Anda di halaman 1dari 23

Permasalahan Pokok Pendidikan Di Indonesia dan Penanggulangannya

Pembimbing: Dr. Nonoh Siti Aminah, M.Pd. Tujuan


Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dan guna mengembangkan kemampuan dibidang akademis mata kuliah Ilmu Kependidikan

Disusun Oleh FKIP Pend. Fisika 2013 Kelas A:

Azhar Umam
K2313012

Esty Agustiani
K2313020

Kurnia Fani Perdana


K2313036

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret


Surakarta 2013

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam kondisi apapun manusia tidak dapat menolak efek dari penerapan pendidikan. Jadi, pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang, dan pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia. Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya dan program yang termasuk di dalamnya. Diantaranya dapat dibedakan menjadi pendidikan formal, informal dan nonformal. Pendidikan formal adalah segala bentuk pendidikan atau pelatihan yang diberikan secara terorganisasi dan berjenjang, baik bersifat umum maupun bersifat khusus. Contohnya adalah pendidikan SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi negeri ataupun swasta. Pendidikan Informal dalah jenis pendidikan atau pelatihan yang terdapat di dalam keluarga atau masyarkat yang diselenggarakan tanpa ada organisasi tertentu (bukan organisasi). Pendidkan nonformal adalah segala bentuk pendidikan yan diberikan secara terorganisasi tetapi diluar wadah pendidikan formal. Pada makalah ini, akan dikaji hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan formal yang diselenggarakan di Indonesia. Pada dasarnya setiap kegiatan yang dilakukan akan menimbulkan dua macam dampak yang saling bertentangan. Kedua dampak itu adalah dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif adalah segala sesuatu yang merupakan harapan dari pelaksanaan kegiatan tersebut, dengan kata lain dapat disebut sebagai Tujuan. Sedangkan dampak negatif adalah segala sesuatu yang bukan merupakan harapan dalam pelaksanaan kegitan tersebut, sehingga dapat disebut sebagai hambatan atau masalah yang ditimbulkan. Jika peristiwa di atas dihubungkan dengan pendidikan, maka pelaksanaan pendidikan akan menimbulkan dampak negatif yang disebut sebagai masalah dan hambatan yang akan dihadapi. Hal ini akan lebih tepat bila disebut sebagai permasalahan Pendidikan. Istilah permasalahan pendidikan diterjemahkan dari bahasa inggris yaitu problem. Masalah adalah segala sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Sedangkan kata permasalahan berarti sesuatu yang dimasalahkan atau hal yang dimasalahkan. Jadi Permasalahan pendidikan adalah segala-sesuatu hal yang merupakan masalah dalam pelaksanaaan kegiatan pendidikan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Permasalahan Pendidikan Indonesia adalah segala macam bentuk masalah yang dihadapi oleh program-program pendidikan di negara Indonesia. Seperti yang diketahui dalam TAP MPR RI No. II/MPR/1993 dijelaskan bahwa program utama pengembangan pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Perluasan dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan 2. Peningkatan mutu pendidikan 3. Peningkatan relevansi pendidikan 4. Peningkatan Efisiensi dan efektifitas pendidikan 5. Pengembangan kebudayaan 6. Pembinaan generasi muda

B. Batasan Masalah
Karena sangat luasnya kajian tentang Permasalahan Pendidikan, maka penulis membatasi permasalahan sebagai berikut: 1. Masalah Pokok Pendidikan 2. Faktor Pendukung Masalah Pendidikan 3. Penanggulangan Masalah Pembelajaran

C. Tujuan
Adapun tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Memenuhi tugas yang diberikan pada mata kuliah Ilmu Kependidikan Univesitas Sebelas Maret 2. Sebagai bentuk perhatian Mahasiswa terhadap masalah pendidikan yang dihadapi oleh bangsa kita Indonesia. 3. Suatu usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. 4. Membantu dalam membahas dan menanggulangi masalah yang dihadapi di dalam dunia pendidikan.

D. Rumusan Masalah
Permasalahan pendidikan adalah suatu masalah yang sangat komplek. Apabila ditelaah lebih jauh, maka kita akan menemukan sekumpulan hal-hal rumit yang sangat susah untuk disiasati. Masalah yang dihadapi tersebut akan lebih susah jika saling berkait satu sama lain. Oleh sebab itu, di dalam makalah ini penulis akan memberikan gambaran penting mengenai kumpulan masalah-masalah yang akan di bahas dalam makalah ini. Berikut ini adalah bagan mengenai masalah-masalah yang akan dibahas.

Permasalah Pendidikan Permasalan Yang Dihadapi Faktor Pendukung Masalah

Pemerataan Pendidikan

IPTEK

Mutu dan Relevansi Mutu Pendidikan Pendidikan Efisiensi dan Efektifitas Pendidikan

Laju Pertumbuhan Penduduk

Permasalah Pembelajaran

Penaggunlangan Masalah Pembelajaran Bagan di atas merupakan gambaran mengenai masalah yang akan dibahas dalam makalah ini. Jika terdapat suatu hal yang berada diluar ruang lingkup permasalahan, maka masalah tersebut tidak akan dibahas di dalam makalah ini.

E. Manfaat Penulisan Makalah


Adapun manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah, diantaranya sebagai berikut: 1. Membangun kualitas pendidikan kearah yang lebih baik. 2. Menelaah masalah-masalah pendidikan yang dihadapi. 3. Memberikan inovasi baru dalam menghadapi masalah pendidikan. 4. Batu loncatan kepada pendidikan yang lebih baik. 5. Membangun cara belajar yang lebih efektif.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Masalah Pokok Pendidikan
Permasalahan pendidikan merupakan suatu kendala yang menghalangi tercapainya tujuan pendidikan. Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang merupakan permasalahan pendidikan di Indonesia. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Pemerataan Pendidikan 2. Mutu dan Relevansi Pendidikan 3. Efisiensi dan Efektifitas Pendidikan Berikut ini adalah penjelasan-penjelasan mengenai 3 poin permasalahan pendidikan di atas.

2.1.1 Pemerataan Pendidikan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pemerataan berasal dari kata dasar rata, yang berarti: 1) meliputi seluruh bagian, 2) tersebar kesegala penjuru, dan 3) sama-sama memperoleh jumlah yang sama. Sedangkan kata pemerataan berarti proses, cara, dan perbutan melakukan pemerataan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemerataan pendidikan adalah suatu proses, cara dan perbuatan melakukan pemerataan terhadap pelaksanaan pendidikan, sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan pelaksanaan pendidikan. Pelaksanaan pendidikan yang merata adalah pelaksanaan program pendidikan yang dapat

menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan. Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa disebut perluasan keempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang mempunyai kesempatan yang sama unutk memperoleh pendidikan. Kesempatan memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut jenis kelamin, status sosial, agama, amupun letak lokasi geografis. Dalam propernas tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN 1999-2004 mengenai kebijakan pembangunan pendidikan pada poin pertama menyebutkan: Mengupayakan perluasan dan pemeraatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya Manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peninggakatan anggaran pendidikan secara berarti. Dan pada salah satu tujuan pelaksanaan pendidikan Indonesia adalah untuk kesempatan mengikuti pendidikan bagi setiap warga negara. pemerataan

Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa Pemerataan Pendidikan merupakan tujuan pokok yang akan diwujudkan. Jika tujuan tersebut tidak dapat dipenuhi, maka pelaksanaan pendidikan belum dapat dikatakan berhasil. Hal inilah yang menyebabkan masalah pemerataan pendidikan sebagai suatu masalah yang paling rumit untuk ditanggulangi. Permasalahan Pemerataan dapat terjadi karena kurang tergorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah terpencil sekalipun. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah. Selain itu masalah pemerataan pendidikan juga terjadi karena kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk melakukan proses pendidikan, hal ini bisa saja terjadi jika kontrol pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak menjangkau daearh-daerah terpencil. Jadi hal ini akan mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Permasalahan pemerataan pendidikan dapat ditanggulangi dengan menyediakan fasilitas dan sarana belajar bagi setiap lapisan masyarakat yang wajib mendapatkan pendidikan. Pemberian sarana dan prasrana pendidikan yang dilakukan pemerintah sebaiknya dikerjakan setransparan mungkin, sehingga tidak ada oknum yang dapat mempermainkan program yang dijalankan ini. Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana pendidikan sistem dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan, sehingga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia untuk menunjang pembangunan. Masalah pemerataan pendidikan timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak dapat di tampunga di dalam sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang tersedia. Pada masa awalnya, di tanah air kita pemerataan pendidikan itu telah dinyatakan di dalam undang-undang no.4 Tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dan pengajaran disekolah. Pada bab ini XI, pasal 17 berbunyi: Tiap-tiap warga.negara Republik Indonesia rnempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah jika syarar-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu dipenuhi.selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib berajar Bab VI pasal l0 Ayat l, menyatakan: "semua anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang sudah berumur 8 tahun diwajibkan belajar di sekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya." Ayat 2 menyatakan: "Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar. Landasan yuridis pemerataan pendidikan tersebut penting sekali artinya, sebagai landasan pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan guna mengejar ketinggalan kita sebagai akibat penjajahan. Masalah pemerataan memperoleh pendidikan dipandang penting anak-anak usia sekolah memperoleh kesempatan berajar pada SD, maka mereka memilki bekal dasar berupa kemampuan membaca, menulis, dan berhitung sehingga mereka dapat mengikuti perkembangan kemajuan melalui berbagai media massa dan sumber berajar yang tersedia baik mereka itu nantinya berperan sebagai

produsen maupun konsumen. Dengan demikian mereka tidak terbelakang dan menjadi penghambat derap pembangunan. OIeh karena itu, dengan melihat tujuan yang terkandung di dalam upaya pemerataan pendidikan tersebut yaitu menyiapkan masyarakat untuk menyiapkan masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan" maka setelah pelaksanaan upaya pemerataan pendidikan terpenuhi, mulai diperhatikan juga upaya pemerataan mutu pendidikan. Hal ini akan dibicarakan pada butir tentang masalah mutu pendidikan. Khusus untuk pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang dan tiap tiap jenjang memiliki fungsinya masing-masing maupun kebijakan memperoleh kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan memperhitungkan factor-factor kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang selalu ditentukan proyeksinya secara terus menerus dengan seksama.

Pemecahan Masalah Pemerataan Pendidikan


Banyak macam pemecahan masalah yang telah dan sedang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pemerataan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, langkahlangkah ditempuh melalui cara konvensional dan cara inovatif.

Cara konvensional Antara lain:

a. Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan belajar. b. Menggunakan gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore)

Cara inovatif antara lain:

a. Sistem pamong (pendidikan oreh masyarakat, orang tua, dan guru) atau Inpacts system (Instructionar Management by parent, community and, teacher). sistem tersebut dirintis di solo dan didiseminasikan ke beberapa provinsi. b. SD kecil pada daerah terpencil. c. Sistem Guru Kunjung. d. SMP Terbuka (ISOSA _ In School Out off School Approach), e. Kejar Paket A dan B. f. Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas Terbuka.

2.1.2 Mutu dan Relevansi Pendidikan


Mutu sama halnya dengan memiliki kualitas dan bobot. Jadi pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat menghsilkan tenaga profesional sesuai dengan kebutuhan negara dan bangsa pada saat ini. Sedangkan relevan berarti bersangkut paut, kait mangait, dan berguna secara langsung. Sejalan dengan proses pemerataan pendidikan, peningkatan mutu untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan juga dilaksanakan. Peningkatan mutu ini diarahkan kepada peningkatan mutu masukan dan lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana, dan anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan. Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor terpenting yang mempengaruhi adalah mutu proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas. Hasil-hasil pendidikan juga belum didukung oleh sistem pengujian dan penilaian yang melembaga dan independen, sehingga mutu pendidikan tidak dapat dimonitor secara ojektif dan teratur.Uji banding antara mutu pendidikan suatu daerah dengan daerah lain belum dapat dilakukan sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga hasil-hasil penilaian pendidikan belum berfungsi unutk penyempurnaan proses dan hasil pendidikan. Selain itu, kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses belajar menjadi kaku dan tidak menarik. Pelaksanaan pendidikan seperti ini tidak mampu memupuk kreatifitas siswa unutk belajar secara efektif. Sistem yang berlaku pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif. Akibat dari pelaksanaan pendidikan tersebut adalah menjadi sekolah cenderung kurang fleksibel, dan tidak mudah berubah seiring dengan perubahan waktu dan masyarakat. Pada pendidikan tinggi, pelaksanaan kurikulum ditetapkan pada penentuan cakupan materi yang ditetapkan secara terpusat, sehingga perlu dilaksanakan perubahan kearah kurikulum yang berbasis kompetensi, dan lebih peka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan juga disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga pengajar. Penilaian dapat dilihat dari kualifikasi belajar yang dapat dicapai oleh guru dan dosen tersebut. Dibanding negara berkembang lainnya, maka kualitas tenaga pengajar pendidikan tinggi di Indonesia memiliki masalah yang sangat mendasar. Melihat permasalahan tersebut, maka dibutuhkanlah kerja sama antara lembaga pendidikan dengan berbagai organisasi masyarakat. Pelaksanaan kerja sama ini dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dilihat jika suatu lembaga tinggi melakukan kerja sama dengan lembaga penelitian atau industri, maka kualitas dan mutu dari peserta didik dapat ditingkatkan, khususnya dalam bidang akademik seperti tekonologi industri.

Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum mencapai taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil sebagaiprodusen tenaga terhadap calon luaran, dengan sistem sertifikasi. Selanjutnya jika luaran rersebut terjun ke lapangan kerja penilaian dilakukan oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan sistem tes unjuk kerja (performance test) Jadi mutu pendidikan pada akhirnya dilihat pada kualitas keluarannya. Jika tujuan pendidikan nasional dijadikan kriteria, maka pertanyaannya adalah: Apakah keluaran dari suatu sistem pendidikan menjadikan pribadi yang bertakwa, mandiri dan berkarya, anggota masyarakat yang social dan bertanggung jawab, warganegara yang cinta kepada tanah air dan memiliki rasa kesetiakawanan sosial. Meskipun disadari bahwa pada hakikatnya produk dengan ciri-ciri seperti itu tidak semata-rnata hasii dari sistem pendidikan sendiri. Tetapi jika terhadap produk seperti itu system pendidikan dianggap rnempunyai andil yang cukup, yang tetap menjadi persoalan ialah bahw& eara pengukuran mutu produk tersebut tidak mudah. Berhubung dengan sulitnya pengukuran terhadap produk tersebut maka jika orang berbicara tentang rnutu pendidikan, umumnya hanya mengasosiasikan dengan hasil belajar yang dikenal sebagai hasil EBTA' Ebtanas, atau trasil Sipenmaru, UMPTN (yang biasa disebut instructional effect), karena ini yang rnudah diukur. Hasil EBTA dan lain-lain tersebut itu dipandang sebagai gambaran tentang hasil pendidikan. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang bermutu. Jika terjadi belajar yang ridak optimal menghasilkan skor hasil ujian.yang baik maka hamper dapat dipastikan bahwa hasil belajar tersebut adalah semu' Ini berarti bahwa pokok permasalahan mutu pendidikan lebih terletak pada masalah pemrosesan pendidikan. Masalah mutu pendidikan juga mencakup masalah pemeraraan mutu, Di dalam Tap MPR RI 1988 tentang GBHN dinyarakan bahwa titik berat pembangunan pendidikan diletakkan pada peningkaran mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan, dan dalam rangka peningkatan mutu pendidikan khususnya untuk memacu penguasaan iimu pengetahuan dan teknologi perlu lebih disempurnakan dan ditingkatkan pengajaran ilmu pengetahuan alam dan matematika. (Bp-7 pusat. l9g9: 6g.) umumnya kondisi mutu pendidikan. di seluruh tanah air menunjukkan bahwa di daerah pedesaan utamanya di daerah terpencil lebih rendah daripada di daerah perkotaan.

Pemecahan Masalah Mutu Pendidikan

Pada dasarnya pemecahan masarah mutu pendidikarl bersasaran pada perbaikan kualitas komponen pendidikan (utamanya komponen rnasukan mentah untuk jenjang pendidikan menengah dan tinggi, dan komponen masukan instrumental) serta mobilitas komponen - komponen tersebut. Upaya pemecahan masalah mutu pendidikan daram garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat fisik dan perangkat lunak, personalia, dan manajemen sebagai berikut:

1. Seleksi yang lebih rasional terhadap masukan mentah, khususnya untuk SLTA dan PT. 2. Pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui studi lanjut, misalnya berupa pelatihan, penataran, seminar, kegiatan kegiatan kelompok studi seperti PKG dan lain-lain. 3. Penyempurnaan kurikurum, misalnya dengan memberi materi yang lebih esensial dan mengandung ,muatan lokal, metode yang menantang dan mengairahkan berajar, dan melaksanakan evaluasi yang beracuan, PAP. 4. Pengembangan prasarana yang menciptakan lingkungan yang tentram untuk belajar. 5. Penyempumaan sarana berajar seperti buku paket, media pembelajaran dan peralatan laboratorium. 6. Peningkatan administrasi manajemen khususnya yang mengenai anggaran. 7. Kegiatan pengendalian mutu yang berupa kegiatan kegiatan : a. Laporan penyelenggaraan pendidikan oleh semua lembaga pendidikan. b. Supervisi dan Monitoring pendidikan dan penilik dan pengawas. c. Sistem ujian nasional / Negara seperti Ebtanas, Sipenmaru / UMPTN. d. Akreditasi terhadap lembaga pendidikan untuk menetapkan status suatu lembaga.

Masalah relevansi pendidikan mencakup sejauh mana system pendidikan dapat menghasilkan iuran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan, yaitu masalah-masalah yang digambarkan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Luaran pendidikan diharapkan dapat mengisih semua sector pembangunan yang beraneka ragam seperti sector produksi, sector jasa, dan lain-lain.

Sebenarnya kriteria relevansi seperti dinyatakan tersebut cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi system pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang ada antara lain sebagai berikut Status lembaga pendidikan sendiri masih bermacam macam kualitasnya Sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan iuran siap pakai. Yang ada ialah sikap kembang Peta kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratan yang dapat digunakan sebagai pedoman oleh lembaga lembaga pendidikan untuk menyusun programnya tidak tersedia. Rendahnya mutu dan relevansi pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya;

1. Proses pembelajaran yang belum mampu menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas proses pelaksanaan pendidikan baik serta nyaman untuk pelajar. 2. Sarana dan prasarana dalam pendidikan 3. Anggaran - anggaran yang digunakan untuk menjalankan pendidikan tersebut.

10

4. Belum didukungnya Hasil-hasil pendidikan oleh sistem pengujian dan penilaian yang melembaga dan independen sehingga mutu pendidikan tidak dapat dimonitor secara ojektif dan teratur. 5. Kurikulum sekolah yang terstruktur dan sarat dengan beban menjadikan proses belajar menjadi kaku dan tidak menarik. 6. Sistem yang berlaku pada saat sekarang ini juga tidak mampu membawa guru dan dosen untuk melakukan pembelajaran serta pengelolaan belajar menjadi lebih inovatif. 7. Tenaga pengajar yang kurang handal, bila dibandingkan dengan tenaga pengajar negara lain 2.1.3 Efisiensi dan Efektifitas Pendidikan
Sesuai dengan pokok permasalahan pendidikan yang ada selain sasaran pemerataan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan, maka ada satu masalah lain yang dinggap penting dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu efisiensi dan efektifitas pendidikan. Permasalahan efisiensi pendidikan dipandang dari segi internal pendidikan. Maksud efisiensi adalah apabila sasaran dalam bidang pendidikan dapat dicapai secara efisien atau berdaya guna. Artinya pendidikan akan dapat memberikan hasil yang baik dengan tidak menghamburkan sumberdaya yang ada, seperti uang, waktu, tenaga dan sebagainya. Pelaksanaan proses pendidikan yang efisien adalah apabila pendayagunaan sumber daya seperti waktu, tenaga dan biaya tepat sasaran, dengan lulusan dan produktifitas pendidikan yang optimal. Pada saat sekarng ini, pelaksanaan pendidikan di Indonesia jauh dari efisien, dimana pemanfaatan segala sumberdaya yang ada tidak menghasilkan lulusan yang diharapkan. Banyaknya pengangguran di Indonesia lebih dikarenakan oleh kualitas pendidikan yang telah mereka peroleh. Pendidikan yang mereka peroleh tidak menjamin mereka untuk mendapat pekerjaan sesuai dengan jenjang pendidikan yang mereka jalani. Masaah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu system pendidikan

mendayagunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan. Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisiennya tinggi. Jika terjadi yang sebaliknya, efisiensi tensinya berartl rendah. Beberapa masalah efisiensi pendidikan yang penting ialah :

Bagaimana tenaga kependidikan difungsikan.


Bagaimana sarana dan prasarana kependidikan difungsikan. Bagaimana pendidikan diselenggarakan. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga.

11

Masalah ini meliputi pengangkatan, penempatan, dan pengembangan tenaga. Masalah pengangkatan terletak pada kesenjangan antara stok tenaga yang tersedia dengan jatah pengangkatan yang sangat terbatas. Masalah penempatan guru, khususnya guru bidang penempatan studi, sering mengalami kepincangan, tidak disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Masalah pengembangan tenaga kependidikan di lapangan biasanya terlambat, khususnya pada saat menyongsong hadirnya kurikulum baru. setiap pembaruan kurikulum menuntut adanya penyesuaian dari para pelaksana di lapangan.

Masalah Efisiensi dalam penggunaan Prasarana dan Sarana

Penggunaan prasarana dan sarana pendidikan yang tidak efisien bisa terjadi antara lain sebagai akibat kurang matangnya perencanaan dan sering juga karena perubahan kurikulum. Pendidikan yang efektif adalah pelaksanaan pendidikan dimana hasil yang dicapai sesuai dengan rencana / program yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika rencana belajar yang telah dibuat oleh dosen dan guru tidak terlaksana dengan sempurna, maka pelaksanaan pendidikan tersebut tidak efektif. Tujuan dari pelaksanaan pendidikan adalah untuk mengembangkan kualitas SDM sedini mungkin, terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya. Dari tujuan tersebut, pelaksanaan pendidikan Indonesia menuntut untuk menghasilkan peserta didik yang memeiliki kualitas SDM yang mantap. Ketidakefektifan pelaksanaan pendidikan tidak akan mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Melainkan akan menghasilkan lulusan yang tidak diharapkan. Keadaan ini akan menghasilkan masalah lain seperti pengangguran. Penanggulangan masalah pendidikan ini dapat dilakukan dengan peningkatan kulitas tenaga pengajar. Jika kualitas tenaga pengajar baik, bukan tidak mungkin akan meghasilkan lulusan atau produk pendidikan yang siap untuk mengahdapi dunia kerja. Selain itu, pemantauan penggunaan dana pendidikan dapat mendukung pelaksanaan pendidikan yang efektif dan efisien. Kelebihan dana dalam pendidikan lebih mengakibatkan tindak kriminal korupsi dikalangan pejabat pendidikan. Pelaksanaan pendidikan yang lebih terorganisir dengan baik juga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pendidikan. Pelaksanaan kegiatan pendidikan seperti ini akan lebih bermanfaat dalam usaha penghematan waktu dan tenaga. Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut masing masing dikatakan teratasi jika pendidikan :

Dapat rnenyediakan kesempatan pemerataan belajar, artinya: Semua warga negara yang butuh pendidikan dapat ditampung dalam suatu satuan pendidikan.
Dapat rnencapai hasil yang bermutu, artinya: Perencanaan, pemrosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.

12

Dapat terlaksana secara efisien, artinya: Pemrosesan pendidikan sesuai dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan. Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya: Hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.

2.2 Faktor Pendukung Masalah Pendidikan


Masalah pokok pendidikan akan terjadi di dalam dalam bidang pendidikan itu sendiri. Jika di analisis lebih jauh, maka sesungguhnya permasalahan pendidikan berkaitan dengan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya masalah itu. Adapun faktor-faktor yang dapat menimbulkan permasalahan pokok pendidikan tersebut adalah sebagai berikut. 1. IPTEK 2. Laju Pertumbuhan Penduduk 3. Permasalah Pembelajaran 4. Aspirasi Masyarakat 5. Keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan 6. Problem dana 7. Belum adanya system manajemen yang mantap 8. Munculnya konsep-konsep baru

2.2.1 IPTEK
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada saat ini berdampak pada pendidikan di Indonesia. Ketidaksiapan bangsa menerima perubahan zaman membawa perubahan tehadap mental dan keadaan negara ini. Bekembangnya ilmu pengetahuan telah membentuk teknologi baru dalam segala bidang, baik bidang social, ekonomi, hokum, pertanian dan lain sebagainya. Sebagai negara berkembang Indonesia dihadapkan kepada tantangan dunia global. Dimana segala sesuatu dapat saja berjalan dengan bebas. Keadaan seperti ini akan sangat mempengaruhi keadaan pendidikan di Indonesia. Penemuan teknologi baru di dalam dunia pendidikan, menuntut Indonesia melakukan reformasi dalam bidang pendidikan. Pelaksanaan reformasi tidaklah mudah, hal ini sangat menuntut kesiapan SDM Indonesia untuk menjalankannya.

2.2.2 Laju Pertumbuhan Penduduk


Laju pertumbuhan yang sangat pesat akan berpengaruh tehadap masalah pemerataan serta mutu dan relevansi pendidikan. Pertumbuhan penduduk ini akan berdampak pada jumlah peserta didik. Semakin besar jumlah pertumbuhan penduduk, maka semakin banyak dibutuhkan sekolah-sekolah

13

unutk menampungnya. Jika daya tampung suatu sekolah tidak memadai, maka akan banyak peserta didik yang terlantar atau tidak bersekolah. Hal ini akan menimbulkan masalah pemerataan pendidikan. Tetapi apabila jumlah dan daya tampung suatu sekolah dipaksakan, maka akan terjadi ketidakseimbangan antara tenaga pengajar dengan peserta didik. Jika keadaan ini dipertahankan, maka mutu dan relevansi pebdidikan tidak akan dapat dicapai dengan baik. Sebagai negara yang berbentuk kepulauan, Indonesia dihadapkan kepada masalah penyebaran penduduk yang tidak merata. Tidak heran jika perencanaan, sarana dan prasarana pendidikan di suatu daerah terpencil tidak terkoordinir dengan baik. Hal ini diakibatkan karena lemahnya kontrol pemerintah pusat terhadap daerah tersebut. Keadaan seperti ini adalah masalah lainnya dalam bidang pendidikan. Keterkaitan antar masalah ini akan berdampak kepada keadaan pendidikan Indonesia.

2.2.3 Permasalahan Pembelajaran


Pelaksanaan kegiatan belajar adalah sesuatu yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dalam kegiatan belajar formal ada dua subjek yang berinteraksi, Yaitu pengajar/pendidik (guru/dosen) dan peserta didik ( murid/siswa, dan mahasiswa). Pada saat sekarang ini, kegiatan pembelajaran yang dilakukan cenderung pasif, dimana seorang pendidik selalu menempatkan dirinya sebagai orang yang serba tahu. Hal ini akan menimbulkan kejengahan terhadap peserta didik. Sehingga pembelajaran yang dilakukan menjadi tidak menarik dan cenderung membosankan. Kegiatan belajar yang terpusat seperti ini merupakan masalah yang serius dalam dunia pendidikan. Guru / dosen yang berpandangan kuno selalu menganggap bahwa tugasnya hanyalah menyampaikan materi, sedangakan tugas siswa/mahasiswa adalah mengerti dengan apa yang disampaikannya. Bila peserta didik tidak mengerti, maka itu adalah urusan mereka. Tindakan seperti ini merupakan suatu paradigma kuno yang tidak perlu dipertahankan. Dalam hal penilaian, Pendidik menempatkan dirinya sebagai penguasa nilai. Pendidik bisa saja menjatuhkan, menaikan, mengurangi dan mempermainkan nilai perolehan murni seorang peserta didik. Pada satu kasus di pendidikan tinggi, dimana seorang dosen dapat saja memberikan nilai yang diinginkannya kepada mahasiswa tertentu, tanpa mengindahkan kemampuan atau skill yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut. Proses penilaian seperti sungguh sangat tidak relevan.

2.2.4 Aspirasi Masyarakat

14

Dalam dua dasa warsa terakhir ini. aspirasl masyasyarakat dalam banyak hal meningkat khususnya aspirasi terhadap pendidikan hidup yang sehat aspirasi terhadap pekerjaan, kesemuanya ini mempengaruhi peningkatan aspirasi terhadap pendidikan. Orang mulai melihat bahwa untuk dapat hidup yang lebih layak dan sehat haruss ada pekerjaan tetap yang menopang, dan pendidikan memberi jaminan untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan menetap itu. Pendidikan dianggap memberikan jaminan bagi peningkatan taraf hidup dan pendakian ditangga sosial. Sebagai akibat dari meningkatnya aspirasi terhadap pendidikan maka orang tua mendorong anaknya untuk bersekolah, agar nantinya anak-anaknya memperoleh pekerjaan yang lebih baik daripada orang tuanya sendiri. Dorongan yang kuat ini juga terdapat pada anak-anak sendiri. Beberapa hal yang tidak dikehendaki antara lain ialah seleksi penerimaan siswa pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan menjadi kurang objektif, jumlah murid dan siswa perkelas melebihi yang semestinya, jumlah kelas setiap sekolah membengkak, diada kannya kesempatan belajar bergilir pagi dan sore dengan pengurangan .jam belajar, kekurangan -sarana belajar, kekurangan guru, dan seterusnya. Dampak langsung dan tidak langsung dari kondisi .sebagai, mana digambarkianitu ialah terjadinya penurunan kaidar efektifitas dengan kata lain, massalisasi pendidikan menghambat upaya pemecahan masalah mutu pendidikan. Massalisasi pendidikan ibarat perusahaan konveksi pakaian yang hanya melayani tiga macam ukuran (large, medium, dan, small). Kebutuhan individual yang khusus tidak terlayani.

2.2.5 Keterbelakangan Budaya dan Sarana Kehidupan


Keterbelakangan budaya adalah suatu istilah yang diberikan oleh

sekelompok masyarakat (yang menganggap dirinya sudah maju) kepada masyarakat lain pendukung suatu budaya. Bagi rnasyarakat pendukung budaya, kebudayaannya pasti dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dan baik. Terlepas dan kenyataan apakah kebudayaannya tersebut tradisional atau sudah ketinggalan zaman. Karena itu penilaian dari masyarakat luar itu dianggap subjektif maupun dari dalam lingkungan rnasyarakat-sendiri. Kebudayaan baru itu baik yang bersifat material seperti peralatan-peralatan pertanian, rumah tangga, transportasi, telekomunikasi, dan yang bersifat nonmaterial seperti paham atau konsep baru tentang keluarga berencana, budaya menabung, penghargaan terhadap waktu dan lain-iain. Keterbelakangan budaya terjadi karena : Letak geografis tempat tinggal suatu masyarakat (missal terpencil). Penolakan masyarakat terhadap datangnya unsure budaya baru karena tidak dipahami atau karena dikhawatirkan akan merusak sendi masyarakat. Ketidak mampuan masyarakat secara ekonomis menyangkut unsure kebudayaan tersebut.

Sehubungan dengan factor penyebab terjadinya keterbelakangan budaya umumnya dialami oleh : Masyarakat daerah terpencil.

15

Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis Masyarakat yang kurang terdidik

2.2.6 Problem dana


Masalah pendanaan dalam suatu program kerja misalnya pendidikan merupakan masalah klasik yang selalu menjadi masalah utama. Tanpa dana yang memadai mustahil proram tersebut dapat terlaksana, kecuali ada langkah-langkah konkret dan terprogram guna menyelesaikan masalah dana tersebut. Dalam pelaksanaan pendidikan tidak lepas dari masalah kekurangan dana pula, dan keadaan dapat semakin parah apabila pengambil kebijakan tidak atau kurang menempatkan posisi pendidikan bukan sebagai prioritas. Padahal pendidikan dianggap sebagai kunci keberhasilan pembangunan karena menyangkut SDM namun dalam praktek masih memprioritaskan aspek pembangunan yang lain. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah dana ini yaitu harus bisa mengelola dana yang terbatas dengan mengadakan efesiensi dan perencanaan yang baik. Misalnya, pengembangan pendidikan yang dilaksanakan dalam ruang tertentu menjadi pendidikan yang sifatnya terbuka sehingga dapat menambah daya tampung peserta didik tanpa harus menambah gedung.

2.2.7 Belum adanya sistem manajemen yang mantap


Faktor manajemen merupakan faktor yang dapat menyebabkan kurang optimalnya keberhasilan suatu organisasi atau lembaga, termasuk pendidikan. Manajemen pendidikan di Indonesia tergolong manajemen yang masih kurang mantap karena masih sering terjadi perubahan struktur organisasi pendidikan, kurang koordinasi lembaga-lembaga pendidikan, arah pendidikan yang kurang jelas, perubahan kurikulum yang tidak jelas landasannnya dan beberapa masalah lain yang berkaitan dengan manajemen pendidikan.

2.2.8 Munculnya konsep-konsep baru


Dalam pengembangannya pendidikan harus bisa bersifat fleksibel guna mewujudkan pendidikan yang lebih baik lagi. Fleksibel maksudnya harus bisa menerima konsep-konsep baru untuk dijadikan acuan dalam berfikir dan berbuat dalam pendidikan. Konsep baru tentang demokrasi, HAM, otonomi, keragamn budaya, masyarakat madani, tuntutan global,dll, merupakan beberapa konsep baru yang dulunya belum mendapat perhatian namun sekarang harus di gunakan untuk acuan pendidikan. Karena pendidikan merupakan sarana untuk pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan masyarakat

2.3

Penanggulangan Masalah Pembelajaran

16

Penanggulangan masalah pembelajaran ini lebih diarahkan kepada pokok permasalahan pendidikan di atas.

2.3.1 Gaya Belajar


Untuk menanggulangi masalah pembelajaran ini, diperlukan pelaksanaan kegiatan belajar baru yang lebih menarik. Gaya belajar dapat dilakukan dalam 3 bentuk, dan dilaksanakan pada saat yang bersamaan. Yaitu belajar secara Somatis, Auditori dan Visual. a. Somatis Somatic bersal dari bahasa Yunani, yang berarti tubuh. Jadi belajar somatis dapat disebut sebagai balajar dengan menggunakan indra peraba, kinestetis, praktis, dan melibatkan fisik serta menggunakan dan menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Dalam pelaksanaan kegiatan belajar pada saat ini otak merupkan organ tubuh yang paling dominan. Pembelajaran yang dilakukan seperti merupakan kegiatan yang sangat keliru. Anak-anak yang bersifat somatis tidak akan mampu untuk duduk tenang. Mereka harus menggerakkan tubuh mereka untuk membuat otak dan pikiran mereka tetap hidup. Anak-anak seperti ini disebut sebagai Hiperaktif. Pada sejumlah anak, sifat hiperaktif itu normal dan sehat. Namun yang dijumpai pada anak-anak hiperaktif adalah penderitaan, dimana sekolah mereka tidak mampu dan tidak tahu cara memperlakukan mereka. Aktivitas anak-anak yang hiperaktif cenderung dianggap mengganggu, tidak mampu belajar dan mengancam ketertiban proses pembelajaran. Dalam satu penelitian disebutkan bahwa jika tubuhmu tidak bergerak, maka otakmu tidak beranjak. Jadi menghalangi gaya belajar anak somatis dengan menggunakan tubuh sama halnya dengan menghalangi fungsi pikiran sepenuhnya. Mungkin dalam beberapa kasus, sistem pendidikan dapat membuat cacat belajar anak, dan bukan menggangu jalannya pembelajaran. b. Auditori Pikiran auditori lebih kuat dari yang kita sadari. Telinga terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori, dan bahkan tanpa kita sadari. Begitu juga ketika kita berbicara, area penting dalam otak kita akan menjadi aktif. Semua pembelajaran yang memiliki kecenderungan auditori, belajar dengan menggunakan suara dari dialog, membaca dan menceritakan kepada orang lain. Pada saat sekarang ini, budaya auditori lambat laun mulai menghilang. Seperti adanya peringatan jangan berisik di perpustakaan telah menekan proses belajar secara auditori. c. Visual Ketajaman visual merupakan hal yang sangat menonjol bagi sebagian peserta didik. Alasaannya adalah bahwa dalam otak seseorang lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indra yang lain. Setiap orang yang cenderung menggunakan gaya belajar visual akan lebih mudah belajar jika mereka melihat apa yang dibicarakan olah guru atau dosen. Peserta didik yang belajar secara

17

visual akan menjadi lebih baik jiak dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan gambaran mengenai suatu konsep pembahasan. Peserta didik yang belajar secara visual ini, akan lebih baik jika mereka menciptakan peta gagasan, diagram, ikon dan gambar lainnya dengan kreasi mereka sendiri.

2.3.2 Gaya Mengajar


Pelaksanaan pembelajaran sangat ditunjang oleh keahlian pendidik dalam mengatur suasana kelasnya. Seringkali dalam proses penyampaian materi, pendidik langsung mengajar apa adanya. Ada pendidik yang tidak mau memikirkan cara menyampaikan materi pelajaran yang akan dibahasnya. Menyampaikan materi bukan hanya sekedar berbicara di depan kelas saja, tetapi suatu cara dan kemampuan untuk membawakan materi pelajaran menjadi suatu bentuk presentasi yang menarik, menyenangkan, mudah dipahami dan diingat oleh peserta didik. Dalam hal ini, komunikasi menjadi lebih penting. Dengan komunikasi seseorang bisa mengerti dengan apa yang dibicarakan. Komunikasi yang efektif tidak berarti pasti dan harus dapat menjangkau 100%. Komunikasi yang efektif berarti mengerti dengan tanggung jawab dalam proses menyampaikan pemikiran, penjelasan, ide, pandangan dan informasi. Dalam komunikasi pembelajaran, sering dijumpai permasalahan, yaitu masalah mengerti dan tidak mengerti. Jika peserta didik tidak mengerti dengan apa yang disampaikan pendidik, maka tanggung jawab seorang pendidiklah untuk membuat mereka menjadi lebih mengerti. Jika dulu pendidik dipandang sebagai sumber informasi utama, maka pada saat sekarang ini pandangan seperti itu perlu disingkirkan. Sumber-sumber informasi pada abad ini telah menimbulkan kelebihan informasi bagi setiap manusia di muka bumi ini. Informasi yang tersedia jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan. Hal inilah yang menyebabkan peninjauan kembali terhadap gaya belajar masa kini. Oleh karena itu peran utama seorang pendidik perlu diperbaharui. Peran pendidik seharusnya adalah sebagai fasilitator dan katalisator. Peran guru sebagai fasilitator adalah menfasilitasi proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Dalam hal ini, peserta didik harus berperan aktif dan bertanggung jawab terhadap hasil pembelajaran. Karena sebagai fasilitator, maka posisi peserta didik dan pendidik adalah sama. Sedangkan peran pendidik sebagai katalisator adalah dimana pendidik membantu anak-anak didik dalam menemukan kekuatan, talenta dan kelebihan mereka. Pendidik bergerak sebagai pembimbing yang membantu, mangarahkan dan mengembangkan aspek kepribadian, karakter emosi, serta aspek intelektual peserta didik. Pendidik sebagai katalisator juga berarti mampu menumbuhkan dan mengembangkan rasa cinta terhadap proses pembelajaran, sehingga tujuan pembelajran yang diinginkan dapat terjadi secara optimal. Gaya mengajar seperti ini akan lebih bermanfaat dalam proses peningkatan mutu, kualitas, efektifitas dan efisiensi pendidikan.

18

2.4 Masalah Praktis Pendidikan Di Indonesia dan Solusinya


2.4.1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik.
Banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

2.4.2. Rendahnya Kualitas Guru.


Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

2.4.3. Rendahnya Kesejahteraan Guru.


Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang minimum terang saja banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya. Sehingga ini dapat menyebabkan ketidak fokusan guru dalam mendidik siswanya.

2.4.4. Rendahnya Prestasi Siswa


Dalam masalah prestasi, memang tidak bisa dipungkiri bahwa anak-anak di Indonesia jauh ketinggalan dengan anak-anak di negara lain. Namun jangan begitu saja meremehkan anak bangsa. Sebenarnya anak-anak Indonesia mempunyai potensi besar. Hal ini terbukti dengan adanya beberapa anak bangsa yang meraih prestasi gemilang. Namun, msaih banyaknya keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak teroptimalkan.

2.4.5. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan


Masalah pemerataan pendidikan memang menjadi masalah yang klasik sampai saat ini. Memang pemerintah sudah melakukan beberapa upaya untuk mengatasi masalah ini. Namun, tetap saja masalah ini menjadi masalah yang terus bergulir sampai saat ini.

2.4.6. Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan


Masalah relevansi adalah masalah kesesuaian antara hasil pendidikan dengan tuntutan lapangan kerja, kesesuaian antara sistem pendidikan dan pembangunan nasional, serta antara kepentingan peseorangan, keluarga dan masyarakat baik dalam jangka pendek atau panjang. Banyaknya anak

19

putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja menyebabkan semakin meningkatnya angka pengangguran di Indonesia.

2.4.7. Mahalnya Biaya Pendidikan


Memang pemerintah telah mencanangkan sekolah gratis bagi siswa SD dan SMP. Namun, dengan dana yang minimalis untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas nampaknya sangat jauh untuk ketercapaianya. Apalagi kita tahu bahwa pengelolaan pendidikan di Indonesia masih jauh dari ke efisienan.

Solusi Mengatasi Pendidikan di Indonesia


Pertama, solusi sistemik yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti kita ketahui bahwa maslah pendidikan di Indonesia sangat di pengaruhi oleh keadaan ekonomi masyarakatnya. Dengan solusi sistemik ini diharapkan pendidikan di Indonesia dapat merata. Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Beberapa upaya yang perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah - masalah actual antara lain sebagai berikut :

1) Pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara terprogram tidak cukupberlangsung hanya secara insidental. 2) Pelaksanaan ko dan ekstrakurikuier dikerjakan dengan penuh kesungguhan dan hasilnya diperhitungkan dalam menetapkan nilai akhir ataupun pelulusan. 3) Pemilihan siswa atas kelompok yang akan melanjutkan belajar ke perguruan tinggi dengan yang akan terjun kemasyarakat merupakan hal yang prinsip karena pada dasarnya tidak semua siswa secara potensial mampu belajar di pergutuan tinggi. 4) Pendidikan tenaga kependidikan perlu diberi perhatian khusus. 5) Untuk pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun apalagi jika dikaitkan dengan gerakan wajib belajar, perlu diadakan penilitian secara meluas pada masyarakat untuk menemukan faktor penunjang dan utamanya factor penghambatnya.

20

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Dalam usaha pemerataan pendidikan, diperlukan pengawasan yang serius oleh pemerintah. Pengawasan tidak hanya dalam bidang anggaran pendidikan, tetapi juga dalam bidang mutu, sarana dan prasarana pendidikan. Selain itu, perluasan kesempatan belajar pada jenjang pendidikan tinggi merupakan kebijaksanaan yang penting dalam usaha pemerataan pendidikan. 2. Pendidikan (dengan Bidang terkait) dalam usaha pengendalian laju pertumbuhan penduduk sangat diperlukan. Pelaksaaan program ini dapat ditingkatkan dengan mengakampanyekan program KB dengan sebaik-baiknya hingga pelosok negeri ini. 3. Pelaksanaan program belajar dan mengajar dengan inovasi baru perlu diterapkan. Hal ini dilakukan karena cara dan sistem pengajaran lama tidak dapat diterapkan lagi. 4. Sistem pendidikan Indonesia dapat berjalan dengan lancar jika kerja sama antara unsur-unsur pendidikan berlangsung secara harmonis. Pengawasan yang dilakukan pemerintah dan pihakpihak pendidikan terhadap masalah anggaran pendidikan akan dapat menekan jumlah korupsi dana di dalam dunia pendidikan. 5. Peningkatan mutu pendidikan akan dapat terlaksana jika kemampuan dan profesionalisme pendidik dapat ditingkatkan.

3.2 Saran
Adapun saran-saran dalam makalah permasalahan pendidikan ini adalah sebagai berikut.

21

1.

Perlu dilakukan perubahan yang lebih mengarah pada kurikulum berbasis kompetensi, serta lebih adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan Dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat pada saat ini.

2.

Perlunya ditingkatkan kualitas pendidik dalam usaha Peningkatan mutu pendidikan. Hal ini dapat dilakukan dengan meggunakan metoda baru dalam pelaksanaan pembelajaran.

Daftar Pustaka
http://ebekunt.wordpress.com/2009/04/14/masalah-efisiensi-efektivitas-dan-relevansipendidikan-dalam-perspektif-manajemen-pendidikan/ http://meilanikasim.wordpress.com/2009/03/08/makalah-masalah-pendidikan-di-indonesia/ http://smeru.or.id/newslet/2005/news16.pdf http://www.anakciremai.com/2010/05/makalah-inovasi-pendidikan.html http://www.docstoc.com/docs/28836548/Makalah-%E2%80%9CMasalah-Pendidikan-DiIndonesia%E2%80%9D http://gioakram13.blogspot.com/2013/05/permasalahan-pokok-pendidikan-dan.html

22

23

Anda mungkin juga menyukai