Anda di halaman 1dari 29

PRESENTASI KASUS

KEJANG DEMAM SEDERHANA et causa BRONKITIS AKUT

Pembimbing: dr. Dewi Iriani Sp.A

Penyusun: Laura Estelia 030.08.142

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Koja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

STATUS OS I. IDENTIFIKASI
A. Identitas Os Nama Tempat dan Tanggal Lahir Umur Jenis Kelamin Agama Alamat Masuk RSUD Koja B. Identitas Orangtua Ayah Nama Umur Agama Alamat Pekerjaan Ibu Nama Umur Agama Alamat Pekerjaan : : : : : : : an. N 18 Mei 2008 5 tahun 5 bulan Perempuan Islam Jl. Warakas I Gg 22 No 2 Rt 005/007 10 November 2011

: : : : :

Tn. M 29 tahun Islam Jl. Warakas I Gg 22 No 2 Rt 005/007 Buruh

: : : : :

Ny.Y 25 tahun Islam Jl. Warakas I Gg 22 No 2 Rt 005/007 Ibu rumah tangga

Hubungan dengan orang tua : Anak kandung Suku bangsa : Betawi

II.

ANAMNESIS
Alloanamnesa dengan ibu kandung tanggal 11 November 2013 Keluhan Utama : Demam sejak 1 minggu SMRS

Keluhan Tambahan :

Demam sejak 1 minggu smrs ,disertai kejang 2x dengan durasi 2 menit ,pada saat kejang disertai gerakan tangan dan mata mendelik, setelah kejang os sadar.disertai dengan batuk berdahak 1 minggu SMRS,dan pilek ,tetapi dahak tidak keluar. , nafsu makan menurun , mual muntah serta diare disangkal. Riwayat Penyakit Sekarang : Seminggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam dan batuk berdahak, pilek.. Empat hari sebelum masuk rumah sakit orangtua pasien memeriksakan pasien ke PUSKESMAS dan mendapatkan obat penurun panas dan obat pereda batuk. tiga hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam tinggi pada malam hari. Satu jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami kejang sebanyak 2 kali . kejang berdurasi 2 menit. Kejang tidak diawali dengan aura ,mata mendelik ke atas dan tangan kelojotan. Pada saat kejang pasien kehilangan kesadaran sepenuhnya, akan tetapi sebelum dan setelah kejang pasien dalam keadaan sadar.Orangtua pasien tidak memberikan pengobatan apapun dan pasien langsung dibawa ke Unit Gawat Darurat RSUD Koja. Riwayat Penyakit Dahulu : Penyakit Alergi Cacingan Umur Penyakit Difteria Diare Umur Penyakit Jantung Ginjal Umur -

Demam Berdarah

Kejang

1,5 . tahun serta berulang Darah 2-3 x dalam setahun Radang paru Tuberkulosis Lainnya

Demam Thypoid Otitis Parotitis

Kecelakaan Morbili Operasi

Pasien pernah mengalami kejang serupa pada umur 1,5 tahun. Kejang bisa berulang 2 3 x dalam setahun. Kejang diawali dengan demam dan radang tenggorokan. Orangtua pasien memeriksakan pasien ke puskesmas dan setiap kali terjadi kejang dan mendapat obat untuk mencegah berulangnya kejang dan obat penurun panas namun obat kejang tidak diminum secara teratur Riwayat Penyakit Keluarga : Kedua orangtua pasien tidak memiliki riwayat kejang demam pada masa kanakkanaknya. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :

KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Perawatan antenatal KELAHIRAN Tempat kelahiran Penolong persalinan Cara persalinan Masa gestasi Keadaan bayi

Tidak ditemukan kelainan Setiap bulan periksa ke bidan Rumah bersalin Bidan Spontan Cukup Berat lahir 3.2 kg Panjang badan 50 cm Langsung menangis

Kesan : Riwayat kehamilan dan persalinan pasien baik. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan : Pertumbuhan gigi : Umur 7 bulan (Normal: 5-9 bulan) Psikomotor Tengkurap : Umur 3 bulan (Normal: 3-4 bulan) Duduk : Umur 6 bulan (Normal: 6 bulan) Berdiri : Umur 11 bulan (Normal: 9-12 bulan) Berjalan : Umur 1 tahun (Normal: 13 bulan) Bicara : Umur 1 tahun (Normal: 9-12 bulan) Baca dan Tulis : mampu mempergunakan kata2 , menggambar Kesan : Pasien tidak mengalami kelainan dalam pertumbuhan dan perkembangan Riwayat Makanan : Umur (bulan) 02 24 46 68 8 10 10 12 ASI/PASI / / / / / / / / / / / / / Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim

Umur Diatas 1 Tahun

Jenis Makanan Nasi / Pengganti Sayur Daging Telur Ikan Tahu Tempe Susu (merk/takaran) Lain lain

Frekuensi Dan Jumlah 3 x sehari, 1 centong nasi/kali 3 x sehari, 1 mangkuk/kali 1 x seminggu, 1 potong/kali 1 x sehari, 1 butir/kali 4 x seminggu, 1 potong/kali 3 x seminggu, 1 potong/kali 3 x seminggu, 1 potong/kali Susu Bendera, 2-3 x sehari, 1/2-2/3 botol susu 500 ml Ayam 4 x seminggu, 1 potong/kali

Kesan : Kebutuhan gizi pasien terpenuhi dengan cukup baik. Riwayat Imunisasi : Ibu pasien mengakui bahwa pasien mendapat imunisasi lengkap baik imunisasi awal maupun ulangannya dari PUSKESMAS setempat. Kesan : Riwayat imunisasi pasien baik. Riwayat Keluarga : Ayah Nama Perkawinan Ke Umur Saat Menikah Pendidikan Terakhir Agama Suku Bangsa Keadaan Kesehatan M Pertama 28 SMP Islam betawi Baik Y Pertama 24 SD Islam betawi Baik Ibu

Kedua orangtua pasien tidak memiliki riwayat kejang demam pada masa kanakkanaknya. Pasien merupakan anak pertama. Kesan : Keadaan kesehatan kedua orang tua pasien saat ini dalam keadaan baik. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :

Padat penduduk, ventilasi kurang dan lingkungan kotor. Di lingkungan tempat tinggal pasien banyak yang mengalami gejala batuk dan pilek. Kesan : Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien kurang baik yang memungkinkan pasien menderita penyakit infeksi.

III.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum Kesadaran Status Gizi Berat Badan Tinggi Badan LK Kesan Status Gizi : Tampak sakit sedang : Compos mentis

: 16 kg : 109 cm : 47 cm : (BB : BB Sesuai Umur) x 100 % (16 kg : 19x 100 % = 84,2 % (TB : TB Sesuai Umur) x 100 % (109 cm : 118 x 100 % = 92,4 % BB / TB (16 : 18 X 100% ) = 88,9% Status gizi pasien gizi kurang

Tanda Vital Tekanan Darah Nadi Suhu Pernapasan Kulit

: : : :

Tidak diperiksa 120 x/menit, reguler, cukup, simetris kanan kiri 38,1 C 36 x/menit, teratur, tipe abdomino-thorakal

: Sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor normal, kelembaban normal, efloresensi primer/sekunder (-)

Kepala dan Leher Kepala Mata

Hidung Telinga Mulut

: Normosefali, ubun-ubun normal, rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut : Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/: Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung -/-, sekret +/+, : Membran timpani intak, serumen -/-, tanda chovstek (-) : Bibir merah muda, tidak kering, sianosis (-), trismus (), halitosis (-)

Lidah Gigi geligi Uvula Tonsil Tenggorokan Leher

: Normoglossia, warna merah muda, lidah kotor (-), tremor (-). : Caries (-) : Letak di tengah : T1/T1, tidak hiperemis : Faring tidak hiperemis : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, trakea letak normal

Thorax Paru Inspeksi

Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Ekstremitas Refleks Patologis

: Bentuk dada normal, simetris, efloresensi primer/sekunder dinding dada (-), pulsasi abnormal (), gerak pernapasan simetris, irama teratur, tipe abdomino-thorakal, retraksi (-) : Gerak napas simetris, vocal fremitus simetris : Sonor di semua lapang paru : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

: : : :

Ictus cordis tidak tampak Ictus cordis teraba, thrill (-) Redup SISII reguler, murmur (-), gallop (-) Bentuk datar Supel Timpani di semua kuadran abdomen Bising usus (+) meningkat

: : : :

: Akral hangat, udema (-) : Kaku kuduk (-), Brudzinksy I (-), Brudzinsky II (-). Kernig (-), Laseque (-)

IV.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Dilakukan pemeriksaan H2TL pertama kali pada 10/11/2013 Hb Leukosit HT Trombosit : 12,3 : 17.400 : 36 : 265.000

GDS

131

ELEKTROLIT Na K Cl : 131 : 3,69 : 98

tanggal 13/11/2013 Hemoglobin Lekosit Hematokrit Eritrosit MCV MCH MCHC Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Trombosit LED RDW SGOT SGPT : : : : : : : : : : : : : : : : 11,6 5.900 35 4,54 78 26 33 0 4 0 47 43 6 291.000 52 13.6 g/dl /ul %

: 12 :8

V.

PEMERIKSAAN ROENTGEN
Tidak dilakukan pemeriksaan foto roentgen

VI.

RESUME
An. N , perempuan usia 5 tahun datang ke IGD dengan keluhan Demam sejak 1 minggu smrs ,disertai kejang 2x dengan durasi 2 menit ,pada saat kejang disertai gerakan tangan dan mata mendelik, setelah kejang os sadar.disertai dengan batuk berdahak 1 minggu SMRS,dan pilek ,tetapi dahak tidak keluar. , nafsu makan menurun , mual muntah serta diare disangkal. OS sudah mendapatkan obat penurun panas dan obat pereda batuk dari puskesmas namun, demam tidak kunjung turun. Satu jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami kejang sebanyak 2 kali . kejang berdurasi 2 menit. Kejang tidak diawali dengan aura ,mata mendelik ke atas dan tangan kelojotan. Pada saat

kejang pasien kehilangan kesadaran sepenuhnya, akan tetapi sebelum dan setelah kejang pasien dalam keadaan sadar. Didapatkan pula riwayat kejang sebelumnya yang timbul pada saat demam tinggi. Riwayat kejang pertama kali terjadi saat OS berumur 1,5 tahun. Dari hasil pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan. Hasil laboratorium di temukan adanya leukositosis (17.400) dan hasil lainnya dalam batas normal.

VII. DIAGNOSIS KERJA


Kejang Demam sederhana et causa Bronkitis Akut

VIII. DIAGNOSIS BANDING


1. Meningitis Encephalitis 2. Epilepsi

IX.

PENATALAKSANAAN
Rawat inap tirah baring dengan medikamentosa:

IVFD Cairan KaEn 1B 1500 cc / 24 jam Sibital loading 200mg dalam NaCl 0,9% 50cc drip dalam 15 menit 12 jam selanjutnya 2 x 40 mg i.v Inhalasi 3 x /hari ventolin 1 amp + NaCl 0,9% 2 cc Ceftizoxim 3 x 500 mg i.v Syrup Fartolin 3 x Cth I Syrup Paracetamol 3 x Cth I

X.

PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam Ad Functionam : Bonam Ad Sanationam : Bonam

FOLLOW UP Bangsal anak


Anamnesis 11/11/2011 Panas (+) naik turun Kejang (-) Batuk (+) Pilek (+) Sesak (-) Bersin-bersin (+) Mual (-) Muntah (-) BAK (N) Nafsu makan kurang, minum baik 12/11/2011 Panas (+) naik turun Kejang (-) Batuk (+) Pilek (+) Sesak berkurang Bersin-bersin berkurang Mual (-) Muntah (-) BAB (-) BAK (N) Nafsu makan kurang, minum baik 13/11/2011 Panas (+) naik turun Kejang (-) Batuk (+) Pilek (-) Sesak (-) Bersin-bersin (-) Mual (-) Muntah (-) BAB (N) BAK (N) Nafsu makan membaik, minum baik 14/11/2011 Panas (-) naik turun Kejang (-) Batuk (+) Pilek (-) Sesak (-) 15/11/2011 Panas (-) naik turun Kejang (-) Batuk (+) Pilek (-) Sesak (-)

Mual (-) Muntah (-) BAB (N) BAK (N) Nafsu makan membaik, minum baik

Mual (-) Muntah (-) BAB (N) BAK (N) Nafsu makan membaik, minum baik

Pemeriksaan Fisik

SUHU HR RR

38.1 C 124 x/mnt 38 x/mnt

37,6 C 128 x/mnt 34 x/mnt CM Mikrocephali Ubun-ubun normal DBN NCH -/Sekret -/DBN DBN

37.2 C 124 x/mnt 28 x/mnt CM Mikrocephali Ubun-ubun normal DBN NCH -/Sekret -/DBN DBN

37.8 C 116 x/mnt 28 x/mnt CM Mikrocephali Ubun-ubun normal DBN NCH -/Sekret -/Sariawan (+) DBN

36.3 C 130 x/mnt 30 x/mnt CM Mikrocephali Ubun-ubun normal DBN NCH -/Sekret -/Sariawan (+) DBN

KESADARAN CM Miklrocephali (LK = 47 cm) KEPALA Ubun-ubun normal MATA THT MULUT KGB DBN NCH -/Sekret +/+ DBN DBN

PARU JTG ABD EXT

SN Vesikuler Rh -/Wh -/DBN Supel Datar BU (+) Akral hangat Tanda rangsang meningeal (-) Refleks Fisiologis (+) Refleks Patologis (-) IVFD Kaen IB 1500 cc /24 jam Ceftizoxim 3 x 500 mg i.v Sibital loading 200mg dalam NaCl0,9% 50 cc drip dalam 15 menit 12 jam selanjutnya 2 x 40 mg i.v Inhalasi 3x/hari ventolin 1 amp + NaCl 0,9% 2 cc Syr Paracetamol 3 x Cth I Syr Fartolin 3 x Cth I

SN Vesikuler Rh -/Wh -/DBN Supel Datar BU (+) Akral hangat Tanda rangsang meningeal (-) Refleks Fisiologis (+) Refleks Patologis (-) IVFD Kaen IB 1500 cc /24 jam Anbacim 2 x 50 mg i.v Sibital loading 200mg dalam NaCl0,9% 50 cc drip dalam 15 menit 12 jam selanjutnya 2 x 40 mg i.v Inhalasi 3x/hari ventolin 1 amp + NaCl 0,9% 2 cc Syr Paracetamol 3 x Cth I Syr Fartolin 3 x Cth I

SN Vesikuler Rh +/+ Wh -/DBN Supel Datar BU (+) N Akral hangat Tanda rangsang meningeal (-) Refleks Fisiologis (+) Refleks Patologis (-)

SN Vesikuler Rh +/+ Wh -/DBN Supel Datar BU (+) N Akral hangat Tanda rangsang meningeal (-) Refleks Fisiologis (+) Refleks Patologis (-)

SN Vesikuler Rh +/+ Wh -/DBN Supel Datar BU (+) N Akral hangat Tanda rangsang meningeal (-) Refleks Fisiologis (+) Refleks Patologis (-)

REFLEKS

TERAPI

IVFD Kaen IB 1500 cc /24 jam Anbacim 2 x 50 mg i.v Sibital 2 x 40 mg i.v Inhalasi 3x/hari ventolin 1 amp + NaCl 0,9% 2 cc Syr Paracetamol 3 x Cth Syr Fartolin 3 x Cth I

Pasang Stopper Anbacim 2 x 50 mg i.v Inhalasi 3x/hari ventolin 1 amp + NaCl 0,9% 2 cc Syr Paracetamol 3 x Cth Syr Fartolin 3 x Cth I Sibital oral 2 x 30 mg

Syr Paracetamol 3 x Cth k/p Syr Fartolin 3 x Cth I Sibital oral 2 x 30 mg Xanvit 1 x Cth I Rencana EEG Diit Agar

Rencana EEG Rencana EEG Diit Agar

ANALISA KASUS

Pada kasus ini didiagnosa sebagai kejang demam sederhana karena dari anamnesa, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang laboratorium dapat disimpulkan bahwa kejang yang terjadi pada pasien ini memenuhi kejang demam menurut Kesepakatan UUK Neurologi IDAI, Saraf Anak PERDOSSI (2004), yaitu: Kejang demam yang berlangsung singkat Umumnya serangan akan berhenti sendiri dalam waktu kurang dari 10 menit Bangkitan kejang tonik atau tonik-klonik tanpa gerakan fokal Tidak berulang dalam waktu 24 jam Pada kasus ini dari anamnesa diketahui bahwa pasien seorang anak perempuan berusia berusia 5 Tahun datang dibawa ibunya ke IGD dengan keluhan demam 3 hari SMRS,Disertai keluhan tambahan kejang 1jam SMRS ,kejang dengan durasi kurang dari 10 menit , Ini merupakan serangan kejang yang ketiga kali dalam waktu 3 tahun. kejang terjadi pada seluruh tubuh dimana kedua tangan dan kedua kaki kaku, mata mendelik keatas, tidak keluar busa dari mulut pasien dan lidah tidak tergigit. Saat kejang dan setelah kejang pasien tidak sadar. Riwayat demam sebelum terjadinya kejang diakui oleh ibu pasien. Riwayat trauma disangkal. Keluhan batuk, pilek (+), diare, nyeri telinga, dan keluar cairan dari telinga disangkal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suhu yang tinggi 38,00C menunjukkan adanya

demam yang dapat menyebabkan perubahan keseimbangan potensial membran sel neuron sehingga terjadi kejang. Different diagnosis pada pasien ini dengan penyakit lain tidak diperlukan misalnya dengan penyakit meningitis atau encephalitis.Karena dari pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya tanda rangsangan meningeal yang merupakan bukti bahwa tidak adanya proses infeksi intrakranial sehingga menyingkirkan diagnosis banding. Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi: IVFD Cairan KaEn 1B 1500 cc / 24 jam Sibital loading 200mg dalam NaCl 0,9% 50cc drip dalam 15 menit 12 jam selanjutnya 2 x 40 mg i.v Inhalasi 3 x /hari ventolin 1 amp + NaCl 0,9% 2 cc Ceftizoxim 3 x 500 mg i.v

Syrup Fartolin 3 x Cth I Syrup Paracetamol 3 x Cth I Berdasarkan rumus perhitungan kebutuhan air dan elektrolit harian pada anak didapatkan: Berat Badan Sampai dengan 10 kg 11-20 kg Kebutuhan air(perhari) 100 ml/kgBB 1000 ml + 50 ml/kgBB (untuk tiap kg diatas 10 kg). > 20 kg 1500 ml + 20 ml/kgBB(untuk tiap kg diatas 20 kg). Kebutuhan cairan pada pasien ini dengan BB 16 kg adalah: = 1000 ml + 50 ml/kgBB = 1000ml + 50.6 =1000ml+300ml =1300 ml

Dan setiap kenaikan suhu 10c, kebutuhan cairan ditambah 12%. Pada kasus ini didapatkan suhu badan pasien 38,10c sehingga kebutuhan cairannya menjadi: = 1300cc + ( 1300cc x 12%) = 1300+ 156 = 1456 cc/hari Jumlah cairan yang diberikan: Tetesan / menit = Cairan x tetesan makro Lama pemberian dlm jam x 60 menit = 1456 x 15 24 x 60 = 15 tpm

Prognosis pasien pada kasus ini adalah baik sebab kejang berlangsung singkat, kurang dari 10 menit dan langsung berhenti dan tidak ada kejang susulan sesudahnya. Tetapi prognosis dapat berubah menjadi buruk bila tipe kejangnya adalah kejang demam kompleks dimana kejang berlangsung lebih dari 15 menit terdapat kejang berulang dalam waktu 24 jam. Prognosis juga diperberat seandainya ada riwayat epilepsy dalam keluarga, tetapi hal ini tidak ditemukan pada pasien ini.

Pada kasus ini tidak terjadi kegawatdaruratan sebab kejang langsung berhenti dalam waktu kurang dari 10 menit, suhu badan pasien mulai menurun. Kegawatdaruratan pada pasien kejang demam terjadi bila kejang lebih dari 30 menit dan tidak berhenti (status konvulsivus). Pasien diberikan obat diazepam 3x 1,5 mg p.0 dan stesolit 10 mg supp. Jika tidak terdapat kejang berulang lagi maka diberikan dosis pemeliharaan fenobarbital IV/IM 5-7 mg/ kg BB diberikan 12 jam kemudian. Akan tetapi apabila didapati kejang berulang maka pasien langsung dirujuk ke ICU. Kesimpulan pada pembahasan kasus ini bahwa diagnosa kejang demam sederhana dapat ditegakkan sesuai dengan teori dan tinjauan kasus yang ada.

TINJAUAN PUSTAKA KEJANG DEMAM

DEFINISI Berdasarkan Konsensus 1980 yang dilakukan oleh National Institutes of Health (NIH) Amerika Serikat definisi kejang demam adalah bangkitan kejang yang distimulasi oleh peningkatan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC). Kejang terjadi disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial dan bukan merupakan suatu manifestasi dari infeksi susunan saraf pusat maupun penyakit metabolik yang akut (1). Pada umumnya kejang demam terjadi pada rentang waktu 24 jam dari awal mulai demam (2). Pada saat kejang anak kehilangan kesadarannya dan kejang dapat bersifat fokal atau parsial yaitu hanya melibatkan satu sisi tubuh, maupun kejang umum di mana seluruh anggota gerak terlibat. Bentuk kejang dapat berupa klonik, tonik, maupun tonik-klonik. Kejang dapat berlangsung selama 1-2 menit tapi juga dapat berlangsung lebih dari 15 menit (3). EPIDEMIOLOGI Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang terjadi pada 2-4 % populasi anak berusia 6-5 tahun dan 1/3 dari populasi ini akan mengalami kejang berulang (3).Kejang demam dua kali lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan(4). ETIOLOGI

Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi umur anak, tingginya dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang (5).Faktor hereditas juga mempunyai peranan yaitu 8-22 % anak yang mengalami kejang demam memiliki orangtua yang memiliki riwayat kejang demam pada masa kecilnya (6). Kejang demam biasanya diawali dengan infeksi virus atau bakteri. Penyakit yang paling sering dijumpai menyertai kejang demam adalah penyakit infeksi saluran pernapasan, otitis media, dan gastroenteritis (1). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing pada 297 anak penderita kejang demam, infeksi yang paling sering menyebabkan demam yang akhirnya memicu serangan kejang demam adalah tonsillitis/faringitis yaitu 34 %. Selanjutnya adalah otitis media akut (31 %) dan gastroenteritis (27%) (7). PATOFISIOLOGI (5) Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh natrium (Na+). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah. Keadaan sebaliknya terjadi di luar sel neuron. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi yang berasal dari glukosa yang melalui proses oksidasi oleh oksigen. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan meningkatnya kebutuhan oksigen sebanyak 20%. Akibatnya terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel otak dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan ion natrium melalui membran, sehingga terjadi lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik yang cukup besar dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel di dekatnya dengan bantuan neurotransmiter dan menyebabkan terjadinya kejang. Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38oC, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi kejang baru dapat terjadi pada suhu 40oC atau lebih. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama biasanya disertai terjadinya apnoe sehingga kebutuhan oksigen untuk otak meningkat dan menyebabkan terjadinya kerusakan sel neuron otak yang berdampak pada terjadinya kelainan neurologis. MANIFESTASI KLINIS Kejang demam dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontraksi otot. Kontraksi dapat berlangsung selama beberapa detik atau beberapa menit. Anak akan jatuh apabila sedang dalam keadaan berdiri, dan dapat mengeluarkan urin tanpa dikehendakinya (2).

Anak dapat muntah atau menggigit lidahnya. Sebagian anak tidak bernapas dan dapat menunjukkan gejala sianosis (2). Pada akhirnya kontraksi berhenti dan digantikan oleh relaksasi yang singkat. Kemudian tubuh anak mulai menghentak-hentak secara ritmis (pada kejang klonik), maupun kaku (pada kejang tonik). Pada saat ini anak kehilangan kesadarannya dan tidak dapat merespon terhadap lingkungan sekitarnya (2). KLASIFIKASI Klasifikasi kejang demam menurut Livingstone (8) A. Kejang Demam Sederhana: 1. Kejang bersifat umum 2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit) 3. Usia saat kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun 4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam 1 tahun 5. Pemeriksaan EEG normal

B. Epilepsi yang Dicetuskan oleh Demam: 1. Kejang berlangsung lama atau bersifat fokal 2. Usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan kejang demam yang pertama 3. Frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam 1 tahun 4. Pemeriksaan EEG yang dibuat setelah anak tidak demam lagi hasilnya abnormal Sedangkan menurut Fukuyama kejang demam dibagi menjadi (9): A. Kejang Demam Sederhana: 1. Riwayat penyakit keluarga penderita tidak ada yang mengidap epilepsi 2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun 3. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan-6 tahun 4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit 5. Kejang tidak bersifat fokal 6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang 7. Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas perkembangan 8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat

B. Kejang Demam Kompleks Kejang demam yang tidak memenuhi kriteria di atas digolongkan sebagai kejang demam kompleks Sekitar 80-90 % dari keseluruhan kasus kejang demam adalah kejang demam sederhana (10). DIAGNOSIS Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan

akut pada keseimbangan homeostasis air dan elektrolit, dan adanya lesi struktural pada sistem saraf misalnya epilepsy (6). Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini. Anamnesis(1) 1. Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningitis encephalitis) 2. Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi) 3. Riwayat demam (sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun) 4. Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi saluran napas, otitis media, gastroenteritis) 5. Waktu terjadinya kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang 6. Sifat kejang (fokal atau umum) 7. Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik) 8. Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau epilepsi) 9. Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan 10. Trauma Pemeriksaan Fisik (1) 1. Temperature tubuh 2. Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (infeksi saluran napas, otitis media, gastroenteritis) 3. Pemeriksaan reflex patologis 4. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningitis, encephalitis) Pemeriksaan Penunjang (1) 1. Pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk menyingkirkan gangguan metabolisme yang menyebabkan perubahan homeostasis apabila pada anamnesis ditemukan riwayat muntah, diare, gangguan asupan cairan, dan gejala dehidrasi. 2. Pemeriksaan Cerebro Spinal Fluid (CSF) untuk menyingkirkan diagnosis meningitis encephalitis apabila anak berusia kurang dari 12 bulan, memiliki tanda rangsang meningeal positif, dan masih mengalami kejang beberapa hari setelah demam 3. CT Scan cranium pada umumnya tidak diperlukan pada kejang demam sederhana yang terjadi pertama kali, akan tetapi dapat dipertimbangkan pada pasien yang mengalami kejang demam kompleks untuk menentukan jenis kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multipel. 4. EEG pada kejang demam tidak dapat mengindentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksikan terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada kejang demam kompleks. TATALAKSANA (11)

A. Antipiretik dan Atibiotik Antipiretik diberikan sebagai pengobatan simptomatis terhadap demam. Dapat diberikan paracetamol dengan dosis untuk anak yang dianjurkan 10-15 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam.

B. Penanganan Kejang pada Neonatus

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah tersumbat atau tidaknya jalan napas. Selanjutnya dilakukan pemberian oksigen, dan menghentikan kejang dengan cara:

KEJANG

30 menit

Luminal IM 20 mg/kg/BB dalam 5 menit

KEJANG (+)

Ulangi luminal IM 10 mg/kg/BB. Dapat diulangi lagi jarak 30 menit bila masih kejang.

KEJANG (+)

Fenitoin bolus IV 20 mg/kgBB dalam 15 ml NaCl, berikan dalam 30

menit (kecepatan 0.5-1 mg/kgBB/menit)

KEJANG (-)

Bila kejang berulang dalam 2 hari, berikan luminal 5 mg/kg/hari per oral sampai bebas kejang 7 hari. Bila kejang berulang setelah bebas kejang 2 hari, ulangi pemberian luminal dari awal.

C. Penanganan Kejang pada Anak

Hal pertama yang harus diperhatikan adalah tersumbat atau tidaknya jalan napas. Selanjutnya dilakukan pemberian oksigen, dan menghentikan kejang dengan cara:

KEJANG

5 menit

Diazepam rectal mg/kgBB atau:

0.5

Berat badan 10 kg: 5 mg Berat badan > 10 kg: 10 mg

KEJANG (+)

Ulangi diazepam seperti sebelumnya.

rektal

DI RS

- Cari akses vena Periksa laboratorium (darah tepi, Na, Ca, Mg, Ureum, Kreatinin)

KEJANG (+) Diazepam IV dosis 0.3-0.5 mg/kgBB (kecepatan 0.5-1 mg/menit)

KEJANG (-) Berikan terapi rumatan bila penyebab kejang diperkirakan infeksi mg/menit) intrakranial. Berikan fenobarbital 8-10 mg/kg BB/hari, dibagi 2 dosis Selama 2 hari selanjutnya 4-5 mg/kgBB/hari sampai resiko kejang tidak ada.

KEJANG (+) Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB (dengan kecepatan 0.5-1

KEJANG (+) Transfer ke ICU

KEJANG (-) Rumatan fenitoin IV 5-7 mg/kgBB/hari 12 jam kemudian.

PROGNOSIS

Penelitian yang dilakukan Tsunoda mendapatkan bahwa dari 188 penderita kejang demam yang diikutinya selama sekurang-kurangnya 2 tahun dan tanpa pengobatan dengan antikonvulsan, 97 penderita mengalami kekambuhan (11). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. dr. Lumantobing, dari 83 penderita kejang demam yang dapat diikuti selama rata-rata 21.8 bulan (berkisar dari 6 bulan-3.5 tahun) dan tidak mendapatkan pengobatan antikonvulsan rumatan, kejang demam kambuh pada 27 penderita (7). Secara umum dapat dikatakan bahwa sekitar 1/3 penderita kejang demam akan mengalami kekakmbuhan 1 kali atau lebih. Kemungkinan kambuh lebih besar bila kejang demam pertama pada usia kurang dari 1 tahun. 3/4 dari kekambuhan ini terjadi dalam kurun waktu 1 tahun setelah kejang demam pertama, dan 90 % dalam kurun waktu 2 tahun setelah kejang demam pertama. 1/2 dari penderita yang mengalami kekambuhan akan mengalami kekambuhan lagi. Pada sebagian terbesar penderita kambuh terbatas pada 2-3 kali. Hanya sekitar 10 % kejang demam yang akan mengalami lebih dari 3 kali kekambuhan (7). Anak yang mengalami kejang demam pertama pada usia sebelum 1 tahun kemungkinan kekambuhan ialah 50 %, dan bila berusia lebih dari 1 tahun kemungkinan kekambuhannya 28 % (7). Kejang demam sederhana pada umumnya tidak menyebabkan kerusakan otak yang permanen dan tidak menyebabkan terjadinya penyakit epilepsi pada kehidupan dewasa anak tersebut. Sedangkan pada anak-anak yang memiliki riwayat kejang demam kompleks, riwayat penyakit keluarga dengan kejang yang tidak didahului dengan demam, dan memiliki riwayat gangguan neurologis maupun keterlambatan pertumbuhan, memiliki resiko tinggi untuk menderita epilepsi pada kehidupan dewasa mereka(1).

TINJAUAN PUSTAKA

BRONKITIS AKUT D E F I N I S I Bronkitis akut adalah peradangan pada bronkus disebabkan oleh infeksi saluran nafas yang ditandai dengan batuk (berdahak maupun tidak berdahak) yang berlangsung hingga 3 minggu.Sebagian besar bronkitis akut disebabkan oleh infeksi virus dan dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak memerlukan antibiotik. Meski ringan, namun ada kalanya sangat mengganggu, terutama jika disertai sesak, dada terasa berat, dan batuk berkepanjangan. Antibiotik diperlukan apabila bronkitis akut disebabkan oleh infeksi bakteri (pada sebagian kecil kasus bronkitis akut). Namun dokter masih sering memberikan a n t i b i o t i k p a d a pengobatan bronkitis akut. Padahal antibiotik tidak mempercepat penyembuhan pada bronchitis akut tanpa komplikasi, dan justru pemberian antibiotik yang berlebihan dapat meningkatkan kekebalan kuman (resistensi) terhadap antibiotik.

Bronkitis akut dapat disebabkan oleh : Infeksi virus 90% : adenovirus, influenza virus, parainfluenza virus, rhinovirus, danlain-lain. Infeksi bakteri : Bordatella pertussis, Bordatella parapertussis,

Haemophilus influenza , Streptococcus pneumonia , atau bakteri atipik (Mycoplasma pneumonia , Chalmydia pneumonia , Legionella). Jamur Non-infeksi : polusi udara , rokok, dan lain lain.

Bonkitis akut paling banyak terjadi pada anak kurang dari 2 tahun, dengan puncak lain terlihat pada kelompok anak usia 9-15 tahun. Kemudian bronchitis kronik dapat mengenai orang dengan semua umur namun lebih banyak pada orang diatas 45 tahun. Lebih sering terjadi di musim dingin (di daerah non-tropis) atau musim hujan (didaerahtropis)

B r o n c h i t i s a k u t t e r j a d i k a r e n a a d a n ya r e s p o n i n f l a m a s i d a r i m e m b r a n e m u k o s a bronkus. Pada orang dewasa, bronchitis kronik terjadi akibat hipersekresi mucus dalam bronkus karena hipertrofi kelenjar submukosa dan penambahan jumlah sel goblet dalam epitel saluran napas. Pada sebagian besar pasien, hal ini disebabkan oleh paparan asap rokok. Pembersihan mukosilier menjadi terhambat karena produksi mucus yang berlebihan dan kehilangan silia, menyebabkan batuk produktif.

Padaanak-anak , bronchitis kronik

disebabkanoleh respon endogen, trauma akut saluran pernafasan, atau paparan aller gen atau iritansecara terus-menerus. Saluran nafas akan dengan cepat merespon dengan bronkospasme dan batuk, diikuti inflamasi, udem, dan produksimucus. Apabila terjadi paparan secara kronik terhadap epithelium pernafasan, seperti aspirasi yang rekuren atau infeksi virus berulang, dapatmenyebabkan terjadinya bronchitis kronik pada anak-

anak. Bakteri pathogen yang paling banyak menyebabkan infeksi saluran respirasi bagia n bawah pada anak-anak adalahStreptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis dapat

pathogen pada balita (umur <5 tahun), sedangkan Mycoplasma pneumoniae pada anak usia sek olah(umur >5-18 tahun). 5. M a n f i e s a t s i K n i l i s

Gejala utama bronkitis akut adalah batuk-batuk yang dapat berlangsung 2-3 minggu. Batuk bisaatau tanpa disertai dahak. Dahak dapat berwarna jernih, putih, kuning kehijauan,atau hijau.Selain batuk, bronkitis akut dapat disertai gejala berikut ini :1 . D e m a m , 2.Sesak napas,3.Buny inapasmengiatau ng ik4.Rasa tidak nyaman di dada atau sakit

dadaGejala bronkitis akut tidaklah spesifik dan menyerupai gejala infeksi saluran pernafasanlainnya.Bronkitis akut akibat virus biasanya mengikuti gejala gejala infeksi saluran respiratoriseperti rhinitis dan faringitis. Batuk biasanya muncul 3 4 hari setelah rhinitis. Batuk padamulanya keras dan kering, kemudian seringkali berkembang menjadi batuk lepas yang ringandan produktif. Karena anak anak biasanya tidak membuang lendir tapi menelannya, makadapat terjadi gejala muntah pada saat batuk keras dan memuncak. Pada anak yang lebih besar,keluhan utama dapat berupa produksi sputum dengan batuk serta nyeri dada pada keadaaanyang lebih

berat.K a r e n a b r o n c h i t i s a k u t b i a s a n ya m e r u p a k a n k o n d i s i ya n g t i d a k b e r a t d a n d a p a t membaik sendiri, maka proses patologis yang terjadi masih belum diketahui secara jelasakarena kurangnya ketersediaanjaringa n untuk pemeriksaan. Yang diketahui adalah adanya peningkatan aktivitas kelenjar m ucus dan terjadinya deskuamasi sel sel epitel bersilia.Adanya infiltrasi leukosit PMN ke dalam dinding serta lumen saluran respiratori menyebabkansekresi tampak purulen. Akan tetapi karena migrasi leukosit ini merupakan reaksi nonspesifik terhadap kerusakan jalan napas, maka sputum yang purulen tidak harus menunjukkan adanyasuperinfeksi

bakteri.P e m e r i k s a a n a u s k u l t a s i d a d a b i a s a n ya t i d a k k h a s p a d a s t a d i u m a w a l . S e i r i n g perkembangan dan progresivitas batuk, dapat terdengar berbagai macam ronki, s uara napasyang berat dan kasar, wheezing ataupun suara kombinasi. Hasil pemerik saan radiologist biasanya normal atau didapatkan corakan bronchial. Pada umumnya gejala akan menghilangdalam 10 -14 hari. Bila tanda tanda klinis menetap hingga 2 3 minggu, perlu dicurigaiadanya infeksi kronis. Selain itu dapat pula terjadi infeksi sekunder.Gejala bronkitis akut tidaklah spesifik dan menyerupai gejala infeksi saluran pernafasanlainnya. Oleh karena itu sebelum memikirkan bronkitis akut, perlu dipikirkan kemungkinanlainnya seperti pneumonia, common cold , asma akut, eksaserbasi akut bronkitis kronik danPPOK (Sidney S. Braman, 2006). 6.Diagnosis Diagnosis dari bronkitis akut dapat ditegakkan bila; pada anamnesa pasien mempunyaigejala batuk yang timbul tiba tiba dengan atau tanpa sputum dan tanpa adanya bukti pasienmenderita pneumonia,

common cold , asma akut, eksaserbasi akut bronkitis kronik dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak

khas.Dapat ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring , atau faringhiperemis. Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada auskultasi dada dapatterdengar ronki, wheezing , ekspirium diperpanjang atau tanda obstruksi lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan terdengar ronki basah.(Sidney S. Braman, 2006).Dalam suatu penelitian terdapat metode untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia pada pasien dengan batuk disertai dengan produksi sputum yang dicurigai menderita bronkitisakut, yang antara lain bila tidak ditemukan keadaan sebagai berikut: Denyut jantung > 100 kali per menit Frekuensi napas > 24 kali per menit

Suhu > 38C Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi dan peningkatan suara napas.Bila keadaan tersebut tidak ditemukan, kemungkinan pneumonia dapat disingkirkandan dapat mengurangi kebutuhan untuk foto thorax (Sidney S. Braman, 2006).Tidak ada pemeriksaan penunjang yang memberikan hasil diperlukan definitif untuk

diagnosis bronkitis. Pemeriksaan kultur dahak

bila etiologi bronkitis harus

ditemukan untuk kepentingan terapi. Hal ini biasanya diperlukan pada bronkitis kronis. Pada bronkitis

akut pemeriksaan ini tidak berarti banyak karena sebagian besar penyebabnya adalahvirus.Pe meriksaan radiologis biasanya normal atau tampak

corakan bronkial meningkat. Pada beberapa penderita menunjukkan adanya penurunan ringan uji fungsi paru. Akan tetapi uji initidak perlu dilakukan pada penderita yang sebelumnya sehat. (Sidney S. Braman, 2006). 7.Tatalaksana Suatu studi penelitian menyebutkan bahwa beberapa pasien dengan bronkitis akut sering mendapatkan terapi yang tidak tepat dan gejala batuk yang mereka derita seringkali berasal dari asma akut, eksaserbasi akut bronkitis kronik atau common cold . Beberapa penelitian menyebutkan terapi untuk bronkitis akut hanya untuk meringankan gejala klinis sajadan tidak perlu pemberian antibiotik dikarenakan penyakit ini disebabkan oleh virus (Sidney S.Braman, 2006). 7.1 Pemberian Antibiotik

Beberapa studi menyebutkan, bahwa sekitar 65 80 % pasien dengan bronkitis akutmenerima terapi antibiotik meskipun seperti telah diketahui bahwa pemberian antibiotik sendiritidak efektif (Linder J, Sim I, 2007). Pasien dengan usia tua paling sering menerima antibiotik dan sekitar sebagian dari mereka menerima terapi antibiotik dengan spektrum luas (SteinmanM, Sauaia A, Masseli J, et al . 2006).Tren pemberian antibiotik spektrum luas juga dapatdijumpai di praktek dokter dokter pada umumnya (Steinman M, Landefeld C, Gonzales R,2008).Pada pasien bronkitis akut yang mempunyai kebiasaan merokok, sekitar 90% menerimaantibiotik, dimana sampai saat ini belum ada bukti klinis yang menunjukkan bahwa

pasien bronkitis akut yang merokok dan tidak mempunyai riwayat PPOK lebih perlu diberika nantibiotik dibandingkan dengan pasien dengan bronkitis akut yang tidak merokok. Terdapat beberapa penelitian mengenai kegunaan antibiotik terhadap pengurangan lama batu k dantingkat keparahan batuk pada bronkitis akut.Dalam praktek dokter di klinik, banyak pasien dengan bronkitis akut yang mintadiberikan antibiotik dan sebaiknya hal ini

ditangani dengan memberikan penjelasan mengenaitidak perlunya penggunaan obat tersebut dan justru pemberian antibiotik yang berlebihan dapatmeningkatkan kekebalan kuman (resistensi) terhadap antibiotik (Snow V, Mottur-Pilson C,Gonzales R,

2009). Namun begitu, penggunaan antibiotik diperlukan pada pasien bronkitis akut yangdicur igai atau telah dipastikan diakibatkan oleh infeksi bakteri pertusis atau seiring masa perjalanan penyakit terdapat perubahan warna sputum. Pengobatan deng an eritromisin (ataudengan trimetroprim/sulfametoksazol bila makrolid tidak dapat diberikan) dalam hal inidiperbolehkan. Pasien juga dianjurkan untuk dirawat dalam ruang isolasi selama 5 hari (SidneyS. Braman, 2006). 7.2 Bronkodilator Dalam suatu studi penelitian dari Cochrane, penggunaan bronkodilator t i d a k direkomendasikan sebagai terapi untuk bronkitis akut tanpa komplikasi. Ringkasan statistik dari penelitian Cochrane tidak menegaskan adanya keuntungan dari penggunaan -agonists oralmaupun dalam mengurangi gejala batuk pada pasien dengan bronkhitis akut (Hueston WJ,2008). Namun, pada kelompok subgrup dari penelitian ini yakni pasien bronkhitis akut dengang e j a l a o b s t r u k s i s a l u r a n n a p a s d a n t e r d a p a t wheezing , penggunaan bronkodilator justrumempunyai nilai kegunaan.Efek samping dari p enggunaan -

agonists antara lain, tremor,g e l i s a h d a n t a n g a n g e m e t a r ( S m u c n y J , F l yn n C, Becker L, et al , 2007). Penggunaanantikolinergik oral untuk meringankan gejala batuk pada bronkitis akut sampai saat ini belumditeliti dan oleh karena itu tidak dianjurkan (Sidney S. Braman, 2006). 7.3 Antitusif Penggunaan codein atau dekstrometorphan untuk mengurangi frekuensi batuk da n perburukannya pada pasien bronkitis akut sampai saat ini belum diteliti secara sistematis.Di karenakan pada penelitian sebelumnya, penggunaan kedua obat tersebut terbukti efektif untuk mengurangi gejala batuk untuk pasien dengan bronkitis kronik, maka penggunaan pada bronkitis akut diperkirakan memiliki nilai kegunaan. Suatu penelitian mengenai penggu naankedua obat tersebut untuk mengurangi gejala batuk pada common cold dan penyakit salurannapas akibat virus, menunjukkan hasil yang beragam dan tidak direkomendasikan untuk seringdigunakan dalam praktek keseharian (Lee P, Jawad M, Eccles R,

2008). Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa kedua obat ini juga efektif dalammenurunk an frekuensi batuk per harinya. Dalam suatu penelitian, sebanyak 710 orang dewasadengan infeksi saluran pernapasan atas dan gejala batuk, secara acak diberikan dosis tunggal 30mg Dekstromethorpan hydrobromide atau placebo dan gejala batuk kemudian di analisa secaraobjektif menggunakan rekaman batuk secara berkelanjutan. Hasilnya

menunjukkan bahwa batuk berkurang dalam periode 4 jam pengamatan (Pavesi L, Subburaj S , Porter Shaw K,2009).Dikarenakan pada penelitian ini disebutkan bahwa gejala batuk lebih banyak berasaldari bronkitis akut, maka penggunaan antitusif sebagai terapi empiris untu k batuk pada bronkitis akut dapat digunakan (Sidney S. Braman, 2006). 7.4 Agen Mukolitik Penggunaan ekspektoran dan mukolitik belum memilki buk t i k l i n i s y a n g menguntungkan dalam pengobatan batuk pada bronkitis akut di beberapa penelitian, meskipunterbukti bahwa efek samping obat minimal (Sidney S. Braman, 2006)

DAFTAR PUSTAKA
1. S, Soetomenggolo; Taslim; Ismail,S. Buku Ajar Neurologis Anak. Cetakan Kedua. BP. IDAI. Jakarta: 2000; Hal 244-251. 2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian IKA FK UI. Jakarta: 1985; Hal 847-855. 3. Mansjoer, A; Suprohaita; Wardhan, W.I; Setiowulan, W. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga. Media Aesculapius. FK UI. Jakarta: 2000; Hal 434-437. 4. Short, Jhon R; Gray, J.P; Dodge, J.A. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi Keenam. Jilid Dua. Binarupa Aksara. Jakarta: 1994; hal 62-63. 5. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15. EGC. Jakarta: 1999; 6. Pusponegoro, H.D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2004; Hal 210-211. 7. http://aappolicy.aappublication.org/cgi/content/abstract/pediatrics; 8. http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=febrile%20convulsion 9. www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf 10. Committee on Quality Improvement and Subcommitte on Febrile Seizure. Practice Parameter: Long Term Treatment of The Child with Simple Febrile Seizure. Pediatrics. 1999; 103:1307-1309. 11. Sastroasmoro, S, dkk, Panduan Pelayanan Medis Departmen Ilmu Penyakit Anak. Cetakan Pertama. RSUP Nasional Dr Ciptomangunkusumo. Jakarta: 2007; Hal 252

Anda mungkin juga menyukai