PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 2 ABSTRAK
HURRI INAYATI. Potensi Antibakteri Ekstrak Daun Kedondong Bangkok (Spondias dulcis Forst.). Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan SURYANI. Tanaman kedondong bangkok merupakan tanaman kebun yang berpotensi sebagai tanaman obat. Hampir semua bagian tanaman ini dapat digunakan untuk mengobati penyakit. Penelitian ini bertujuan menentukan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) ekstrak daun kedondong bangkok terhadap bakteri Gram positif (Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus) dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa) dan menentukan senyawa metabolit pada tanaman tersebut. Berdasarkan uji aktivitas filtrat, daun kedondong bangkok tua yang segar secara umum memiliki aktivitas antibakteri yang lebih besar dibandingkan dengan daun yang muda. Daun kedondong bangkok tua yang telah dikeringkan diekstraksi dengan menggunakan tiga pelarut, yaitu metanol, aseton, dan heksana. Ekstrak metanol menghasilkan rendemen tertinggi, yaitu 37.59%. Semua ekstrak daun kedondong bangkok diuji aktivitas antibakterinya. Ekstrak metanol memiliki zona hambat paling besar terhadap bakteri uji. Ampisilin (0.4 mg/mL) digunakan sebagai pembanding. Ekstrak metanol menunjukkan hasil positif untuk senyawa saponin, alkaloid, dan tanin berdasarkan uji fitokimia. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun kedondong bangkok, maka semakin besar zona hambat yang dihasilkan. Nilai KHTM ekstrak metanol daun kedondong bangkok terhadap bakteri E. coli sebesar 2 mg/mL, P. aeruginosa sebesar 5 mg/mL, S. aureus sebesar 5 mg/mL, dan B. subtilis sebesar 4 mg/mL.
3 ABSTRACT
HURRI INAYATI. Antibacterial Potency of Ambarella Leaves Extract (Spondias dulcis Forst.). Supervised by MARIA BINTANG and SURYANI. Ambarella plants is not just a garden plant but it can be a herbal plant. All part of the plant can be used to cure disease. The aims of this research are to determine minimum inhibition concentration (MIC) from ambarella leaves extract to Gram positive (Escherichia coli and Pseudomonas aeruginosa) and Gram negative bacteria (Bacillus subtilis and Staphylococcus aureus) and determine metabolite compounds. Based on the test of filtrate activity, the old fresh ambarella leaves had higher antibacterial activity than the young fresh leaves. The dried old ambarella leaves were extracted using three solvents, they were hexane, acetone, and methanol. Methanol extract gave the highest result, it was 37.59%. All extract of ambarella leaves were tested for antibacterial activity. Methanol extract had highest activity to the bacteria. Ampisilin (0.4 mg/mL) was used as positive control. Methanol extract gave positive response to saponin, alcaloid, and tannin based on phytochemical test. The higher concentration of ambarella leaves extract gave the higher inhibition zone. MIC point of ambarella leaves extract to E. coli is 2 mg/mL, P. aeruginosa is 5 mg/mL, S. aureus is 5 mg/mL, and B. subtilis is 4 mg/mL.
4 POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN KEDONDONG BANGKOK (Spondias dulcis Forst.)
HURRI INAYATI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia
PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 5 Judul Skripsi : Potensi Antibakteri Ekstrak Daun Kedondong Bangkok (Spondias dulcis Forst.) Nama : Hurri Inayati NIM : G44103037
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S. Dr. Suryani, M.Sc. Ketua Anggota
Diketahui
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S. NIP 131 473 999
Tanggal Lulus: 6 PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2007 sampai bulan Juli 2007 dengan judul Potensi Antibakteri Ekstrak Daun Kedondong Bangkok (Spondias dulcis Forst.). Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S. selaku pembimbing utama dan Dr. Suryani, M.Sc. selaku pembimbing kedua atas semua arahan, masukan, dan bimbingannya selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf penunjang Laboratorium Biokimia atas semua fasilitas dan bantuannya, dan teman-teman Biokimia angkatan 40, khususnya Ratna, Nia, Dwi, Adi, Metty, Henry, Uci, Rama, Ayu, dan Rio. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu, Ayah, Hana, dan Hilmi atas semua kasih sayang, doa, dan dukungannya. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari sempurna dan masih banyak kelemahan maupun kekurangan yang akan ditemui dalam tulisan ini. Kritik dan saran yang bersifat membangun diperlukan untuk perbaikan penulisan yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Bogor, Agustus 2007
Hurri Inayati
7 RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 Januari 1986 dari pasangan Supriyatno dan Nuryana Ningsih. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis berhasil menyelesaikan sekolah di SMU Negeri 1 Serpong (sekarang SMA Negeri 1 Cisauk). Penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun yang sama. Penulis memilih Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis aktif dalam himpunan profesi Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) pada tahun 2003/2004 sebagai anggota di Departemen Keilmuan. Tahun 2006, penulis melaksanakan praktek lapang di Laboratorium Teknologi Bioindustri Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (LTB BPPT), Puspiptek, Serpong. Tema yang diambil adalah Optimasi Proses Reaksi untuk Produksi Biodiesel dari Minyak Sawit dengan Katalis NaOH.
8 DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ...... viii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA Kedondong Bangkok (Spondias dulcis Forst.) ............ ............................ 1 Morfologi Bakteri ..................................................................................... 2 Bakteri Uji ................................................................................................ 3 Antibakteri ................................................................................................ 4 Ekstraksi .................................................................................................... 4 BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ......................................................................................... 5 Metode ...................................................................................................... 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air .................................................................................... 7 Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi ................................................. 7 Analisis Fitokimia .................................................................................... 7 Aktivitas Antibakteri Filtrat Daun Kedondong Bangkok Segar ............... 8 Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kedondong Bangkok Kering .......... 9 Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) ................. 9 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ................................................................................................. 11 Saran ........................................................................................................ 11 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 11 LAMPIRAN ................................................................................................. 13
9 DAFTAR TABEL
Halaman 1 Perbedaan bakteri Gram positif dan Gram negatif ...................................... 2 2 Perolehan rendemen ekstrak ....................................................................... 7 3 Hasil analisis fitokimia ekstrak daun kedondong bangkok ..... 8 4 Aktivitas antibakteri berdasarkan metode David Stout ............................... 9
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Tanaman kedondong bangkok ....... .............................................................. 2 2 Aktivitas antibakteri filtrat daun kedondong bangkok ................................ 8 3 Aktivitas antibakteri ekstrak daun kedondong bangkok .............................. 9 4 Aktivitas antibakteri dengan variasi konsentrasi ekstrak ............................ 10
10 DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Perlakuan daun kedondong bangkok segar ................................................ 14 2 Uji ekstrak daun kedondong bangkok kering ............................................. 15 3 Kadar air daun kedondong bangkok segar ................................................. 16 4 Kadar air daun kedondong bangkok pada suhu 50 C ............................... 16 5 Perolehan rendemen ekstrak daun kedondong bangkok ............................ 17 6 Diameter zona hambat filtrat daun kedondong bangkok segar .................. 17 7 Diameter zona hambat ekstrak daun kedondong kering (500 mg/mL) dan ampisilin (0.4 mg/mL) ............................................................................... 18 8 Efektivitas ekstrak 0.4 mg/mL terhadap ampisilin 0.4 mg/mL .................. 18 9 Diameter zona hambat ekstrak metanol daun kedondong bangkok terhadap berbagai konsentrasi .................................................................... 19 10 Uji ANOVA nilai KHTM E. col i ............................................................. 20 11 Uji Tukey pada nilai KHTM E. coli ......................................................... 20 12 Uji ANOVA nilai KHTM P. aeruginosa ................................................. 20 13 Uji Tukey pada nilai KHTM P. aeruginosa .............................................. 20 14 Uji ANOVA nilai KHTM B. subtilis ....................................................... 21 15 Uji Tukey pada nilai KHTM B. subtilis . .................................................. 21 16 Uji ANOVA nilai KHTM S. aureus ........................................................ 21 17 Uji Tukey pada nilai KHTM S. aureus .................................................... 21 18 Hasil uji filtrat daun kedondong bangkok ............................................... 22 19 Hasil uji fitokimia ekstrak metanol daun kedondong bangkok ... 22 20 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol (pelarut air) .................... 23 21 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak heksana ........................................ 23 22 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak aseton dan ekstrak metanol (pelarut metanol) .................................................................................... 23 23 Hasil uji ampisilin 0.4 mg/mL ................................................................ 24 24 Hasil uji penentuan KHTM ..................................................................... 24
11 PENDAHULUAN
Banyak tanaman yang tumbuh di negara ini dapat digunakan sebagai tanaman obat mengingat Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Pemakaian obat tradisional untuk berbagai macam pengobatan sudah lama dipraktikan oleh masyarakat Indonesia. Dorongan masyarakat pada saat ini untuk kembali ke alam (back to nature) sangat besar karena pengobatan dengan menggunakan bahan-bahan sintetik kimia (obat-obat kimia) cukup mahal dan memiliki efek samping yang serius. Keuntungan dari ramuan obat yang berasal dari tanaman, yaitu membuatnya tidak sulit dan biaya meramunya pun relatif murah. Efek samping yang ditimbulkan diharapkan tidak seperti obat-obatan kimia mengingat bahan bakunya adalah bahan alami. Salah satu penyebab penyakit adalah bakteri. Bakteri tertentu diketahui merupakan mikrob penyebab penyakit (patogen) bagi manusia. Berbagai upaya dilakukan untuk melawan bakteri patogen, antara lain melalui penemuan senyawa yang dapat membunuh bakteri. Senyawa ini dikenal dengan antibakteri. Salah satu zat antibakteri adalah antibiotik. Antibiotik ada yang langsung digunakan dari hasil metabolit sekunder mikroorganisme dan ada yang dalam bentuk turunannya yang sudah mengalami proses pengolahan. Hal ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan aktivitas kerja dan efektivitas antibiotik. Pemakaian antibiotik sebagai antibakteri dapat menimbulkan efek negatif, yaitu timbulnya resistensi bakteri terhadap aktivitas kerja antibiotik. Untuk menghindari efek ini maka dilakukan usaha mencari senyawa antibakteri dari alam yang dapat digunakan untuk mengurangi efek negatif antibiotik. Tanaman yang memiliki potensi sebagai sumber zat antibakteri adalah kedondong bangkok (Spondias dulcis Forst.). Tanaman kedondong termasuk famili Anacardiaceae yang merupakan tanaman buah atau tanaman kebun dan terdapat di hampir seluruh daerah tropis. Selain buahnya dapat dimakan, daun muda yang direbus dijadikan lalapan oleh masyarakat Indonesia. Daun, buah, dan kulit batangnya dapat digunakan untuk mengatasi luka bakar dan borok di kulit. Kandungan seratnya cukup baik, sehingga bisa digunakan untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan (Depkes 2007). Godokan kulit kayunya mujarab 12 untuk obat penyakit disentri, dan sangat berguna dalam mengobati penyakit radang telinga anak anak (BPPT 2005). Beberapa penelitian menyebutkan tanaman kedondong bangkok memiliki khasiat menyembuhkan penyakit borok, kulit perih, luka bakar, radang telinga, dan disentri. Sampai saat ini belum ada penelitian secara ilmiah tentang khasiat tanaman ini sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan menentukan KHTM ekstrak daun kedondong bangkok terhadap pertumbuhan bakteri Gram positif (Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis) dan bakteri Gram negatif (Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa) dan menentukan senyawa metabolit pada tanaman tersebut. Hipotesis penelitian adalah ekstrak daun kedondong bangkok memiliki senyawa aktif yang bersifat antibakteri. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai potensi antibakteri ekstrak kedondong bangkok dan senyawa aktif yang diduga memiliki potensi antibakteri. Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa tanaman ini mempunyai efek antibakteri, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah bagi tanaman tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Kedondong Bangkok (Spondias dulcis Forst.) Tanaman kedondong bangkok (Spondias dulcis Forst., sebelumnya bernama Spondias cytherea) merupakan tanaman buah yang berasal dari famili Anacardiaceae. Tanaman ini berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara. Tanaman ini juga telah tersebar ke seluruh daerah tropis. Kedondong bangkok merupakan jenis unggul yang biasa ditanam para petani. Selain jenis ini, jenis kedondong unggul lainnya adalah kedondong kendeng dan kedondong karimunjawa (Prihatman 2004). Saat ini sudah banyak budidaya tanaman kedondong bangkok untuk dijadikan tanaman buah dalam pot (tambulampot). Tanaman ini tumbuh dengan cepat, tingginya dapat mencapai 18 m. Tanaman ini tumbuh dengan batang yang tegak, agak kaku, dan simetris (Gambar 1). Daunnya mengkilat, sedikit oval dengan ujung melancip, panjang tangkai sekitar 13 20-60 cm dan tiap tangkai terdiri atas 9-25 helai. Daunnya mudah berganti-ganti (rontok) di musim kering (kemarau). Bunga putih kecil dihasilkan oleh tandan yang besar dengan bunga jantan dan betina yang sempurna di setiap tandan. Tangkai buahnya panjang menjuntai pada tandan dengan jumlah selusin atau lebih (Morton 1987). Perbanyakan tanaman ini dapat melalui bijinya. Indonesia mengenal tanaman ini dengan nama kedondong (Jawa), kadondong (Sunda), kedundung (Madura), kacencem (Bali), inci (Bima) karunrung (Makasar), dan dau kaci (Bugis). Thailand menyebutnya ma-kok-farang, di Kamboja disebut mokak, di Brazil disebut caja-manga, di Kostarika dikenal dengan jupln. Bahasa inggrisnya adalah ambarella, dan nama lainnya otaheite apple, great hog plum, dan golden apple. Klasifikasi tanaman kedondong bangkok adalah dunia Plantae, divisi Magnoliophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Magnoliopsida, ordo Sapindales, family Anacardiaceae, genus Spondias, spesies Spondias dulcis Forst. Manfaat buah kedondong diantaranya, dapat dimakan dalam keadaan segar, tetapi sebagian buah matang diolah menjadi selai, jeli, dan sari buah. Buah yang direbus dan dikeringkan dapat disimpan untuk beberapa bulan. Buah mentahnya banyak digunakan dalam rujak dan sayur, serta untuk dibuat acar (sambal kedondong). Daun mudanya yang dikukus dijadikan lalapan. Buah dan daunnya juga dijadikan pakan ternak. Kayunya berwarna coklat muda dan mudah mengambang, tidak dapat digunakan kayu pertukangan, tetapi kadang-kadang dibuat perahu. Banyak manfaat obat dari buah, daun, dan kulit batangnya. Beberapa negara melaporkan adanya manfaat untuk pengobatan borok, kulit perih, dan luka bakar (Prihatman 2004). Daun kedondong juga dapat digunakan untuk melunakkan daging (Morton 1987). Daun, kulit batang, dan kulit akar kedondong mengandung senyawa saponin, flavonoid, dan tanin.
Gambar 1 Tanaman kedondong bangkok 14 Morfologi Bakteri Bakteri merupakan mikrooganisme prokariot bersel tunggal (uniseluler). Sel- selnya secara khas berbentuk batang (basilus), bola (kokus), atau spiral (spirilium) dengan diameter sekitar 0.5-1.0 m dan panjangnya 1.5-2.6 m. Spesies bakteri tertentu menunjukkan pola penataan sel seperti tunggal, berpasangan, bergerombol, rantai, atau filamen (Pelczar & Chan 1986). Schunack et al. (1990) membedakan bakteri berdasarkan morfologi dan pemanfaatan kemoterapi menjadi dua, yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal, sedangkan peptidoglikan pada bakteri Gram negatif lebih tipis, tetapi memiliki membran luar yang tebal sehingga bersama-sama dengan peptidoglikan membentuk mantel pelindung yang kuat untuk sel (Mckanne & Kandel 1996). Bakteri Gram positif dan Gram negatif dibedakan berdasarkan pewarnaan Gram. Warna ungu menandakan bakteri Gram positif dan warna merah menandakan Gram negatif (Pelczar & Chan 1986). Perbedaan lain dari kedua bakteri ini terdapat pada Tabel 1. Tabel 1 Perbedaan bakteri Gram positif dan Gram negatif Perbedaan relatif Ciri Gram positif Gram negatif Struktur dinding sel Tebal (15-80 nm), berlapis tunggal (mono) Tipis (10-15 nm), berlapis tiga (multi) Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah (1- 4%), peptidoglikan sebagai lapisan tunggal, dan ada asam tekoat Kandungan lipid tinggi (11-22%), dan peptidoglikan ada di dalam lapisan kaku sebelah dalam Kerentanan terhadap penisilin Lebih rentan Kurang rentan Persyaratan nutrisi Relatif rumit pada banyak spesies Relatif sederhana Resistensi terhadap gangguan fisik Lebih resisten Kurang resisten Sumber : Pelczar & Chan (1986) Reproduksi bakteri terutama dengan cara pembelahan biner melintang. Beberapa spesies dapat bereproduksi dengan proses tambahan, yaitu spora reproduktif dan fragmentasi. Selang waktu yang dibutuhkan bagi sel untuk membelah diri atau untuk membuat populasi menjadi dua kali lipat dikenal 15 sebagai waktu generasi. Waktu generasi masing-masing spesies bakteri tidak sama tergantung kondisi dan nutrien (Pelczar & Chan 1986).
Bakteri Uji Penelitian ini menggunakan empat jenis bakteri uji standar, yaitu Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa (Bauer et al. 1968).
Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus digolongkan ke dalam bakteri Gram positif dan termasuk famili Micrococaceae. Bakteri ini berbentuk kokus dengan diameter 0.5- 1.5 m, terdapat dalam bentuk tunggal, berpasangan, atau bergerombol seperti anggur. Sifatnya patogen, tidak berspora, tidak berkapsul, nonmotil, dapat hidup secara anaeob fakultatif tetapi tumbuh lebih cepat pada keadaan aerob. Koloni bakteri akan menghasilkan pigmen berwarna putih, kuning, atau kuning jingga. Suhu optimum pertumbuhannya antara 30-37 C (Pelczar & Chan 1988; Lay & Hastowo 1992). pH optimum untuk pertumbuhannya berkisar 7.0-7.5 dan tumbuh baik dalam larutan NaCl 15% (Jawetz et al. 1996). Bakteri ini dapat ditemukan pada luka bernanah terutama dalam selaput hidung, folikel rambut, kulit, dan perineum (Jawetz et al. 1996). Fardiaz (1992) juga menambahkan bahwa bakteri ini terdapat pada makanan yang mengandung protein tinggi seperti telur dan sosis. Bakteri ini dapat menyebabkan pembengkakan bernanah pada gusi (Pelczar & Chan 1988), menyebabkan intoksikasi dan infeksi seperti bisul, pneumonia, mastitis pada hewan dan manusia (Fardiaz 1983), dan memproduksi enterotoksin penyebab keracunan yang bersifat tahan panas dan masih aktif setelah dipanasi pada suhu 100 C selama 30 menit (Fardiaz 1989).
Bacillus subtilis Bacillus subtilis merupakan bakteri Gram positif yang berbentuk batang besar, membentuk rantai, berspora, dan sifatnya aerob. Bakteri ini menggunakan sumber N dan C untuk energi pertumbuhan. Spora resisten terhadap perubahan 16 lingkungan, tahan terhadap panas, kering, dan desinfektan kimia tertentu selama waktu yang cukup lama dan tetap ada selama bertahun-tahun dalam tanah yang kering. Panjang bakteri ini 2-3 m dan lebarnya 0.7-0.8 m. B. subtilis dapat tumbuh pada suhu 45-55 C, minimum pada suhu 5-20 C, dan optimumnya bervariasi antara 25-37 C (Jawetz et al. 1996). Bakteri ini banyak terdapat di tanah, air, udara, saluran pencernaan hewan, dan bahan pangan tertentu. B. subtilis menyebabkan penyakit pada manusia dengan sistem imun terganggu, misalnya gastroenteritis akut dan meningitis (Jawetz et al. 1996). Bakteri ini juga dikenal sebagai penyebab keasaman pada makanan kaleng karena fermentasi gula yang dikandung bahan pangan tersebut (Buckle et al. 1985).
Escherichia coli Escherichia coli termasuk famili Enterobacteriaceae. Bentuknya batang atau koma dengan ukuran 1.1-1.5 m 2.0-6.0 m, terdapat dalam bentuk tunggal atau berpasangan dan dalam rantai pendek. Bakteri ini tergolong Gram negatif yang tidak berspora dan tidak berkapsul. E. coli tumbuh baik pada pH optimum 7.0-7.5 dengan suhu optimum 37 C. Bakteri ini nonmotil dan hidup secara anaerob fakultatif. Koloni yang terbentuk berwarna putih hingga kekuningan, dan permukaannya bergelombang di atas agar (Fardiaz 1983; Pelczar & Chan 1988). E. coli umumnya merupakan mikrob yang secara normal terdapat dalam saluran pencernaan hewan dan manusia. E. coli digunakan sebagai indikator pencemaran air. Bakteri ini tidak patogenik, tetapi dapat menyebabkan infeksi. Bila memasuki kandung kemih dapat menyebabkan sistitis. Beberapa galur tertentu dapat menyebabkan gastroenteritis, disentri pada manusia serta dapat menyebabkan diare (Fardiaz 1983; Pelczar & Chan 1988). Jawetz et al. (1996) menambahkan bahwa bakteri ini juga menyebabkan infeksi pada daerah paha.
Pseudomonas aeruginosa Pseudomonas aeruginosa termasuk famili Pseudomonaceae dan merupakan kelompok Gram negatif. Bakteri ini tidak tahan terhadap panas dan keadaan kering, oleh karena itu mudah dibunuh dengan proses pemanasan dan 17 pengeringan. P. aeruginosa dapat hidup secara aerobik dan tumbuh pada suhu 37 C, (Fardiaz 1989). Bakteri ini bersifat motil dan tumbuh baik pada media N dengan bermacam-macam senyawa karbon. Bentuknya batang kecil dengan diameter 0.5-4.0 m (Burchanan & Gibbons 1974). P. aeruginosa membentuk koloni bulat halus dengan fluoresensi kehijauan dan berbau aromatik yang enak. Bakteri ini hanya bersifat patogen dalam tubuh bila masuk ke daerah yang pertahanan normalnya tidak ada atau berperan dalam infeksi campuran (Jawetz et al. 1996). Bakteri ini juga merupakan penyebab berbagai jenis kerusakan bahan pangan yang sebagian besar berhubungan dengan kemampuan spesies ini dalam memproduksi enzim yang dapat memecah komponen lemak maupun protein dari bahan pangan (Buckle et al. 1985).
Antibakteri Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi, menimbulkan penyakit, dan merusak bahan pangan. Mikroorganisme dapat disingkirkan, dihambat, dan dibunuh dengan cara fisik maupun kimia. Senyawa antimikrob adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan mikrob dan dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan infeksi pada manusia, hewan, dan tumbuhan. Antimikrob meliputi antibakteri, antifungal, antiprotozoa, dan antivirus (Schunack et al. 1990). Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan bahkan dapat mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolismenya (Pelczar & Chan 1988). Cara kerja antibakteri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bakteriostatik dan bakterisidal. Antibakteri bakteriostatik bekerja dengan cara menghambat perbanyakan populasi bakteri dan tidak mematikannya, sedangkan bakterisidal bekerja dengan membunuh bakteri. Beberapa zat antibakteri bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi ( Atlas 1997; Schunack et al. 1990). Bakteriostatik dapat bertindak sebagai bakterisidal dalam konsentrasi yang tinggi (Schunack et al. 1990). Konsentrasi minimum yang dibutuhkan untuk menghambat bakteri dikenal sebagai konsentrasi hambat tumbuh minimuml (KHTM). Sifat antibakteri dapat berbeda satu dengan yang lainnya, ada yang berspektrum luas (broad spectrum) 18 bila menghambat atau membunuh bakteri Gram positif dan Gram negatif, berspektrum sempit (narrow spectrum) bila menghambat atau membunuh bakteri Gram positif atau Gram negatif saja, dan berspektrum terbatas (limited spectrum) bila efektif terhadap spesies bakteri tertentu (Djiwoseputro 1990; Todar 1997). Mekanisme kerja antibakteri dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu merusak dan menghambat sintesis dinding sel, mengubah permeabilitas sel, dan menghambat sintesis protein dan asam nukleat (Atlas 1997; Jawetz et al. 1996). Beberapa faktor dan keadaan yang dapat mempengaruhi kerja antibakteri, antara lain konsentrasi antibakteri, spesies bakteri, jumlah bakteri, adanya bahan organik, pH lingkungan, dan suhu (Pelczar & Chan 1988). Antibiotik merupakan kelompok terpenting di antara zat antibakteri. Antibiotik didefinisikan sebagai senyawa kimia yang dihasilkan atau diturunkan oleh organisme hidup termasuk struktur analognya yang dibuat secara sintetik dan dalam kadar rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu atau lebih spesies mikroorganisme (Siswandono & Soekardjo 1995). Ampisilin merupakan salah satu contoh antibiotik. Ampisilin adalah antibiotik turunan penisilin dan merupakan senyawa bakteriostatik berspektrum luas. Ampisilin tahan terhadap asam, tidak tahan terhadap penisilinase, dan bersifat sangat bakterisidal. Mekanisme kerjanya di dalam sel bakteri adalah menghambat pembentukan dinding sel dengan cara mencegah bergabungnya asam N- asetilmuramat. Kegunaan ampisilin, yaitu untuk pengobatan infeksi pada saluran pernafasan dan saluran seni, gonorhea, gastroenteritis, meningitis, dan infeksi tipoid (Siswandono & Soekardjo 1995).
Ekstraksi Ekstraksi adalah peristiwa pemindahan zat terlarut (solut) di antara dua pelarut yang tidak saling bercampur (Adijuwana & Nur 1989). Menurut Winarno et al. (1973) ekstraksi dapat diartikan sebagai cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi komponen-komponen terpisah. Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu fase air (aquous phase) dan fase organik (organic phase). Ekstraksi fase air menggunakan air sebagai pelarut, sedangkan ekstraksi fase organik menggunakan pelarut organik, seperti kloroform, eter, dan sebagainya. 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, toksisitas, kemampuan untuk mengekstrak, kemudahan untuk diuapkan, dan harga pelarut. Metode ekstraksi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ekstraksi sederhana dan khusus. Ekstraksi sederhana terdiri atas maserasi, perkolasi, reperkolasi, evakolasi, dan dialokasi. Ekstraksi khusus terdiri atas sokletasi, arus balik, dan ultrasonik (Harborne 1987). Maserasi digunakan untuk mengekstrak sampel yang relatif tidak tahan panas. Metode ini dilakukan hanya dengan merendam sampel dalam suatu pelarut dengan waktu tertentu, biasanya dilakukan selama sehari semalam (24 jam) tanpa menggunakan pemanas. Kelebihan metode ini adalah sederhana, tidak memerlukan alat-alat yang rumit, relatif murah, kerusakan komponen dapat dihindari karena tidak menggunakan panas sehingga baik untuk sampel yang tidak tahan panas. Kelemahannya antara lain, dari segi waktu dan penggunaan pelarut yang tidak efektif dan efisien karena jumlah pelarut yang digunakan relatif banyak dan membutuhkan waktu yang lebih lama (Meloan 1999 dalam Wulandari 2005).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun kedondong bangkok, bakteri Gram positif (S. aureus dan B. subtilis), bakteri Gram negatif (E. coli dan P. aeruginosa), yeast extract, bacto peptone, bacto agar, nutrient broth, nutrient agar, glukosa, heksana, aseton, metanol, akuades, pereaksi-pereaksi uji fitokimia (kloroform, H 2 SO 4 , ammonia, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendorf, pereaksi Wagner, metanol, pereaksi Lieberman Burchard, dan FeCl 1%). Alat-alat yang digunakan adalah laminar air flow hood, spektrofotometer, inkubator bergoyang, oven, eksikator, hot plate stirrer, lemari es, cawan petri, jarum ose, neraca analitik, autopipet, peralatan gelas, dan evaporator vakum.
20 Metode Pembuatan Filtrat Daun kedondong bangkok segar dicuci bersih dan dipisahkan menjadi daun muda dan daun tua. Masing-masing daun dipotong-potong dan dihaluskan dengan mortar. Filtrat yang diperoleh digunakan untuk uji pendahuluan bakteri. Hasil uji pendahuluan ini (daun muda atau daun tua) akan digunakan untuk metode selanjutnya.
Pembuatan Ekstrak Tahap ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan tiga pelarut, yaitu heksana, aseton, dan metanol. Daun kedondong bangkok segar dikeringkan dalam oven 50 C lalu diblender. Serbuk daun kedondong yang telah diketahui bobotnya direndam dengan masing-masing pelarut dengan perbandingan 1:10 selama 24 jam pada suhu ruang. Tahap maserasi ini dilakukan triplo. Setelah 24 jam, sampel disaring untuk memisahkan filtrat dengan ampas. Masing-masing filtrat dievaporasi menggunakan evaporator vakum untuk menguapkan pelarut. Ekstrak yang diperoleh digunakan untuk uji antibakteri, uji fitokimia, dan penentuan KHTM.
Penentuan Kadar Air Kadar air ditentukan dengan mengeringkan daun dalam oven bersuhu 105C selama 3 jam selanjutnya didinginkan dalam eksikator. Daun yang sudah dingin ditimbang. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh bobot yang konstan. Pinggan porselin yang digunakan harus dikeringkan terlebih dahulu dalam oven 105 C selama 30 menit dan didinginkan dalam eksikator. Pinggan ini kemudian ditimbang. Kadar air dihitung dengan persamaan : Kadar air = w1 w2
100% w w1 : bobot pinggan porselin ditambah bobot daun sebelum dikeringkan w2 : bobot pinggan porselin ditambah bobot daun setelah dikeringkan w : bobot daun
21 Uji Fitokimia (Harborne 1987) Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 gram sampel ditambahkan 5 mL kloroform dan 3 tetes ammonia. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 2 tetes H 2 SO 4 . Fraksi asam dibagi menjadi tiga tabung kemudian masing-masing ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer, dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada pereaksi Meyer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat pada pereaksi Wagner. Uji Saponin. Sebanyak 0.1 gram sampel ditambahkan 5 mL akuades dan dipanaskan selama lima menit. Setelah itu ekstrak disaring dan filtratnya dikocok. Adanya saponin ditunjukan dengan timbulnya busa selama 10 menit. Uji Flavonoid. Sebanyak 0.1 gram sampel ditambahkan metanol sampai terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditambahkan H 2 SO 4 , terbentuknya warna merah karena penambahan H 2 SO 4 menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 0.1 gram sampel ditambahkan 5 ml etanol lalu dipanaskan dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambahkan eter. Lapisan eter ditambahkan pereaksi Lieberman Burchard (3 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H 2 SO 4 pekat). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau menunjukkan adanya steroid. Uji Tanin. Sebanyak 0.1 gram sampel ditambahkan 5 mL akuades kemudian dididihkan selama beberapa menit. Kemudian disaring dan filtratnya ditambahkan dengan FeCl 1%. Warna biru tua atau hitam kehijauan yang terbentuk menandakan adanya tanin.
Pembuatan Media Pembuatan Media Nutrient Agar (NA). Media ini merupakan media agar miring. Sebanyak 23 g NA dilarutkan dalam 1 L akuades lalu dipanaskan dan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer sampai homogen. Larutan tersebut dimasukan ke dalam tabung reaksi sebanyak 5 mL, kemudian ditutup dengan kapas dan aluminium foil. Media disterilkan dengan otoklaf pada tekanan 1.5 atm, dengan suhu 121 C selama 15 menit. Tabung-tabung tersebut dimiringkan sebelum mengeras dan dibiarkan selama 24 jam. Media ini digunakan untuk 22 pertumbuhan bakteri. Formulasi perliter NA DIFCO adalah beef extract 3 g, bacto peptone 5 g, dan bacto agar 15 g. Pembuatan Media Cair Nutrient Broth (NB). Sebanyak 13 g media NB dilarukan dalam 1 L akuades, kemudian dipanaskan dan diaduk dengan magnetic stirrer sampai homogen. Sebanyak 10 mL larutan tersebut dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer dan ditutup dengan kapas dan aluminium foil. Media disterilkan dengan otoklaf pada tekanan 1.5 atm, suhu 121 C selama 15 menit. Pembuatan Media Peptone Yeast Glucose (PYG) (Bintang 1993). Sebanyak 10 g pepton, 10 g yeast extract, 20 g glukosa, dan 20 g agar dilarutkan dalam 1 L akuades lalu dipanaskan dan diaduk sampai larut. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 20 mL dan media disterilkan dengan otoklaf pada tekanan 1.5 atm, 121 C selama 15 menit. Media PYG digunakan untuk pembuatan agar cawan petri.
Regenerasi Bakteri Bakteri dibiakkan pada agar miring steril lalu diinkubasi pada 37 C selama 24 jam. Biakan tersebut diambil satu ose dan diinokulasikan ke labu Erlenmeyer yang berisi 10 mL media cair NB steril. Biakan diinkubasi pada inkubator bergoyang selama 24 jam dengan suhu 37 C. Setelah diinkubasi, kerapatan optik (optical density, OD) 25% T bakteri ini diukur pada panjang gelombang 600 nm.
Uji Aktivitas Antibakteri (Bintang 1993) Biakan bakteri yang telah diregenerasi dengan nilai OD 1.0 diambil sebanyak 50 L dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Biakan tersebut dicampurkan dengan media PYG cair ( 45 C) lalu didinginkan pada suhu kamar sampai menjadi padat. Media dilubangi dengan menggunakan pangkal pipet tetes steril (diameter 5.5 mm). Ekstrak daun kedondong bangkok dimasukkan ke dalam lubang tersebut sebanyak 50 L dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C. Aktivitas antibakteri diperoleh dengan mengukur zona bening yang menunjukkan bakteri tidak tumbuh disekitar lubang yang berisi ekstrak sampel. Kontrol positif yang digunakan adalah antibiotik ampisilin dengan konsentrasi 0.4 mg/mL.
23 Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) Penentuan KHTM dilakukan setelah diketahui ekstrak daun kedondong bangkok memiliki aktivitas antibakteri. Biakan bakteri uji sebanyak satu ose dimasukkan ke dalam 10 mL media cair NB lalu diinkubasi dalam inkubator bergoyang selama 24 jam pada suhu 37 C. Sebanyak 50 L biakan bakteri dengan nilai OD 1.0 dicampurkan ke dalam 20 mL media agar PYG bersuhu 45 C lalu dibiarkan sampai memadat. Media agar yang telah padat dilubangi dengan pangkal pipet tetes (diameter 5.5 mm). Variasi konsentrasi yang digunakan untuk menentukan KHTM adalah 250, 100, 75, 50, 25, 10, 5, 4, 3, 2, dan 1 mg/mL. Sebanyak 50 L sampel dimasukkan pada lubang media PYG yang telah diinkubasi dengan bakteri uji, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 C. Aktivitas antibakteri diperoleh dengan mengukur zona bening dengan menggunakan jangka sorong, minimal empat kali pengukuran diagonal dan nilainya dirata-ratakan.
Analisis Statistik Analisis statistik yang digunakan adalah rancangan percobaan dua faktor dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Model rancangannya: Yij = + i + ij Yij = diameter zona bening pada dosis ke-i ulangan ke-j = pengaruh rataan umum = pengaruh dosis ke-i = pengaruh acak pada dosis ke-i ulangan ke-j dengan i: 1 = 250 mg/mL 2 = 100 mg/mL 3 = 75 mg/mL 4 = 50 mg/mL 5 = 25 mg/mL 6 = 10 mg/mL 7 = 5 mg/mL 8 = 4 mg/mL 9 = 3mg/mL 10= 2 mg/mL 11= 1 mg/mL j: 1, 2 24 Rancangan ini digunakan pada penentuan nilai KHTM. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf 0.05, dan menggunakan uji Tukey sebagai uji lanjut. Analisis statistik menggunakan program SPSS 15.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kadar Air Penentuan kadar air bertujuan menyatakan kandungan zat dalam tumbuhan sebagai persen bahan kering dan untuk mengetahui ketahanan suatu bahan dalam penyimpanan (Harjadi 1993). Sebagian air harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan agar dapat memperpanjang masa simpan suatu bahan. Kadar air yang baik adalah kurang dari 10% karena pada kadar ini bahan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama sehingga kemungkinan rusak karena jamur sangat kecil. Kadar air yang diperoleh pada daun kedondong bangkok segar sebesar 81.96%. Tingginya kadar air pada tanaman ini kemungkinan karena adanya proses fotosintesis. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kedondong yang dikeringkan dalam oven pada suhu 50 C selama 24 jam lalu dijadikan bubuk dengan cara diblender. Tujuan digunakan daun kedondong bangkok kering supaya lebih tahan dalam penyimpanan, hasilnya lebih nyata, dan rendemen yang dihasilkan lebih banyak. Kadar air daun kedondong bangkok kering ini sebesar 76.74% tidak berbeda jauh terhadap kadar air yang dikeringkan pada 105 C. Tingginya nilai kadar air daun kering ini kemungkinan air yang terdapat pada daun tidak terikat secara fisik melainkan secara kimia sehingga air sulit untuk menguap.
Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi Daun kedondong bangkok yang telah dikeringkan dan menjadi bubuk diekstraksi maserasi dengan menggunakan tiga pelarut, yaitu metanol, aseton, dan heksana. Metode ekstraksi maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dilakukan dengan cara merendam sampel dalam pelarut selama waktu tertentu. Metode ini 25 sederhana dan tidak merusak senyawa yang tidak tahan panas. Senyawa yang terbawa pada proses ekstraksi adalah senyawa yang mempunyai polaritas sesuai dengan pelarutnya. Pemilihan tiga jenis pelarut tersebut berdasarkan sifat kepolarannya. Metanol bersifat polar, aseton bersifat semipolar, dan heksana bersifat nonpolar. Ekstraksi seperti ini berdasarkan prinsip like dissolve like, yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar, sehingga metanol akan melarutkan senyawa polar, aseton akan melarutkan senyawa semipolar, dan heksana akan melarutkan senyawa nonpolar. Nilai rendemen ekstrak dapat dilihat pada Tabel 2, yaitu, hasil ekstraksi dengan pelarut heksana sebesar 3.57%, pelarut aseton sebesar 24.32%, dan pelarut metanol menghasilkan rendemen sebanyak 37.59%. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa polar dan semipolar lebih banyak terekstrak daripada senyawa nonpolar. Hasil ini juga menunjukan bahwa senyawa polar dan semipolar lebih banyak terdapat pada daun kedondong bangkok. Tabel 2 Perolehan rendemen ekstrak Ekstrak Rendemen (%) Heksana 3.57 Aseton 24.32 Metanol 37.59
Analisis Fitokimia Analisis fitokimia merupakan suatu cara untuk mengetahui kandungan metabolit suatu tanaman secara kualitatif. Sampel yang digunakan untuk analisis ini adalah ekstrak metanol daun kedondong bangkok. Analisis fitokimia bertujuan mengetahui senyawa metabolit yang diharapkan berperan sebagai senyawa antibakteri. Senyawa-senyawa yang diuji adalah alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, triterpenoid, dan steroid. Hasil pengujian seperti yang terlihat pada Tabel 3 menunjukkan ekstrak metanol daun kedondong bangkok mengandung senyawa alkaloid, tanin, dan saponin. Hasil positif terhadap alkaloid pada penelitian ini ditandai dengan terbentuknya sedikit endapan merah pada pereaksi Dragendorf, endapan coklat pada pereaksi Wagner dan endapan putih pada pereaksi Meyer. 26 Adanya tanin ditandai dengan terbentuknya warna hitam kehijauan, dan adanya saponin ditandai dengan terbentuknya busa yang mantap selama 10 menit setelah dikocok. Tanin merupakan senyawa polifenol yang larut dalam air, gliserol, metanol, hidroalkoholik, dan propilena glikol, tetapi tidak dapat larut dalam benzena, kloroform, eter, petroleum eter, dan karbon disulfida (Harborne 1987). Tanin mempunyai rasa sepat dan juga bersifat sebagai antibakteri dan astringent atau menciutkan dinding usus yang rusak karena asam atau bakteri (Wienarno et al. 1997). Mekanisme penghambatan bakteri pada tanin adalah dengan cara bereaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim-enzim esensial, dan dekstruksi fungsi material genetik (Brannen & Davidson 1993). Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun. Senyawa ini dapat dideteksi karena kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis darah (Harborne 1987). Saponin diduga sebagai senyawa antibakteri pada daun kedondong bangkok karena memiliki kemampuan untuk menghambat fungsi membran sel sehingga merusak permeabilitas membran yang mengakibatkan dinding sel rusak atau hancur. Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam bentuk gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan fisiologis yang menonjol sehingga dapat digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harborne 1987). Menurut Jouvenaz et al. (1972) dan Karou et al. (2006), senyawa alkaloid dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif. Karou et al. (2006) mengatakan bahwa senyawa alkaloid dapat menyebabkan lisis sel dan perubahan morfologi bakteri. Tabel 3 Hasil analisis fitokimia ekstrak daun kedondong bangkok Senyawa Hasil Alkaloid + Tanin + Saponin + Flavonoid - Steroid/ triterpenoid - Keterangan: (+) menunjukkan hasil positif
27 Aktivitas Antibakteri Filtrat Daun Kedondong Bangkok Segar Uji pendahuluan penelitian ini menggunakan filtrat daun kedondong bangkok yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu daun muda dan daun tua. Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui potensi antibakteri terbesar di antara kedua filtrat terhadap bakteri uji. Hal ini didasari karena adanya perbedaan fisik pada daun tua dan daun muda, diantaranya daun tua lebih kaku dibandingkan daun muda, dan juga karena adanya perbedaan kandungan senyawa metabolit diantara kedua daun tersebut. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa daun tua memiliki zona hambat yang lebih besar daripada daun muda, namun tingkat aktivitas antibakteri berbeda-beda terhadap bakteri uji (E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus) yang digunakan. Gambar 2 menunjukkan bahwa baik daun muda dan daun tua memiliki potensi yang sama sebagai antibakteri. Dari hasil penelitian diperoleh zona hambat dari filtrat daun muda terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus berturut-turut adalah 20.225 mm, 20.900 mm, 20.275 mm, dan 25.813 mm. Zona hambat pada daun tua terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus berturut-turut adalah 20.563 mm, 25.488 mm, 20.238 mm, dan 28.175 mm. Daun tua dipilih untuk uji selanjutnya karena selain banyak dan mudah didapat, daun tua juga memiliki zona hambat yang lebih besar pada bakteri E. coli, S. aureus, dan P. aeruginosa yang lebih bersifat patogen.
0 5 10 15 20 25 30 E. coli P. aeruginosa B. subtilis S. aureus bakteri d i a m e t e r
z o n a
h a m b a t
( m m ) diameter daun muda (mm) diameter daun tua (mm)
Gambar 2 Aktivitas antibakteri filtrat daun kedondong bangkok.
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kedondong Bangkok Kering Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan ekstrak heksana, aseton, dan metanol yang dilarutkan dengan pelarutnya. Ekstrak metanol selain 28 dilarutkan dalam metanol, juga dilarutkan dalam pelarut air. Konsentrasi masing- masing ekstrak yang digunakan adalah 0.5 g/mL Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak metanol dengan pelarut metanol memiliki zona hambat yang paling besar, sedangkan ekstrak heksana menghasilkan zona hambat yang paling kecil. Aktivitas antibakteri dilihat dari zona bening di sekitar lubang yang berisi ekstrak. Daya hambat ekstrak heksana, aseton, dan metanol dapat dilihat pada Gambar 3. Semua ekstrak dapat menghambat bakteri Gram positif dan Gram negatif. Penghambatan ekstrak heksana terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus adalah 5.469 mm, 4.088 mm, 3.375 mm, dan 5.057 mm. Penghambatan ekstrak aseton terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus adalah 25.313 mm, 20.238 mm, 25.200 mm, dan 30.888 mm. Penghambatan ekstrak metanol dengan pelarut metanol terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus adalah 32.450 mm, 31.650 mm, 31.363 mm, dan 34.144 mm. Penghambatan ekstrak metanol dengan pelarut air terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus adalah 24.313 mm, 29.663 mm, 23.363 mm, dan 28.463 mm. Berdasarkan metode David Stout dalam Suryawiria (1978) seperti yang terlihat pada Tabel 4, aktivitas antibakteri ekstrak aseton, ekstrak metanol dengan pelarut metanol, dan ekstrak metanol pelarut air menghasilkan zona hambat lebih dari 20 mm sehingga tergolong ke dalam antibakteri yang sangat kuat. Penghambatan terhadap masing-masing bakteri berbeda-beda. Hal ini ditentukan oleh karasteristik bakteri yang tidak sama antara satu dengan lainnya dan tiap bakteri memiliki kemampuan yang berbeda dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kontrol positif yang digunakan adalah ampisilin dengan konsentrasi 0.4 mg/mL agar zona hambat lebih jelas dan dapat dibandingkan dengan ekstrak. Kontrol ampisilin menunjukkan aktivitas yang sangat kuat terhadap bakteri P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus sedangkan aktivitas yang kuat terhadap E. coli. Penghambatan ampisilin terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus adalah 15.600 mm, 25.200 mm, 27.600 mm, dan 27.200 mm. Data yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan ampisilin lebih menghambat bakteri Gram positif. Menurut Wattimena et al. (1991), ampisilin mempunyai 29 spektrum antibakteri yang sama dengan penisilin G terhadap bakteri Gram positif dan lebih selektif terhadap bakteri Gram positif. Penelitian selanjutnya menggunakan ekstrak metanol dengan pelarut air. Ekstrak metanol dengan pelarut air memiliki zona hambat yang besar terhadap bakteri P. aeruginosa daripada ekstrak aseton karena P. aeruginosa bersifat patogen. Meskipun ekstrak metanol dengan pelarut metanol dan ekstrak aseton juga memiliki zona hambat yang besar, pelarut tersebut sangat mudah menguap sehingga dikhawatirkan konsentrasi akan berubah menjadi tidak tepat dan dapat mempengaruhi hasil pengukuran selanjutnya. Tabel 4 Aktivitas antibakteri berdasarkan metode David Stout Diameter zona hambat Aktivitas antibakteri >20 mm Sangat kuat 10-20 mm Kuat 5-10 mm Sedang <5 mm Lemah Sumber: Suryawiria (1978)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 ampisilin heksana aseton metanol (pelarut air) metanol (pelarut metanol) ekstrak dan kontrol ampi si l i n d i a m e t e r
z o n a
h a m b a t
( m m ) E. coli P. aeruginosa B. subtilis S. aureus
Gambar 3 Aktivitas antibakteri ekstrak daun kedondong bangkok.
Penentuan Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) Penentuan KHTM dilakukan untuk mengetahui konsentrasi minimum sampel yang dapat membunuh bakteri secara pasti dari ekstrak daun kedondong bangkok. Suatu antibakteri dikatakan memiliki aktivitas yang tinggi bila KHTM terjadi pada kadar antibiotik yang rendah tetapi mempunyai daya hambat yang besar. Penetapan KHTM dapat dilakukan dengan menguji sederetan konsentrasi 30 antibiotik yang dibuat dengan cara pengenceran (Wattimena et al. 1991). Penelitian ini menggunakan deret konsentrasi 250, 100, 75, 50, 25, 10, 5, 4, 3, 2, dan 1 mg/mL dengan menggunakan metode Bintang (1993) karena cukup sederhana dan mudah digunakan. Variasi konsentrasi yang digunakan menghasilkan aktivitas antibakteri yang berbeda pada setiap bakteri. Berdasarkan hasil yang diperoleh, aktivitas antibakteri pada konsentrasi yang tinggi akan memberikan diameter zona hambat yang besar pula dan sebaliknya. Secara umum semakin tinggi konsentrasi ekstrak metanol daun kedondong bangkok kering maka semakin besar pula konsentrasi senyawa antibakteri yang ada dalam ekstrak daun kedondong bangkok kering. Zona hambat antibakteri yang sangat kuat pada ekstrak daun kedondong bangkok kemungkinan disebabkan karena adanya tiga senyawa metabolit yang bersifat antibakteri, yaitu alkaloid, tanin, dan saponin yang saling menguatkan aktivitasnya. Senyawa metabolit yang mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih aktif belum dapat diketahui dengan pasti karena tidak dilakukan pemisahan lanjutan. Konsentrasi ekstrak 250 mg/mL menghasilkan diameter zona hambat terbesar pada semua bakteri. Diameter E. coli, P. aeruginosa, B. subtilis, dan S. aureus pada konsentrasi 250 mg/mL masing-masing sebesar 32.500 mm, 27.700 mm, 28.400 mm, dan 26.882 mm. E. coli memiliki zona hambat terbesar di antara keempat bakteri dan paling mudah dihambat oleh ekstrak daun kedondong bangkok. Gambar 4 menunjukkan bahwa masing-masing bakteri memiliki KHTM yang berbeda-beda.
0 5 10 15 20 25 30 35 250 100 75 50 25 10 5 4 3 2 1 konsentrasi (mg/mL) d i a m e t e r
z o n a
h a m b a t
( m m ) E.coli P. aeruginosa B. subtilis S. aureus
Gambar 4 Aktivitas antibakteri dengan variasi konsentrasi ekstrak. 31 Nilai KHTM Bakteri Gram Negatif Konsentrasi 2 mg/mL dan 3 mg/mL pada bakteri E. coli memberikan diameter zona hambat yang tidak berbeda nyata pada uji Tukey dengan taraf 0.05, yaitu masing-masing sebesar 1.675 mm dan 2.100 mm. Diameter zona hambat pada konsentrasi 5 mg/mL dan 10 mg/mL, serta 75 mg/mL dan 100 mg/mL juga tidak berbeda nyata. Konsentrasi 25 mg/mL, 50 mg/mL, dan 75 mg/mL pada bakteri P. aeruginosa memberikan zona hambat yang tidak berbeda nyata. Konsentrasi terendah ekstrak daun kedondong bangkok yang masih dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli adalah 2 mg/mL dengan diameter sebesar 1.675 mm. P. aeruginosa dihambat pada konsentrasi yang lebih tinggi, yaitu 5 mg/mL dengan diameter sebesar 3.300 mm. Hal ini menunjukan P. aeruginosa lebih tahan terhadap ekstrak daripada E. coli. P. aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif yang lebih tahan terhadap berbagai jenis antibakteri karena struktur dinding selnya lebih kompleks. Infeksi yang terjadi karena bakteri ini tidak selalu dapat disembuhkan dengan obat (Lay & Hastowo 1992). P. aeruginosa memiliki beberapa protein pada membran luar, selain enzim -laktamase yang berperan dalam pertahanan terhadap molekul antibakteri. Ekstrak metanol dibandingkan dengan ampisilin pada konsentrasi yang sama, yaitu 0.4 mg/mL untuk mengetahui efektivitasnya. Zona hambat bakteri dengan konsentrasi 0.4 mg/mL dianggap sebagai sepersepuluh dari zona hambat konsentrasi ekstrak 4 mg/mL. Efektivitas ekstrak metanol pada bakteri E. coli adalah 1.40%. Efektivitas yang rendah dari ekstrak metanol terhadap ampisilin menunjukkan bahwa untuk menjadikan ekstrak sebagai antibiotik maka konsentrasi ekstrak harus ditingkatkan lagi.
Nilai KHTM Bakteri Gram Positif Diameter zona hambat dengan konsentrasi yang berbeda pada bakteri S. aureus saling berbeda nyata satu sama lain. Konsentrasi 75 mg/mL dan 100 mg/mL pada bakteri B. subtilis memiliki diameter zona hambat yang tidak berbeda nyata, yaitu masing-masing 22.888 mm dan 25.075 mm. Konsentrasi 4 mg/mL dan 5 mg/mL, serta 5 mg/mL dan 10 mg/mL juga tidak saling berbeda nyata. 32 Nilai KHTM pada S. aureus, yaitu pada konsentrasi 5 mg/mL dengan diameter zona hambat 3.050 mm. Bakteri B. subtilis masih dapat dihambat pada konsentrasi yang lebih rendah lagi, yaitu 4 mg/mL dengan diameter zona bening 2.238 mm. Hasil ini sejalan dengan Lay & Hastowo (1992) yang mengatakan B. subtilis lebih mudah dihambat pertumbuhannya dengan antibakteri yang bersifat menghambat sintesis dinding sel. Efektivitas ekstrak metanol pada B. subtilis hanya sebesar 0.81% dari kontrol positif ampisilin.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Rendemen dari ekstrak heksana, aseton, dan metanol berturut-turut adalah 3.57%, 24.32%, dan 37.59%. Ekstrak metanol memiliki aktivitas antibakteri tertinggi, sedangkan ekstrak heksana memiliki aktivitas antibakteri terendah. Ekstrak metanol memiliki spektrum luas (broad spectrum) dan bersifat bakterisidal. Senyawa antibakteri yang terdapat pada ekstrak daun kedondong bangkok adalah alkaloid, tanin, dan saponin. Nilai KHTM ekstrak metanol terhadap bakteri E. coli sebesar 2 mg/mL, P. aeruginosa sebesar 5 mg/mL, S. aureus sebesar 5 mg/mL, dan B. subtilis sebesar 4 mg/mL.
Saran Saran untuk penelitian selanjutnya adalah penelitian dapat dilakukan dengan menggunakan spesies tanaman kedondong lain dan menggunakan daun yang segar. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan cara yang berbeda. Ekstrak daun segar maupun daun kering juga dapat diuji terhadap bakteri patogen lainnya. Selain itu, dapat juga dilakukan pemurnian senyawa aktif yang berpotensi sebagai senyawa antibakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Adijuwana, Nur MA. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi. Bogor: PAU IPB.
33 Atlas RM. 1997. Principles of Microbiology. Ed ke-2. Iowa: WNC Brown.
Bauer AN et al. 1968. Antibiotic susceptibility testing by standardize single disc method. Am of Clin Panthol. 45: 493-496.
Bintang M. 1993. Studi antimikroba dari Streptococcus lactis BCC 2259 [disertasi]. Bandung: Program Doktor, Institut Teknologi Bandung.
[BBPT]. Balai Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2005. Kedondong karimunjawa. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan. [terhubung berkala]. http://www.iptek.net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?id=99 . [14 April 2007].
Brannen LA, Davidson PM. 1993. Antimicrobial in Foods. New York: Marcel Dekker.
Bucharan RE, Gibbons NE. 1974. Burgeys Manual of Determinative Bacteriology. Ed ke-8. Baltimore: William and Wilkins.
Buckle KA et al. 1985. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Pr.
[Depkes]. Departemen Kesehatan. 2007. Kedondong. Puslitbang Gizi dan Makanan. [terhubung berkala]. http://www.p3gizi.litbang.depkes.go.id/ . [14 April 2007].
Djiwoseputro. 1990. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Ed ke-11. Jakarta: Djambtan.
Fardiaz S. 1983 Bakteriologi Keamanan Pangan. Jilid 1. Bogor: Teknologi Pangan dan Gizi, IPB.
Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, IPB.
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, IPB.
Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Method.
Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Ed ke-20. Nugroho E, Maulany FR, penerjemah; Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Review of Medical Microbiology.
34 Jouvenaz DP, Blum MS, Macconnell JG. 1992. Antibacterial activity of venom alkaloids from the imported fire ant, Solenopsis invicta buren. American Society for Microbiology. 2(4): 291-293.
Karou D et al. 2006. Antibacterial activity of alkaloids from Sida acuta. African Journal of Biotechnology. 5(2): 195-200. [terhubung berkala]. http://www.academicjournals.org/AJB. [14 April 2007].
Lay W, Hastowo S. 1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali.
Mckanne L, Kandel J. 1996. Microbiology Essential and Aplication. Ed ke-2. New York: McGraw Hill.
Morton J. 1987. Ambarella. Fruits on Warm Climates. hal: 240-242. [terhubung berkala]. http://www.hort.purdue.edu/newcrop/morton/ambarella_ars.html. [14 April 2007].
Pelczar MJ, Chan ECS. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari Elements of Microbiology.
Pelczar MJ, Chan ECS. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid 2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari Elements of Microbiology.
Prihatman K. 2004. Tanaman buah kedondong. Pos Pelayanan Informasi Masyarakat UKM. [terhubung berkala]. http://ukm.pempropsu.go.id/info.detail.php.tanamanbuah_kedondong. [14 April 2007].
Schunack W, Mayer K, Haake M. 1990. Senyawa Obat. Ed ke-2. Wattimena JR, Subino, penerjemah; Yogyakarta: UGM Pr.
Siswandono, Soekardjo B. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga Univ. Pr.
Suryawiria U. 1978. Mikroba Lingkungan. Ed ke-2. Bandung: ITB.
Todar K. 1997. The Control of Microbial Growth. Wisconsin: University of Wisconsin
Wattimena JR, Nelly CS, Mathilda BW. 1991. Farmakodinamika dan Terapi Antibiotik. Yogyakarta: UGM Pr.
Wienarno MW et al. 1997. Efek daun katu (Saurophus androgenus Merr.) terhadap diare tikus putih. Cermin Dunia Farmasi. 33: 31-35.
Winarno, Fardiaz D, Fardiaz S. 1973. Ekstraksi, kromatografi, dan Elektroforesis. Bogor: Fatemeta, IPB 35 Wulandari NDM. 2005. Perbandingan metode ekstraksi buah mahkota dewa (Phaleria macrosarpa) dan uji toksisitas subkronis pada tikus putih [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
36
LAMPIRAN
37 Lampiran 1 Tahapan perlakuan daun kedondong bangkok segar
Daun kedondong bangkok segar Uji kadar air Uji aktivitas antibakteri filtrat Dikeringkan (50 C) aseton heksana metanol Ekstraksi maserasi 38 Lampiran 2 Tahapan uji ekstrak daun kedondong bangkok kering Ekstrak daun kedondong kering Uji aktivitas antibakteri Uji KHTM Uji fitokimia Konsentrasi ekstrak 250, 100, 75, 50, 25, 10, 5, 4, 3, 2, dan 1 mg/mL Uji tanin, saponin, alkaloid, flavonoid, steroid, dan triterpenoid Ekstrak metanol, ekstrak aseton, ekstrak heksana, kontrol positif (ampisilin) 39 Lampiran 3 Kadar air daun kedondong bangkok segar Ulangan Bobot daun (g) Bobot cawan + daun sebelum dikeringkan (g) Bobot cawan + daun sesudah dikeringkan (g) Kadar air (%) 1 2.0014 21.5144 19.8369 83.82 2 2.0012 21.5175 19.9084 80.41 3 2.0031 24.9770 23.3412 81.66 Rata-rata 81.96 Contoh perhitungan: w1- w2 w w1 : bobot cawan + daun sebelum dikeringkan (g) w2 : bobot cawan + daun sesudah dikeringkan (g) w : bobot daun (g) Ulangan ke-2 21.5175 19.9084 % 100 2.0012 = 80.41% Rata-rata kadar air 83.82 + 80.41 + 81.66 3 = 81.96% Lampiran 4 Kadar air daun kedondong bangkok pada suhu 50 C Ulangan Bobot daun (g) Bobot cawan + daun sebelum dikeringkan (g) Bobot cawan + daun sesudah dikeringkan (g) Kadar air (%) 1 1.0042 46.1187 45.3518 76.37 2 1.0050 35.8932 35.1206 76.88 3 1.0058 47.0938 46.3196 76.97 Rata-rata 76.74 Contoh perhitungan: Ulangan ke-2 35.8932 35.1206 % 100 1.0050 = 76.88% Rata-rata kadar air daun kedondong bangkok pada suhu 50 C: 76.37 + 76.88 + 76.97 3 40 Lampiran 5 Perolehan rendemen ekstrak daun kedondong bangkok Pelarut Bobot daun kering (g) Bobot ekstrak (g) Rendemen ekstrak (%) Heksana 30.0000 1.0697 3.57 Metanol 30.0000 11.2758 37.59 Aseton 30.0000 7.2961 24.32 Contoh perhitungan: Bobot ekstrak % 100 Bobot daun kering
Lampiran 6 Diameter zona hambat filtrat daun kedondong bangkok segar Diameter zona hambat (mm) Rata-rata (mm) Bakteri Ulangan ke- Daun muda Daun tua Daun muda Daun tua 1 20.425 20.625 E. coli 2 20.025 20.500 20.225 20.563 1 21.025 26.125 P. aeruginosa 2 20.775 24.850 20.900 25.488 1 19.925 20.325 B. subtilis 2 20.625 20.150 20.275 20.238 1 27.675 28.350 S. aureus 2 23.950 28.000 25.813 28.175
43 Lampiran 10 Uji ANOVA nilai KHTM E. coli Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 2575.694 9 286.188 427.865 .000 Within Groups 6.689 10 .669 Total 2582.382 19
Lampiran 12 Uji ANOVA nilai KHTM P. aeruginosa Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 822.582 6 137.097 192.344 .000 Within Groups 4.989 7 .713 Total 827.571 13
Lampiran 13 Uji Tukey pada nilai KHTM P. aeruginosa Subset for alpha = .05 Konsentrasi (mg/mL)
44 Lampiran 14 Uji ANOVA nilai KHTM B. subtilis Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 1350.643 7 192.949 303.913 .000 Within Groups 5.079 8 .635 Total 1355.722 15
Lampiran 15 Uji Tukey pada nilai KHTM B. subtilis Subset for alpha = .05 Konsentrasi (mg/mL) N 1 2 3 4 5 6 4 2 2.2375 5 2 4.6625 4.6625 10 2 7.7875 25 2 14.2750 50 2 18.3875 75 2 22.8875 100 2 25.0750 250 2 28.4000 Sig. .160 .052 1.000 1.000 .232 1.000
Lampiran 16 Uji ANOVA nilai KHTM S. aureus Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 851.734 6 141.956 213.661 .000 Within Groups 4.651 7 .664 Total 856.385 13
Lampiran 17 Uji Tukey pada nilai KHTM S. aureus Subset for alpha = .05 Konsentrasi (mg/mL) N 1 2 3 4 5 6 7 5 2 3.025 10 2 7.637 25 2 11.712 50 2 15.662 75 2 19.262 100 2 22.625 250 2 26.881 Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 45 Lampiran 18 Hasil uji filtrat daun kedondong bangkok
Lampiran 19 Hasil uji fitokimia ekstrak metanol daun kedondong bangkok