Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN

PRESENTASI KASUS PSIKIATRI

Pembimbing : dr.
Disusun oleh :

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWA DAN PERILAKU


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA
RSUD. R. SYAMSUDIN, SH SUKABUMI

STATUS PSIKIATRI
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA DAN PERILAKU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA

II

IDENTITAS
Nama

: Ny. A

Jenis Kelamin

: Perempuan

Usia

: 24 th

Suku Bangsa

: Sunda

Agama

: Islam

Alamat

: Sukabumi, Jawa Barat

Tanggal Masuk

: 11 Juni 2013

Status Perkawinan

: Belum menikah

Pendidikan Terakhir

: SMP

Pekerjaan

: TKW di Singapura

ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis (kepada paman dan agency)
-

Alloanamnesis : 11 Juni 2013 (Ibu dan Ayah)

Autoanamnesis : 11 Juni 2013 dan 14 Juni 2013

Tempat

Pasien datang dibawa oleh petugas BNP2TKI

: Bangsal Eboni, RS Bhayangkara TK. I Raden Said Sukanto

Kunjungan ini merupakan kunjungan pertama kali ke RS Bhayangkara TK. I Raden


Said Sukanto.

Keluhan Utama

Pasien berbicara ngelantur

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien merupakan TKW yang bekerja di Singapura selama kurang lebih satu tahun.
Selama 3 bulan SMRS pasien sudah sempat dirawat di rumah sakit jiwa di singapore dan
mendapatkan pengobatan. Riwayat pengobatan selama di singapore tidak begitu jelas,
hanya didapatkan surat pengantar berupa obat-obatan yang didapatkan pasien selama
disana, yaitu ......................
Pasien mengatakan bahwa awal mula ia dirawat di singapura karena kepalanya
terkena batu bata yang dilempar oleh para pengikut kristus dan kemudian dia diselamatkan
dan digendong oleh Allah ke rumah sakit tersebut, Namun ketika ditanyakan kepada agen
pasien, ternyata pasien sempat terjatuh dengan kepala terbentur.
Selain itu pasien juga mengatakan bahwa ayahnya adalah Allah, yang selama 3 bulan
terakhir ini selalu berada di sekitarnya untuk menjaganya dan berbnicara dengannya dan
mengingatkannya untuk sholat dan tidak bole terpengaruh kristiani. Pasien juga
mengatakan bahwa dirinya adalah putri sakura dari jepang yang memiliki mata yang
cantik.
Selama bekerja disana, pasien mengatakan tidak pernah mendapatkan perlakuan kasar
dari majikannya,

gaji pasien juga selalu dibayar dan pasien diperbolehkan untuk

menghubungi keluarganya selama disana. Namun pasien sempat mendapatkan pelecehan


seksual oleh majikan laki-lakinya, berupa dipegang-pegang dan majikannya tersebut
sempat memasukkan jari ke dalam alat kelamin pasien.
3

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat trauma kepala 3 bulan SMRS

Riwayat merokok, alkohol, penggunaan obat - obatan disangkal

Tidak menderita demam, diare, muntah, atau gangguan sitemik lain.

Riwayat Penyakit Keluarga :


genogram

Tidak ada anggota keluarga yang memiliki gangguan jiwa.

Riwayat Kehidupan Pribadi


Riwayat Perkembangan Fisik :
1. Prenatal dan perinatal : Pasien lahir dengan persalinan normal di
kampungnya.
2. Masa kanak awal (0-3 tahun) : Pasien merasa bahagia, kedua orang tua
pasien sangat menyayangi pasien. Tidak ada masalah selama masa ini.
3. Masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien menjalani masa pertengahan dengan baik. Pasien diasuh
oleh kedua orang tua dengan cukup baik. Pasien bergaul dan bermain
dengan teman-temannya dengan baik. Tidak ada masalah pada masa ini.
4

4. Masa kanak akhir (pubertas - remaja)


Pasien menjalani masa kanak akhir (pubertas) dan remaja dengan
cukup baik. Pasien berhenti sekolah setelah lulus SMP. Setelah itu, pasien
membatu orang tuanya berjualan kue, sebelum akhirnya menjadi
pembantu rumah tangga bersama dengan kakaknya. Hubungan pasien
dengan orang tua baik. Hubungan pasien dengan saudara-saudara pasien
juga baik.
5. Masa dewasa

Riwayat Pendidikan :
Pasien tamat SMP, tidak ada gangguan selama bersekolah.. Pasien dapat
mengikuti pelajaran dengan baik dan tidak pernah tinggal kelas.
Pasien tidak melanjutkan ke tingkat berikutnya karena orang tua
tidak mampu membiayai sekolah pasien

Riwayat Pekerjaan

Pasien pernah bekerja sebagai TKW di Singapura

Riwayat Pernikahan :
Belum menikah

Riwayat Hubungan dengan Masyarakat:


Sebelum muncul gejala gangguan jiwa, pasien......................

Riwayat kehidupan beragama


Pasien mengatakan bahwa dirinya beragama Islam, dan
menjalankan kewajiban ibadah sesuai dengan agama.

Latar belakang Sosial Ekonomi:


Keluarga pasien dari ekonomi kurang baik, sehingga pasien harus putus
sekolah dan bekerja sebagai tkw untuk membiayai 2 orang adiknya.

Riwayat berhubungan dengan hukum

Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak pernah melakukan


pelanggaran hukum.

Skema Perjalanan Penyakit

Dewasa

3 bulan SMRS

MRS (11/06/13)

MRS (14/06/13)

Stressor ekonomi

Halusinasi auditorik

Halusinasi auditorik

Halusinasi auditorik

Halusinasi visual

Halusinasi visual

Halusinasi visual

Halusinasi taktil

Halusinasi taktil

Halusinasi taktil

Waham kebesaran

Waham kebesaran

Waham kebesaran

Waham kejar

Waham bizzare

Waham agama

Waham bizzare

Th/ ..................

Th/ .....................

(polri)

Stressor pekerjaan

(sgp)

III

PEMERIKSAAN FISIK (STATUS GENERALIS)


Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Tanda-tanda vital :
Tekanan Darah: 110/70 mmHg
Nadi

: 90 x / menit
6

Pernapasan

: 20 x / menit

Suhu

: 36,80 C

Pemeriksaan Fisik
Kepala

: Simetris, normocephali.

Mata

: Konjungtiva anemis -/-, sklera icteric -/-, pupil isokor, diameter pupil
3mm/3mm, refleks cahaya +/+

Telinga

: Meatus akustikus eksternus lapang, sekret -/-

Hidung

: Deviasi septum nasi (-), sekret -/-

Mulut

: Mukosa bibir basah

Leher

: KGB tak teraba, tak membesar

Thoraks

: Paru dan Jantung dalam batas normal

Abdomen

: Cembung, supel, nyeri tekan (-), bising usus (+)

Ekstremitas

: Terdapat hiperpigmentasi tidak rata pada kulit ekstremitas atas dan


bawah, Akral hangat, CRT < 2detik, motorik ekstremitas atas
5555/5555, ektremitas bawah 5555/5555, refleks fisiologis +/+, refleks
patologis -/-

IV

CUPLIKAN WAWANCARA

STATUS MENTALIS

I. Deskripsi umum
1. Penampilan
Pasien seorang perempuan berusia 24 tahun, penampilan sesuai usia. Pakaian
rapi, kebersihan dan perawatan diri cukup baik, tenang.
7

2. Perilaku dan aktivitas psikomotor


Sehari-hari pasien cukup aktif, dapat merapikan dan mencuci pakaian sendiri.
Pasien dapat menyapa dan dapat berinteraksi dengan orang disekitarnya.
3. Sikap terhadap pemeriksa
Sikap pasien kooperatif.

II. Ekspresi emosi


1. Mood : Eutimik
2. Afek : Luas
3. Keserasian afek : Sesuai
4. Empati : Dapat diraba-rasakan oleh pemeriksa

III. Pembicaraan
Pasien dapat berbicara dengan lancar dan spontan. Kecepatan bicara sedang,
volume sedang, artikulasi cukup jelas. Isi pembicaraan dapat dimengerti.

IV. Berpikir dan persepsi


1. Arus pikir
Produktivitas : Tidak terganggu. Pasien mampu menjawab pertanyaan dengan
spontan.
Kontinuitas : Tidak terganggu. Pasien mampu menjawab pertanyaan secara
koheren.
2. Isi pikir
-

Waham aneh (bizarre)


Pasien mengatakan melihat Allah. Allah sering datang dan berbicara
dengannya.

Waham kebesaran
Pasien mengatakan bahwa dirinya merupakan anak Allah. Selain itu
pasien juga mengatakan bahwa dirinya adalah seorang putri sakura.

Waham kejar

Pasien mengatakan bahwa dirinya dilempar batu bata oleh para pengikut
kristus dan merasa bahwa dirinya selalu akan dicelakai oleh para pengikut
Kristus tersebut.
3. Persepsi
-

Halusinasi visual
Pasien melihat Allah

Halusinasi auditorik
Pasein mendengar suara Allah.

Halusinasi taktil
Pasien merasa dipegang, dipeluk, digendong oleh Allah.

V. Sensorium
1. Kesadaran :Compos mentis
2. Orientasi dan daya ingat
Orientasi waktu, tempat dan orang baik.
Daya ingat:
a. Immediate
: Baik, pasien dapat mengingat nama tiga benda dan
mengulangnya dengan benar.
b. Recent
c. Long-term

:Baik, pasien dapat mengingat menu sarapannya.


:Baik, pasien dapat mengingat tahun lahirnya.

3. Konsentrasi dan atensi : Baik


4. Kemampuan visuospasial
Baik, pasien dapat menggambar sebuah jam dinding.
5. Kemampuan berpikir abstrak
Baik, pasien dapat mendeskripsikan bentuk dan rasa jeruk.

VI. Daya nilai dan tilikan

Daya nilai sosial tidak terganggu, pasien mengerti bahwa mencuri tidak
boleh dilakukan. Uji daya nilai tidak terganggu, pasien mengerti apa yang harus
dilakukan ketika menemukan dompet di pinggir jalan.
Penilaian realita terganggu.
Tilikan derajat I, pasien menyangkal dirinya sakit.

VII. Taraf dapat dipercaya


Pasien dapat dipercaya

VI

VII

DIAGNOSIS MULTIAKSIAL

Aksis I

: ???????????????

Aksis II

: Z03.2 tidak ada diagnosis aksis II

Aksis III

: TIdak ada diagnosis

Aksis IV

: Masalah dengan ekonomi dan pekerjaan

Aksis V

: GAF 70-61: gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan.

TERAPI
1. Psikofarmaka:

VIII

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam


Quo ad sanationam : dubia ad malam
10

IX

RESUME

Pasien wanita 24 tahun merupakan TKW yang bekerja di Singapura selama kurang
lebih satu tahun. Selama 3 bulan SMRS pasien sudah sempat dirawat di rumah sakit jiwa
di singapore dan mendapatkan pengobatan.
Pada pasien didapatkan Halusinasi auditorik, halusinasi visual, halusinasi taktil,
waham kebesaran, waham kejar dan waham bizzare. Pasien juga pernah mengalami
trauma kepala 3 bulan SMRS.
Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tidak ada riwayat gangguan
jiwa pada keluarga.
Pasien berpenampilan sesuai usia, cara berpakaian rapi dan sesuai umur,
kebersihan dan perawatan diri baik. Selama wawancara, pasien bersikap kooperatif dan
ramah.

Berdasarkan pemeriksaan status mental, didapatkan :


1. Suasana perasaan
Mood

: eutimik

Afek

: Luas

2. Isi Pikiran

: Terganggu, waham bizzare (+), waham


kebesaran (+), waham kejar (+)

3. Daya Nilai

: Tidak terganggu

4. Tilikan

: Derajat I
11

Pemeriksaan Fisik

: dalam batas normal

Pemeriksaan Laboratorium

: Tidak dilakukan

FORMULASI DIAGNOSTIK
Susunan formulasi diagnostik ini berdasarkan dengan penemuan bermakna dengan urutan
untuk evaluasi/diagnosis multiaksial, seperti berikut :
Aksis I
????????????????
Aksis II
Tidak ada
Aksis III
Tidak ada
Aksis IV
Masalah dengan ekonomi dan pekerjaan
Aksis V
GAF 70-61:gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih
baik.

12

13

DASAR TEORI
SKIZOFRENIA
I

Definisi
Skizofrenia merupakan sindroma klinis yang bervariasi, tetapi secara
mendalam mengganggu, dan merupakan sebuah psikopatologi yang meliputi kognisi,
emosi, persepsi, dan aspek lainnya dalam perilaku. Ekspresi dari keadaan ini
bervariasi dari tiap pasien tetapi efek penyakit selalu berat dan biasanya terjadi dalam
jangka waktu lama. Penyakit skizofrenia biasanya dimulai pada umur sebelum 25
tahun, terjadi sepanjang hidup, dan terjadi pada semua kelas tingkat sosial.1
Skizofrenia secara umum ditandai oleh adanya penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak
wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted), kesadaran yang jernih (clear
consciousness) dan kemampuan intelektual yang biasanya tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.2
Kilinisi harus mengapresiasikan bahwa diagnosis dari skizofrenia berdasar
seluruhnya terhadap riwayat psikiatrik dan pemeriksaan status mental. Tidak ada
pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis skizofrenia.1

II

Epidemiologi & Faktor Resiko


Amerika Serikat memiliki prevalensi skizofrenia seumur hidup bervariasi
terentang dari 1 sampai 1,5% dan konsisten dengan rentang tersebut. Penelitian
Epidemiological Catchment Area (EPC) yang disponsori oleh National Institue of
Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup pasien skizofrenia
sebesar 1,3%.3
Kelompok gangguan psikotik menempati angka 1% dari populasi penduduk
Indonesia dan di dunia, bahkan untuk beberapa provinsi di Indonesia data Riskesdas
tahun 2007 menunjukkan angka yang jauh lebih besar. Dari kelompok gangguan
tersebut, gangguan skizofrenia merupakan kelompok gangguan terbanyak yang
ditemukan di masyarakat.4
Skizofrenia memiliki prevalensi yang sama antara pria dan wanita, tetapi
memiliki perbedaan dalam onset dan jalan penyakit. Pria mempunyai onset
14

skizofrenia yang lebih awal daripada wanita. Lebih dari setengah dari semua pasien
skizofrenia adalah pria dan hanya sepertiga dari pasien skizofernia adalah wanita.
Usia puncak terjadinya skizofrenia untuk pria adalah 15 sampai 25 tahun, sedangkan
untuk wanita adalah 25 sampai 35 tahun. Onset skizofrenia sebelum usia 10 tahun
atau sesuadah 50 tahun adalah sangat jarang. Beberapa penelitian telah menyatakan
bahwa laki-laki adalah lebih mungkin memiliki gangguan gejala negatif dari
skizofrenia.3
Suatu temuan kuat dalam penelitian skizofrenia adalah bahwa orang yang
kemudian menderita skizofrenia lebih mungkin dilahirkan di musim dingin dan awal
musim semi dan lebih jarang dilahirkan di akhir musim semi dan musim panas.
Secara spesifik, dibelahan bumi utara, termasuk Amerika Serikat, orang dengan
skizofrenia lebih sering dilahirkan di bulan Januari sampai April. Di belahan bumi
selatan, orang dengan skizofrenia lebih sering dilahirkan dari bulan Juli sampai
September. Berbagai hipotesis yang menjelaskan pengamatan tersebut telah diajukan.
Hipostesis tersebut termasuk hipotesis bahwa suatu faktor resiko yang spesifik adalah
bekerja, infeksi virus, atau perubahan musiman dalam makanan. Hipotesis lain adalah
bahwa orang yang memiliki predisposisi genetik untuk skizofrenia mempunyai suatu
keuntungan biologis yang lebih tinggi untuk bertahan hidup terhadap bahaya yang
spesifik musim.3
Faktor risiko utama dari skizofrenia dibagi menjadi faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik merupakan faktor risiko paling penting dari skizofrenia.
Anak yang lahir dari salah satu orang tuanya dengan skizofrenia mempunyai 12%
risiko untuk menderita skizofrenia. Mutasi gen distrobrevin (DTNBP1) dan neureglin
1 telah ditemukan berhubungan dengan gejala negatif dari skizofrenia.1
Faktor resiko lain yang berperan dalam terjadinya skizofrenia adalah
komplikasi obstetrik, umur paternal yang cukup tua, kondisis sosial ekonomi yang
rendah, stress sosial, tidak menikah, adanya premorbiditas kepribadian paraniod dan
skizoid.5
III

Etiologi
Menurut stress-diathesis model, yaitu suatu model untuk integrasi faktor
biologis dan faktor psikososial dan lingkungan, menyatakan bahwa seseorang
15

memiliki kecenderungan untuk memiliki gejala skizofrenia bila berada di dalam


lingkungan yang penuh tekanan.3
Faktor Biologis yang berperan dalam terjadinya skizofrenia dirincikan sebagai
berikut:3
a.

Hipotesis Dopamin
Skizofrenia disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas dopamin. Hal ini
diamati dari dua hal yaitu efektivitas dan potensi obat anti psikotik (seperti agonis
reseptor dopamin) dan obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik seperti
kokain dan amfetamin yang sifatnya psikotomimetik. Jalur yang terlibat belumlah
jelas, namun jalur mesokortikal dan mesolimbik sering berhubungan dengan
kejadian skizofrenia. Neuron dopaminergik pada jalur ini terproyeksi dari badan
selnya di otak tengah (mesensefalon) ke neuron dopaminergik di sistem limbik
dan korteks serebral. Pelepasan dopamin yang berlebihan pada pasien skizofrenia
berhubungan dengan derajat keparahan gejala positif psikosis. Dari hasil studi
PET Scan pada pasien skizofrenia yang belum pernah diterapi menunjukkan
peningkatan reseptor D2 di nukleus kaudatus.

b.

Serotonin
Hipotesis terbaru menunjukkan serotonin yang berlebih menyebabkan
gejala positif dan negatif dalam skizofrenia. Aktivitas antagonis serotonin kuat
dari clozapine, risperidone, dan obat anti psikotik generasi kedua lainnya
behubungan dengan keefektivitasan clozapine dalam menurunkan gejala positif
skizofrenia.

c.

Norepinefrin
Anhedonia telah lama diketahui sebagai gambaran yang menonjol pada
pasien skizofrenia. Degenerasi selektif saraf pada sistem reward dengan
neurotransmiter norepinefrin bertanggung jawab dalam memunculkan gejala
skizofrenia ini.

d.

GABA(-aminobutyric acid)
Pasien skizofrenia telah kehilangan saraf GABAergik di hipokampusnya.
GABA memiliki peranan sebagai regulator bagi aktivitas dopamin sehingga
16

kehilangan

efek inhibitorik

GABA menyebabkan hiperaktivitas

neuron

dopaminergik.
e.

Asetilkolin dan Nikotin


Studi postmortem pada skizofrenia menunjukkan berkurangnya reseptor
muskarinik dan nikotinik di kaudatus, putamen, hipokampus, dan area tertentu di
korteks prefrontal. Pada skizofrenia reseptor ini terganggu, padahal reseptor ini
berperan dalam regulasi sistem neurotransmiter yang berhubungan dengan
kognisi.

f.

Neuropatologi
Neuropatologi pada sistem limbik dan ganglia basalis serta keabnormalan
neuropatologis dan neurokimia pada korteks serebral, talamus, dan batang otak
berperan dalam terjadinya skizofrenia. Densitas sinaps paling banyak pada anak
usia 1 tahun dan akan semakin berkurang sampai jumlah dewasa yang akan
dicapai saat remaja. Observasi pada pasien skizofrenia dengan onset usia remaja
menunjukkan pengurangan sinaps secara berlebihan pada usia perkembangan.

g.

Penyusutan korteks dan pelebaran ventrikel


Penyusutan volume korteks dan pelebaran ventrikel lateral dan ventrikel
tersius terjadi pada hasil CT Scan pasien dengan skizofrenia. Pada pasien
skizofrenia juga terjadi penurunan ukuran amigdala, hipokampus, dan girus
parahipokampus. Terjadinya penurunan ukuran dan fungsi hipokampus
menyebabkan gangguan transmisi glutamat.

h.

Elektrofisiologi terapan
Hasil EEG menunjukkan rekaman abnormal, peningkatan sensitivitas
terhadap aktivitas (misalnya aktivitas spike yang sering muncul setelah
kekurangan tidur), penurunan aktivitas alfa, peningkatan aktivitas teta dan delta,
lebih banyak aktivitas epileptiform dari biasanya, dan abnormalitas sisi kiri yang
lebih

dari

biasanya.

Pasien

skizofrenia

biasanya

juga

menunjukkan

ketidakmampuan untuk menyaring suara yang irelevan dan terlalu sensitif pada
suara di sekitar. Suara yang membanjiri pasien membuatnya sulit konsentrasi dan
17

menjadi faktor terjadinya halusinasi auditorik. Sensitivitas terhadap suara ini


berhubungan dengan defek genetik.
Faktor psikososial yang berperan dalam terjadinya skizofrenia dituangkan
dalam teori psikoanalitik. Sigmund Freud berhipotesis bahwa skizofrenia terjadi
karena terjadinya fiksasi perkembangan yang terjadi lebih dini dibanding
perkembangan neurosis. Hal ini menyebabkan gangguan perkembangan ego, padahal
ego berperan dalam mengendalikan dorongan dari dalam diri dan interpretasi realita.
Harry Stack Sullivan melihat skizofrenia sebagai gangguan relasi interpersonal.
Kecemasan pasien yang terlalu besar ditransformasi menjadi distorsi parataksis yang
biasanya berupa persekutori. Bagi Sullivan, skizofrenia merupakan metode adaptif
untuk menghindari panik, teror, dan disintegrasi dengan perasaan terhadap dirinya.
Sumber kecemasan patologis berasal dari akumulasi pengalaman trauma selama
proses perkembangan. Teori psikoanalitik juga berpostulat bahwa berbagai gejala
skizofrenia memiliki arti simbolik bagi individu pasien. Fantasi mengenai dunia yang
akan berakhir dapat mengindikasikan persepsi seseorang bahwa dunia internal pasien
telah hancur. Perasaan inferior dapat digantikan dengan delusi grandiose atau
omnipoten. Halusinasi dapat menggantikan ketidakmampuan pasien untuk menerima
realita dan dapat menunjukkan harapan atau ketakutannya. Penelitian terhadap
efektivitas psikoterapi pada pasien skizofrenia masih menunjukkan hasil yang
bermacam-maca.

Meskipun

demikian,

terdapat

kecenderungan

untuk

mengkombinasikan pikoterapi individual jangka panjang dengan medikasi dalam


terapi skizofrenia.3
Dinamika keluarga juga berperan dalam faktor psikososial terjadinya
skizofrenia. Studi pada anak usia 4 tahun di Inggris menunjukkan anak dengan
hubungan anak-ibu yang buruk berisiko enam kali lipat mengalami skizofrenia. Anak
yang menerima kritikan konfliktif dari orangtua mengenai perilaku dan perasaan
mereka atau anak yang dibesarkan hanya dengan satu orang tua berisiko mengalami
skizofrenia.3
IV

Patogensis
Skizofrenia adalah penyakit manusia yang unik. Walaupun tidak ada di antara
kita yang mengetahui sejauh apa persepsi kita yang benar dibandingkan dengan dunia
18

yang sebenarnya, orang dengan skizofrenia mengalami dilema ini hampir sepanjang
hidup mereka. Mereka mengalami kesuitan untuk menetukan apakah suara yang
mereka dengar atau kecurigaan yang mereka rasakan adalah bagian dari informasi di
sekitar mereka. Memang halusinasi dan ilusi terkesan misterius, namun hal tersebut
merupakan pengelolaan informasi yang salah. Orang dengan skizofrenia merupakan
hipervigilansi, merespon stimulus dari luar dan dalam diri dengan lebih kuat
dibandingkan dengan yang orang biasa mampu abaikan.6
Sebagai tambahan terhadap gangguan sensoris ini, pasien memiliki kesulitan
dalam memproses informasi jangka pendek dan memproses keabsahannya. Sebagai
contoh, seseorang yang psikotik dapat melaporkan bahwa dia mendengar suara dari
orang di dinding, yang sedang membicarakan dirinya. Gejala ini menunjukkan bahwa
orang tersebut tidak mampu untuk menyaring informasi yang masuk baik suara
suara yang ada di daerah sekitarnya, maupun suara orang lain , yang kemudian
meningkatkan perasaan cemas dari diri orang dengan skizofrenia.6
Skizofrenia dan Dopamin
Konsep yang muncul mengenai skizofrenia sebagai manifestasi dari defisit di
dalam proses otak dicetuskan berdasarkan efek obat. Banyak obat yang menyebabkan
psikosis

mirip

dengan

skizofrenia

(contohnya

stimulant)

meningkatkan

neurotransmisi dopaminergik. Semua obat antipsikotik yang beredar dan dapat


mengurangi gejala skizofrenia memiliki fungsi mengurangi transmisi dari
dopaminergik. Sebagai akibatnya, terjadi pengurangan dari distraksibilitas dan
meningkatkan kemampuan persepsi mereka. Pasien yang diobati dengan obat ini
mengalami penurunan halusinasi dan delusim dan pasien menjadi lebih baik dalam
mengendalikan perilaku mereka.6
Teori mengenai dopamin ini memiliki beberapa kekurangan. Pertama, blokade
dari neurotansmisi dopaminergik tidak secara total menghilangkan gejala skizofrenia.
Kedua, walaupun gejala positif dari skizofrenia dapat dihilangkan ketika transmisi
dopaminergik dikurangi dengan menggunakan obat antipsikotik, ternyata menurut
pemeriksaan metabolit dan reseptor dopamin, jumlah mereka masih dalam batas
normal yang sangat luas. Alasan ketiga adalah peran dopamin ternyata lebih luas
dibandingkan hanya sebagai pemicu gejala psikotik. Pada episode psikotik yang akut,
19

banyak orang dengan skizofrenia ternyata mengalami peningkatan okupasi reseptor


dopamin di ganglia basal. Akan tetapi, penurunan aktivitas dari dopamin di korteks
serebral di lobus frontal merupakan salah satu factor yang berkontribusi dalam
penurunan kemampuan kognitif yang biasa ditemui pada pasien dengan skizofrenia.6
Bukti mengenai beberapa tipe disfungsi otak
Tidak ada lesi tunggal yang diidentifikasi pada pasien skizofrenia.
Sebaliknya, faktor campuran dari genetik dan lingkungan bersama - sama
berkontribusi dalam disfungsi maupun gangguan perkembangan otak yang
menyebabkan gejala skizofrenia. Neuron inhibisi yang terutama terpengaruh, yang
terlihat dalam penurunan jumlah, penurunan dari enzim yang mensintesis
neurotransmitter inhibisi GABA, penurunan dari neuropeptida seperti kolesistokinin
dan somatostatin yang dilepaskan pada saat terjadi transmisi, dan terjadinya
penurunan migrasi neuron ke korteks yang berasal dari substansia alba. Selain adanya
perubahan spesifik pada neuron neuron yang telah disebutkan, telah terjadi pula
prubahan yang signifikan pada neuropil korteks, yaitu dendrit dan akson yang
menghubungkan neuron yang satu dengan neuron yang lain, memperlihatkan adanya
kegagalan pada system pyramidal dan system inhibisi yang membentuk hubungan
sinaps. Pada beberapa daerah otak yang lain, terlihat pengurangan yang serupa.6
Pada penemuan lain yang konsisten dengan penemuan sebelumnya,
pemeriksaan dengan menggunakan MRI memperlihatkan pembesaran ventrikel dan
pengurangan volume pada beberapa bagian di otak, termasuk hippokampus dan
korteks temporal superior. Analisis dengan menggunakan spektroskopi resonansi
magnet menunjukkan pengurangan dari neuron di daerah hippokampus dan korteks
prefrontal, yang diindikasikan dengan menggunakan amino acid N-acetylaspartate.
Walaupun terjadi pengurangan dari jumlah neuron, ternyata pemeriksaan fungsional
dengan menggunakan PET dan MRI fungsional menunjukkan terjadinya peningkatan
aktivitas dari hippokampus dan korteks prefrontal bagian lateral dorsal, mungkin
konsisten dengan kehilangan neuron inhibisi.6
Penemuan genetik dari skizofrenia

20

Penemuan yang berbeda beda pada neurobiologis skizofrenia dipengaruhi


oleh beragamnya penemuan genetik yang berbeda. Menurut penemuan epidemiologis
genetik, ternyata kejadian skizofrenia terjadi lebih banyak pada kembar monozigot
dan juga pada anak adopsi yang orang tua biologisnya mengalami skizofrenia,
sehingga peran dari herediter mencapai 70%. Akan tetapi, defek pada genetik tersebut
bukanlah monolokus, melainkan gabungan dari beberapa defek lokus.6

Manifestasi Klinis
Gejala psikotik ditandai dengan abnormalitas dalam bentuk dan isi pikiran,
persepsi, emosi, motivasi, neurokognitif, serta aktivitas motorik. Gejala pada
skizofrenia seringkali dikenal dengan gejala positif dan gejala negatif. Geja positif
meliputi waham, halusinasi, dan gangguan pikiran formal. Gejala negatif
merefleksikan tidak adanya fungsi yang pada kebanyakan orang ada. Tampil dalam
bentuk kemiskinan pembicaraan, penumpulan dan pendataran afek, anhedonia,
penarikan diri secara social, kurangnya inisiatif atau motivasi, atau berkurangnya
atensi.2,5

Gangguan-gangguan tersebut adalah sebagai berikut:2


a. Gangguan pikiran
I.

Gangguan proses pikir


i. Asosiasi longgar
ii. Inkoherensi
iii. Tangensial
iv. Stereotipik verbal
v. Neologisme
vi. Terhambat (blocking)
vii. Mutisme
viii. Asosiasi bunyi (clang association)
ix. Ekolalia
x. Konkretisasi
xi. Alogia
21

II.

Gangguan Isi pikir


Gejala gejala yang termasuk dalam gangguan isi pikir pada
skizofrenia adalah adanya waham. Semakin akut skizofrenia, semakin sering
ditemui waham disorganisasi atau waham tidak sistematis seperti waham
kejar, waham kebesaran, waham dikendalikan, waham nihilistik, waham
cemburu, erotomania, waham somatik, waham rujukan, waham penyiaran
pikiran, waham penyisipan pikiran.
Pada kelompok dengan gejala negatif dapat ditemukan gejala alogia
dan miskin ide.

b. Gangguan persepsi
I.

Halusinasi

II.

Ilusi dan depersonalisasi

c. Gangguan emosi
I.

Afek tumpul atau datar

II.

Afek tidak serasi

III.

Afek labil

IV.

Kedangkalan respon emosi sampai anhedonia

d. Gangguan penampiln dan perilaku umum


Tidak ada penampilan atau perilaku yang khas untuk skizofrenia. Beberapa
bahkan dapat tampil dan berprilaku sama dengan kebanyakan orang. Gejala yang
mungkin ditemui dalam kelompok ganggiuan perilaku diantaranya:
I.

Penelantaran penampilan

II.

Menarik diri secara sosial

III.

Gerakan tubuh yang aneh dan wajah yang mnyeringai

IV.

Perilaku ritual

V.
VI.
VII.
VIII.
IX.
X.

Sangat ketolol-tololan
Agresif
Perilaku seksual yang tidak pantas
Gejala katatonik (stupor atau gaduh gelisah)
Fleksibilitas cerea
Katelepsi
22

XI.
XII.

Stereotipi dan mamnnerisme


Negativisme

XIII.

Automatisasi komando

XIV.

Ekolalia

XV.

Ekopraksia

e. Gangguan motivasi
I.
II.
III.

Kehilangan kehendak
Disorganisasi
Tidak berkegiatan

f. Gangguan neurokognitif
I.
II.

VI

Defisit dari atensi dan performa


Menurunnya kemampuan untuk menyelesaikan masalah

III.

Gangguan dalam memori termasuk spatial and verbal

IV.

Fungsi kognitif

Diagnosis
Kriteria diagnosis skizofrenia yang dipakai di Indonesia umumnya
menggunakan pedoman dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) di Indonesia. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut2:

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala itu kurang tajam atau kurang jelas.
a. - Thought echo: isi pikiran dirinya sendiri yang bergema atau berulang dalam
kepalanya dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama namun kualitasnya
berbeda.
- Thought insertion: isi pikiran yang asing dari luar, masuk ke dalam pikirannya
atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya.
-Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain
mengetahuinya.
b. - Delusion of control : waham tentang dirinya yang dikendalikan oleh sesuatu
dari luar dirinya.
23

- Delusion of influence: waham tentang dirinya yang dipengaruhi oleh suatu


kekuatan dari luar.
- Delusion of passivity: waham tentang dirinya yang pasrah dan tidak berdaya
terhadap suatu kekuatan dari luar.
- Delusional perception: pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mujizat.
c. Halusinasi auditorik
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diatara berbagai suara
yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh
d. Waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya berkaitan dengan masalah agama
atau politik tertentu atau kekuatan diatas kemampuan manusia biasa.

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai dengan ide berlebihan yang menetap
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation),
yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau
neologisme.
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah, posisi tubuh tertentu
(posturing) atau fleksibilitas cerea, negativisme, stupor dan mutisme.
d. Gejala negatif : apatis, jarang bicara, respon emosional yang tumpul atau tidak
wajar, menarik diri, tapi harus jelas bahwa hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi.

Gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau
lebih.

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi pada hilangnya
minat, hidup tak bertujuan dan penarikan diri secara sosial.
24

Kriteria diagnosis skizofrenia dari DSM-IV TR adalah sebagai berikut1:


A. Memiliki 2 gejala dibawah ini yang signifikan dan terjadi dalam rentang waktu 1
bulan (dapat < 1 bulan bila berhasil diterapi) :
1. Waham.
2. Halusinasi.
3. Ketidakteraturan dalam tutur kata.
4. Perilaku katatonik atau perilaku yang tidak teratur.
5. Gejala negatif.
Catatan: hanya diperlukan 1 gejala saja pada kriteria A apabila waham aneh
(bizzare) atau halusinasi yang berisi suara yang mengomentari mengenai
perilaku dan pikiran pasien.
B. Disfungsi sosial dan pekerjaan : terganggunya satu atau lebih aspek kehidupan yang
penting dalam kurun waktu yang signifikan semenjak onset gejala muncul. Aspek
kehidupan yang terganggu, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, kemampuan
mengurus diri.
C. Durasi : gangguan muncul secara terus menerus setidaknya selama 6 bulan. 6 bulan
ini harus termasuk 1 bulan dimana gejala kriteria A terpenuhi dan termasuk juga
gejala prodromal dan gejala residual.
D. Tidak termasuknya skizoafektif, gangguan mood, kondisi klinis umum atau
penggunaan substansi.
E. Jika pasien memiliki riwayat gangguan kepribadian autistik atau gangguan
kepribadian pervasif lainnya, diagnosis skizofrenia dapat ditambahkan apabila gejala
halusinasi dan waham lebih dominan.

Kriteria skizofrenia paranoid menggunakan pedoman dari Pedoman Penggolongan


dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) di Indonesia3:

Memenuhi kriteria umum diagnosis untuk skizofrenia

Sebagai tambahan:
25

Halusinasi dan atau waham harus menonjol:


a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling),
mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol;
c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapu waham dikendalikan
(delution of control), (delution of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang
beraneka ragam, adalah yang paling khas;

Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik


secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.

VII

Diagnosis Banding
Keadaan-keadaan yang dapat disalahartikan dan menyerupai skizofrenia adalah
sebagai berikut2,5:
1. Depresi dengan psikotik
Keadaan ini kadang membuat terjadinya salah diagnosa sebagai skizofrenia,
tetapi keadaan ini memiliki perbedaan pada terapi dan prognosis. Mood yang
berkurang dapat terjadi pada pasien skizofrenia (atau pasien skizoafektif),
tetapi pada gangguan afektif, gejala psikotik hanya muncul pada depresi berat.
2. Gangguan skizoafektif
Gangguan ini bermanifestasi sebagai keadaan skizofrenia disertai adanya
keadaan gangguan afektif yang terjadi bersamaan atau beberapa hari setelah
gejala yang satunya.
3. Gangguan bipolar saat ini manik
Keadaan ini cukup sulit dibedakan dari skizofrenia terutama pada fase akut
dari gangguan ini karena dapat terjadi pikiran-pikiran tentang kebesaran, flight
of idea, dan agitasi psikomotor.
4. Gejala psikotik akut
26

Keadaan psikotik akut dapat mirip dengan skizofrenia, tetapi keadaan ini
berbada dalam hal jangka waktu terjadinya gangguan, yaitu berkisar 1 hari
sampai 1 bulan, dan biasanya berhubungan dengan suatu kejadian trauma.
5. Gangguan waham
Pada gangguan waham terjadi isolasi waham yang menetap tanpa disertai
adanya halusinasi dan gangguan dari afek, bicara, dan katatonia seperti pada
skizofrenia.

6. Gangguan Skizotipal
Gangguan ini memiliki ciri khas yaitu adanya kepercayaan yang aneh dan
sulitnya menjalin hubungan interpersonal, tanpa disertai adanya gejala
psikotik (gangguan persepsi, disorganisasi, gangguan isi dan jalan pikiran).
7. Kondisi medis umum seperti epilepsi lobus temporalis, tumor lobus temporalis
atau frontalis
8. Penyalahgunaan alkohol dan zat psikoaktif
VIII

Perjalanan Penyakit
Skizofrenia dapat dilihat sebagai kelainan ang berkembang dalam 3 tahap5:
1.

Fase Premorbid
Merupakan periode dari fungsi yang normal.

2.

Fase Prodromal
Pasien merasakan pengurangan fungsi yang substansial dan gejala yang
tidak spesifik seperti gangguan tidur, ansietas, iritabilitas, mood yang
depresi, konsentrasi yang erkurang, kelelahan dan penarikan diri secara
sosial.

3.

Fase Psikotik,
Fase ini secara tipikal muncul pada masa remaja atau dewasa awal. Onset
bisa tiba tiba, namun biasanya terjadi secara perlahan.

27

Perjalanan yang paling umum terjadi meliputi terjadinya eksaserbasi akut dari
psikosis, dengan adanya peningkatan disfungsi residual di antara episode. Sekitar 10
15% mengalami 1 episode saja dan 10 15% yang lain tetap menjadi psikotik
yang kronis dan parah. Fase psikotik dari penyakit berkembang melalui 3 fase5:
1.

Fase akut yang merupakan fase yang rumit, seringkali disertai dengan
gejala negatif yang parah.

2.

Fase stabilisasi adalah fase di mana gejala akut berkurang keparahannya,


seringkali bertahan 6 bulan atau lebih setelah fase akut

3.

Fase stabil, yaitu fase di mana gejala tidak terlalu parah atau sedang dalam
remisi.

IX

Penatalaksanaan

Penggunaan Antipsikotika pada Fase Akut2


Bila sudah ditegakkan diagnosis, target terapi harus ditentukan supaya ukuran
luaran, yang mengukur efek terapi, dapat diperkirakan. Target terapi dan juga
penilaiannya, misalnya gejala positif, negatif, depresi, ide atau perilaku bunuh diri,
gangguna penyalahgunaan zat, komorbiditas, dengan penyakit medik, isolasi sosialm
tidak mempunyai pekerjaan, keterlibatan dalam kriminal, harus pula dievaluasi.
Terapi farmakologi harus segera diberikan kepada pasien dengan agitasi akut,
baik pada episode pertama maupun eksaserbasi akut, berkaitan dengan penderitaan,
mengganggu kehidupan, beresiko melukai diri sendiri, dan merusak benda benda.
Sebelum dilakukan pemberian terapi, penting dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Selain itu, perlu didiskusikan mengenai pemberian obat dengan pasien
dan keluarga. Meskipun keadaan dalam agitasi atau dengan gangguan isi pikir,
hubunan harus dibangun sejak hari pertama.

Obat anti psikotik tipikal (generasi pertama)7


1. Phenotiazine
a. Rantai Aliphatic

: Chlorpromazine

b. Rantai Piperazine

: Perphenazine, Trifluoperazine
28

c. Rantai Piperidine

: Thioridazine

2. Butyrophenone

: Haloperidol

3. Diphenyl-butyl-piperidine

: Pimozide

Obat antipsikosis atipikal (generasi kedua)


1. Benzamide

: Sulpiride

2. Dibenzodiazepine

: Clozapine, Olanzapine, Quetiapine, Zotepine

3. Benzisoxazole

: Risperidon, Aripiprazole

Dalam pengaturan dosis perlu dipertimbangkan:

Onset efek primer (efek klinis)

Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam

Waktu paruh

: sekitar 2-4 minggu

: 12-14 jam (pemberian obat 1-2x/ hari)

Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping
sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien.7
Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran, dapat dinaikan setiap 23 hari sampai mencapai dosis efektif di evaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu
dinaikan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu dosis maintenance
dipertahakan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1 2 hari/ minggu)
taperring dose (dosis boleh diturunkan setiap 2-4 minggu) stop.7
Masa percobaan penggunaan antipsikotik adalah 4-6 minggu. Bila ada
perbaikan meskipun hanya minimal, obat dapat dipertahankan hingga 3-6 bulan. Pada
pasien yang respon buruk dengan antipsikotik lain, dapat diberikan clozapine.
Clozapine efektif pada pasien dengan gejala positif maupun negatif.7

Injeksi APG-1 (Antipsikotik Generasi Satu) sering digunakan untuk mengatasi


agitasi akut pada skizofrenia. Kerja obat ini sangat cepat. Walaupun demikian, ada
beberpa efek samping yang sering dikaitkan dengan injeksi APG-1, misalnya distonia
akut dan pemanjangan QTc. Penggunaan bersamaan dengan benzodiazepin juga
sering digunakan. Akan tetapi cukup terbatas akibat efek samping benzo, antara lain
depresi nafas, sedasi berlebiha, atau perilaku disinhibisi yang dapat memperburuk
keadaan.2
29

Terapi Inisial
Diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan, dan dosis dimulai dari dosis
anjuran dinaikkan perlahan lahan secara bertahap dalam waktu 1 3 minggu,
sampai dicapai dosis optimal yang dapat mengendalikan gejala.2

Terapi Pengawasan
Setelah diperoleh dosisi optimal, dosis tersebut dipertahankan selama kurang
lebih 8 10 minggu sebelum masuk ke dalam tahap pemeliharaan.2

Terapi Pemeliharaan
Dalam tahap pemeliharaan ini, dosis dapat dipertimbangkan untuk mulai
diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis minimal yang masih dapat
dipertahankan tanpa menimbulkan kekambuhan. Biasanya berlangsung jangka
panjang tergantung perjalanan penyakit, sampai dapat beberapa bulan bahkan
beberapa tahun. Diperoleh konsensus bahwa bila kondisi akut pertama kali maka
terapi diberikan sampai 2 tahun, dan bila sudah berjalan kronis dengan beberapa kali
kekambuhan maka terapi diberikan sampai 5 tahun bahkan seumur hidup bila
dijumpai riwayat agresifitas berlebih, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.

Terapi psikososial
Terapi psikososial diterapkan secara individual sesuai dengan kebutuhan
spesifik dari masing masing orang. Intervensi psikososial juga harus berbasis bukti
dan dilaksanakan oleh petugas yang terlatih. Intervensi psikososial berbasis bukti
yang dianggap efektif untuk skizofrenia adalah:2
1.

Psikoedukasi
Bertujuan untuk meningkatkan pemahaman orang dengan skizofrenia dan
keluarga tentang perjalanan penyakit, pengenalan gejala, pengelolaan
gejala, pengobatan, peran pasien, dan keluarga dalam pengobatan. Selain itu
bertujuan untuk memperkenalkan hidup yang lebih realistik dan mampu
laksana.
2.

Intervensi keluarga
30

Melibatkan keluarga sangat dianjurkan. Hendaknya dimulai dengan


penilaian terhadap relasi dan fungsi keluarga. Telah dibuktikan bahwa
keluarga dengan tingkat emosi tinggi dapat meningkatkan kekambuhan dari
skizofrenia. Intervensi berupa edukasi keluarga, meningkatkan ketrampilan
koping dan penyelesaian masalah, komunikasi antar keluarga, reduksi stress
dan membangun dukungan.
3.

Terapi kognitif perilaku

Terbukti efektif untuk mengurangi penderitaan orang dengan skizofrenia


akibat gejala yang ada. Ditujukan untuk pengembangan pemahaman orang
mengenai gejala dan mengajak pasien untuk terlibat secara aktif untuk
mengelolanya. Perlu dilatih mengenai pengenalan gejala, faktor pencetus,
dan ketrampilan meredakan ketegangan.
4.

Rehabilitas

Meliputi terapi vokasional, pelatihan ketrampilan sosial dan remediasi


kognitif. Modalitas ini dikembangkan untuk mengembangkan ketrampilan
pasien dalam bersosialisasi, menjalin relasi interpersonal, integrasi ke
komunitas dan ketrampilan kerja.
X

Prognosis
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa lebih dari 5 samapi 10 tahun
setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skizofrenia, hanya
kira-kira 10 sampai 20 persen pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang baik.
Lebih dari 50 persen pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan
perawatan di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood
berat, dan usaha bunuh diri.1

Prognosis pasien ditentukan oleh beberapa faktor sebagai berikut:1


Prognosis Baik
1. Onset lama
2. Faktor pencetus jelas
3. Onset akut
4. Riwayat sosial, seksual, kerja yang baik
5. Gejala gangguan mood (terutama

Prognosis Buruk
1. Onset cepat
2.Tidak ada faktor pencetus
3. Onset perlahan-lahan namun
membahayakan
4.Riwayat sosial, seksual, kerja yang buruk
5.Pendiam, perilaku autistik
31

gangguan depresi)
6. Menikah
7. Riwayat keluarga dengan gangguan
mood
8. Sistem dukungan baik
9. Gejala positif

6.Sendiri, bercerai, atau janda


7.Riwayat keluarga dengan skizofrenia
8.Sistem dukungan buruk
9.Gejala negatif
Terdapat tanda dan gejala neuro
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Sering berulang
Ada riwayat pemerkosaan

32

DAFTAR PUSTAKA
.
1. Saddock JB, Saddock AC. Kaplan and Saddocks Synopsis of Psychiatry : Behavioral
Sciences, Clinical Psychiatry. Edisi ke-10 2007. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins. Pg 468-497.
2. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. 2001. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya. Pg 49-57.
3. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan Sadock Sinopsis Psikiatri : Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Edisi ke-7 Jilid 1. 2010. Tangerang: Binarupa
Aksara. Pg 699-744.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. 2011. Konsensus
Penatalaksanaan Gangguan Skizofrenia. Jakarta: PDSKJI.
5. Goldberg RJ. Practical Guide to The Care of The Psychiatric Patient 3 rd ed. 2007.
Philadelphia: Mosby Elsevier. Pg 210-252.
6. Freedman R. Schizophrenia. N Engl J Med 2003; 349 : 1738-49.
7. Maslim, Rusdi. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi ke-3.Jakarta; Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya. 2007.
33

34

Anda mungkin juga menyukai