Anda di halaman 1dari 19

IWF Peduli Pelestarian Alam Sejak Tahun 1968| 1

PENGELOLAAN LIMBAH 1

Oleh : Dr. Sri Murni Soenarno, M.Si 2

ABSTRAK Limbah adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi. Jenis-jenis limbah bermacam-macam, dari zat pembentuknya, bentuk fisiknya dan sifat berbahayanya. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan limbah yang mempunyai tujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatkan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan. Prinsip pengelolaan limbah yang harus kita pegang adalah 3 R, Reduce, Reuse, Recycle. Peran yang dimiliki oleh ibu rumahtangga dalam pengelolaan limbah di lingkungannya adalah sebagai pengurus rumahtangga, pengelola keuangan keluarga dan pendidik.

PENDAHULUAN Pada saat ini salah satu penyebab masalah lingkungan hidup adalah limbah, tetapi timbulnya limbah tersebut tidak dapat dihindarkan, karena limbah adalah salah satu

hasil dari kegiatan. Dalam kehidupan kita sehari-hari, terkait kemasan makanan yang kita beli, dulu sebelum tahun 1980-an makanan tersebut dibungkus dengan daun pisang, setelah tahun 1980-an mulai digunakan kertas berplastik, menjelang tahun 2000-an makanan dikemas dengan styrofoam. Peningkatan limbah berbanding lurus dengan konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan. Oleh karena itu, masalah limbah tidak habis-habisnya dipersoalkan dan dicari solusi penanganannya. Masalah lingkungan itu timbul akibat pembuangan limbah yang sembarangan yang akan mengganggu kesehatan, merusak lingkungan hidup serta kenyamanan hidup kita, oleh karena itu kita harus menanganinya. Kita perlu tahu tentang limbah itu sendiri, apa yang dimaksud dengan limbah?

1 Makalah disajikan dalam Pelatihan Pendidikan Konservasi Alam, Angkatan 26. Diselenggarakan oleh The Indonesian Wildlife Conservation Foundation (IWF) dan Balai Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi, Jawa Timur, 18-19 Juli 2011.

2 Anggota Pengawas The Indonesian Wildlife Conservation Foundation (IWF) IWF Peduli Pelestarian Alam Sejak Tahun 1968| 2

A. Definisi limbah Menurut Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), definisi limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Definisi secara umum, limbah adalah bahan sisa atau

buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumahtangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3). Semakin meningkat kegiatan manusia, semakin banyak pula limbah yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu peraturan yang mengikat secara hukum terkait dengan limbah dan pengelolaannya. UU No 32 Tahun 2009 sudah memuat aturan segala sesuatu yang terkait limbah tersebut. Aturan itu menyangkut apa yang diperbolehkan, dilarang dan sanksi hukumnya. UU no 32/2009 ini merupakan penyempurnaan dari UU sebelumnya yaitu UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Disamping itu, sudah ada UU yang lebih khusus lagi yaitu UU no 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

B. Jenis limbah Jenis-jenis limbah dari zat pembentuknya adalah: 1. Limbah organik. Limbah ini dapat terurai secara alami, contoh: sisa organisme (tumbuhan, hewan). 2. Limbah anorganik. Limbah ini sukar terurai secara alami, contoh: plastik, botol, kaleng, dll. Jenis-jenis limbah dari bentuk fisiknya adalah: 1. Limbah padat, yang lebih dikenal sebagai sampah. Bentuk fisiknya padat. Definisi menurut UU No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Contoh: sisa-sisa organisme, barang dari plastik, kaleng, botol, dll. 2. Limbah cair. Bentuk fisiknya cair. Contoh: air buangan rumahtangga, buangan

industri, dll. IWF Peduli Pelestarian Alam Sejak Tahun 1968| 3

3. Limbah gas dan partikel. Bentuk fisiknya gas atau partikel halus (debu). Contoh: gas buangan kendaraan (dari knalpot), buangan pembakaran industri.

Contoh sederhana dari penghasil limbah dari bentuk fisiknya adalah manusia. Tubuh manusia menghasilkan limbah padat (tinja), limbah cair (kencing) dan limbah gas (karbondioksida atau CO2 ). Pembuangan limbah dari manusia pun harus dikelola agar tidak menganggu kesehatan dan lingkungan hidup mereka. Disamping pembagian berdasarkan zat pembentuk dan bentuk fisiknya, ada yang disebut Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3), limbah ini dapat berbentuk padat, cair dan gas. Limbah B3 ialah setiap bahan sisa (limbah) suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, bersifat korosif, dan lain-lain yang bila diuji dengan toksikologi dapat diketahui termasuk limbah B3, serta konsentrasi atau jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan kesehatan manusia. Contoh: limbah medis (suntikan, botol obat), limbah industri, baterai, accu (aki), oli bekas, dll.

C. Pengelolaan limbah Dampak dari pembuangan limbah sembarangan dan tidak dikelola dengan baik berupa pencemaran tanah, air dan udara, serta banjir. Dengan demikian dapat dikatakan pengelolaan limbah ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan

kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatkan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan. Contoh-contoh pengelolaan limbah sebagai berikut.

a. Limbah Padat seperti sampah organik akan membusuk mengakibatkan bau busuk yang mengundang hewan-hewan berdatangan, pada umumnya hewan tersebut dapat menyebarkan penyakit, dan dapat mencemari tanah. Sampah organik yang belum sempat membusuk dan non organik yang dibuang ke badan air (sungai, danau, laut), akan mencemari air tersebut, bahkan jika dibuang ke sungai dapat menyebabkan banjir. IWF Peduli Pelestarian Alam Sejak Tahun 1968| 4

Sampah rumahtangga dan sejenisnya di daerah perkotaan dikelola oleh Dinas Kebersihan Pemerintah Daerah atau swasta. Sampah-sampah tersebut (selain tinja) dikumpulkan di Tempat Penampungan Sementara (TPS), selanjutnya dari TPS dibawa ke tempat pendauran ulang atau pengolahan atau tempat pengolahan sampah terpadu dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah. Idealnya demikian, tetapi kenyataannya masih terjadi pencemaran akibat pembuangan sampah. Tempat pembuangan sampah akhir (TPA) di kota-kota besar di Indonesia hanya menjadi tempat penumpukan sampah, tanpa perlakuan lebih lanjut. Pemda mulai membuat tempat pengolahan terpadu dengan disiapkan pemilahan sampah, tempat pendaur-ulangan, dan insinerasi (pembakaran yang terkendali). Sebelumnya TPA hanya untuk buang sampah saja, masyarakat berpersepsi tempat pengolahan terpadu itu hanya kamuflase saja, akibatnya masyarakat yang tinggal di sekitar pun banyak melakukan penolakan adanya tempat pengolahan sampah terpadu ini.

b. Limbah Cair Di manapun ia dibuang akan mencemari tempat pembuangannya, baik di tanah maupun di air. Oleh karena itu, harus dilakukan pengolahan air limbah baik dari perumahan maupun industri. Di kawasan industri air limbah diolah dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Di perumahan, tempat pembuangan air kakus adalah septictank, ini adalah bentuk pengolahan limbah tinja secara individual, sedangkan air limbah lainnya masuk ke selokan. Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) atau Septage Treatment Plant (STP) adalah bentuk pengolahan limbah tinja secara komunal. IPLT menggunakan sistem biologi dengan kolam oksidasi yang dilengkapi motor. Hasil olah IPLT baik air maupun lumpur dapat dikembalikan ke alam dengan aman, lumpurnya dapat dijadikan pupuk kompos. Selain itu IPLT di pemukiman padat penduduk dapat menghasilkan biogas. Biogas merupakan gas hasil fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme anaerobik. Biogas toilet adalah limbah toilet tersebut dimanfaatkan untuk diolah menjadi methane (CH4 ) yang kemudian digunakan sebagai bahan bakar memasak oleh masyarakat setempat. Biogas toilet ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari teknologi biogas untuk limbah ternak.

IWF Peduli Pelestarian Alam Sejak Tahun 1968| 5

c. Limbah Gas dan Partikel Limbah ini umumnya merupakan hasil pembakaran baik dari kegiatan industri, proses pembakaran maupun dari kendaraan bermotor (knalpot). Limbah gas ini menjadi masalah karena banyak yang termasuk gas-gas penyebab efek rumah kaca. Gas-gas tersebut antara lain Karbondioksida (CO

2), Metana (CH 4 ), Dinitrogen oksida (N2 O), Klorofluorokarbon (CFC), dsb, yang lebih dikenal dengan Gas Rumah Kaca (GRK) atau Green House Gasses (GHGs). Sinar matahari yang sampai di permukaan bumi secara alami sebagian akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke luar angkasa/luar lapisan atmosfer. Namun sebagian dari pantulan tersebut gagal mencapai luar angkasa karena diserap oleh GRK tersebut. Fenomena yang biasa disebut Efek Rumah Kaca atau Green House Effect ini menyebabkan suhu atmosfer meningkat, sehingga terjadilah Pemanasan Global dan Perubahan Iklim. Secara global, sektor-sektor yang menghasilkan GRK ke atmosfer dan prosentasenya adalah sebagai berikut : rgi termasuk transportasi (63%)

Tanda-tanda pemanasan global tersebut antara lain :

Selatan

g bersalju dan mencairnya glacier

Cara mengurangi ancaman pemanasan global adalah dengan: 1. Konservasi Energi. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain adalah: penghematan konsumsi listrik, penggunaan peralatan listrik hemat energi, pengurangan konsumsi BBM transportasi bermotor. IWF Peduli Pelestarian Alam Sejak Tahun 1968| 6

2. Penghapusan Chlorofluorocarbon (CFC). CFC umumnya digunakan untuk mesin pendingin seperti AC, kulkas, freezer, dll. CFC saat ini sudah dapat digantikan oleh hidrokarbon. 3. Penanaman pohon. Menanam pohon bahkan pada skala besar sekalipun, tidak dapat mengimbangi keseluruhan laju penambahan gas-gas rumah kaca ke atmosfer. Walaupun demikian, peningkatan penanaman pohon oleh setiap negara akan memperlambat penimbunan gas-gas rumah kaca. 4. Bahan bakar biomassa. Bahan bakar biomassa berasal dari kayu atau sisa-sisa tanaman pertanian. Bahan ini dapat digunakan secara berkelanjutan, dengan jumlah penggunaan setara dengan jumlah penanaman. Jika hal ini dilakukan, tidak ada emisi karbon dioksida karena tumbuhan yang ditanam akan mengkonsumsi karbon dioksida sebanyak yang dilepaskan ketika bahan dibakar. Jika energi yang dihasilkan digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil, maka ada pula pengurangan emisi karbon dioksida. Bahan bakar biomassa sudah digunakan secara berkelanjutan di berbagai industri pedesaan pada negara-negara berkembang. Pabrik gula dan penggilingan padi, minyak kelapa sawit dan agro-industri lainnya, secara berkala mengandalkan limbah mereka sendiri untuk menghasilkan energi yang diperlukan. Industri penggergajian kayu sering menggunakan potongan kayu dan limbah kayu lainnya untuk menghasilkan energi panas guna mengeringkan kayu. Usaha-usaha seperti

ini harus didorong untuk beralih dari penggunaan bahan bakar fosil ke bahan bakar biomassa. 5. Teknologi Pemanfaatan Sumber Energi Terbarui. Pemanfaatan sumber energi terbarui diyakini tidak menghasilkan emisi karbon dioksida. Oleh karena itu, peningkatan pemanfaatan energi dari sumber-sumber energi terbarui harus dianggap sebagai unsur utama dalam strategi mengurangi emisi karbon dioksida. Namun sejauh ini, sumbangan sumber-sumber energi terbarui terhadap pemasokan energi dunia amat kecil, kecuali dari tenaga air. Selain tenaga air, dapat digunakan juga energi matahari, energi pasang surut, panas bumi dan tenaga angin. Disamping tindakan-tindakan di atas, pabrik atau industri harus melakukan penanggulangan emisi debu dan senyawa pencemar. Teknologi pengendalian yang akan IWF Peduli Pelestarian Alam Sejak Tahun 1968| 7

digunakan harus dikaji secara seksama agar penggunaan alat tidak berlebihan dan kinerja yang diajukan oleh pembuat alat dapat dicapai dan memenuhi persyaratan perlindungan lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan teknologi pengendalian dan rancangan sistemnya ialah: 1. watak gas buang atau efluen 2. tingkat pengurangan limbah yang dibutuhkan 3. teknologi komponen alat pengendalian pencemaran 4. kemungkinan perolehan senyawa pencemar yang bernilai ekonomi.

d. Limbah B3 Limbah B3 harus ditangani dengan perlakuan khusus mengingat bahaya dan resiko yang mungkin ditimbulkan apabila limbah ini menyebar ke lingkungan. Hal tersebut

termasuk proses pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutannya. Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah yang bersangkutan. Namun secara umum dapat dikatakan bahwa kemasan limbah B3 harus memiliki kondisi yang baik, bebas dari karat dan kebocoran, serta harus dibuat dari bahan yang tidak bereaksi dengan limbah yang disimpan di dalamnya. Untuk limbah yang mudah meledak, kemasan harus dibuat rangkap di mana kemasan bagian dalam harus dapat menahan agar zat tidak bergerak dan mampu menahan kenaikan tekanan dari dalam atau dari luar kemasan. Limbah yang bersifat self-reactive dan peroksida organik juga memiliki persyaratan khusus dalam pengemasannya. Pembantalan kemasan limbah jenis tersebut harus dibuat dari bahan yang tidak mudah terbakar dan tidak mengalami penguraian (dekomposisi) saat berhubungan dengan limbah. Jumlah yang dikemas pun terbatas sebesar maksimum 50 kg per kemasan sedangkan limbah yang memiliki aktivitas rendah biasanya dapat dikemas hingga 400 kg per kemasan. Limbah B3 yang diproduksi dari sebuah unit produksi dalam sebuah pabrik harus disimpan dengan perlakuan khusus sebelum akhirnya diolah di unit pengolahan limbah. Penyimpanan harus dilakukan dengan sistem blok dan tiap blok terdiri atas 22 kemasan. Limbah-limbah harus diletakkan dan harus dihindari adanya kontak antara limbah yang tidak kompatibel. IWF Peduli Pelestarian Alam Sejak Tahun 1968| 8

Bangunan penyimpan limbah harus dibuat dengan lantai kedap air, tidak bergelombang, dan melandai ke arah bak penampung dengan kemiringan maksimal 1%. Bangunan juga harus memiliki ventilasi yang baik, terlindung dari masuknya air hujan, dibuat tanpa plafon, dan dilengkapi dengan sistem penangkal petir. Limbah yang bersifat reaktif atau korosif memerlukan bangunan penyimpan yang memiliki konstruksi dinding yang

mudah dilepas untuk memudahkan keadaan darurat dan dibuat dari bahan konstruksi yang tahan api dan korosi. Mengenai pengangkutan limbah B3, persyaratan yang harus dipenuhi terkait kemasan di antaranya ialah apabila terjadi kecelakaan dalam kondisi pengangkutan yang normal, tidak terjadi kebocoran limbah ke lingkungan dalam jumlah yang berarti. Selain itu, kemasan harus memiliki kualitas yang cukup agar efektivitas kemasan tidak berkurang selama pengangkutan. Limbah gas yang mudah terbakar harus dilengkapi dengan head shields pada kemasannya sebagai pelindung dan tambahan pelindung panas untuk mencegah kenaikan suhu yang cepat. Pembuangan limbah B3. Sebagian dari limbah B3 yang telah diolah atau tidak dapat diolah dengan teknologi yang tersedia harus berakhir pada pembuangan (disposal). Tempat pembuangan akhir yang banyak digunakan untuk limbah B3 ialah landfill (lahan urug). Metode pengolahan limbah B3 ada tiga cara yaitu: 1. Chemical Conditioning. Tujuan utama dari chemical conditioning ialah: o menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur o mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur o mendestruksi organisme patogen o memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion o mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan. 2. Solidification/Stabilization. Stabilisasi didefinisikan sebagai proses pencampuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi

IWF Peduli Pelestarian Alam Sejak Tahun 1968| 9

toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metode yang diterapkan di lapangan ialah metode in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. 3. Incineration. Pembakaran atau Insinerasi ini mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil. Di Cileungsi Jawa Barat terdapat Pusat Pengelolaan Limbah Industri B3 (PPLI-B3) milik PT Persada Pamunah Limbah Industri. Di PPLI Cileungsi, limbah B3 terlebih dulu diolah dengan mengubah sifat kimiawinya serta selanjutnya dibakar, ditimbun dan dapat dijadikan bahan baku industri, jadi merupakan gabungan dari tiga metode di atas. Disamping itu, di Pulau Batam juga sedang dikembangkan pengelolaan limbah B3 yang berlokasi di Kawasan Pengelolaan Limbah Industri (KPLI) Kabil untuk mengelola limbah B3 industri di P. Batam. Tantangan utama kita adalah bagaimana mengurangi jumlah limbah padat, cair dan gas yang dihasilkan oleh rumahtangga, industri dan kegiatan lainnya. Prinsip dalam

pengelolaan limbah yang harus kita pegang adalah 3R, REDUCE, REUSE, RECYCLE. 1. Reduce (pengurangan) adalah mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya limbah. Sedapat mungkin kita mengurangi penggunaan bahan-bahan

yang akan menghasilkan limbah. Contoh: penggunaan sapu tangan untuk menghapus keringat akan mengurangi limbah dari kertas tissue yang kita gunakan, menggunakan botol minum permanen yang sehat akan mengurangi limbah berupa gelas plastik atau botol plastik air mineral, pemilihan produk dengan kemasan yang dapat didaur-ulang. 2. Reuse (daur pakai) adalah kegiatan penggunaan kembali limbah yang masih dapat digunakan baik untuk fungsi yang sama maupun fungsi lain. Sedapat mungkin kita menggunakan kembali bahan-bahan yang masih memungkinkan IWF Peduli Pelestarian Alam Sejak Tahun 1968| 10

untuk dipakai lagi. Contoh: kertas yang digunakan bolak-balik akan mengurangi limbah kertas, gunakan wadah/kantong yang dapat digunakan berulang-ulang, gunakan baterai yang dapat di- charge kembali. 3. Recycle (daur ulang) adalah mengolah limbah menjadi produk baru. Ada bahan-bahan tertentu yang dapat didaur-ulang, contoh: kertas, karton, plastik, botol, besi, minyak jelantah, berbagai limbah organik.

Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumberdaya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan. Kita sudah banyak melihat contoh pengelolaan limbah yang ada di lingkungan sekitar kita yang dapat dimanfaatkan kembali. Contoh-contoh sederhana dan tepat guna itu antara lain sebagai berikut. a. Kompos Kompos adalah hasil dari pengolahan limbah organik yang umumnya dihasilkan dari dapur rumahtangga atau sisa kebun atau kotoran ternak, yang kemudian dimanfaatkan sebagai pupuk. Prosesnya sebagai berikut:

pur 1 bagian sampah hijau dan 1 bagian sampah coklat.

dicampur. Tanah atau kompos ini mengandung mikroba aktif yang akan bekerja mengolah sampah menjadi kompos. Jika ada kotoran ternak (ayam atau sapi) dapat pula dicampurkan .

ditambah sampah baru. Setiap 7 hari diaduk. hitaman, dan tidak berbau sampah. Pada minggu ke-1 dan ke-2 mikroba mulai bekerja menguraikan membuat kompos, sehingga suhu menjadi sekitar 40C. Pada minggu ke-5 dan ke-6 suhu kembali normal, kompos sudah jadi.

dapat dicampurkan ke dalam bak pengomposan sebagai activator.

suhu, kelembaban dan oksigen, agar mikroba dapat memperoleh lingkungan IWF Peduli Pelestarian Alam Sejak Tahun 1968| 11

yang optimal untuk berkembang biak, ialah makanan cukup (bahan organik), kelembaban (30-50%) dan udara segar (oksigen) untuk dapat bernapas.

pengomposan, dapat ditambahkan bio-activator berupa larutan Effective Microorganism (EM) yang dapat dibeli di toko pertanian.

b. Daur ulang minyak jelantah Minyak jelantah ini didaur-ulang menjadi biodiesel. Biodiesel ini telah dimanfaatkan oleh armada bis Trans Pakuan, Bogor. Prosesnya sebagai berikut:

nol dengan minyak jelantah menggunakan katalis NaOH, lalu aduk dengan kecepatan 300 rpm sambil dipanaskan dengan pemanas air dengan suhu 60C.

memisah. Oleh karena berat jenis biodiesel lebih ringan daripada gliserol, maka biodiesel terletak di bagian atas sedangkan glycerol terletak di bagian bawah, kemudian dilakukan pemisahan. Dalam pemisahan sebaiknya biodiesel disaring berulang untuk mendapatkan kemurnian yang lebih tinggi.

digunakan dalam produksi kosmetika.

c. Kerajinan tangan atau produk rumahan Banyak limbah yang telah dijadikan cinderamata atau barang-barang buatan tangan (hand-made), juga ada produk rumahan (home-made product) yang berasal dari limbah. Limbah yang digunakan mulai dari limbah perikanan, pertanian, plastik bekas bungkus, dll. Salah satu contoh pemanfaatan di bidang perikanan adalah tepung cangkang kerang hijau untuk menambah kandungan kalsium pada kerupuk ikan, selain cangkangnya menjadi bahan baku untuk kerajinan tangan. Caranya sebagai berikut: Cangkang kerang hijau diamplas bagian luarnya hingga hilang warna hijaunya berarti zat tanduk sudah hilang. Setelah itu, cangkang disangrai sekitar satu jam. Setelah disangrai cangkang tersebut ditumbuk halus, kemudian diayak menjadi tepung. Tepung tersebut kemudian dicampurkan ke adonan ikan untuk diproses lebih lanjut menjadi kerupuk ikan. IWF Peduli Pelestarian Alam Sejak Tahun 1968| 12

d. Peran ibu rumahtangga dalam pengelolaan limbah

Salah satu orang yang berperan besar untuk pengelolaan sampah skala perumahan adalah ibu rumahtangga. Ibu rumahtangga sebagai pengambil keputusan (decision maker) dalam lingkup rumahtangga dan keluarga. Peran yang dimiliki oleh ibu rumahtangga adalah. 1. Pengurus rumahtangga (housekeeper). Ibu rumahtangga adalah pengatur dan penjaga kebersihan serta kerapian rumah, dia yang memutuskan untuk memiliki rumah yang bersih, rapi dan sehat atau sebaliknya, rumah yang kotor, berantakan dan sumber penyakit. Ibu rumahtangga pun dapat menangani limbah rumahtangga sendiri, mulai dari memilah sampah organik dan sampah non organik. Sampah organik tersebut dapat diolah menjadi pupuk kompos. Sampah non organik dapat dijadikan kerajinan tangan atau dijual kepada pemulung untuk diolah oleh pihak lainnya. Saat dia memutuskan untuk menjual, berarti peran sebagai pengelola keuangan muncul. 2. Pengelola keuangan keluarga (familys financial manager). Ibu rumahtangga adalah orang yang melakukan pembelian keperluan sehari-hari dan yang menangani keuangan rumahtangga. Dengan wewenang tersebut, dia dapat memutuskan akan belanja sesuatu yang menimbulkan limbah banyak atau tidak, contohnya dia akan belanja bungkusan yang refill (dapat diisi kembali) atau sekali pakai buang. Jika memiliki banyak minyak jelantah, minyak tersebut dikumpulkan lalu dijual kepada pengolah minyak jelantah untuk biodiesel. Ibu pun mampu memutuskan untuk melakukan upaya daur pakai dan atau daur ulang limbah yang dihasilkan rumahtangganya, baik untuk keperluan sendiri atau untuk diperdagangkan sebagai tambahan pendapatan rumahtangga. 3. Pendidik (educator). Ibu rumahtangga adalah pendidik di kalangan keluarganya. Dia menjadi contoh atau panutan bagi anak-anaknya. Perilaku ibu yang memperhatikan lingkungan atau perilaku ramah lingkungan akan ditiru anak-anaknya dalam kesehariannya. Ingat pepatah Bisa karena biasa. Salah satu

contoh adalah keberadaan keranjang sampah di dalam rumah. Anak-anak akan mudah membuang sampah di tempatnya (keranjang/tong sampah) karena dia melihat sehari-hari ibunya selalu membuang sampah di tempatnya, jadi tidak perlu terlalu banyak berbicara lisan, biarkan tindakan yang berbicara. IWF Peduli Pelestarian Alam Sejak Tahun 1968| 13

Tiga peran tersebut saling berkaitan dalam diri satu ibu rumahtangga. Jadi jangan remehkan status dan peran ibu rumahtangga tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari termasuk dalam Gerakan Ramah Lingkungan (Green Life). Tampaknya mereka, ibu rumahtangga, tidak menghasilkan uang secara nyata (signifikan) alias hanya menghabiskan uang saja, padahal dengan cara mereka yang berhemat dapat menghasilkan materi bentuk lainnya, contoh: dengan 3R dia dapat membeli atau membayar lebih banyak keperluan lainnya, termasuk untuk biaya pendidikan. Kita tidak akan dapat menghindari timbulnya limbah, akan tetapi demi kehidupan kita sekarang dan masa depan anak cucu kita, kita mulai dari diri kita sendiri, mulai dari sekarang, mulai dengan cara sederhana dan semampu kita untuk melaksanakan prinsip 3R.

MATERI PENDIDIKAN KONSERVASI ALAM BAGI GURU SEKOLAH DASAR DI SEKITAR BALAI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO ANGKATAN 26 BANYUWANGI, 18-19 JULI 2011 JAWA TIMUR

Dr. SRI MURNI SOENARNO, M.Si

YAYASAN PELESTARIAN ALAM DAN KEHIDUPAN LIAR INDONESIA THE INDONESIAN WILDLIFE CONSERVATION FOUNDATION (IWF)

Jl. H. Batong Raya No.3 Cilandak Barat Jakarta Selatan 12430 Telp : (021) 7695658 Fax : (021) 75909559 Email : iwf@indo.net.id Website : www.iwf.or.id

Anda mungkin juga menyukai