Anda di halaman 1dari 3

MENYIKAPI KELANGKAAN DAN MELAMBUNGNYA

HARGA BAHAN BAKAR FOSIL

Kebutuhan akan bahan bakar fosil dunia pada umumnya, selalu meningkat seiring
dengan perkembangan dunia industri yang sangat pesat di era millennium ke dua ini.
Demikian juga yang terjadi khususnya di Indonesia, kebutuhan bahan bakar fosil selalu
meningkat dari tahun ke tahun, tak berbeda dengan yang terjadi di dunia umumnya.
Perkembangan dunia usaha dan peningkatan jumlah kendaraan bermotor serta kebutuhan
rumah tangga dari tahun ke tahun telah menyebabkan seringkali terjadi kelangkaan bahan
bakar fosil di beberapa daerah di tanah air, ditambah dengan harga bahan bakar fosil yang
tidak menentu dan cenderung meningkat tajam seperti saat ini.
Hal tersebut membuat pemerintah kebingungan dalam mengambil keputusan antara
menaikkan atau tidak (dengan melakukan pembatasan). Keduanya merupakan buah
simalakama, dinaikkan rakyat kecil akan menjerit dan ini akan menyebabkan efek
domino yang besar dan luas, dan kadang dianggap suatu kebijakan yang tidak populis
yang akan menjatuhkan kredibilitas pemerintah, tidak dinaikkan akan sangat membebani
Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) tahun berjalan, diberlakukan
pembatasan BBM akan menyebabkan tersendatnya dunia usaha terutama usaha kecil dan
menengah.
Semua itu akan terus terjadi dan siapapun yang memegang tampuk pemerintahan
akan kesulitan dalam pengambilan keputusan apabila dihadapkan dengan permasalahan
seperti di atas. Hal tersebut terjadi karena kita hanya mengandalkan bahan bakar fosil,
yang notabene merupakan bahan bakar dari sumberdaya tak terperbaharui (unrenewable
resource).
Beberapa waktu yang lalu sangat keras digaungkan akan adanya bahan bakar
alternatif yang berasal dari sumberdaya alam terperbaharui (renewable resource) dari
golongan tumbuh-tumbuhan/tanaman, yang disebut bio-fuel, hal itu tidaklah salah apabila
kita lihat betapa kaya tanah air ini akan sumberdaya alam terperbaharui. Indonesia yang
berada di khatulistiwa memiliki hutan hujan tropika basah dengan keanekaragaman jenis
yang sangat besar, pastilah satu, dua, sepuluh, seribu jenis, atau bahkan lebih yang dapat
kita olah dan manfaatkan sebagai bahan bakar.
Bagaimanakah kelanjutan bahan bakar alternatif bio-fuel yang digaungkan
pemerintah tadi, jawabnya tidak tahu dan tidak jelas. Ini adalah penyakit lama dan
menahun bangsa ini, hangat-hangat tahi ayam yang tak lama dingin atau yang selalu
kaget, secara reflek berkelit lalu diam. Kalau diibaratkan dalam suatu pertandingan tinju,
apa yang kita lakukan tersebut pastilah membuat kita KO (knock out), dan inilah yang
terjadi. Harusnya ketika musuh melancarkan pukulan, secara reflek kita berkelit,
bersamaan dengan itu kita melancarkan aksi membalas pukulan secara beruntun dan
bertubi-tubi sampai musuh KO (tuntas), bukannya diam tanpa aksi lanjutan.
Pemerintah, atau bangsa ini harusnya dapat belajar dari permasalahan-permasalahan
lalu dan bertindak secara cepat dan tepat untuk ke depan kalau kita ingin maju. Sudah
sering permasalahan bahan bakar minyak yang berasal dari fosil ini menghantui kita
semua, baik dari kelangkaan maupun dari harganya, pemecahan permasalahannya selalu
bersifat parsial tidak pernah menyentuh substansial akar permasalahan yang sebenarnya
yaitu deposit minyak bumi kita telah berkurang, sehingga supply yang selalu berkurang
sedang demand selalu meningkat dari tahun ke tahun. Bahan bakar fosil masa dahulu
memang menjadi tumpuan dan penyumbang terbesar devisa kita, tetapi seperti yang telah
diuraikan di muka bahan bakar fosil termasuk sumberdaya alam tak terperbaharui yang
ada batasnya dan akan habis pada saatnya.
Oleh karena itu adalah tepat apabila saat ini adalah momentum bagi kita untuk
mengeksplor sumberdaya alam terperbaharui kita yang dapat kita olah dan dimanfaatkan
sebagai bahan bakar alternative bio-fuel atau bahkan bahan bakar utama masa depan.
Sekarang tinggal bagaimana pemerintah menyikapi hal tersebut, selaku pemegang
otoritas Negara, pemerintah tinggal mempersiapkan anggaran/dana, memerintahkan
jajarannya/intitusi/lembaga-lembaga penelitian, perguruan tinggi untuk mengeksplor
sumberdaya alam terperbaharui tersebut guna mencari jenis-jenis yang dapat dijadikan
bahan bakar alternatif, mengembangkan, dan memproduksi bahan bakar, semua harus
tuntas, tidak boleh setengah-setengah atau terhenti sebelum selesai.
Marilah kita bersama membantu pemerintah mengatasi permasalahan ini dengan
belajar dan bekerja keras, kita manfaatkan kelimpahan sumberdaya alam kita secara
bijaksana dan merata. Janganlah kita eksplorasi/eksploatasi tambang dan hutan kita
habis-habisan, memang uang akan banyak tetapi lingkungan rusak, bencana alam selalu
datang melanda dan penyakit terus mendera rakyat dan tak pernah dapat teratasi. Ibarat
tikus kurus masuk melalui lubang kecil ke lumbung padi, di dalam lumbung dengan
serakah dimakannya padi tersebut sebanyak-banyaknya, dan ini membuatnya menjadi
gemuk, ketika gemuk bingung mencari jalan keluar, karena lubang tempatnya masuk
sudah tidak muat lagi, akhirnya matilah si tikus di lumbung padi.
Tetapi juga janganlah kita jadi bangsa yang hanya dapat melihat makanan
(kekayaan alam), tanpa dapat menikmati karena tak tahu bagaimana menggapainya
karena kebodohan kita, yang akhirnya dinikmati bangsa lain. Seperti salah satu contoh
kasus “obat kanker” yang diteliti oleh peneliti Indonesia, dengan bahan baku dari
sumberdaya alam Indonesia, hanya karena dibiayai dari Negara luar, patent obat tersebut
melayang ke negara jiran, dan masih banyak contoh-contoh lain.

Heru Dwi Riyanto


Peneliti pada
Balai Penelitian Kehutanan Solo
Jln A Yani P.O.Box 295
Tilp (0271)716709
HP 085642430002,081359332876

Anda mungkin juga menyukai