Anda di halaman 1dari 0

Pertemuan Ilmiah Tahunan I

Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004





PENGGUNAAN CITRA LANDSAT 7 ETM
UNTUK MENDUGA KEBERADAAN AIR TANAH
(Studi Kasus Pemboran Sumur P2AT di Wilayah Kabupaten Madiun)


Sonny Wedehanto
Dosen Teknik Sipil Universitas Negeri Malang, research student di program
S2 Bidang Ilmu Penginderaan J auh FTSP, ITS


Abstrak

Dalam pekerjaan pengeboran air tanah sumur-sumur P2AT, dugaan letak akuiver lazimnya
ditentukan dari survei geologi, sedangkan untuk menduga litologi setempat dilakukan survey geolistrik, dan
bila dari ke dua survey tersebut dipastikan di daerah itu terdapat akuiver barulah dilakukan uji pemompaan
untuk mengetahui besarnya debit air tanah pada titik bor yang dipilih. Besarnya debit air tanah sebelum
dilakukan pemboran diperkirakan dengan pedoman peta hidrogeologi daerah yang bersangkutan.
Cara ini kurang memuaskan, sebab debit air yang diperoleh dari uji pemompaan acap kali
menyimpang jauh dari informasi data dari peta hidrogeologi. Disarankan melakukan penelitian
menggunakan cintra Landsat 7 ETM yang di overlay dengan peta geologi dan hidrogeologi sebagai salah
satu sarana pendugaan keberadaan air tanah.

Kata kunci : geologi, hidrogeologi, air tanah, Landsat 7 ETM+



LATAR BELAKANG
Air merupakan kebutuhan primer
dalam hidup manusia; kebutuhan air saat ini
sebagian besar diperoleh dari pemanfaatan
sumber air permukaan seperti sungai, danau,
mata air, maupun sumur dangkal (dig well).
Ironisnya dari waktu ke waktu cadangan air
permukaan cenderung berkurang, di lain
pihak populasi manusia semakin hari makin
bertambah besar. Berkurangnya cadangan air
permukaan terutama disebabkan oleh
perubahan areal-areal yang semula daerah
resapan air menjadi lapisan kedap air seperti
kompleks perumahan, lahan parkir, jalan
aspal dan sebagainya yang kesemuanya
menyebabkan recharge (kambuhan) air
permukaan dari peresapan air hujan
berkurang. Menurut Fetter (1988), 97,2% dari
air yang ada di bumi merupakan air laut,
jumlah air permukaan hanya 0,009% dan air
tanah sekitar 0,61% dari total air secara
keseluruhan. Bila dibandingkan maka
cadangan air tanah sekitar 68 kali jumlah air
permukaan yang ada. Sejauh ini pemanfaatan
air tanah oleh manusia masih kurang dari 1%
[1]. Di masa-masa mendatang diperkirakan
kebutuhan air oleh manusia lebih banyak
dicukupi dari eksplorasi air tanah.
Tahap menentukan lokasi ekplorasi air
tanah meliputi survey geologi untuk memilih
letak titik pemboran, survey geolistrik untuk
mengetahui keberadaan lapisan akuifer, dan
pumping test (uji pemompaan) untuk
mengetahui jumlah air yang dapat di
eksplorasi. Bila dari hasil survey geolistrik
atau uji pemompaan ternyata air yang keluar
debitnya kurang dari yang diharapkan maka
pakar geologi (geolog) harus menentukan titik
uji pemboran baru; begitu seterusnya sampai
didapatkan lokasi uji pemompaan yang
menghasilkan debit air seperti yang
diharapkan. Cara yang demikian ini di
samping kurang praktis juga memboroskan
biaya.

Kendala geolog dalam memilih titik
uji pemompaan adalah pada saat melakukan

Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah
126
Pertemuan Ilmiah Tahunan I
Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004



survey geologi, geolog tidak dapat
mengetahui apa yang ada di dalam tanah
secara langsung. Geolog hanya berpedoman
pada apa yang dilihatnya di permukaan tanah,
dari data ini jenis material yang ada di dalam
tanah dapat diperkirakan. Untuk meyakinkan
kebenaran dugaan tersebut lalu dilakukan tes
geolistrik, dengan metode tertentu secara
tidak langsung litologi di daerah titik uji
pemompaan dapat diketahui.
Salah satu daerah di J awa Timur yang
sampai saat ini telah banyak mengeksploitasi
air tanah adalah wilayah Kabupaten Madiun,
yaitu melalui proyek-proyek Pengembangan
dan Pengelolaan Air Tanah (P2AT). Sumur-
sumur P2AT yang ada di daerah itu
jumlahnya lebih dari 600 buah, fungsinya
untuk irigasi sawah setempat. Metode
eksplorasi sumur P2AT di Kabupaten Madiun
sama seperti cara yang tertulis di atas, tes-tes
itu merupakan tes standar dalam penyelidikan
air tanah [8]
Untuk menentukan lokasi pemboran
pada proyek-proyek P2AT geolog lebih
banyak mengacu pada peta geologi dan peta
hidrogeologi. Peta geologi dipakai untuk
menduga letak akuifer, dan untuk mengetahui
kebenarannya dilakukan tes geolistrik. Bila
dari tes geolistrik ini didapatkan indikasi
adanya akuifer, prakiraan besarnya debit air
dilakukan dengan mengacu pada peta
hidrogeologi. Dalam kenyataanya kebenaran
hasil tes geolistrik maksimum hanya 60%,
dan akurasi peta hidrogeologi sendiri sangat
kasar, sering kali daerah yang dalam peta
dinyatakan tidak mempunyai potensi air
tanah, setelah dilakukan uji pemompaan
justru mempunyai cadangan air yang cukup
besar.
Dari beberapa literature, beberapa
negara telah memanfaatkan foto udara untuk
mencari keberadaan air tanah dan dilaporkan
sejauh ini memberikan hasil yang lebih baik
jika digunakan untuk eksplorasi air tanah,
sebab dari photo udara orang dapat
memperbaiki peta bentuk lahan, jenis tanah,
tata guna lahan, jenis vegetasi, dan drainase
dalam wilayah cakupan yang luas [8] [6].
Tiap peri laku lingkungan merupakan
petunjuk penting untuk penarikan kesimpulan
sistim aliran air tanah alami dan atau
keberadaan akuifer yang potensial di suatu
daerah.
Foto udara memang tidak dapat
digunakan untuk menggambarkan keberadaan
akuifer secara langsung, tetapi dalam
penyelidikan awal untuk mengetahui
keberadaan akuifer foto udara dapat dipakai
menentukan cadangan air tanah. Indikator
keberadaan air tanah seperti anomali
kelembaban tanah, mintakat morfologi
(terutama daerah patahan), jenis vegetasi dan
kerapatannya, struktur geologi, serta ciri-ciri
aliran airnya (terutama dengan melihat
kepadatan jaringan drainase alami) semua
fenomenanya dapat dijelaskan dari
interpretasi foto udara dan fotogrametri [6].
India telah menggunakan citra landsat MSS
sebagai sumber data utama dalam survey air
tanah, dan hasilnya membuktikan bahwa
informasi lapisan bawah tanah dari uji
pemompaan ada hubungannya dengan
indikator-indikator keberadaan air tanah yang
diperoleh dari foto udara.
Berdasarkan pertimbangan di atas
perlu dilakukan uji coba pemanfaatan Citra
Landsat 7 ETM sebagai salah satu sarana
untuk menduga potensi air tanah, dengan
mengambil studi kasus beberapa sumur P2AT
di daerah Kabupaten Madiun. Lokasi ini
dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa data
sumur bor di daerah itu cukup banyak
sehingga keandalan penggunaan citra dapat
dicocokkan dengan arsip data hasil
pengeboran yang dapat diperoleh pada Kantor
P2AT Wilayah J awa Timur di Surabaya.

PEMBENTUKAN AIR TANAH
Air tanah merupakan pergerakan air
yang ada pada butiran tanah dan atau retakan
masa batuan. Untuk mengetahui kondisi air
tanah harus diketahui kondisi peresapan air
tanah dan akuifernya, karena air tanah
merupakan daerah tangkapan yang memasok

Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah
128
Pertemuan Ilmiah Tahunan I
Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004



akuifer tempat lapisan dimana terdapat air
tanah.
Akuifer merupakan formasi geologi
yang mampu mengerakkan air dalam jumlah
yang cukup ekonomis untuk mengisi sumur-
sumur maupun sumber air lainnya, mata air
danau dan sebagainya. Akuifer terbentuk dari
batuan yang belum mengalami proses
pengerasan terutama dari kerikil dan pasir. Ke
dua material ini mempunyai sifat mudah
meluluskan air; banyaknya kandungan air
tanah pada suatu daerah tergantung pada: (1)
iklim daerah setempat, (2) jenis vegetasi,(3)
topografi setempat, dan (4) derajad celah
batuan [10].
Sebagian air hujan yang tiba
dipermukaan bumi akan ter-infiltrasi ke dalam
tanah, sebagian mengisi lekuk-lekuk di
tempat yang rendah, masuk sungai, dan
ahirnya bermuara ke danau atau laut. Dalam
perjalanannya sebagian air menguap dan
kembali ke udara, sebagian lagi air masuk ke
dalam tanah dan akan keluar kembali ke
sungai. Tetapi sebagian besar air tersebut
tersimpan sebagai air tanah yang akan keluar
sedikit demi sedikit ke permukaan air sebagai
limasan air tanah. Sklus antara air laut dan air
daratan yang berlangsung secara terus
menerus ini disebut siklus hidrologi. Siklus
hidrologi merupakan konsep dasar tentang
keseimbangan air secara global; bila dilihat
secara keseluruhan maka secara skematis
siklus ini dapat digambarkan sebagai suatu
siklus hidrologi yang tertutup.
Air tanah mengalir dari daerah yang
tinggi ke daerah yang lebih rendah. Daerah
yang lebih tinggi letaknya merupakan daerah
resapan (recharge area) sedangkan daerah
yang lebih rendah merupakan daerah buangan
(discharge area). Daerah buangan bisa berupa
pantai, lembah, atau suatu sistim aliran
sungai. Daerah tangkapan merupakan areal
bagian dari suatu daerah aliran di mana aliran
air tanah menjauhi muka air tanah, sedangkan
daerah buangan merupakan sebagian dari
suatu daerah aliran di mana air tanah menuju
ke muka air tanah [8]. Biasanya pada daerah
resapan muka air tanah terletak pada suatu
kedalaman tertentu, sedangkan muka air tahan
daerah buangan umumnya mendekati
permukaan tanah, misalnya pantai.
Daerah peresapan biasanya ditandai
dengan tingginya laju infiltrasi sehingga air
yang mengalir ke daerah tersebut mudah
masuk ke dalam tanah. Di samping
menambah jumlah air yang masuk ke dalam
tanah daerah resapan juga berperan sebagai
penyaring air tanah, ketika air masuk ke
daerah resapan akan terjadi proses
penyaringan air dari partikel-partikel yang
berupa sedimen, bakteri atau unsur organisme
lainnya yang terlarut dalam tanah. Dengan
demikian akuifer di daerah resapan berfungsi
sebagai saringan air tanah
yangmemungkinkan air tersebut langsung
dapat dikonsumsi oleh manusia.[7]

SATELIT LANDSAT
Landsat merupakan salah satu satelit
teknologi sumber daya bumi (Earth
Resources Technology Satelite/ ERTS) milik
the National Aeronautical and Space
Administration (NASA) di Amerika. Satelit
ini pertama kali diluncurkan tanggal 23 J uli
1972 [2]. Pada generasi pertama satelit
mengorbit pada ketinggian 880-940 km di
atas permukaan bumi, bergerak pada orbit 9
o

Kutub Utara dan Selatan, serta mengelilingi
bumi setiap 103 menit. Landsat didesain
untuk menantau daerah pertainan, hutan,
geologi, tata guna lahan dan untuk mendeteksi
fenomena-fenomena di kawasan pesisir.
Landsat 7 ETM (Thematic Mapper)
merupakan generasi satelit tipe ini yang
paling baru, mempunyai tujuh saluran, dengan
inklinasi orbitnya 98,2
o
, periode orbit 98,9
menit dengan ketinggian nominal 705 km.
Satelit memakan waktu 16 hari untuk meliput
seluruh bumi (kecuali kutub) [3].
Thematic Mapper (TM) merupakan
sensor optik penyiaman yang beroperasi pada
tujuh saluran, yaitu saluran tampak dan infra
merah. Saluran 1 (0,45-0.52m) dirancang
untuk menetrasi tubuh air sehingga
bermanfaat untuk pemetaan perairan pantai;

Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah
129
Pertemuan Ilmiah Tahunan I
Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004



juga berguna untuk membedakan antara tanah
dengan vegetasi, tumbuhan berdaun lebar dan
conifer; saluran 2 (0,52-0.69m) dirancang
untuk mengukur puncak pantulan hijau
saluran tampak bagi vegetasi yang berguna
untuk menilai ketahanan tumbuhan; saluran 3
(0,63-0.69m) untuk mendeteksi absorbsi
kloropil yang penting untuk membedakan
jenis vegetasi; saluran 4 (0,76-0.90m)
bermanfaat untuk menentukan kandungan
biomasa dan untuk dilineasi tubuh air; saluran
5 (1,55-1,75m) menunjukkan kandungan
kelembaban vegetasi dan tanah; saluran 6
(10,40-12,50m)saluran infra merah termal
yang penggunaannya untuk analisis
penekanan vegetasi, membedakan
kelembaban tanah dan pemetaan termal;
saluran 7 (0,52-0.69m) yang dipergunakan
untuk membedakan tipe batuan dan pepetaah
hidro termal.

KETERBATASAN
Citra Landsat hanya mampu merekap
fenomena-fenomena alam yang tampak
dipermukaan, oleh karena itu dalam
penggunaan sebagai salah satu sarana untuk
menduga keberadaan air tanah mempunyai
keterbatasan-keterbatasan. Dalam gagasan ini
keterbatasannya adalah: (1) Citra yang
digunakan hanya berlaku pada satu musim
saja, yaitu pada saat musim yang sama
dengan saat diadakan pengambilan gambar
oleh satelit, pada musim yang berbeda
diperlukan citra satelit yang pengambilannya
sesuai dengan musim yang sama. (2) Sifat
dari penilaian keberadaan air tanah adalah
relatif (sangat besar, besar, sedikit, dan tidak
ada air tanah), untuk menduga debit air tanah
secara mutlak sejauh ini masih belum
memungkinkan (3) Penarikan kesimpulan
hanya berlaku pada daerah setempat atau
daerah yang memiliki litologi yang sama, (4)
Metode ini tidak dapat berdiri sendiri, artinya
hanya sebagai pelengkap survei geologi
maupun geolistrik.

METODOLOGI
Penelitian ini membutuhkan beberapa
data seperti: (1) Peta topografi, (2) peta
geologi, (3) peta hidrogeologi, (4) klimatologi
daerah penelitian, (5) data geolistrik dan debit
sumur air tanah di wilayah studi, serta (5)
citra Landsat TM 7 dengan resolusi spasial 30
m. Adapun peralatan yang diperlukan
meliputi: (1) GPS navigasi dengan ketelitian
30 m, (3) Seperangkat computer minimum
Pentium II untuk digitasi peta, (4) Scaner, (5)
beberapa software (ER MAPPER,
AUTOCAD, ARCVIEW, ARCH INFO), (6)
Kamera.

Pemilahan Data
Setelah data terkumpul dilakukan
pemilahan dan klasifikasi; variable data
atribut seperti tabel, dan data spasial seperti
peta, citra satelit di pisah-pisahkan. Data
grafis (peta) dan data atribut diinput ke dalam
computer sedangkan data spasial harus
dikonversikan dengan cara melakukan digitasi
sehingga menjadi data digital. Setelah selesai
kemudian dilakukan editing menggunakan
fasilitas menu Arch Edit yang ada pada
Program ARCH INFO. Dari menu tersebut
dapat dilakukan: (1) pendeteksian adanya
komponen-komponen bayangan dari garis
(Overshoot dan undershoot) maupun garis-
garis semu, (2) transformasi koordinat dari
koordinat lokal menjadi koordinat lapangan
hasil ground truth dan survey lapangan
menggunakan sistim proyeksi UTM dan
Datum WGS 84, (3) mematikan atribut
feature dan melakukan geocoding (peng-
alamatan), (4) menampilkan peta.

Pengolahan Data
Untuk pengolahan data grafis dan
tabular dilakukan dengan perangkat lunak
ARC VIEW, pekerjaan-pekerjaan yang dapat
dilakukan dengan perangkat lunak tersebut
meliputi: (1) pemberian alamat tabel dan
menampilkannya, (2) menentukan atribut
feature, (3) pengelompokan feature dengan
simbol yang berbeda menurut atributnya, (4)
menampilkan data tabular dan
menggabungkannya pada data yang sedang

Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah
130
Pertemuan Ilmiah Tahunan I
Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004



ditampilkan, (5) memilih feature berdasarkan
kesamaan dengan feature lainnya, (6)
menentukan lokasi yang punya feature sama,
(7) mengatur tata letak pada peta untuk
dicetak, dan (8) mengatur tampilan data
(seperti pemberian skala, legenda, dan
pemberian grid)

Analisa Data
Data yang terkumpul diformulasikan
ke dalam bentuk tabel pada peta sehingga
dapat diuraikan secara deskriptif, korelatif,
dan klasifikasi; dengan demikian dapat
diperoleh gambaran tentang kemungkinan
keberadaan akuifer pembawa air tanah.
Teknik analisis yang dipergunakan adalah
teknik overlay atau penampalan; dengan
metode penampalan ini akan diketahui
hubungan spasial antara parameter/ variable
satu dan lainnya sehingga keberadaan akuifer
disuatu lokasi dapat diketahui.

Metode Penelitian
Interpretasi litologi dan kelurusan
secara visual dilakukan menggunakan metode
(1) pemfilteran, (2) transformasi, dan (3)
pembuatan citra komposit.
Teknik pemfilteran untuk mengetahui
hubungan linear dan batas-batas litologi;
metode transformasi untuk mengetahui indek
vegetasi dan analis komponen utama, dan
pembuatan citra komposit menggunakan tiga
band dari fungsi index vegetasi, metode ini
dipakai untuk mengidentifikasi batuan serta
penyebaran batuan yang bersifat akuifer.

Interpretasi
Interpretasi geologi dilakukan dengan
menggunakan kunci-kunci interpretasi seperti
rona, tekstur, pola, ukuran dan asosiasi; di
samping itu juga dilakukan interpretasi
penunjang dari analisa bentuk lahan, analisa
pola pengaliran air alami dan vetgetasi.
Karena yang tampak pada citra adalah
materi penutup lahan, maka interpretasi
geologi ditentukan dengan delineasi,
pekerjaan ini dilakukan secara on screen
digitizing menggunakan fasilitas menu yang
dimiliki oleh ARC VIEW.


Metode Klasifikasi Multi Spektral
Klasifikasi didasarkan pada nilai
spectral beberapa saluran sekaligus dan
menggunakan data bantu di samping citra
multi spektral itu sendiri. Interpretasi bantu
yang dimaksud meliputi peta geologi, peta
hidrogeologi, dan hasil survey lapangan. Dari
klasifikasi akan dihasilkan peta penyebaran
batuan yang mampu meresapkan air dan tidak
meresapkan air.

Ground Truth dan Survei Lapangan
Ground truth dan survey lapangan
diperlukan untuk memeriksa kebenarah hasil
klasifikasi, apakah kenampakan obyek yang
ada telah sesuai dengan hasil klasifikasi, baik
posisi maupun kondisi fisiknya. Pngecekan
obyek menggunakan alat Global Positioning
System (GPS) tipe navigasi. Bilamana ada
ketidak sesuaian dengan kenampakan obyek
maka dilakukan perbaikan hasil sehingga
sesuai dengan hasil klasifikasi.

Penggabungan Hasil Klasifikasi
Dari hasil klasifikasi, interpretasi
visual, peta geologi, dan peta hidrogeologi
dilakukan penampalan sehingga diperoleh
informasi tentang jenis batuan serta daerah
yang mempunyai potensi akuifer.

PENUTUP
Penggunaan citra satelit untuk
menentukan sumber air tanah memang belum
lazim dilakukan di Indonesia, tetapi di India
pemanfaatan photo udara untuk mencari
akuifer dilaporkan memberikan hasil yang
sangat memuaskan; dalam hal ini gagasan
penggunaan citra satelit untuk menentukan
keberadaan air tanah ada kemungkinan
mengalami kegagalan. Tentang berapa persen
akurasi pemaanfaatan citra Landsat ini perlu
dilakukan penelitian yang mendalam.
DAFTAR PUSTAKA


Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah
131
Pertemuan Ilmiah Tahunan I
Teknik Geodesi - ITS, Surabaya, 13 Oktober 2004



Biran J . Skinner & Stephen C. Porter. 1992.,
The ynamic Earth, An Introduction
to Phsycal Geology. Second Edition.
J ohn Willey & Son, Inc, Singaopore

Eric. Barret, and Leonard F. Curtis. 1992.,
Introduction to Environtmental
Remote Sensing. Third Edition.
Chapman & Hall, Madras.
CP. Lo, 1995., (Penterjemah Bambang
Purbowaseso). Penginderaan Jauh
Terapan, Penerbit Universitas
Indonesia, UI_Press, J akarta.
R. Allan Freeze & J ohn A. Cherry. 1979.,
Groundwater. Pretice-Hall
Inc.Englewood Cliffs, New J ersey.

CW. Fetter. 1994., Applied Hydrogeologi,
Third Edition. Prentice Hall,
Englewood Cliffs, NJ .
Stanley N. Davis, Paul H. Reitan, Raymond
Pestrong. 1976., Geology Our
Physical Environtment, Mc Graw-
Hill Book Company, New York.
Djaendi. 2004., Potensi Air Tanah dan
Geowisata Kawasan Kars, Kumpulan
Makalah Workshop Nasional
Pengelolaan Kawasan Kars.
Kabupaten Wonogiri, Wonogiri, 4-5
Agustus 2004.
Todds. R. 1980., Groundwater
Hydrogeology, J ohn Willey & Son,
Inc, Singapore


Kadaster Laut Dalam Perspektif Pemetaan Batas Pantai dan Laut Terkait dengan Perundangan Otonomi Daerah
132

Anda mungkin juga menyukai