Anda di halaman 1dari 24

BAB I STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. W

Tempat/Tanggal Lahir : 31 Desember 1962 Umur Pekerjaan Alamat Jenis Kelamin Suku Bangsa Agama Pendidikan Status No. CM Tanggal Masuk : 50 tahun : Swasta : Karangklesem, Purwokerto Selatan : Laki-laki : Jawa : Islam : SD : Kawin anak 4 : 250074 : 30 September 2013

B. ANAMNESIS Autoanamnesis oleh pasien pada tanggal 30 September 2013, pukul 13.00 Keluhan Utama : Sesak napas

Keluhan Tambahan : Dada terasa sakit disertai batuk C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien datang ke IGD RSWK dengan keluhan napas terasa sesak sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan tiba tiba dan dada dirasakan sakit. Sakit pada dada tidak dirasakan menjalar kebagian tubuh lain. Keluhan seperti ini belum pernah dirasakan sebelumnya. Pasien juga batuk berdahak sejak 2 bulan yang lalu. Dahaknya berwarna putih, jumlahnya cukup banyak, dan tidak pernah mengandung darah. Awalnya pasien batuk hanya di pagi hari yang dianggapnya karena ia merokok, akan tetapi batuk semakin lama semakin sering, terutama jika ia merokok dan berkurang jika pasien minum obat batuk. Batuk pasien tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin. Pasien juga tidak mengalami demam, keringat malam, nafsu makan menurun ataupun penurunan berat badan.
3

Pasien mengaku merokok sebanyak dua setengah bungkus sehari sejak ia berusia 7 tahun. Pasien mengaku tidur dengan satu bantal, dan tidak pernah tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak. D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Riwayat Penyakit paru Riwayat Darah Tinggi Riwayat Penyakit Jantung Riwayat Diabetes Mellitus Riwayat Asma Riwayat Alergi Obat : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA Pada keluarga tidak di dapatkan keluhan yang sama seperti pasien. Riwayat Penyakit paru Riwayat Darah Tinggi Riwayat Penyakit Jantung Riwayat Diabetes Mellitus Riwayat Asma Riwayat Alergi Obat : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal : Disangkal

F. PEMERIKSAAN FISIK Status Generalisata pada tanggal 30 September 2013 pukul 13.00 WIB 1. Keadaan Umum Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran Tanda Vital : Compos Mentis :- Tekanan Darah - Nadi : 140/100 mmHg : 100x/menit, regular, isi dan tegangan cukup - Pernapasan - Suhu : 26x/menit : 36,5 0C
4

2.

Kepala Bentuk Kepala : Simetris, rambut hitam, dan tidak mudah dicabut. Mata Hidung : Mata tidak cekung, pupil bulat isokor (+/+), refleks cahaya langsung (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-). : Simetris, tidak ada deviasi septum, tidak ada deformitas, tidak ada tanda-tanda peradangan, tidak ada sekret, tidak ada napas cuping hidung. Telinga : Telinga kanan dan kiri simetris, bentuk normal, ukuran normal, tidak ada tanda-tanda peradangan, tidak ada sekret, tidak ada benjolan, dan tidak ada nyeri tekan. Mulut : Bibir lembab, tidak sianosis, lidah tidak kotor, mukosa mulut basah, tidak ada perdarahan gusi, pallatum mole tidak ikterik.

3.

Leher Inspeksi Palpasi : Tidak terlihat benjolan atau massa : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, tekanan vena jugular tidak meningkat.

4. 5.

Aksilla Thoraks

: Kelenjar getah bening aksilla tidak teraba membesar.

Inspeksi Umum : Kulit tidak ikterik dan tidak ada jejas. Paru Inspeksi : Bentuk dada normal, simetris, tidak tampak jejas, tidak tampak massa, tidak tampak retraksi, pergerakan napas tidak ada yang tertinggal. Palpasi : Tidak teraba massa, vokal fremitus kanan = kiri, dan tidak ada nyeri tekan. Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Iktus kordis tidak tampak : Iktus kordis tidak teraba : Batas atas : ICS III linea sternalis sinistra
5

: Sonor pada seluruh lapang paru. : Suara napas dasar vesikular melemah, Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-).

Batas kiri Batas kanan atas Auskultasi 6. Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi

: ICS V linea midclavikularis sinistra : ICS III linea sternalis dextra

: BJI-II regular, murmur (-), gallop (-).

: Cembung, tidak ada jejas, tidak ada spider naevi, ikterik (-). : Bising usus (+) normal : Perut supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-), ginjal tidak teraba.

Perkusi 7. Ekstremitas Superior Dextra Sinistra Inferior Dextra Sinistra

: Timpani seluruh lapang abdomen.

: edema (-), sianosis (-), eritema palmaris (-) : edema (-), sianosis (-), eritema palmaris (-)

: edema pretibial dan dorsum pedis (-), sianosis (-) : edema pretibial dan dorsum pedis (-), sianosis (-)

G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Tanggal 30 2013 o Hematologi Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit o Kimia Klinik Glukosa sewaktu Protein total Albumin Globulin SGOT SGPT : 122 mg/dl : 7,7 gr/dl : 4,1 gr/dl : 3,6 gr/dl : 37 UI/L : 37 UI/L Normal <37 UI/L Normal <41 UI/L
6

: 15,8 g/dl : 15300/L : 48,9 %

Normal : 14-18 g/dl Normal : 4800-10800/L Normal : 40-54 %

: 301.000/L Normal : 150.000-400.000/L Normal 200 mg/dl

Kolesterol Total Trigliserid Ureum Kreatinin

: 237 : 282 : 16 mg/dl : 0,74 mg/dl Normal : 10-50 mg/dl Normal : 0,9-1,3 mg/dl

H. Foto Rontgen

Thoraks tenang, cord an pulmo dbn

I.

RESUME Pasien datang ke IGD RSWK dengan keluhan sesak napas sejak 1 jam SMRS. Sesak naps irasakan tiba- tiba dan juga dirasakan nyeri dada. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih, jumlahnya cukup banyak, dan tidak pernah mengandung darah. Awalnya pasien batuk hanya di pagi hari yang dianggapnya karena ia merokok, akan tetapi batuk semakin lama semakin sering dan semakin parah, terutama jika ia merokok dan berkurang jika pasien minum obat batuk. Pasien mengaku merokok sebanyak dua setengah bungkus rokok sehari sejak ia berusia 7 tahun. Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital RR : 26x/menit, S: 36,5C dan pemeriksaan paru didapatkan suara napas vesikuler melemah, Rhonki (+/+), wheezing (-/-), pemeriksaan lain tidak ada kelainan.

J.

USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan sputum BTA, foto thoraks, Spirometri

K. DIAGNOSIS KERJA Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

L. DIAGNOSIS BANDING Asma Bronkiale, Tb Paru

M. TERAPI 1. Farmakologi O2 2L/menit IVFD RL20 tpm Injeksi Ceftrimax 2 x 1 Injeksi Dexamethasone 1 x 1 Injeksi Ranitidin 2 x 1 Simvastatin 1x1 Digoxin 2x1

N. PROGNOSIS Qua ad vitam Qua ad Functionam : dubia ad malam : dubia ad malam

Qua ad Sanactionam : dubia ad malam

O. EDUKASI Pemberian informasi tentang penyakit PPOK Memberitahu untuk berhenti merokok

P. FOLLOW UP Tanggal 30 September 2013


S Sesak (+) Dada sakit (+) Batuk berdahak O KU/KES: Tampak sakit sedang,CM N: 100x/menit TD: 14/100 mmHg RR: 26x/menit S: 36,50C Kepala : -Mata : ca -/- si-/-THT : DBN Leher : dbn Thorax : I : tampak simetris saat statis dan sinamis P : vokal fremitus kanan =kiri P : sonor diseluruh lapang paru A : cor : BJI-II regular; pulmo : Suara napas vesikuler melemah, Ronkhi (+/+), Wheezing (-/-). Abdomen : datar, supel, NT (-) BU (+) Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik. Edema dan Sianosis (-) A
PPOK IVFD RL

Inj. Ceftrimax 2x 1 Inj. Radin 2 x 1 Inj. Dexamethasone 2x 1 Simavastatin 1x1 Digoxin 2x1

Tanggal 1 Oktober 2013


S O KU/KES: Tampak sakit sedang,CM N: 82x/menit TD: 120/90 mmHg RR: 24x/menit S: 36,50C Kepala : dbn Leher : dbn Thorax : I : tampak simetris saat statis A
PPOK IVFD RL

Batuk berdahak Sesak (-) Dada sakit (-)

Inj. Ceftrimax 2x 1 Inj. Radin 2 x 1 Inj. Dexamethasone 2x 1 Simavastatin 1x1 Digoxin 2x1

dan sinamis P : vokalfremitus kanan =kiri P : sonor seluruh lapang paru A : cor : dbn, pulmo : Suara napas dasar vesikular melemah, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-) Abdomen : dbn Ekstremitas : dbn

Tanggal 2 Oktober 2013


S O KU/KES: Tampak sakit ringan,CM N: 84x/menit TD: 120/80 mmHg RR: 20x/menit S: 360C Kepala : dbn Leher : dbn Thorax : I : tampak simetris saat statis dan sinamis P : vokal fremitus kanan= kiri P : A : cor : dbn, pulmo : Suara napas vesikular, ST -/Abdomen : dbn Ekstremitas : dbn A
PPOK IVFD RL

Tidak ada keluhan

Inj. Ceftrimax 2x 1 Inj. Radin 2 x 1 Inj. Dexamethasone 2x 1 Simavastatin 1x1 Digoxin 2x1

Pasien dipulangkan dan dieduksi kontrol rawat jalan ke poli paru serta menjalani kontrol rutin.

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya. Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang sudah biasa digunakan. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK.

II.2 Prevalensi Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI 1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia.

11

II.3 Etiologi 1. Asap rokok Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun : - Ringan : 0-200 - Sedang : 200-600 - Berat : >600 2. Polusi udara Polusi di dalam ruangan o Asap rokok o Asap kompor Polusi di luar ruangan o Gas buang kendaraan bermotor o Debu jalanan Polusi tempat kerja (bahan kimia,zat iritasi,gas beracun) 3 Hipereaktiviti bronkus 4 Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang 5 Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

II.4 Patogenesis Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK. Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel epitel untuk melepaskan faktor kemotaktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen struktur pada paruparu. Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi terhadap patogenesis karena substansi ini dapat meningkatkan penghancuran antiprotease.
12

Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronchial, hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mucus yang berlebihan. Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen structural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten pada saluran napas dan timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk PPOK. Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan hypoxemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang berperfusi meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk mengkompensasi keadaan ini, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi saluran napas yang telah meningkat, pada akhirnya proses ini gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan PPOK berat.

13

II.5 Manifestasi klinis Gejala cardinal dari PPOK adalah batuk dan ekspektorasi, dimana cenderung meningkat dan maksimal pada pagi hari dan menandakan adanya pengumpulan sekresi semalam sebelumnya. Batuk produktif, pada awalnya intermitten, dan kemudian terjadi hampir tiap hari seiring waktu. Sputum berwarna bening dan mukoid, namun dapat pula menjadi tebal, kuning, bahkan kadang ditemukan darah selama terjadinya infeksi bakteri respiratorik. Sesak napas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan berkembangnya penyakit. Pada keadaan yang berat, sesak napas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran udara. Pada penyakit yang moderat hingga berat , pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan penurunan suara napas, ekspirasi yang memanjang, rhonchi, dan hiperresonansi pada perkusi. Karena penyakit yang berat kadang berkomplikasi menjadi hipertensi pulmoner dan cor pulmonale, tanda gagal jantung kanan (termasuk distensi vena sentralis, hepatomegali, dan edema tungkai) dapat pula ditemukan. Clubbing pada jari bukan ciri khas PPOK dan ketika ditemukan, kecurigaan diarahkan pada ganguan lainnya, terutama karsinoma bronkogenik. II.6 Klasifikasi PPOK Lama (Gold 2001) Derajat Derajat 0 : beresiko Baru (Gold 2003) Derajat Derajat 0 : beresiko Klinis Gejala Faal paru klinik Normal

14

(batuk,produksi sputum). Derajat I : PPOK Derajat I : PPOK Dengan Ringan Ringan gejala atau klinis tanpa VEP1/KVP <70% (batuk VEP1 prediksi Derajat IIA : PPOK Derajat II : PPOK Dengan Sedang Sedang gejala atau klinis tanpa VEP1/KVP <70% ( 50%<VEP1<80% gejala sehingga prediksi > 80%

produksi sputum).

batuk,produksi sputum) bertambah

menjadi sesak. Derajat IIB : PPOK Derajat III : PPOK Dengan Sedang Berat gejala atau klinis tanpa VEP1/KVP <70% ( 30% < VEP1<50% gejala sehingga prediksi

batuk,produksi sputum) bertambah

menjadi sesak. Derajat III : PPOK Derajat IV : PPOK Gejala Berat Sangat Berat di atas VEP1/KVP < 70% VEP1<30% prediksi

ditambah tanda-tanda gagal nafas atau gagal jantung kanan

VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa Detik 1 KVP = Kapasitas Vital Paksa II.7 Diagnosis Penderita COPD akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan COPD ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Dapat ditegakkan dengan cara : 1. Anamnesis
15

Anamnesis riwayat paparan dengan faktor resiko, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan perawatan di RS sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit terhadap aktivitas, dll. 2.Pemeriksaan Fisik, dijumpai adanya :
o o o o o o o o o o

Pernapasan pursed lips Takipnea Dada emfisematous atu barrel chest Tampilan fisik pink puffer atau blue bloater Pelebaran sela iga Hipertropi otot bantu nafas Bunyi nafas vesikuler melemah Ekspirasi memanjang Ronki kering atau wheezing Bunyi jantung jauh

3.Pemeriksaan Foto Toraks, curiga PPOK bila dijumpai kelainan:


o o o o o o

Hiperinflasi Hiperlusen Diafragma mendatar Corakan bronkovaskuler meningkat Bulla Jantung pendulum

4.Uji Spirometri, yang merupakan diagnosis pasti, dijumpai :


o o

VEP1 < KVP < 70% Uji bronkodilator (saat diagnosis ditegakkan) : VEP1 paska bronkodilator < 80% prediksi

16

II.8. Diagnosa Banding 1. Asma Bronkial 2. Gagal jantung kongestif 3. Bronkiektasis 4. Tuberkulosis 5. SOPT

II.9 Pemeriksaan Penunjang 1. Tes fungsi paru 2. Pemeriksaan analisis gas darah o PaO2 < 8,0 kPa (60 mmHg) dan atau SaO2 < 90 % dengan atau tanpa PaCO2 > 6,7 kPa ( 50 mmHg),saat bernapas dalam udara ruangan,mengindikasikan adanya gagal nafas o PaO2 < 6,7 kPa (50 mmHg),PaCO2 > 9,3 kPa (70 mmHg) dan Ph < 7,30,memberi kesan episode yang mengancam jiwa dan perlu dilakukan monitor ketat serta penanganan intensif. 3. Foto toraks Foto Thorax (CXR/chest X-Ray) pada emfisema terlihat gambaran : hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung (jantung
17

pendulum / tear drop / eye drop appearance). Pada bronkitis kronik :normal, corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus. Terdapat juga gambaran bullous pada proyeksi frontal, dan peningkatan ruang udara interkostal pada proyeksi lateral. Akan tetapi, foto thorax dapat normal pada stadium awal penyakit ini dan bukan tes yang sensitive untuk diagnosis PPOK. Perubahan emfisematosa lebih mudah terlihat pada CT-Scan thorax namun pemeriksaan ini tidak cost-effective atau modalitas yang direkomendasikan untuk skrining PPOK. 4. Elektrokardiografi (EKG) Pemeriksaan EKG dapat membantu penegakkan diagnosis hipertrofi ventrikel kanan,aritmia,dan iskemia. II.10 Penatalaksanaan Adapun tujuan dari penatalaksanaan COPD ini adalah :

Mencegah progesifitas penyakit Mengurangi gejala Meningkatkan toleransi latihan Mencegah dan mengobati komplikasi Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang Mencegah atau meminimalkan efek samping obat Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru Meningkatkan kualitas hidup penderita Menurunkan angka kematian Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu tujuan selama tatalaksana COPD.Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4 komponen program tatalaksana, yaitu : 1. Evaluasi dan monitor penyakit o PPOK merupakan penyakit yang progresif, artinya fungsi paru akan menurun seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, monitor merupakan hal yang sangat

18

penting dalam penatalaksanaan penyakit ini. Monitor penting yang harus dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru. o Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai PPOK atau pasien yang telah di diagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring penyakit : o Pajanan faktor resiko, jenis zat dan lamanya terpajan o Riwayat timbulnya gejala atau penyakit o Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma, tb paru o Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit paru kronik lainnya o Penyakit komorbid yang ada, misal penyakit jantung, rematik, atau penyakitpenyakit yang menyebabkan keterbattasan aktifitas o Rencanakan pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK o Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan aktifitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan depresi / cemas o Kemungkinan untuk mengurangi faktor resiko terutama berhenti merokok o Dukungan dari keluarga 2. Menurunkan faktor resiko Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas penyakit. Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok 5 A : 1. Ask (Tanyakan) Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan 2. Advise (Nasehati) Memberikan dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok 3. Assess (Nilai) Memberikan penilaian untuk usaha berhenti merokok 4. Assist (Bantu) Membantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan konseling praktis, merekomendasikan penggunaan farmakoterapi
19

5. Arrange (Atur) Jadwal kontak lebih lanjut

Tatalaksana PPOK stabiL: Terapi Farmakologis a. Bronkodilator


Secara inhalasi Rutin 3

(MDI), kecuali preparat tak tersedia / tak terjangkau

(bila gejala menetap) atau hanya bila diperlukan (gejala intermitten)

golongan : -2: fenopterol, salbutamol, albuterol, terbutalin, formoterol, salmeterol Antikolinergik: ipratropium bromid, oksitroprium bromide Metilxantin: teofilin lepas lambat, bila kombinasi memuaskan Dianjurkan bronkodilator kombinasi daripada meningkatkan dosis bronkodilator monoterapi
20

1. 2. 3.

-2 dan steroid belum

b. Steroid PPOK yang menunjukkan respon pada uji steroid PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi (derajat III dan IV) Eksaserbasi akut c. Obat-obat tambahan lain : 1. 2. 3. 4. 5. Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) :ambroksol, karbosistein, gliserol iodida Antioksidan : N-Asetil-sistein Imunoregulator (imunostimulator, imunomodulator): tidak rutin Antitusif : tidak rutin Vaksinasi : influenza, pneumokokus

Terapi Non-Farmakologis a. Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan pernapasan, psikososial b. Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK derajat IV, AGD= PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia dan PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemia. Pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen harus dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup. Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan oksigen pada pasien PPOK.
21

rehabilitasi

c. Nutrisi d. Pembedahan: PPOK berat, (bila memperbaiki fungsi paru atau gerakan mekanik paru) Penatalaksanaan menurut derajat PPOK
DERAJAT KARAKTERISTIK REKOMENDASI PENGOBATAN Semua derajat Derajat I (PPOK Ringan) VEP1 / KVP < 70 %VEP1 Prediksi

Hindari faktor pencetus Vaksinasi influenza

a. Bronkodilator kerja singkat (SABA, antikolinergik kerja pendek) bila perlu b. Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan 1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator: a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan b. LABA c. Simptomatik 2. Rehabilitasi 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator: a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan b. LABA c. Simptomatik 2. Rehabilitasi Kortikosteroid inhalasi bila uji steroid positif

Derajat II(PPOK sedang)

VEP1 / KVP < 70


1

80% Prediksi dengan atau tanpa gejala

Derajat III(PPOK Berat)

VEP1 / KVP < 70%; 50% 1 prediksiDengan atau tanpa gejala

Kortikosteroid inhalasi bila uji steroid positif atau eksaserbasi berulang

Derajat IV(PPOK sangat berat)

VEP1 / KVP < 70%; VEP1 < 30% prediksi atau gagal nafas atau gagal jantung kanan

1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator: a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan b. LABA c. Pengobatan komplikasi d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respons klinis atau eksaserbasi berulang 1. Rehabilitasi 2. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas pertimbangkan terapi bedah

22

Tatalaksana PPOK eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari. Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 ahri. Bila infeksi: diberikan antibiotika spektrum luas (termasuk S.pneumonie, H influenzae, M catarrhalis).

Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:


o o

Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask Bronkodilator: inhalasi agonis 2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) + antikolinergik.

Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5 mg/kgBB/jam)


o

Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.

Steroid intravena: pada keadaan berat Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis. Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

Indikasi rawat inap :


o o o o o

Eksaserbasi sedang dan berat Terdapat komplikasi Infeksi saluran napas berat Gagal napas akut pada gagal napas kronik Gagal jantung kanan

Indikasi rawat ICU :


Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau ruang rawat. Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan PaO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)

23

Penatalaksanaan Menurut Derajat PPOK Derajat Derajat I Rekomendasi Pengobatan


a. Bronkodilator kerja singkat (SABA,Antikolinergik kerja singkat) bila perlu. b. Pemberian antikolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan.

Derajat II

1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator : a. Anti kolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan. b. LABA c. Simtomatik 2. Rehabilitasi

Derajat III

1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator a. Anti kolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan b. LABA c. Simtomatik d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respon klinis atau eksaserbasi berulang. 2. Rehabilitasi

Derajat IV

1. pengobatan reguler dengan 1 atau lebih bronkodilator: a. anti kolinergik kerja lama sebagai terapi pemeliharaan b. LABA c. Pengobatan pada komplikasi d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan respon klinis atau eksaserbasi berulang 2. Rehabilitasi 3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal nafas

II.11 Prognosa Dubia, tergantung dari stage / derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain.

II.12 Komplikasi Gagal napas, kor pulmonal, septikemia


24

BAB III PEMBAHASAN

Pasien datang ke IGD RSWK dengan keluhan sesak napas dan nyeri dada yang tibatiba sejak 1 jam SMRS. Sesak napas dapat disebabkan oeh kelainan yang ada di paru atau dari jantung. Rasa sesak tidak dipengaruhi oleh udara dingin maupun emosi. Sesak yang timbul bukan berasal dari faktor pencetus. Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak sejak 2 bulan yang lalu. Dahaknya berwarna putih, jumlahnya cukup banyak, dan tidak pernah mengandung darah. Hal ini merupakan batuk kronis, penyakit yang dapat dicurigai adalah penyakit PPOK atau TB paru. Awalnya pasien batuk hanya di pagi hari yang dianggapnya karena ia merokok, akan tetapi batuk semakin lama semakin sering dan semakin parah, terutama jika ia merokok dan berkurang jika pasien minum obat batuk. Batuk tidak dipengaruhi oleh perubahan cuaca ataupun pekerjaan. Hal ini dapat terjadi pada PPOK atau TB, pada Asma biasanya lebih dipengaruhi oleh faktor pencetus. Batuk pada pagi hari dikarenakan penumpukan sputum pada malam hari yang tidak dapat dikeluarkan. Pasien mengaku merokok sebanyak dua setengah bungkus rokok sehari sejak ia berusia 7 tahun, kemudian bila dilihat dari usia pasien yang diatas 40 tahun serta jenis kelamin pasien lakilaki merupakan faktor resiko utama terjadinya PPOK. Bila pada asma biasanya pada usia muda, dan tidak selalu dipengarui oleh rokok. Gejala respiratorik berupa batuk >2 minggu, sesak napas dan nyeri dada dapat mengarah pada TB paru. Tetapi selain gejala respiratorik, gejala TB paru juga terdapat gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat pada malam hari tapi tidak terjadi pada pasien ini. Pasien mengaku tidur dengan satu bantal, dan tidak pernah tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak. Menyingkirkan penyebab sesak karena penyakit lain. Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital RR : 26x/menit, dan pemeriksaan paru didapatkan suara napas vesikuler melemah, Rhonki (+/+), pemeriksaan lain tidak ada kelainan. RR meningkat sesuai dengan keluhan pasien yang disertai sesak napas. Pada laboratorium, Hemoglobin: 15,8 g/dl, leukosit : 15.700/ul, kolesterol total : 237 mg/dl, trigliserid : 282.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Hariadi,Slamet,dkk.PPOK

Pedoman

Praktis

Diagnosis

dan

Penatalaksanaan

di

Indonesia.2004.Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2. Sudoyo, Aru W,dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam UI Jilid II.2006.Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3. Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto Huriawati, dkk. EGC. Jakarta 2006. 4. Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006.

26

Anda mungkin juga menyukai