan darah

sistemik akan turun, bila kejang berlangsung terus dan mengakibatkan turunnya tekanan perfusi, yang selanjutnya menyebabkan iskemi otak. /al ini dan berbagai faktor lain akan menyebabkan hipoksi sel2 sel otak. <ejang otot yang luas dan melibatkan otot

pernafasan, selain mengganggu pernafasan se8ara mekanis juga menyebabkan inhibisi pada pusat pernafasan di medulla oblongata. .i samping itu kegiatan lepas muatan saraf otonom menyebabkan sekresi bronkus berlebihan dan aspirasi, mengakibatkan ganggu2 an difusi oksigen melalui dinding alveolus. 6erubahan fisiologis lain yang paling penting ialah adanya penggunaan enersi yang sangat banyak. 7euron yang terus menerus terpa8u menyebabkan bertambahnya metabolisme otak se8ara berlebihan, sehingga persediaan senyawa fosfat enersi tinggi terkuras. /ipotensi dan hipoksi akan memperburuk keada2 an, yang berakhir dengan kematian sel2sel neuron. Selanjutnya hal ini dapat mengakibatkan aritmi jantung, hipoksi otak yang berat dan kematian. <ejang otot dan gangguan otoregulasi lain, juga menimbulkan komplikasi kerusakan otot, edema paru dan nekrosis tubuler mendadak. Status epileptikus yang berlangsung lama menimbulkan kelainan yang sama dengan apa yang terjadi pada hipoglikemia berat atau hipoksi. Sel2sel neuron yang mengalami iskemi selalu terdapat di daerah sektor Sommer hipokampus, lapisan !, $ dan ' korteks serebri, kornu ,mmon, amigdala, talamus dan sel2 sel 6urkinje.

Penatalaksanaan dan pen!o&atan Status epileptikus tipe grandmal ini merupakan gawat darurat neurologi. /arus diatasi se8epat mungkin untuk meng2 hindarkan kematian atau 8edera saraf permanen. 3iasanya dilakukan ! tahap tindakan = 1. Stabilisasi penderita. . Menghentikan kejang. !. Menegakkan diagnosis. Sta&ilisasi penderita "ahap ini meliputi usaha2usaha mempertahankan dan memperbaiki serta fungsi vital yang oksigen. mungkin dan jalan .alam harus tergangguM pernafasan, atau ada member2 sihkan udara

memberikan saluran

keadaan t8rt8ntu, t8rutama bila kejang sudah lama hambatan pemafasan, dilakukan intubasi. "ekanan darah dipertahankan, diberikan

garam fisiologis dan bila perlu diberi vasopressor. .arah diambil untuk pemeriksaan darah lengkap, gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan bagi penderita epilepsi di2 periksa kadar obat dalam s8rum darahnya. /arus diperiksa gas2gas darah arteri, untuk mela8ak adanya asidosis metabolik dan kemampuan oksigenasi +*G darah. ,sidosis dikoreksi dengan 1** bikarbonat intravena. Segera diberi +* ml glukosa intravena, diikuti pemberian tiamin milligram intramuskular.

3erikut ini langkah stabilisasi penderita status epileptikus dalam tatanan gawat darurat. +

2am&ar+. ,lgoritma stabilisasi penderita status epileptikus dalam tatanan gawat darurat, dikutip dari )owenstein .aniel /, ,lldredge 3rian <. Status epilepti8us N8urent 8on8eptO. 7 Engl ; Med 1##1M1$=#& . Men!hentikan ke'an! 5saha mengakhiri kejang dilakukan segera sesudah tahap stabilisasi selesai. "indakan ini dimulai dengan

pemberian bolus diaIepam, masing 1* mg. 6emberian

mg>menit, masing2 bolus diaIepam

dilanjutkan sampai jumlah +* mg, sementara itu pernafasan dimonitor terus. 3iasanya kejang sudah dapat diatasi. 3ila diberikan pemberian fenitoin diaIepam bekerja yang lebih waktu lama,

paruhnya hanya se2 kitar 1+ menit belum berhasil, yang mempunyai waktu paruh selama $ jam. :enitoin

diberikan se8ara intravena, dilarutkan dalam garam fisiologis, dengan dosis 11 mg>kg berat badan, dengan ke8epatan kurang dari +* mg>menit. Efek samping aritmi jantung sering timbul pada pemberian fenitoin yang terlalu 8epat atau lebih dari +* mg> menit, bukan karena jumlah fenitoin yang diberikan. .iaIepam dan fenitoin dapat menekan

pernafasan, terutama bila pemberian terlalu 8epat. Aleh karena itu selama pemberian obat ini harus dilakukan monitorin pemberian Selanjutnya fenitoin, diberi E%- dan intubasi fenobarbital pernafasan. 3ila * menit dilakukan. kejang * mg>kg mg>menit. harus kejang masih terus berlangsung sesudah sampai

berhenti atau dosis seluruhnya men2 8apai dengan ke8epatan maksimum 1**

berat badan. :enobarbital juga diberikan per infus Selama pemberian fenobarbital harus diperhatikan kemungkinan gangguan pernafasan dan turunnya tekanan darah. ,pabila tahap pemberian fenobarbital belum berhasil meng2 hentikan kejang, maka ahli saraf harus memikirkan tindakan resusitasi otak melalui

anestesi

dengan

pemberian obat

pentobarbital yang

atau

amobarbital.

"akaran

diberikan

disesuaikan sampai ter8apai aktivitas otak yang dikenal dengan outbur!t !uppre!!ion pattern pada rekaman EE-. .osis ini dipertahankan selama tiga jam, agar otak mempunyai waktu yang 8ukup untuk embangkitkan homeostasis dan melawan kejang berkelan2jutan. .i tempat2tempat yang tidak mempunyai

sarana pemberian oat se8ara intravena atau tidak ada fasilitas resusitasi, dapat iberikan pertolongan pertama dengan pemberian paraldehid ke dalam otot atau rektum. Suntikan paraldehid masing2 masing + mg ke dalam kedua otot bokong setiap ! jam, atau paraldehid 1*G dalam larutan garam fisiologis, sebanyak + ml melalui rektum. 3erikut ini diagram tata laksana status

epileptikus dalam tatanan gawat darurat. +

2am&ar-. ,lur tata laksana status epileptikus dalam tatanan gawat darurat, 7 dikutip Engl ; dari Med )owenstein .aniel /, ,lldredge 3rian <. Status epilepti8us N8urent 8on8eptO. 1##1M1$=#&!. Mene!akkan dia!nosis .alam tahap ini bukan diagnosis epilepsi yang di8ari, melainkan upaya untuk men8ari apa yang menjadi latar belakang timbulnya status epileptikus. "ahap ini sedikit banyak tumpang tindih dengan tahap stabilisasi penderita. Selama dilakukan usaha untuk

mempertahankan dan memperbaiki fungsi vital, alloanamnesis dilakukan untuk memperoleh keterangan mengenai riwayat penyakit sebelumnya. ,danya kemungkinan riwayat epilepsi, penggunaan alkohol, obat penenang, trauma, radang otak dan penyakit lain yang ada kaitannya dengan status epileptikus. menentukan "ahap ini sangat di penting untuk prognosis samping keberhasilan

tahap sebelumnya.

Protokol penanganan S%
Stadium Stadium menit) 4 (*21* 6enatalaksanaan Memperbaiki fungsi kardio2respirasi

Memperbaiki jalan nafas , pemberian oksi resusitasi

Stadium 44(12#* mnt)

6emeriksaan status neurologis 6engukuran tekanan darah, ndai , suhu Ekg Memasang infus pada pembuluh darah besar

Mengambil +*21** 88 darah untuk pemerik lab

6emberian A,E emergens= .iasepam 1*2 iv ( ke8epatran pemberian 0 rektal dapat diulangi 1+ mnt kemudian )

2+ mg > ment

Memasukan +* 88 glukosa +* G dengan tanpa thiamin +* mg iv

Stadium mnnt)

444(*2'*>#*

Menangani asidosis Menentukan etiologi 3ila kejang berlangsung terus selama !*

setelah pemberian diaIepam 4 beri phenyto

1+211 mg > kg dengan ke8epatan +* mg > mnt memulai diperlukan stadium menit) 4B(!*2#* mengoreksi komplikasi bila kejang tetap tidak teratasi selama !*2'* transfer pasien ke 4%5, beri propofol ( terapi dengan vasopressor

mg>k

bolus iv diulang bila perlu) atau thiopen

( 1**2 +* mg bolus iv pemberian dalam

menit, dilanjutkan dengan bolus +* mg setiap

menit ) dilanjutkan sampai 1 2 $ jam set dilakukan tapering off memantau rumatan bangkitan dan EE,

bangkitan klinis atau bangkitan EE- terakhir

teka

intrakranial , memulai pemberian A,E d

Status epileptikus refrakter 6ada umumnya sekitar 1* G pasien dengan SE konvulsius dapat terkontrol dengan pemberian benIodiaIepin atau phenitoin. 3ila bangkitan masih berlangsung, yang kita sebagai status epileptikus anestesi. Abat MidaIolam .osis **12*.1 mnt mg>kgbb dengan dwengan *.*+2*.$ ke8epatan pemberian $ mg > dilanjutkan pemberian refrakter maka diperlukan penanganan di 4%5 untuk dulakukan tindakan

"hiopenthone

mg>kgbb>jam lewat infus 1**2 +* mg bolus diberikan dalam * detik kemudian dilanjutkan dengan bolus +* mg setiap 2! menit sampai bangkitan teratasi. <emudian

6entobarbital propofol

dilanjutkan dengan pemberian dalam infus !2+ mg>kgbb>jam 1*2 * mg > kgbb + dengan mg>menit

ke8epatan

kemudian *.+21 mg>kgbb>jam *mg>kgbb ditingkatkan mg>kgbb>jam kemudian menjadi +21*

Meningitis sebagai infeksi SSP


4stilah PmeningitisP menunjukkan reaksi keradangan yang mengenai satu atau semua lapisan selaput otak yang membung2kus jaringan otak dan sumsum tulang. .alam arti yang terbatasmenunjukkan infeksi difus yang mengenai lapisan pia dan araknoid (lepto meningitis).6ada jaringan otak (vaskulitis). 6embagian klinis = 1. Meningitis bakteri akut . Meningitis subakut dan kronis. umumnya infeksi tidak hanya terbatas pada selaput otak namun juga mengenai (ensefalitis) dan pembuluh darah

Meningitis bakteri akut


6atogenesis = infeksi men8apai selaput otak melalui = 22 4mplantasi langsung setelah luka terbuka kepala 22 6erluasan langsung dari infeksi telinga tengah,

sinus para2 nasalis dan wajah 22 )ewat aliran darah (bakteriemia atau sepsis) 22 6erluasan dari tromboflebitis kortikal dan abses otak 22 Melalui lamina kribrosa pada rinore %SS yang kronis atau rekuren. Etiologi = Meningitis adalah kasus darurat yang memerlukan pengobatan segera tanpa menunggu hasil pembiakan kuman, sehingga perlu diketahui jenis organisme yang sering ditemukan berdasarkan usia penderita. 22 7eonatus (sampai !* hari) = -ram negatip Strepto/o//u! grup 3, 5i!teria

enteroba88ili, mono/yto ene!

22 3ayi (!* 2 '* hari) = Strepto8o88us grup 3, /aemophilus influenIae, 7eisseria meningitidis. 22 ,nak ( 2 $ tahun) = Haemophilu! in3luen7ae,

Nei!!eria menin itidi!, Strepto/o//u! pneumonia. 22 ,nak (lebih $ tahun) dan dewasa= Strepto/o//u! pneumonia. Nei!!eria menin itidi!, Staphylo/o//u! aureu!, Haemophilu! in3luen7ae.

Manifestasi klinis = Se8ara klinis meningitis purulenta pada dewasa ada ! kelompok = 22 <elompok 4 = dengan panas, nyeri kepala dan kaku tengkuk mendadak diikuti kesadaran yang menurun. 22 <elompok 44 = dengan panas, nyeri kepala dan kaku tengkuk yang berjalan antara 1 2 & hari, dengan tanda2tanda infeksi saluran napas bagian atasM penderita hanya mengantuk tanpa penurunan kesadaran yang jelas. 22 <elompok 444 =panas dan nyeri kepala mendadak diikuti keadaan syok dengan hipotensi dan takikardia oleh karena sepsis. 6emeriksaan neurologis seringkali dijumpai tanda rangsangan selaput otak (seperti kaku tengkuk, tanda <ernig dan 3rudIinki) , kelumpuhan saraf kranial (strabismus, gerakan bola mata terganggu) dan tanda fokal lain. 6ada bayi dan anak sering dijumpai kejang sampai koma. :aktor predisposisi= 3eberapa faktor predisposisi perlu dipikirkan seperti otitis media dan mastoiditis, selulitis. Meningitis dapat pneumonia, diabetes juga merupakan mellitus, trauma kepala, abses otak, furunkulosis dan komplikasi dari leukemia dan penyakit /odgkin. dan kesadaran yang menurun

.iagnosis = 6emeriksaan %SS menunjukkan tekanan meningkat dengan warna keruh sampai purulen, dan

peningkatan jumlah lekosit (+** 2 !+***>8mm) yang terutama terdiri sel 6M7 (stadium awal). <adar protein meningkat dan kadar glukosa menurun. /endaknya dilakukan penge8atan %SS (-ram) disamping pembiakkan kuman. 6emeriksaan lain seperti Q2foto tengkorak, sinus paranasalis mastoid, toraks dan EE-.

6engobatan = 22 6engobatan kausal dengan antibiotika dosis tinggi sesuai dengan usia penderita dan kuman penyebab. .osis dewasa yang biasanya diberikan adalah = ,mpisilin = !** 2 $** mg per kg (' dosis) i.v <loramfenikol =$ 2 ' g>hari ($ dosis) i.v. -entamisin = ! 2 + mg per kg (! dosis) i.v Aksasilin = 1* 2 1 gram (' dosis) 22 6engobatan suportip dan simtomatik (8airan, elektrolit, kejang, edema otak, febris).

Meningitis tuberkulosis
6enyakit ini merupakan meningitis yang sifatnya subakut atau kronis dengan angka kematian dan ke8a8adan yang 8ukup tinggi.

Manifestasi klinis = ,danya panas (#$G), nyeri kepala (# G), muntah muntah, kejang dan pemeriksaan neurologik menunjukkan adanya kaku tengkuk, kelumpuhan saraf kranial (terutama 7 444, 4B, B4, B44) (!*G), edema

papil dan kelumpuhan ekstremitas ( *G) serta gangguan kesadaran. .iagnosis = .iagnosis Meningitis tuberkulosis ditegakkan atas dasar = 1. ,danya gejala rangsangan selaput otak seperti kaku tengkuk, tanda <ernig dan brudIinski. . 6emeriksaan %SS menunjukkan = 22 peningkatan sel darah putih terutama limfosit 22 peningkatan kadar protein 22 penurunan kadar glukosa !. .itambah 22 atau ! dari kriteria dibawah ini = kuman tuberkulosis pada

ditemukannya

penge8atan dan pembiakan %SS 22 kelainan foto toraks yang sesuai dengan

tuberkulosis 22 6ada anamnesis kontak dengan penderita

tuberkulosis aktif Stadium = 6embagian klinis ke dalam ! stadium = 22 Stadium 4 = kesadaran penderita baik disertai rangsangan selaput otak tanpa tanda neurologik fokal atau tanda hidrosefalus. 22 Stadium 44 = didapatkan kebingungan dengan atau tanpa disertai tanda neurologis fokal misalnya kelumpuhan otot mata bagian luar atau adanya hemiparesis.

22 Stadium 444 = penderita dengan stupor atau delirium dengan hemiparesis> paraparesis. 6engobatan = 3eberapa kombinasi obat pernah diberikan untuk menanggulangi penyakit ini namun pada dasarnya obat tersebut harus dapat menembus sawar darah otak, berada dalam %SS dengan kadar yang 8ukup efektif dan aktivitas anti tuberkulosis tinggi, resistensi dan kerja samping obat yang minimal. 22 Streptomisin * 2 !* mg>kg>hari selama minggu

kemudian dijarangkan ! kali>minggu hingga klinis dan laboratorium baik (perlu waktu kira2kira ' minggu). 22 47/ * 2 + mg>kg>hari pada anak anak atau $**

mg>hari pada dewasa selama 11 bulan. 22 Etambutol + mg>kg>hari sampai sel 8airan 1+

serebrospinal

normal,

kemudian

diturunkan

mg>kg>hari selama 11 bulan. 22 (ifampisin 1+ mg>kg>hari selama ' 2 1 minggu. <ortikosteroid hanya dianjurkan bila ditemukan

tanda edema otak.

Abses otak
Sumber infeksi = 22 6enyebaran langsung sinusitis dari otitits media,

mastoiditis

atau

frontalis,

etmoidalis,

sfenoidalis dan maksilaris. 22 "romboflebitis kortikal, osteomielitis tulang

tengkorak. 22 )uka tembus pada tulang tengkorak.

22

Emboli

septik

yang

berasal

dari

paru

(bronkiektasis, empiema, abses paru), dan jantung (S3E, penyakit jantung kongenital). )okalisasi = Sering daerah lobus frontalis dan parietalis, juga ditemukan pada lobus temporalis dan serebelum (otitis, media dan mastoiditis) serta abses yang multiple. Manifestasi klinis = 22 -ejala sistemik = panas, malaise, menggigil, bradikardia. 22 -ejala SS6 non fokal = akibat kenaikan tekanan intrakranial kesadaran). 22 -ejala fokal SS6 = tergantung lokalisasi abses (gangguan kejang,ataksia). motorik, mental, sensorik, (nyeri kepala, muntah, gangguan

.iagnosis = 22 .arah = sel lekosit dan laju endap darah

meningkat. 22 Q2foto tengkorak, mastoiditis, sinusitis, pergeseran kelenjar pineal. 22 %" s8an = sangat membantu diagnosis dini maupun follow2up pas8a pengobatan>bedah. .emikian pula %" s8an sangat membantu pada penderita dengan gejala meningitis yang disertai tanda lateralisasi neurologi sebelum dilakukan punksi lumbal 22 EE- dan arteriogram.

6engobatan = 22 6emberian antibiotika yang adekuat terutama stadium maupun serebritis anaerob baik terhadap -, kuman aerob (6enisilin <loramfenikol,

MetronidaIole). 22 "indakan pembedahan. 22 6engobatan suportif dan simtomatik.

Manifestasi neurologis syok sepsis


<ondisi ini umumnya terjadi dirumah sakit sebagai komplikasi serius dari penyakit yang sudah ada pada pasen tersebut. Syok sepsis mempunyai angka mortalitas yang tinggi yaitu antara $*2#*G Sepsis sebagai komplikasi dari penyakit lain yang berat yaitu keganasan,sirhosis hati, diabetes, payah ginjal, pasen tirah baring lama, pasen yang mendapatkan pengobatan sitotoksik, serta pasen yang memakai kateterdan nasogastri8 tube. 4nfeksi nasokomial ini adalah penyebab tingginya kejadian sepsis. 6enyebab tersering dari syok sepsis ini adalah infeksi gram negatif !*21*G, infeksi gram positif '2 $G, sedangkan penyebab lain adalah virus dan jamur (-lauser, 1##1). 4nfeksi gram negatif biasanya berasal dari infeksi traktus urinarius, traktus biliaris, traktus digestivus, dari paru dan dapat juga dari infeksi kulit, tulang dan sendi tapi kurang sering. Sepsis akibat bakteri gram positif biasanya berasal dari infeksi kulit, traktus respiratorius, dapat juga berasal dari abses metastase. Sepsis karena jamur oportunistik sering terdapat pada pasen yang mendapatkan pengobatan imunosupresan dan pasen pas8a operasi ((oot, 1##1).

Epidemiolo!i .alam kurun waktu antara ! tahun yang lalu bakterimia kasus pertahun, tetapi

karena infeksi bakteri gram negatif di ,S yaitu 1**.***2!**.*** sekarang insiden ini meningkat antara !**.***2 +**.*** kasus pertahun (3one 1#1&, (oot 1##1). Syok akibat sepsis terjadi karena adanya respon sistemik pada infeksi yang seirus. 9alaupun insiden syok sepsis ini tak diketahui namun dlambeberapa tahun terakhir ini 8ukup tinggi /al ini disebabkan 8ukup banyak faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus, sirhosis hati, alkoholismus, leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis dan imunosupresan, nutrisiparenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal. .i ,S syok sepsis adalah penyebab kematian yang sering di ruang 4%5. Definisi Syok sepsis adalah suatu sindroma klinik akibat adanya invasi akut kedalam oleh organisme tertentu atau produk toksiknya ((oot 1##1M (eynart 1##1). Menurut .obb #1##1), syok sepsis adalah suatu sindroma sepsis yang disertai menurunnya tekanan darah lebih dari $* mm/g dari baseline, dan memberikan respon terhadap pemberian 8airan infus dan obat. Per&edaan sindroma sepsis dan s%ok sepsis Sindroma sepsis S%ok sepsis

"akipneu, respirasi *?>m

Sindroma sepsis ditambah dengan

"akikardi #*?>m /ipertermi !1 % /ipotermi !+,' % /ipoksemia 6eningkatan laktat plasma Aliguria, 5rin *,+ 88>kg33 dalam 1 jam

gejala= /ipotensi #* mm/g "ensi menurun sampai $* mm/g dari ba!eline dalam waktu 1 jam Membaik dengan pemberian 8airan emergensi 6enyakit syok hipovolemik, infark miokard dan emboli pulmonal sudah disingkirkan

3akteremia adalah suatu keadaan ditemukannya bakteri dalam kultur darah. Sepsis adalah suatu kejadian infeksi yang disertai meningkatnya frekwensi nafas lebih dari *?>m atau 1* l>m, denyut jantung lebih dari #*?>m dan suhu rektal diluar ran e !+,+ %2!1,+ %. Etiolo!i Syok sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif &*G (pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, e8holi, proteus). 4nfeksi bakteri gram positif infeksi jamur dan virus *2$*G (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus), 2!G (dengue hemorrhagi8 fever, herpes viruses), protoIoa (malaria fal8iparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah pseudomonas, disusul oleh stafilokokus dan pneumokokus. Syok sepsis yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah $*G dari kasus, sedangkan gram positif adalah +21+G dari kasus

Pato!enesis "erjadinya syok sepsis dapat melalui dua 8ara yaitu aktivasi lintasan humoral dan aktivasi 8ytokines. )ipopolisakarida ()6S) yang terdapat pada dinding bakteri gram negatif dan endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif dapat mengaktifkan= R Sistim komplemen R Membentunk kompleks )6S dan protein yang menempel pada sel monosit R :aktor Q44 (/ageman faktor) Sistim komplemen yang sudah diaktifkan akan

merangsang netrofil untuk saling mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan derivat asam arakhidonat, enIim lisosom superoksida vasoaktif radikal, lokal sehingga pada terjadi memberikan efek yang mikrovaskuler kebo8oran

mengakibatkan

vaskuler.

.isamping itu sistim komplemen yang sudah aktif dapat se8ara langsung menimbulkan meningkatnya efek kemotaksis, superoksida radikal, ensim lisosom. )362)6S neutrofil Sehingga langsung monosit atau kompleks endotel, dapat sel mengaktifkan endotel akan 8ytokines, kemudian 8ytokines akan merangsang sel mengaktifkan faktor jaringan 6,(,S4"247/21. vasodilatasi perobahan2

dapat

mengakibatkan demam,

pembuluh darah dan .4%. %ytokines dapat se8ara menimbulkan perobahan metabolik dan perobahan hormonal. :aktor Q44 (/ageman fa8tor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam teikot yang terdapat pada dinding bakteri gram positif. :aktor Q44 yang sudah

aktif akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi disseminated intravas8ular 8oagulation (.4%). :aktor Q44 yang sudah aktif akan merobah prekallikrein menjadi kalikrein, kalikrein merobah kininogen agent sehingga yang terjadi pelepasan bradikinin, hipotensive darah. "erjadinya kebo8oran kapiler, akumulasi netrofil dan perobahan2perobahan hormonal, sindroma vasodilatasi, sepsis, metabolik, .4% akan perubahan menimbulkan di!tre!! potensial

bradikinin akan menyebabkan vasodiltasi pembuluh

hipotensi,

re!piratory

!yndrome, multiple or an 3ailure, akhirnya kematian. Manifestasi #linik Syok sepsis sering didefenisikan terjadi akibat tidak adekuatnya perfusi jaringan. "etapi menurut 3one (1## ) sebenarnya syok sepsis lebih 8o8ok terjadi akibat organ hipotensi yang (multiple sehingga akhirnya organ berkurangnya 6ada perfusi disfungsi keadaan jaringan, menyebabkan failure).

multiple or an 3ailure terjadi koagulasi, respiratory distress syndrome, payah ginjal akut, disfungsi hepatobiller, dan disfungsi susunan saraf pusat seperti terlihat pada tabel berikut Multiple /r!an Failure .4% :.6S dengan 1=$* atau .2dimers S ,*

rendahnya

platelet,

memanjangnya waktu= 2 protrombin 2 partial thromboplastin 2 perdarahan

(espiratory .istress Syndrome ,8ute (enal :ailure

/ipoksemia <reatinin E ,* ug>dl 7a. 5rin $* mmol>) <elainan prerenal sudah disingkirkan 3il.E!$ umol>) ( ,* mg>d))

/epatobilier dysfun8tion

7ilai alk. :osfatase, S-A", S-6" dua kali nilai normal

%entral dysfun8tion

7ervous

System

-%S 0 1+

6ada penelitian para ahli didapatkan bahwa tambah banyak disfungsi organ akan meningkatkan angka mortalitas akibat sepsis. 6ada susunan saraf pusat karena terganggunya terjadinya permeabelitas odem otak kapiler menyebabkan peninggian

tekanan intrakranial akan menyebabkan terjadinya destruksi seluler atau nekrosis jaringan otak . "etapi defisit neurologik fokal dapat platelet aliran terjadi dan darah akibat eritrosit serebral. meningkatnya sehingga aggregasi

menyumbat

Sedangkan .4% dapat perdarahan intra serebral. -angguan neurologis

mengakibatkan terjadinya

akibat

syok

sepsis

dapat

diketahui dengan adanya= 2 deman akut 2 nyeri kepala 2 mual, muntah 2 kesadaran dapat menurun mulai dari somnolent sampai koma

2 defisit neurologik fokal biasanya jarang terjadi 2 pada keadaan yang berat dapat ditemukan

gangguan gerakan okuler, gangguan refleks pupil, nafas 8heynestoke Pen!o&atan 5ntuk penanganan dan pengobatan sepsis dan syok sepsis diperlukan tindakan yang agresif terhadap penyebab infeksi, hemodinamik, fungsi respirasi. 5ntuk memperbaiki perfusi dan oksigenasi organ vital. ;ika perlu dipasang %B6 untuk mengukur se8ara akurat volume 8airan, 8ardia8 output, dan resistensi perifer sehingga dapat dimonitor pemberian 8airan dan tekanan darah 6erbaikan sepsis tergantung pada seberapa berat penyakit penyebab. 6asen yang dapat imunosupresan, perbaikan baru terlihat bila dosis imunosypresan diturunkan atau dihentikan. 6ada pasen dengan netropeni atau disfungsi netropil mungkin memerlukan transfusi granulosit. 6erlu juga diperhatikan adalah penggantian kateter intra vena, kateter :olley. Sedangkan untuk fungsi respirasi perlu dimonitor saturasi oksigen arteri tetap #+G dan jika terjadi respiratory failure perlu dipasang intubasi. 5ntuk pengobatan syok sepsis perlu diperhatikan obat yang esensial (hemodinamik, antibiotik, vasopressor), kontroversial (kortikosteroid, heparin dan opiat antagonis), masa mendatang (antibodi monoklonal). Per&aikan hemodinamik 3anyak pasen syok sepsis terjadi penurunan volume intravaskuler, sebagai respon pertama harus diberikan 8airan jika terjadi penurunan tekanan darah. %airan koloid dan kristaloid tak diberikan. ;ika

disertai anemia berat perlu transfusi darah dan %B6 dipelihara antara 1*21 mm/ *. 5ntuk men8apai 8airan yang adekuat pemberian pertama 1 )21,+ ) dalam waktu 12 jam. ;ika tekanan darah tidak membaik dengan pemberian 8airan maka perlu dipertimbangkan pemberian vasopressor seperti dopamin dengan dosis +21* ug>kg33>menit Pemakaian Anti&iotik Setelah diagnosis sepsis ditegakkan, antibiotik harus segera diberikan, di mana sebelumnya harus dilakukan kultur darah, 8airan tubuh, dan eksudat. 6emberian antibiotik tak perlu menunggu hasil kultur. 5ntuk pemilihan antibiotik diperhatikan dari mana kuman masuk dan dimana lokasi infeksi, dan diberikan terapi kombinasi untuk gram positif dan gram negatif. )ndikasi terapi kom&inasi %aitu: 1. Sebagai terapi pertama sebelum hasil kultur diketahui . 6asen yang dapat imunosupresan, khususnya dengan neutropeni !. .ibutuhkan efek sinergi obat untuk kuman yang sangat patogen (pseudomonas aureginosa, enterokokus) 6emberian kortikosteroid pada binatang per8obaan yang dibuat sepsis dosis dapat tinggi menurunkan !* mg angka metil mortalitas. 6ada suatu studi prospektif pada manusia pemberian prednisolon>kg33 dan diikuti + mg>kg33>jam sampai # jam pada ke dua studi ini tidak didapatkan perikan angka mortalitas.

6ada penelitian yang lain juga didapatkan hasil yang sama dan hanya dan memperbaiki keadaan syok tetapi tidak memperbaiki angka mortalitas. 7alokson suatu opiat antagonis diberikan pada binatang per8obaan untuk men8egah syok karena diinduksi oleh endotoksin . 6ada manusia dilakukan suatu studi prospektif dan didapatkan hasil yaitu naloksan tidak menaikkan tekanan darah tetapi dapat mengurangi penggunaan vasopressor . .4% asimptomatik faktor tidak membutuhkan dan terapi platelet,

spesifik, jika terjadi perdarahan berat diperlukan penggantian kontraversial. 5ntuk masa mendatang pengobatan dengan antibodi monoklonal merupakan harapan dan diharapkan dapat menurunkan biaya pengobatan dan dapat meningkatkan efektifitas. Pro!nosis 6erbaikan sepsis lebih tergantung kepada faktor host dari pada virulensi organisme. ,ngka mortalitas lebih dipengaruhi oleh underlying disease, misal pasen sepsis dengan leukemia akut lebih tinggi angka mortalitasnya dari pada pasen sepsis lainnya. pembekuan penggunaan heparin, dan fibrinolitik lainnya masih

Diskusi kasus
&awat darurat' status epileptikus
Seorang laki2laki !! tahun datang ke 4-. (S%M dengan riwayat kejang berulang total sekitar delapan kali kejang dengan durasi masing2masing 1+2 * menit. .ata ringkas ini sudah mengarah pada kondisi gawat darurat neurologi terseringM status epileptikus.1 6enanganan terdini untuk menyelamatkan nyawa pasien ini ialah prosedur ,3% (,irway, 3reathing, %ir8ulation) diikuti monitor fungsi jantung sambil memeriksa kandungan gula darah sewaktu (-.S) untuk menyingkirkan diagnosis diferensial status epileptikus paling sering, yakni sinkop dan gagal jantung.1*,11.ilanjutkan dengan akses intravena dan pemberian obat2obatan penurun kejang hingga di8apai kondisi pasien yang stabil. + Setelah itu baru dilakukan anamnesis dan pemeriksaan darah lain yang rutin dikerjakan untuk kasus status epileptikus, yakni .6), elektrolit, ,-., fungsi hati, fungsi ginjal, dan jika memungkinkan dapat diperiksa toksikologi serta kadar obat antiepilepsi dalam serum.+ .ilakukan anamnesis yang mengarah pada etiologi kejang dan diperoleh data bahwa tidak ada riwayat penggunaan alkohol dan obat tertentu, sehingga subyektif. intoksikasi Iat dapat disingkirkan se8ara -ejala defisit neurologis fokal dan

peningkatan tekanan intrakranial tidak ditemukan sehingga etiologi stroke dapat disingkirkan. "rauma kepala tidak ditemukan pada pasien ini. 6asien juga

8ukup

tidur

dalam

beberapa

hari

ini.

"idak

ditemukan demam, sakit kepala, dan penurunan kesadaran (tanda khas infeksi SS6), namun semua data ini &elum &isa diper,a%a karena pada saat kejadian tidak ada orang yang menemani pasien, termasuk istrinya. 6ara keluarga hanya menyatakan bahwa mereka sudah paham keadaan jika pasien akan kejang, yakni bibirnya menge8ap2nge8ap atau matanya oksipital.# "elah diketahui sebelumnya bahwa pasien merupakan pengidap epilepsi sejak remaja (usia 1+ tahun) dengan serangan sekitar dua hingga tiga kali sebulan. .ata ini mengarah pada kemungkinan adanya 2u#enile myo/loni/ epilep!y berupa sindrom serangan mioklonik dan tonik klonik yang mun8ul pada usia remaja (1 211 tahun) dengan gambaran EE- spesifik, prognosis baik, namun risiko kambuh #*G jika pengobatan dihentikan. 1* Sayangnya, pasien ini termasuk yang tidak teratur minum obat, meskipun terdapat persediaan obat di rumahnya. Menurut keluarga, pasien hanya minum obat 6anadol (6ara8etamol) jika merasa sakit kepala. Saat ini merupakan kali pertama pasien berkedip2kedip, dua tanda aura khas epilepsi terutama dengan lesi jaringan di daerah

mengalami serangan kejang dalam waktu lama dan terus2menerus. <ejang kaku dan kelojotan di kedua lengan sampai ke seluruh tubuh (tonik2klonik). Saat kejang pasien sempat terbentur2bentur dinding dan lantai hingga menimbulkan luka. Setelah kejang pasien menjadi tidak sadar dan mengompol, tanda telah terjadi gangguan otonom. .ata2data tersebut
Statu! epileptiku! kon#ul!i3u! umum diinduk!i in3ek!i SSP Departemen Neurolo i FK"$%RS"PN dr. &ipto 'an unku!umo

telah

mampu

menegakkan

diagnosis

status

epileptikus konvulsius umum pada pasien ini.

%tiologi epilepsi
.i 4-. pasien masih sempat kejang dan terus2 menerus mengerang. "anda erangan ini masih mungkin merupakan tanda bahwa pasien sebenarnya sedang merasa sakit kepala yang hebat. .ari pemeriksaan fisis ditemukan tanda vital yang jelek, yakni tekanan darah #*>&* mm/g dengan nadi 1 $ ?>menit dan laju napas !' ?>menit, sebuah keadaan syok neurogenik. Syok ini bisa juga terjadi akibat proses septik setelah evaluasi hasil lab yang menunjukkan leukositosis #.***>88 dan foto toraks di 4-. yang menunjukkan adanya infiltrat dengan ke8urigaan ke arah tuberkulosis. <eadaan di atas menunjukkan in3lammatory telah terdapat telah re!pon!e lebih terjadinya !yndrome dari satu !y!temati/ (S4(S) gejala karena takipnoe

E *?>menit atau hiperventilasi p%A atau 0!'*%.1+,1'

0! mm/g,

denyut nadi meningkat E#*?>menit, suhu E!1 *%

.iagnosis ini juga berdasarkan data adanya gagal ginjal akut (5rC $* %rC .1) sebagai petanda dimulainya berdasarkan anterolateral kegagalan hasil dengan multiorgan. E<sinus 3egitu pula ditemukan takikardi. iskemia Meskipun

belum termasuk gagal jantung, namun pada pasien usia muda (!! tahun) dengan faktor risiko merokok tidak laIim terjadi penyakit jantung koroner di daerah anterolateral. "anda ini menjadi petunjuk adanya perburukan di organ tersebut. "idak

Statu! epileptiku! kon#ul!i3u! umum diinduk!i in3ek!i SSP Departemen Neurolo i FK"$%RS"PN dr. &ipto 'an unku!umo

+!

ditemukan

kelainan

elektrolit

pada

pasien

ini

sehngga etiologi metabolik dapat disingkirkan. Meningitis merupakan penyebab status

epileptikus tipe konvulsifus yang paling sering. 1# 7amun meningitis tipe mana yang diderita pasienT <emungkinan besar sebelum sampai ke 4-. pasien sudah mengalami infeksi. <alaupun pasien masih bisa berjalan dan beraktivitas tidak seperti orang sakit, bisa jadi infeksi yang dideritanya bersifat subklinis. <eadaan ini bisa terjadi pada pasien dengan perjalanan penyakit yang kronis, misalnya tuberkulosis. .engan data adanya defisit neurologis (kejang) yang bersifat umum, tidak ada lateralisasi lesi, serta adanya bukti proses spesifik di paru, diagnosis lebih mengarah pada tuberkulosis sebagai penyakit infeksi yang sering terjadi di 4ndonesia. 7amun demikian keduanya sama2sama terjadi pada pasien yang umumnya imunokompromais dan pasien masih dalam keadaan tidak sadar untuk anamnesis lebih dalam. Sebanyak 1+.!G pasien dengan status epileptikus akan terdeteksi positif "o?oplasma di serumnya (pemeriksaan 4/,). 11 <arenanya masih perlu dilaksanakan %"2S8an kepala dengan pemberian kontras. Sayangnya, tidak bisa dilakukan pada pasien ini mengingat adanya iskemia di pembuluh darah koroner yang memperdarahi bagian anterolateral jantung sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan trombus atau embolus. 6rosedur neovaskular terbukti dapat meningkatkan angka kejadian trombus atau embolus, bahkan penggunaan r2t6, sudah disarankan untuk men8egah kejadian tersebut.1& /al tersebut bisa terjadi karena adanya kerusakan arteri dan karakteristik trombogenik dari
Statu! epileptiku! kon#ul!i3u! umum diinduk!i in3ek!i SSP Departemen Neurolo i FK"$%RS"PN dr. &ipto 'an unku!umo

+$

kateter, media kontras, atau media implan (8oil, stent, dll.).

#ata laksana dan prognosis


5rutan tata laksana sudah sesuai dengan prosedur, yakni menghilangkan kejang, stabilisasi keadaan, dan menegakkan diagnosis etiologi. .alam menghilangkan kejang telah diberikan regimen awal diaIepam bolus +mg pada sepuluh menit pertama dilanjutkan dengan fenitoin ' + mg namun masih terdapat kejang hingga diren8anakan untuk masuk 4%5 guna memberi regimen anestesi dan intubasi untuk napas buatan. <eadaan klinis yang demikian dapat

dikategorikan sebagai status epileptikus refrakter sehingga membutuhkan regimen anestesi, dalam hal ini diren8anakan pemberian 6entobarbital. Sayangnya kamar 4%5 di (S%M penuh sehingga untuk sementara pasien dirawat di $ntermediate 1ard (49) hingga akhirnya nyawanya tidak bisa diselamatkan sampai hari kelima perawatan. 6enatalaksanaan pasien ini meliputi

pemberian oksigen 1**G sebanyak $l>menit dalam sungkup rebreathing untuk mengatasi napas 8epat. <ateter urin senantiasa obat dan dipakai sebisa karena mungkin adanya nutrisi inkontinensia uri. Selang nasogastrik dipasang untuk memasukkan enteral diberikan meski keadaannya tidak sadar. "erapi definitif pasien ini ialah mengatasi sepsis dengan antibiotik golongan penisilin nonbetalaktam generasi ketiga dan keempat. .i (S%M regimen yang digunakan (berdasarkan standar pola kuman) ialah )evoflo?a8ine +**mg dan ++
Statu! epileptiku! kon#ul!i3u! umum diinduk!i in3ek!i SSP Departemen Neurolo i FK"$%RS"PN dr. &ipto 'an unku!umo

%eftria?one

g, meskipun dipertanyakan karena yang sepsis sangat luas di berbagai golongan 7amun ((p. mahal

penggunaannya mengatasi mengingat

departemen. 5ntuk regimen standar di 4%5 dalam diberikan atau yang "aIoba8tam. relatif 4mipenem>Meropenem harganya

'+*.***>vial) maka jenis )evoflo?a8ine, %eftria?one, %efpirome, atau %efi?ime masih digunakan. "erapi definitif untuk ke8urigaan "3

ekstraparu dengan hasil positif pada foto toraks, walaupun belum dilakukan pemeriksaan sputum, tetap membutuhkan regimen A," dalam dosis yang disamakan dengan kasus baru (setara <ombi6ak 9/A tipe 4). .engan berat badannya yang sekitar +*2'* kg, diberikan (ifampisin (1+mg>kg33 '21 minggu), 4soniaIid ( *2 + mg>kg33>hari selama 11 bulan), 6iraIinamid, dan Ethambuthol (keduanya mg>kg33>hari selama 11 bulan) dalam + dosis

berturut2turut $+*2!**21+**21+**. 6emberian A," khususnya pada pasien dengan sepsis kerusakan multiorgan seperti ini harus dengan pemantauan fungsi hati yang ketat karena regimen A,", terutama 6iraIinamid, sangat mudah menimbulkan Dru %indu/ed Hepatiti! (.4/). Selebihnya kortikosteroid diberikan Lmeskipun untuk pasien imunokompromais2 untuk mendapatkan dua efek. 6ertama antiinflamasi poten yang dapat menurunkan gejala inflamasi di SS6. <edua, steroid dapat mempermudah penetrasi A," melalui sawar darah otak sehingga membantu membunuh basil "3 yang umumnya melekat kuat di meningens hingga ke tengkorak, terutama di daerah basis kranii.
Statu! epileptiku! kon#ul!i3u! umum diinduk!i in3ek!i SSP Departemen Neurolo i FK"$%RS"PN dr. &ipto 'an unku!umo

+'

,djuvan / 2(, dengan dosis normal lambung berlebih akibat proses

*2$* mg SS6.

perhari diberikan untuk men8egah produksi asam inflamasi Bitamin neurotropik diberikan untuk memperbaiki jaringan otak yang rusak akibat proses kejang yang lama dan berulang2ulang. ,ntipiretik asetaminofen tetap diberikan jika pasien demam dan mengingat pasien dalam kondisi tidak sadar serta terdapat kerusakan ginjal dan Ldiduga2 hepar sehingga metabolik. memudahkan terjadi ensefalopati

.iberikan regimen nutrisi parenteral asam2asam amino yang tidak dimetabolisme menjadi ureum berupa ,minovel atau ,minoleban. 6rognosis pasien ini seluruhnya ialah malam. <emungkinan hidup pasien dengan status epileptikus refrakter ditambah sepsis
*

dengan

kegagalan

multiorgan merupakan penyebab tersering kematian di ruang rawat intensif. Selain itu fungsi otak pasien tentu sudah jauh berkurang dan dapat dipastikan terjadi lesi di mana2mana, terutama ke8urigaan di daerah oksipital mengingat adanya riwayat aura yang melibatkan area tersebut. <alaupun pasien hidup, kemungkinan bisa terjadi gliosis (fibrosis otak) dan menyebabkan keadaan yang lebih buruk di kemudian hari. Mengingat pasien sudah memiliki penyakit epilepsi sebelumnya, maka dalam keadaan apapun akan tetap mungkin berulangnya serangan, apalagi /omplian/e pasien untuk minum obat sangat rendah. ;ika pasien bisa selamat, di kemudian hari risiko untuk terjadinya status epileptikus akan tetap ada, dipi8u oleh keadaan tertentu.+

Statu! epileptiku! kon#ul!i3u! umum diinduk!i in3ek!i SSP Departemen Neurolo i FK"$%RS"PN dr. &ipto 'an unku!umo

+&

Referensi
1. S8ott (od %, Surtees (obert ,/, dan 7eville 3rian -(. Status epilepti8us= and pathophysiology, epidemiology,

out8omes. ,r8h .is %hild 1##1M&#=&!2&&. . Sung %2U, %hu 72S. Status epilepti8us in the elderly= etiology, seiIure type and out8ome. ,8ta 7eurol S8and 1#1#M1*=+12'. !. /auser 9,. Status epilepti8us= epidemiologi8 8onsiderations. 7eurology 1##*M$*=Suplemen =#21!. $. SpitI Mark. Status epilepti8us Nartikel onlineO. eMedi8ine 9ebM. Ndiupdate 1 Maret diakses m +. )owenstein .aniel /, ,lldredge 3rian <. Status epilepti8us N8urent 8on8eptO. 7 Engl ; Med 1##1M1$=#&*2'. '. ,minoff M;, Simon (6. Status epilepti8us= 8auses, 8lini8al features and 8onseDuen8es in #1 patients. ,m ; Med 1#1*M'#='+&2''. &. Simon status (6. 6hysiologi8 8onseDuen8es of ! Aktober **&O. "ersedia **&M dari

http=>>www.emedi8ine.8om>neuro>topi8$1&.ht

epilepti8us.

Epilepsia

1#1+M '=

Suplemen 1=1+12''. 1. Shorvon Simon, 6eru88a Emilia, :ish .avid, .odson Edwin. "he treatment of epilepsy nd ed. 3la8kwell S8ien8eM **$=+*2' . #. Mardjono M, Sidharta 6. 7eurologi <linis .asar. Edisi ke2'. ;akarta= .ian (akyat, +1 1##' M $!#2$&.
Statu! epileptiku! kon#ul!i3u! umum diinduk!i in3ek!i SSP Departemen Neurolo i FK"$%RS"PN dr. &ipto 'an unku!umo

1*.Syeban K, Markam S, /arahap ". Epilepsi. .alam = Markam S, ed. 6enuntun 7eurologi. ;akarta = 3inarupa ,ksara, 1## M 1*&21*. 11.Markam S, -unawan S, 4ndrayana, )aIuardi S. .iagnostik Epilepsi. .alam = Markam S, ed. ;akarta = 3inarupa ,ksara, 1## M 1112+. 1 ."jahjadi 6, .ikot U, -unawan .. -ambaran 5mum Mengenai Epilepsi. .alam =/arsono, ed. <apita Selekta 7eurologi. Edisi ke2 . Uogyakarta, 1##' M 11#2!. 1!.3rowne "(, /olmes -). 6rimary 8are= epilepsi dalam 7 Engl ; Med **1M !$$=11$+211+1, ,pr 1 , **1. (eview ,rti8les 1$.%avaIos, ;E 2 SeiIures and epilepsi= overview and m 1+.3one (%. "oward an epidemiology and natural history of S4(S (systemi8 inflammatory response syndrome). ;,M,. 1## M '1( $)=!$+ 2!$++. 1'.3ernard -(, Bin8ent ;), )aterre 6:, et al. Effi8a8y and safety of re8ombinant human a8tivated protein % for severe sepsis. 7 Engl ; Med. **1M!$$(1*)='##2&*#. 1&./aehnel Stefan et.al. )o8al intraarterial :ibrinolysis of "hromboemboli A88uring .uring 7eoendovas8ular 6ro8edures with (e8ombinant "issue 6lasminogen ,8tivator. StrokeM **!=!$= 1& !2#. 8lassifi8ation L5()= http=>>www.emedi8ine.8om>neuro>topi8$1+.ht

Statu! epileptiku! kon#ul!i3u! umum diinduk!i in3ek!i SSP Departemen Neurolo i FK"$%RS"PN dr. &ipto 'an unku!umo

+#

11.Mirdha (anjan 3ijay. Status of "o?oplasma gondii infe8tion in the etiology of epilepsy. ; 6ediatr 7eurolM **!=1( )=#+2#1. 1#.%hin (:M, 7eville 3-, S8ott (%. Meningitis is a 8ommon 8ause of 8onvulsive status epilepti8us with fever. ,r8h .is %hild **+M#*=''L#. *.3eal ,), %erra :3. Multiple organ failure syndrome in the 1##*s. Systemi8 inflammatory response and organ dysfun8tion. (A'A. 1##$M &1(!)= '2 !!.

Statu! epileptiku! kon#ul!i3u! umum diinduk!i in3ek!i SSP Departemen Neurolo i FK"$%RS"PN dr. &ipto 'an unku!umo

'*

Anda mungkin juga menyukai