Anda di halaman 1dari 27

Case Report Session

Otitis Media Supuratif Kronis

Oleh : All Humairah Zurti Prima Zola Septia Harma Putri (07923045) (0810312101) (0810312044)

Preseptor : Dr. Nirza Warto, Sp.THT-KL

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG 2012

BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. ANATOMI TELINGA(1) Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

1.1.1 TELINGA LUAR Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan duapertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2 - 3 cm. Pada sepertiga bagian luar liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat = kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam sedikit dijumpai kelenjar serumen.

1.1.2 TELINGA TENGAH Telinga tengah berbentuk kubus dengan: batas luar batas depan batas bawah : membran timpani : tuba eustachius : vena jugularis (bulbus jugularis)

batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis batas atas batas dalam : tegmen timpani (meningen/otak) : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal,

kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan promontorium. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pers tensa mempunyai satu lapis lagi di

tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pada pukul 5 untuk membran timpani kanan. Reflek cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila letak cahaya mendatar, berarti terdapat gangguan pada tuba eustachius. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan, serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Telinga pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes melekat pada tingkap lonjong yang berhubungan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.

1.1.3 TELINGA DALAM Terdiri dalam terdiri koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah, dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timapni berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Hal ini penting untuk

pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti. Ear Diagram(2):

1.2 OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK 1.2.1 Definisi(7) Otitis media supuratif kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronis merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali / tidak pernah terjadi resolusi spontan.Otitis media supuratif kronis terbagi antara benigna dan maligna, maligna karena terbentuknya kolesteatom yaitu epitel skuamosa yang bersifat osteolitik. Penyakit OMSK ini

biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap dan morbiditas penyakit telinga tengah kronis ini dapat berganda, gangguan pertama berhubungan dengan infeksi telinga tengah yang terus menerus (hilang timbul) dan gangguan kedua adalah kehilangan fungsi pendengaran yang disebabkan kerusakan mekanisme hantaran suara dan kerusakan konka karena toksisitas atau perluasan infeksi langsung. 1.2.3 Epidemiologi(7) Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan penyakit infeksi telinga yang memiliki prevalensi tinggi dan menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Di negara berkembang dan negara maju prevalensi OMSK berkisar antara 1-46%, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada populasi di Eskimo (12-46%), sedangkan prevalensi terendah terdapat pada populasi di Amerika dan Inggris kurang dari 1%. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, Depkes tahun 1993-1996 prevalensi OMSK adalah 3,1% populasi. Usia terbanyak penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-18 tahun, dan penyakit telinga tengah terbanyak adalah OMSK. 1.2.3 Etiologi Infeksi kronis telinga tengah cenderung disertai sekret purulen. Proses infeksi ini seringdisebabkan oleh infeksi campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang ada saat ini dan berasal dari meatus acusticus externus, kadang berasaldari nasofaring melalui tuba Eustachius saat infeksi saluran nafas atas.Hasil penelitian di bagian THT FKUI/RSCM ditemukan kuman OMSK dengan kolesteatoma dari operasi radikal mastoidektomi. Di RSCM dari Januari sampai April 1996 didapat kuman aerob yang paling sering ditemukan Proteus mirabilis (58,5%), sedangkan Pseudomonas (31,5%). Sedangkan OMSK tanpa kolesteatoma kuman aerob yang tersering

adalah Pseudomonas aeruginosa (22,46%), Staphylococcus (16,33%). Namun secara umum,kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK di Indonesia ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp (Proteus mirabilis) 20% dan Staphylococcus aureus 25%. Mikroorganisme coli, Aspergillus, lain yang juga dapat menyebabkan OMSK adalah Escherichia Streptococcus Micrococcus

Streptococcus

haemolyticus,

Pneumococcus, influenzae,

pyogenes,Klebsiella sp,Bacteroides

fragilis,Haemophilus

catarrhalis,Clostridium perfringens serta beberapa jenis virus. Diantara mikroorganisme tersebut, Pseudomonas aeruginosa yang paling dicurigai menyebabkan destruksi progresif dari telinga tengah dan mastoid. Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis sangat majemuk, antara lain(1): 1. Gangguan fungsi tuba Eustachius yang kronis akibat: Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri dari meatus auditoris eksternal , kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat infeksisaluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal termasuk Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan Aspergillus. Organisme darinasofaring diantaranya Streptococcus viridans(Streptococcus A

hemolitikus,Streptococcus Bhemolitikus)dan Pneumococcus. -Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total. 2. Perforasi membran timpani yang menetap. 3. Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah. 4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau timpanosklerosis. 5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di mastoid. 6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan utuh.

1.2.4 Klasifikasi(8) OMSK dibagi menjadi 2 tipe, yaitu benigna dan maligna. 1. Tipe benigna Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang

mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas: a. Penyakit aktif Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakankonservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior. b. Penyakit tidak aktif Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengahyang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai sepertivertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga. Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani : 1.Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis. 2.Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis. 3.Mandi dan berenang, mengkorek telinga dengan alat yang terkontaminasi. 4.Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia. 5.Otitis media supuratif akut yang berulang. Pada tipe aman/ mukosa/ benign tidak ditemukan adanya kolesteatoma, hanya terbatas pada mukosa saja, dan biasanya tidak mengenai tulang. Letak perforasi terutama pada bagian sentral , umumnya jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya.

2. Tipe maligna

Pada OMSK tipe maligna ini ditemukan adanya kolesteatoma dan berbahaya. Perforasi pada OMSK tipe bahaya letaknya di marginal atau atik, kadang-kadang dengan perforasi subtotal dengan kolesteatoma. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flaksida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yangmana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatoma. Kolesteatoma adalah suatu kistaepitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Kolesteatoma dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : a. Kolesteatoma kongenital Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatoma kongenital, menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah : 1. Berkembang dibelakang dari membran tympani yang masih utuh. 2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya. 3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferentialyang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan. Kongenital kolesteatoma lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan parese fasialis, tuli saraf beratunilateral, dan gangguan keseimbangan.

b. Kolesteatoma didapat 1. Primary acquired cholesteatoma. Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Kolesteatoma timbul akibat terjadinya proses invaginasi dari membran timpani terutama terjadi pada daerah atik atau pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan fungsi tuba.

2. Secondary acquired cholesteatoma. Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui perforasi membran tympani atau kantong retraksi membran timpani pars tensa.(1) Berdasarkan letak perforasi, terdapat 3 tipe perforasi membran tympani, yaitu: 1. Perforasi sentral Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior. Seluruhtepi perforasi masih mengandung sisa membran timpani. Perforasi ini biasa terjadi padaOMSK tipe benigna. 2. Perforasi marginal Terdapat pada pinggir membran tympani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasimarginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatoma. Dapat ditemukan pada pasien denganOMSK tipe maligna. 3. Perforasi atik Terjadi pada pars flaksida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma. Dapat ditemukan pada pasien dengan OMSK tipe maligna. 1.2.5_Patofisiologi(1) Otitis media supuratif kronik sering merupakan penyakit kambuhan daripada menetap.

Keadaan kronik ini lebih berdasarkan waktu dan stadium daripada berdasarkan keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman ini disebabkan karena proses peradangan yang

menetap atau kambuhan ini ditambah dengan efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan jaringan parut. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah : 1. Terdapat perforasi membran timpani di bagian sentral. Ukuranya dapat bervariasi mulai dari 20% luas membran timpani sampai seluruh membran dan terkenanya bagian-bagian dari anulus. 2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang akan tampak normal kecuali bila infeksi telah menyababkan penebalan atau metaplasia mukosa menjadi epitel transisional. 3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi sebelumnya. Biasanya prosesus longus inkus telah mengalami nekrosis karena penyakit trombotik pembuluh darah mukosa yang memperdarahi inkus ini. Nekrosis lebih jarang mengenai maleus dan stapes, kecuali kalau terjadi pertumbuhan skuamosa secara sekunder kearah dalam, sehingga arkus stapes dan lengan maleus dapat rusak. Proses ini bukan disebabkan oleh osteomielitis tetapi disebabkan oleh terbentuknya enzim osteolitik atau kolagenase dalam jaringan ikat subepitel Bentuk otitis media akut yang berat juga dapat mengakibatkan terjadinya daerah daerah osteitis atau osteomielitis dinding atau septa mastoid. Lama kelamaan akan menyebabkan keluarnya cairan purulen, bau yang terus menerus atau sekuestrasi tulang. 1.2.6_Diagnosis(4) Diagnosis OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama pemeriksaan otoskopi. Pemeriksaan penala merupakan pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan pemeriksaan BERA (brainstem evoked response audiometry) bagi pasien/anak yang tidak kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni. Pemeriksaan penunjang lain berupa foto rontgen mastoid serta kultur dan uji resistensi kuman dari sekret telinga. 1.2.7 Terapi (5)

Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau beberapa keadaan, yaitu (1) adanya perforasi membran timpani yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar, (2) terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung dan sinus paranasal, (3) sudah terbentuk jaringan patologik yang ireversibel dalam rongga mastoid, dan (4) gizi dan higiene yang kurang. Prinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila secket yang keluar terus menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah secret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Banyak ahli berpendapat bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang ototoksik. Oleh sebab itu penulis menganjurkan agar obat tetes telinga jangan diberikan secara terus menerus selama 1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin, atau eritromisin, (bila pasien alergi terhadap penisilin), sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam klavulanat. Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi berulang maka, sumber infeksi tersebut harus diobati terlebih dahulu. Mungkin juga perlu dilakukan pembedahan misalnya adenoidektomi atau tonsilektomi. Prinsip terapi OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat ialah dengan melakukan mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi

1.2.8 Komplikasi Komplikasi Intrakranial :

- Abses Ekstradural Infeksi menjalar melampaui tulang pada telinga tengah atau mastoid sehingga menyebabkan abses epidural. Gejala dan tandanya tidak banyak, untuk diagnosis ditegakkan sesudah operasi mastoid. Abses ekstradural dapat diduga bila : Otorrhoe banyak Vena jugularis interna ditekan, nampak pulsasi dari sekret Demam yang tidak tinggi Sakit kepala

Untuk terapinya dapat dilakukan dengan operasi. Bila waktu operasi terdapat abses, maka tulang yang menutupi abses harus dibuang sampai nampak duramater. Sebelumnya telah dilakukan operasi mastoid dan radikal atau simple mastoidectomy.

- Tromboflebitis Sinus Lateral Dapat terjadi oleh osteomyelitis atau hancurnya tulang oleh kholesteatoma yang berbatasan dgn sinus lateralis. Sebelumnya terjadi abses perisinus dan menembus sinus hingga terjadi trombus pada sinus lateralis sampai dapat menutup sinus. Kemudian Dapat menjalar ke bulbus jugularis dan vena jugularis interna. Tanda dan gejala : Demam (suhu naik turun) Anemia yang progresif Badan bertambah kurus Lekositosis Hemorrhagia pada retina, batas pupil tidak jelas - Meningitis Meningitis dapat terjadi dari otitis melalui abses ekstradural dimana setelah terjadinya trombus yang kena infeksi pada sinus, bisa juga setelah labirintitis supuratif, pada osteomyelitis dari os temporale terutama pada ujung os petrosis, pada abses otak, pada anak kecil, melalui sutura petroskuamosa yang masih terbuka.

- Abses Otak

Biasanya terjadi setelah peradangan pada telinga tengah atau mastoid, dimana duramater mudah rusak karena infeksi kemudian terjadi suatu peradangan endokranial kemudian pada suatu tempat di ekstradural terjadi abses, lalu terjadi meningitis dan menjadi abses otak. Abses otak sering terjadi sesudah OMSK, terutama kholesteatoma.

Komplikasi dalam tulang temporal : - Paralisis Fasial Dapat timbul hari pertama sesudah OMA dan bisa terjadi dehisensi dimana sebahagian dari n. fasialis tidak ditutupi oleh tulang (tulang disini tipis sekali). Untuk terapi biasanya diberikan antibiotika dan dilakukan parasentesis. Bila terjadi sesudah OMA makan anak terjadi nekrosis pada tulang. Untuk terapi dilakukan simple mastoidectomy. Bila pada otitis media kronik dapat terjadi penghancuran tulang oleh kholesteatom. Untuk terapinya dilakukan operasi mastoid radikal dan dekompresi n.fasialis. 1.2.9 Prognosis(9) Pasien dengan OMSK mempunyai prognosis yang baik bila mempunyai respek untuk mengontrol infeksi. Penyembuhan yang berhubungan dengan kehilangan pendengaran bervariasi tergantung pada sebabnya. Conductive hearing loss sering dapat diperbaiki sebagian dengan pembedahan. Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk menyediakan telinga yang aman bagi pasien. Banyak morbiditas OMSK datang dari yang berhubungan dengan conductive hearing loss dan stigma sosial atas sering keluarnya cairan berbau busuk dari telinga yang terkena. Mortalitas OMSK meningkat dari yang berhubungan dengan komplikasi intrakranial. OMSK sendiri bukan penyakit yang fatal. Meskipun beberapa penelitian melaporkan kehilangan pendengaran sensorineural sebagai komplikasi dari OMSK.

BAB II ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Suku Bangsa Alamat : Tn. H : 19 tahun : Laki-laki : Minang : Ulakan - Pariaman

ANAMNESIS Telah dirawat seorang pasien laki-laki berumur 19 tahun di bangsal THT sejak tanggal 15 Oktober 2012 dengan Keluhan Utama : Sakit kepala yang bertambah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat Penyakit Sekarang : Sakit kepala bertambah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sakit kepala sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul, awalnya di sebelah kiri lalu menyebar ke bagian kanan. Riwayat telinga sering berair sejak usia 6 bulan, hilang timbul, berwarna kuning-hijau, berbau. Riwayat penurunan pendengaran sejak kecil. Riwayat demam 2 minggu sebelum masuk RS, tidak tinggi tidak menggigil. Muntah 2 hari sebelum masuk RS, frekuensi 1x, berisi air tidak berampas dan tidak berdarah, tidak menyemprot. Riwayat kejang 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat nyeri di dalam telinga tidak ada. Riwayat pusing berputar tidak ada. Riwayat batuk tidak ada, pilek tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami telinga berair hilang timbul sebelumnya sejak umur 6 bulan.

Riwayat Penyakit Keluarga : Dua orang saudara kandung pasien juga sering mengalami telinga berair hilang timbul.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan. Pasien adalah pelajar SMA kelas I Riwayat suka mengorek telinga ada PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis Keadaan Umum Kesadaran Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu : Sakit sedang : CMC : 110/70 mmHg : 88 x/menit : 21 x/menit : 36,20C

Pemeriksaan Sistemik Kepala Mata Leher Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : ictus tidak terlihat : ictus terba 1 jari medial LMCS RIC V : batas jantung normal : bunyi jantung murni, irama teratur, bising () : simetris kiri, kanan statis dan dinamis : fremitus kiri = kanan : sonor kiri = kanan : suara nafas vesikuler normal, rhonki -/-, wheezing -/: tidak ada kelainan : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : tidak ditemukan pembesaran KGB

Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Extremitas : tak tampak membuncit : hepar dan lien tidak teraba : tympani : bising usus + normal : edem -/-, reflek fisiologis +/+, refleks patologis -/-

Status Lokalis THT Telinga Pemeriksaan Kelainan Kel kongenital Daun telinga Trauma Radang Kel. Metabolik Nyeri tarik Nyeri tekan tragus Cukup lapang (N) Dinding telinga liang Hiperemi Edema Massa Ada / Tidak Sekret/serumen Bau Warna Jumlah Jenis Membran timpani Warna Reflek cahaya Utuh Bulging Retraksi Sukar dinilai Sukar dinilai Sukar dinilai Sukar dinilai Dekstra Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada N Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sinistra Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada N Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Bau Putih Sedikit Sekret

Atrofi Perforasi Jumlah perforasi Jenis Kwadran Pinggir Tanda radang Fistel Mastoid Sikatrik Nyeri tekan Nyeri ketok Rinne Tes garpu tala Schwabach Weber kesimpulan Audiometri Timpanometri

1 Subtotal Rata Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Negatif Memanjang Lateralisasi ke kiri Tuli konduktif -

Sukar dinilai Sukar dinilai Sukar dinilai Sukar dinilai Sukar dinilai Tidak ada Tidak ada Ada Tidak ada Tidak ada Negatif Memanjang

Tuli konduktif -

Hidung Deformitas Kelainan kongenital Hidung luar Trauma Radang massa Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Sinus paranasal Pemeriksaan Nyeri tekan Nyeri ketok Dekstra Tidak ada Tidak ada Sinistra Tidak ada Tidak ada

Rinoskopi Anterior

Pemeriksaan Vestibulum

Kelainan Vibrise Radang Cukup lapang (N)

Dekstra Ada Tidak ada Cukup lapang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Eutrofi Merah muda Licin Tidak ada Eutrofi Merah muda Licin Tidak ada Cukup lurus

Sinistra Ada Tidak ada Cukup lapang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Eutrofi Merah muda Licin Tidak ada Eutrofi Merah muda Licin Tidak ada

Cavum nasi

Sempit Lapang Lokasi

Sekret

Jenis Jumlah Bau

Konka inferior

Ukuran Warna Permukaan Edema

Konka media

Ukuran Warna Permukaan Edema Cukup lurus/deviasi Permukaan

Licin Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada -

Septum

Warna Spina Krista Abses Perforasi Lokasi Bentuk Ukuran Permukaan

Massa

Warna Konsistensi Mudah digoyang Pengaruh vasokonstriktor

Rinoskopi Posterior (sukar dilakukan) Pemeriksaan Kelainan Cukup lapang (N) Koana Sempit Lapang Warna Mukosa Edem Jaringan granulasi Ukuran Konka inferior Warna Permukaan Edem Adenoid Muara eustachius Ada/tidak tuba Tertutup sekret Edem mukosa Lokasi Ukuran Massa Bentuk Permukaan Post Nasal Drip Ada/tidak Jenis Dekstra Sinistra

Orofaring dan mulut Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Simetris/tidak Palatum mole + Warna Arkus Faring Edem Bercak/eksudat Dinding faring Warna Permukaan Ukuran Warna Permukaan Muara kripti Tonsil Detritus Eksudat Perlengketan dengan pilar Warna Peritonsil Edema Abses Lokasi Bentuk Tumor Ukuran Permukaan Konsistensi Gigi Karies/Radiks Kesan Warna Bentuk Lidah Deviasi Massa

Simetris Merah muda Tidak ada Tidak ada Merah muda Licin T1 Hiperemis (-) Licin Tidak melebar Tidak ada Tidak ada Tidak ada Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada Merah muda licin T1 Hiperemis (-) Licin Tidak melebar Tidak ada Tidak ada Tidak ada Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada

Merah muda Normal Tidak ada Tidak ada

Laringiskopi Indirek (sukar dilakukan)

Pemeriksaan

Kelainan Bentuk Warna

Dekstra

Sinistra

Epiglotis

Edema Pinggir rata/tidak Massa Warna

Ariteniod

Edema Massa Gerakan Warna

Ventrikular band

Edema Massa Warna

Plica vokalis

Gerakan Pingir medial Massa

Subglotis/trakea

Massa Sekret

Sinus piriformis

Massa Sekret

Valekula

Massa Sekret ( jenisnya )

Pemeriksaan Kelenjar getah bening leher Inspeksi Palpasi : tidak tampak adanya tanda-tanda pembesaran kelenjar getah bening leher : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar getah bening leher

Pemeriksaan laboratorium: Hb Leukosit Trombosit Hematokrit SGOT SGPT Ureum Kreatinin PT/APTT :13,4 gr% : 16.000/mm3 : 213.000/mm3 : 39,7% : 18 u/l : 40 u/l : 25 mg/dl : 0,7 mg/dl : 10 s/22,6 s

CT Scan Mastoid potongan axial-coronal Kesan: mastoiditis sinistra dengan kolesteatom

CT Scan kepala dengan kontras tampak lesi litik (destruksi) pada tulang mastoid kiri tampak lesi hipodens di cerebellum kiri, batas tegas, tepi reguler dengan dinding tebal, dengan pemberian kontras enhancement (+) tak tampak lesi hipodens, hiperdens, isodens di daerah supratentorial midline shift (-) sulcy dan giry dalam batas normal sistem ventrikel dan sisterna dalam batas normal pons dan CVA tidak tampak kelainan

Kesan: abses di cerebellum kiri

RESUME

1. Anamnesis Ditemukan pada seorang pasien laki-laki usia 19 tahun, riwayat nyeri kepala yang bertambah berat, terdapat riwayat keluarnya cairan dari telinga, terdapat riwayat pendengaran berkurang, kejang, muntah, dan demam.

2.

Pemeriksaan fisik Telinga

Pemeriksaan

Kelainan Ada / Tidak

Dekstra Tidak ada -

Sinistra Ada Bau Putih Sedikit

Sekret/serumen

Bau Warna Jumlah

Membran timpani

Warna Utuh Reflek cahaya Bulging Retraksi Atrofi Perforasi Jumlah perforasi Jenis Kwadran Pinggir

1 Subtotal Rata

Sukar dinilai Sukar dinilai Sukar dinilai Sukar dinilai Sukar dinilai Sukar dinilai Sukar dinilai Sukar dinilai Sukar dinilai

3. Diagnosis Kerja Otitis Media Supuratif Kronik AS Tipe Maligna

Otitis Media Supuratif Kronik AD tipe Benigna 4. Diagnosis Tambahan: Suspek Abses Cerebellum

5.

Pemeriksaan Anjuran Kultur dan sensitivity test

6 . Terapi Konservatif: Inj ceftriaxon 2x2 g Inj metronidazol 3x500 drip iv H2O2 3% ear drop

Operatif: Radikal mastoidektomi 7. Prognosis - quo ad vitam - quo ad sanam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

8. Nasehat Tidak boleh mencongkel congkel telinga Hindari kemasukan air kedalam telinga Tidak boleh berenang Jika menderita demam, batuk, pilek, gigi berlubang segera obati

DISKUSI Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki, usia 19 tahun dengan diagnosis Otitis Media Supuratif Kronik AS tipe maligna dengan suspek abses cerebellum dan Otitis Media Supuratif Kronik AD tipe benigna. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis didapatkan keluhan utama nyeri kepala yang bertambah berat, terdapat riwayat keluarnya cairan dari telinga, terdapat riwayat pendengaran berkurang, kejang, muntah, dan demam. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada telinga kanan perforasi membran timpani subtotal dengan pinggir rata. Pada telinga kiri ditemukan sekret berwarna putih dan berbau. Membran timpani sulit dinilai. Pada CT-Scan mastoid didapatkan kesan mastoiditis sinistra dengan kolesteatom dan pada CT-Scan Kepala didapatkan kesan abses di cerebellum kiri. Terapi yang dianjurkan pada pasien ini adalah Inj ceftriaxon 2x2 g, Inj metronidazol 3x500 drip iv, H2O2 3% ear drop dan Radikal mastoidektomi pada telinga kiri.

DAFTAR PUSTAKA

1. Damayanti S, Retno W. Sumbatan Hidung. Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p 10-13. 2. Figure Of Ear. Available from:

http://fisiologikedokteran.files.wordpress.com/2009/11/anatomy_ear3.gif Accessed on: June 20, 2012 3. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi 13. Jilid 2. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997. P392-5 4. Endang M, Damajanti S, Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p 69-70. 5. Endang M, Retno W, Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. p 71-72. 6. Otitis Media Supuratif Kronik. Updated December 7, 2007. Available from : http://ketulian.com/v1/web/index.php?to=article&id=13 Accessed on: June 20, 2012 7. Tinjauan OMSK. Available from : http://www.scribd.com/doc/48785845/Case-ReportSession-OMSK-Tipe-Benigna Accessed on: June 20, 2012 8. OMSK. Available from: http://www.scribd.com/doc/60032661/OMSK Accessed on: June 20, 2012 9. Parry D. Chronic Suppurative Otitis Media. Updated October 13, 2011. Available from:http://emedicine.medscape.com/article/859501-overview. Accessed on: June 20, 2012.

Anda mungkin juga menyukai