Anda di halaman 1dari 95

1

I. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN

Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hama adalah pengganggu yang berwujud hewan yang mengganggu tanaman dan menyebabkan kerugian. Tidak semua hewan menjadi hama. Beberapa filum yang anggotanya berpotensi menjadi hama adalah Aschelminthes (nematoda), Mollusca (siput), Chordata (binatang bertulang belakang) dan Arthropoda (serangga, tungau). Mereka disebut hama karena mereka

mengganggu tumbuhan dengan memakannya. Setiap jenis hama mempunyai ciriciri gejala serangan yang berbeda pada tumbuhan yang diserangnya. Dalam usaha pengendalian OPT tersebut terdapat berbagai tindakan yang dapat dilakukan petani, yang kesemuanya merupakan kesatuan tindakan yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Tindakan tersebut mulai dari cara mempelajari sifat morfologi hama, gejala serangan hama, cara pembiakan hama sampai bagaimana cara hama itu merusak tanaman semua dipelajari, diteliti, dan ditemukan bagaimana cara untuk mengendalikannya atau secara keseluruhan disebut identifikasi hama. Proses identifikasi tidak hanya dilakukan pada hama tetapi juda pada tanaman pengganggu dan juga pada penyakit. Setelah proses identifikasi tersebut dilanjutkan dengan upaya pencegahan baik secara alami ataupun buatan (kimiawi). Pada proses pencegahan ini dipilih berdasarkan hasil identifikasi pada tahap pertama. Sehingga apabila proses identifikasi tersebut maka upaya pencegahan hama tersebut akan gagal. Pemilihan cara pencegahan hama tersebut dipilih yang paling sedikit mengakibatkan pencemaran ataupun pemusnahan musuh alami yang lain atau yang paling penting tidak membahayakan konsumen akibat adanya residu yang terdapat pada tanaman. Dewasa ini muncul konsep Pengendalian Hama Terpadu atau yang kita kenal dengan PHT yaitu merupakan ramuan dari berbagai cara pengendalian hayati dengan pengendalian cara kimia sebagai alternatif terakhir dalam hal usaha pencegahan hama. Pada dasarnya pengendalian hama merupakan suatu tindakan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk mengendalikan dan menekan populasi hama agar tidak mencapai keadaan yang secara ekonomi merugikan petani. Usaha pengendalian hama tidak dimaksudkan untuk memberantas hama sampai habis sehingga taktik pengendalian hama yang diterapkan harus tetap

dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi maupun ekologi. Oleh karena itu kegiatan perlindungan tanaman harus mulai sejak awal dilakukan beriringan dengan awal kegiatan budidaya tanaman sampai kepada langkah akhirnya atau pascapanen agar segala kerugian yang disebabkan oleh beberapa gangguan dapat diperkecil. B. Tujuan Praktikum 1. Morfologi, Identifikasi Hama dan Gejala Kerusakan Hama Tujuan dari praktikum Morfologi, Identifikasi Hama dan Gejala Kerusakan Hama antara lain : a. Praktikan mampu mengenali dan menjelaskan ciri-ciri morfologis binantang hama b. Praktikan mampu melakukan identifikasi beberapa kelompok binatang hama berdasarkan ciri-ciri morfologisnya. c. Praktikan mampu melakukan identifikasi beberapa kelompok serangga hama sampai tingkat ordo berdasarkan ciri-ciri morfologisnya d. Mengenal dan mempelajari tipe-tipe gejala serangga hama dari masingmasing tipe alat mulut hama. 2. Identifikasi Patogen Tujuan dari praktikum Identifikasi patogen adalah : a. Mengenal tipe gejala, dan tanda penyakit tumbuhan yang umum b. Mengembangkan kecakapan mahasiswa dalam mendiagnosis penyakit secara cepat berdasarkan deskripsi gejala atau morfologi patogen yang menyertai gejala. c. Untuk mengenal prinsip dasar pembuatan medium biakan dan sterilisasi medium dan alat. d. Mahasiswa mempelajari beberapa cara isolasi dan inokulasi jamur dan bakteri patogen tanaman e. Mengenal bebrapa teknik isolasi f. Mempelajari cara masuk patogen ke dalam tubuh tanaman inang g. Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan inokulasi buatan. 3. Taktik Pengendalian OPT Tujuan dari praktikum Taktik Pengendalian OPT adalah : a. Mengenalkan pengaruh jasad antagonisme terhadap pertumbuhan atau perkembangan patogen secara in vitro

b. Memperkenalkan kepada mahasiswa salah satu cara atau alat perangkap hama tanaman (lalat buah (Dacus spp)) 4. Gulma Tujuan dari praktikum Gulma adalah : a. Mengetahui jenis gulma, famili, dan golongannya b. Mengetahui dominasi penutupan (coverage) oleh gulma tertentu pada lahan c. Mengetahui pengaruh penyemprotan herbisida terhadap gulma.

II. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Morfologi, Identifikasi Hama dan Gejala Kerusakan Tanaman 1. Pengenalan Hama dengan Ciri ciri Morfologinya dan Tanda Serangannya a. Hasil Pengamatan 1) Nematoda (Meloidogyne sp)

Gambar 1.1 Nematoda Sumber : Laporan Sementara Keterangan Gambar : 1. Tubuh 2. Stilet 3. Mulut 4. Usus 5. Anus Taksonomi Cacing: Filum Kelas Bangsa Famili Genus Spesies : Nemathelminthes : Nematoda : Tylenchida : Heteroderidae : Meloidogyne : Meloidogyne sp

Gambar 1.2 Gejala Serangan Nematoda Gejala serangan : Puru akar (akar membengkak) Perkiraan Spesies : Nematoda

Ciri-ciri morfologis : a) Tipe alat mulut : Penusuk Penghisap (Haustelata) b) Tubuhnya simetris bilateral c) Tubuhnya tidak bersegmen d) Pada stilet terdapat konus, silindris, dan knop.

2) Bekicot (Achatina fulica Bowd)

Gambar 1.3 Bekicot (Achatina fulica Bowd) Sumber : Laporan Sementara Keterangan Gambar : 1. Ekskeleton 2. Tentakel dengan mata di ujung 3. Lubang pernapasan 4. Alat genetalia 5. Mulut Taksonomi Bekicot: Filum Kelas : Molusca : Gastropoda

Gambar 1.4 Gejala Serangan pada daun singkong Gejala serangan : 1. Daun sobek dan berlubang 2. Daun berlendir 3. Bercak Coklat Perkiraan spesies : Bekicot

Bangsa : Pulmonasia Famili Genus : Archatinidae : Archatina

Spesies : Achatina fulica Ciri-ciri morfologis a) Tipe alat mulut menggigit mengunyah (Mandibulata) b) Memiliki cangkang c) Tidak mengalami metamorphosis d) Terdapat Mata diujung tentakel e) Tubuh berlendir f) Kakinya berupa kaki palsu dan berlendir

3) Tikus Sawah (Rattuss-rattus argentiventer)

Gambar 1.5 Tikus (Rattuss-rattus argentiventer) Sumber : Laporan Sementara Keterangan Gambar : 1. Kepala 2. Kaki 3. Ekor 4. Tubuh 5. Telinga 6. Gigi 7. Mulut 8. Mata Taksonomi Tikus: Filum Kelas : Chordata : Mamalia

Gambar 1.6 Gejala Serangan

Gejala serangan : Batang padi roboh Perkiraan spesies : Tikus

Bangsa : Rodentia Famili Genus : Muridae : Rattuss

Spesies : Rattuss-rattus argentiventer Ciri-ciri morfologis : a) Tidak mengalami metamorphosis b) Memiliki telinga c) Ekor lebih pendek dari pada panjang badan ke kepala d) Bulu tubuh bagian atas lebih gelap dari pada bagian bawah. e) Tipe mulut pengerat

4) Burung Emprit (Munia sp)

Gambar 1.7 Emprit (Munia sp)

Gambar 1.8 Gejala Serangan

Sumber : Laporan Sementara Keterangan Gambar : 1. Mata 2. Paruh 3. Kaki 4. Sayap 5. Ekor Taksonomi Emprit: Filum Kelas : Aves : Passeriformes Gejala serangan : Bulir padi hilang

Bangsa : Ploseidae Famili Genus : Estrildidae : Munia

Spesies : Munia sp Ciri-ciri morfologis : a) Bulu bagian atas berwarna gelap dan tubuh bagian bawah berwarna putih. b) Tidak mengalami metamorphosis c) Paruh menunjukkan sebagai hewan pemakan biji bijian d) Memiliki sepasang sayap e) Memiliki sepasang kaki

5) Belalang (Valanga nigricornis)

Gambar 1.9 Belalang Gambar 1.10 Belalang Dewasa Pra Dewasa Sumber : Laporan Sementara Keterangan Gambar : 1. Kepala 2. Mata 3. Antena 4. Toraks 5. Kaki 6. Tekmina Taksonomi Belalang: Filum Kelas : Arthropoda : Insecta 7. Sayap 8. Abdomen 9. Mulut 10. Tungkai 11. Ovipositor

Gambar 1.11 Gejala Serangan

Gejala serangan : Daun berlubang

Bangsa : Orthoptera Famili Genus : Acrididae : Valanga

Spesies : Valanga nigricornis Ciri-ciri morfologis : a) Memiliki mata facet (mata majemuk) b) Mengalami metamorphosis Paurometabola c) Tipe alat mulut mandibulata d) Dewasa dan pradewasa memiliki makanan yang sama e) Pradewasa belalang belum memiliki sayap yang sempurna f) Tubuh terbagi menjadi 3 bagian kepala, toraks dan abdomen

6) Tungau (Tetranycus cinnabarinus)

Gambar 1.12 Tungau Sumber : Laporan Sementara Keterangan Gambar : 1. Tangkai kaki 2. Cephalothorax 3. Abdomen 4. Chelicerae Taksonomi : Filum Kelas : Arthropoda : Arachnida

Gambar 1.13 Gejala Serangan Gejala serangan : terdapat bercak kuning di sekitar tulang daun

Bangsa : Acarina Famili Genus : Tetranychidae : Tetranycus

Spesies : Tetranycus cinnabarinus Ciri-ciri morfologis : a) Mempunyai 4 pasang tangkai kaki b) Tubuh terbagi menjadi 2 bagian cephalothorax dan abdomen c) Kepala dan dada bersatu b. Pembahasan 1) Nematoda Nematoda memiliki alat mulut bertipe menusuk-menghisap (haustelata) dan menunjukkan adanya stilet. Tubuhnya berbentuk simetris bilateral. Nematoda adalah sejenis cacing bulat yang terdapat di tanah, air, jaringan hewan, manusia maupun jaringan tumbuhan. Nematoda dapat menjadi penyebab masuknya organisme-organisme mikro yang bersifat patogen melalui akar sewaktu nematoda itu memakan jaringan akar.

10

Menurut Sastroutomo (1988) Nematoda adalah sejenis cacing bulat yang hidup dalam tanah, air, hewan, manusia maupun jaringan tumbuhan. Kebanyakan dari nematoda ini hidup bebas, hanya sebagian kecil saja yang hidup sebagai parasit pada tumbuhan dan hewan. Nematoda terdapat dalam larutan tanahnya dan senantiasa berhubungan erat baik dengan bahan organik maupun anorganik. Nematoda ini berbentuk memanjang, panjang 1,5-5mm. Bagian kepalanya lurus atau berlekuk. Lubang amfidnya berupa celah yang lebar dan kearah belakang berbentuk seperti ujung corong. Stiletnya panjang yang bagian anterior berupa odontosil dan bagian stilet posterior berupa odontofor. Esofagusnya terdiri atas prokarpus yang panjang dan sempit serta mempunyai kelenjar bulbus yang pendek. 2) Gastropoda Dari filum Mollusca ini yang anggotanya berperan sebagai hama adalah Achatina fulica Kelompok gastropoda dikenal dengan bekicot atau siput. Ada dua tipe gastropoda yang menyerang tanaman budidaya yaitu siput bercangkang dan siput tanpa cangkang. Kelompok Gastropoda disebut molas karena mempunyai tubuh yang lunak, tidak beruas, mempunyai dua antena dan tubuhnya

mengeluarkan lendir. Pada waktu aktif sebagian tubuhnya menjulur dari eksoskeleton atau concha, yaitu bagian kepala dan kaki yang tampak terdiri dari again musculernya yang lebar yaitu tapak kaki, sedang kepalanya dilengkapi dengan dua pasang tentakel yang tampak di sebelah anterior (Sastrahidayat, 1987). Molusca banyak ditemukan pada tempat-tempat yang mempunyai kelembaban tinggi misalnya sampah. Karena mempunyai tipe alat mulut yang menggigit mengunyah atau mandibulata maka daun yang termakan oleh bekicot akan sobek dan terdapat lendir karena bekicot akan mengeluarkan lendir jika ia berjalan (Winarno, 2003). Contoh tanaman yang diserang siput pada praktikum ini adalah daun singkong. Gastropoda mempunyai alat mulut bertipe menggigit mengunyah, sehingga gejala kerusakan yang ditimbulkan berlubangnya daun, patahnya batang dan bagian tanaman yang terserang tampak berlendir. Hal ini terjadi karena siput mengeluarkan lendir saat berjalan (Sudarmo, 1991). Bekicot atau siput bersifat

11

hermaprodit, sehingga setiap individu dapat menghasilkan sejumlah telur fertil. Bekicot aktif pada malam hari serta hidup baik pada kelembaban tinggi. Pada siang hari biasanya bersembunyi pada tempat-tempat terlindung atau pada dinding-dinding bangunan, pohon atau tempat lain yang tersembunyi. Bagian tubuh dari bekicot yang utama adalah cangkang, mulut, tentakel, dan tubuhnya yang lunak. Pada ujung atas tentakel terdapat mata sebanyak 2 pasang atau 4 buah mata. Bekicot berjalan menggunakan bagian perutnya. Tipe alat mulut yang dimiliki bekicot adalah penggigit-pengunyah (parut/radula), sehingga gejala yang ditimbulkan berupa parutan pada bagian tanaman yang diserangnya. Bekicot yang menyerang daun singkong akan menyebabkan daun berlubang, daun berlendir, dan terdapat bekas gigitan bekicot pada tepi daun. Achatina fulica termasuk filum Molusca. Pada waktu aktif sebagian tubuhnya menjulur dari eksoskeleton atau concha, yaitu bagian kepala dan kaki yang tampak terdiri dari again musculernya yang lebar yaitu tapak kaki, sedang kepalanya dilengkapi dengan dua pasang tentakel yang tampak di sebelah anterior

(Sastrahidayat, 1987). 3) Mammalia Binatang dari kelas Mamalia, terutama dari ordo Rodentia (binatang pengerat) yang memiliki peranan dalam merusak tanaman. Dari ordo Rodentia ini yang termasuk hama tanaman antara lain adalah tikus. Tikus banyak macamnya, antara lain tikus sawah, tikus pohon, tikus rumah, dan lain-lain menurut Kopranek (1980). Tikus sawah termasuk dalam fillum Chordata, kelas mamalia dan termasuk dalam bangsa rodentia. Ordo ini termasuk binatang pengerat dan paling banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman pertanian. Adapun jenis-jenis tikus sawah antara lain Tetera indica (pemakan biji-bijian, akar-akaran, daun, rumput dan serangga), Nilarrdia meltoda (pemakan biji-bijian dan akar-akaran), Nilarrdia glesdovi (pemakan biji-bijian) dan Brandicota bengetensis (perusak tanaman dalam jumlah besar dan meninggalkan banyak sisa) (Winarno, 2003).

12

Ciri utama tikus sawah yaitu panjang ekornya lebih pendek daripada panjang tubuhnya, mempunyai dua pasang daun telinga, mempunyai kaki dua pasang, rambut punggung relatif kasar, warna perut putih keabuan dan ekornya gelap keseluruhan, jumlah putting susu 12 buah, warna bagian kepala dan tubuh sama, dan tipe mulut menggigit mengunyah (mandibulata). Tanaman yang diserang oleh tikus sawah yaitu padi yang ditandai dengan patahnya batang padi, terdapat sisa padi yang termakan, biji padi berserakan. Tikus sawah dapat menyerang berbagai jenis tanaman pada berbagai fase pertumbuhan padi. Pada fase vegetatif tikus akan memutuskan batang padi sehingga tampak berserakan. Kerusakan akibat tikus bersifat khas yaitu di tengah-tengah sawah gundul. Pada fase generatif tikus akan memakan bulir padi yang mulai menguning sehingga dapat menghilangkan hasil secara langsung (Baehaki, 1993). 4) Passeriforms Burung emprit (Munia sp.) termasuk ke dalam filum Aves, kelas Passeriformes, bangsa Ploicedeai, family Estrildidae, dan genus Munia. Bagian tubuh burung emprit terdiri dari kepala, paruh, mata, sayap, ekor, kaki, dan kloaka. Burung emprit memiliki ciri-ciri umum berupa warna bulu coklat, tipe paruh pemakan biji, dan memiliki sepasang sayap. Munia sp atau yang lebih dikenal dengan sebutan burung Emprit. Termasuk jenis burung pemakan biji-bijian. Burung ini merupakan hama bagi tanaman padi. Menurut Sudarmono (2002) pada burung emprit tipe mulutnya adalah pemakan biji-bijian, sehingga padi yang terkena serangan burung emprit pada bijinya akan menjadi kopong. Tanaman padi akan mengalami kerusakan batang yang disebabkan oleh serangan burung emprit, walang sangit, Scirpophaga incertulas, tikus sawah, dan wereng. Padi yang diserang burung emprit akan menunjukkan gejala hilangnya bulir padi dari malainya karena dimakan oleh burung emprit. Pada burung emprit tipe mulutnya adalah pemakan biji-bijian, sehingga padi yang terkena serangan burung emprit pada bijinya akan menjadi kopong (Sudarmono, 2002).

13

5) Insect Belalang menyerang daun jeruk (Citrus sp). Pada daun jeruk terdapat bekas gigitan belalang yang menyebabkan adanya gejala daun sobek atau berlubang. Nama umum Valanga nigricornis adalah walang kayu. Valanga nigricornis merupakan dari ordo orthoptera yang sering disebut belalang kayu. Belalang kayu memiliki ciri-ciri antara lain memiliki antena pendek, organ pendengaran terletak pada ruas abdomen serta alat petelur yang pendek. Kebanyakan warnanya kelabu atau kecoklatan dan beberapa mempunyai warnacemerlang pada sayap belakang. Nimfa dan dewasanya memakan daun sehingga daun tampak berlubang, telurnya diletakkan dalam lubang tanah dengan kedalaman antara 5-8 cm dari permukaan tanah. Telurnya berwarana cokelat dan berkelompok, ditutupi oleh lapisan buih (Subiyakto,1991). Serangga ini termasuk pemakan tumbuhan dan sering kali merusak tanaman. Adapun alat mulutnya bertipe penggigit pengunyah menurut Sudarmono (2002). Belalang melakukan metamorfosis sederhana/ peurometabola dengan perkembangan melalui tiga stadia, yaitu telurnimfa-dewasa (imago). Bentuk nimfa dan dewasa terutama dibedakan pada bentuk dan ukuran sayap ukuran tubuhnya. Sebagian anggotanya dikenal sebagai pemakan tumbuhan, namun ada beberapa di antaranya sebagai predator pada serangga lain. Ordo ini memiliki sayap dua pasang, Sayap depan lebih sempit daripada sayap belakang dengan vena-vena menebal/mengeras yang disebut tegmina. Alat-alat tambahan lain pada caput antara lain dua buah (sepasang) mata facet, sepasang antena, serta tga buah mata sederhana. Dua pasang sayap serta tiga pasang kaki terdapat para thorax. Pada segmen /ruas pertama abdomen terdapat suatu membran alat pendengar yang disebut tympanium. Spirakulum yang meruapkan alat pernafasan luar terdapat pada tiap-tiap segmen abdomen/ thorax. Anus dan alat genetalia terdapat pada ujung abdomen. Daun jeruk yang terserang belalang akan menjadi robek atau hilang sebagian karena tipe mulut belalang adalah penggigit pengunyah. Bagian daun yang menghilang adalah dari tepi daun menuju ke arah tengah daun. Menurut Borror (1991). Alat mulut

14

bertipe penggigit pengunyah yang memiliki bagian labrum, sepasang mandibula, dan sepasang maxilla. 6) Arachnida Tungau (Tertanychus cinnabarius) termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas Arachnida, bangsa Acarina, suku Tetranychidae, dan marga Tetranychinus. Ciri-ciri umum tubuhnya pada bagian tubuh berupa chepalothoraks dan abdomen, jumlah kaki 8 buah (4 pasang), dan warna tubuh merah. Biasanya bagian tanaman yang diserang adalah bagian daun. Daun yang diserang oleh tungau akan menjadi berbintik-bintik dan terjadi gejala klorosis. Tungau adalah binatang kecil berkulit lunak dengan kerangka kitin. Besarnya tidak lebih dari 0,5 mm, warnanya bermacam-macam, dari hijau sampai merah. Tubuhnya tidak beruas dengan bentuk menyerupai kantong, bagian mulut menonjol dan kepala menyatu dengan tubuhnya (chepalo thorax). Bagian-bagian mulutnya dapat disesuaikan dengan menggigit dan menggergaji, menghisap dan menusuk. Pada larvanya tungau mempunyai perkembangbiakan dengan seksual baik ovipar maupun vivivar (Pracaya, 1991). Bagian tanaman yang diserang tungau adalah daun singkong dengan gejala serangan antara lain daun berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan dan cairan daun terhisap. Telur tungau berwarna kuning, diameternya sekitar 0,25 cm biasanya diletakkan dekat dengan urat daun dan mudah jatuh seandainya terkena tiupan angin atau guyuran air hujan (Subiyakto, 1991).

15

2. Kunci Determinasi Ordo Beberapa Serangga dan Tanda Serangannya a. Hasil Pengamatan 1) Kupu-kupu

Gambar 1.14 Larva Kupu-kupu Sumber : Laporan Sementara Keterangan gambar : 1. Antenna 2. Kepala 3. Toraks

Gambar 1.15 Pupa Kupu-kupu

Gambar 1.16 Kupu-kupu

4. Abdomen 5. Sayap 6. Kaki Gejala kerusakan : Daun pisang menggulung Hama : Erianata thrax

Gambar 1.17 Gejala Kerusakan Sumber : Laporan Sementara Taksonomi : Fillum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Kunci Determinasi : 1a, 2a, 5a, Lepidoptera

1(b). Sayap depan dan belakang bersifat membran. 2(a). Alat mulut tipe penghisap dengan bentuk paruh panjang beruas 5(a). Kedua sayap tertutup oleh sisik a) Jenis larva b) Jenis Pupa : Polipoda : Obtekta

c) Tipe Metamorfosis : Holometabola

16

d) Tipe Alat Mulut

: larva : Penggigit Imago : Penghisap

e) Stadium Merusak : Larva 2) Kumbang Badak (Oryctes rhinoceros)

Gambar 1.18 Larva Kumbang Badak Sumber : Laporan Sementara Keterangan Gambar : 1. 2. 3. 4. Kepala Toraks Abdomen Tungkai

Gambar 1.19 Pupa Kumbang Badak

Gambar 1.20 Kumbang Badak

5. 6. 7. 8.

Tanduk Sayap Kaki Mulut

Gejala kerusakan : a) Daun Kelapa membentuk segitiga b) Pucuk daun rusak

Gambar 1.21 Gejala Kerusakan Kumbang Badak Sumber : Laporan Sementara Taksonomi : Fillum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Coleoptera Kunci Determinasi : 1a, 2b, 4a Coleoptera

1(a). Mempunyai 2 pasang sayap, sayap dengan bertekstur seperti mika/kulit, ter utama di pangkal sayap, sayap belakang bersifat membran

17

2(a). Alat mulut tipe penghisap dengan bentuk paruh panjang yang beruas-ruas 3(b). Sayap depan dengan tekstur yang seragam, ujung sayap sedikit tumpang tindih. a) Jenis larva b) Jenis Pupa : Oligopoda : Eksorata

c) Tipe Metamorfosis : Holometabola d) Tipe Alat Mulut : Mandibulata e) Stadium Merusak : Larva dan Imago 3) Walang Sangit (Leptocorixa acuta)

Gambar 1.22 Nimfa Gambar 1.23 Imago Walang Sangit Walang Sangit Sumber : Laporan Sementara Keterangan Gambar : 1. Sayap 2. Antena 3. Kaki 4. Mata Taksonomi : Fillum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Hemiptera Kunci Determinasi : 1a, 2a, 3a, Hemiptera Gejala Kerusakan :

Gambar 1.24 Gejala Kerusakan

a) Bulir Padi Hampa b) Terdapat bercak-bercak hitam pada bulir padi

1(a). Mempunyai 2 pasang sayap. Sayap depan bertekstur seperti mika/kulit terutama dipangkal sayap, sayap velakang bersifat membran. 2(a). Alat mulut tipe penghisap dengan bentuk paruh panjang yang beruas-ruas

18

3(a). Tekstur pangkal sayap depan seperti mika, ujun sayap bersifat membran (hemelytron), ujung sayap saling tumpang tindih bila sedang hinggap. a) Jenis larva b) Jenis Pupa ::-

c) Tipe Metamorfosis : Purometabola d) Tipe Alat Mulut : Haustelata

e) Stadium Merusak : Imago 4) Lebah (Apis Melifera)

Gambar 1.25 Larva Lebah Sumber : Lapoan Sementara Keterangan Gambar : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kepala Toraks Abdomen Mulut Kaki Sayap

Gambar 1.26 Imago Lebah

Gejala Kerusakan : Ada garis putih pada daun Hama : Liriomyza chirensis Tipe Alat Mulut : Mandibulata

Gambar 1.27 Gejala Kerusakan Daun Bawang Sumber: Laporan Sementara Taksonomi : Fillum : Arthropoda Kelas : Insecta

19

Ordo

: Hymenoptera : 1b, 5b, 6b, 7b, 8a

Kunci Determinasi

1(b). Sayap depan dan belakang bersifat membran 5(b). Sayap tidak tertutup sisik 6(b). Sayap depan dan belakang tidak seperti di atas 7(b). Ukuran tubuh beragam,sayap tanpa rumbai 8(a). Tubuh agak padat,ada penggentingan antara toraks dan abdomen sayap belakang lebih kecil dari sayap depan. a) Jenis larva b) Jenis Pupa : Protopoda : Eksarata

c) Tipe Metamorfosis : Holometabola d) Tipe Alat Mulut : Menusuk-menghisap e) Stadium Merusak : Serangga penyerbuk 5) Lalat Buah (Dacus sp)

Gambar 1.28 Larva Gambar 1.29 Pupa Lalat Lalat Buah Buah Sumber : Laporan Sementara Keterangan Gambar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Mulut Toraks Abdomen Kepala Tungkai Sayap Tanduk :

Gambar 1.30 Imago Lalat Buah

20

Gejala kerusakan : a) Belimbing buah menjadi busuk, bercak coklat

Gambar 1.31 Gejala Kerusakan Lalat buah Sumber : Laporan Sementara Taksonomi Fillum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Diptera

Spesies : Dacus sp Kunci Determinasi : 1b, 5b, 6b, 7b, 8b

1 (b). Sayap depan dan belakang bersifat membran. 5 (b). Sayap tidak tertutup sisik 6 (b). Sayap depan dan belakang tidak seperti di atas 7 (b). Ukuran tubuh beragam,sayap tanpa rumbai 8 (b). Sayap depan ada,sayap belakang tereduksi menjadi alat keseimbangan (halter). a) Jenis larva b) Jenis Pupa : Apoda : Koartata

c) Tipe Metamorfosis : Holometabola d) Tipe Alat Mulut : Penusuk penghisap e) Stadium Merusak : Imago 6) Wereng Hijau Keterangan Gambar : 1. Kepala 2. Korteks 3. Abdomen 4. Kaki

Gambar 1.32 Wereng Sumber : Laporan Sementara

21

Gejala : Daun dan batang berwarna kekuningan dan mengering Hama : Scirpopaga interculas Tipe Alat Mulut : Mandibulata Fase : Vegetatif Gambar 1.33 Gejala kerusakan Sundep Sumber: Laporan Sementara Gejala : Bulir hampa dan ada lubang Hama : Scirpopaga interculas Tipe Alat Mulut : Mandibulata Fase : Generatif

Gambar 1.34 Gejala kerusakan Beluk Sumber: Laporan Sementara Taksonomi : Fillum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Homoptera Kunci Determinasi : 1a, 2a, 3b, Homoptera

1(a). Mempunyai 2 pasang sayap, sayap dengan bertekstur seperti mika/kulit, ter utama di pangkal sayap, sayap belakang bersifat membran 2(a). Alat mulut tipe penghisap dengan bentuk paruh panjang yang beruas-ruas 3(b). Sayap depan dengan tekstur yang seragam, ujung sayap sedikit tumpang tindih. a) Jenis larva b) Jenis Pupa ::-

c) Tipe Metamorfosis : Paurometabola d) Tipe Alat Mulut : Menusuk menghisap

e) Stadium Merusak : Nimfa, Imago

22

b. Pembahasan Pengamatan yang dilakukan yaitu mengamati jenis larva, jenis pupa, tipe metamorphosis, tipe alat mulut, stadium hama perusak, dan kunci determinasi hama. Kumbang badak termasuk ordo coleoptera. Kumbang ini mempunyai 4 sayap dengan sepasang syap depan yang menebal sepert kulit,keras dan rapuh dan biasanya bertemu dlam satu garis lurus di bawah tengah punggung dan menutupi sayap belakang. Sayap belakang berselaput tipis dan biasanya lebih panjang daripada sayap depan, kumbang disebut elytra. Kumbang dewasa berwarna merah sawo, berukuran 3-5 cm (Borror et al, 1991). Menurut Elzinga (1987) Kumbang badak termasuk ordo

Coleoptera Kumbang badak merupakan serangga dari ordo Coleoptera dimana ada anggotanya yang bertindak sebagai hama tanaman dan predator. Serangga ini bersayap 2 pasang dimana sayap depan mengeras dan menebal serta tidak mempunyai vena yang disebut dengan elytra. Bila istirahat elytra seolah-olah terbagi menjadi dua bagian pada bagian dorsal. Sementara sayapnya yang belakang berupa membraneus yang terlipat dibawah sayap belakang apabila istirahat. Kumbang yang diamati mempunyai ukuran tubuh kurang lebih 2 cm x 4,5 cm. Hewan ini mempunyai sayap dua pasang dengan sayap depannya seperti mika tetapi tanpa vena. Sayap depan ini menebal karena berfungsi sebagai pelindung sayap belakangnya. Sayap belakang serangga ini lebar dan mempunyai sedikit vena. Bila sedang istirahat, sayap ini letaknya berdampingan. Mulut serangga ini termasuk tipe untuk menggigit dan mengunyah. Dari semua ciri-ciri yang ada, diketahui bahwa serangga ini digolongkan dalam ordo Coleoptera. . Morfologi walang sangit sama dengan belalang dewasa, tetapi walang sangit mengalami metamorfosis paurometabola dan tipe alat mulutnya adalah menusuk menghisap sehingga tidak ada atau tidak terbentuk stadium larva dan pupa pada perkembangannya. Walang sangit (Leptocorisa oratorius) termasuk ke dalam filum Arthropoda, kelas Insecta, dan ordo Hemiptera. Walang sangit menjadi hama pada stadium nimfa dan imago (dewasa). Ciri-ciri yang dimiliki oleh walang sangit berdasarkan kunci determinasi yaitu mempunyai dua pasang sayap, sayap depan bertekstur seperti mika atau kulit, terutama di pangkal sayap, sayap

23

belakang bersifat membran; alat mulut tipe penghisap dengan paruh panjang yang beruas-ruas; tekstur pangkal sayap dengan depan seperti mika, ujung sayap bersifat membran (hemelytron), ujung sayap saling tumpang-tindih bila sedang hinggap. Dacus dorsalis atau lebih dikenal dengan lalat buah termasuk dalam filum Arthropoda kelas Insecta. Lalat merupakan anggota ordo Diptera yang mempunyai sepasang sayap depan karena sayap belakangnya mereduksi menjadi alat keseimbangan. Larvanya bertipe apoda karena larva tidak mempunyai tungkai. Sedangkan pupanya koartata, yang mirip dengan eksarata hanya eksuviaenya tidak mengelupas. Lalat buah dewasa memakan cairan atau sekresi yang dikeluarkan oleh berbagai kumbang atau serangga lain, madu pada buah dan cairan buah lainnya. Saat tidak musim buah, lalat terbang atau berada di semak-semak atau hutan kecil disekitarnya. Bila ingin bertelur, lalat mencari buah yang menjelang masak. Alat peletak telur berada di ruas belakang badan, ditusukkan menembus kulit buah masak ke dalam buah dan membentuk rongga. Telur diiringi bakteri yang menyelinap masuk ke dalam buah sehingga menimbulkan kontaminasi dan buah menjadi busuk yang masak lunak. Bintik bekas tusukan alat peletak telur menjadi gelap agak membusuk dan akhirnya menjadi busuk buah (Kalie,2002). Lalat buah mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), dan jenis larva yang terbentuk adalah apoda atau vermiform serta memiliki jenis pupa berupa koartacta (seperti eksarata namun eksuvie tidak mengelupas dan tetap membungkus pupanya. Lalat buah memiliki tipe alat mulut penghisap. Lalat buah menjadi hama pada stadium larva dan imago. Berdasarkan kunci determinasi, ciri-ciri morfologi dari lalat buah yaitu sayap depan dan belakang bersifat membran; sayap tidak tertutup sisik; sayap depan dan belakang tidak sama dalam ukuran, bentuk, dan susunan venanya; ukuran tubuh beragam, sayap tanpa rumbai; sayap depan ada, sayap belakang tereduksi menjadi alat keseimbangan (halter). Wereng merupakan hama yang menyerang tanaman padi dengan tipe mulut menusuk meenghisap. Wereng atau Nilaparvata lugens termasuk filum Arthropoda, kelas Insecta, ordo Homoptera. Tipe metamorfosis yang terjadi pada wereng adalah paurometabola

24

(metamorfosis sederhana), sehingga wereng tidak mengalami stadium larva dan pupa. Stadium hama yang merusak adalah nimfa dan imago. Ciri-ciri morfologis wereng berdasarkan kunci determinasi adalah mempunyai dua pasang sayap, sayap depan bertekstur seperti mika atau kulit, terutama di pangkal sayap, sayap belakang bersifat membran; alat mulut tipe penghisap dengan paruh panjang yang beruas-ruas; sayap depan dengan tekstur yang seragam, ujung sayap sedikit tumpang-tindih. Apabila serangan terjadi pada vase vegetatif maka daun tengah atau pucuk tanaman mati karena titik tumbuh dimakan. Pucuk yang mati akan berwarna coklat dan mudah dicabut. Gejala ini biasa disebut sebagai sundep. Apabila serangan terjadi pada fase generatif, maka malai akan mati karena pangkalnya dikerat oleh larva. Malai yang mati akan tetap tegak berwarna abu-abu putih dan bulirnya hampa. Malai ini mudah dicabut dan pangkalnya terdapat bekas gigitan larva. Gejala serangan pada tahap ini disebut beluk. Kupu-kupu termasuk ordo Lepidoptera yang mempunyai sayap depan dan belakang dan bersifat membran. Kedua sayap tersebut tertutup sisik. Alat mulutnya menusuk menghisap. Serangga ini memakan madu, cairan buah-buahan. Karena itu, serangga memiliki mulut penghisap berbentuk pipa panjang yang tergulung jika tidak dipakai. Larva lepidoptera bertipe polipoda karena memiliki tungkai di bagian toraks dan abdomen. Sedangkan pupanya obtekta dengan alat tambahan yang melekat pada tubuh pupa dan kadang-kadang terbungkus kokon (Borror, 1992). Lepidoptera termasuk dalam filum Arthropoda, kelas Insecta. Kupu-kupu mempunyai tipe metamorfosis sempurna (Paurometabola) dengan perkembangan stadia telur nimfa - Pupa (kepompong) Imago (dewasa). Sedangkan tipe larvanya polipoda, karena memiliki kaki torakal dan kaki abdominal dan tipe pupanya obtekta. Alat mulut pada serangga ini yang dewasa berupa penghisap berbentuk tabung yang disebut

proboscis, untuk menghisap madu (tabung seperti belalai). Pada bangsa ini, pupanya terbungkus kokon, sehingga pada stadium dewasa serangga ini akan keluar melalui kokon terseut (Soetiyono, 1998). Serangga dewasa mmiliki sepasang sayap di depan, sedang syap belakang mereduksi menjadi alat keseimbangan berbentuk gada dan disebut halter.

25

Lalat termasuk ordo Diptera, bertubuh lunak dan relatif kecil. Diketahui hanya memiliki sepasang sayap, tepat di belakang sayap terdapat helter yang merupakan alat keseimbangan berasal dari sayap belakang yang mereduksi. Tubuh terdiri dari tiga bagian yaitu caput kepala, thorax dan abdomen. Kupu-kupu merupakan ordo dari Lepidoptera dan mempunyai arti serangga yang bersisik. Bagian mulut

biasanya cocok untuk menghisap, memiliki mata majemuk yang terdiri dari sejumlah mata faset (Borror et al., 1992). Identifikasi gejala kerusakan berdasarkan tipe mulut dilakukan pada daun pisang. Daun pisang yang terkena serangan akibat tipe mulut mandibulata akibatnya daun berlubang. Selain itu, daun pisang akan menggulung. Di samping daun pisang, daun kelapa rusak karena serangga bertipe mulut mandibulata. Daun kelapa yang terserang akan menyebabkan terjadinya sobekan pada daun, bisa juga menjadi busuk. Pada batang akan terjadi gerekan. Pada tipe mulut lain yaitu menusuk menghisap atau haustelata seperti pada daun padi mengakibatkan daunnya mengering berwarna coklat. Pada bulir padi terdapat bintik hitam karena biji padi telah kosong dirusak oleh serangga. Serangga berikutnya yang diamati adalah lebah atau tawon, yang mempunyai ukuran lebih kecil daripada kumbang karena ukurannya hanya 2.5 cm x 1 cm. Ciri-ciri yang dijumpai adalah mempunyai tiga pasang kaki. Selain itu sayapnya berjumlah dua pasang. Tubuh serangga ini agak padat dan juga ada penggentingan antara toraks dan abdomen. Dari ciri-ciri di atas diketahui bahwa serangga ini dimasukkan dalam ordo Hymenoptera. Hymenoptera berasal dari bahasa Yunani kuno uman atau hymen yang artinya kulit tipis, membran ptera yang artinya sayap. Disebut demikian karena sayap ordo seperti membran yang telanjang tidak ada pelindungnya. Dalam ordo terdapat beberapa keluarga pemakan tanaman, tetapi sebagian besar merupakan pemakan binatang lain (Pracaya, 1991). Lebah termasuk ordo Hymenopteera filum Arthropoda, kelas Insecta, dan. Lebah tidak memiliki penonjolan klipeus, koksa-koksa depan adalah tranversal dan ruas metasomayang terakhir tidak mempunyai daerah seperti piringan ssegi tiga. Tipe alat mulutnya

26

penggigit pengunyah baik pada larva maupun imago, tapi imago kadang menjilat madu pada bunga tanaman. (Borror et al, 1991). Lebah mengalami metamorfosis sempurna (holometabola). Tipe alat mulut yang dimiliki oleh lebah adalah pencucuk-penghisap. Lebah bersifat tidak berperan sebagai hama, tetapi lebah sangat membantu dalam proses penyerbukan bunga, sehingga dapat dikatakan bahwa lebah memiliki peran yang positif. Ciri-ciri morfologis lebah berdasarkan kunci determinasi adalah sayap depan dan belakang bersifat membran; sayap tidak tertutup sisik; sayap depan dan belakang tidak sama dalam ukuran, bentuk, dan susunan venanya; ukuran tubuh beragam, sayap tanpa rumbai; tubuh agak padat, ada penggentingan antara thoraks dan abdomen, sayap belakang lebih kecil dari sayap depan.

27

DAFTAR PUSTAKA Baehaki. 1993. Berbagai Hama Serangga Tanaman Padi. Angkasa. Bandung. Borror. 1991. Pengenalan Pelajaran Serangga. UGM Press. Yogyakarta. Borror. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. UGM Press. Yogyakarta. Elzinga, JR. 1987. Fundamental of Entimologi. Prentice Hall of India. New Delhi. Kalie. 2002. Mengatasi Buah Rontok, Busuk dan Berkerut. Penebar Swadaya. Jakarta. Kopranek, A.M. 1980. Cut Chrysanthemums Introduction to Floriulture. Academic Press. New York. Pracaya. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta Sastrohidayat. 1987. Gejala Penyakit Tanaman Sayuran. Usaha Nasional. Surabaya. Sastroutomo, SS. 1988. Pestisida, Dasar-dasar dan Dampak penggunaannya. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Soetiyono. 1998. Pengendalian Hama Sayuran Palawija. Kanisius. Yogyakarta. Subyakto. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Tiga Serangkai. Jakarta Sudarmo. 1991. Pengenalan Serangga, Hama, Penyakit, dan Gulma Padi. Kanisius. Yogyakarta. Sudarmono. 2002. Pengenalan Serangga, Hama, Penyakit, dan Gulma Padi. Kanisius. Yogyakarta. Winarno, P.G. Bettysri. 2003. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia Indonesia. Jakarta.

28

B. Identifikasi Patogen 1. Gejala, Tanda penyakit dan Morfologi Patogen a. Hasil Pengamatan 1. Zoocecidia pada daun mangga Tipe gejala Tanaman inang Keterangan gejala : Hyperplastis : Mangga : Benjolan

kecil pada daun mangga Tipe parasit Mekanisme Kelas Spesies Gambar 2.1 Zoocecidia pada Daun Mangga 2. Penyakit sapu (Witches broom) pada Kacang Tanah Tipe Gejala Tanaman Inang : Hyperplastis : Kacang Tanah : Obligat : Biotropik : Insecta : Kutu daun

Keterangan Gejala : Timbul cabang baru pada ketiak cabang dan akar terangkat ke atas. Tipe Parasit Mekanisme Spesies Gambar 2.2 Penyakit Sapu Pada Kacang Tanah 3. Papaya Mosaic Tipe Gejala Tanaman Inang : Nekrosis : Pepaya : Obligat : Biotropik : Mikroplasma

Keterangan Gejala : Bentuk daun tidak beraturan, terjadi mozaic pada daun Tipe Parasit Mekanisme Gambar 2.3 Penyakit Mozaic Pada Pepaya Kelas Spesies : Obligat : Biotropik : Virales : Virus

29

4. Busuk Buah (Gloeosporium sp) pada Apel Tipe gejala Tanaman inang : Nekrosis : Apel

Keterangan gejala : Busuk pada buah Tipe parasit Mekanisme Kelas Spesies Gambar 2.4 Busuk Buah pada apel 5. Busuk Buah (Erwinia carotavora) pada Wortel Tipe gejala Tanaman inang : Nekrosis : Wortel : Fakultatif : Nekrotropik : Deuteromycetes : Gloeosporium sp

Keterangan gejala : Busuk, berlendir Tipe parasit : Fakultatif Mekanisme : Nekrotropik Kelas Spesies : Probacteria : Erwinia carotavora

Gambar 2.5 Busuk Buah Pada Wortel 6. Bercak Daun (Cercospora arachudicala) pada Kacang Tanah Tipe gejala Tanaman inang : Nekrosis : Kacang tanah

Keterangan gejala : Bercak pada daun Tipe parasit : Fakultatif Mekanisme : Nekrotropik Kelas Spesies Gambar 2.6 Bercak Daun pada Kacang Tanah : Deuteromycetes : Cercospora arachudicala

30

7. Penyakit Diplodia (Diplodia natalensis) Pada Jeruk Tipe gejala Tanaman inang : Nekrosis : Batang jeruk

Keterangan gejala : Getah pada batang keluar (gum) Tipe parasit : Fakultatif Mekanisme : Nekrotropik Gambar 2.7 Penyakit Diplodia pada Jeruk Kelas Spesies : Deuteromycetes : Diplodia natalensis

8. Spora Jamur Karat (Puccinia arachidis) Keterangan / Ciri Morfologi:

Gambar 2.8 Spora Jamur Karat Tanaman inang : Kacang tanah Tipe parasit Mekanisme Kelas Spesies : Fakultatif : Nekrotropik : Basidiomycetes : Puccinia arachidis

9. Cercospora arachidicola Keterangan / Ciri Morfologi:

Gambar 2.9 Cercospora arachidicola Tanaman inang : Kacang tanah Tipe parasit Mekanisme Kelas Spesies : Fakultatif : Nekrotropik : Deuteromycetes : Cercospora arachidicola

31

10. Sporangium phytophtora infestans Keterangan / Ciri Morfologi:

Gambar 2.10 Phytopthora infestans Tanaman inang : Kentang Tipe parasit Mekanisme Kelas Spesies : Obligat : Biotropik : Pycomicetes : Phytophtora infestans

11. Xanthomonas compestris pv citri Keterangan / Ciri Morfologi:

Gambar 2.11 Xanthomonas compestris Tanaman inang : Jeruk Tipe parasit Mekanisme Kelas Spesies : Fakultatif : Nekrotropik : Schizomycetes : Xanthomonas compestris pv citri

12. Partikel Virus TMV Keterangan / Ciri Morfologi:

Gambar 2.12 Partikel Virus TMV

32

Tanaman inang Penyebab penyakit Tipe parasit Mekanisme Kelas Spesies

: Tembakau : TMV : Obligat : Biotropik : Rhodshaped ssRNA :

13. Konidia Altermaria porrii Keterangan / Ciri Morfologi:

Gambar 2.13 Alternariaa porrii

Tanaman inang Penyebab penyakit Tipe parasit Mekanisme Kelas Spesies 14. Konidia Fusarium sp.

: Bawang : Alternariaa porrii : Fakultatif : Nekrotropik : Deuterumycetes : Alternariaa porrii

Keterangan / Ciri Morfologi:

Gambar 2.14 Fusarium sp.

Tanaman inang Penyebab penyakit Tipe parasit Mekanisme Kelas Spesies

: Bawang : Fusarium sp. : Fakultatif : Nekrotropik : Deuterumycetes : Fusarium sp.

33

b. Pembahasan Zoosecidia merupakan penyakit yang disebabkan oleh

serangga vektor yaitu kutu daun atau tungau, dengan tipe parasit obligat dan mekanisme serangan nekrotropik. Zoosecidia menyerang daun mangga yang menimbulkan gejala hiperplasis, yaitu

menyebabkan daun mangga terdapat bercak-bercak dan bintik-bintik menonjol (semacam bintil). Witches broom atau biasa disebut penyakit sapu merupakan salah satu penyakit yang menyerang kacang tanah. Pada tanaman sakit terjadi pertumbuhan tunastunas samping (proliferasi) dengan daundaun kecil yang luar biasa banyak. Warna daun-daun kecil tersebut tetap hijau.Tanaman terhambat pertumbuhannya dan tampak seperti sapu. Pembungaan sangat berkurang, kalaupun tumbuh bunga hanya pada tunas pertama yang tampak masih sehat, bunga mudah menjadi layu.Ginofor bakal polong berubah menjadi ke atas (geotropi negatif). Polong berukuran kecil, keriput dan hampa.Penyebab sapu pada kacang tanah adalah Fitoplasma, dahulu dikenal sebagai Mycoplasma like organism (MLO).Fitoplasma berbentuk jorong atau bulat dengan ukuran diameter 100 1100 nm, tidak memiliki dinding sel (merupakan ciri pembeda yang mendasar dari bakteri yang mempunyai diding sel kaku), hanya terdapat pada bagian

floem.Fitopalsma tidak ditularkan secara mekanik maupun melalui benih, tetapi ditularkan secara grafting, tali putri dan serangga vektor (wereng Orosius argentatus). Gejala pada buah apel merupakan gejala nekrosis, nama penyakit busuk basah, penyebabnya adalah Gloesporium sp. Pada bagian yang busuk terdapat tanda atau warna kecoklatan yang di tengah-tengahnya terdapat bintik-bintik hitam berubah menjadi orange. Mekanismenya nekotropik, tipe parasit fakultatif yaitu organisme yang bisa hidup pada jaringan mati atau hidup. Erwinia carotovoraberasal dari kelas Protobacteria, yaitu bakteri yang dapat membusukan sayur dan buah-buahan. Bakteri ini bersifat aerob fakultatif. Serangga ini membuat luka dan dalam tubuh serangga mengandung bakteri. Mekanisme yang terjadi yaitu parasit nekrotrop. Ciri infeksi bakteri Erwinia carotovora yaitu pada daun

34

batang atau umbi daun, terjadi busuk basah yang berwarna coklat atau coklat kehitam-hitaman. Gejala dimulai dengan adanya bercak kebasahan yang selanjutnya meluas dengan bentuk yang tidak teratur, agak mengendap dengan warna coklat tua atau kehitam-hitaman. Disekitar bagian yang sakit terbentuk pigmen coklat tua atau hitam. Busuk mula-mula tidak berbau, kemudian menjadi berbau khas yang sangat menyolok (kemungkinan akibat aktifitas bakteri atau mikroba sekunder yang lain). Bakteri Erwinia carotovora berbentuk batang (0.7 m X 1.5 m), memiliki 2 - 6 flagella peritrikus, tidak memiliki spora, tidak berkapsul, gram negatif dan aerob fakultatif. Bakteri ini menghasilkan enzim pektinase (enzim pengurai pektin). Infeksi pada wortel terjadi melalui luka atau lentisel. Infeksi terjadi melalui luka karena gigitan serangga atau karena alat-alat pertanian. Penyakit yang berbahaya ini belum ditemukan cara

pengendaliannya yang tuntas. Pergiliran tanaman diharapkan dapat memutus daur hidup penyakit. Begitu pula pemeliharaan lahan sayuran agar tidak kotor atau terlalu lembab. Salah satu gangguan penyakit yang cukup penting adalah karat daun yang disebabkan oleh Puccinia arachidis. Gejala pada daun terdapat bercak-bercak coklat muda sampai coklat (warna karat) dan daun gugur sebelum waktunya. Penyebaran jamur karat ini terjadi melaluiuredospora pada sisa brangkasan atau polong terkontaminasi yang terbawa angin. Salim (1989) dalam Saleh dan Hadiningsih (1996) melaporkan bahwa perkecambalian uredospora paling banyak terjadi pada suhu 3SC dengan kelembaban relatif 90%. Sudjono (1996) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara intensitas serangan dengan defoliasi daun dan korelasi negatif antara defoliasi dan liasil. Cercospora arachidicola merupakan jamur penyebab penyakit bercak daun, salah satu tanaman inangnya adalah kacang tanah (Arachis hypogaea). Penyakit ini biasanya mulai berkembang di pertanaman ketika menjelang panen atau sekitar 40-70 Hari Setelah Tanam (HST) (Semangun, 2001). Pengaruh dari adanya penyakit bercak daun adalah adanya gangguan terhadap fungsi permukaan

35

daun dalam melakukan fotosintesis (Donowidjojo, 1980). Serangan oleh cendawan ini tidak hanya terjadi pada daun, akan tetapi juga dapat terjadi pada tangkai daun, daun penumpu, batang dan tangkai buah (ginofor). Tanaman yang terserang oleh cendawan ini akan

memperlihatkan gejala-gejala seperti munculnya bercak-bercak berwarna coklat muda pada permukaan daun dan coklat tua hingga kehitaman pada bagian bawah daun (Rismunandar, 1986). Serangan berat pada tanaman dapat menyebabkan terjadinya defoliasi yang pada akhirnya berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas

(Semangun, 2001). Hal ini diduga bahwa daun sebagai organ yang berperan sebagai tempat terjadinya fotosintesis apabila mengalami gangguan maka kegiatan produksi fotosintat juga akan terganggu, pada akhirnya polong atau biji sebagai bahan panenan utama juga akan rendah produksinya. Bakteri Xanthomonas campestris berbentuk batang dengan diameter 0.4-1.0 m dan panjang 1.0-3.0 m dan bergerak dengan flagella. Xanthomonas campestris merupakan bakteri gram negatif yang berasal dari kelas Protobacteria dengan tipe parasit fakultatif. Mekanisme berupa gejala nekrotropik. Pada jeruk, Xanthomonas campestrisdapat menyebabkan penyakit kanker batang. Kanker yaitu terjadinya kematian jaringan kulit tumbuhan yang berkayu, misal akar, batang, cabang. Selanjutnya jaringan kulit yang mati terssebut mengering batas mengendap pecah-pecah, dan akhirnya bagian itu runtuk sehingga terlihat bagian jayunya. Di tepi luka tersebut jaringan kalusnya mengembang (Semangun, 1999). Gejala serangan pada daun diawali dengan munculnya bintik-bintik kuning berdiameter 1mm dibawah permukaan daun. Selanjutnya bintik berubah bercak cembung dan berwarna kecoklatan serta agak mengkilat. Gejala khas berupa kanker yang muncul pada fase berikutnya saat permukaan bercak berubah menjadi kasar dan retak-retak dan biasanya mengeluarkan eksudat bakteri. (Mangunwardoyo, 1999). Virus mosaik tembakau (Tobacco mozaic virus, TMV) adalah virus yang menyebabkan penyakit pada tembakau dan tumbuhan

36

anggota suku terung-terungan (Solanaceae) lain. Gejala yang ditimbulkan adalah bercak-bercak kuning pada daun yang menyebar, seperti mosaic. Gejala pada daun muda atau pucuk berupa pemucatan tulang daun (vein clearing) dan jaringan sepanjang tulang daun menjadi hijau muda. Mosaik berupa pola bercak bercak hijau tua dan hijau muda, bagian hijau tua seperti melepuh, menonjol dan lebih tebal. Tanaman muda yang terinfeksi menjadi kerdil disertai distorsi. Virus mosaik tembakau mempunyai partikel berbentuk batang panjang dengan ukuran panjang 300 nm (= 300 x 109 m) dan diameter 18 nm dan dapat ditularkan secara mekanik, serangga vektor belum dapat diketahui. Kisaran tanaman inang TMV mencakup lebih dari 150 genus tanaman. Penyakit bercak ungu (trotol) adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur Alternaria porri. Alternaria porri berasal dari kelas Deuteromycetes dengan tipe parasit fakultatif dan mekanisme serangannya adalah nekrotropik. Konidium dan konidiofor berwarna hitam atau coklat, konidium berbentuk gada yang bersekat-sekat. Pada salah satu ujungnya membesar dantumpul, ujung lainnya menyempit dan agak panjang. Konidium dapat disebarkan oleh angin dan menginfeksi tanaman melalui stomata atau luka yang terjadi pada tanaman. Patogen dapat bertahan dari musim ke musim pada sisa-sisa tanaman (Direktorat Perlindungan Tanaman, 2006). Gejala serangan Alternaria porri dapat dilihat jika pada daun bercak melekuk, berwarna putih atau kelabu. Ukuran bervariasi tergantung pada tingkat serangan. Pada serangan lanjut, bercak-bercak menyerupai cincin warna agak keunguan yang dikelilingi oleh zona berwarna kuning yang dapat meluas ke bagian atas atau bawah bercak dan ujung daun mengering. Permukaan bercak bisa juga berwarna coklat atau hitam terutama pada keadaan cuaca yang lembab. Pada mulanya, cendawan terbawa angin atau air menempel pada bagian tanaman, termasuk daun. Kemudian pada bagian yang terinfeksi terjadi suatu perubahan warna berupa bercak kecil putih sampai keabu-abuan. Pada bercak yang membesar, tampak lingkaran membentuk cincin berwarna keunguan yang dikelilingi warna kuning.

37

Keadaan cuaca yang lembab, mendung dan hujan mendorong perkembangan penyakit. Pemupukan dengan dosis N yang tinggi atau tak berimbang, keadaan drainase yang tidak baik dan suhu antara 30320C merupakan kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan pathogen (Schwartz, 2006). Jamur Fusarium termasuk jamur kelas Deuteromycetes / jamur imperfecti sebab hanya melakukan perkembangbiakan secara aseksual dengan alat reproduksi yang disebut konidia. Jamur ini mempunyai tiga alat reproduksi aseksual, yaitu mikrokonidia (terdiri dari satu sel), makrokonidia (dua sampai enam septa) dan klamidospora (merupakan pembengkakan pada hifa). Konidia ini bercabang dan disebut konidiosporum yang merupakan alat perkembangbiakan, tempat penyimpanan massa sporokodium atau miselium. Konidia berwarna coklat muda dan berdinding tebal, berukuran 8.2 -- 6.2 , letaknya pada ujung atau di Tuberculariaceae tengah hifa. Family dari jamur ini adalah dicirikan oleh adanya sporokodium.

yang

Sporokodium ini membentuk makrokonidia dan mikrokonidia. Bentuk makrokonidium melengkung panjang dengan ujung mengecil dan mempunyai sekat antara 1-10 atau lebih, sedangkan mikrokonidium bentuknya pendek, tidak bersekat atau bersekat satu.

38

2. Medium Biakan a. Hasil Pengamatan 1) Mengupas kentang, mencuci kemudian memotong-motong kecil dan tipis, menimbang sebanyak 200g kemudian memasak dalam 500 ml air pada gelas piala dengan kapasitas 1 lt.

Gambar 2.15 Pengupasan Kentang, Dipotong, dan Dimasak 2) Pada gelas piala lain dicairkan agar tepung sebanyak 20 g dengan air destilata melalui pemanasan

Gambar 2.16 Pencairan Agar Tepung 3) Menyaring air rebusan kentang yang telah masak dengan kain kasa kemudian menuang kedalam gelas piala tempat mencairkan agar, kemudian dipanaskan dan diaduk-aduk.

Gambar 2.17 Penyaringan Air Rebusan Kentang 4) Mengembalikan Volume medium menjadi 1 lt dengan cara menambahkan air destilata ke dalam larutan tersebut.

Gambar 2.18 Penambahan Air Destilasi sampai 1 liter

39

5) Menaruh medium yang telah jadi kedalam tabung erlenmayer atau tabung reaksi dan menutup dengan kapas, namun lebih baik lagi jika ditutup lagi dengan alumunium foil.

Gambar 2.19 Penutupan Tabung Dengan Kapas 6) Tabung erlenmayer dan tabung reaksi yang telah diisi dengan medium biakan dan ditutup disterilisasi dengan otoklaf pada suhu 120C dan 1 atm selama 25 menit.

Gambar 2.20 Penyeterilan dengan Autoklaf 7) Menuang medium yang telah disterilisasi pada cawan petri dan dibiarkan memadat untuk isolasi maupun biakan jamur, atau untuk PDA miring.

Gambar 2.21 Penuangan Medium Yang Steril Ke Petridist

40

b. Pembahasan Biakan murni bakteri adalah biakan yang terdiri atas satu species bakteri yang ditumbuhkan dalam medium buatan. Medium buatan tersebut berfungsi sebagai mediun pertumbuhan (Anonim, 2006). Mulyani (1991) mengatakan bahwa Prinsip dari isolasi mikrobia adalah memisahkan suatu jenis mikrobia dengan mikrobia lain yang berasal dari jenis mikrobia tercampur, dengan menumbuhkan pada media padat. Bila sel tersebut terperangkap oleh media padat pada beberapa di tempat terpisah, maka setiap tempat kumpulan sel akan berkembang menjadi suatu koloni yang terpisah pula, sehingga memudahkan pemisahan selanjutnya. Maka selanjutnya sel-sel tersebut dipisahkan dan ditumbuhkan atau dapat diisolasi dalam tabung reaksi atau tetabungmpat seperti cawan petri yang ditempatkan terpisah. Medium biakan PDA ini digunakan untuk media umum untuk jamur. Medium biakan ini dibuat sebagai media isolasi penyakit yang ahrus dibiakkan secara murni. Prinsip hanya dapat dilakukan terhadap parasit fakultatif atau saprofit fakultatif dan bukan parasit obligat dan sebagian jamur. Dibuat dari potato dextros agar yang dibuat dengan steril mungkin. Proses pembuatan media ini dilakukan untul perkembangbiakkan jamur dengan kondisi potato Dextrose agar memadat setelah dituangkan ke daalm petridish selama 25 menit. Sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk mematikan semua organisme yang terdapat di dalam media atau benda. Ada tiga cara yang dipakai dalam sterilisasi, yaitu penggunaan panas, penggunaan bahan kimia dan penyarinagan. Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap air disebut sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah. Apabila tanpa kelembaban disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering. Dipihak lain sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas atau radiasi. Pemilihan penggunaan metode sterilisasi didasarkan pada sifat bahan yang akan disterilkan. Sedangkan metode yang umum digunakan di laboratoriun adalah metode panas. Kebanyakan media yang dipakai dalam pekerjaa mikrobiologi menjadi mudah rusak dan kadang terbakar, karena temperaturnya terlalu tinggi. Sterilisasi panas kering ditetapkan pada apasaja yang tidak menjadi rusak menyala hangus atau amenguap pada suhu yang tinggi. Bahan-bahan yang biasa disterilkan dengan cara ini antara lain adalah barang becah belah seperti pipet, tabung reaksi, cawan petri dari kaca dan lain-lain, serta bahan yang tidak tembus uap seperti giberelin, minyak

41

vaselin dan barang yang berupa bubuk. Bahan-bahan yang disterilkan harus ditutup dengan cara membungkus atau menaruhnya dalam suatu wadah yang tertutup untuk menghindari atau mencegah kontaminasi ketika dikeluarkan dari oven. Sterilisasi basah biasanya dilakukan di dalam outoklaf atau sterilisator uap yang mudah diangkat dengan menggunakan uap air jenuh berukuran tekanan suhu 1210C selama 15 menit, daur sterilisasi tersebut sering kali disebut 1 Atm 15 menit. Hadioetomo (1990) Menyatakan bahwa Pada tempat-tempat yang lebih tinggi diperlukan tekanan yang lebih besar untuk mencapai suhu 1210C.

42

3. Isolasi dan Inokulasi a. Hasil Pengamatan 1) Isolasi jaringan tebal (Apel) Keterangan : 1. Warna Putih 2. Warna Coklat Patogen : Jamur Terjadi Kontaminasi

Gambar 2.22 Isolasi Jaringan Tebal pada Apel Ulangan 1 Keterangan : 1. Warna Putih 2. Warna Coklat Patogen : Jamur

Terjadi Kontaminasi

Gambar 2.23 Isolasi Jaringan Tebal pada Apel Ulangan 2 2) Isolasi jaringan tipis (kacang tanah) Keterangan : 1. Warna hitam 2. Warna coklat Patogen : Jamur

Terjadi Kontaminasi oleh Bakteri

Gambar 2.24 Isolasi Jaringan Tipis pada Kacang Tanah Ulangan 1 Keterangan : 1. Warna hitam Patogen : Jamur

Terjadi Kontaminasi oleh Bakteri

Gambar 2.25 Isolasi Jaringan Tipis pada Kacang Tanah Ulangan 2

43

3) Isolasi bakteri (wortel) Keterangan : 1. Putih 2. Putih Kecoklatan 3. Kontaminasi jamur (hijau kehitaman) Patogen : Jamur dan bakteri

Gambar 2.26 Isolasi Bakteri pada Wortel Ulangan 1 Keterangan : 1. Putih 2. Putih Kecoklatan 3. Kontaminasi jamur (hijau kehitaman) Patogen : Jamur dan bakteri

Gambar 2.27 Isolasi Bakteri pada Wortel Ulangan 2 4) Inokulasi luka (Apel)

Gambar 2.28 Inokulasi Luka (Kontrol)

Gambar 2.29 Inokulasi Luka (Perlakuan)

44

Keterangan : a. Kontrol a) Perubahan warna pada luka menjadi kehitaman b. Perlakuan a) Terdapat hifa-hifa putih pada luka b) Terdapat warna kuning disekitar luka c) Hifa jamur 5) Inokulasi bakteri langsung (wortel)

Gambar 2.30 Inokulasi bakteri langsung (Kontrol)

Gambar 2.31 Inokulasi bakteri langsung (Perlakuan) Keterangan : a. Kontrol a) pada luka berwarna hitam b. Perlakuan a) Busuk total, warna coklat keputihan dan berlendir b) Warna jamur putih (Kontaminasi) c) Terdapat bakteri

45

b. Pembahasan Praktikum isolasi dan inokulasi ini dilakukan agar praktikan dapat mempelajari beberapa cara isolasi dan inokulasi jamur dan bakteri patogen tanaman. Isolasi adalah memisahkan isolat dari lingkungan di alam dan menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam media buatan. Inokulasi berarti memindahkan inokulum dari suatu sumber pada atau dalam suatu bagian tumbuhan inangnya. Inokulum adalah bagian dari patogen yang dapat dipindahkan ke suatu infection court dan dapat menyebabkan infeksi. Prinsip dari isolasi mikrobia yang dikemukakan oleh Mulyani (1991) adalah memisahkan suatu jenis mikrobia dengan mikrobia lain yang berasal dari jenis mikrobia tercampur, dengan menumbuhkan pada media padat. Bila sel tersebut terperangkap oleh media padat pada beberapa di tempat terpisah, maka setiap tempat kumpulan sel akan berkembang menjadi suatu koloni yang terpisah pula, sehingga memudahkan pemisahan selanjutnya. Maka selanjutnya sel-sel tersebut dipisahkan dan ditumbuhkan atau dapat diisolasi dalam tabung-tabung reaksi atau tempat seperti cawan petri yang ditempatkan terpisah. Isolasi pertama kali dilakukan pada jaringan yang tebal. Untuk mengetahui jamur yang nantinya ada atau tidak, menggunakan bahan dari buah apel yang sebagian busuk atau terinfeksi dan sebagian lainnya masih baik. Hasilnya diperoleh bahwa buah apel menjadi putih keabuan dan terselubungi oleh jamur yang berwarna putih yang hampir menutupi seluruh petridish. Semakin mejauh dari isolate, warna jamur semakin terang. Selanjutnya pada isolasi pada jaringan tipis. Bahan yang digunakan adalah daun kacang tanah yang sebagian tubuh yang sehat dan sebagian terinfeksi atau berkarat. Setelah diamati ternyata tumbuh jamur berwarna hitam keabu-abuan menyelubungi potongan daun kacang berupa benangbenang putih terutama pada bagian daun kacang tanah yang berkarat. Jamur juga hampir memenuhi petridish. Isolasi ketiga yaitu isolasi bakteri. Kali ini menggunakan bahan dari umbi wortel yang sudah terinfeksi. Isolasi dilakukan pada petridish yang sudah steril. Umbi wortel yang busuk dibuat suspensi dengan cara mengambil umbi yang busuk lantas dicampur dengan aquadestilata. Tumbuhkan pada media dengan cara membuat zigzag pada NA. Hasil yang diperoleh setelah diinkubasi di sekitar goresan berwana putih kekuning-kuningan, ini merupakan koloni bakteri..

46

Isolasi bakteri yang dilakukan dengan bakteri pada wortel, dilakukan secara zig zag pada medium biakkan. Tujuan digoreskan secara zig zag adalah untuk mendapatkan hasil biakkan murni pada akhir goresan yang terpisah. Isolasi bakteri tersebut mengakibatkan timbul lendir. Terdapat spora jamur pada medium biakan yang telah disterilkan karena terkontaminasi terlalu lama dengan udara bebas. Pada waktu pemasukkan medium kurang dilakukan secara cepat, sehingga yang seharusnya hanya muncul bakteri pembusuk tetapi terdapat pula jamur yang ikut masuk ke petridis. Adanya bakteri biasanya jarang terdapat dalam keadaan murni, sehingga kebanyakan merupakan campuran antara bermacam-macam spesies bakteri. Dalam mengisolasi mikrobia, sering ditemui hambatan, yaitu terkontaminasinya biakan yang dibuat. Sumber pencemar yang utama berasal dari udara luar yang banyak mengandung berbagai organisme (Stainer, 1997). Sastrahidayat (1990) berpendapat bahwa Inokulasi adalah suatu proses patogen atau unit-unit reproduksinya mengadakan kontak dengan tumbuhan. Setelah mengadakan inokulasi inokulum patogen tertentu (konidium jamur) harus berkecambah, terbentuklah germ tube (tabung kecambah) yang selanjutnya membentuk apresorium, berfungsi sebagai alat penetrasi. Pada patogen yang mengadakan penetrasi langsung biasanya dari apresorium dibentuk penetration peg (tabung infeksi), fungsinya untuk menembus kutikula dan dinding sel epidermis. Inokulasi adalah suatu proses patogen atau unit-unit reproduksinya mengadakan kontak dengan tumbuhan. Setelah mengadakan inokulasi inokulum patogen tertentu (konidium jamur) harus berkecambah, terbentuklah germ tube (tabung kecambah) yang selanjutnya membentuk apresorium, berfungsi sebagai alat penetrasi. Pada patogen yang mengadakan penetrasi langsung biasanya dari apresorium dibentuk penetration peg (tabung infeksi), fungsinya untuk menembus kutikula dan dinding sel epidermis (Sastrahidayat, 1990). Inokulasi dapat beberapa macam cara atau jenisnya menurut Jutono (1973), yaitu inokulasi jamur, inokulasi bakteri, dan inokulasi virus. Pada inokulasi jamur dilakukan melalui luka-luka dan stomata. Untuk inokulasi bakteri dibuat dengan cara penetrasi patogen dengan bantuan air. Inokulasi virus dibuat dengan cara melalui suatu kerusakan mekanis dan dengan perantara virus. Inokulasi bakteri menggunakan bahan dari buah wortel yang diinkubasi. Wortel yang pertama ditusuk-tusuk dan diolesi suspensi,

47

hasilnya pada wortel terjadi kebusukan yang disebabkan oleh bakteri dan juga terdapat jamur atau hifa hafa yang terdapat di permukaan wortel. Sedangkan pada wortel yang digunakan sebagai kontrol warna tetap oranye pada bagian yang dilukai berwarna hitam dam pada permukaan wortel mncul akar akar wortel yang berwarna putih. Inokulasi jamur menggunakan buah apel sebagai media. Seperti pada wortel, buah apel juga diinkubasi terlebih dahulu sebelum dilakukan pengamatan. Pada buah apel yang dilukai dan diberi inokulum hasilnya terlihat infeksi pada buah apel tersebut berupa buah yang melunak dan membusuk. Pada apel yang dilukai tanpa diberi inokulum hasilnya buah menjadi mengalami perubahan warna yaitu kecoklatan, dan tidak terjadi pembuuka seperti buah apel yang diberi inokulum. Hasil yang didapat pada apel yang sudah diberi inokulum terjadi pembusukan dan terdapat hifa hifa jamur yang berwarna putih yang mengakibatkan kebusukan pada buah apel.

48

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Medium Buatan. http:/yahoo.com/artikel-net. Diakses tanggal 2 Juni 2012. Anonim. 2008. Gulma. http://id.wikipedia.org/wiki/Gulma. Diakses tanggal 2 juni 2012. Anonim. 2010. Biakan Murni. http://www.iptek.net.id/l2. Diakses tanggal 2 Juni 2012. Elisa. 2004. Infeksi Penyakit. http://www.trubusonline.com. Diakses tanggal 2 Juni 2012. Hadioetomo, Ratna Sri, 1990. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. Gramedia. Jakarta. Jutono. 1973. Dasar-dasar Mikrobiologi untuk Perguruan Tinggi. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta. Jutono. 1980. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bagian dari Perlindungan Tanaman. Andi Offset. Yogyakarta. Mulyani. 1991. Dasar-dasar Mikrobiologi Tanah. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sastrahidayat. 1990. Gejala Penyakit Tanaman Sayuran. Usaha Nasional. Surabaya. Schlegel, H.G. 1976. Mikrobiologi Umum. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Semangun, Haryono. 1990. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Soehardjan. 1997. Dinamik Populasi Penggerek Kuning Padi. Direktorat Penelitian dan Pengendalian Hama. Bandung. Stainer. 1997. Dunia Mikrobiologi I. Bharata Karya Aksara. Jakarta. Tjahjadi, Nur. 1999. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.

49

C. Teknik Pengendalian OPT 1. Uji Antagonisme Pathogen (Trichoderma sp vs Gloeosporium sp) a. Hasil Pengamatan

R1 : 0.7 cm R2 : 1,4 cm

Gambar 3.1 Ulangan 1 Uji Antagonis Patogen (Kontrol) R1 : 0,5 cm R2 : 2 cm

Gambar 3.2 Ulangan 2 Uji Antagonis Patogen (Perlakuan) H : : x 100 x 100 %

: 75 % b. Pembahasan Trichoderma spp. adalah sejenis jamur yang bersifat antagonis dan menyerang pathogen. Warnamya hijau lumut berbentuk hifa.

Trichoderma spp. adalah jamur saprofit tanah yang secara alami merupakan parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit tanaman. Jamur Trichoderma spp. dapat menjadi hiperparasit pada beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat cepat dan tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat tinggi. Mekanisme antagonis yang dilakukan adalah berupa persaingan hidup, parasitisme, antibiosis dan lisis (Sukamto, et al., 1999). Gloeosporium sp. adalah salah satu genus cendawan berfilamen yang banyak ditemukan pada tanaman dan tanah. Golongan

Gloeosporium dicirikan dengan struktur tubuh berupa miselium

50

bercabang, hialin, dan bersekat (septat) dengan diameter 2-4 m (Sulistyorini, et al., 1995). Cendawan ini juga memiliki struktur fialid yang berupa monofialid ataupun polifialid dan berbentuk soliter ataupun merupakan bagian dari sistem percabangan yang kompleks. Reproduksi aseksual cendawan ini menggunakan mikrokonidia yang terletak pada konidiospora yang tidak bercabang dan makrokonidia yang terletak pada konidios pora bercabang dan tak bercabang. Makrokonidia dibentuk dari fialid, memiliki struktur halus serta bentuk silindris, dan terdiri dari 2 atau lebih sel yang memiliki dinding sel tebal. Sedangkan mikrokonidia yang dihasilkan umumnya terdiri dari 1 sampai 3 sel, berbentuk bulat atau silinder, dan tersusun menjadi rantai atau gumpalan (Wikipedia, 2010). Berdasarkan hasil analisis data kontrol, dapat diketahui bahwa jari-jari koloni Gloeosporium sp. ke arah Trichoderma spp. adalah sebesar 0,7 cm (R1), dan jari-jari koloni Gloeosporium sp. menjauhi Trichoderma spp. adalah sebesar 1,4 cm (R2). Untuk perlakuan, diketahui bahwa jari-jari koloni Gloeosporium sp. ke arah Trichoderma spp. adalah sebesar 0,5 cm (R1), dan jari-jari koloni Gloeosporium sp. menjauhi Trichoderma spp. adalah sebesar 2 cm (R2), maka dapat diketahui nilai prosentase hambatan patogen Gloeosporium sp. adalah sebesar 75%. Spesies ini termasuk spesies jamur imperfecti atau jamur yang tidak sempurna dan sesui dengan posisinya oleh W. Weindling dan Emerson akan terbentuk gliotoxin setelah adanya genus Gliocladium tersebut. Beberapa ahli mikrobiologi berpendapat bahwa spesies ini juga dalam jamur weinding (Garret, 1963). Spesies ini merupakan antagonis patogen yang dapat dipakai untuk kontrol biologis pada penyakit jamur pada akar, karena jamur ini merusak aerasi yang rendah. Sedangkan kontribusi yang penting dibuat melalui tube penolakannya yang dinampakkan pada daftar jamur tanah yang umumnya diisolasi teknis, karena cara yang digunakan oleh Trichoderma sp adalah melalui pencernaan tanahnya. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa pada species ini terdapat hifa dan spora yang berwarna putih, sedangkan misselium berwarna hijau dan percabangan langsung berupa konidia. Apabila kita rasakan maka

51

Trichoderma sp menghasilkan bau yang tengik dan konidia tidak berlendir, serta sporulasi membentuk lingkaran. Pertumbuhan Trichoderma sp yang cepat dengan diameter yang hampir memenuhi cawan petri menyebabkan Gloeosporium sp semakin terdesak karena kahabisan ruang tumbuh. sp yang Akibatnya mendekati jari-jari biakan

pertumbuhan

biakan

Gloeosporium

Trichoderma sp lebih kecil daripada yang menjauhi Trichoderma sp. Ruang dalam medium sudah benar-benar habis, maka Gloeosporium sp tumbuh dengan arah tumbuh ke atas. Pada pengamatan setelah hari ketujuh menunjukkan bahwa spora Trichoderma sp telah menyerang

Gloeosporium sp dengan mekanisme penetrasi hifa yaitu kemampuan Trichoderma sp melilit hifa Gloeosporium sp (Purwantisari et al, 2009).

52

2. Pengenalan Musuh Alami a. Hasil Pengamatan 1) Capung (Pentala sp) Ket. Gambar : 1. Kepala 2. Toraks 3. Abdomen 4. Sayap 5. kaki

Gambar 3.3 Capung Ciri-ciri : a) Taksonomi Kelas Ordo Famili : : Insecta : Odonata : Libelliluidae

b) Hama sasaran : Polifag (wereng, Aphis) c) Stadium menjadi predator : Imago, pradewasa d) Kaki 3 pasang e) Memiliki mata faset f) Metamorphosis sempurna 2) Kumbang buas Ket. Gambar : 1. Kepala 2. Abdomen 3. Antena 4. Kaki 5. Dada

Gambar 3.4 Kumbang Buas Ciri-ciri : a) Taksonomi : Kelas Ordo Famili : Insecta : Coleoptera : Coccinellidae

53

b) Hama sasaran : Kutu daun (Aphis) c) Stadium menjadi predator : Imago, larva d) Kaki 3 pasang e) 1 pasang sayap membran. f) 1 pasang sayap keras 3) Belalang Sembah (Stagmomantis sp) Ket. Gambar : 1. Kepala 2. Toraks 3. Abdomen 4. Sayap 5. kaki

Gambar 3.5 Belalang Sembah Ciri-ciri : a) Taksonomi: Kelas Ordo Famili : Insecta : Orthoptera : Mantidae

b) Hama sasaran : Polifag (wereng, Aphis) c) Stadium menjadi predator : Imago, nimfa d) Kaki 3 pasang, salah satunya tajam seperti sabit e) Memiliki mata faset 4) Laba-laba buas Ket. Gambar : 1. Kepala 2. Abdomen 3. Kaki 4. Taring

Gambar 3.6 Laba-laba Buas

54

Ciri-ciri : a) Taksonomi Kelas Ordo Famili : Insecta : Araneida : Lycosidae

b) Hama sasaran : Wereng, kutu c) Stadium menjadi predator : Imago, pradewasa d) Kepala dan toraks menyatu e) Memiliki 4 pasang kaki 5) Apanteles sp Ket. Gambar : 1. Kepala 2. Toraks 3. Abdomen 4. Sayap 5. kaki
Gambar 3.7 Apanteles sp

Ciri-ciri : a) Taksonomi Kelas Ordo Famili

: : Insecta : Hymenoptera : Bronconidae

b) Hama sasaran : Ulat kubis dan larva lepidoptera lain c) Jenis parasit : Larva d) Tipe parasit : Ektuparasit e) Mekanisme : imago Apanteles sp meletakkan telur pada larva inang stadium awal, sementara larva inang matang, larva Apanteles sp mulai tumbuh dan memakan bagian dalam larva inang. 6) Ichneumonidae Ket. Gambar : 1. Kepala 2. Toraks 3. Abdomen 4. Sayap 5. kaki
Gambar 3.8 Ichneumonidae

55

Ciri-ciri : a) Taksonomi Kelas Ordo Famili : : Insecta : Hymenoptera : Scelionidae

b) Hama sasaran : Ulat c) Mekanisme : Endoparasit d) Jenis parasit : Larva - pupa e) Warna tubuh hitam f) Warna kaki coklat g) Sayap transparan b. Pembahasan Dalam dunia pertanian sering sekali dihadapi berbagai gangguan baik dari komponen biotik maupun abiotik. Salah satunya adalah hama atau serangga. Serangga merupakan salah satu hewan yang dekat dengan pertanian karena hewan ini dapat merugikan dan menguntungkan bagi petani. Keuntungannya yaitu karena serangga merupakan salah satu hewan yang membantu dalam proses penyerbukan dan memakan organisme pengganggu tanaman (OPT). Akan tetapi serangga juga merupakan hewan yang merugikan petani karena dapat menjadi hama. Kerugian yang disebabkan oleh serangga sebagai hama antara lain yaitu mengurangi hasil tanaman, mengurangi mutu (kualitas) hasil tanaman, mempercepat terjadinya infeksi penyakit pada tanaman dan menambah biaya produksi karena diperlukan biaya untuk memberantas hama serangga tersebut. Dalam usaha pemberantasannya telah dilakukan beberapa cara. Dalam teknik Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dianjurkan untuk tidak menggunakan bahan-bahan kimia yang justru akan merugikan tanaman. Maka dalam PHT menyarankan untuk melakukan pengendalian dengan menggunakan musuh alami. Pengendalian hayati adalah penggunaan musuh alami serangga hama, penyakit dan tumbuhan penganggu untuk mengurangi kepadatan populasi (Speight et al, 1999). Pengendalian biologi terapan dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu 1). Introduksi adalah usaha mendatangkan dan melepaskan musuh alami ke alam, 2). Augmentasi yaitu usaha mempertinggi daya guna musuh alami yang telah ada misalnya dengan melakukan pembiakan

56

secara masal dan menyebarkannya kembali ke alam. Augmentasi dibagi menjadi dua yaitu inokulasi dan inundasi. Inokulasi pelepasan musuh alami dalam jumlah terbatas untuk meningkatkan populasi, sedangkan inundasi adalah pelepasan musuh alami dalam jumlah besar

(Rudyct, 2005). Pada praktikum Acara III Taktik Pengendalian OPT kali ini, dipelajari beberapa dari pengendali musuh alami hama, yaitu predator, parasitoid dan antagonis pathogen. Predator dapat digolongkan menjadi dua, yaitu predator yang menyebabkan kematian terhadap inangnya, yaitu jenis predator yang memakan inangnya misalnya kucing dan capung, serta predator yang tidak menyebabkan kematian pada inangnya, atau jika mati perlahan-lahan, jadi memerlukan waktu yang lama, misalnya semut, kepinding dan nyamuk (Soeprapto, 1992). 1) Capung Merupakan salah satu predator yang berasal dari kelas Insecta, ordo Odonata dan famili Libelluidae. Capung memiliki ciri morfologi yang khas yaitu memiliki abdomen yang panjang tetapi kecil dan mata facet yang besar. Tubuh terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala, thorax dan abdomen. Memiliki 3 pasang kaki dan 2 pasang sayap transparan dengan warna tubuh yang beragam. Hama sasaran dari capung adalah kepik dan wereng. Stadia aktif menjadi predator yaitu pada stadia imago (dewasa). Capung besar dan capung jarum terbang cepat sehingga dapat menangkap serangga lain yang sedang terbang. Panjangnya bisa di antara 2 sampai 13,5 cm. Beberapa jenis capung memakan mangsanya sambil terbang. Jenis lain hinggap untuk makan. Capung juga dapat menangkap dan memakan kutu, ngengat, dan nyamuk di udara. Capung besar mampu menangkap ngengat dan kupu-kupu yang agak besar di udara. 2) Kumbang buas Coccinelidae Merupakan salah satu predator yang berasal dari anggota kelas Insecta, ordo Coleoptera dan famili Coccinelidae. Kumbang buas memiliki ciri morfologi yaitu memiliki 3 pasang kaki dan tubuh terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala, thorax dan abdomen. Hama sasaran dari kumbang buas adalah Aphids sp. Stadia aktif menjadi predator yaitu pada saat larva dan imago (dewasa). Serangga

57

Coccinella sp. sejenis kumbang berwarna coklat kemerahan berbintik hitam yang aktif berpindah-pindah tempat mencari mangsa. Jika bertemu wereng coklat, kumbang itu dengan gerak cepat

menangkapnya dengan menggunakan kaki bagian depan dari arah belakang dan langsung memakannya. Kumbang Coccinella sp. juga pemangsa hama putih, penggerek batang padi, kutu daun, kutu perisai, dan tungau pada tanaman singkong dan waloh siam menurut pendapat Susetya (2004). 3) Belalang sembah Merupakan predator yang berasal dari kelas Insecta, ordo Orthoptera dan famili Mantidae. Ciri morfologi belalang sembah yaitu memiliki 3 pasang kaki dimana kaki depan lebih panjang daripada kaki belakang, memiliki 2 pasang sayap, tubuh terbagi atas 3 bagian yaitu kepala, thorax dan abdomen, mempunyai ovipositor khususnya pada belalang (serangga) betina yang berfungsi untuk menyimpan telur. Hama sasaran dari belalang sembah adalah wereng dan kutu-kutuan. Stadia aktif menjadi predator yaitu pada saat imago (dewasa). Belalang sembah termasuk pemangsa serangga lain yang cukup kejam. Mangsa yang tertangkap pasti dilumat dan dimakan habis. Kaki depan belalang sembah membesar dilengkapi duri-duri tajam untuk menangkap mangsa. Belalang sembah ini biasanya melahap mangsanya mulai dari kepala, thorak dan abdomen. Mangsa belalang sembah bisa berupa lalat, kutu atau yang lain

(Susetya, 2004). 4) Laba-laba Lycosa Merupakan predator yang berasal dari anggota kelas Arachnida, ordo Araneida dan famili Lycosidae. Tubuhnya terbagi menjadi dua bagian cephalothrax dan abdomen, memiliki 4 pasang kaki yang panjang dan runcing. Hama sasaran dari laba-laba buas adalah kutu-kutuan dan wereng. Stadia aktif menjadi predator yaitu pada saat imago (dewasa dan pradewasa). Pada areal penanaman padi, predator hama wereng coklat adalah laba-laba Lycosa pseudoannulata, Paederus fuscifes, Ophionea nigrofasciata dan kumbang Coccinella.

58

5) Apanteles sp Merupakan parasitoid yang berasal dari kelas Insecta, ordo Hymenoptera dan famili Braonconidae. Tubuhnya terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala, thorax dan abdomen, memiliki 3 pasang kaki dan mempunyai sayap seperti membran. Inang dari Apanteles sp adalah larva ulat kubis. Mekanismenya yaitu pada saat larva menempel pada daun tanaman kubis, Apanteles sp betina datang dan bertelur di atas larva hama (ulat kubis). Kemudian telur akan masuk ke dalam tubuh larva dan setelah telur menetas, larva akan berubah tidak menjadi ulat kubis akan tetapi menjadi Apanteles sp sehingga menurunkan populasi hama ulat kubis dan meningkatkan musuh alami. Parasitoid Diadegma merupakan musuh alami dari larva Plutella xylostella. Gejala yang ditimbulkan oleh serangan larva Plutella xylostella pada kubis adalah adanya lubang pada daun kubis. Untuk mengetahui pengaruh Diadegma pada larva Plutella xylostella terhadap kerusakan daun kubis dilakukan dengan jalan menghitung luas kerusakan daun kubis. (Kurniasih,2009). Hama ini menyerang tanaman kubis disemua daerah

penanaman karena selain genus brassica sebagai inangnya juga dapat menyerang genus lain yang satu famili (Cruciferae), bahkan beberapa gulma dapat dijadikan inang alternatif bila pertanaman kubis-kubisan tidak ada. Berbagai cara dapat dilakukan dalam pengendalian hama kubis. Salah satunya dengan cara penanaman tanaman perangkap dan musuh alami, yaitu dengan menanam famili kubis-kubisan seperti sawi atau untuk pengembangan parasitoid Apanteles sp. sebagai musuh alami yang dapat memparasit larva. 6) Ichneumonidae Ichneumonidae merupakan serangga dari kelas Hexapoda dan ordo Hymenoptera, serangga ini sering disebut sebagai parasitoid pinggang ramping, serangga ini merupakan serangga yang biasa memarasit serangga-serangga lainnya dan beberapa hewan

invertebrata lainnya, dengan menggunakan ovipositornya yang panjang serangga familli ini dapat mengetahui letak larva inangnya walaupun larva inangnya berada didalam jaringan tumbuhan. Imago

59

betina Ichneumonidae biasa meletakkan telurnya dalam satu inang tunggal atau bersifat solite. Ichneumonidae merupakan serangga yang lumayan mudah dikenali dengan ciri-cirinya sebagai berikiut, sungut seperti rambut memiliki 16 ruas atau lebih, ovipositor berukuran hingga 15mm, memiliki warna dan bentuk yang bervariasi. Serangga famili ini merupakan salah satu serangga parasit pada berbagai jenis hamaseperti penggerek batang padi, penggulung daun, ulat jengkal, ulat bulu Ichneumonidae dewasa meletakkan 1 sampai 5 butir telur ke dalam telur serangga lain. Telur Ichneumonidae menetas, kemudian larva Ichneumonidae memakan telur inangnya dari dalam. Kemudian menjadi kepompong, masih di dalam telur inangnya. Selanjutnya dewasa keluar dari telur sebagai tawon kecil. Dewasa kawin dan betina meletakkan telurnya di dalam telur serangga lain.

60

3. Perangkap Lalat Buah a. Hasil Pengamatan Tabel 3.1 Banyaknya Lalat Buah Dewasa yang Terperangkap Perangkap No 1. 2. Waktu 15 Menit 30 Menit Jumlah Lalat Terperangkap P. Belimbing 6 ekor 11 ekor P. Jeruk 1 ekor 2 ekor -

3. 45 Menit 17 ekor Sumber : Laporan Sementara b. Pembahasan

Lalat buah merupakan hama pada tanaman buah-buahan yang sangat merugikan petani. Pada buah yang terserang biasanya terdapat lubang kecil di bagian tengah kulitnya. Serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir masak. Gejala awal ditandai dengan noda atau titik bekas tusukan ovipositor (alat peletak telur) lalat betina saat meletakkan telur ke dalam buah. Selanjutnya karena aktivitas hama di dalam buah, noda tersebut berkembang menjadi meluas. Larva makan daging buah sehingga menyebabkan buah busuk sebelum masak. Apabila dibelah pada daging buah terdapat belatung-belatung kecil dengan ukuran antara 4-10 mm yang biasanya meloncat apabila tersentuh. Kerugian yang disebabkan oleh hama ini mencapai 30-60%. Kerusakan yang ditimbulkan oleh larvanya akan menyebabkan gugurnya buah sebelum mencapai kematangan yang diinginkan (Khalsoven, 1981). Di alam, lalat buah mempunyai musuh alami berupa parasitoid dari genus Biosteres dan Opius dan beberapa predator seperti semut, sayap jala (Chrysopidae va. (ordo Neuroptera), kepik Pentatomide (ordo Hemiptera) dan beberapa kumbang tanah (ordo Coleoptera). Peran musuh alami belum banyak dimanfaatkan mengingat populasinya yang rendah dan banyaknya petani yang mengendalikan hama menggunakan insektisida. Parasitoid dan predator ini lebih rentan terhadap insektisida daripada hama yang diserangnya. Cara mekanis adalah dengan pengumpulan dan pemungutan sisa buah yang tidak dipanen terutama buah sotiran untuk menghindarkan hama tersebut menjadi inang potensial, akan menjadi sumber serangan berikutnya. Pengendalian dengan cara kimia dilakukan dengan menggunakan senyawa perangkap atau atraktan yang dikombinasikan dengan

61

insektisida. Senyawa yang umum digunakan adalah Methyl eugenol. Caranya dengan meneteskan pada segumpal kapas sampai basah namun tidak menetes, ditambah dengan insektisida dan dipasang pada perangkap yang sederhana, modifikasi dari model perangkap Stiener. Alat perangkap terbuat dari botol bekas air minum mineral yang lehernya berbentuk kerucut atau toples plastik. Perangkap dipasang dekat pertanaman atau pada cabang atau ranting tanaman. Pemasangan dilakukan sejak buah muda (umur 1,5 bulan) sampai panen. Pemberian cairan atraktan diulang setiap 2 minggu sampai 1 bulan. Setiap satu hektar dapat dipasang 15-25 perangkap. Penggunaan atraktan methyl eugenol merupakan cara pengendalian yang ramah lingkungan dan telah terbukti efektif. Penggunaan methyl eugenol sebagai atraktan lalat buah tidak meninggalkan residu pada buah dan mudah diaplikasikan pada lahan yang luas. Karena bersifat volatil (menguap), daya jangkaun atau radiusnya cukup jauh yang mencapai ratusan meter, bahkan ribuan meter dan bergantung pada arah angin. Daya tangkap atraktan bervariasi, bergantung pada lokasi, cuaca, komoditas dan keadaan buah di lapangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan atraktan methyl eugenol dapat menurunkan intensitas serangan lalat buah pada mangga sebesar 39-59% (Maryani et al., 2005). Atraktan dapat digunakan untuk mengendalikan hama lalat buah dalam tiga cara, yaitu : a. Mendeteksi atau memonitor populasi lalat buah. b. Menarik lalat buah untuk kemudian dibunuh dengan perangkap. c. Mengacaukan lalat buah dalam perkawinan, berkumpul dan cara makan. Pada praktikum kali ini praktikan melakukan uji methyl eugenol untuk menangkap lalat buah pada beberapa macam pohon yaitu pohon jeruk dan pohon belimbing. Cara pertama yang dilakukan adalah dengan memberi 1 lubang pada bagian tengah botol,dan ditengah botol diberi gantungan kawat untuk tempat kapas. Atraktan berbahan aktif methyl eugenol tergolong food lure artinya lalat jantan tertarik datang untuk keperluan makan bukan untuk seksual. Selanjutnya methyl eugenol diproses dalam tubuh lalat jantan untuk menghasilkan seks feromon yang diperlukan saat perkawinan guna menarik lalat betina.

62

Berdasarkan hasil pengamatan, Pada pohon Belimbing menit ke-15 terdapat 6 ekor lalat buah, menit ke-30 terdapat 11 ekor lalat buah dan menit ke-45 terdapat 17 ekor lalat buah. Pada pohon Jeruk menit ke-15 terdapat 1 ekor lalat buah, menit ke-30 terdapat 2 lalat buah dan menit ke45 tidak terdapat lalat buah. Lama pemasangan mempengaruhi efektivitas methyl eugenol karena semakin lama memasang methyl eugenol, maka lalat buah yang akan datang dan terpancing juga akan semakin banyak. Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas methyl eugenol antara lain adalah lama pemasangan dan media yang digunakan. Lalat yang mengkonsumsi methyl eugenol lebih lama, periode perkelahiran dan menggetarkan sayap akan lebih lama daripada lalat yang tidak mengkonsumsi. Selain itu keberhasilan kawin lalat buah juga akan meningkat.

63

64

65

b. Pembahasan Sebelumnya telah dijelaskan mengenai cara pengendalian hama dan penyakit menggunakan musuh alami dan selanjutnya akan dijelaskan lebih lanjut mengenai penggunaan bahan-bahan kimia untuk pengendalian hama atau patogen. Definisi hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria, virus, nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Bahan kimia yang digunakan adalah jenis dari pestisida. Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama secara luas dan sida yang berasal dari kaya ceado yang artinya membunuh. Dengan demikian pestisida adalah semua zat yang digunakan untuk mengendalikan hama (Sastrohidayat, 1982). Selain itu, pestisida juga dapat diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman. Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititiberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali. Dosis pestisida Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk mengendalikan hama tiap satuan luas tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam satu kali aplikasi atau lebih. Ada pula yang mengartikan dosis adalah jumlah pestisida yang telah dicampur atau diencerkan dengan air yang digunakan untuk menyemprot hama dengan satuan luas tertentu. Dosis bahan aktif adalah jumlah bahan aktif pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas atau satuan volume larutan. Besarnya suatu dosis pestisida biasanya tercantum dalam label pestisida. Konsentrasi pestisida Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan pestisida 1) Konsentrasi bahan aktif, yaitu persentase bahan aktif suatu pestisida dalam larutan yang sudah dicampur dengan air. 2) Konsentrasi formulasi, yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram setiap liter air.

66

3) Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida, yaitu persentase kandungan pestisida dalam suatu larutan jadi. Cara penggunaan pestisida yang tepat merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan pengendalian hama. Walaupun jenis obatnya manjur, namun karena penggunaannya tidak benar, maka menyebabkan sia-sianya penyemprotan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida, di antaranya adalah keadaan angin, suhu udara, kelembapan dan curah hujan. Angin yang tenang dan stabil akan mengurangi pelayangan partikel pestisida di udara. Apabila suhu di bagian bawah lebih panas, pestisida akan naik bergerak ke atas. Demikian pula kelembapan yang tinggi akan mempermudah terjadinya hidrolisis partikel pestisida yang menyebabkan kurangnya daya racun. Sedang curah hujan dapat menyebabkan pencucian pestisida, selanjutnya daya kerja pestisida berkurang. Berdasarkan tujuan penggunaannya, pestisida dapat digolongkan menjadi bermacam-macam antara lain : 1) Insektisida, yaitu pestisida yang bisa mematikan berbagai jenis serangga. 2) Herbisida, yaitu pestisida untuk mematikan tanaman gulma. 3) Fungisida, yaitu pestisida untuk memberantas dan mencegah fungi atau cendawan. 4) Akarisida, yaitu pestisida untuk mematikan tungau. 5) Rodentisida, yaitu pestisida untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus. 6) Nemastisida, yaitu pestisida untuk mematikan nematoda yang merusak tanaman (Suhardi, 1993). Berdasarkan bahan aktifnya, pestisida dibagi menjadi 3 jenis yaitu: 1) Pestisida organik (Organic pesticide) : pestisida yang bahan aktifnya adalah bahan organik yang berasal dari bagian tanaman atau binatang, misal : neem oil yang berasal dari pohon mimba (neem). 2) Pestisida elemen (Elemental pesticide) : pestisida yang bahan aktifnya berasal dari alam seperti: sulfur. 3) Pestisida kimia/sintetis (Syntetic pesticide) : pestisida yang berasal dari campuran bahan-bahan kimia.

67

Pestisida dalam bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik bahan dasar, kemudian dapat diformulasi sendiri atau dikirim ke formulator lain. Berikut ini beberapa formulasi (bentuk-bentuk dari pestisida yang diproduksi) yang sering dijumpai : 1) Cairan emulsi (emulsifiable concentrates/emulsible concentrates) Pestisida yang berformulasi cairan emulsi meliputi pestisida yang di belakang nama dagang diikuti oleh singkatan ES (emulsifiable solution), WSC (water soluble concentrate), B (emulsifiable) dan S (solution). Biasanya di muka singkatan tersebut tercantum angka yang menunjukkan besarnya persentase bahan aktif. Bila angka tersebut lebih dari 90 persen berarti pestisida tersebut tergolong murni. Komposisi pestisida cair biasanya terdiri dari tiga komponen, yaitu bahan aktif, pelarut serta bahan perata. Pestisida golongan ini disebut bentuk cairan emulsi karena berupa cairan pekat yang dapat dicampur dengan air dan akan membentuk emulsi. 2) Butiran (granulars) Formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada bidang pertanian sebagai insektisida sistemik. Dapat digunakan bersamaan waktu tanam untuk melindungi tanaman pada umur awal. Komposisi pestisida butiran biasanya terdiri atas bahan aktif, bahan pembawa yang terdiri atas talek dan kuarsa serta bahan perekat. Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25 persen, dengan ukuran butiran 2080 mesh. Aplikasi pestisida butiran lebih mudah bila dibanding dengan formulasi lain. Pestisida formulasi butiran di belakang nama dagang biasanya tercantum singkatan G atau WDG (water dispersible granule). 3) Debu (dust) Komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas bahan aktif dan zat pembawa seperti talek. Dalam bidang pertanian pestisida formulasi debu ini kurang banyak digunakan, karena kurang efisien. Hanya berkisar 10-40 persen saja apabila pestisida formulasi debu ini diaplikasikan dapat mengenai sasaran (tanaman). 4) Tepung (powder) Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri atas bahan aktif dan bahan pembawa seperti tanah hat atau talek

68

(biasanya 50-75 persen). Untuk mengenal pestisida formulasi tepung, biasanya di belakang nama dagang tercantum singkatan WP (wettable powder) atau WSP (water soluble powder). 5) Oli Pestisida formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan singkatan SCO (Solluble Concentrate in Oil). Biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti xilen, karosen atau aminoester. Dapat digunakan seperti penyemprotan ULV (Ultra Low Volume) dengan menggunakan atomizer. Formulasi ini sering digunakan pada tanaman kapas. 6) Fumigansia Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap, gas, bau, asap yang berfungsi untuk membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang penyimpanan. Dari segi racunnya, pestisida dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : 1) Racun sistemik, artinya dapat diserap melalui sistem organisme misalnya melalui akar atau daun kemudian diserap ke dalam jaringan tanaman yang akan bersentuhan atau dimakan oleh hama sehingga mengakibatkan peracunan bagi hama. 2) Racun kontak, langsung dapat menyerap melalui kulit pada saat pemberian insektisida atau dapat pula serangga target kemudian kena sisa insektisida beberapa waktu setelah penyemprotan

(Anonim, 2008). Pada praktikum pengenalan pestisida kali ini, ada 14 pestisida yang diamati antara lain, yaitu : 1) Prodigy, merupakan pesitisida jenis insektisida dengan kandungan bahan aktifnya Metoksifenozida 100g/L dan formulasinya 100 SC. Cara insektisida ini merusak serangga adalah dengan cara kontak dan juga melalui lambung. Hama yang menjadi sasaran pemberantasan Prodigy antara lain, yaitu ulat grayak (Spodoptora exigua) pada tanaman bawang merah, ulat grayak (Spodoptora litura) pada cabai, kedelai dan penggerek polong (Maruca testulalis) pada kacang panjang. Cara penggunaan Prodigy ini yaitu dengan cara disemprot. 2) Agrimycin, merupakan pesitisida jenis bakterisida dengan kandungan bahan aktifnya Streptomisin sulfat 15%, Oksitetrasiklin 1,5% dan

69

formulasinya 15/1,5 WP. Agrimycin bekerja secara sistemik, dimana bakteri menyerap racun ini dari tanaman atau bakteri lain yang mengandung racun Agrimycin tersebut. Hama yang menjadi sasaran pemberantasan Agrimycin adalah Pseudomonas solanacearum pada suatu tanaman. Cara penggunaan Agrimycin yaitu dengan cara disemprot. 3) Score, merupakan pesitisida jenis fungisida dengan kandungan bahan aktifnya Difenokonazol 250 g/L dan formulasinya 250 EC. Score bekerja secara sistemik, dimana jamur atau cendawan menyerap racun ini dari tanaman atau jamur lain yang mengandung racun Score tersebut. Hama yang menjadi sasaran pemberantasan Score antara lain, yaitu hawar pelepah pada tanaman padi, Alternaria porri pada bawang merah dan bawang putih, Cercospora capsici pada cabai, Alternaria solani pada tomat dan kentang, Phodosphaera leucotricha pada apel, Isaryopsis grisulla pada kacang panjang dan Cercospora sp. pada tanaman semangka. Cara penggunaan score ini yaitu dengan cara disemprot. 4) Dursban, merupakan pesitisida jenis insektisida dengan kandungan bahan aktifnya Klorpirifos 200 g/L dan formulasinya 20 EC. Cara insektisida ini merusak serangga adalah dengan cara kontak, racun lambung dan juga melalui perut. Hama yang menjadi sasaran pemberantasan Dursban antara lain, yaitu ulat grayak pada tanaman bawang merah, kutu daun pada cabai, lalat bibit pada jagung, ulat daun dan belalang pada kacang hijau, lalat kacang pada kacang tanah, perusak daun pada kakao, ulat tanah pada kedelai, penghisap buah pada kelapa sawit, kepik hijau pada kubis, pengggulung daun pada lada dan petsai, ulat pupuk pada tembakau dan ulat api pada tomat, wortel. Cara penggunaan insektisida ini yaitu dengan cara disemprot. 5) Derosol, merupakan pesitisida jenis fungisida dengan kandungan bahan aktifnya Karbendazim 500 g/L dan formulasinya 500 SC. Derosol bekerja secara sistemik, dimana jamur atau cendawan menyerap racun ini dari tanaman atau jamur lain yang mengandung racun Derosol tersebut. Hama yang menjadi sasaran pemberantasan

70

Derosol

adalah

antraknosa

pada

tanaman

semangka.

Cara

penggunaan Derosol yaitu dengan cara disemprot. 6) Klerat, merupakan pesitisida jenis rodentisida dengan kandungan bahan aktifnya Bridufakum 0,005% dan formulasinya adalah RM-B. Klerat bekerja secara sistemik, dimana hewan pengerat (tikus) menyerap racun ini dari tanaman atau hewan lain yang mengandung racun Klerat tersebut. Hama yang menjadi sasaran pemberantasan Klerat adalah tikus sawah (Rattus argentiventer) pada tanaman pangan dan tikus semak (Rattus tiomanicus) pada semak. Cara penggunaan Klerat yaitu dengan cara diumpan. 7) Daconil, merupakan pesitisida jenis fungisida dengan kandungan bahan aktifnya Klorotalonil 75% dan formulasinya 75 WP. Cara Daconil merusak jamur atau cendawan adalah dengan cara kontak. Hama yang menjadi sasaran pemberantasan Daconil antara lain, yaitu Alternaria porri pada tanaman bawang merah, tomat, kentang dan cabai, antraknosa pada kacang tanah, kelapa dan Phytophtora infestans pada tanaman teh dan pisang. Cara penggunaan Daconil yaitu dengan cara disemprot. 8) Decis, merupakan pesitisida jenis insektisida dengan kandungan bahan aktifnya Deltometrin 25 g/L dan formulasinya 2,5 EC. Cara insektisida ini merusak serangga adalah dengan cara kontak. Hama yang menjadi sasaran pemberantasan Decis antara lain, yaitu thrips dan kutu persik pada tanaman cabai, belalang pada jagung, lalat bibit pada kacang hijau, penghisap buah pada kakao, penggerek buah pada kapas, penghisap polong pada kedelai, ulat api pada kelapa sawit, ulat perusak daun pada kubis, bubuk buah pada lada, penghisap daun pada teh, penggerek pucuk pada tembakau, thrips pada semangka, lalat buah pada tomat dan kutu daun pada tanaman kentang. Cara penggunaan Decis yaitu dengan cara disemprot. 9) Curacron, merupakan pesitisida jenis insektisida dengan kandungan bahan aktifnya Profenofos 500 g/L dan formulasinya 500 EC. Cara insektisida ini merusak serangga adalah dengan cara kontak. Hama yang menjadi sasaran pemberantasan Curacron adalah serangga pada tanaman kubis, kentang, tomat, bawang merah, cabai, kacang hijau,

71

jeruk, tembakau, tebu dan kapas. Cara penggunaan insektisida ini yaitu dengan cara disemprot. 10) Antracol, merupakan pesitisida jenis fungisida dengan kandungan bahan aktifnya Propineb 70% dan formulasinya 70 WP. Cara Antracol merusak jamur atau cendawan adalah dengan cara kontak. Hama yang menjadi sasaran pemberantasan Decis antara lain, yaitu Plasmophora viticola, Alternaria porri, Colletotrichum sp. pada tanaman anggrek, bawang, bawang putih, cabai merah, cengkeh, jeruk, kentang, tomat, lada, petsai, rosella, teh dan tembakau. Cara penggunaan Antracol yaitu dengan cara disemprot. 11) Agrept, merupakan pesitisida jenis bakterisida dengan kandungan bahan aktifnya Streptomisin sulfat 20% dan formulasinya 20 WP. Cara Agrept merusak bakteri adalah dengan cara sistemik, dimana bakteri menyerap racun ini dari tanaman atau bakteri lain yang mengandung racun Agrept tersebut. Hama yang menjadi sasaran pemberantasan Agrept adalah Pseudomonas solanacearum pada tanaman tomat. Cara penggunaan Agrept yaitu dengan cara disuspensikan terlebih dahulu baru kemudian disemprot. 12) Furadan, merupakan pestisida jenis insektisida dan juga sebagai nematisida. Bahan aktif yang terkandung dalam Furadan adalah Karbofuran 3%. Furadan bekerja secara sistemik, dimana serangga menyerap racun ini dari tanaman atau hewan lain yan mengandung racun furadan tersebut. Beberapa jenis hama yang dapat diberantas menggunakan Furadan ini diantaranya adalah penggerek batang, wereng hijau, lalat daun dan ganjur pada tanaman padi sawah, lundi pada padi gogo, nematoda bintil akar pada kentang, tomat dan nematoda pada tanaman teh. Cara penggunaan Furadan yaitu dengan cara ditaburkan pada tanah pada tanaman yang terserang hama atau serangga tersebut. 13) Gramoxone, merupakan pestisida jenis herbisida. Bahan aktif yang digunakan berupa Parakuat diklorida 276 gr/l. Gramoxone bekerja secara kontak dan berformulasi SL. Gramoxone bekerja spesifik pada gulma jenis daun lebar, sempit dan teki di pertanaman. Cara aplikasinya dengan cara disemprotkan pada gulma.

72

14) Round Up, merupakan pestisida jenis herbisida. Bahan aktif yang digunakan berupa Isopropil aminglifosfat 486 gr/l. Gramoxone bekerja secara sistemik dan berformulasi SL. Gramoxone bekerja spesifik pada gulma jenis alang-alang, Panicum rapens, Axoropus compressus, Ottochoa nodosa yang biasanya menyerang tanaman cengkeh, kakao, karet, kelapa, kelapa sawit, dll. Cara aplikasinya dengan cara disemprotkan pada gulma.

73

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008. http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida. Diakses pada tanggal 22 Mei 2012. Anonim. 2010. Gloeosporium sp. http://id.wikipedia.org/. Diakses pada tanggal 22 Mei 2012. Anonim. 2010. Pengendalian Hayati. http://blog.ub.ac.id/rizkip/. Diakses pada tanggal 22 Mei 2012. Garret. 1963. Soil Fungi and Soil Fertility. Pengamon Press. New York. Hasan, B. 2005. Dasar-dasar Agronomi. Rajawali Pers. Jakarta. Khalsoven. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. PT Ichtiar Baru - Van Hoeve. Jakarta. 701 halaman. Kurniasih, Novy. 2009. Pengaruh Larva P. xylostella yang Terparasit dan Tidak Terparasit oleh D. semiclausum Terhadap Luas Kerusakan Daun Kubis (Brassicca oleraceae). Skripsi, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang. Maryani, Marheni, Mariati dan S. Rosita. 2005. Pengaruh Metil Eugenol dalam Pengendalian Lalat Buah (Bactrocera dorsalis) pada Pertanaman Jeruk. Natur Indonesia 9 (2): 127 130. Purwantisari, S. dan R. B. Hastuti. 2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen Phytophthora infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang Dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal. Jurnal Bioma. Vol. 11, No. 1, Hal. 24-32. Universitas Diponegoro. Rudyct. 2005. http://rudyct.250x/sem1_012/kel_012.htm. Diakses pada tanggal 22 Mei 2012. Sastrohidayat. 1982. Gejala Penyakit Tanaman Sayuran. Usaha Nasional. Surabaya. Sosromarsono, S. 2000. Sejarah Pengendalian Hayati Serangga Hama dengan Parasitoid di Indonesia. Makalah dalam Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Parasitoid, 21-25 Februari 2000. PKPHT-HPT. IPB. Speight, M. R., M.D. Hunter and A.D. Wall. 1999. Ecology of insect. Blackwell Science Ltd.p.259. Suhardi, Drs. 1993. Evolusi Avertebrata. Universitas Indonesia. Jakarta. Soeprapto.1992. Ilmu Hama Khusus Tanaman Keras I. FP UGM. Yogyakarta. Sukamto, S., Y.D.Junianto, L., Sulistyowati, dan L., Sari. 1999. Keefektifan Trichoderma sp. Sebagai Agen pengendali Hayati Rhizoctonia solani pada Bibit Kopi. Pelita Perkebunan. Universitas Lampung. Lampung. Sulistyorini, Mulyadi, dan Sulistyowati, L. 1995.Antagonisme Jamur Trichoderma sp. dengan Jamur Fusarium oxysporum f.sp. cubense pada Tanaman Pisang di Rumah Kaca. Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah PFI. Mataram, 27-29 September 1995. Susetya, N. 2004. Serangga di Sekitar Kita. Kanisius. Yogyakarta.

74

D. Identifikasi Gulma dan Pengaruh Penyemprotan Herbisida 1. Identifikasi Gulma a. Hasil Pengamatan 1) Alang-alang (Imperata cylindrica) Taksonomi Devisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Magnoliopsida : Poales : Poaceae : Imperata : Imperata cylindries

Gambar 4.1 Alang-alang (Imperata cylindrica) Tipe gulma : Daun sempit Ciri-ciri morfologi : a) Daun kasap berbulu b) Menjalar di permukaan tanah 2) Tapak liman (Elephantopus scaber L) Taksonomi Devisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Magnoliopsida : Arterales : Arteraceae : Elephantopus : Elephantopus scaber

Gambar 4.2 Tapak liman (Elephantopus scaber L) Tipe gulma : Daun lebar Ciri-ciri morfologi : a) Daun bergelombang b) Permukaan daun kasar, berbulu c) Tepi daun bergelombang

75

3) Rumput teki (Cyperus rotundus) Taksonomi Devisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies Tipe gulma Gambar 4.3 Rumput teki (Cyperus rotundus) Ciri-ciri morfologi : a) Daun halus dan licin b) Bunga berwana putih c) Terdapat geragih d) Batang semu berbentuk segitiga 4) Putri malu (Mimosa pudica) Taksonomi Devisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Dicotyledoneae : Polipetales : Leguminosae : Mimosa : Mimosa pudica teki-tekian : Spermatophyta : Liliopsida : Cyperales : Cyperaceae : Cyperus : Cyperus rotundus : Rumput-rumputan /

Tipe gulma : Daun lebar Gambar 4.4 Putri malu (Mimosa pudica) e) Batang berduri f) Daun majemuk g) Akar tunggang Ciri-ciri morfologi :

76

b. Pembahasan Gulma menurut Arie (1994) adalah tumbuhan pengganggu yang nilai negatif apabila tumbuhan tersebut merugikan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung dan sebaliknya tumbuhan dikatakan memiliki nilai positif apabila mempunyai daya guna manusia. Pengertian gulma yang lain adalah tumbuhan yang tumbuh tidak sesuai dengan tempatnya dan tidak dikehendaki serta mempunyai nilai negatif. Sedikit telah dijelaskan di atas bahwa gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Gulma dapat bersifat teknis dan plastis. Teknis, karena berkait dengan proses produksi suatu tanaman pertanian. Keberadaan gulma menurunkan hasil karena mengganggu pertumbuhan tanaman produksi melalui kompetisi. Plastis, karena batasan ini tidak mengikat suatu spesies tumbuhan. Pada tingkat tertentu, tanaman berguna dapat menjadi gulma. Sebaliknya, tumbuhan yang biasanya dianggap gulma dapat pula dianggap tidak mengganggu. Contoh, kedelai yang tumbuh di sela-sela pertanaman monokultur jagung dapat dianggap sebagai gulma, namun pada sistem tumpang sari keduanya merupakan tanaman utama. Meskipun demikian, beberapa jenis tumbuhan dikenal sebagai gulma utama, seperti teki dan alang-alang (Anonima, 2010). Gulma mengkibatkan kerugian-kerugian yang antara lain

disebabkan oleh : 1. Persaingan antara tanaman utama sehingga mengurangi kemampuan berproduksi, terjadi persaingan dalam pengambilan air, unsur-unsur hara dari tanah, cahaya dan ruang lingkup. 2. Pengotoran kualitas produksi pertanian, misalnya pengotoran benih oleh biji-biji gulma. 3. Allelopathy yaitu pengeluaran senyawa kimiawi oleh gulma yang beracun bagi tanaman yang lainnya, sehingga merusak

pertumbuhannya. 4. Gangguan kelancaran pekerjaan para petani, misalnya adanya duriduri Amaranthus spinosus, Mimosa spinosa di antara tanaman yang diusahakan.

77

5. Perantara atau sumber penyakit atau hama pada tanaman, misalnya Lersia hexandra dan Cynodon dactylon merupakan tumbuhan inang hama ganjur pada padi. (Tjitrosoedirdjo, 1983). Ada beberapa jenis gulma yang ada. Gulma ini dapat dibedakan berdasarkan daya rusaknya, jenis tumbuhan itu sendiri dan dapat juga berdasarkan bentuknya. Gulma dibedakan atas tiga kelompok, yaitu: 1) Gulma teki-tekian Kelompok ini memiliki daya tahan luar biasa terhadap pengendalian mekanik karena memiliki umbi batang di dalam tanah yang mampu bertahan berbulan-bulan. Selain itu, gulma ini menjalankan jalur fotosintesis C4 yang menjadikannya sangat efisien dalam menguasai areal pertanian secara cepat. Ciri-cirinya adalah penampang lintang batang berbentuk segi tiga membulat, dan tidak berongga, memiliki daun yang berurutan sepanjang batang dalam tiga baris, tidak memiliki lidah daun, dan titik tumbuh tersembunyi. Kelompok ini mencakup semua anggota Cyperaceae (suku tekitekian) yang menjadi gulma. Contoh: teki ladang (Cyperus rotundus), udelan (Cyperus kyllinga), dan Scirpus moritimus. 2) Gulma rumput-rumputan Gulma dalam kelompok ini berdaun sempit seperti teki-tekian tetapi memiliki stolon, alih-alih umbi. Stolon ini di dalam tanah membentuk jaringan rumit yang sulit diatasi secara mekanik. Contoh gulma kelompok ini adalah alang-alang (Imperata cylindrica). 3) Gulma daun lebar Berbagai macam gulma dari anggota Dicotyledoneae termasuk dalam kelompok ini. Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir masa budidaya. Kompetisi terhadap tanaman utama berupa kompetisi cahaya. Daun dibentuk pada meristem pucuk dan sangat sensitif terhadap kemikalia. Terdapat stomata pada daun terutama pada permukaan bawah, lebih banyak dijumpai. Terdapat tunas-tunas pada nodusa, serta titik tumbuh terletak di cabang. Contoh gulma ini ceplukan (Physalis angulata L.), wedusan (Ageratum conyzoides L.), sembung rambut (Mikania michranta), dan putri malu (Mimosa pudica).

78

Dari hasil praktikum yang dilakukan di laboratorium, ada beberapa jenis gulma yang diamati yang antara lain adalah : 1) Rumput Teki (Cyperus rotundus) Merupakan gulma pertanian yang biasa dijumpai di lahan

terbuka. Apabila orang menyebut "teki", biasanya yang dimaksud adalah jenis ini, walaupun ada banyak jenis Cyperus lainnya yang berpenampilan mirip. Teki sangat adaptif dan karena itu menjadi gulma yang sangat sulit dikendalikan. Ia membentuk umbi (sebenarnya adalah tuber, modifikasi dari batang) dan geragih (stolon) yang mampu mencapai kedalaman satu meter, sehingga mampu menghindar dari kedalaman olah tanah (30 cm). Teki menyebar di seluruh penjuru dunia, tumbuh baik bila tersedia air cukup, toleran terhadap genangan, mampu bertahan pada kondisi kekeringan. Tumbuhan ini termasuk dalam tumbuhan berfotosintesis melalui jalur C4 (Anonim, 2010). Gulma Rumput teki (Cyperus rotundus) merupakan salah satu jenis gulma teki-tekian, memiliki ciri morfologi yaitu batang berbentuk segitiga tumpul, berdaun runcing, mempunyai bunga berwarna putih, mempunyai umbi batang yang ada di bawah permukaan tanah, mempunyai daun pada pangkal batang terdiri dari 4-20 helai, pelepah daun tertutup tanah. Helai daun bergaris dan berwarna hijau tua mengkilat dan mempunyai bunga dengan benang sari sebanyak tiga helai dan berwarna cokelat. Gulma jenis ini termasuk gulma yang cukup ganas dan penyebarannya luas. Klasifikasinya adalah: Divisio Klas Ordo Familia Genus Spesies : Magnoliophyta : Liliopsida : Cyperales : Cyperaceae : Cyperus : Cyperus rotundus

2) Tapak Liman (Elephanthopus scaber L.) Tumbuhan ini tumbuh liar di lapangan rumput, pematang, kadang-kadang ditemukan dalam jumlah banyak, terdapat di dataran rendah sampai dengan 1.200 m di atas permukaan laut. Terna tahunan,

79

tegak, berambut, dengan akar yang besar, tinggi 10 cm - 80 cm, batang kaku berambut panjang dan rapat, bercabang dan beralur. Daun tunggal berkumpul di bawah membentuk roset, berbulu, bentuk daun jorong, bundar telur memanjang, tepi melekuk dan bergerigi tumpul. Panjang daun 10 cm - 18 cm, lebar 3 cm - 5 cm. Daun pada percabangan jarang dan kecil, dengan panjang 3 cm - 9 cm, lebar 1 cm - 3 cm. Bunga bentuk bonggol, banyak, warna ungu. Buah berupa buah longkah. Masih satu marga tetapi dari jenis lain, yaitu Elephantopus tomentosa L., mempunyai bunga wama putih, bentuk daun bulat telur agak licin, mempunyai efek therapy yang sama, tapi khasiat penurun panas dan anti radang kurang poten. Lebih sering digunakan pada rheumatic dan anti kanker (Anonim, 2005). Tapak liman (Elephantopus scaber L) merupakan salah satu jenis gulma berdaun lebar, dengan ciri morfologi yaitu memiliki akar batang daun, daun memiliki lengkuk pada bagian tepinya, dan permukaan daun dilapisi oleh bulu-bulu halus. Klasifikasi dari tapak liman (Elephantopus scaber L) ini adalah: Divisio Klas Ordo Familia Genus Spesies : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Asterales : Asteraceae : Elephantopus : Elephantopus scaber

3) Alang-alang (Imperata cylindrica) Alang-alang atau ilalang ialah sejenis rumput berdaun tajam, yang kerap menjadi gulma di lahan pertanian. Rumput menahun dengan tunas panjang dan bersisik, merayap di bawah tanah. Ujung (pucuk) tunas yang muncul di tanah runcing tajam, serupa ranjau duri. Batang pendek, menjulang naik ke atas tanah dan berbunga, sebagian kerapkali (merah) keunguan, kerapkali dengan karangan rambut di bawah buku. Tinggi 0,2 1,5 m, di tempat-tempat lain mungkin lebih. Helaian daun berbentuk garis (pita panjang) lanset berujung runcing, dengan pangkal yang menyempit dan berbentuk talang, panjang 12-80 cm, bertepi sangat kasar dan bergerigi tajam,

80

berambut panjang di pangkalnya, dengan tulang daun yang lebar dan pucat di tengahnya. Karangan bunga dalam malai, 6-28 cm panjangnya, dengan anak bulir berambut panjang (putih) lk. 1 cm, sebagai alat melayang bulir buah bila masak. Klasifikasi dari Alang-alang (Imperata cylindrica) ini adalah: Divisi Klas Ordo : Magnoliophyta : Liliopsida : Poales

Familia : Poaceae Genus : Imperata

Spesies : Imperata cylindrica 4) Putri malu (Mimosa pudica) Putri malu (Mimosa pudica) adalah perdu pendek anggota suku polong-polongan yang mudah dikenal karena daun-daunnya yang dapat secara cepat menutup/layu dengan sendirinya saat disentuh. Walaupun sejumlah anggota polong-polongan dapat melakukan hal yang sama, putri malu bereaksi lebih cepat daripada jenis lainnya. Kelayuan ini bersifat sementara karena setelah beberapa menit keadaannya akan pulih seperti semula. Kelayuan daun ini disebabkan oleh terjadinya perubahan tekanan turgor pada tulang daun. Gerak ini disebut seismonasti, yang walaupun dipengaruhi rangsang sentuhan (tigmonasti). Tanaman ini juga menguncup saat matahari terbenam dan merekah kembali setelah matahari terbit. Tanaman putri malu menutup daunnya untuk melindungi diri dari hewan pemakan tumbuhan (herbivora) yang ingin memakannya. Warna daun bagian bawah tanaman putri malu berwarna lebih pucat. Klasifikasi dari Putri malu (Mimosa pudica) ini adalah: Divisio Klas Ordo Familia Genus Spesies : Spermatophyta : Dicotyledoneae : Polipetales : Leguminosae : Mimosa : Mimosa pudica

81

2. Uji Aplikasi Herbisida a. Hasil Pengamatan

Gambar 4.5 Sebelum Disemprot Dengan Herbisida Sistemik

Gambar 4.6 Aplikasi Herbisida Sistemik

Gambar 4.7 Sebelum Disemprot Dengan Herbisida Kontak

82

Gambar 4.8 Aplikasi Herbisida Kontak Keterangan : 1) Presentase kerusakan / Gulma mati : 90% Jenis gulma yang ada Herbisida Jenis racun 2) Presentase kerusakan Jenis gulma yang ada Herbisida Jenis racun Analisis Data Kalibrasi Dosis Gramaxone/Ha Gramaxone 2 lt/Ha kebutuhan larutan 400 Lt Konsentrasi larutan per liter = 5 ml/L air Luas lahan: 2,25 m2 Volume semprot = = 90 ml larutan Volume Gramaxone 2,25 m2 = x 90 ml = = : rumput teki : Roundup : sistemik : 97% : rumput teki : Gramaxone : kontak

= 0,45 ml 5 ml/L Dosis Roundup/Ha Roundup 8 lt/Ha kebutuhan larutan 400 Lt Konsentrasi larutan per liter = = = 20 ml/L air

83

Volume semprot = = 90 ml Volume Roundup 2,25 m2 = 1,8 ml 20 ml/L b. Pembahasan Salah satu cara pengendalian OPT adalah secara kimiawi. Pengendalian OPT secara kimiawi menggunakan pestisida. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang dugunakan untuk membunuh jasad hidup yang menggangggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk kesejahteraan hidupnya. Menurut Borror (1992) karena pestisida merupakan bahan racun, maka penggunaannya perlu kehati-hatian dengan memperhatikan keamanan pengguna, bahan yang diberi pestisida dan lingkungan sekitar. Perhatikan petunjuk pemakaian yang tercantum dalam label dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penggunaan bahan racun, khususnya pestisida. Herbisida merupakan nama umum bagi senyawa kimia yang bersifat racun dan dapat digunakan untuk membasmi dan memberantas hama tanaman. Penyakit dan gulma lainnya juga dapat dibasmi dengan ini, selain juga serangga, tikus, nematoda, gulma, bakteri, fungi dan juga tungau adalah berbagai jasad pengganggu pada tanaman yang dapat juga menurunkan produksi tanaman. Herbisida dibuat dan digunakan sesuai dengan jenis penyakit yang menyerang suatu tanaman (Widiyanto, 1993). Cara identifikasi dengan membandingkan tumbuhan gulma dengan gambar paling praktis dan dapat dikerjakan sendiri di tempat, oleh karena telah banyak publikasi gambar dan foto-foto gulma. Dua publikasi gulma P3GI yang disebutkan pada alinia pertama bab ini, sangat berguna untuk keperluan tersebut. Identifikasi dengan membandingkan =

determinasi dari spesies gulma kemudian mencari dengan kunci identifikasi sedikit banyak kita harus memahami istilah biologi yang berkenaan dengan morfologi yang dapat dipelajari pada buku karangan (Sukman Yakub,2001) Berdasarkan cara kerjanya, herbisida dibagi menjadi 2 jenis yaitu : a. Herbisida sistemik (Systemic Pesticide) Pestida sistemik adalah herbisida yang diserap dan dialirkan keseluruh bagian tanaman sehingga akan menjadi racun bagi hama

84

yang memakannya. Kelebihannya tidak hilang karena disiram. Kelemahannya, ada bagian tanaman yang dimakan hama agar herbisida ini bekerja. Herbisida ini untuk mencegah tanaman dari serangan hama Contoh : Neem oil. b. Herbisida kontak langsung (Contact pesticide) Herbisida kontak langsung adalah herbisida yang reaksinya akan bekerja bila bersentuhan langsung dengan hama, baik ketika makan ataupun sedang berjalan. Jika hama sudah menyerang lebih baik menggunakan jenis herbisida ini. Contoh : Sebagian besar herbisida kimia. (Anonim,2009). Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma). Lahan pertanian biasanya ditanami sejenis tanaman pertanian. Namun demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena kompetisi dalam mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan atau keluarnya substansi alelopatik, tumbuhan lain ini tidak diinginkan keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian tumbuhan gulma. Hasil pengamatan yang dilakukan pada praktikum Uji Aplikasi Herbisida mendapatkan hasil prosentase kerusakan herbisida Roundup adalah 90%, dengan jenis gulma yang ada adalah rumput teki dan bekerja secara sistemik. Sedangkan pada Gramaxone dengan jenis gulma yang ada sama yaiti teki yang mendominasi. Prosentase kerusakan yang dialami 97% dengan jenis racun kontak. Hasil prosentase ini dihitung setelah melakukan penyemprotan dengan jangka waktu 1 minggu untuk mengematinnya. Menunjukkan hasil yang berbeda dengan prosentase kerusakan pada penggunaan herbisida jenis Gramaxone lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena jenis racun kontak lebih cepat bereaksi dengan tumbuhan dibandingkan yang sistemik, sistemik lebih memerlukan banyak waktu untuk mendapatkan hasil yang sama dengan jenis racun kontak.

85

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2005. Tanaman Obat Indonesia. http://www.iptek.net.id. Diakses pada Tanggal 28 Mei 2012. Anonim.2009. http://www.anggrek.info/index1.php?topic=pest&section=pestisida Diakses tanggal 1 Juni 2010. Anonima. 2010. Gulma. http://wikipedia.or.id. Diakses pada Tanggal 28 Mei 2012. Anonimb. 2010. Teki Ladang. http://wikipedia.or.id. Diakses pada Tanggal 28 Mei 2012. Arie, Arifin. 1994. Perlindungan Tanaman, Hama Penyakit dan Gulma. Surabaya: Usaha Nasional. Barus, Emanuel. 2003. Pengendalian Gulma Di Perkebunan. Yogyakarta: Kanisus. Borror, Donal J, et al. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Gadjah Mada University. Yogyakarta. Sukman Yakub, Yernelis. 2001. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Fakultas pertanian Universitas Sriwijaya : Palembang Tjitrosoedirdjo, S. 1983. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT. Gramedia, Jakarta. 210 hal. Widyanto.1993. Evolusi Avertebrata. Universitas Indonesia. Jakarta

86

E. Identifikasi Hama dan Diagnosis Penyakit di Lapang 1. Hasil pengamatan a. Waktu dan Tempat Pengamatan Waktu pengamatan : Sabtu, 5 Mei 2012 Lokasi pengamatan : Dusun Pulosasri, Kecamatan Kebakramat, Kabupaten Karanganyar

Gambar 5.1 Lokasi Lahan Pertanaman Cabai

Gambar 5.2 Gejala Penyakit Antraknosa (Pathek)

Gambar 5.3 Gejala Hama Penyakit Keriting (Thrip pannspinus)

87

b. Identifikasi Hama Penyakit Keriting (Thrip pannspinus)

Gambar 5.4 Hama Thrips 1) Gejala : ujung daun keriting dan bercak khlorosis karena cairan daun dihisap, lapisan bawah daun berwarna perak 2) Tanda : adanya strip-strip pada daun dan juga pembawa bibit penyakit 3) Patogen : hama Thrips 4) Ciri morfologi : panjang tubuh coklat kehitaman. c. Diagnosis Penyakit Antraknosa (Pathek) 1 mm, tubuh berwarna kuning hingga

Gambar 5.5 Antraknosa (Pathek) a) Gejala : bercak agak mengkilap, buah menjadi coklat kehitaman dan membusuk, terdapat hifa putih b) Tanda : buah busuk berwarna kuning coklat seperti terkena sengatan matahari diikuti oleh busuk basah yang terkadang ada julangannya c) Patogen : cendawan Colletotricum capsisi sydow dan Colletotricum gloesporides pens

88

d) Ciri morfologi : mempunyai hifa bersepta, warna hialin yang kemudian beerubah menjadi gelap, konidium berbentuk jorong 2. Pembahasan a. Identifikasi Hama Thrips Hama thrips (Thrips sp) sudah tidak asing lagi bagi para petani cabai. Panjang tubuh sekitar + 1 mm, serangga ini tergolong sangat kecil namun masih bisa dilihat dengan mata telanjang. Thrips biasanya menyerang bagian daun muda dan bunga . Gejala serangan hama ini adalah adanya strip-strip pada daun dan berwarna keperakan. Noda keperakan itu tidak lain akibat adanya luka dari cara makan hama thrips. Kemudian noda tersebut akan berubah warna menjadi coklat muda. Yang paling membahayakan dari thrips adalah selain sebagai hama perusak juga sebagai carrier atau pembawa bibit penyakit (berupa virus) pada tanaman cabai. Untuk itu, bila mengendalikan hama thrips, tidak hanya memberantas dari serangan hama namun juga bisa mencegah penyebaran penyakit akibat virus yang dibawanya (Anonim, 2011). Thrips pada cabe termasuk sub ordo Terebrantia yaitu thrips tabaci. Pada sub ordo ini terdapat ovipositor yang berfungsi untuk menusuk dan meletakkan telur kedalam jaringan tanaman. Thrips panjang tubuhnya 1-2 mm berwarna hitam, datar, langsing dan mengalami metamorfosis sederhana/ setengah sempurna yaitu mulai dari telur kemudian nimfa/thrips muda berwarna putih atau kuning baru setelah itu menjadi thrips dewasa sebelum mengalami dua sampai empat instar (Anonim, 2009). Thrips muda atau nimfa akan berwarna putih pucat atau pucat kekuningan sampai kepada berwarna jernih. Biasanya Thrips muda ini gerakannya masih sangat lambat dan pergerakannya hanya terbatas pada tempat dimana dia memperoleh makanan. Nimfa terdiri dari empat instar, dan Instar pertama sudah mulai menyerang tanaman. sayap baru akan terlihat pada masa pra-pupa. Daur hidup sekitar 7-12 hari. Imago akan bergerak lebih cepat dibanding dengan nimfanya, telah memiliki sayap yang ukurannya relatif panjang dan sempit, imago ini tubuhnya berwarna kuning pucat sampai kehitam-hitaman. Serangga dewasa berukuran 1-2 mm. Imago betina dapat bertelur sampai 80 butir yang diletakkannya ke dalam jaringan epidhermal daun dengan bantuan

ovipositornya yang tajam (Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992).

89

Gejala serangannya pada permukaan daun akan terdapat bercakbercak yang berwarna putih seperti perak. Hal ini terjadi karena masuknya udara ke dalam jaringan sel-sel yang telah dihisap cairannya oleh hama Thrips tersebut. Apabila bercak-bercak tersebut saling berdekatan dan akhirnya bersatu maka daun akan memutih seluruhnya mirip seperti warna perak. Lama kelamaan bercak ini akan berubah menjadi warna coklat dan akhirnya daun akan mati. Daun-daun cabai yang terserang hebat maka tepinya akan menggulung ke dalam dan kadang-kadang juga terdapat bisulbisul. Kotoran- kotoran dari Thrips ini akan menutup permukaan daun sehingga daun menjadi hitam. Jadi pada umumnya bagian tanaman yang diserang oleh Thrips ini adalah pada daun, kuncup, tunas yang baru saja tumbuh, bunga serta buah cabai yang masih muda (Setiadi, 2004). Klasifikasi hama Thrips ini adalah: Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Thysanoptera b. Diagnosis Penyakit Antraknosa (Pathek) Penyakit antraknosa atau patek pada tanaman cabai disebabkan oleh Cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum

gloeosporioides Pens, penyakit antraknosa atau patek ini merupakan momok bagi para petani cabai karena bisa menghancurkan panen hingga 2090 % terutama pada saat musim hujan, cendawan penyebab penyakit antraknosa atau patek ini berkembang dengan sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi yaitu bila lebih dari 80 rH dengan suhu 32 derajat selsius biasanya gejala serangan penyakit antraknosa atau patek pada buah ditandai buah busuk berwarna kuning-coklat seperti terkena sengatan matahari diikuti oleh busuk basah yang terkadang ada jelaganya berwarna hitam. Sedangkan pada biji dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila telah menjadi kecambah dapat menimbulkan rebah kecambah. Pada tanaman dewasa dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi lanjut ke bagian lebih bawah yaitu daun dan batang yang menimbulkan busuk kering warna cokelat kehitam-hitaman (Sanjaya, et al., 2002). Untuk mengendalikan penyakit patek (anraknosa) pada tanaman cabai tidak bisa dilakukan hanya saat sudah mulai terjadinya serangan, namun harus dimulai dari awal proses penanaman. Untuk lebih lengkapnya

90

cara mengendalikan penyakit patek pada tanaman cabai bisa dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Gunakan bibit yang sehat. Jika ingin menggunakan bibit sendiri, jangan menggunakan dari bekas cabai yang terserang patek karena spora jamur tersebut mampu bertahan pada benih cabai. 2) Pilih lokasi lahan yang bukan bekas tanaman cabai, terong, tomat dll (satu famili dengan cabai). Spora Gloeosporium maupu Colletotricum mampu beradaptasi hidup dalam tanah dalam waktu tahuna. 3) Pergunakan pupuk dasar maupun kocoran yang rendah unsur Nitrogen, karena unsur N hanya akan membuat tanaman cabai menjadi rentan. Selain itu unsur N juga akan membuat tanaman menjadi rimbun yang akan meningkatkan kelembaban sekitar tanaman. 4) Perbanyak unsur Kalium dan Calsium untuk membantu pengerasan kulit buah cabai 5) Pergukanlah mulsa plastik untuk menghindari penyebaran spora jamur melalui percikan air hujan 6) Pergunakanlah jarak tanam yang ideal sesuai dengan varietas yang akan kita tanam Usahakan jangan terlalu rapat karena hal ini akan sangat membahayakan keselamatan tanaman cabai 7) Lakukan pencegahan dengan penyemprotan fungisida kontak berbahan aktif mankozeb atau tembaga hidroksida secara rutin satu minggu sekali (tetapi ini betentangan dengan konsep pengendalian hama secara terpadu) 8) Lakukan perempelan untuk mengurangi krimbunan tanaman cabai 9) Pergunakan peralatan yang terbebas dari penyebab penyakit patek 10) Jika langkah-langkah diatas sudah dilakukan tetapi masih terjadi serangan penyakit patek maka segeralah buang tanaman yang sakit kalau perlu membakarnya. 11) Segeralah melakukan tindakan penyelamatan terhadap cabai yang belum terserang secepatnya (saya katakan secepatnya karena penyakit patek bisa menyebar dalam hitungan jam). Tindakan yang perlu dilakukan adalah menyemprot dengan fungisida kontak (dithane, nordox, kocide, antracol, dakonil dll) bersamaan dengan sistemik (derosal, bion M, amistartop dll) (Setiadi, 2004).

91

Faktor penyebab tanaman patek adalah sebagai berikut : 1) Penggunaan pupuk N yang terlalu banyak yang menyebabkan tanaman menjadi rimbun dan kelembaban meningkat akhirnya timbul jamur. Dengan demikian pupuk N harus dikurangi. 2) Kelembaban iklim mikro, dimana kelembaban ini timbul akibat jarak tanam yang terlalu rapat serta pemangkasan yang tidak dilakukan. 3) Percikan air hujan atau air siraman yang mengenai buah cabai. Akibatnya buah cabai diselimuti air hujan atau air siraman tersebut menimbulkan jamur. Maka untuk pengendaliannya harus menggunakan MPHP atau penutup tanah (Anonim, 2010).

92

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2009. Gejala Serangan Hama Thrips. http://indonesiachili.com/pest.htm. Diakses tanggal 13 Juni 2012 Anonim, 2010. Antraknosa atau Patek pada Tanaman Cabai. http://tohariyusuf.wordpress.com/2010/01/11/anthraknosa-atau-patek-padatanaman-cabai/. Diakses tanggal 13 Juni 2012 Anonim, 2011. Hama Thrips pada Cabai. http://epetani.deptan.go.id/budidaya/hamadan-penyakit-utama-pada-tanaman-cabai-serta-pengendaliannya-1782. Diakses tanggal 13 Juni 2012 Direktorat Perlindungan Tanaman, 1992. Pedoman Pengenalan dan Pengendalian Hama Tanaman Cabe. Jakarta Sanjaya, L. Wattimena, G.A., Guharja, E., Yusuf, M., Aswidinnor, H. dan Stam, P., 2002. Keragaman Ketahanan Aksesi Capsicum Terhadap Antraknosa (Colletotrichum capsici) Berdasarkan Penanda RAPD. Jurnal Bioteknologi Pertanian. Vol. 7. No. 2. 2002. pp 37-42. Setiadi, 2004., Bertanam Cabai. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

93

III. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Morfologi, Identifikasi Hama, dan Gejala Kerusakan Tanaman a. Hama yang mengganggu tanaman pokok berasal dari filum mamalia, nematoda, gastropoda, chordata, homoptera, hemiptera, dan diptera b. Setiap hama tanaman memiliki morfologi berdasarkan tipe ordonya c. Untuk mengidentifikasi jenis hama dapat dilakukan dengan yang berbeda-beda

menggunakan kunci determinasi yang dibuat berdasarkan ciri-ciri morfologi serangga d. Tanda gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga hama dapat dijadikan sebagai petunjuk identifikasi OPT. Misalnya daun kelapa menjadi bergerigi tidak rata, daun kelapa mengering, dan terjadi kerusakan mekanik pada batang (batang berlubang), akibat serangan kumbang badak 2. Identifikasi Patogen a. Tipe gejala yang timbul pada tanaman akibat pathogen digolongkan menjadi 3 yaitu nekrosis, hiperplasis, hipoplasis b. Media umum untuk pembiakan jamur adalah Potato Dextrose Agar (PDA), sedangkan medium umum untuk pembiakan bakteri adalah Nutrient Agar (NA) c. Isolasi dapat dilakukan dengan jaringan tebal, misalnya menggunakan potongan apel busuk. Selain itu dapat dilakukan menggunakan jaringan tipis, misalnya menggunakan potongan daun kacang tanah yang terserang penyakit 3. Taktik Pengendalian OPT a. Untuk mengendalikan hama serangga, dapat menggunakan musuh alami, yaitu predator, parasitoid, dan antagonis patogen b. c. Contoh serangga predator adalah capung (ordo Odonata) Contoh serangga parasitoid adalah Apanteles sp dan Telenumus sp (ordo Hymenoptera) d. Beberapa hewan memiliki stadia tersendiri untuk menjadi musuh alami, misalnya pada belalang sembah adalah pada saat imago, Kumbang buas Coccinelidae pada saat larva dan dewasa

94

e.

Pengendalian OPT dapat dilakukan dengan penggunaan herbisida yang disesuaikan dengan jenis hama yang mengganggu

f.

Beberapa jenis racun pestisida yaitu sistemik, kontak langsung, dan lambung

g.

Metyl eugenol adalah salah satu atraktan yang berfungsi untuk menarik lalat buah jantan, yang kemudian akan terperangkap dan tidak bisa keluar dari perangkap

h.

Salah satu antagonis yang banyak digunakan untuk pengendali penyakit tanaman budidaya adalah Trichoderma spp., merupakan jamur asli tanah yang bersifat menguntungkan karena mempunyai sifat antagonis yang tinggi terhadap jamur-jamur patogen tanaman budidaya.

4.

Identifikasi Gulma dan Pengaruh Penyemprotan Herbisida a. Herbisida adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan yang

menyebabkan penurunan hasil yang disebabkan oleh gulma b. c. Herbisida ada 2 jenis yaitu herbisida kontak dan herbisida sistemik Salah satu contoh dari herbisida kontak adalah Gramoxone, dan herbisida sistemik adalah Round Up d. Gulma dibedakan menjadi 3 yaitu gulma berdaun lebar, gulma rumputrumputan, dan gulma teki-tekian e. Berdasarkan hasil analisis data maka kebutuhan larutan Gramoxone untuk 2,25 m2 adalah 0,45 mL dalam 2,25 m2 f. Sedangkan untuk kebutuhan larutan Round up untuk 2,25 m2 adalah 1,8 mL dalam 2,25 m2 g. Penghitungan kebutuhan larutan herbisida harus tepat, agar efisien dan efektif dalam pembasmian gulma. Takarannya harus sesuai dengan kebutuhan per satuan luas h. Pada uji aplikasi herbisida, gulma lebih cepat mati pada yang diberi perlakuan herbisida kontak. i. Berdasarkan pada pengamatan presentase kematian gulma yang disebabkan oleh herbisida kontak Gramoxone sebesar 99 %, ada 2 jenis gulma dalam luasan lahan yang disemprot j. Sedangkan untuk presentase kematian gulma yang disebabkan oleh herbisida sistemik Round Up sebesar 40%, juga ada 2 jenis gulma dalam luasan lahan yang disemprot.

95

5.

Identifikasi Hama dan Diagnosis Penyakit di Lapang a. b. Thrips pada cabe termasuk sub ordo Terebrantia yaitu thrips tabaci Gejala serangan Thrips pada permukaan daun akan terdapat bercakbercak yang berwarna putih seperti perak c. Penyakit antraknosa atau patek pada tanaman cabai disebabkan oleh Cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum

gloeosporioides Pens d. Untuk mengendalikan penyakit patek (anraknosa) pada tanaman cabai tidak bisa dilakukan hanya saat sudah mulai terjadinya serangan, namun harus dimulai dari awal proses penanaman B. Saran 1. Setiap pelaksanaan praktikum berjalan on time, co ass juga sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, mampu membimbing praktikan dengan baik 2. Sebaiknya untuk bab hasil pengamatan tidak usah ditulis tangan, karena agak menyulitkan praktikan saat pembuatan laporan, menjadi tidak efisien waktu. Lebih baik diketik saja 3. Kesan menyenangkan bertemu dengan hewan-hewan yang menjadi musuh petani dengan ini menjadikan tahap awal mahasiswa mengenal organismeorganisme pengganggu tanaman pokok pertanian 4. Waktu pelaksanaan pratikum tiap acara terlalu singkat, menyebabkan saat pengamatan tergesa-gesa. 5. Buku petunjuk pratikum perlu diperbaiki, agar tiap acara tersedia di dalam buku. 6. Pratikum ini memberi banyak wawasan serta pengalaman karena dapat mengamati hama dan tanda penyakit serta melakukan secara langsung pengendalian OPT.

Anda mungkin juga menyukai