Anda di halaman 1dari 46

Alain Laurent - 406117028

BAB I PENDAHULUAN

Pada kehidupan yang modern saat ini, salah satu penyakit yang menakutkan bagi sebagian besar masyarakat ialah kanker. Sedangkan serangan jantung dan stroke yang banyak ditemukan, cenderung dianggap sebagai ancaman atau penyakit alami pada usia lanjut, yang dapat berakhir baik sampai akhir hidup seseorang, yang apabila mengenai usia pertengahan biasanya dikaitkan dengan kebiasaan makan yang berlebihan atau kurangnya kegiatan fisik/olahraga. Sebaliknya kanker merupakan penyakit yang tidak dapat diperkirakan yang menyerang tanpa membedakan apakah seseorang kaya atau miskin, gemuk atau kurus, usia lanjut atau usia pertengahan. Banyak serangan jantung tidak menyebabkan kematian dan secara nyata meninggalkan efek yang tidak signifikan. Sebaliknya hampir setengah dari penderita kanker akan meninggal dalam kurun waktu lima tahun setelah diagnosis kanker ditegakkan, dimana faktor eksternal bukan merupakan penyebab utama seseorang menderita kanker. Secara epidemiologik maka kanker merupakan hasil akhir interaksi yang sangat kompleks antara berbagai faktor lingkungan yang multipel dengan faktor tubuh manusia.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

Alain Laurent - 406117028


BAB II TINJAUAN PUSTAKA KANKER PADA USIA LANJUT

Insiden Kanker Di dalam mempelajari insiden kanker, maka faktor umur memegang peran yang penting. Berbagai jenis kanker hanya ditemukan pada usia di bawah 14 tahun dan tidak ditemukan pada usia setelah itu. Sebaliknya banyak pula penyakit kanker yang ditemukan pada usia lanjut dan tidak/sedikit sekali ditemukan pada usia kanak-kanak. Jumlah penduduk pada setiap kelompok umur berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya, tergantung dari populasi penduduk. Begitu pula jenis kelamin, dimana berbagai jenis kanker hanya ditemukan pada pria dan beberapa jenis hanya ditemukan pada wanita. Karena keadaan tersebut maka di dalam melihat dan membandingkan insiden kanker hal tersebut di atas perlu diperhatikan. Perhitungan baku incidence rate atau age standardized incidence rate (ASR) atau age incidence cancer ratio (ASCAR) biasanya mengikuti aturan dari IACR (Parkin et al 1986). Dalam pengumpulan data kanker, maka aturan yang digunakan sesuai dengan aturan baku yang dikeluarkan oleh International Association Cancer Registries (IACR) (Parkin et al 1994) dengan menggunakan ICD-O (1976). Awal pertumbuhan kanker dimulai pada usia-usia yang lebih muda, dimana pertumbuhan selanjutnya sampai terjadinya massa tumor yang dapat dilihat (yang letaknya superfisial) atau yang dapat dideteksi dengan berbagai cara membutuhkan waktu yang lama. Hal ini berakibat meningkatnya jumlah penderita kanker pada usiausia yang lebih tua. Peningkatan jumlah kanker pada usia lanjut merupakan hasil kombinasi dari efek perubahan pertumbuhan yang berhubungan dengan umur dan bertambah lamanya mendapatkan paparan bahan karsinogen. Diperkirakan sebanyak 55% dari kanker terdapat pada usia 65 tahun (McKenna 1994), dengan kemungkinan terkenanya berubah yaitu 1 diantara 4 pria dan 1 diantara 3 pada wanita. Dengan berubahnya populasi penduduk dengan kelompok usia lanjut makin banyak, maka untuk masa-masa yang akan datang kanker pada usia lanjut merupakan masalah yang
Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

Alain Laurent - 406117028


perlu ditangani dengan serius. Diperkirakan pada tahun 2030 di AS jumlah penderita kanker usia 65 tahun akan meningkat secara tajam (Kennedy, 1991). Berdasarkan hasil pengolahan data tahun 1995 dengan mengacu pada insiden kanker pada tahuntahun sebelumnya, didapat bahwa insiden kanker di Australia Barat akan meningkat dari 317 (tahun 1995) menjadi 391,5 (tahun 2001), dimana estimasi kelompok umur 65 tahun menunjukkan kenaikan yang cukup tajam (Threfaal et al, 1997). Pola insiden kanker pada usia lanjut di atas ditemukan pula pada negara-negara yang telah berkembang (Parkin et al, 1992, Hill, 1991; Lee et al, 1988). Untuk negara-negara yang sedang berkembang, pola inipun terlihat tidak banyak berbeda (Parkin et al 1986). Di Indonesia belum ada data kanker yang bisa memperlihatkan insiden kanker di Indonesia. Data penderita kanker seluruh Indonesia baru berupa himpunan kasuskasus kanker yang didiagnosis oleh seluruh laboratorium patologi anatomi (13 laboratorium). Pada tahun 1988 terkumpul sebanyak 11312 kasus kanker pada wanita dan 6528 pria. Pada wanita didapat sebanyak 1095 (9,68%) kasus kanker berumur 65 tahun dan pada pria sebanyak 1210 (18,54%) kasus. Selama tahun 1992 terkumpul sebanyak 13673 wanita dan 7609 pria. Pada wanita didapat sebanyak 1481 (10,83%) kasus berumur 65 tahun dan pada pria sebanyak 1641 (21,57%). Baik pada pria maupun wanita terdapat kenaikan jumlah kasus kanker secara keseluruhan, serta prosentase jumlah penderita yang berumur 65 tahun. Lokasi kanker yang paling sering (yang sesuai dengan prosentase) berdasarkan himpunan dan patologi ini sebagai berikut : Tabel 1. Sepuluh lokasi kanker tersering pada pria (dari 13 lab patologi di Indonesia) Tahun 1998 No. 1 2 3 Lokasi Kulit Nasofaring Kelenjar limfe 4 Rektum 397 6,34 4 Jumlah 738 736 497 % 11,79 11,76 7,94 No. 1 2 3 Tahun 1992 Lokasi Kulit Nasofaring Kelenjar limfe Rektum 558 7,33 Jumlah 853 791 699 % 11,21 10,39 9,19

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

Alain Laurent - 406117028


Tahun 1998 5 Jaringan lunak 6 7 Prostat Vesika urinaria 8 9 10 Kolon Paru Kavum nasi 249 247 177 3,98 3,95 2,83 8 9 10 256 249 4,09 3,98 6 7 326 5,21 5 Tahun 1992 Jaringan lunak Kolon Vesika urinaria Paru Prostat Tiroid 310 307 238 4,07 4,03 3,13 356 337 4,68 4,43 442 5,81

Tabel 2. Sepuluh lokasi kanker tersering pada wanita (dari 13 lab patologi di Indonesia) Tahun 1998 No. 1 Lokasi Serviks uteri 2 3 4 5 6 7 Payudara Ovarium Kulit Tiroid Rektum Kelenjar limfe 8 Korpus uteri 9 10 Nasofaring Jaringan lemak 341 288 3,01 2,55 9 10 350 3,09 8 2040 869 705 560 381 367 18,03 7,68 6,23 4,07 3,37 3,24 2 3 4 5 6 7 Jumlah 3242 % 28,66 No. 1 Tahun 1992 Lokasi Serviks uteri Payudara Ovarium Kulit Tiroid Rektum Kelenjar limfe Korpus uteri Nasofaring Jaringan lemak 385 347 2,82 2,54 428 3,14 2388 995 857 645 487 468 17,47 7,28 6,27 4,72 3,57 3,42 Jumlah 3962 % 28,98

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

Alain Laurent - 406117028


Pola di atas berbeda pada kelompok penderita yang berumur 65 tahun yang masing-masing terpaparkan sebagai berikut (tabel 3). Tabel 3. Sepuluh lokasi kanker tersering pada pria berumur 65 tahun (dari 13 lab patologi di Indonesia) Tahun 1998 No. 1 2 3 Lokasi Kulit Prostat Tidak diketahui 4 Rektum 84 6,94 4 Kelenjar limfe 5 Vesika urinaria 6 Kelenjar limfe 7 Paru 59 4,88 7 Tidak diketahui 8 9 10 Nasofaring Kolon Jaringan lemak 58 53 47 4,79 4,3 3,8 8 9 10 Paru Kolon Tiroid 81 75 74 4,94 4,57 4,51 90 5,48 71 5,87 6 82 6,78 5 Vesika urinaria Nasofaring 99 6,03 117 7,13 121 7,37 Jumlah 182 152 111 % 15,04 12,56 9,17 No. 1 2 3 Tahun 1992 Lokasi Kulit Prostat Rektum Jumlah 209 202 131 % 12,74 12,31 7,98

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

Alain Laurent - 406117028


Tabel 4. . Sepuluh lokasi kanker tersering pada wanita berumur 65 tahun (dari 13 lab patologi di Indonesia) Tahun 1998 No. 1 Lokasi Payudara Jumlah 171 % 15,62 No. 1 Tahun 1992 Lokasi Serviks uteri 2 Serviks uteri 3 4 5 Kulit Rektum Kolon 169 62 59 15,43 5,66 5,39 3 4 5 Payudara Rektum Kelenjar limfe 6 Kelenjar limfe 7 Tidak diketahui 8 Tiroid 42 3,84 8 Tidak diketahui 9 Korpus uteri 10 Ovarium 34 3,11 10 Korpus uteri 47 3,17 37 3,38 9 Tiroid 50 3,38 55 3,71 43 3,93 7 Ovarium 58 3,92 45 4,11 6 Kolon 61 4,12 203 68 65 13,71 4,59 4,39 171 15,62 2 Kulit 233 15,73 Jumlah 209 % 18,09

Komposisi lokasi yang sering ditemukan di Indonesia, serupa pada kedua himpunan data tersebut, baik pria maupun pada umur 65 tahun. Masuknya kelompok kasus-kasus yang tidak diketahui tumor primernya, menarik untuk disimak, karena keadaan ini memberi petunjuk bahwa pada usia lanjut kanker biasanya ditemukan pada stadium lanjut yang dengan sendirinya akan mempunyai prognosis lebih jelek. Mengingat hal tersebut maka perawatan kanker usia lanjut perlu keterampilan yang baik dan terintegrasi (Mc Kenna, 1994).

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

Alain Laurent - 406117028

Untuk dapat membandingkan dengan banyak negara, maka diperlukan pengolahan data yang berdasarkan populasi dan distandardisasi dengan populasi standar dunia (ASR). Berdasarkan pengolahan data tersebut maka akan terjadi berbagai perubahan besarnya insiden yang dihitung per 100.000 penduduk, yang dengan sendirinya akan merubah pada urutan insiden kanker. Tabel 5. Insiden kanker (ASR) penduduk kodya semarang pada usia 65 tahun dibanding dengan yang usia 64 tahun Umur 0-14 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65 +

Tahun Wanita 1985-1989 1990-1993 1994-1996

1,49 1,44 0,90

1,30 1,54 1,78

6,54 4,01 5,63

13,32 13,25 14,84

25,56 22,76 17,64

19,20 16,35 17,96

24,47 16,03 31,15

Tahun Pria 1985-1989 1990-1993 1994-1996

Umur 0-14 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65 +

2,51 1,30 1,01

1,49 0,85 1,77

3,09 2,15 2,95

5,64 4,09 4,96

10,07 9,77 8,77

15,55 18,20 11,79

21,73 24,43 37,05

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

Alain Laurent - 406117028


Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa secara umum insiden rate meningkat sesuai dengan umur. Apabila dibandingkan kelompok tahun 1985-1989 dengan tahun 19941996, maka terlihat bahwa kelompuk umur 65 tahun menunjukkan peningkatan yang tajam dibanding dengan semua kelompok umur. Pada kelompok umur 65 tahun meningkat sebanyak 7 kasus per 100.000 penduduk. Pola pada tabel 6 tidak banyak berbeda dengan pola-pola hasil himpunan data kanker dari 13 laboratorium Patologi Anatomi di Indonesia. Kanker paru selalu menduduki peringkat pertama pada kelompok pria dan untuk wanita menunjukkan kecenderungan untuk kearah peringkat yang lebih tinggi. Hal ini serupa pula pada hasil pengumpulan frekuensi relatif kanker pada tahun 1965-1970 (Tirtosugondo, Sarjadi, 1972) dan tahun 1970-1974 (Tirtosugondo, 1977). Tabel 6. Lima jenis lokasi kanker penduduk semarang usia 65 tahun, yang sering ditemukan 1985-1996 Wanita No. 1 2 3 4 5 1990-1993 1 2 3 Lokasi Serviks uteri Payudara Kulit Kolo-rektal Tiroid Payudara Serviks uteri Kolo-rektal N 43 41 36 25 12 41 33 29 ASR 4,06 3,87 3,40 2,36 1,13 2,91 2,34 2,06 Lokasi Paru Kulit Prostat Vesika urinaria Kolo-rektal Paru Hati Prostat Pria N 31 29 28 24 13 63 30 29 ASR 3,08 2,89 2,78 2,30 1,29 5,81 2,77 2,67

Tahun 1985-1989

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

Alain Laurent - 406117028


Tahun Wanita No. 4 5 1994-1996 1 2 3 4 5 Lokasi Kulit Paru Serviks uteri Payudara Kulit Paru Kolo-rektal N 23 19 42 32 27 24 20 ASR 1,63 1,35 5,92 4,51 3,81 3,38 2,82 Lokasi Kulit Kolo-rektal Paru Vesika urinaria Prostat Kolo-rektal Kulit Pria N 22 21 73 32 29 23 20 ASR 2,03 1,94 10,65 4,67 4,23 3,35 2,92

Karsinogenesis Faktor etik perlu sekali diperhatikan di dalam penelitian menemukan ataupun menentukan sesuatu yang berhubungan dengan karsinogenesis. Karenanya pengetahuan kita tentang karsinogenesis pada manusia berasal dari bukti-bukti yang terbatas dan indirek. Identifikasi dihambat dan dipersulit baik oleh kompleksitas lingkungan manusia yang mempersulit untuk mengisolasi satu-satunya faktor penyebab dari banyak kemungkinan, serta karena lamanya waktu antara dari terpaparnya bahan karsinogen sampai timbulnya tanda dan gejala yang didiagnosis sebagai suatu kanker. Karsinogenesis dapat diidentifikasi dari : Studi epidemiologi Penilaian risiko pekerjaan Paparan langsung Efek karsinogenik pada percobaan binatang Efek transforming pada kanker kultur sel Test mutagenik pada bakteri

Studi epidemiologi Beberapa jenis kanker lebih sering ditemukan pada negara/tempat tertentu atau penduduk di dalam tempat tersebut dibanding dengan tempat yang lain. Studi epidemiologik merupakan sumber informasi tentang penyebab terjadinya tumor.
Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

Alain Laurent - 406117028


Untuk dapat menggunakan data kanker pada studi epidemiologik ini maka diperlukan standardisasi umur serta jenis kelamin. Berdasarkan insiden kanker yang tinggi pada suatu populasi, maka kemudian dapat membandingkan perbedaan gaya hidup, diet dan lingkungan dengan populasi (kontrol) yang mempunyai insiden kanker yang rendah. Dari studi ini maka akan dapat diidentifikasi berbagai hubungan penyebab kanker. Berbagai studi epidemiologik ini misalnya didapatnya dua faktor penyebab terjadinya kanker hati pada daerah yang insiden kanker hatinya tinggi yaitu mikotoksin dan hepatitis B virus. Studi kanker esofagus di China dan Iran menyebutkan berbagai faktor penyebab terjadinya kanker ini yaitu zat warna pada permukaan karpet, nitrat yang dikandung tanah, diet (Underwood, 1992). Risiko pekerjaan Berbagai jenis kanker lebih sering ditemukan pada kelompok orang dengan pekerjaan tertentu. Pada studi ini dapat membantu memisahkan penyebab lingkungan secara umum pada karsinogenesis dari mereka yang mungkin spesifik terhadap individu atau grup dalam komunitas. Laporan yang terkenal dalam kaitannya dengan ini ialah laporan dari Percival Pott pada tahun 1777 tentang insiden kanker kulit skrotum pada pekerja pembersih cerobong. Sekitar 150 tahun kemudian ditemukan karsinogen spesifik untuk kanker tersebut yaitu polisiklik aromatik hidrokarbon. Kanker serviks uteri dihubungkan dengan kegiatan seksual, terutama jumlah partnernya. Kanker vesika urinaria dihubungkan dengan pekerjaan di pabrik karet atau pabrik yang menggunakan zat warna anilin. Analisis selanjutnya ditemukan beta-naphthylamin sebagai faktor penyebabnya Paparan langsung Sebagai contoh adalah penggunaan thorotras sebagai bahan kontras pada foto rontgen terutama untuk angiografi, yang dapat menyebabkan terjadinya angiosarkoma hati. Karena keadaan ini maka thorotrast tidak digunakan lagi. Percobaan binatang Tiga jenis tes yang digunakan pada percobaan binatang dalam kaitannya dengan karsinogenesis ialah :
Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

10

Alain Laurent - 406117028


Percobaan binatang dimana kanker dapat dimonitor Kultur sel dan jaringan dimana efek pertumbuhan dipelajari Kultur bakteri untuk tes mutagenik Sayangnya apa yang didapat pada percobaan binatang belum bisa

mencerminkan kejadian sebenarnya pada tubuh manusia. Hal ini disebabkan karena terjadinya kanker pada manusia memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan pada percobaan binatang cenderung berkaitan dengan efek yang segera. Pada laboratorium percobaan secara bebas dapat dimanipulasi pertumbuhan sel dalam kultur untuk dipelajari tentang sifat-sifatnya yang berbeda antara sel normal dengan sel kanker. Karsinogen, bahan penyebab kanker dapat digunakan untuk merubah sel kultur untuk memproduksi sel kanker dalam suatu proses transformasi. Sel yang tertransformasi (transformed cells) berbeda dengan sel normal baik dalam kontrol tumbuhnya sel, bentuk sel, interaksi antar sel, sifat membran, struktur sitoskelet, sekresi protein, ekspresi gen, dan mortalitas. Simponi berbagi aktivitas di dalam sel yang normal akan mengalami perubahan/gangguan pada pertumbuhan sel kanker (Lodish et al, 1995). Dari studi di atas maka dapat ditemukan atau dicurigai bahan-bahan yang ada hubungannya dengan terjadinya kanker. Bahan karsinogenik ini kemudian dapat dipelajari lebih lanjut. Beberapa bahan berperan langsung, sedangkan sebagian memerlukan konversi metabolik menjadi karsinogen aktif. Bahan-bahan karsinogenik dapat dikelompokkan : Kimiawi Virus Radiasi pengion dan tidak Hormon, mikotoksin dan parasit Bahan-bahan lainnya misalnya asbes Di samping faktor lingkungan tersebut di atas, maka faktor lain yang berpengaruh yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya kanker ialah : Ras/suku bangsa

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

11

Alain Laurent - 406117028


Diet Faktor konstitusi (misal jenis kelamin) Lesi atau kondisi premaligna Paparan transplacental (misal diethylstilbestrol) Dalam kaitannya dengan hal-hal di atas, maka tidak dapat terhindarkan lagi kejadian kanker berhubungan dengan gaya hidup seseorang (Chen, 1988, McLaren, 1992) dimana jenis makanan sangat dekat hubungannya dengan terjadinya kanker (Douglas 1997; Swanson 1997). Memang secara statistik ditemukan bahwa sekitar 7080% kanker pada manusia berkaitan erat dengan faktor lingkungan. Menghindari atau mengurangi faktor tersebut merupakan langkah awal dalam mengurangi faktor risiko (Nelson, 1981). Banyak makanan berserat, olahraga, menghindari merokok, misalnya merupakan tindakan yang bijaksana. Pengaruh usia lanjut pada karsinogenesis Pada usia lanjut terjadi suatu perubahan perkembangan di dalam sel, jaringan organ dan sistem tubuh. Perubahan pada kecepatan dan akurasi mekanisme perbaikan DNA, pada sistem enzim dalam hati dan jaringan sasaran lain di dalam aktivitas proliferatif jaringan sasaran yang meliputi level dan aktivitas faktor tumbuh jaringan, hormon, kolesterol dan asam lemak, yang kesemuanya dipercaya mempengaruhi proses karsinogenesis (Vannicola 1987, Lodish 1995). Menurut Schmall dkk, terbentuknya kanker pada usia lanjut mengikuti suatu formula yaitu kanker (C) merupakan fungsi dari disposisi (genetik) (D), paparan (E) dan umur (A) C = F (D, E, A). Setiap kompunen di atas mempunyai peran yang berbeda-beda untuk setiap jenis tumor. Beberapa jenis kanker diketahui sebagai akibat dari kelainan genetik dan beberapa berhubungan dengan lingkungan. Faktor umur memungkinkan untuk mengekspresikan interaksi dari lingkungan dengan disposisi dan perubahan akibat usia lanjut. Karsinogenesis dipercaya sebagai hasil dari proses yang bertahap, yang secara sederhana diterjemahkan sebagai proses inisiasi dan promosi. Pada inisiasi terjadi perubahan DNA yang permanen atau ireversibel termasuk pula kandungannya, yang terpaparkan sebagai susunan baru kromosom. Promosi akan mendorong pertumbuhan dan progresifitas sel yang tertransformasi. Perubahan pada usia lanjut dapat

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

12

Alain Laurent - 406117028


meningkatkan atau menurunkan sensitifitas terhadap karsinogen dengan merubah dosis atau lamanya paparan. Sistem imun usia lanjut mempengaruhi proliferasi dan diferensiasi sel begitu proses inisiasi terjadi (Janeway et al, 1997; Underwood, 1992). Perubahan sistem imun meliputi berkurangnya jumlah dan fungsi sel T-supresor, sitotoksik limfosit termasuk sel NK. Produksi interleukin-2 pun sangat berkurang. Terjadi penurunan maturasi limfosit B terhadap sel yang memproduksi antibodi, yang dikaitkan dengan meningkatnya toleransi terhadap antigen asing. Perubahan ini mengganggu surveilan dan destruksi sel yang termutasi oleh sistem imun. Sistem enzim pada hati bertanggungjawab pada pengaktifan dan detoksikasi bahan karsinogenik. Percobaan binatang menyebutkan berkurangnya sistem ini akan mempermudah terjadinya kanker. Melambatnya motilitas usus pada usia lanjut akan menyebabkan bertambah lamanya waktu paparan dan meningkatnya dosis bahan karsinogen dalam usus, yang akibatnya meningkatkan jumlah penderita kanker usus pada usia lanjut. Pada sel-sel yang termutasi, terjadi peningkatan kecepatan sintesis DNA dan stabilitas RNA berubah. Sistem perbaikan DNA bertanggungjawab pada penghapusan DNA yang rusak akibat bahan karsinogen. Ketidaktepatan dan hilangnya kecepatan perbaikan akibat usia lanjut akan meningkatkan karsinogenesis. Efektifitas mekanisme perbaikan DNA ini dipengaruhi oleh genetik atau disposisi dan sifat bahan karsinogen.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

13

Alain Laurent - 406117028

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

14

Alain Laurent - 406117028

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

15

Alain Laurent - 406117028

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

16

Alain Laurent - 406117028


KANKER VESICA URINARIA (BULI-BULI)

Pendahuluan Kanker vesica urinaria menduduki peringkat ke-4 dari kanker yang sering pada laki-laki dan peringkat ke-9 pada wanita dengan suatu perkiraan 53.200 penderita baru (38.200 laki-laki dan 14.900 wanita) dan jumlah kematian 12.100 (8.100 laki-laki dan 4.100 wanita) diharapkan untuk tahun 2000-an. Rata-rata usia penderita adalah 65 tahun dan sekali diagnosis ditegakkan tendensi untuk berulang sepanjang waktu dan lokasi yang baru pada traktus urinarius bisa terjadi, sehingga diperlukan monitoring yang berkelanjutan. Epidemiologi Merokok diyakini merupakan faktor yang memperbesar di atas 50% pada lakilaki, dan risiko berkembangnya kanker urothelial meningkat 2-4 kali relatif daripada laki-laki tidak merokok. Kemungkinan ini akan menetap untuk 10 tahun atau lebih setelah berhenti merokok. Zat-zat lain adalah cairan anilin, obat-obat phenacetin, chlorpanazin dan radiasi eksternal. Paparan kronik dengan siklofosfamide

meningkatkan risiko 9 kali dan diet kaya lemak dan daging merupakan faktor predisposisi untuk kanker vesica urinaria. Mengkonsumsi suplemen vitamin A menunjukkan proteksi. Tercemar dengan parasit Schistosoma Haematobium yang terdapat pada beberapa negara berkembang berhubungan dengan peningkatan kanker vesica urinaria (skuamous 70% dan transisional 30%). Patologi Di Amerika Serikat 90-95% kanker vesica urinaria didiagnosis sebagai tumor sel transisional, 3% tumor skuamous, 2% adenokarsinoma dan 1% dengan sindroma paraneoplasia. Keseluruhan tampil sebagai lesi superfisial 75%, invasi ke otot 20% dan metastase sebesar 5%. Tumor transisional lesi papiler yang low grade paling sering tumbuh di daerah sentral, rapuh, tendensi untuk berdarah dan risiko tinggi untuk berulang. Berbeda dengan karsinoma in situ (CIS) adalah tumor yang high grade dan

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

17

Alain Laurent - 406117028


dipertimbangkan suatu prekursor untuk kanker yang lebih infiltratif ke otot dan mematikan. Patogenesis Pengamatan multisenter dari perjalanan penyakit dan angka yang tinggi untuk berulang membuat hipotesis ada bagian yang terganggu pada perkembangan urotelium. Analisa biologi molekuler genetik dari tumor vesica urinaria memberi kesimpulan tingkatan dan perubahan pada primary chromosal aberrations yang dihubungkan dengan perkembangan tumor dan perubahan sekunder dengan progresifitas. Overexpression dari p53 berhubungan dengan suatu kemungkinan yang besar dari progresifitas dan kematian penderita tumor vesica urinaria.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

18

Alain Laurent - 406117028

Gejala klinik, diagnosis dan stadium Hematuria terjadi pada 80-90% penderita, sementara gejala iritasi lebih sering terjadi pada carcinoma in situ (CIS). Vesica urinaria paling sering merupakan asal dari gross hematuria (40%) dan sistitis benigna (22%). Hematuria mikroskopik lebih sering terjadi pada kanker prostat (25%) daripada kanker vesica urinaria (2%). Untuk mendokumentasikan hematuria diperlukan pemeriksaan urin rutin, sitologi urin, ultrasonografi traktus urinarius atau suatu intravenous pyelografi (IVP) dan sitoskopi. Evaluasi endoskopik termasuk pemeriksaan dengan anestesi umum yang dapat melihat vesica urinaria dan daerah sekitarnya. Membuat peta dari tumor dengan lengkap (ukuran, lokasi, jumlah dan bentuk pertumbuhan). Juga dicoba untuk memotong semua tumor yang terlihat dan sediaan dari otot sekitarnya untuk melihat dalamnya invasi ke otot. CT scan dan MRI dapat membantu untuk penentuan sejauh mana tumor invasi ke jaringan sekitar dan kelenjar limfe. Staging ditentukan dengan TNM sistem yang sudah direvisi pada tahun 1977 oleh The American Joint Committee on Cancer (AJCC).
Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

19

Alain Laurent - 406117028


Definisi TNM Primary tumor (T) TX T0 Ta Tis T1 T2 : Primary tumor cannot be assessed : No evidence of primary tumor : Noninvasive papillary carcinoma : Carcinoma in situ : flat tumor : Tumor invades subepithelial connective tissue : Tumor invades muscle pT2a : Tumor invades superficial muscle (inner half) pT2b : Tumor invades deep muscle (outer half) T3 : Tumor invades perivesical tissue pT3a : Microscopically pT3b : Macroscopically (extravesical mass) T4 : Tumor invades any of the following : prostate, uterus, vagina, pelvic wall, or abdominal wall T4a : Tumor invades the prostate, uterus, vagina T4b : Tumor invades the pelvic wall, abdominal wall Regional lymph nodes (N) NX N0 N1 N2 : Regional lymph nodes cannot be assessed : No regional lymph node metastasis : Metastasis in a single lymph node, 2 cm or less in greatest dimension : Metastasis in a single lymph node, more than 2 cm but not more than 5 cm in greatest dimension; or multiple lymph nodes, none more than 5 cm in greatest
Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

20

Alain Laurent - 406117028


dimension N3 : Metastasis in a lymph node, more than 5 cm in greatest

Distant metastasis (M) MX M0 M1 : Distant metastasis cannot be assessed : No distant metastasis : Distant metastasis

AJCC stage grouping Stage 0a Stage Tis Stage I Stage II (Ta, N0, M0) (Tis, N0, M0) (T1, N0, M0) (T2a, N0, M0) (T2b, N0, M0) Stage III (T3a, N0, M0) (T3b, N0, M0) (T4a, N0, M0) Stage IV (T4b, N0, M0) (Any T, N1, M0) (Any T, N3, M0) (Any T, any N, M1) Tumor bertumbuh eksophitik, CIS dimulai pada permukaan dan selanjutnya invasi ke otot, dan dalamnya invasi ke otot meningkatkan kemungkinan penyebaran ke kelenjar limfe dan jaringan sekitar.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

21

Alain Laurent - 406117028

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

22

Alain Laurent - 406117028


Pengobatan Pengobatan didasarkan pada luas dan dalamnya invasi tumor, dan lokasi primer dan kemungkinan efek penekanan dan penyebaran untuk tumor minimal tanpa invasi ke dinding vesica urinaria adalah reseksi endoskopik lengkap dengan atau tanpa pengobatan intravesikal. Rekurensi terjadi pada 50% kasus atau lebih dan 5-29% akan progress pada tahap yang lebih lanjut. Keputusan memberikan obat tambahan didasarkan pada : Subtipe histologik Jumlah tumor Dalamnya invasi otot Ada atau tidak CIS Tumor yang soliter papiler umumnya diobati dengan reseksi endoskopik saja dan pengobatan intravesikal diberikan bila terjadi rekurensi, CIS sering diikuti suatu perjalanan progresif sehingga pengobatan intravesikal perlu diberikan sedini mungkin pada perjalanan penyakit. Angka relaps yang tinggi sesudah 3 tahun, didapatkan 55% pada stadium Ta, 70% pada stadium T1. Pengobatan intravesikal dapat menurunkan relaps 10-30%. Sistektomi radikal adalah pengobatan standard untuk tumor yang superfisial yang sudah invasi ke otot. Pengobatan intravesikal diberikan sebagai terapi ajuvan untuk melengkapi reseksi endoskopik, mencegah rekurensi. Saat ini BCG dipertimbangkan sebagai standard dengan dasar penelitian komparasi randomisasi. Pemberian BCG intravesikal dapat memberikan gejala penyakit sistemik dan jarang membutuhkan pengobatan anti tuberkulosa. Monitoring sesudah reseksi endoskopik untuk kepastian ada tidaknya rekurensi bisa terjadi sepanjang traktus urotelial dimana saja (pelvis renalis, ureter, atau uretra). Bila dilakukan suatu sistektomi radikal maka dipertimbangkan Bladder sparing approaches untuk mengalirkan urin.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

23

Alain Laurent - 406117028


Indikasi sistektomi radikal 1. Tumor invasi ke otot dan kurang baik untuk reseksi segmental 2. Tumor low grade dan tidak baik dengan pengobatan konservatif 3. Tumor high grade (CIS dengan frekuensi, hematuria yang membuat penderita takut) Tumor metastasis Penderita dengan metastasis termasuk penderita yang rekurens sesudah menjalani terapi lokal definitif dan metastasis. Obat-obat sitostatika menunjukkan efektifitas dan dengan pemberian multidrugs response rate meningkat lebih dari 50%. Kombinasi M-VAC (Methotrexate, Vinblastin, Doxorubicin, Cisplatin) dan PT (Paclitaxel, Cisplatin) memberikan long life survival sebesar 10-15%. Radioterapi Karsinoma urotelial adalah radiosensitif. Indikasi pasti untuk radioterapi hanya pada penderita yang kurang layak untuk sistektomi radikal atau penderita yang kurang layak untuk sistektomi radikal atau penderita yang ingin mempertahankan kandung kemihnya. Radioterapi bersama kemoterapi memberikan hasil yang lebih baik. Remisi menyeluruh (complete remission) dijumpai pada 50% penderita. Radiasi preoperatif tidak dianjurkan. Prognosis Pada penderita dengan operasi radikal 5 years survival rate adalah 50-90% dan ditentukan oleh stadium dan jenis tumor. Stadium Tumor superfisial Tumor infiltratif stadium II T2T3a Tumor infiltratif stadium II T3b Tumor invasi ke sekitar kelenjar limfe, jauh 5 years survival rate 90% 70% 35-50% 10-20%

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

24

Alain Laurent - 406117028


KANKER KOLON-REKTUM

Penderita dengan karsinoma kolon-rektum biasanya datang ke dokter dalam stadium lanjut. Hal ini disebabkan karena penderita dengan kanker kolon-rektum stadium dini kebanyakan hampir tidak mempunyai keluhan. Walaupun hingga kini telah banyak dicapai kemajuan di dalam penatalaksanaan, namun prognosis kanker kolon-rektum stadium lanjut tetap tidak memuaskan (Cancer gov, 2003). Oleh karena itu tindakan untuk usaha deteksi dini menjadi sangat penting. Diagnosis Keluhan-keluhan yang berhubungan dengan kanker-kolon : Perubahan pola kebiasaan buang air (perubahan ke arah diare atau konstipasi) Perasaan buang air besar tidak tuntas Adanya darah dalam feses, bisa berwarna merah segar atau merah tua Bentuk feses yang lebih kecil dari biasa Penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya Rasa tidak enak atau rasa nyeri pada perut (kolik, kembung, rasa penuh, buang gas sering dan nyeri, tenesmus) Rasa lelah yang menetap Muntah

Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan status gizi, anemia, adanya benjolan di abdomen, nyeri tekan abdomen, pembesaran hati maupun kelenjar limfe. Pada stadium lanjut didapatkan tanda-tanda obstruksi maupun perforasi. Pemeriksaan digital (colok dubur) untuk mendeteksi adanya benjolan, darah dalam feses atau adanya kelainan lain.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

25

Alain Laurent - 406117028


Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan feses untuk darah tersamar (occult blood) Pemeriksaan barium enema dengan menggunakan kontras ganda (double contrast) untuk mendeteksi lesi kolon yang kecil Sigmoidoskopi. Rekto-sigmoidoskopi dapat dikerjakan dengan menggunakan rigidscope yang dapat mencapai sepanjang 25-30 cm, untuk melihat bagian bawah kolon dan rektum kemungkinan adanya polip, tumor atau kelainan lain Untuk kelainan yang lebih dalam (sepanjang kolon sampai coecum), diperlukan colon fibrescope Biopsi dapat menentukan jenis tumor secara histologis. Polipektomi merupakan tindakan pemotongan polip yang dapat dilaksanakan sewaktu melakukan tindakan sigmoidoskopi maupun kolonoskopi Pemeriksaan lain Bila tumor telah terkonfirmasi perlu dilakukan foto torak, CT scan abdomen atau USG hati (untuk menentukan stadium), pemeriksaan darah lengkap, kimia klinik (fungsi liver) dan carcinoma embrionic antigen (CEA). Kadar CEA yang dianggap normal 2,5-5 ng/ml. Namun perlu didapat bahwa kadar CEA juga dapat meningkat pada : tumor epitelial dan mesenkimal, serta kondisi bukan tumor seperti kolitis ulserosa, sirosis hati, penyakit Crohn, tukak peptik, dan perokok. Kadar CEA tidak dapat dipakai sebagai diagnosis karsinoma kolon. Klasifikasi histologi (Prei J, 2000) 1. Adenokarsinoma Dalam polip vili Dalam poliposis koli

2. Mucinous carcinoma 3. Tubular adenocarcinoma Dalam polip tubulovilus Carcinoma signet ring

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

26

Alain Laurent - 406117028

Penentuan stadium Staging of and prognosis for colorectal cancer Stage Dukes TNM Numerical Pathologic description Approximate 5-year survival, % A B1 B2 C D T1N0M0 I T2N0M0 I T3N0M0 II TxN1M0 III TxNxM1 IV Cancer limited to mucosa and submocosa Cancer extends into muscularis Cancer extends into or through serosa Cancer involves regional lymph nodes Distant metastases (i.e, liver, lung, etc) > 90 85 0-80 35-65 5

(Braunwald E, 2002)

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

27

Alain Laurent - 406117028

Prognosis (Midgley R, 1999) Beberapa faktor yang menunjukkan prognosis yang kurang menguntungkan : Terapi Terapi kanker kolorektal meliputi : Pembedahan Kemoterapi Radioterapi Terapi biologik Stadium III/IV Kadar CEA yang tinggi sebelum operasi Invasi ke pembuluh darah Gambaran histologi: small cell, signet ring atau undifferentiated

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

28

Alain Laurent - 406117028


Pembedahan Pembedahan merupakan pengobatan utama untuk kanker kolorektal. Jenis pembedahan yang dilakukan tergantung letak tumor dan stadium tumor. Eksisi lokal. Untuk kanker yang ditemukan dalam stadium sangat dini; bila kanker berbentuk polip, disebut polipektomi Reseksi. Bisa berupa kolektomi (membuang tumor beserta jaringan sehat di sekitarnya), yang kemudian dilakukan anastomosis untuk menyambung kedua ujung yang terpotong. Selain itu juga dilakukan pengangkatan kelenjar limfe sekitar kolon untuk dilakukan pemeriksaan histologik Reseksi dan kolostomi. Tindakan ini dilakukan bila kedua ujung usus yang terpotong tidak dapat disambung kembali, sehingga perlu dibuat suatu stroma. Kadang-kadang kolostomi diperlukan hingga usus bagian bawah sembuh (bersifat sementara), tetapi bisa juga bersifat menetap Kemoterapi Kemoterapi untuk pengobatan kanker kolorektal bisa bersifat adjuvan, suatu pengobatan yang diberikan setelah pengobatan utama (pembedahan) yang bertujuan meningkatkan kemungkinan untuk sembuh (Gerard JP, 1993). Kemoterapi juga bersifat paliatif (meningkatkan kualitas hidup, meskipun tidak merubah perjalanan penyakit). Kemoterapi adjuvan diberikan pada penderita kolorektal Dukes B2 yang disertai risiko tinggi, Dukes C dan D. Beberapa jenis kemoterapi kanker kolorektal : Kombinasi 5-fluorouracyl (5-FU) dan leucovorin (de Gramont A, 2000) Irinotecan (CPT-11) (Tai CJ, 2003; Kerr D, 2002) Capecitabin (Twelves C, 2002; Rothenberg ML, 2002) Oxaliplatin (Wein A, 2003; Moehler M, 2002) Tomudex (Cunningham D, 1998)

Radioterapi Radioterapi bisa diberikan baik preoperasi (sebagai neoadjuvan), maupun pasca operasi (adjuvan) guna menurunkan angka kekambuhan lokal dari kanker rektum. Kombinasi 5-FU dan radioterapi pada kanker rektum dengan risiko tinggi (Dukes B2,
Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

29

Alain Laurent - 406117028


B3, C) bersifat sinergistik, dalam arti mencegah kekambuhan lokal, yang selanjutnya akan menurunkan kekambuhan sistemik serta perbaikan survival secara keseluruhan. Terapi biologik Terapi biologik bertujuan untuk menstimulasi atau memperbaiki kemampuan sistem imun Follow up 1. Pemeriksaan secara periodik kadar CEA serum berguna untuk follow up terapi maupun menilai kemungkinan adanya kekambuhan 2. Pada penderita yang dilakukan reseksi kuratif secara periodik (setiap tahun) perlu dilakukan pemeriksaan yang meliputi : darah lengkap, fungsi liver, pemeriksaan radiologik dengan kontras atau kolonoskopi. Bila normal, pemeriksaan diulang setiap 3 tahun; dan bila dideteksi adanya polip, ulangi pemeriksaan setiap tahun setelah dilakukan reseksi. Faktor risiko dan deteksi dini Faktor risiko kanker kolorektal : Usia 50 tahun atau lebih Adanya riwayat kanker kolon atau rektum dalam keluarga Adanya riwayat kanker kolon, rektum, ovarium, endometrium atau payudara Polip pada kolon Kolitis ulseratif Kondisi herediter seperti : poliposis adenomatosa familial dan hereditary nonpolyposis colon cancer (HNPCC; Lynch Syndrome) Skrining untuk kanker kolorektal dapat dilakukan dengan : 1. Pemeriksaan feses untuk darah tersamar. Studi menunjukkan bahwa bila pemeriksaan ini dilakukan setiap satu atau dua tahun pada orang dengan usia antara 50-80 tahun akan menurunkan angka kematian akibat kanker kolorektal (Winawer SJ, 1993) 2. Sigmoidoskopi (Levin TR 1999)
Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

30

Alain Laurent - 406117028


3. Barium enema (Winawer SJ, 2000) 4. Kolonoskopi (Lieberman DA, 2000) Pencegahan 1. Diet dan pola hidup. Studi epidemiologik, studi eksperimental pada binatang, dan studi klinik menunjukkan bahwa diet tinggi lemak, protein, kalori, alkohol dan daging baik merah maupun putih, serta makanan rendah kalsium atau folat meningkatkan kejadian kanker kolorektal (Reddy BS, 1981) 2. Penggunaan obat anti-inflamasi non steroid seperti piroksikam, aspirin dapat mencegah pembentukan adenoma atau dapat mengecilkan polip (adenoma) pada poliposis adenomatosa familial (Smalley W, 1999) 3. Merokok dapat meningkatkan tendensi tumbuhnya adenoma dan kanker kolorektal (Terry P, 2001) 4. Tindakan untuk membuang polip kolon (polipektomi) dapat menurunkan risiko kanker kolorektal (Winawer SJ, 1993)

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

31

Alain Laurent - 406117028


KANKER PAYUDARA

Kanker payudara merupakan keganasan dari sel yang membentuk jaringan payudara. Payudara tersusun atas lobus dan duktus. Masing-masing payudara mempunyai 15-20 lobus; lobus mempunyai banyak lobulus. Setiap lobulus mengandung beberapa bulbus yang dapat memproduksi air susu. Lobus, lobulus dan bulbus dihubungkan oleh suatu saluran yang disebut duktus. Terdapat beberapa tipe kanker payudara yakni : duktal, lobular dan tipe inflamasi. Tipe inflamasi merupakan yang lebih jarang, dimana payudara terlihat bengkak, merah dan teraba hangat. Warna kemerahan dan hangat ini disebabkan karena adanya sumbatan saluran limfe oleh sel kanker yang mengakibatkan gambaran seperti kulit jeruk (peau dorange). Faktor risiko (McPherson K, 1995) Usia. Angka kejadian kanker payudara meningkat seiring meningkatnya usia Usia menarche/menopause. Usia menarche yang sangat muda atau menopause yang terlambat meningkatkan risiko kanker payudara Melahirkan anak pertama pada usia yang terlambat atau nulliparitas Adanya riwayat keluarga kanker payudara Riwayat kelainan payudara benigna (hiperplasia) Riwayat penyinaran pada daerah dada Terapi sulih hormon atau penggunaan kontrasepsi oral (CGHFBC, 1996) Pola hidup : diet tinggi lemak, obesitas, konsumsi alkohol dan merokok Geografi. Insiden kanker payudara di Jepang jauh lebih rendah dibandingkan negara barat. Kanker payudara bisa sebagai akibat mutasi gen (BRCA1 dan BRCA2) yang diturunkan, dimana jumlahnya meliputi 5% hingga 10% dari semua kanker payudara. Wanita yang telah mengalami perubahan gen yang berhubungan dengan kanker payudara, mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya kanker payudara (pada sisi yang lain). Wanita ini juga mempunyai risiko yang meningkat untuk terjadinya kanker ovarium maupun kanker di tempat lain. Begitu juga seorang laki-laki yang telah

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

32

Alain Laurent - 406117028


mengalami mutasi gen yang berhubungan dengan kanker payudara mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya kanker payudara (NCI Cancer gov, 2003). Manifestasi Klinis Benjolan/massa di payudara Rasa sakit Keluar cairan dari puting susu Timbulnya kelainan kulit (dimpling, kemerahan, ulserasi, peau dorange) Pembesaran kelenjar getah bening Tanda metastasis jauh

Pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis Setelah diketahui adanya perubahan pada payudara, perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis : Mammografi Biopsi (eksisi, insisi, core, jarum halus) Reseptor estrogen dan progesteron. Pemeriksaan ini dapat memberi informasi bahwa hormon estrogen dan progesteron mempengaruhi pertumbuhan tumor. Selain itu juga dapat memberi informasi bahwa terapi hormon kemungkinan dapat menghentikan pertumbuhan tumor. Pemeriksaan ini membutuhkan jaringan tumor dari hasil biopsi Faktor prognosis Prognosis kanker payudara tergantung stadium dan jenis kanker, karakteristik tertentu dari kanker, dan apakah kanker terdapat pada payudara yang lain atau tidak. Status menopause dan kondisi kesehatan secara umum juga mempengaruhi prognosis. Penentuan stadium Stadium 0 I - Karsinoma in situ (duktal dan lobular) - Diameter tumor kurang dari 2 cm dan belum ada penyebaran

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

33

Alain Laurent - 406117028


IIA - Diameter tumor lebih dari 2 cm dan telah ada penyebaran ke kelenjar limfe aksila; atau diameter tumor 2-5 cm, tetapi belum ada penyebaran ke kelenjar limfe aksila IIB - Diameter 2-5 cm, dan telah ada penyebaran ke kelenjar limfe aksila; atau - Diameter > 5 cm tetapi belum ada penyebaran ke kelenjar limfe aksila IIIA - Diameter kurang dari 5 cm dan telah ada penyebaran ke kelenjar limfe aksila, dan kelenjar limfe melekat satu sama lain atau melekat pada jaringan lain; atau - Diameter > 5 cm dan telah ada penyebaran ke kelenjar limfe aksila, dan kelenjar limfe melekat satu sama lain atau melekat pada jaringan lain IIIB - Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar payudara (kulit atau dinding dada, termasuk iga dan otot dada; atau - Kanker telah menyebar ke kelenjar limfe di dalam dinding dada IV - Kanker telah menyebar ke organ, dan yang paling sering tulang, paru, liver dan otak; atau - Kanker menyebar ke kelenjar limfe supraklavikula

Terapi Terdapat beberapa modal terapi untuk kanker payudara. Beberapa termasuk terapi yang sudah dibakukan dan beberapa masih dalam tahap uji klinik. Terdapat empat modal terapi yang sudah dibakukan :
Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

34

Alain Laurent - 406117028


1. Pembedahan 2. Radiasi 3. Kemoterapi 4. Terapi hormon Pembedahan Pembedahan bertujuan untuk membuang tumor serta mengambil beberapa kelenjar limfe yang kemudian dilakukan pemeriksaan histologik. Terdapat beberapa jenis pembedahan : Breast-conserving surgery. Suatu tindakan untuk mengangkat bagian tumor saja, bukan payudara secara keseluruhan (lumpectomy, partial atau segmental mastectomy) Total atau simple mastectomy. Tindakan mengangkat seluruh payudara, termasuk kelenjar limfe aksila Modified radical mastectomy. Tindakan mengangkat seluruh payudara, kelenjar limfe aksila dan sekitar otot pectoralis minor, dan kadang-kadang sebagian otot dinding dada Radical mastectomy. Tindakan mengangkat payudara, otot dada, dan semua kelenjar limfe aksila. Tindakan ini dilakukan bila tumor sudah meluas sampai otot dada Breast reconstruction. Tindakan pembedahan untuk mengembalikan bentuk payudara setelah dilakukan mastektomi dengan menggunakan jaringan bukan payudara atau implant yang diisi dengan saline atau silikon (Scanlon EF, 1991; Hang-Fu, 1991) Terapi adjuvan Radioterapi adjuvan Radioterapi yang diarahkan pada dinding dada dan kelenjar limfe regional diberikan kepada penderita resiko tinggi pasca mastektomi. Tindakan ini dapat menurunkan angka kekambuhan lokal-regional (EBCTCG, 2000). Termasuk kelompok

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

35

Alain Laurent - 406117028


risiko tinggi adalah mereka yang mempunyai 4 kelenjar limfe positif mengandung kanker (Ragaz J, 1997; Overgaard M, 1997). Terapi hormon adjuvan Suatu meta-analisis tentang terapi sistemik kanker payudara stadium dini (stadium I dan II) dengan hormon, kemoterapi, atau terapi biologik, yang dilakukan oleh Early Breast Cancer Trialists Collaborative Group (EBCTCG) dan melibatkan 37.000 wanita dari 55 penelitian, menunjukkan bahwa tamoksifen bermanfaat pada penderita kanker payudara dengan reseptor estrogen yang positif atau reseptor estrogen yang tidak diketahui. Pemberian tamoksifen selama 5 tahun memberi penurunan angka kekambuhan dan mortalitas sebesar 47% dan 26% dalam periode 10 tahun pemantauan (EBCTCG, 1998). Jangka waktu optimal yang dianjurkan untuk penggunaan tamoksifen sebagai terapi adjuvan selama 5 tahun (Swain SM, 1996). Efek samping penggunaan tamoksifen ialah meningkatnya risiko timbulnya kanker endometrium sebesar 2 hingga 7 kali dibanding wanita yang tidak menggunakan tamoksifen (Fornander T, 1989; Magriples U, 1993; Fisher B, 1994). Terapi hormon ialah sebagai terapi adjuvan termasuk golongan inhibitor aromatase misalnya anastrozole (The ATAC Trialists Group, 2002) dan Letrozole (Dombernowsky P, 1998). Kemoterapi adjuvan Kombinasi kemoterapi yang sering digunakan untuk kanker payudara : CMF (cyclophosphamide, methotrexate dan fluorouracyl) diulang setiap 3 atau 4 minggu sebanyak 6 kali (Mansour EG, 1998) CAF (cyclophosphamide, doxorubicin, dan fluorouracyl) (Fisher B, 1997) Beberapa kemoterapi baru misalnya : docetaxel, paclitaxel, gemcitabine, dan vinorelbine Beberapa efek samping kemoterapi yang paling sering ditemukan : Mual, muntah Penekanan sumsum tulang

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

36

Alain Laurent - 406117028


Alopesia Mukositis Lain-lain : gagal jantung (golongan anthracycline), tromboemboli (Pritchard KI, 1996) dan menopause dini (Saphiro CL, 2001) Penentuan terapi berdasarkan stadium 1. Ductal carcinoma in situ (DCIS) Breast-conserving surgery dengan atau tanpa radioterapi atau terapi hormon Total mastectomy dengan atau tanpa terapi hormon

2. Lobular carcinoma in situ (LCIS) Istilah lobular carcinoma in situ (LCIS) sebetulnya tidak tepat. Kelainan ini lebih tepat disebut lobular neoplasia. Pada dasarnya kelainan ini bukan suatu kondisi pramaligna, tetapi lebih ke arah suatu petanda bahwa wanita tersebut mempunyai risiko yang meningkat untuk terjadinya kanker payudara yang invasif. Lesi ini sering bersifat multisentrik dan bilateral. Terapi untuk stadium ini terdiri atas : Observasi : biopsi dan mammografi Tamoksifen (Fisher B, 1998) Bilateral prophylactic total mastectomy

3. Kanker payudara stadium I, stadium II dan stadium IIA Terapi untuk golongan stadium ini meliputi : Breast-conserving surgery Modified radical mastectomy Terapi adjuvan : radioterapi, hormonal, kemoterapi

4. Kanker payudara stadium IIIB, stadium IV Terapi kanker payudara stadium IIIB meliputi : Kemoterapi sistemik

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

37

Alain Laurent - 406117028


Kemoterapi sistemik diikuti dengan pembedahan (breast conserving surgery dan total mastectomy), dengan pengangkatan kelenjar getah bening yang diikuti pemberian radioterapi. Terapi sistemik tambahan lain dapat diberikan (kemoterapi, terapi hormon atau keduanya) Bila dicoba dengan obat anti kanker baru yang masih dalam uji klinik, kombinasi obat baru ataupun cara terapi baru Terapi kanker stadium IV : Terapi hormon dan/atau kemoterapi Terapi radiasi dan atau pembedahan dengan tujuan untuk mengatasi nyeri atau keluhan lain Kemoterapi baru yang masih dalam uji klinik dan atau terapi hormon Pendekatan terapi lain yang masih dalam uji klinik seperti kemoterapi dosis tinggi yang diikuti dengan tindakan transplantasi sumsum tulang atau transplantasi sel induk darah tepi Skrining kanker payudara Beberapa pemeriksaan untuk skrining kanker payudara meliputi : Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) Pemeriksaan payudara oleh dokter Mammografi

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

38

Alain Laurent - 406117028


KANKER PARU

Pendahuluan Paru adalah bagian dari sistem respirasi, bagian kanan terdiri dari 3 lobus dan bagian kiri terdiri dari 2 lobus. Secara garis besar, kanker paru (kanker yang berasal dari paru), dikelompokkan menjadi 2, yaitu : kanker paru non small cell dan kanker paru small cell. Kanker paru non small cell lebih sering dijumpai dibandingkan dengan kanker paru small cell, tumbuh dan menyebar secara lambat. Kanker paru small cell lebih jarang dijumpai, tetapi tumbuh lebih cepat dan lebih sering metastasis ke jaringan sekitarnya. Diagnosis kanker paru ditegakkan dengan adanya gejala gangguan sistem respirasi seperti : batuk yang tidak sembuh-sembuh, sesak nafas, hemoptisis, dan nyeri dada. Pada pemeriksaan fisik dan X-foto thorax dapat dijumpai ada massa dan atau efusi pleura. Diagnosis pasti ditegakkan dengan dijumpainya sel kanker secara sitologik maupun histopatologik. Pendekatan terapi pada kanker paru tergantung pada beberapa faktor, seperti : jenis, ukuran, lokasi, dan penyebaran tumor, serta status presens penderita. Ada beberapa modalitas terapi yang sering dipakai : pembedahan, sitostatika, radiasi dan photodynamic. Masing-masing modalitas terapi ini dapat berikan sendiri-sendiri ataupun kombinasi. Faktor risiko pada kanker paru Banyak penelitian menunjukkan, adanya beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan kanker paru, seperti : 1. Perokok sigaret 2. Perokok pipa 3. Lingkungan perokok 4. Asbestos 5. Polusi
Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

39

Alain Laurent - 406117028


6. Penyakit paru Diagnosis kanker paru Gejala yang sering dijumpai pada kanker paru, adalah : 1. Batuk yang tidak sembuh-sembuh dan berkembang menjadi lebih buruk 2. Sakit dada yang menetap 3. Hemoptisis 4. Sesak nafas 5. Pneumonia atau bronkhitis berulang 6. Anoreksia dan berat badan menurun Bila dijumpai gejala-gejala seperti di atas, dan didapatkan tanda-tanda adanya massa pada paru atau efusi pleura, harus dilakukan evaluasi lebih lanjut. Evaluasi sitologik dilakukan terhadap sputum, cairan efusi, hasil aspirasi jarum halus atau hasil brushing saat bronkoskopi. Evaluasi histopatologik dilakukan terhadap spesimen jaringan yang diambil dengan biopsi trans-thoracal ataupun biopsi saat trakeostomi.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

40

Alain Laurent - 406117028

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

41

Alain Laurent - 406117028


Kanker paru non small cell Secara garis besar, terdapat 4 jenis gambaran histopatologis kanker paru non small cell : 1. Squamous cell (epidermoid) carcinoma 2. Adenocarcinoma 3. Large cell carcinoma 4. Undifferentiated carcinoma Stadium kanker paru non small cell Stadium adalah suatu cara menentukan, sejauh mana kanker paru menyebar ke bagian paru lain atau metastasis. Informasi yang didapat dari stadium ini akan menentukan stadium dari penyakitnya. Stadium dari kanker paru adalah suatu hal yang sangat penting yang harus ditentukan sebelum kita menentukan pilihan terapi. Pemeriksaan-pemeriksaan penunjang, yang diperlukan untuk menentukan stadium ini adalah : Pemeriksaan radiologik : X-foto thorax, CAT/CT-Scan, Positron Emission Tomography Scan (PET-Scan) Biopsi kelenjar limfe Bronchoscopy Mediastinoscopy Anterior mediastinotomy Secara ringkas, stadium kanker paru non small cell adalah : Stadium 0 (carcinoma in situ) Kanker terbatas pada paru dan hanya terdiri dari beberapa lapis. Stadium I Kanker terbatas hanya pada paru dengan jaringan normal sekitar tumor. Stadium I dibagi menjadi I-A dan I-B tergantung ukuran tumor. Stadium II
Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

42

Alain Laurent - 406117028


Kanker menyebar ke kelenjar limfe terdekat atau ke dinding dada, diafragma, pleura. Stadium II dibagi menjadi II-A dan II-B tergantung ukuran tumor dan kelenjar limfe yang terlibat. Stadium III Kanker menyebar ke kelenjar limfe di mediastinum, atau kelenjar limfe hemithorax sebelahnya atau kelenjar limfe leher bagian bawah. Stadium III juga dibagi menjadi III-A dan III-B. Stadium IV Kanker menyebar ke lobus lain dari paru atau ke bagian tubuh yang lain. Terapi kanker paru non small cell Modalitas terapi standar pada kanker paru non small cell adalah : pembedahan, terapi sitostatika, terapi radiasi dan terapi laser. Sedangkan photodynamic therapy (PDT), chemoprevention dan terapi baru yang lain masih dalam tingkat uji klinik. Pada saat diagnosis ditegakkan, kanker paru non small cell, dikelompokkan menjadi 3, berdasarkan stadiumnya, yaitu : a. Kanker paru non small cell yang dapat diterapi dengan pembedahan. Termasuk kelompok ini adalah kanker paru non small cell stadium 0, stadium I, stadium II. Bila status performance tidak memungkinkan untuk menjalani pembedahan, dapat dilakukan terapi radiasi. b. Kanker paru non small cell yang menyebar ke kelenjar limfe terdekat. Terapi pada kelompok ini adalah : terapi radiasi, terapi radiasi dan sitostatika atau pembedahan saja. c. Kanker paru non small cell yang menyebar ke jaringan sekitar atau ke lobus lain. Pada kelompok ini dapat diberikan terapi radiasi untuk membatasi pertumbuhan kanker. Beberapa penderita dapat diberikan terapi sitostatika. Kanker paru small cell Terdapat 3 jenis gambaran histopatologik kanker paru small cell, yaitu :

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

43

Alain Laurent - 406117028


Small cell carcinoma/oat cell Mixed small cell/large cell carcinoma Combined small cell carcinoma

Stadium kanker paru small cell Kanker paru small cell hanya dikelompokkan menjadi dua : a. Limited stage disease Kanker terbatas pada satu hemithorax, mediastinum dan kelenjar limfe supraclavicular. b. Excessive stage disease Yang termasuk kelompok ini, adalah selain kelompok limited stage disease dan yang mengalami metastasis jauh. Terapi kanker paru small cell a. Terapi standar untuk limited stage disease : Kombinasi terapi sitostatika dan terapi radiasi (kemoradiasi), dengan atau tanpa prophylactic cranial irradiation/PCI Terapi sitostatika kombinasi : etoposide (E) + Cisplatin (P), khusus penderita dengan gangguan fungsi paru Terapi pembedahan : untuk penderita stadium I, diikuti terapi sitostatika atau kemoradiasi b. Terapi untuk extensive stage disease Terapi standar untuk kelompok ini adalah terapi sitostatika kombinasi : Cyclophosphamide (C) + Doxorubicine (A) + Vincristine (V) Cyclophosphamide (C) + Doxorubicine (A) + Etoposide (E) Etoposide (E) + Cisplatine (P) atau Etoposide (E) + Carboplastine (C) Ifosphamide (I) + Carboplatine (C) + Etoposide (E)

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

44

Alain Laurent - 406117028


BAB III KESIMPULAN

Secara epidemiologik maka kanker merupakan hasil akhir interaksi yang sangat kompleks antara berbagai faktor lingkungan yang multipel dengan faktor tubuh manusia. Hal ini berarti bahwa berbagai keadaan di dalam dan di luar tubuh manusia akan bekerja bersama-sama yang akan menghantarkan manusia untuk menderita kanker. Di samping itu kematian pada penyakit pembuluh darah jantung atau otak pada usia lanjut berjalan secara tiba-tiba, sedangkan kematian karena kanker berlangsung lama disertai sakit dan penderitaan yang hebat. Pada usia lanjut kanker biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut dibanding usia pertengahan yang sangat mempengaruhi protokol pengobatan dan perawatan yang diberikan.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

45

Alain Laurent - 406117028

DAFTAR PUSTAKA

1. Martono HH, Pranaka K. Buku ajar boedhi-darmojo : geriatri (ilmu kesehatan usia lanjut). 4th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009. 2. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, et al. Harrisons principles of internal medicine. 17th ed. New York: McGraw Hill, 2008. 3. Rubin R, Strayer D. Rubins pathology : clinicopathologic foundations of medicine. 6th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2012. 4. Kumar, Abbas, Fausto, Mitchell. Robbins basic pathology. 8th ed. Philadelphia: Elsevier, 2006. 5. Pathy MJ, Sinclair AJ, Morley JE. Principles and practice of geriatric medicine. 4th ed. London: John Wiley & Sons Ltd, 2006.

Kepaniteraan Gerontologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Panti Werdha Kristen Hana Periode 30 September 2013 2 November 2013

46

Anda mungkin juga menyukai