Anda di halaman 1dari 13

http://www.scribd.

com/doc/178104324/BAB-I
Shinta Wulandhari Categories:Presentations Published by: Shinta Wulandhari on Oct 22, 2013 Copyright:Attribution Non-commercial

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Banyak jenis narkotika dan psikotropika memberi manfaat yang besar bila digunakan secara baik dan benar dalam bidang kedokteran. Narkotika dan psikotropika dapat menyembuhkan banyak penyakit dan mengakhiri penderitaan. Jasa narkotika dan psikotropika sangat besar dalam kehidupan masal lalu, masa kini, dan masa yang akan datang. Tindakan operasi (pembedahan) yang dilakukan oleh dokter harus didahului dengan pembiusan. Padahal, obat bius tergolong narkotika. Orang yang mengalami stres dan gangguan jiwa diberi obat-obatan yang tergolong psikotropika oleh dokter agar dapat sembuh. Penyalahgunaan Napza merupakan suatu pola penggunaan yang bersifat patologik, berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan menimbulkan gangguan fungsi sosial dan okupasional. Istilah Napza (Narkotika, psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) lebih tepat dibandingkan dengan istilah Narkoba karena di dalarn singkatan tersebut tercantum juga psikotropika, yaitu obat yang biasanya digunakan untuk gangguan kesehatan jiwa namun termasuk yang sering disalahgunakan dan dapat menimbulkan adiksi. Napza pada awalnya adalah sejenis obat-obatan tertentu yang digunakan oleh kalangan kedokteran untuk terapi misalnya untuk menghilangkan rasa nyeri. Namun pada perkembangannya obat-obatan itu disalahgunakan (abuse) sehingga menimbulkan

ketergantungan (adiksi). Napza dapat dikelompokkan dalam golongan Opiat dan Non Opiat. Pada tahun 2003 dari seluruh pengguna napza berjenis kelamin laki-laki, hampir separuhnya (40,6 %) adalah

pengguna jenis opiat, begitu pula dengan wanita yaitu 45,2 persen, sisanya adalah golongan non opiat lainnya seperti kokain dan kannabis. Dengan melihat prevalensi yang cukup tinggi pada penyalahgunaan opiat, maka penting untuk dibahas lebih mendalam mengenai penyalahgunaan opiat sehingga dapat menimbulkan adiksi.

1.2.Tujuan 1.3.Masalah 1. Bagaimana reaksi opiate dalam tubuh? 2. Apa saja indikasi pemberian opiate? 3. Bagaimana mekanisme terjadinya keluhan pada scenario? 4. Bagaimana mekanisme pasien terlihat senang saat mengkonsumsi zat opiate? 5. Bagaimana klasifikasi opiate? 6. Bagaimana mekanisme ketergantungan obat? 7. Apa saja jenis zat psikoaktif dan intoksikasi dan gejala putus obatnya? 8. Apa yang dimaksud dengan zat opioid? Jelaskan!

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Skenario Seorang laki laki 23 tahun. Keluhan susah tidur, mengurung diri di kamar dan jarang berkomunikasi, sering terlihat cemas. Keluhan hilang dalam kurun waktu tertentu dan pasien terlihat senang dan bahagia. Setelah di periksa, gejala pada pasien mereda jika mengkonsumsi zat opiat. 2.2. Terminology 1. Opiat: 2.3. Keyword 1. laki laki 23 tahun 2. susah tidur, mengurung diri di kamar dan jarang berkomunikasi

3. sering terlihat cemas 4. hilang dalam kurun waktu tertentu dan pasien terlihat senang dan bahagia 5. mereda jika mengkonsumsi zat opiat. 2.4. Jawaban Permasalahan 1. Reaksi opiate dalam tubuh 2. indikasi pemberian opiate 3. j 4. S 5. Klasifikasi Opioid Yang termasuk golongan opioid ialah : obat yang berasal dari opium-morfin senyawa semisintetik morfin senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

Di dalam klinik opioid dapat digolongkan menjadi lemah (kodein) dan kuat (morfin). Akan tetapi pembagian ini sebetulnya lebih banyak didasarkan pada efikasi relatifnya, dan bukannya pada potensinya. Opioid kuat mempunyai rentang efikasi yang lebih luas, dan dapat menyembuhkan nyeri yang berat lebih banyak dibandingkan dengan opioid lemah. Penggolongan opioid lain adalah opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain), semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain) dan sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil). Sedangkan berdasarkan kerjanya pada reseptor opioid maka obat-obat Opioid dapat digolongkan menjadi : 1. Agonis opoid Merupakan obat opioid yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan , dan mungkin pada reseptor k contoh : morfin, m reseptor, terutama pada reseptor papaveretum, petidin (meperidin, demerol), fentanil, alfentanil, sufentanil, remifentanil, kodein, alfaprodin. 2. Antagonis opioid

Merupakan obat opioid yang tidak memiliki aktivitas agonis pada semua reseptor dan pada saat bersamaan mencegah agonis merangsang reseptor, contoh : nalokson. 3. Agonis-antagonis (campuran) opioid Merupakan obat opioid dengan kerja campuran, yaitu yang bekerja sebagai agonis pada beberapa reseptor dan sebagai antagonis atau agonis lemah pada reseptor lain, contoh pentazosin, nabulfin, butarfanol, bufrenorfin 6. J Reseptor opioid sebenarnya tersebar luas diseluruh jaringan system saraf pusat, tetapi lebih terkonsentrasi di otak tengah yaitu di sistem limbic, thalamus, hipothalamus corpus striatum, system aktivasi retikuler dan di korda spinalis yaitu substantia gelatinosa dan dijumpai pula di pleksus saraf usus. Molekul opioid dan polipeptida endogen (metenkefalin, beta-endorfin, dinorfin) berinteraksi dengan reseptor morfin dan menghasilkan efek. Reseptor tempat terikatnya opioid disel otak disebut reseptor opioid (keterangan tentang reseptor opioit telah dijelaskan sebelumnya). Suatu opioid mungkin dapat berinteraksi dengan semua jenis reseptor akan tetapi dengan afinitas yang berbeda, dan dapat bekerja sebagai agonis, antagonis, dan campuran. Opioid mempunyai persamaan dalam hal pengaruhnya pada reseptor, karena itu efeknya pada berbagai organ tubuh juga mirip. Perbedaan yang ada menyangkut kuantitas, afinitas pada reseptor dan tentu juga kinetik obat yang bersangkutan. 7. J
TANDA / GEJALA ZAT INTOKSIKASI PUTUS ZAT

SEDATIF HIPNOTIKA (obat tidur / penenang, misalnya : BK, Rohyp, MG)

Bicara cadel, Gangguan koordinasi motorik, Cara jalan tidak stabil, Nistagmus Stupor atau koma Perilaku seksual atau agresif yang tidak semestinya

Mual, muntah Takikardia Berkeringat Insomnia Halusnasi atau ilusi lihat, taktil, atau dengar yang transien

Labilitas mood

Agitasi psikomotor Kecemasan Kejang grand mal

AMFETAMIN (Ekstasi, Shabu)

Takikardi atau bradikardi Dilatasi pupil Aritmia jantung Nyeri dada Depresi pernapasan Kelemahan otot Agitasi atau retardasi psikomotor

Kelelahan Mimpi yang gamblang dan tidak menyenangkan Insomnia atau hipersomnia Peningkatan nafsu makan Retardasi atau psikomotor

Peninggian atau penurunan TD

Berkeringat atau menggigil Mual atau muntah

Penurunan berat badan Konfusi, kejang, diskinesia, distonia

Koma Injeksi konjungtiva Takikardi Mulut Kering Gelisah Peningkatan nafsu makan Dilatasi pupil Takikardia Berkeringat Palpitasi Pandangan kabur Tremor Inkoordinasi Bicara Cadel Konstriksi pupil Stupor atau koma Mengantuk Gangguan atensi atau daya Mual-Muntah Insomia Berkeringat Mood disforik

KANABIS (Ganja, Marijuana, Hashis)

HALUSINOGEN

OPIOIDA (Heroin, Putauw)

ingat

Nyeri otot Lakrimasi Dilatasi pupil, piloereksi Diare Menguap Demam

PHENCYCLIDINE

nistagmus vertikal atau horizontal

Hipertensi Takikardia Mati rasa Penurunan responsifitas trhdp nyeri

Ataksia Disartria Kekakuan otot Kejang atau koma Hiperakusis Pusing Nistagmus Inkoordinasi Tremor Kelemahan otot umum Pandangan kabur atau

INHALAN

Bicara cadel Gaya berjalan tidak mantap Letargi Depresi refleks Retardasi refleks Retardasi psikomotor Bicara Cadel Konstriksi pupil Stupor atau koma Mengantuk Gangguan atensi atau daya ingat

diplopia Stupor Euforia

OPIOIDA (Heroin, Putauw)

Mual-Muntah Insomia Berkeringat Mood disforik Nyeri otot Lakrimasi Dilatasi pupil, piloereksi Diare Menguap Demam

NIKOTIN

mood disforik Depresi Insomnia Iritabilitas

Frustasi Kecemasan Sulit berkonsentrasi Gelisah Penurunan denyut jantung Peningkatan nafsu mkn Penambahan berat badan

8. Definisi Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor morfin, misalnya. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan dalam anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri paska pembedahan 2.5. Anxietas 2.6. Gangguan Mental Akibat Zat Psikoaktif
1. Definisi

Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor morfin, misalnya. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan dalam anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri paska pembedahan

2. Klasifikasi Opioid Yang termasuk golongan opioid ialah :

obat yang berasal dari opium-morfin senyawa semisintetik morfin senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

Di dalam klinik opioid dapat digolongkan menjadi lemah (kodein) dan kuat (morfin). Akan tetapi pembagian ini sebetulnya lebih banyak didasarkan pada efikasi relatifnya, dan bukannya pada potensinya. Opioid kuat mempunyai rentang efikasi yang lebih luas, dan dapat menyembuhkan nyeri yang berat lebih banyak dibandingkan dengan opioid lemah. Penggolongan opioid lain adalah opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain), semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain) dan sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil). Sedangkan berdasarkan kerjanya pada reseptor opioid maka obat-obat Opioid dapat digolongkan menjadi : 4. Agonis opoid Merupakan obat opioid yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan , dan mungkin pada reseptor k contoh : morfin, m reseptor, terutama pada reseptor papaveretum, petidin (meperidin, demerol), fentanil, alfentanil, sufentanil, remifentanil, kodein, alfaprodin. 5. Antagonis opioid Merupakan obat opioid yang tidak memiliki aktivitas agonis pada semua reseptor dan pada saat bersamaan mencegah agonis merangsang reseptor, contoh : nalokson. 6. Agonis-antagonis (campuran) opioid Merupakan obat opioid dengan kerja campuran, yaitu yang bekerja sebagai agonis pada beberapa reseptor dan sebagai antagonis atau agonis lemah pada reseptor lain, contoh pentazosin, nabulfin, butarfanol, bufrenorfin Berikut ini merupakan turunan opioit yang sering disalahgunakan : 1) Candu

Getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan menyadap (menggores) buah yang hendak masak. Getah yang keluar berwarna putih dan dinamai Lates. Getah ini dibiarkan mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal lunak. Inilah yang dinamakan candu mentah atau candu kasar. Candu kasar mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang sering disalahgunakan. Candu masak warnanya coklat tua atau coklat kehitaman. Diperjual belikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap, antara lain ular, tengkorak,burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing, dsb. Pemakaiannya dengan cara dihisap 2) Morfin Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupaakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan. 3) Heroin (putaw) Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir akhir ini . Heroin, yang secara farmakologis mirip dengan morfin menyebabkan orang menjadi mengantuk dan perubahan mood yang tidak menentu. Walaupun pembuatan, penjualan dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi diusahakan heroin tetap tersedia bagi pasien dengan penyakit kanker terminal karena efek analgesik dan euforik-nya yang baik. 4) Kodein Codein termasuk garam / turunan dari opium / candu. Efek codein lebih lemah daripada heroin, dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungaan rendah. Biasanya dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya ditelan dan disuntikkan. 5) Demerol

Nama lain dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya dapat ditelan atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna. 3. Etiologi Ada banyak alasan mengapa orang menggunakan Napza; pada awalnya ada yang hanya mencoba-coba atau sekedar ingin tahu; lama-kelamaan mengalami ketergantungan;sehingga akan muncul berbagai masalah dan persoalan. Persoalan yang dapat muncul antara lain : Kepribadian adiksi, terinfeksi berbagai penyakit (HIV/AIDS, Hepatitis B, C); reaksi putus obat (sakaw), pengobatan yang mahal, overdosis (OD), dan lainlain. Seseorang dengan gangguan berhubungan dengan opiat mungkin memiliki hipoaktivitas yang ditentukan secara genetik pada sistem opiat. Hipoaktivitas tersebut mungkin dapat disebabkan oleh reseptor opiat yang terlalu sedikit atau kurang sensitif, mengalami pelepasan opiat endogen terlalu sedikit,atau mempunyai antagonis opiat endogen yang terlalu tinggi konsentrasinya.

Faktor kepribadian dan perilaku. Beberapa keadaan psikopatologik misalnya ansietas, perilaku menyimpang, kepribadian antisosial, gangguan afektif atau attention deficit disorders/hyperactivity telah diketahui merupakan faktor risiko. Penyandang kelainan ini seringkali menggunakan obat untuk mengurangi gejala psikiatrik (self medication hypothesis). Kurangnya rasa percaya diri dan perilaku mencari risiko juga berpengaruh.

Faktor lingkungan. Lingkungan rumah dan sekolah merupakan lingkungan terdekat dari remaja. Anak yang mempunyai orang tua dengan kepribadian antisosial lebih berisiko. Kemampuan orang tua untuk mengasuh anak juga menentukan faktor risiko, terutama pada masa adolesen, saat anak mencari jati dirinya. Keluarga yang terlalu kaya, terlalu miskin, atau keluarga yang tidak mempunyai norma yang jelas juga berpengaruh. Anak tidak menyukai sekolahnya, tidak mempunyai teman banyak atau berkawan dengan pengguna, tidak aktif mengikuti aktivitas ekstrakurikulum, sering membolos, dan lain-lain.

Faktor kawan, misalnya berkawan dengan perokok, pengguna narkotika, dengan kelompok yang menganggap bahwa penggunaan narkotika adalah hal biasa, berkawan dengan teman yang mempunyai kepribadian dan perilaku buruk sehingga sering melakukan kekerasan dan melawan hukum.

Faktor protektif membuat seseorang cenderung tidak menggunakan obat, misalnya intelegensi yang tinggi, adanya penilaian untuk kesehatan dan pencapaian tujuan, sekolah yang baik, hubungan antar keluarga yang erat, dan orang tua yang sangat berminat membantu anak.

2.7.

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan 3.2. Saran

Anda mungkin juga menyukai