Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN PUSTAKA

Nefropati Urat
Nata Pratama Hardjo Lugito
Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK Gouty nephropathy atau chronic uric acid nephropathy atau nefropati urat kronik adalah suatu keadaan asam urat atau kristal urat terdeposit pada parenkim dan lumen tubulus secara independen dan menyebabkan cedera langsung lewat mekanisme respons inflamasi kronik, serupa dengan yang terjadi pada pembentukan mikrotofus pada bagian tubuh lain, yang berpotensi menyebabkan fibrosis interstitial dan gagal ginjal kronik. Penumpukan asam urat atau kristal urat terjadi karena hipersaturasi asam urat atau hiperurisemia. Hiperurisemia bisa terjadi akibat peningkatan metabolisme asam urat, penurunan ekskresi asam urat urin, atau gabungan keduanya. Hiperurisemia berhubungan dengan hipertensi, kelainan vaskular dan gagal ginjal, namun mekanisme cedera ginjal langsung akibat hiperurisemia masih kontroversial. Hiperurisemia merupakan faktor independen kelainan ginjal pada nefropati IgA, namun bukan prediktor penurunan fungsi ginjal. Jika hiperurisemia merupakan faktor independen gagal ginjal, usaha untuk menurunkan kadar plasma asam urat akan menurunkan prevalensi gagal ginjal. Masih dibutuhkan studi lebih lanjut untuk memastikan hal tersebut. Kata kunci: nefropati urat kronik, hiperurisemia, gagal ginjal

ABSTRACT Gouty nephropathy or chronic uric acid nephropathy is a situation where uric acid or crystal is deposited on parenchyma and lumen of kidney tubule independently, causing chronic inflammatory response via direct injury, similar to formation of microtophus in other organs, causing interstitial fibrosis and finally kidney failure. Deposition of uric acid or crystal formed because of hypersaturation of uric acid or hyperuricaemia. Hyperuricaemia is caused by increased uric acid metabolism, decreased urinary uric acid excretion or both. Hyperuricaemia is associated with hypertension, vascular abnormality and kidney failure, direct injury mechanism theory is still controversial. Hyperuricaemia is an independent factor in IgA nephropathy, but not as a predictor of kidney function decline. If hyperuricaemia is independent factor to kidney failure, efforts to lower plasma uric acid will also lower kidney failure prevalence. Nata Pratama Hardjo Lugito. Gouty Nephropaty. Key words: chronic uric acid nephropathy, hyperuricaemia, kidney failure

PENDAHULUAN Hiperurisemia adalah keadaan peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Secara biokomiawi akan terjadi hipersaturasi yaitu kelarutan asam urat di serum yang melewati ambang batasnya. Batasan hiperurisemia secara ideal yaitu kadar asam urat di atas 2 standar deviasi hasil laboratorium pada populasi normal.1,2 Namun secara pragmatis berdasarkan berbagai studi epidemologi dapat digunakan patokan kadar asam urat > 7 mg/dL pada laki-laki, dan > 6 mg/dL pada perempuan. Keadaan hiperurisemia akan berisiko timbulnya arthritis gout, nefropati urat, atau batu ginjal. Hiperurisemia bisa terjadi akibat peningkatan metabolisme asam urat, penurunan ekskresi asam urat urin, atau gabungan keduanya.1,3 Sedangkan gout merupakan kelompok penyakit heterogen
Alamat korespondensi email: nata_pratama_hl@yahoo.com

sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada jaringan, akibat gangguan metabolisme berupa hiperurisemia. Manifestasi klinik deposisi urat meliputi artritis gout, akumulasi kristal di jaringan yang merusak tulang (tofus), batu urat, dan nefropati urat.1 Prevalensi hiperurisemia kira-kira 2,6 47,2% yang bervariasi pada berbagai populasi. Sedangkan prevalensi gout bervariasi antara 1 15,3%. Pada suatu studi didapatkan insidens gout 4,9% pada kadar asam urat darah > 9 mg/dL, 0,5% pada kadar 7 8,9 mg/dL, dan 0,1% pada kadar <7 mg/dL.1 Prevalensi gout di Jawa Tengah bagian Utara sebesar 1,7% di daerah rural dan 4,8% di daerah urban.4 Hiperurisemia berhubungan dengan

hipertensi, kelainan vaskular dan gagal ginjal, namun mekanisme cedera ginjal langsung akibat hiperurisemia masih kontroversial. Hiperurisemia merupakan faktor independen kelainan ginjal pada nefropati IgA, namun bukan prediktor penurunan fungsi ginjal menurut studi MDRD. Jika hiperurisemia merupakan faktor independen gagal ginjal, tentunya usaha untuk menurunkan kadar plasma asam urat akan menurunkan prevalensi gagal ginjal. PEMBAHASAN Metabolisme Asam Urat1-3,5,7 Asam urat adalah hasil akhir metabolisme purin. Pada keadaan normal, 90% metabolit nukleotid (adenin, guanin dan hipoxantin) dipakai kembali untuk membentuk AMP, IMP dan GMP oleh adenine phosphoribosyltransferase

330

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA
(APRT) dan hypoxanthin guanine phosphoribosyltransferase (HGPRT). Hanya 10% sisanya diubah menjadi xantin kemudian menjadi asam urat oleh xanthine oxidase (XO). Kelarutan urat yang rendah, terutama asam urat adalah alasan mengapa hiperurisemia menimbulkan gout. Eksresi asam urat oleh ginjal mencapai 10% jumlah yang difiltrasi, sehingga pada hasil akhir urin kadarnya 10 20 x kadar plasma. Hiperurisemia terjadi pada 10% populasi di negara maju, 1 di antara 20 menderita gout (laki-laki lebih banyak dari pada perempuan), 90% pasien gout adalah gout primer dengan predisposisi genetik. Hiperurisemia primer terjadi karena ekskresi ginjal baru dapat meningkat sesuai dengan produksinya jika kadarnya dalam plasma dan filtrat glomerularnya meningkat (hiperurisemia asimptomatik). Jika terjadi peningkatan asupan purin, terjadi penumpukan kristal monosodium urat. Peningkatan kadar asam urat dalam urin menyebabkan terjadinya batu saluran kemih. Alkohol, obesitas dan beberapa obat seperti diuretik meningkatkan metabolisme adenin nukleotida sehingga memudahkan terjadinya penumpukan kristal. Pada gout kronik, serangan berulang menimbulkan kerusakan sendi, serta penumpukan urat (tofus) pada daun telinga dan ginjal (nefropati urat). Obat urikosurik seperti benzbromaron dan benziodaron meningkatkan ekskresi asam urat sehingga menurunkan kadar plasmanya. Sedangkan alopurinol adalah suatu anti xantin oksidase (XO), menurunkan produksi asam urat lewat blokade enzim tersebut. Penanganan urat oleh ginjal 8 Kovarsky; Stone dan Simmonds menyimpulkan bahwa pengikatan urat in vivo sangat rendah, antara 4 5% saja dan urat tidak difiltrasi di glomerulus. Di tubulus, sekitar 90% urat direabsorbsi, sehingga FEur (Fractional Excretion of uric acid) mencapai 10% (Wyngaarden dan Kelley; Wortman). Reabsorbsi pada laki-laki lebih tinggi (92%) dibandingkan perempuan (88%), lebih rendah pada anak-anak (70 85%). Hal ini menjelaskan lebih tingginya kadar asam urat plasma pada laki-laki dan jarangnya gout klasik pada perempuan dan anak-anak. Ras juga merupakan faktor yang mempengaruhi kadar asam urat plasma. Laki-laki dan perempuan Polinesia memiliki kadar asam urat plasma lebih tinggi dibandingkan Kaukasia. Faktor endogen atau eksogen yang mempengaruhi penanganan urat oleh ginjal Banyak faktor yang memengaruhi penanganan urat atau asam urat oleh ginjal dan memengaruhi kadar urat plasma. Pada beberapa kasus, hal ini nampaknya efek langsung terhadap transporter urat, namun pada kasus lainnya merupakan efek sekunder akibat kontraksi atau ekspansi volume plasma atau efek terhadap hemodinamik ginjal. Beberapa obat memiliki efek bifasik terhadap ekskresi urat, pada dosis rendah meningkatkan retensi sedangkan pada dosis tinggi bersifat urikosurik. Obat tersebut antara lain salisilat, fenilbutazon dan inhibitor siklooksigenase lainnya, pirazinamid, probenesid, dan nikotinat. Faktor yang menurunkan klirens asam urat Beberapa agen fisiologis dan patologis dapat menurunkan ekskresi urat dan menyebabkan peningkatan kadar urat plasma, yang juga dapat mencetuskan serangan akut gout pada individu yang kadar urat plasma sudah di batas atas karena penurunan proporsi ekskresi urat terhadap LFG. Kontraksi volume plasma karena asupan yang tak adekuat, kehilangan cairan karena diare, muntah atau diuretik dapat meningkatkan reabsorbsi urat bersama senyawa lain di tubulus proksimal seperti Na+ and HCO3. Gout pada pasien yang mendapatkan pengobatan kombinasi obat anti hipertensi seperti diuretik mencapai 50% pasien baru yang berobat untuk gout. Vasokonstriktor ginjal seperti adrenalin, noradrenalin, angiotensin dan beberapa inhibitor siklooksigenase menurunkan klirens urat. Siklosporin juga merupakan vasokonstriktor kuat dan menjadi salah satu faktor penyebab peningkatan insidens hiperurisemia dan gout pada resipien transplantasi. Senyawa fisiologik yang menurunkan ekskresi urat adalah asam organik seperti laktat, asetosetat dan -hidroksi butirat; yang produksinya meningkat pada status epileptikus dan konsumsi alkohol berlebihan bersamaan dengan asupan makanan tak adekuat. Intoksikasi timbal kronik menyebabkan penurunan ekskresi urat lewat mekanisme yang belum dapat ditentukan. Obat-obat pirazinamid dan etambutol serta obat urikosurik benzbromaron menyebabkan peningkatan kadar urat plasma. Faktor yang meningkatkan klirens asam urat Peningkatan volume plasma menyebabkan peningkatan ekskresi urat sebagai akibat sekresi ADH (antidiuretic hormone) yang tak sesuai, yang terjadi pada pasien dengan keganasan, awal kehamilan. Obat urikosurik seperti probenesid, sulfinpirazon dan benzbromaron menurunkan kadar urat plasma dengan meningkatkan ekskresi asam urat. Hal tersebut dapat menimbulkan gagal ginjal akut karena presipitasi asam urat pada tubulus. Vitamin C dosis besar juga bersifat urikosurik dan menyebabkan kristaluria atau batu campuran antara oksalat dan urat. Obat yang biasanya tak memengaruhi ekskresi urat kadang juga menyebabkan urikosuria, seperti radiokontras, warfarin dan kortikosteroid, antibiotik, seperti ampisilin, serta asam amino, seperti glisin. Penyebab Hiperurisemia dan Gout1-3 Penyebab hiperurisemia dibedakan menjadi penyebab primer pada sebagian besar kasus, serta penyebab sekunder dan idiopatik. Penyebab primer berarti tidak ada penyakit atau penyebab lain, berbeda dengan kelompok sekunder yang didapatkan penyebab lain, baik genetik maupun metabolik. Pada 99% kasus gout dan hiperurisemia dengan penyebab primer, ditemukan kelainan molekuler yang tidak jelas meskipun diketahui adanya mekanisme penurunan sekresi pada 80-90% dan produksi berlebihan pada 10-20% kasus. Sedangkan pada kelompok hiperurisemia dan gout sekunder, terjadi melalui mekanisme produksi berlebihan, seperti gangguan metabolisme purin pada defisiensi enzim glucose-6phosphatase atau fructose-1-phospate aldolase. Hal yang sama juga terjadi pada keadaan infark miokard, status epileptikus, penyakit hemolisis kronis, polisitemia, psoriasis, keganasan mieloproliferatif dan limfoproliferatif; yang meningkatkan pemecahan ATP dan asam nukleat dari inti sel. Mekanisme penurunan sekresi dapat ditemukan pada keadaan penyakit ginjal kronik, dehidrasi, diabetes insipidus, alkoholisme, myxodema, hiperparatiroid, ketoasidosis dan keracunan berilium. Selain itu juga dapat terjadi pada pemakaian obat seperti diuretik, salisilat dosis rendah, pirazinamid, etambutol dan siklosporin. Hiperurisemia diketahui juga berkaitan dengan berbagai keadaan gangguan metabolik seperti diabetes melitus,

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

331

TINJAUAN PUSTAKA
ginjalnya normal untuk umurnya dan tetap normal. Pada spektrum lain ditemukan pasien usia muda atau bahkan anak-anak dari kedua jenis kelamin dengan gout familial onset prekoks, yang mengalami penurunan fungsi ginjal secara cepat, walaupun produksi dan ekskresi asam uratnya normal bahkan rendah. Lalu ditemukan pasien intoksikasi timbal dan pasien dengan peningkatan produksi asam urat dengan ekskresi asam urat sangat meningkat dan pada ginjal terjadi penumpukan kristal.8 Foley dan Weinman (1984) serta Beck (1986) menentang entitas nefropati urat kronik. Namun, saat ini hubungan antara hiperurisemia dan penyakit ginjal kronis tidak diragukan lagi walaupun pola hubungannya yang masih diperdebatkan. Gambar 2 menunjukkan kemungkinan pola hubungan tersebut.6 Spektrum pasien gout meliputi yang saat ini telah diketahui, terdiri dari: Gout primer 8 Sekitar 3040 tahun yang lalu, penyakit dan gagal ginjal merupakan hal yang umum pada pasien laki-laki gout usia pertengahan serta merupakan penyebab utama kematian. Keterlibatan ginjal mencapai 100% dan antara 20 80% kematian disebabkan uremia. Saat ini, setelah gout jarang dijumpai pada gagal ginjal, ternyata gagal ginjal juga menjadi jarang pada pasien gout primer atau klasik, yang berusia 50 60 tahun. Fungsi ginjal pasien hampir selalu normal untuk usianya dan tetap stabil walaupun terdeteksi abnormalitas sedimen urin dan proteinuria ringan. Penurunan konsentrasi asam urat mendekati normal tidak mempengaruhi perjalanan penyakit. Kelainan ginjal yang ditemukan hanyalah FEur yang rendah (ratarata 5,4%) yang menunjukkan bahwa gout primer adalah kelainan ginjal dengan dasar kelainan genetik mayor. Alasan tingginya prevalensi gagal ginjal pada gout primer di masa lalu tidak jelas. Diperkirakan kerusakan ginjal mengikuti penyakit vaskular pada gout, atau adanya penumpukan asam urat atau kristal urat dalam ginjal. Demikian pula tidak mungkin mencari penyebab penurunan mortalitas, namun disimpulkan bahwa hal tersebut

Gambar 1 Penumpukan kristal urat pada media basa di interstitial ginjal menyebabkan terjadinya fibrosis dan atrofi6

hipertrigliseridemia, obesitas, sindrom metabolik, dan hipotiroidisme. Sebaliknya hiperurisemia diduga menjadi faktor risiko hipertensi, aterosklerosis dan penyakit jantung koroner. Definisi Nefropati Urat Penyakit ginjal yang disebabkan oleh asam urat atau penumpukan kristal urat, terbagi menjadi 3 jenis, yaitu nefropati asam urat akut, nefropati urat kronik dan nefrolitiasis asam urat.6,7,8 Dalam tinjauan pustaka ini, yang akan dibahas adalah nefropati urat kronik. Gouty nephropathy atau chronic uric acid nephropathy atau nefropati urat kronik adalah suatu keadaan asam urat atau kristal urat terdeposit pada parenkim dan lumen tubulus secara independen dan menyebabkan cedera langsung pada ginjal selama suatu periode waktu sehingga menyebabkan gagal ginjal.6,7 Nefropati urat kronik adalah suatu bentuk penyakit ginjal kronik yang diinduksi oleh penumpukan monosodium urat pada interstitial medula, yang menyebabkan respons inflamasi kronik, serupa dengan yang terjadi pada pembentukan mikrotofus pada bagian tubuh lain, yang berpotensi menyebabkan fibrosis interstitial dan gagal ginjal kronik.8 Nefropati urat kronik yang pada masa lalu sering ditemukan pada pasien dengan tophaceous gout, saat ini jarang ditemukan. Namun demikian pasien penyakit ginjal kronik

dengan sedimen urin serta hiperurisemia yang tak sesuai dengan derajat gangguan ginjalnya memenuhi kriteria nefropati urat kronik. Studi pada hewan menunjukkan bahwa pada penyakit ginjal kronik terjadi hiperurisemia ringan, yang terjadi lewat dua mekanisme yang mengkompensasi penurunan efisiensi ekskresi ginjal yaitu peningkatan ekskresi asam urat usus dan penurunan produksi karena penurunan aktivitas xantin oksidase.8 Peningkatan kadar urat plasma yang tidak sesuai dengan derajat gangguan ginjal didefinisikan sebagai berikut:8 Kadar urat plasma > 9 mg/dL (535 mol/L) jika kadar kreatinin plasma 1,5 mg/dL (132 mol/L) Kadar urat plasma > 10 mg/dL (595 mol/L) jika kadar kreatinin plasma 1,5 2,0 mg/dL (132 to 176 mol/L) Kadar urat plasma > 12 mg/dL (714 mol/L) dengan gagal ginjal yang lebih berat Sejarah Nefropati Urat Kronik Istilah nefropati urat kronik serta keberadaannya telah menjadi subjek perdebatan selama bertahun-tahun. Salah satu penyebab kebingungan adalah bahwa di masa lalu beberapa varian pasien gout digolongkan menjadi 1 kelompok. Pada satu spektrum ditemukan pada laki-laki usia pertengahan yang disebut gout primer, yang produksi asam uratnya normal namun mengalami peningkatan ekskresi asam urat tergantung dari diet tinggi purin, fungsi

332

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1 Faktor yang meningkatkan risiko perburukan fungsi ginjal pada pasien hipertensi primer12 Faktor risiko Hipertensi berat (TD sistolik > 170 mmHg) Hipertensi lama Ras Afrika Amerika* Hiperurisemia dan/atau gout* Intoksikasi timbal kronik* Obesitas dan/atau Sindrom Metabolik* Diuretik* Penurunan jumlah nefron Usia lanjut *Kondisi yang berhubungan dengan hiperurisemia

berhubungan dengan penurunan asupan purin, pengobatan yang lebih efektif dengan agen urikosurik dan alopurinol, serta penurunan insidens intoksikasi timbal. Saat ini tophaceous gout sudah jarang dan hipertensi yang terkait juga sudah menjadi normotensi dengan pengobatan yang efektif. Asal tofus interstitial monosodium urat juga kontroversial. Hal tersebut diperkirakan merupakan hasil tingginya konsentrasi asam urat plasma dengan penumpukan primer pada interstitial ginjal sebagai monosodium urat. Studi lain menyimpulkan bahwa hal tersebut terjadi akibat erosi kristal asam urat pada tubulus ke dalam interstitial yang menyebabkan terbentuknya monosodium urat. Saat ini masih dipertanyakan penyebab kerusakan ginjal apakah monosodium urat atau asam urat. Pada interstitial ginjal, pH 7,37 dan karena pK disosiasi gugus hidroksil asam urat adalah 5,44, bentuk utama purin adalah monosodium urat monohidrat berbentuk jarum. Sedangkan di tubulus, pH dapat mencapai 5,0 bahkan lebih rendah, dan bentuk utama adalah asam urat amorf. Kedua mekanisme dapat terjadi pada nefropati urat kronik, asam urat dan monosodium urat dapat menyebabkan inflamasi jaringan ikat sekunder. Gout juvenilis 8 Penurunan jumlah pasien dengan keterlibatan ginjal pada gout primer menyebabkan munculnya kelompok pasien baru, berusia muda (antara 10 35 tahun) dengan onset prekoks hiperurisemia sehingga disebut sebagai familial juvenile hyperuricaemic nephropathy (FJHN) atau medullary cystic kidney disease type 2 (MCDK2). Kelainan ini adalah kelainan autosom dominan dengan hiperurisemia dan gout pada awal perjalanan penyakit dengan gangguan ginjal yang progresif. Masih diperdebatkan apakah hiperurisemia atau kelainan ginjalnya yang merupakan faktor primer. Walaupun gagal ginjal umum ditemukan, biopsi ginjal dan nefrektomi menunjukkan nefropati interstitial dengan atrofi tubular dan glomerulosklerosis, dan kristal urat jarang ditemukan. Nefropati terinduksi kristal 8 Percobaan pada hewan menunjukkan bahwa dalam jangka waktu singkat, penumpukan kristal dapat menyebabkan kerusakan

Gambar 2 Metabolisme asam urat, penumpukan asam urat dan kelainan yang ditimbulkannya6

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

333

TINJAUAN PUSTAKA
menderita hipertensi yang gambarannya serupa, serta apakah penurunan kadar asam urat dapat memperlambat penurunan fungsi ginjal.8 Weiner dkk.13 menemukan bahwa kadar asam urat pada awal studi berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit ginjal pada model berdasarkan LFG (OR 1,07 (95% CI 1,01 1,14)) dan kadar kreatinin (OR 1,11 (95% CI 1,01 1,21)), disimpulkan bahwa peningkatan kadar asam urat adalah faktor risiko independen timbulnya penyakit ginjal pada populasi umum. Studi Domrongkitchaiporn dkk.14 menunjukkan bahwa OR terjadinya penurunan fungsi ginjal adalah 1,82 pada kadar asam urat > 6,29 mg/ dl dibandingkan dengan kadar asam urat <4,5 mg/dl. Pada studi ini, hiperurisemia bukan merupakan hasil dari penurunan fungsi ginjal, karena semua pasien yang diteliti memiliki LFG > 60 ml/min per 1,73 m2 pada awal studi. Studi Obermayr dkk.7 selama 7 tahun terhadap 21.000 pasien dengan berbagai kadar asam urat dan laju filtrasi glomerulus yang sepadan menunjukkan bahwa setelah dilakukan penyesuaian terhadap LFG, OR menderita gangguan ginjal yang berhubungan dengan kadar asam urat meningkat 17% pada pasien dengan kadar asam urat 7,0 8,9 mg/dL dan 25% pada pasien dengan kadar > 9,0 mg/ dL. Dengan penyesuaian jenis kelamin dan umur, OR pada 2 kelompok meningkat 11% dan 19%. Hasil ini menunjukkan efek toksik langsung atau tak langsung asam urat pada perkembangan CKD stage 3. Studi ini juga menemukan adanya interaksi antara kadar asam urat dengan hipertensi pada timbulnya CKD stage 3. Hal tersebut terlihat pada gambar 2. Pengaruh kadar asam urat pada timbulnya gangguan ginjal baru adalah linear pada kadar 6 7 mg/dL pada perempuan dan kadar 7 8 mg/dL pada laki-laki, kemudian OR meningkat tajam pada kadar di atasnya. Pengaruh peningkatan kadar asam urat terhadap OR timbulnya gangguan ginjal baru meningkat tajam pada pasien hipertensi dan perempuan. Studi Darmawan dkk.4 menunjukkan bahwa hiperurisemia, kadar ureum dan kreatinin serum, klirens kreatinin membaik setelah terapi dengan prednison dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS). Fungsi ginjal, kadar kolesterol dan trigliserida serum, kadar glukosa puasa dan fungsi hati juga mengalami perbaikan

Gambar 4 OR for development of a GFR < 60 ml/min per 1.73 m2 depending on UA levels (natural cubic splines) compared with mean UA levels (4.2 mg/dl for women and 5.9 mg/dl for men); stratified for gender and hypertension groups adjusted for GFRb, age, waist circumference, fasting glucose (natural cubic spline), HDL (log-transformed), triglycerides (log-transformed), and antihypertensive drug use. Dashed lines denote 95% CI. Hypertension groups: normal BP, systolic < 120 mmHg and diastolic < 80 mmHg; prehypertension, systolic 120 to 139 mmHg or diastolic 80 to 89 mmHg; hypertension, systolic >140 mmHg or diastolic > 90 mmHg

ginjal yang berat dan permanen, pada awalnya terjadi kerusakan epitel tubular diikuti erosi membran basal, perpindahan kristal ke interstitial, dan terpicunya respons inflamasi. Walaupun kristal perlahan menghilang, fokus inflamasinya menetap. Pada akhirnya didapatkan ginjal yang mengecil, sklerosis glomerulus dengan garisgaris fibrosis dari korteks ke medula. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ditemukannya kristal pada nefritis interstitial nonspesifik tidak meniadakan nefropati kristal sebagai penyebab lesi ginjal. Patogenesis Nefropati Urat Kronik Data histopatologis menunjukkan inflamasi interstitial dan fibrosis bersamaan dengan deposit kristal asam urat. Beberapa studi menunjukkan indeks ginjal dan fungsi endotel yang abnormal pada pasien hiperurisemia asimptomatik.

Studi Heinin dan Johnson pada binatang pengerat membuktikan bahwa hiperurisemia meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan lesi pada mikrovaskular ginjal, glomerular dan tubulointerstitial, namun mekanismenya masih belum diketahui. Walaupun demikian, data pada manusia belum dapat membuktikannya.6 Studi lain pada otopsi 79 99% pasien gout menunjukkan lesi histologis pada nefropati urat kronik berupa glomerulosklerosis, fibrosis interstital, arteriosklerosis dan seringkali disertai penumpukan kristal urat interstitial fokal.9-12 Walaupun terlihat ada hubungan antara gout dengan kelainan ginjal, masih terdapat kontroversi apakah asam urat merupakan etiologinya, karena sulit menggambarkan cedera ginjal karena penumpukan kristal urat secara umum, banyaknya pasien gout juga

334

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

TINJAUAN PUSTAKA
dengan diet rendah kalori, rendah purin dan rendah lemak. Secara umum disimpulkan tidak terjadi urolitiasis dan perburukan fungsi ginjal jika kadar asam urat serum dipertahankan di bawah 5 mg/dL. Persentase pasien dengan kadar serum kreatinin > 5 mg/dL menurun secara bermakna setelah kontrol hiperurisemia selama 10 tahun, dan tidak ada lagi pasien dengan klirens kreatinin < 30 ml/menit. Studi Iseki dkk.15 terhadap 6.400 subjek dengan fungsi ginjal normal, didapatkan bahwa kadar asam urat > 8,0 mg/dL dibandingkan dengan < 5,0 mg/dL berhubungan dengan peningkatan risiko timbulnya gangguan ginjal dalam 2 tahun sebesar 2,9 kali pada laki-laki dan 10 kali pada perempuan. Hal ini tak terpengaruh usia, indeks massa tubuh, tekanan darah sistolik, kolesterol total, albumin serum, kadar gula darah, merokok, alkohol, kebiasaan olahraga, proteinuria dan hematuria. Malah, peningkatan kadara asam urat lebih prediktif dibandingkan proteinuria terhadap timbulnya gangguan ginjal. Studi Kang dkk.16 pada tikus menemukan beberapa hal penting dalam patogenesis nefropati urat kronik. Asam urat adalah mediator penting terjadinya kelainan ginjal, hiperurisemia meningkatkan tekanan darah, proteinuria, disfungsi ginjal dan pembentukan jaringan ikat pada ginjal serta memacu kelainan vaskular lewat jalur COX-2. Salah satu peran asam urat adalah melalui aktivasi sistem renin-angiotensin, mediator penting pada gangguan ginjal lewat efek hemodinamik yang meningkatkan tekanan sistemik dan glomerular, serta efek fibrogenik pada sel ginjal dan vaskular. Pada tikus percobaan, peningkatan kadar asam urat meningkatkan ekspresi renin jukstaglomerular dan pemberian enalapril mengendalikan tekanan darah, memperbaiki arteriolopati serta mencegah cedera ginjal. Pemberian alopurinol dan benziodaron untuk mencegah hiperurisemia menurunkan kadar renin yang mengurangi cedera ginjal. Pada tikus hiperurisemia terjadi vaskulopati preglomerular berat, terlihat adanya penebalan dan peningkatan jumlah sel otot polos vaskular serta infiltrasi makrofag pada subendotel, media dan adventisia. Perubahan ini menimbulkan arteriopati obliterasi yang memperberat cedera ginjal karena iskemia sirkulasi postglomerular. Menyempitnya lumen juga meningkatkan ekspresi renin dan menyebabkan hipertensi. Selain itu ditemukan mekanisme baru yang berhubungan dengan COX-2, yang meningkat ekspresinya pada sel otot polos aorta dan preglomerular akibat peningkatan kadar asam urat dan proliferasi sel otot polos. Peningkatan ekspresi COX-2 meningkatkan kadar tromboksan. Namun masih belum jelas apakah peningkatan ekspresi renin merupakan efek langsung peningkatan kadar asam urat atau berhubungan dengan stimulasi COX-2 pada makula densa dan arteriol atau efek tak langsung kelainan vaskular yang menyebabkan penurunan perfusi ginjal. Pada pokoknya, angiotensin II menyebabkan proliferasi dan hipertrofi sel otot polos vaskular dan infiltrasi sel radang. Vaskulopati akibat hiperurisemia dapat dicegah dengan inhibisi sistem renin angiotensin dan proliferasi sel otot polos vaskular diinhibisi sebagian dengan blokade reseptor AT1. Perubahan pembuluh darah preglomerular bukan hanya disebabkan oleh peningkatan tekanan darah, yang terlihat pada tikus hiperurisemia yang mengalami perubahan pembuluh darah yang lebih dibandingkan tikus dengan tekanan darah yang setara namun kadar asam urat lebih rendah. Studi Zocalli dkk.17 menunjukkan bahwa hiperurisemia ringan merupakan faktor yang mempengaruhi disfungsi endotel pada pasien hipertensi yang belum terkomplikasi dan tidak diterapi. Inflamasi merupakan jalur yang cukup penting dalam kerusakan endotel yang ditimbulkan oleh asam urat, di mana asam urat menstimulasi sintesis C-Reactive Protein (CRP). Data studi ini menunjukkan bahwa paparan kronik hiperurisemia ringan merupakan faktor yang menimbulkan inflamasi mikro dan peningkatan CRP pada pasien hipertensi esensial. Studi lain oleh Forman dkk.18 menunjukkan kadar asam urat berhubungan dengan aliran plasma ginjal basal yang lebih rendah dan perlambatan refleks vasokonstriksi ginjal, yang mendukung hipotesis bahwa asam urat mengaktifkan sistem renin angiotensin. Selain itu, proliferasi sel otot polos vaskular dan inflamasi akibat asam urat menyebabkan kerusakan ireversibel pada pembuluh darah kecil ginjal, yang selanjutnya mengakibatkan hipertensi dan sensitivitas garam. Namun mekanisme ini kurang berperan pada usia lanjut jika kekakuan aorta adalah mekanisme utama, diikuti aktivasi sistem renin angiotensin yang meningkat pada usia lanjut. Studi pada tikus oleh Patschan dkk.19 menunjukkan bahwa asam urat adalah mediator mobilisasi endothelial progenitor cells (EPC) terhadap iskemi jaringan. Pada keadaan hiperurisemua kronik terjadi penurunan mobilisasi EPC dan efek proteksinya terhadap ginjal. Studi Kang dkk.20 menunjukkan bahwa peningkatan kadar asam urat berhubungan dengan peningkatan produksi CRP pada human vascular smooth muscle cells (HVSMC) dan human umbilical vein endothelial cells (HUVEC), yang menunjukkan bahwa masuknya asam urat ke intrasel bertanggung jawab untuk ekspresi CRP. Asam urat juga meningkatkan migrasi HVSMC dan menghambat migrasi HUVEC, serta menghambat pembebasan nitric oxide (NO) pada HUVEC. Pemberian antibodi anti-CRP membalik efek asam urat terhadap proliferasi dan migrasi HVSMC dan pelepasan NO pada HUVEC, yang menunjukkan pula peran asam urat pada remodeling vaskular. Tata Laksana Nefropati Urat Kronik Seperti penatalaksanaan penurunan asam urat pada gout lainnya, harus dipertimbangkan kemungkinan interaksi obat dan efek samping serta kondisi komorbid. Gout bukanlah suatu penyakit yang selalu progresif. Kadar asam urat kadang kembali normal tanpa penggunaan obat antihiperurisemik jika pasien berhenti mengonsumsi alkohol, jika obat antihipertensi diganti dengan diuretik tiazid, atau pasien obesitas menurunkan berat badan. Diet rendah purin kadang tidak dapat dilaksanakan dan hanya dapat sedikit menurunkan kadar asam urat. Suatu studi menunjukkan bahwa diet rendah kalori yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin berhasil menurunkan berat badan 7,7 kg dan hiperurisemia sebesar 17%.21 Berdasarkan studi-studi di atas, obat urikosurik seperti benzbromaron dan benziodaron serta anti xantin oksidase (XO) seperti alopurinol dapat digunakan untuk mencegah nefropati urat kronik. Penggunaan alopurinol untuk menurunkan kadar asam urat ternyata mencegah gangguan ginjal, proteinuria, hipertensi, kelainan vaskular, dan hipertrofi ginjal; diperkirakan lewat kemampuannya menurunkan kadar asam urat serum. Benziodaron, obat urikosurik, kurang efektif menurunkan asam urat dan hanya sebagian menurunkan ekspresi renin.

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

335

TINJAUAN PUSTAKA
Namun, benziodaron lebih efektif mencegah perubahan glomerular (proteinuria dan glomerulosklerosis) dibandingkan perubahan vaskular dan interstitial. Hal ini mungkin karena perubahan glomerular berhubungan dengan kadar asam urat, atau karena cedera interstitial tidak dicegah secara efektif akibat efek urikosurik benziodaron.15 Dua faktor harus dipertimbangkan pada tata laksana nefropati urat kronik. Faktor pertama adalah metabolit aktif alopurinol, yaitu oksipurinol, mengalami perjalanan yang sama dengan asam urat, yang direabsorbsi, secara aktif di tubulus. Pada pasien dengan fungsi ginjal normal, klirensnya dipengaruhi semua hal yang mempengaruhi klirens urat, terutama kontraksi volume termasuk akibat diuretik, akan meningkatkan konsentrasi plasma oksipurinol dan memperpanjang waktu paruhnya. Oleh karena itu, pada pasien gagal ginjal, dosis alopurinol harus diturunkan menjadi 100 mg perhari atau bahkan 100 mg seminggu 3 kali. Faktor kedua adalah klirens urat harus diperhitungkan independen terhadap LFG. Oksipurinol direabsorpsi secara aktif oleh ginjal, sehingga pada semua derajat gangguan ginjal, retensi oksipurinol terjadi lebih besar pada pasien dengan FEur yang menurun. FEur menurun lebih besar dengan penggunaan diuretik, seperti benzbromaron atau azapropazon, sedangkan furosemid malah menurunkan kadar urat plasma. Kedua faktor tersebut menjadi pertimbangan bahwa alopurinol tidak selalu obat pilihan pada pasien gagal ginjal. Obat urikosurik, seperti probenesid, malah mengganggu transpor tubular diuretik. SIMPULAN Berbagai studi telah menunjukkan bahwa hiperurisemia adalah faktor risiko independen terjadinya kelainan ginjal, yang disebut nefropati urat kronik. Namun dalam berbagai studi juga disebutkan berbagai kelemahan, di antaranya tidak dapat disingkirkannya semua faktor perancu seperti keadaan metabolik, hipertensi dan usia. Masih dibutuhkan studi lebih lanjut untuk memastikan hiperurisemia sebagai faktor independen kelainan ginjal, sehingga dapat dilakukan usaha untuk menurunkan insidens gagal ginjal akibat nefropati urat kronik.

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Wortmann RL. Gout and hyperuricemia. Dalam: Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Rudy S, Sergen JS, (eds.) Kelleys Textbook of Rheumatology. 8th ed. Philadelphia:Saunders; 2009.hal.1481 506. Edward NL. Gout: Clinical features. Dalam: Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH (eds.) 3rd ed. New York:Springer; 2008.hal.241 9. Putra TR. Hiperurisemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta:Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006.hal.1213 7. Poor G, Mituszova M. History, Classification and epidemology of crystal related artropathies. Dalam: Hochberg MC, Silman AJ, Smolen JS, Weinblatt ME, Weisman MH, Editors. Rheumatology. 3rd ed. Edinburg: Elsevier; 2003.hal.1893 901 Darmawan J, Rasker JJ, Nuralim H. The Effect of Control and Self-Medication of Chronic Gout in a Developing Country. Outcome After 10 Years. J Rheumatol 2003;30:hal. 2437 43. Orson W. Moe. Posing the Question Again: Does Chronic Uric Acid Nephropathy Exist? J Am Soc Nephrol 2010;21: 395 7. Obermayr RP, Temml C, Gutjahr G, Knechtelsdorfer M, Oberbauer R, Klauser-Braun R. Elevated uric acid increases the risk for kidney disease. J Am Soc Nephrol 2008;19: 2407 13. Cameron JS, Moro F, Simmonds HA. Uric acid and the kidney. Dalam: Davison AM, Cameron JS, Grunfeld JP, Kerr DNS, Ritz E, et.al. Oxford Textbook of Clinical Nephrology. 2nd ed.: Oxford University Press, 1998; hal. 1267 79. Talbott JH, Terplan KL. The kidney in gout. Medicine 1960;39: 405 67. 10. Gonick HC, Rubini MD, Gleason IO, Sommers SC. The renal lesion in gout. Ann Int Med 1965;62: 667 74. 11. Siebernagl S . Gout. Dalam: Siebernagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. 1st Edition. 2000 Georg Thieme Verlag. Stuttgart. Hal. 250 1. 12. Johnson RJ, Segal MS, Srinivas T, Ejaz A, Mu W,et.al.. Essential Hypertension, Progressive Renal Disease, and Uric Acid: A Pathogenetic Link? J Am Soc Nephrol 2005;16: 1909 19. 13. Weiner DE, Tighiouart H, Elsayed EF, Griffith JL, Salem JN, Levey AS. Uric Acid and Incident Kidney Disease in the Community. J Am Soc Nephrol 2008;19: hal. 120411. 14. Domrongkitchaiporn S, Sritara P, Kitiyakara C, Stitchantrakul W, Krittaphol V, et.al.. Risk Factors for Development of Decreased Kidney Function in a Southeast Asian Population: A 12-Year Cohort Study. J Am Soc Nephrol 2005;16: 791 9. 15. Iseki K, Oshiro S, Tozawa M, Iseki C, Ikemiya Y, Takishita S. Significance of hyperuricemia on the early detection of renal failure in a cohort of screened subjects. Hypertens Res 2001;24: 691 7. 16. Kang D, Nakagawa T, Feng L, Watanabe S, Han L. et.al. A Role for Uric Acid in the Progression of Renal Disease. J Am Soc Nephrol 2002;13: 2888 97. 17. Zoccali C, Maio R, Mallamaci F, Sesti G, Perticone F. Uric Acid and Endothelial Dysfunction in Essential Hypertension. J Am Soc Nephrol 2006;17: 1466 71. 18. Forman JP, Choi H, Curhan GC. Plasma Uric Acid Level and Risk for Incident Hypertension Among Men. J Am Soc Nephrol 2007;18: 28792. 19. Patschan D, Patschan S, Gobe GG, Chintala S, Goligorsky MS. Uric Acid Heralds Ischemic Tissue Injury to Mobilize Endothelial Progenitor Cells. J Am Soc Nephrol 2007;18: 151624. 20. Kang DH, Park SK, Lee I, Johnson RJ . Uric AcidInduced C-Reactive Protein Expression:Implication on Cell Proliferation and Nitric Oxide Production of Human Vascular Cells. J Am Soc Nephrol 2005;16: 355362. 21. Terkeltaub RA, Gout. N Engl J Med 2003;349: 1647 55.

336

CDK-204/ vol. 40 no. 5, th. 2013

Anda mungkin juga menyukai