Anda di halaman 1dari 20

Teori Kepribadian Behavioristik

Posted on April 18, 2012 by Binham

A.

Teori Kepribadian Behavioristik Menurut Pandangan John Watson.

John Watson dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di Amerika Serikat. Karyanya yang paling dikenal adalah Psychology as the Behaviourist view it (1913). Menurut Watson dalam beberapa karyanya, psikologi haruslah menjadi ilmu yang obyektif, oleh karena itu ia tidak mengakui adanya kesadaran yang hanya diteliti melalui metode introspeksi. Psikologi mempelajari stimulus dan respons (S-R Psychology). Yang dimaksud dengan stimulus adalah semua obyek di lingkungan. Jhon Watson tidak mempercayai unsur hereditas (keturunan) sebagai penentu perilaku. Perilaku manusia adalah hasil belajar sehingga unsur lingkungan sangat penting, jadi menurut pandangan Jhon Watson adalah perilaku manusia ditentukan oleh faktor eksternal. Sumbangan utama Watson adalah ketegasan pendapatnya bahwa perilaku dapat dikontrol dan ada hukum yang mengaturnya. Jadi psikologi adalah ilmu yang bertujuan meramalkan perilaku. Pandangan ini dipegang terus oleh banyak ahli dan diterapkan pada situasi praktis. Teori perubahan perilaku (belajar) dalam kelompok behaviorisme ini memandang manusia sebagai produk lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia. Behaviorisme tidak bermaksud mempermasalahkan norma-norma pada manusia. Apakah seorang manusia tergolong baik, tidak baik, emosional, rasional, ataupun irasional. Belajar dalam teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara stimulus yang datang dari luar dengan respons yang ditampilkan oleh individu. Respons tertentu akan muncul dari individu, jika diberi stimulus dari luar. Di sini hanya dibicarakan bahwa perilaku manusia itu sebagai akibat berinteraksi dengan lingkungan, dan pola interaksi tersebut harus bisa diamati dari luar. Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan sekitarnya, dan lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia. (forum bebes: http://www.forumbebas.com/post723551.html.) Syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan (stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement). Unsur yang pertama adalah dorongan, suatu keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Unsur yang kedua adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri individu, dan tentu saja berbeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari dalam. Unsur yang ketiga adalah Respons, respons itu ada yang positif, dan ada pula yang negatif. Yang positif disebabkan oleh adanya ketepatan seseorang melakukan respons terhadap stimulus yang ada, dan tentunya yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang negatif adalah apabila seseorang memberi reaksi justru sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi rangsangan. Unsur yang keempat adalah penguatan (reinforcement). Unsur ini datangnya dari pihak luar, ditujukan kepada orang yang sedang merespons. Apabila respons telah benar, maka diberi penguatan agar individu tersebut merasa adanya kebutuhan untuk melakukan respons seperti tadi lagi.

Ada tiga kelompok model belajar yang sesuai dengan teori belajar behaviorisme ini, yaitu yang menurut namanya disebut sebagai hubungan stimulus-respons (S-R bond), pembiasaan tanpapenguatan (conditioning with no reinforcement), dan pembiasaan dengan penguatan (conditioning through reinforcemant). Sesuai dengan pandangan bahwa tingkah laku merupakan hasil belajar, maka perkembangan tingkah laku manusia terkait erat dengan prinsip-prinsip belajar, yaitu bahwa tingkah laku manusia dapat dilihat dari dua sisi: kondisi tingkah laku yang mendahului , dan tingkah laku yang menyertai atau akibat yang menyertai tingkah laku . B. Teori Kepribadian Behavioristik Menurut Pandangan Skinner

Asumsi Dasar Behavioristik Skinner bekerja dengan tiga asumsi dasar, dimana asumsi pertama dan kedua pada dasarnya menjadi psikologi pada umumnya, bahkan menjadi asumsi semua pendekatan ilmiah: 1. Tingkah laku itu mengikuti hukum tertentu (Behavior is lawful). Ilmu adalah usaha untuk menemukan keteraturan, menunjukkan bahwa peristiwa tertentu berhubungan secara teratur dengan peristiwa lain. (Alwisol,2005:400) Tingkah laku merupakan hasil pengaruh timbal balik dari variable-variabel tertentu yang dapat diidentifikasikan, yang sepenuhnya menentukan tingkah laku. Tingkah laku individu seluruhnya merupakan hasil dari dunia objektif. (A.Supratiknya,1993:317-318) Asumsi bahwa seluruh tingkah laku berjalan menurut hukum jelas mengandung implikasi tentang kemungkinan mengontrol tingkah laku. Skinner tidak banyak tertarik pada aspek-aspek tingkah laku yang sangat sukar berubah, misalnya aspek-aspek tingkah laku yang terutama dikuasai oleh warisan hereditas. (A.Supratiknya,1993:320) 1. Tingkah laku dapat diramalkan (Behavior can be predicted). Ilmu bukan hanya menjelaskan tetapi juga meramalkan. Bukan hanya mengenai peristiwa masa lalu tetapi juga masa yang akan datang. Teori yang berdaya guna adalah yang memungkinkan dapat dilakukannya prediksi mengenai tingkah laku yang akan datang dan menguji prediksi itu. (Alwisol,2005: 400) 2. Tingkah laku dapat dikontrol (Behavior can be controlled). Ilmu dapat melakukan antisipasi dan menentukan/membentuk tingkah laku seseorang. Skinner bukan hanya ingin tau bagaimana terjadinya tingkah laku, tetapi Skinner sangat berkeinginan memanipulasinya.. (Alwisol,2005:400-401) Skinner menganggap kemampuan memanipulasi kehidupan dan tingkah laku manusiakeberhasilan mengontrol kejadian atau tingkah laku manusia merupakan bukti kebenaran suatu teori. Lebih penting lagi tingkah laku manusia harus dikontrol karena Skinner yakin manusia telah merusak dunia yang di tinggalkannya dengan memakai ilmu dan teknologi dalam memecahkan masalahnya. Skinner memahami dan mengontrol tingkah laku memakai teknik analisis fungsional tingkah laku (functional analysis of behavior): suatu analisis tingkah laku dalam bentuk hubungan sebab

akibat, bagaimana suatu respon timbul mengikuti stimulus atau kondisi tertentu. Menurutnya analisis fungsional akan menyingkap bahwa penyebab terjadinya tingkah laku sebagaian besar berada di event antesedennya atau berada di lingkungan. Skinner yakin bahwa tingkah laku dapat diterangkan dan dikontrolkan semata-mata dengan memanipulasi lingkungan dimana organisme yang bertingkah laku itu berada.(Alwisol,2005:401) Struktur Kepribadian Behavioristik Skinner adalah tokoh yang tidak tertarik dengan struktural dari kepribadian. Menurutnya, mungkin dapat diperoleh ilusi yang menjelaskan dan memprediksi tingkah laku berdasarkan faktor-faktor tetap dalam kepribadian, tetapi tingkah laku hanya dapat diubah dan dikontrol dengan mengubah lingkungan. Jadi Skinner lebih tertarik dengan aspek yang diubah-ubah dari kepribadian alih-alih aspek struktur yang tetap. (Alwisol,2005:402) Skinner memusatkan diri pada tingkah laku yang dapat diubah. Karena itu, ia kurang tertarik pada ciri-ciri tingkah laku yang tampaknya relative tetap. Prediksi dan penjelasan bisa dicapai lewat pengetahuan tentang aspek-aspek kepribadian yang bersifat tetap dan dapat diubah. Tetapi kontrol hanya bisa dicapai lewat modifikasi; kontrol mengimplikasikan bahwa lingkungan dapat diubah untuk menghasilkan pola-pola tingkah laku yang berbeda. Akan tetapi Skinner tidak pernah menyatakan bahwa semua faktor yang menentukan tingkah laku ada dalam lingkungan. Skinner juga mengakui bahwa sejumlah tingkah laku memiliki dasar genetik semata-mata, sehingga pengalaman tidak akan berpengaruh terhadap tingkah laku itu. Skinner melihat persamaan antara dasar hereditas atau bawaan dan dasar lingkungan dari tingkah laku, Skinner mengemukakan bahwa proses evolusi membentuk tingkah laku spesies yang bersifat bawaan sama seperti tingkah laku-tingkah laku individu yang dipelajari dibentuk oleh lingkungan. (A.Supratiknya,1993:326-327) Unsur kepribadian yang dipandang Skinner relative tetap adalah tingkah laku itu sendiri. Ada dua klasifikasi tipe tingkah laku: (Alwisol;2005:402) 1. Tingkah laku responden (respondent behavior); respon yang dihasilkan organisme untuk menjawab stimulus yang secara spesifik berhubungan dengan respon itu. Respon reflex termasuk dalam komponen ini, seperti mengeluarkan air liur ketika melihat makanan, mengelak dari pukulan dengan menundukkan kepala, merasa takut waktu ditanya guru, atau merasa malu waktu dipuji. 2. Tingkah laku operan (operant behavior); respon yang dimunculkan organisme tanpa adanya stimulus spesifik yang langsung memaksa terjadinya respon itu. Terjadi proses pengikatan stimulus baru dengan respon baru. Dalam memformulasi sistem tingakah laku, Skinner membedakan dua tipe respons tingkah laku, yakni responden dan operan. Dalam arti singkatnya, tingkah laku responden adalah suatu respons yang spesifik yang ditimbulkan oleh stimulus yang dikenal, dan stimulus itu selalu mendahui respon. Contoh tingkah laku respoden itu anatara lain menggigil karena kedinginan, stimulus udara dingin, sedangkan responnya adalah menggigil. Pada tingakah laku responden juga bisa dilihat bahwa stimulus yang sama akan menimbulkan respons yang sama pada semua organisme

dari species yang sama, serta tingkah laku responden itu biasanya menyertakan refles-refleks yang melibatkan sistem otonom. Skinner tidak yakin bahwa porsi utama dari tingkah laku manusia terdiri dari refles-refleks sederhana ataupun respons-respons yang diperoleh melalui pengkondisian klasik. Sebaliknya Skinner yakin bahwa tingkah laku manusia itu sebagian besar terdiri dari respon-respon kategori kedua, yakni tingkah laku operan. Tingkah laku operan menurut Skinner diperoleh melalui pengkondisian operan atau instrumental, ditentukan oleh kejadian yang mengikiti respons. Artinya dalam tingkah laku operan konsekuensi atau hasil dari tingkah laku akan menentukan kecenderungan organisme untuk mengulang ataupun menghentikan tingkah lakunya itu dimasa yang akan datang. Jika hasil yang diperoleh oraganisme melalui tingkah lakunya itu positif, maka organisme akan mengulang ataupun mempertahankan tingkah lakunya itu. Sebaliknya jika hasil dari tingkah laku itu negative, maka tingkah laku tersebut oleh oraganisme akan dihentikan atau tidak diulang. Untuk memperjelas pemahaman mengenai tingkah laku operan, kita bisa mengambil contoh dari kehidupan sehari-hari berupa pengkondisian operan dari tingkah laku atau respons menangis pada anak kecil. Konsep perkuatan yang digunakan dalam pengkondisian operan ini menduduki peranan kunci dalam teori Skinner. Skinner mengemukakan bahwa ia menemukan kemungkinan menggunakan jadwal-jadwal perkuatan tidak tetap secara kebetulan, yakni sebagai hasil dari penyelesaian kesulitan praktis yang dihadapinya. Jadwal perkuatan semacam ini, yang disebut perkuatan sinambung, bisa digunakan pada permulaan pengkondisian operan. (E.koswara,1991:78-83) Menurut Skinner variabilitas intensita tingkah laku itu dapat dikembalikan kepada variable lingkungan. Konsep motivasi yang menjelaskan variabilitas tingkah laku dalam situasi yang konstan bukan fungsi dari keadaan energi, tujuan, dan jenis penyebab semacamnya. Dinamika Kepribadian Behavioristik 1. Kepribadian dan Belajar

Kepedulian utama dari Skinner adalah mengenai perubahan tingkah laku. Jadi hakikat teori Skinner adalah teori belajar, bagaimana individu menjadi memiliki tingkah laku baru, menjadi lebih terampil, menjadi lebih tahu. Kehidupan terus-menerus dihadapkan dengan situasi eksternal yang baru, dan organisme harus belajar merespon situasi baru itu memakai respon lama atau memakai respon yang baru dipelajari. Dia yakin bahwa kepribadian dapat difahami dengan mempertimbangkan pertimbangan tingkah laku dalam hubungannya yang terus menerus dengan lingkungannya. Cara efektif untuk mengubah dan mengontrol tingkah laku adalah dengan melakukan penguatan, suatu strategi kegiatan yang membuat tingkah laku tertentu berpeluang untuk terjadi atau sebaliknya pada masa yang akan datang. Konsep dasarnya sangat sederhana yakni bahwa semua tingkah laku dapat dikontrol oleh konsekuensi tingkah laku itu. (Alwisol,2005:403) 2. Generalisasi dan Deskriminasi Stimulus

Generalisasi stimulus adalah proses timbulnya respon dari stimulus yang mirip dengan stimulus yang mestinya menimbulkan respon itu. Sedangkan diskriminasi stimulus adalah kemampuan untuk membedakan stimulus, sehingga stimulus itu tidak diberi respon, walaupun mirip dengan stimulus yang diberi penguat. Generalalisasi dan diskriminasi sangat penting sebagai sarana belajar, karena kalau keduanya tidak ada, orang tidak belajar sama sekali. Kita selalu belajar dari permulaan, dan kita terus menerus akan belajar tingkah laku baru kalau tidak ada generalisasi, karena tidak ada orang yang dapat berada dalam situasi yang sama persis dan melakukan respon yang sama persis pula. Menurut Skinner, generalisasi stimulus itu memiliki arti penting bagi integritas tingkah laku individu. Tanpa adanya generalisasi stimulus, tingkah laku individu akan terbatas dan tidak terintegritas, yang menyebabkan individu tersebut harus selalu mengulang-ulang pembelajarannya, bagaiman bertingkah laku secar layak. Disamping generalisasi stimulus, menurut Skinner individu mengembangkan tingkah laku adaptif atau penyesuaian diri melalui kemampuan membedakan atau diskriminasi stimulus. Deskriminasi stimulus merupakan kebalikan dari generalisasi stimulus, yakni suatu proses belajar bagaimana merespons secara tepat terhadap berbagai stimulus yang berbeda. Menurut Skinner, kemampuan mendiskriminasikan stimulus itu pada setiap orang tidaklah sama. (E.Koswara,1991: 94-95) 3. Tingkah Laku Kontrol Diri

Prinsip dasar pendekatan Skinner adalah: Tingkah laku disebabkan dan dipengaruhi oleh variable eksternal. Tidak ada sesuatu dalam diri manusia, tidak ada bentuk kegiatan internal, yang mempengaruhi tingkah laku. Namun betapapun kuatnya stimulus dan penguat eksternal, manusia masih dapat mengubahnya memakai proses kontrol diri. Pengertian kontrol diri ini bukan mengontrol kekuatan dalam diri, tetapi bagaimana diri mengontrol variable-variabel luar yang menentukan tingkah laku. Tingkah laku tetap ditentukan oleh variable luar, namun dengan cara kontrol diri beri

Teori Kepribadian Behavioristik


December 6, 2011 in Personality Development Guidance 1. Pembiasaan Klasikal Pavlov Pembiasaan klasikal (Classical Conditioning) merupakan tipe belajar yang menekankan stimulus netral memerlukan kapasitas untuk merangsang respon yang secara orisinil terangsang oleh stimulus yang lain. Proses ini dinamakan juga respondent conditioning yang pertamakali diperkenalkan oleh Ivan Pavlov pada tahun 1903.
Ivan Petrovich Pavlov adalah ahli fisiologi ternama Rusia yang mendapatkan penghargaan Nobel (dalam penelitian tentang pencernaan). Dia seorang ilmuan yang penuh dedikasi, yang terobsesi dengan penelitiannya. Dia telah meneliti tentang proses pencernaan anjing, ketika dia mengetahui bahwa anjing dapat dilatih untuk mengeluarkan air liur untuk merespon bunyi bell. Sebagai stimulus netral, bunyi bell memang tidak menghasilkan respon air liur anjing. Untuk mengubah agar bunyi bell itu dapat menghasilkan respon, maka Pavlov menyertakan (memasang) bell dengan bubuk daging (stimulus yang melahirkan respon keluarnya air liur). Melalui proses ini, bell mempunyai kemampuan untuk menghasilkan respon keluarnya air liur. Proses ini juga menunjukan, bahwa refleks-refleks itu dapat dipelajari. 2. Pengkondisian Operan: Skinner Burrhusm Frederic Skinner adalah salah seorang ahli psikologi di Amerika yang banyak menghabiskan waktunya bekerja di Universitas Harvard. Dia masuk Universitas Harvard pada tahun 1928 dan memperoleh gelar Ph.D. a. Tipe Tingkah Laku Skinner membagi tingkah laku ke dalam dua tipe, yaitu: a. Tingkah laku responden (respondent behavior) adalah respon atau tingkah laku yang dibangkitkan atau dirangsang oleh stimulus tertentu. Tingkah laku responden ini wujudnya adalah refleks. Contohnya: mata berkedip karena kena debu, menarik tangan pada saat terkena sengatan setrum listrik. Berkedip debu dan sengatan setrum adalah stimulus. b. Tingkah laku operan (operant behavior) adalah respon atau tingkah laku yang bersifat spontan (sukarela) tanpa stimulus yang mendorongnya secara langsung. Tingkah laku ini ditentukan atau dimodifikasi oleh reinforcement yang mengikutinya. b. Pengkondisian Tingkah Laku Operan (Operant Conditioning) Teori yang dikembangkan Skinner terkenal dengan Operant Conditioning, yaitu bentuk belajar yang menekankan respon-respon atau tingkah laku yang sukarela dikontrol oleh konsekuen-konsekuennya.

Proses operant conditioning dijelaskan oleh Skinner melalui eksperimennya terhadap tikus, yang terkenal dengan Skinner Box. Berdasarkan eksperimennya, Skinner berkesimpulan bahwa operant conditioning lebih banyak membentuk tingkah laku manusia dari pada classical conditioning, lebih banyak membentuk tingkah laku manusia dari pada classical conditioning, karena kebanyakan respon-respon manusia lebih bersifat disengaja dari pada reflektif. Skinner telah melalukan penelitian sederhana, namun mempunyai pengaruh yang sangat besar, terutama terhadap pemikiran dalam psikologi. c. Kekuatan Reinforcement Menurut Skinner reinforcement dapat terjadi dalam dua cara: -Reinforcement positif memotivasi banyak tingkah laku sehari-hari. Seperti anda belajar keras karena mendapat nilai yang bagus, atau bekerja ekstra keras karena ingin memenangkan promosi. Dalam kedua contoh ini, respon terjadi karena respon-respon mengarahkan pada hasil-hasil yang positif di masa lalu. -Reinsforcement negative terjadi ketika respon diperkuat (sering dilakukan), karena diikuti oleh stimulus yang dapat menyenangkan. Reinsforcement ini memainkan peranan dalam perkembangan kecenderungan-kecenderungan untuk menolak (menghindar). Pada umumnya orang cenderung menghindar dari situasi yang kaku, atau masalah pribadi yang sulit. d. Ekstingsi dan Hukuman (Extinction & Punishment) Terjadinya ekstingsi dimulai ketika respon-respon yang diperkuat mengakhiri dampak yang positif. Seperi anak yang suka melucu akan menghentikan melucunya, apabila dia tidak lagi mendapatkan apresiasi atau penghargaan dari teman-temannya. Beberapa respon mungkin dapat diperlemah dengan hukuman. Menurut Skinner hukuman ini terjadi ketika respon diperlemah (menurun frekuensinya dan bahkan menghilang), karena diikuti oleh kehadiran stimulus yang tidak menyenangkan. 3. Teori Belajar: Bandura Albert Bandura adalah salah seorang behavioris yang menambahkan aspek kognitif terhadap behaviorisme sejak tahun 1960. Pengembangan teorinya merujuk kepada pandangan Skinner. Meskipun begitu Bandura memiliki pendapat (asumsi) tersendiri dalam kaitannya dengan hakikat manusia dan kepribadian. Asumsinya itu adalah sebagai berikut. a. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang sadar, berpikir, merasa dan mengatur tingkah lakunya sendiri. Dengan demikian manusia bukan seperti poin atau bidak yang mudah sekali dipengaruhi atau dimanipulasi oleh lingkungan. Hubungan antara manusia dengan lingkungan bersifat saling mempengaruhi satu sama lainnya. b. Kepribadian berkembang dalam konteks sosial, interaksi antara satu sama lainnya. Dengan demikian teori kepribadian yang tepat adalah yang mempertimbangkan konteks sosial tersebut.

4. Komentar Teori behavioristik (pendekatan tingkah laku) dibangun atas dasar penelitian empiric, bukan hasil intuisi klinis. Karena bersifat empiric, pendekatan tingkah laku terbuka terhadap penemuanpenemuan atau gagasan-gagasan baru. Para behavioris menyakini bahwa tingkah laku manusia itu tidak selalu konsisten, karena manusia berperilaku dengan cara-cara yang mengarah kepada reinforcement dalam situasi yang dihadapi. Dalam kata lain, faktor-faktor situasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan tingkah laku. Berikut merupakan kritik terhadap teori behavioristik: a. Prinsip-prinsip dalam teori tingkah laku ditemukan melalui penelitian terhadap binatang. Dengan demikian prinsip-prinsip tersebut (tingkah laku binatang) tidak bias digeneralisasikan kepada tingkah laku manusia. b. Para behavioris mengabaikan proses kognitif, padahal factor ini sangat penting dalam tingkah perilaku manusia. c. Para behavioris memandang kepribadian secara pragmentaris (terpecah-pecah, tidak utuh). Kepribadian dirumuskan secara sederhana, hanya sebagai hasil asosiasi stimulus-respon. Credit @ trigonalworld.com

TEORI BEHAVIORISME
RINGKASAN Teori Behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada hasil belajar dan tidak memperhatikan pada proses berpikir siswa. Menurut teori ini, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma Stimulus-Respon, yaitu suatu proses yang memberikan respon tertentu terhadap stimulus yang datang dari luar. Proses StimulusRespon (SR) yaitu dorongan,rangsangan, respon serta penguatan. Ada beberapa jenis teori yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh Behaviorisme yaitu Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov, serta Teori Connectionism dari Thornaike, Teori Operant Conditioning dari B.F.Skinner, teori Watson, Teori Clark Hull, dan juga Teori Edwin Gutrei. Teori ini memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari teori ini adalah teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa dan teori ini juga membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar sedangkan kelemahan dari teori ini adalah proses pembelajaran berpusat pada guru dan siswa hanya mendengarkan penjelasan dan menghapal saja sehingga siswa menjadi tidak aktif dan tidak dapat berkembang. Teori ini digunakan disetiap jenjang pendidikan untuk melaksanakan proses pembelajaran dari dulu sampai sekarang. Kata kunci : teori behaviorisme, stimulus, respon. A. PENDAHULUAN Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa aktif dalam mencari, mengembangkan dan mengkonstruksi secara aktif pengetahuan yang didapatkan. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan pembelajaran matematika dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi, dan dugaan serta mencoba-coba (Depdiknas, 2006). National Council of Teachers of Matematics atau NCTM (2000) menyatakan bahwa dalam mempelajari matematika peserta didik tidak hanya bergantung pada apa yang diajarkan, tetapi juga bagaimana matematika itu diajarkan, atau bagaimana peserta didik belajar dalam pembelajaran. Pada dasarnya pembelajaran merupakan proses interaksi, komunikasi dan negosiasi antara guru dan peserta didik. Proses komunikasi yang terjadi tidak selamanya berjalan dengan lancar bahkan proses komunikasi dapat menimbulkan salah pengertian ataupun salah

konsep. Untuk itu, guru diharapkan mampu memberikan suatu alternatif pembelajaran bagi peserta didik agar dapat memahami konsep-konsep yang telah diberikan (Wahono, 2007). Tidak bisa dipungkiri bahwa teori pembelajaran yang diterapkan oleh guru akan berpengaruh terhadap keberhasilan guru dan siswa dalam pembelajaran. Hal ini tentu harus disesuaikan dengan memperhatikan karakteristik siswa itu sendiri termasuk materi yang diajarkan. Sejauh ini kita telah mengenal teori dalam pembelajaran salah satunya adalah Teori Bhviorisme. Jika ditinjau dari konsep atau teori, teori behaviorisme ini tentu berbeda dengan teori yang lain. Hal ini kita bisa lihat dalam pembelajaran sehari-hari dikelas. Ada berbagai asumsi atau pandangan yang muncul tentang teori behaviorisme. Teori behaviorisme memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang diinginkan, dan guru pemberi hadiah siswa yang telah mampu memperlihatkan perubahan bermakna sedangkan hukuman diberikan kepada siswa yang tidak mampu memperlihatkan perubahan makna. Jika dilihat secara sepintas teori behaviorisme ini tentu saling berhubungan dengan teori yang lain. Untuk memberikan pemahaman yang jelas, melalui makalah ini penulis akan mengkaji dan menelaah lebih jauh tentang pengertian teori behaviorisme, keunggulan dan kelemahan behaviorisme, aplikasi teori behaviorisme, dan teori behaviorisme dalam mewujudkan tujuan belajar dan pembelajaran yang sesungguhnya. Melalui makalah ini diharapkan tidak lagi muncul asumsi yang keliru tentang pendekatan behaviorisme tersebut, sehingga pembaca memang

benar-benar mengerti apa dan bagimana pendekatan behaviorisme.

B. 2.1

PEMBAHASAN

Pengertian Pendekatan Behaviorisme Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons.

Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat dan gurunya pun sudah mengajarkan dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Dalam contoh tersebut, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar siswa, sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respons pun akan tetap dikuatkan (Suryabrata, 1990). Misalnya, ketika peserta didik di beri tugas oleh guru. Ketika tugasnya ditambahkan, maka ia akan semakin giat belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif (positif reinforcement) dalam belajar. Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan ini justru meningkatkan aktifitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan atau dihilangkan untuk memungkinkan terjadinya respons. Terdapat beberapa pandangan tokoh-tokoh tentang pendekatan behaviorisme yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pavlov Thorndike Watson Clark Hull Edwin Guthrie, dan Skiner Masing-masing tokoh memberikan pandangan tersendiri tentang apa dan bagaimana behavoristik tersebut. 1. Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov

Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927). Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang. Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi pipi pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula. Makanan adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.

Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia. Melalui eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi perilaku seseorang. 2. Teori Koneksionisme Thorndike Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwaperistiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dalam eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) tersebut diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah trial and error learning atau selecting and connecting learning dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut a. Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. b. Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hokum ini menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai. c. Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu

perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi. Selain tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hokum lainnya dalam belajar yaitu Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap ( Set/ Attitude), Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element), Hukum Respon by Analogy, dan Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting). 3. Teori Conditioning Watson Watson merupakan seorang behavioris murni. Kajian Watson tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons. Dalam hal ini, stimulus dan respons yang dimaksud dibentuk dari tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Watson mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar dan ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan. 4. Teori Systematic Behavior Clark Hull Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respons untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Dalam hal ini, ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemenuhan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia. Sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respons yang mungkin akan muncul dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya. Hingga saat ini, teori Hull masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium. 5. Teori Conditioning Edwin Guthrie Demikian halnya dengan Edwin Guthrie, ia juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respons untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Menurut Edwin, stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang telah dijelaskan oleh

Clark dan Hull. Dalam hal ini, hubungan antara stimulus dan respons cenderung hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam kegiatan belajar perlu diberikan sesering mungkin stimulus agar hubungan antara stimulus dan respons bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan agar respons yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, sehingga diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respons tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Setelah Skinner mengemukakan dan mempopulerkan pentingnya penguatan (reinforcement) dalam teori belajarnya, sehingga hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar. 6. Teori Operant Conditioning Skinner Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsepkonsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respons yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respons tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa, dengan menggunakan perubahanperubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang dipergunakan perlu penjelasan lagi, demikia seterusnya. Dari semua pendukung Teori behavioristik, Teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya. Programprogram pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berpogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program

pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner. 2.2 a) Keunggulan dan Kelemahan Teori Behaviorisme Keunggulan Teori Behaviorisme

1)

Teori

ini

cocok dominansi

diterapkan peran dan

untuk

melatih suka

anak-anak mengulangi

yang dan

masih harus

membutuhkan dibiasakan,

orang

dewasa,

suka

meniru

senang

dengan

bentuk-bentuk

penghargaan

langsung seperti diberi permen atau pujian. 2) Membiasakan belajar 3) Kelemahan Teori Behaviorisme Kelemahan teori behaviorisme adalah sebagai berikut. 1) Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur. 2) Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata kata kasar, ejekan , jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa. 2.3 Aplikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran Teori psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah teori behaviorisme. Teori ini menekankan pada terbentuknya prilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behaviorisme dengan model hubungan stimulus-responsnya, mendudukkan yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau prilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya prilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman. Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respons, individu atau siswa pasif, prilaku sebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara tepat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behaviorisme. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok Bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan. guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi

Aplikasi teori behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti : tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pendidikan. Sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid. Aplikasi teori belajar behaviorisme menurut tokoh-tokoh antara lain :

a.

Aplikasi Teori Pavlov Contohnya yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.

b. Aplikasi Teori Thorndike 1. Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya. 2. Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang ketat atau sistem drill. 3. Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman sehingga memberikan motivasi proses belajar mengajar.

c.

Aplikasi Teori Skinner Guru mengembalikan dan mendiskusikan pekerjaan siswa yang telah diperiksa dan dinilai sesegera mungkin.

Selain itu, penerapan teori behaviouristik adalah dengan pemberian bahan pembelajaran dalam bentuk utuh kepada peserta didik, hasil belajar segera disampaikan kepada peserta didik, proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar, dan materi pelajaran digunakan sistem modul.

C.

PENUTUP

3.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1. Teori behaviorisme memandang bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respons. 2. Keunggulan teori behaviorisme adalah Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian dan membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar. Kelemahan dari teori ini adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat meanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur, murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan, dan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata-kata kasar, ejekan, jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa. 3. Penerapan teori behaviouristik adalah dengan pemberian bahan pembelajaran dalam bentuk utuh kepada peserta didik, hasil belajar segera disampaikan kepada peserta didik, proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar, dan materi pelajaran digunakan sistem modul. Selain itu, setiap teori yang dikemukan oleh tokok behaviorisme juga memiliki aplikasi sendiri dalam pembelajaran. Aplikasi dari teori Pavlov adalah pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya. Aplikasi dari teori Thorndike adalah sebelum memulai mengajar dalam kelas, peserta didik harus disiapkan terlebih dahulu mentalnya, guru mengadakan ulangan yang teratur dan memberikan pujian atau hadiah kecil kepada siswa. Sedangkan aplikasi dari teori Skinner adalah guru sesegera mungkin mengembalikan dan mendiskusikan hasil pekerjaan siswa. 3.2 Saran Saran yang dapat penulis sampaikan dari makalah ini, sebaiknya dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah tidak cenderung menggunakan teori belajar behaviorisme karena teori ini hanya berpusat pada guru dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan daya

imajinasinya sehingga siswa cenderung menjadi pasif dan kurang kreatif. Selain itu, teori ini juga masih menggunakan hukuman berupa kata-kata kasar dan adanya hukuman fisik.

Anda mungkin juga menyukai