Anda di halaman 1dari 18

[ Ko s o n g ]

>>>

Ade

Amui

Aku tertunduk saat mobil itu berhenti di depan pintu rumahku. Pak Simin keluar

dengan wajah seperti memendam seribu duka atas kepergian Ibu. Ibu majikan yang baik bagi pembantu-pembantunya. Bagi Bi Sumi, Mbok Irah dan Pak Simin yang menjadi sopir di rumah kami sejak muda itu. Ibu selalu memperlakukan mereka semua sama seperti memperlakukan keluarganya sendiri. Secara keseluruhan Ibu memang baik sekali. Tak ada cacat dan cela di mata orang banyak. Begitu pula bagiku. Sebenarnya. ku tetap mengidolakan Ibu sebagai sosok ibu impian, sekalipun ia tidak menginginkanku -mungkin sampai kapan pun. !Mari, Mas, semua sudah menunggu,! ujar Pak Simin memecah keterpakuanku. !Mas "oni dan Mbak Sita sudah di sana#! tanyaku sambil masuk ke mobil. Pak Simin hanya mengangguk kecil sambil menghidupkan mesin mobil. ku tahu aku begitu sedih atas kepergian Ibu, tapi aku lebih tahu, kesedihanku tak sedalam kakakkakakku. $ntahlah. ku merasa tak pernah dekat dengan Bunda. ku lebih menyayangi Mbok Irak dibandingkannya. Mungkin karena Mbok Irahlah yang merawatku sejak kecil. Mungkin juga ada sebab lain lagi. !Mas, kita langsung ke makam saja,! suara Pak Simin lirih seperti memaksakan diri untuk membuka pembicaraan denganku. ku melihat garis-garis wajahnya yang sudah mulai keriput dari kaca yang tergantung hampir tepat di atas kepalanya. Beberapa uban tumbuh di antara rambutnya yang hitam. %ia semakin tampak tua dengan muka bersedih seperti itu. ku bisa maklum, cukup lama dia bekerja untuk keluarga kami. %an kami sudah menganggap dia sebagia bagian dari keluarga ini. !&a, sudah,! hanya itu yang bisa aku katakan untuk menjawab pertanyaannya. ku tidak bisa berpura-pura jatuh dalam kesedihan yang mendalam. Mungkin memang salahku, kenapa Ibu membenciku selama ini. Pak Simim membelokkan mobilnya ke arah makam. Pemakaman keluargaku tak jauh dari tempat tinggal kami. !Pak, tiba-tiba aku ingin mampir ke rumah dulu,! kataku, mendadak berubah pikiran ketika mobil melintasi rumah besar itu. "umak masa kecilku. Masa beliaku. Masa remajaku. Masa-masa pentingku. "umah tempat aku dilahirkan dan membuat banyak kenangan. "umah itu sudah lima tahun aku tinggalkan karena sebagian penghuninya tak menghendaki aku berada di dalamnya. !Tolong, belokkan mobilnya ke kiri saja,! tambahku. Pak Simin membelokkan mobilnya ke arah rumah kami. &a, ya, aku rindu sekali dengan rumah itu. 'ama sekali aku merindukan tempat itu. (yaman. Sejuk dan membuat penghuninya enggan meninggalkannya. Tak ingin aku meninggalkan rumah itu sejujurnya, tapi Bunda mengusirku saat itu. $ntah apa yang masih bisa kupikirkan saat itu. &ang jelas aku kemudian menghilang dari keluarga kami. ku mencoba menghidupi diriku sendiri dengan bekerja di sebuah klub malam. Sampai suatu saat aku sudah tak kuat lagi hidup di luar rumah dengan banyak kekerasan pada diriku. ngin di luar rumah sama sekali tak bersahabat denganku. Setelah tiga bulan jauh dari rumah, aku merasa tak kuat lagi. ku mencoba kembali ke rumah. ku ingin memperbaiki hubunganku dengan Ibu, juga ayah dan kakak-kakakku. Mereka semua bahagia aku kembali. )anya seminggu aku tinggal di rumah, karena Ibu tidak menyukai gerakgerikku yang sama sekali tidak berubah. ku pergi lagi dari rumah ketika Ibu mulai tak mengacuhkanku lagi. aku pergi, tapi aku tidak mau menyakiti hati Ibu. yah keberatan

ku kembali lagi ke rumah kontrakanku *yang kini telah menjadi milikku+. Bunda tidak mempedulikan kepergianku. Beberapa bulan kemudia aku mulai terbiasa dengan keadaan tanpa keluarga. ku mulai berdamai dengan kekerasan ,akarta. ku tetap bekerja seperti biasa. )ingga pada suatu pagi, saat aku hendak pergi, Pak Simin datang ke rumah kontrakanku. $ntah dari mana dia tau aku tinggal di situ. %ia memintaku untuk segera pulang ke rumah, ayah sakit katanya. ku segera pergi bersamanya dan aku sangat terpukul ketika aku sampai di rumah ayah sudah meninggal. Tak pernah terbayang di benakku bahwa orang yang sejak kecil memanjakanku, menutup mata untuk terakhir kalinya tanpa ada kehadiranku di sisinya. Ibu bertambah marah setelah kejadian itu. ! yah meninggal secepat ini, semua gara-gara kamu-! begitu katanya. ku tak berani mengeluarkan pembelaan diri. Bukan aku mengiyakannya, tapi aku tak ingin bunda lebih membenciku lagi. ku berusaha terus mangalah pada Ibu sekalipun aku tak bisa menerima begitu saja semua tuduhan bunda. Tapi Ibu tetap Ibu, tak pernah berubah. !Berhenti sebentar Pak-! pintaku pada Pak Simin. Mobil itu berhenti tepat di depan pintu gerbang rumah kami. "umah itu sepi. Semua penghuninya berada di pemakaman mengantarkan jasad bunda ke tempat peristirahatan terakhirnya. Burung beo di teras rumah masih berada di tempatnya. "umah itu kelihatan sepi sekali, karena beo itu pun tak berkicau lagi seperti biasa. Biasanya dia akan berucap ! ssalamualaikum! saat ada mobil di depan gerbang rumah. Sepertinya beo itu juga bersedih atas kepergian Ibu. Sepi sekali. Sesepi saat seisi rumah pergi meninggalkanku bersama .m Benny di rumah, kala itu. .m Benny adalah adik kesayangan bunda. dik bungsu bunda itu seorang mantan model yang terkenal di kota ini. Saat itu dia berada di kamarku, menemaniku saat ayah, bunda dan kedua kakakku pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah umrah. .m Benny menemaniku hinggak ayah, bunda dan kedua kakakku kembali. %ia tinggal di rumah dan tidur di kamarku. Saat itu usiaku masih /0 tahun. 1amar di lantai atas, kamar yang jendelanya menghadap ke jalan. %ari jendela itu aku sering melihat lalu-lalang orang sedang lari pagi dengan mengenakan celana pendek dan sepatu kets. %i kamar itu .m Benny memberiku arti yang lain dari hidup ini di saat malam yang sepi. $ntah kenapa aku diam saat dia melucuti satu persatu pakaianku. Tak merasa aneh ketika .m Benny menciumi sekujur tubuhku, meniduriku hingga aku merasa kesakitan. 1esakitan yang mengubah gaya hidupku. 1esakitan yang mengubah perilakuku. Bukan hanya perilaku 2isikku saja yang berubah, tapi pola pikir dan keinginanku juga berubah ketika itu. %ari jendela itu aku sering melihat dan mengamati pria-pria dengan otototot dada dan paha yang terbentuk. !Mas, yang lain sedang menunggu di pemakaman,! Pak Simin membuyarkan semua kenanganku. 1enangan yang tak pernah hilang dan tak akan hilang. 1enangan yang membuat semuanya jadi berubah untuk selamanya. ! pa tidak lebih baik kita segera menuju ke sana#! begitu lanjutnya. !&a, kita segera ke sana,! aku hanya bisa mengiyakannya. Pak Simin segera melajukan mobil ke arah makam. Sesampai di makam semua orang sudah berkumpul di sana. Mas roni, Mbak Sita semua di sana. 1edua kakakku terlihat sangat berduka. ku melangkah mendekati kedua kakakku, menyeruak kerumunan orang yang sedang berdo3a mengelilingi makam bunda. 1edua kakakku memelukku bergantian. 1eduanya menangis di bahuku. 4ntuk pertama kalinya dalam hidupku, belum pernah jiwaku terasa kosong seperti saat ini.

[ Di n d i n G ]
>>>

Ade

Amui

Dia

tersenyum mengenang kekasihnya. 'udah pahit ditelannya. 1emudian berpikir lagi kalau-kalau ditanya mengapa terus berada di negeri asing ini. %ia berpikir untuk menemukan jawaban pembuka. 1arena aku suka, itu yang pertama kali terbayang di benaknya. %ahinya berkerut, berpikir kembali bagaimana kalau si penanya tidak menghendaki jawaban seperti itu# 'ipatan kerut di dahinya makin merapat. %ua detik, tiga, empat, lima5kerutan itu meregang dan mengendor. 'alu perlahan memudar, berganti lesung pipit di pipinya yang mulai mencekung. "upanya dia temukan dua kemungkinan jawaban yang lebih memuaskan. %iriku memang begini, dan sepantasnya memang ada di sini dan yang lain, mungkin ini takdir yang tidak bisa dipungkiri. %ia berdiri dan berjalan mondar-mandir. Makin banyak yang ia pikirkan. Makin dalam ia menyelam ke lorong-lorong gelap di antara pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa ia jawab. Tapi, begitu ia mulai menemukan satu per satu jawaban demi jawaban atas berbagai pertanyaan yang mengepungnya itu, ia akan semakin merasa berdosa kalau-kalau dianggap mangkir dari perundangan Tuhan. Maka, ia pun duduk kembali dan tetap menanti sepanjang hari sepanjang waktu seperti seorang penanti yang tak pernah henti menanti tanpa tahu apa yang dinantikannya. &a, ya, lebih baik ia duduk saja. 6ukup lelah ia berpikir. Ingin sekali ia merebahkan diri untuk kantuk yang selalu tertunda, melepas penat bagi lelah jiwanya, beristirahat dalam penuh sesak beban harapan masyarakat, dan tersenyum dalam dukungan moral orang-orang terdekatnya. Ia selalu merasa sedih ketika teringat masih ada titik kecil berwarna putih yang selalu bersinar di antara gelap hatinya. %ia ragu mahkota hidupnya tidak mendapat sinar dari bintang sehingga tidak bisa mengeluarkan cahaya yang redup ranum seperti yang dia inginkan. Barisan bulu matanya bergerak-gerak. Sesekali beradu di antara keduanya. Perlahan kantuk datang mengetuk. Ia coba merebahkan beban di antara bayang-bayang ketakutan yang menghimpit. 1edua baris bulu matanya sudah beradu jadi satu, merapat dan terpejam. Ia coba bayangkan masyarakat tersenyum ramah pada keberadaan batinnya. Semenit ia terlelap kemudia terjaga kembali. Seperti ada mimpi buruk yang membangunkannya. %ia bukan pengidap insomnia. Ia hanya sedang gelap dan galau pikir. %ia bangkit dan duduk kembali. Sekali lagi ia tersenyum, bayangan kekasihnya kembali melintas di benaknya. da bayangan hitam sedang memperhatikannya. Sosok itu bersembunyi di balik tembok kemuna2ikan yang tinggi. Transparan dan tipis. )anya menampakkan sebagian dari kepalanya. Bayangan itu di seberang sana. Memperhatikannya sejak sebelum senja jatuh. Memandanginya dengan seksama, teliti dan penuh na2su. Sesekali sosok hitam itu menelan ludah. 'ehernya terlihat merah oleh aliran ludah yang melaluinya, sepertinya ludahnya mengandung bara api. Beberapa jam berlalu, ia tetap duduk termangu menatap ke seberang. Matanya akan begitu indah andai malam bisa melihat dengan sinarnya. 1ulitnya yang lembut akan terasa jika angin malam bisa menyentuhnya dengan ramah. Tapi, malam tidak pernah bersahabat dengannya. )anya bayangan hitam di seberang sana yang bisa menikmati betapa indahnya roman muka Sang Penanti. %ia menunduk dan memejamkan mata, mencoba menghilangkan bayanganbayangan masa lalunya yang memojokkannya hingga ia harus pergi ke negeri asing

ini. Sebuah negeri yang jauh dan tak bernama, yang diharapkannya bisa melahirkan dirinya kembali menjadi diri yang lain, yang sesuai dengan harapan semua orang. 1etika ia membuka matanya perlahan, ia melihat bayangan hitam itu masih ada di sana. )itam kelam, tinggi besar dan kekar. Ia balas memperhatikannya dengan seksama lalu mencoba tersenyum menyapa. %alam kesepiannya menanti, mungkin bayangan hitam itu bisa menjadi teman menunggu 2ajar. Mereka saling menatap dari kejauhan. liran magis mulai marasuki malam di antara batas naluri kebinatangan na2su liar seorang hamba Tuhan yang mencoba lalai. 1eduanya mulai mendekat dalam ketertarikan. Mereka sama-sama berjalan mendekat pada dinding transparan yang memisahkan keduanya. %inding itu tinggi, ke atas tanpa batas, dan lebar, ke samping tanpa tepi. Begitu tipis seperti kulit ari, tapi kasat mata. Tampaknya juga begitu rapuh, tapi ia tahu jelas 2ungsinya. Memisahkan antara moral dan amoral, normal dan abnormal dan antara wilayah yang punya legitimasi dan tidak. Tersimpul di benaknya dinding itu adalah batas antara terang dan gelap. Terang adalah tempat para penganut norma yang konon bermoral dan penghuninya disebut normal serta punya legitimasi yang diatur dengan jelas. Sedangkan hitam, merupakan tempat para pelanggar norma yang penghuninya sering dicaci maki karena dianggap tidak bermoral dan abnormal serta tidak mempunyai legitimasi hukum untuk segala urusan. Pikiran itu buyar ketika keduanya mulai berhadapan dengan mata beradu. 1eduanya tersenyum, makin mendekat. Tapi, mereka sadar tak hendak merusak dinding pembatas yang katanya sakral untuk dirusak. (amun, tanpa sadar tangan keduanya menyentuh dinding itu dan beradu menjadi satu. (a2as mereka memburu. Tiba-tiba dinding itu luruh dan berlubang. Seperti pintu gerbang sebuah kota terlarang yang beribu tahun tergembok rapat dan kini dibuka. Bayangan hitam langsung memegang erat tangan Sang Penanti seraya berkata. !(amaku Birahi.! Sang Penanti hanya tersenyum menerima uluran tangan Birahi. Mereka mulai bercengkerama. Birahi merapatkan tubunhnya ke arah Sang Penanti. 7ajah Sang Penanti memerah. %iletakkannya tangannya di pundak Birahi. 1epala Birahi mendekat ke wajah Sang Penanti dengan penuh na2su. %ilingkarkannya kedua tangannya di pinggang Sang Penanti. Bibir mereka bertemu dalam lumat yang lembut. 8ajar pun menyingsing. Sang Penanti tahu benar apa yang telah terjadi. Tapi kemudian ia baru menyadari, betapa bersamaan dengan keluarnya sang 2ajar dari u2uk timur, bayangan hitam itu telah berubah menjadi lelaki tampan yang menakjubkan. Ia masih ingat namanya Birahi. Birahi membuka matanya, terbangun dalam kelelahan. %itatapnya wajah Sang Penanti yang masih setia di sisinya. Tibatiba ia mengulurkan tangannya ke arah Sang Penanti. !(ama saya Sorga,! katanya. Sang Penanti agak terkejut, tapi ia segera ingat, hal seperti itu sering terjadi padanya. Sambil meninggalkan senyum ramah, ia pun pergi meninggalkan Birahi. &ang ditinggalkan akhirnya juga beranjak dari dinding perbatasan itu. Pagi beranjak, siang pun datang. Penduduk negeri asing itu berhamburan datang ke arah perbatasan. Mereka berteriak-teriak. !6elaka, dinding perbatasan berlubang-! Makin siang orang-orang makin banyak yang datang. !1ita harus mencari pelakunya,! seru salah seorang di antara mereka. !Iya, dan harus kita hukum beramai-ramai,! timpal yang lain. !Seberat-beratnya,! yang lainnya pun setuju. %ari seberang sana, Sang Penanti tetap duduk menanti. Menanti perlindungan dari orang-orang yang tidak pernah melindunginya, menanti perhatian dari orang-orang yang tidak ingin memperhatikannya dan berharap banyak hal dari sesuatu yang tidak pernah akan ada. Tapi, Sang Penanti akan tetap menantikan itu semua. %ari kejauhan dia memperhatikan penduduk yang makin riuh berbicara tentang dinding perbatasan yang berlubang. %ia hanya tersenyum. %i antara kerumunan itu tampak

seorang lelaki tampan dengan wibawa tinggi dan terhormat tegap berdiri di sana. 1iranya dialah pemimpin di negeri asing ini. !Saudara-saudara, jangan cemas, saya akan selidiki masalah ini, dan akan segera saya temukan pelakunya untuk diadili,! di ujung pernyataannya yang bernada agung itu dia berbalik dan berlalu meninggalkan kerumunan orang-orang itu. Saat itulah, Sang Penanti menyaksikan pemimpin itu tersenyum penuh angkara, meninggalkan dusta pada penduduk yang mengharapkannya. %an, saat itu pulalah, Sang Penanti mulai mengenali wajah sang pemimpin itu. !Birahi#! Sang Penanti terperanjat dalam pekik hatinya. %itajamkannya kembali pandangannya. Benarkah dia Birahi yang telah memberikan kenikmatan kepada dirinya semalam# Semakin lekat ditatap, sosok pemimpin itu makin kabur dalam pandangannya. %an, ketika sudah berada di satu titik di kejauhan, tiba-tiba pemimpin itu berubah wujud. !Sorga#! guman Sang Penanti dalam kebingungannya. Ia mulai ragu dengan penglihatannya. Siapa sang pemimpin itu sebenarnya# Birahikah# tau, Sorgakah# Sang Penanti tak bisa lagi membedakannya. Sampai akhirnya sosok itu hilang di kejauhan yang tak terjangkau lagi oleh matanya. Sang Penanti tetap dalam duduknya, menanti dan tetap menanti. Seiring berlalunya Sang Pemimpin, kerumunan penduduk pun perlahan mulai memudar. Perbatasan sepi kembali. %inding itu masih terlihat kokoh, tapi sudah berlubang. Tak ada lagi seorang pun penduduk negeri yang masih tertinggal di sana. 1ecuali seorang perempuan tua berkerudung yang berjalan tertatih melintasi lubang perbatasan menuju ke arah Sang Penanti. Sang Penanti melihatnya tapi tetap duduk tak acuh. Perempuan tua itu makin mendekat dan ketika sudah sangat dekat, ia melepas kerudungnya. !Bunda,! Sang Penanti terpekik. %ia melompat dari tempat duduknya dan memeluk perempuan yang telah sekian lama ditinggalkannya di seberang sana. ! nakku, pulanglah ke pangkuan Bunda,! lirih sekali Bunda berbicara di tengah tangisnya yang tak tertahan. Sang Penanti melepas pelukannya. Ia tertunduk. !%engarkan Bunda, (ak5! %ia tetap tertunduk. !Bunda akan selalu menjagamu, akan selalu mengerti dirimu walau sebenarnya Bunda tidak pernah bisa menyentuh alam pikiranmu, tidak pernah bisa mencerna bahasa cintamu,! tangis Bunda mulai mereda. !Tapi, setidaknya Bunda tahu siapa dirimu, karena Bunda yang melahirkanmu5! Sang Penanti tetap tertunduk. Tanpa terasa ia sudah menangis. !Maa2kan saya, Bunda,! ujarnya nyaris berbisik. !Tapi, saya tak ingin pulang, Bunda,! tambahnya. !,adi, kamu akan tetap di sini#! Bunda tak percaya dengan apa yang didengarnya. Sang Penanti hanya mengangguk kecil. !Ikutlah bersama Bunda, (ak, Bunda sayang padamu,! pinta perempuan itu seraya meraih dagu anaknya. 1emudian ditatapnya kedua mata Sang Penanti. 'ama. Sang Penanti juga hanya bisa berbicara dengan sinar matanya. )ingga akhirnya Bunda berkata, !Ingatlah, (ak, "omi tidak akan pernah bersama dam, tapi "omi akan tetap bersama &uli dan dam akan selamanya bersama )awa. Meskipun rumus dunia tidak selamanya benar, tapi setidaknya hidup ini suci, ada titik putih yang selalu bersinar, menerangi hatimu, menunjukkanmu jalan yang benar. 1amu tahu %ia adil. Bersyukurlah dengan bentuk 2isik yang diberikan(ya kepadamu, nikmatilah apa yang ada, karena %ia tidak pernah iseng ketika memberimu kelamin laki-laki tapi membuat raut wajahmu selembut perempuan. Tak ada yang sia-sia dari itu semua. Bunda tahu hatimu batu. Bunda akan menjadi air yang akan selalu menetesi hatimu sampai suatu saat nanti berlubang. 1amu akan bisa melihat seorang )awa dari celah hatimu yang telah berlubang itu5!

Sang Penanti berdiri dan memeluk Bunda. Pelukannya semakin erat saat tubuh Bunda mulai melemas, berkerut, mengecil, dan lenyap menjelma asap. Sang Penanti menangis dalam doa. %ia memohon agar Bunda bahagia di alam sana. Tertunduk lemas dan duduk kembali, Sang Penanti mulai merasakan kembali penat dan gelap menggelayuti kepalanya, tubuhnya, pikirannya, jiwanya. %alam duduknya dia menunduk dalam-dalam. Tiba-tiba dirasakannya dingin ditengkuknya, seperti ada tangan yang menjamahnya. ! dam5! sebuah panggilan menyebut namanya. 'embut. Suara itu dikenalnya. Ia pun segera mencari asalnya. Seorang lelaki berdiri di belakangnya. !"omi-! Sang Penanti terperanjat, seperti tak percaya dengan apa yang dilihatnya. %iamatinya wajah yang tersenyum di atas wajahnya. %ia orang yang ditunggunya selama ini. Maka, segera dijulurkannya kedua tangannya untuk memeluk lelaki itu. !"omi, tak tahukah kamu, aku selama ini menantimu, aku begitu merindukanmu5! Saat tangannya mengapai, lelaki itu hilang. %engan tubuh lemas, akhirnya dam duduk kembali di tempat semula. %ia tetap menanti. Selalu menanti. Menanti tanpa henti

Gadis| dalam cerita


>>>

Nuage

Kusuma

Aku

mencintai gadis yang sering diceritakan oleh pacarku. ku belum pernah bertemu dengannya, tapi pacarku bercerita dengan detail hingga aku bisa membayangkannya dengan cukup jelas. ku membayangkannya setiap hari, hingga kurasa aku telah jatuh cinta padanya. 9adis itu berambut pendek, rambutnya tipis dan lembut, agak pirang. Pacarku bertemu dengannya beberapa kali dalam beberapa kesempatan. Pada saat konser Phantom Planet dia mengenakan kaos putih bergambar bendera Inggris dan celana jins. Pada saat konser 8: dia mengenakan celana bahan dengan kemeja putih yang sederhana. Beberapa kali dia juga datang ke kantor pacarku untuk mengambil bahan publikasi yang diperlukan. (ama gadis itu ;enus. %ia seorang wartawan. Pacarku -bekerja di sebuah perusahaan rekaman- terobsesi padanya. Setiap bertemu dengan ;enus, dia luar biasa senangnya. %an, selalu pula dia membagi kesenangannya padaku. ;enus mempunyai darah campuran %ayak dan ,awa yang selalu dibanggabanggakan oleh pacarku. %ia melukiskan ;enus sebagai gadis yang sangat cantik dan membuat dia penasaran. Matanya bulat besar dan bermata lentik. )idungnya mancung dan bibirnya terpatri dengan pas pada wajahnya. 1ulit wajah dan kulit tubuhnya sawo matang. 7ajah Indonesia yang cantik. Suatu hari ;enus meminta nomor handphone pacarku. Pacarku senang bukan kepalang. Sejak itu dia bisa menelepon ;enus< tapi sebatas hubungan pekerjaan tentunya. ku bertanya kepada pacarku, !1alau kau suka padanya, mengapa tidak mencoba= mengajak berkencan, SMS yang lebih berani atau lebih intim, mengajak bertemu di luar pekerjaan agar bisa mengobrol hal-hal yang lebih pribadi#! Pacarku tertawa. !Buat apa# ku mencintaimu,! jawabnya.

)mmm. Benarkah# ! pa hubungannya dengan cinta# yolah, daripada kamu mati penasaran...! Pacarku tampak agak gusar. !1au tahu, ;enus itu bagiku bagaikan...takdir. Pertemuan-pertemuanku dengannya selalu... di luar dugaan, dan...cukup luar biasa. 6oba bayangkan. ku sudah melihat gadis ini lama sekali. ku melihat seorang gadis yang cantik berdiri di suatu acara di kantorku, dan aku menatapnya bagai orang bodoh. 7aktu itu aku sudah menduga dia seorang wartawan. %an benar, tidak lama kemudian, dia datang ke kantorku.! ku bisa membayangkan pipi pacarku yang memerah kesenangan ketika melihat dan akhirnya untuk pertama kali berkenalan dengan ;enus. 7artawan sebuah majalah musik. %an karena itu dia akan sering berhubungan dengan pacarku. Memang benar, setelah itu banyak konser-konser yang bertambah menyenangkan karena hadirnya ;enus. ku tidak pernah diajak. Tapi aku selalu mendengarkan cerita-cerita tolol dari pacarku yang membiarkan ;enus tetap dalam alam penasarannya. !Maksudku, kalau aku emang ditakdirkan untuk bersama ;enus, akan ada titik terangnya. Semua akan terjadi dengan sendirinya. ku tidak perlu menghubungi dia atau apa...! lanjut pacarku. !Tapi apakah dia...seperti kita#! !Itu dia masalahnya.! Pembicaraan kami terhenti sampai di situ. Tetapi sepertinya rasa penasaran tak kunjung padam. Terutama bagi jiwaku yang tak mampu mencintai pacarku. ,iwaku yang tak mampu mencintai siapa-siapa kecuali bayangan. Sebenarnya pacarku sudah mendekati gadis impianku. Seorang gadis berambut pendek yang sering mengajakku pergi ke konser-konser dan berjalan-jalan menikmati pemandangan alam di gunung, di pantai, atau di goa. ku seorang sagitarius, kedua hal itu saja sudah cukup untuk menghiburku. 'alu masalahnya apa# Masalahnya tidak ada bila aku berada di gunung, di hutan, di tempat yang jauh dari lingkungan sosial. ku selalu suka padanya bila kami berada di hutan. %ia sangat sophisticated di sana. Tapi masalahnya, kita tidak tinggal di hutan. %ia tidak seperti gadis-gadis lain= pada pandangan pertama orang akan bertanyatanya dalam hati, !ini cewek atau cowok sih#!-karena penampilannya yang sembarangan. "ambutnya memang pendek, tapi sangat jarang disisir. Seperti seorang cowok yang tidak terlalu peduli akan kerapian. Tempat kerjanya tidak mensyaratkan pakaian yang 2ormal, karena itu dia pun ke kantor mengenakan celana jins dan kaos yang tidak 2eminin. Meski kulit wajahnya gelap, bedak dan lipstik dan peralatan kecantikan lainnya tak pernah menyentuh wajahnya. %an bila dia berjalan, tidak ada goyangan pada pinggulnya atau kegemulaian sedikit pun. walnya aku tidak masalah dengan semua itu. Toh kalau aku suka, aku tidak perlu peduli dengan pendapat orang lain. %an aku berharap, seiring dengan perkembangan dirinya, dia akan mau tampil lebih 2eminin. 1arena bukankah kita semua begitu= mulai usia >? tahun kita mulai membuang pakaian-pakaian yang tidak sesuai dengan jenis kelamin kita< yang tidak menampakkan identitas gender kita#

Tapi pacarku tidak. Semula dia bahkan mengira dirinya transeksual, tapi belakangan kutahu dia hanya sangat keras kepala. %ia tidak ingin mengalah pada sistem dan ekspektasi di lingkungan sosial kita. %ia ingin bebas seperti di hutan, seperti di tempat kami pertama bertemu. )ubungan kami terus mengarah pada kekecewaan karena harapan-harapanku yang tidak masuk akal. %an aku terus berkhayal tentang gadis dalam cerita yang belum pernah kutemui. @@@ Suatu hari libur aku dan pacarku dan beberapa teman pergi mengunjungi Taman 7isata 6andi Prambanan. 1ami pergi berwisata di tengah hubungan kami yang sedang memburuk. Bahkan aku tidak berjalan bergandengan dengan pacarku. ku berjalan sendiri, memutari deretan candi-candi yang megah dan eksotik, sambil melihat orang-orang yang ramai pada hari libur. Tiba-tiba beberapa orang sepertinya sedang memandangku, dan aku pun balas memandang mereka. Mereka beberapa anak muda dengan kamera Aideo, dan bukan aku yang sedang mereka ambil gambarnya. ku pun berjalan melewati mereka. Tak lama kemudian ketika aku dan dua orang temanku sedang duduk-duduk sambil membaca buku panduan wisata 6andi Prambanan, pacarku datang menghampiri kami dengan wajah ceria. Padahal sebelumnya wajahnya amat muram dan tidak bersemangat. !"i, tadi aku bertemu ;enus-! !)ah# ;enus## Mengapa tidak kaukenalkan padaku#! !1amu sudah berjalan duluan sih. ku ada di belakangmu, tapi kamu tidak tahu.! !)ah# .h, yang tadi ya...# nak-anak dengan kamera Aideo itu ya# .h, ternyata mereka sedang melihat kamu yang ada di belakangku- h, aku sama sekali tidak menyadari-! ku merasa sangat menyesal. %eretan wajah-wajah anak-anak muda yang tadi pun aku tidak ingat. Bahkan tidak aku perhatikan sama sekali. !Iya, itu si ;enus dengan saudara-saudaranya, "i.! 'alu pacarku mulai menceritakan ;enus yang dia bangga-banggakan kepada kedua temanku. !7ah, masih ada nggak dia di sana#! tanyaku, sangat penasaran ingin melihat rupa ;enus. !Mereka sudah pulang, "i. Setelah mengobrol denganku, ;enus pamit pulang. 1atanya udah capek muter-muterin candi.! h, sial. ku bertambah kesal kepada pacarku. Mengapa dia tidak memperkenalkan aku kepada ;enus# Selama ini dia selalu bercerita kepadaku tentang ;enus, tetapi mengapa ketika kita sudah berada di sebuah lokasi yang sama, dia bahkan tidak ingat untuk memperkenalkan aku pada gadis dalam cerita itu# %ia malah seolah sama sekali lupa padaku ketika dia bertemu dengan ;enus dan ketika dia bercerita tentang ;enus. ku mulai meragukan, apakah dia selama ini menceritakan yang sebenarnya, apakah dia selama ini sudah menceritakan semuanya, apakah ;enus benar-benar seperti apa yang diceritakannya.

Setelah itu aku diam saja sepanjang perjalanan. Menurut buku panduan yang kubaca tentang 6andi Prambanan, pasangan tidak dianjurkan mengunjungi tempat wisata itu karena akan membawa sial dan menyebabkan putusnya hubungan. )aruskah aku percaya pada anjuran bodoh itu#

Lelaki
Mumu Aloha

yang

Menangis

di Hari Pernikahannya
>>>

Di hari pernikahannya, lelaki itu menangis.


Pernikahan itu merupakan pesta yang megah dan sudah lama ditunggu-tunggu oleh warga kota. Sejak malam jatuh, orang-orang sudah berdatangan ke gedung itu. ,ika datang semua, enam ratus tamu undangan akan mengalir, datang dan pergi untuk memberi selamat kepada mempelai yang tengah berbahagia itu. Tapi, tidak. Tak ada yang pernah bernar-benar tahu apakah pasangan pengantin itu berbahagia malam itu. (yatanya, lelaki itu menangis. .rang-orang bisa saja berpikir, lelaki itu menangis oleh rasa haru yang menyesak, dan kebahagiaan yang membuncah. Tapi, air mata lelaki itu seperti punya pikiran sendiri. %an, hanya lelaki itu sendirilah yang tahu, apa yang berkecamuk dalam hati dan pikirannya, ketika ia menangis di hari pernikahannya. Toh, para tamu itu tak benar-benar memperhatikan apa yang terjadi pada mempelai yang duduk di pelaminan. Mereka sibuk dengan dirinya sendiri, bergerak dari sudut ke sudut lain, tenggelam dalam kemegahan pesta yang penuh manakan, minuman dan bungabunga5 @@@ Mereka datang demi memenuhi undangan dari keluarga yang boleh dibilang sangat terhormat di kota itu. Sebuah keluarga yang berpengaruh, memiliki pergaulan yang luas dan banyak berjasa bagi kehidupan kota. %an, mengingat itu semua, rasanya tak ada alasan bagi siapapun yang menerima undangan pernikahan itu untuk tidak datang. Para undangan tentu juga sangat penasaran dengan pesta pernikahan itu. Terutama, mereka pasti tak bisa menahan diri untuk menyaksikan, siapa perempuan pilihan putra tunggal keluarga terhormat itu. Sudah lama, sang putra menjadi gunjingan warga kota. Seorang lelaki pintar, tampan dan terkenal. %i usia mudanya, ia sudah begitu kaya dengan usaha bisnis yang dirintisnya sejak lulus kuliah. Tentu saja, orang tahu belaka, bahwa sukses itu lebih dikarenakan dukungan orangtuanya yang kaya, berpengaruh dan terhomat. Tapi, apa bedanya# .rang hanya tahu apa yang tampak, dan tak mau memikirkan kenyataan di balik itu semua. Maka, orang-orang kaya di kota itu berlomba untuk menjodohkan anaknya dengan putra tunggal keluarga terhormat itu. Sebagai keluarga yang terpelajar oleh pendidikan tinggi, keluarga terhormat itu selalu mengatakan, orangtua hanya mengikuti keinginan anaknya saja. Sebab yang menjalani tak lain anak yang bersangkutan. %an, putra tunggal keluarga terhormat itu selalu menjawab, dirinya masih ingin berkonsentrasi mengembangkan karier dan usahanya. ,odoh, bila sudah waktunya, akan datang sendiri tanpa perlu disegerakan ataupun diundur-undurkan. pa yang terjadi setelah itu, tidak ada yang tahu kecuali bahwa lelaki itu tetap melajang bertahun-tahun5hingga kemudian menyebarlah undangan pernikahan itu. 7arga kota terbeliak tak percaya. Perempuan mana yang berhasil meluluhkan hati putra tertua keluarga terhormat itu#

Maka, malam itu menjadi malam yang ditunggu-tunggu oleh warga kota yang telah menerima undangan pernikahan itu sejak beberapa hari sebelumnya. Sejak sore, mereka sudah sibuk mempersiapkan penampilan terbaik untuk menghadiri pesta itu. Mereka ingin memberikan penghormatan yang setinggi-tingginya kepada keluarga terhormat itu, dan terutama memberikan ucapan selamat kepada putra tunggalnya yang akhirnya menemukan perempuan idamannya. Mereka ingin menjadi bagian dari kemegahan pesta malam itu. Mereka ingin menjadi saksi atas peristiswa yang bersejarah itu. @@@ Siapapun yang menjadi tamu undangan pernikahan itu merasakan kebanggaan yang besar, karena mereka merasa menjadi bagian dari sebuah peristiwa besar yang penting di kotanya. %an, pesta penikahan putra tunggal keluarga terhormat itu kenyataannya memang menyibukkan semua orang. 'elaki-lelaki kampung di sekitar gedung pernikahan itu mendadak mendapat pekerjaan, mengurusi parkir mobil yang berjejal-jejal, hingga memanjang sampai jauh di tepi jalan raya. Mereka juga membantu polisi mengatur lalu lintas jalan raya di depan gedung yang sejak sore macet total. Taksi-taksi pun laris, karena tak ada tamu undangan yang ingin datang dalam keadaan berkeringat karena berdesakan di bus kota. Mereka berjalan beriring-iringan, dalam rombongan-rombongan kecil, melangkah pelan-pelan, begitu sopan dan elegan. Sebagai tamu-tamu yang akan menghadiri pesta pernikahan keluarga terhormat, mereka tidak ingin bersikap sembrono dan sebisa mungkin jangan sampai kelihatan norak. %i pintu masuk, mereka mengantri untuk mengisi buku tamu. da dua meja penerima tamu dan dua-duanya antri. Mereka sabar. Mungkin dalam keadaan lain, mereka akan menyerobot atau saling mendahului tanpa mempedulikan antrian, tapi dalam pesta itu, semuanya tertib dan sabar tidak ada yang bergerak sendiri di luar aturan. @@@ %ari jarak yang kupastikan selalu terjaga, aku menyaksikan semua itu. Mungkin akulah satu-satunya tamu yang datang seorang diri, tanpa pasangan atau pun rombongan. 1uyakini tak akan ada orang yang mengenaliku. Tapi, apa bedanya# ku bisa menikmati kesendirian di tengah arus orang-orang yang terus bergerak. Seperti mereka, aku juga mengambil makanan dan minuman, tapi aku mengambil secukupnya saja. Mereka tak henti berbincang, tertawa, sedangkan aku menyelinap di sudut yang agak jauh. ku belum menyalami mempelai. (anti saja. tau, tidak pun juga tidak apa-apa. ku hanya ingin menyaksikan lelaki yang pernah memberi warna dalam hidupku duduk di kursi pelaminan yang sakral dan suci. 1ursi yang menjadi kerinduan abadi setiap lelaki. ku hanya ingin memastikan dia bahagia. Tapi, mengapa ia menangis# pakah kebahagiaan bisa ditumpahkan dalam wujud airmata# 1enapa bukan senyum penuh wibawa, atau tawa kecil yang berderai manja# ,ika pernikahan memang merupakan sesuatu yang begitu membahagiakan, mungkin akulah orang kedua yang paling bahagia atas pernikahan itu, setelah sang mempelai sendiri. Tapi airmata mempelai lelaki itu membuatku berpikir, jangan-jangan tidak pernah ada kebahagiaan yang tanpa cacat. .rang bisa saja, di sela kebahagiaannya yang menyesaki dada, bersedih di hari pernikahannya. %an, jika lelaki itu memang bersedih, maka akulah orang yang paling bisa mengherti apa yang dirasakan dan dipikirkannya saat ini. Setidaknya, aku masih ingat percakapan dengannya pada pertemuan terakhir kami. !7aktu sudah tiba,! katanya malam itu, ketika kepalanya bersandar di bahuku, dan aku mengelus rambutnya dengan lembut. !7aktu untuk apa#! !4ntuk mengakhiri

semua ini. ku tidak bisa menunda lebih panjang lagi. 7aktuku sudah habis. ku harus menikah.! Sungguh aku terkejut, tapi kemudian aku tahu aku bahagia. !Baguslah, kalau begitu,! kataku. !1ok bagus#! !Memang sudah saatnya bukan#! !1au tidak cemburu#! !Tentu aku cemburu, tapi aku rela. 1au orang terhormat. 1au harus menikah, apapun maknanya itu bagimu.! ! ku takut, aku tak akan sebahagia ketika bersamamu.! !,angan sentimentil.3 !1amu tidak sedih akan kehilangan aku#! !Siapa bilang# ku sedih, tapi aku rasional.! ! pa yang akan kau lakukan nanti#! !,angan pikirkan. ku tak peduli dengan diriku.! !Menikahlah. %engan perempuan. Biar aku tak cemburu.! !1enapa cemburu#! !1arena aku pasti akan terus memikirkanmu.! !,angan sentimentil.! !,adi, apa yang akan kamu lakukan#! ! papun yang aku lakukan tidak akan pernah penting. ku tak punya orangtua, tak ada yang menaruh harapan apapun padaku.! !,angan begitu.! !Memang begitu.! ! ku masih akan sesekali datang padamu,! !Tidak, jangan lakukan itu. ,angan pernah. )anya akan merusak rumahtanggamu.! !"umah tangga- ku tak pernah menghendakinya. )anya memenuhi kemauan orang tua, mungkin juga masyarakat.3 ! papun- papun- Pokoknya aku tak mau merusak keluargamu. 'upakan aku.! !1au akan pergi jauh#! 1ucium keningnya. !1au akan pergi jauh#! 1ulumat bibirnya. @@@ Mungkin aku memang tak harus peduli dengan tangis lelaki itu. papun maknanya. 1ini ia bukan siapa-siapa. 1ini ia hanya kenangan. 1utinggalkan arena pesta penikahan itu, ketika orang-orang masih terus mengalir datang dan pergi. Tidak, aku sebenarnya tidak lupa untuk menyalami mempelai. Tapi, aku memang sengaja tidak melakukannya. 1arena aku tahu, itu hanya akan membuat tangis lelaki itu makin menjadi5

[Pu l a n G]
>>>

Mumu

Aloha

Kuantar

kau ke terminal, tempat segala bajingan bersarang, juga gelandangangelandangan. Tiketnya sudah dibawa# ,angan sampai ketinggalan. (anti jangan duduk di pinggir jendela, karena kau selalu mabuk melihat pohon-pohon, rumahrumah, tiang listrik berlarian dengan arah yang melawan laju kencang bus. 1asihan orang yang duduk di sebelahmu, harus menahan jijik melihat kau memuntahkan makanan dan minuman yang sudah menjadi bubur dalam perutmu. &a, dia bisa saja menutup matanya, tapi telingannya tidak bisa terhindar dari suara muntahan yang

mengucur dari mulutmu, bergerojak jatuh ke lantai bus, menjadi genangan kental yang menebar bau busuk. Belum lagi kalau sampai muntahan itu menyiprat ke ujung pakaian yang dia kenakan, atau mengenai sepatunya. %ia bisa marah karena perjalanan yang mestinya menyenangkan menjadi menyedihkan. 1au juga pasti tidak ingin kenyamananmu terganggu oleh rasa pusing akibat pandangan mata yang berkunang-kunang oleh kecepatan bus yang menjelma pohon-pohon berlari, lalu rasa pusing itu turun ke perut menjadi rasa mual yang mengocok isi perutmu. 1uantar kau ke terminal agar aku menjadi bagian dari kegembiraanmu menyongsong perjalanan itu. Maka, pastikan segalanya akan baikbaik saja. Bus yang kau tumpangi tidak rusak di jalan, teman dudukmu seorang yang ramah dan menyenangkan, dan kau tidak bertemu penjahat di jalan. Segalanya bisa terjadi bukan# Pernahkah kau dengar tentang bus yang dicegat gerombolan perampok di tengah hutan di tengah kegelapan malam yang sangat sunyi# Tapi, tidak. Bus yang kau tumpangi akan baik-baik saja, dan kau akan sampai di tempat tujuan dengan selamat tanpa kurang suatu apa. 1arena orang-orang sudah menunggu kedatanganmu. .rang-orang yang kau harapkan akan kau temui lagi, maupun yang tidak kau harapkan. 1au memang tak bisa memilih. &ang kau harapkan maupun tidak, sepanjang mereka masih hidup, mereka akan punya kemungkinan yang sama untuk hadir kembali. ku tahu, banyak orang yang tak pernah kau bayangkan akan kau jumpai kembali setelah bertahun kau pergi. ,umlah mereka mungkin sama banyak dengan orang-orang yang selama ini kau rindukan dengan segala ngilu, dan kau gambarkan di benak dalam sebuah perjumpaan kembali yang penuh kejutan, sehingga kau bisa berkata, !Segalanya telah berubah5! &a, ya kau pasti akan menyaksikan perubahan-perubahan itu. Memang untuk semua itu kan, kau kembali# 1au akan menyaksikan apa yang telah kau bayangkan, dan kau harapkan. Tapi, kau tidak bisa menolak apa-apa yang berada di luar bayanganmu, dan di luar harapanmu. 1au akan menyaksikan semuanya. 1au tahu itu, karena kau tahu kau tidak akan pergi ke mana-mana, melainkan ke kota kelahiranmu sendiri, yang telah bertahun kau tinggalkan. %an, aku tahu aku harus merelakanmu karena aku tahu itulah kerinduan abadimu. 1erinduan yang kadangkadang kau ingkari dengan segala caci maki, karena kau lelaki dan kau menganggap semua itu sebagai kecengengan yang tak pantas. 1erinduan itu kadang juga kau abaikan seolah-olah kau bisa melupakannya begitu saja, menganggapnya tidak penting. 1au menganggapnya sebagai sentimentalitas sesaat yang nanti akan pergi sendiri, berlalu bersama datangnya kesibukan yang lain yang menghampiri silih berganti. Tapi, kemudian kau merasa begitu letih dengan kepura-puraan itu. 1emudian kau menyadari bahwa perasaan tak pernah sempurna bisa dibohongi. &ang datang lalu kesunyian. 'alu kau merasa sendiri. %an, aku tidak ada. Tidak pernah berarti. 1arena yang kau butuhkan tidak sekedar teman, atau kekasih, atau adik, atau kakak. &ang kau butuhkan kejujuran pada kerinduanmu yang selalu datang, menyesak, mendesak ingin kau lunaskan. &ang kau butuhkan adalah kepergian. 1epergian menuju pulang. 1arena kau punya rumah lain di sana. "umah lain yang bernama kota kelahiran. Sebuah rumah besar yang dihuni oleh jejak-jejak masa lalumu, kenangan-kenanganmu, mimpi-mimpi masa beliamu dan segala yang pernah tertinggal, yang masih kau ingat maupun sudah kau lupakan. 4ntuk itulah kekasih, ku antar kau ke terminal, tempat bus-bus akan mengantarkanmu ke kota kelahiranmu. Meski jauh, kau harus menempuhnya. Tanpa aku. 1arena kita memang tidak harus selalu bersama. ku tahu kau begitu mencintaiku, begitu memilikiku, dan begitu membanggakanku sebagai bagian dari

kesempurnaan kegairahan hidupmu sejak kau merasa telah menjadi lelaki dewasa. ku tahu kau ingin seperti orang-orang lain yang kau jumpai sepanjang hidupmu, mengenalkan kekasihmu, aku, kepada orang-orang di kota kelahiranmu. %i sana masih ada bapak dan ibumu, sebagian kakakkmu, sebagian adikmu, sepupusepupumu, dan saudara-saudara orang tuamu. ,uga sahabat-sahabat dari masa beliamu. 1arena bagimu cinta begitu tulus, maka kau ingin membagi kebahagiaan yang menggumpal-nggumpal di dadamu kepada mereka. Tidak, kekasih. Tidak, lelakiku. ku tidak sekali pun pernah meragukan ketulusanmu. 1au pantas melakukan itu, karena nyatanya kau begitu bahagia. 1ita begitu bahagia. 1ita adalah satu dari berjuta pasang kekasih yang paling bahagia yang pernah ada di dunia ini. Tapi, aku belum siap bertemu dengan orangtuamu, juga segenap orang yang kau cintai di kota kelahiranmu. %an kupastikan aku tak akan pernah siap. %an kupikir aku memang tidak harus pernah siap. ku bukan tidak ingin menjadi bagian dari keluarga besarmu, menjabat tangan bapak dan ibumu, lalu mencium tangan mereka, layaknya seorang calon menantu di mana pun di dunia ini. ku juga bukan tidak merindukan pertemuan dengan mereka. 1au kekasihku, aku mencintaimu dan oleh karena itu aku juga mencintai mereka. ku harus. Tapi cinta selalu bisa diwujudkan dengan cara yang berbeda bukan# %an aku telah memutuskan untuk tidak setuju dengan rencanamu. Maka, kekasih, kuantar kau hanya sampai ke terminal. 1au akan menemukan teman berbincang di sepanjang perjalananmu nanti. 1au bisa berbagi cerita dengannya, karena aku tahu kau bukan orang yang suka melewatkan sebuah perjalananan dengan tidur di dalam bus. Mungkin kau akan mengawalinya dengan berbagi minuman, bertanya ke mana tujuan, dan mengapa hanya sendirian saja. 1au juga sendirian. %an, mungkin kau akan bertanya kepada teman dudukmu, !Pernahkah nda merasakan sendiri di dunia ini#! %alam bayangku, kau ungkapkan pertanyaan itu dengan nada seorang penyair yang tengah membacakan puisi cinta untuk kekasihnya. 1au bayangkan seolah-olah teman dudukmu itu aku, yang setiap malam kau bacakan 7alt 7hitman sampai (eruda. 1adang kau baca Sitok Srengenge juga, yang aku tak begitu suka. Terlalu ,awa. Sedangkan kau tahu aku bukan orang ,awa. %an, itulah salah satu yang membuatmu menyukaiku. 1arena aku begitu putih, tidak seperti orang ,awa yang hitam. ku tidak tahu mengapa orang bisa menyimpan obsesi dan histeria pada warna kulit tertentu. 1arena dulu, ketika aku mencintaimu, aku hanya melihatmu sebagai seorang lelaki. &ang memberiku janji, juga mimpimimpi. !1ita akan menikah. Mungkin di Paris, mungkin di Belgia. Bisa juga %enmark, tapi tidak di sini,! begitu katamu suatu ketika. %an, aku begitu bahagia mendengarnya. Terbayang di benakku sebuah masa depan yang selama ini selalu gagal kuyakini bahwa aku punya. Tapi segalanya kemudian berubah. $nam tahun memang panjang. 1aau beranjak tua, sedangkan aku makin dewasa, karena ketika pertama kali kita bertemu aku masih begitu muda. Baru lulus SM . 1ita bertemu di sebuah kedai 2ast2ood. 1au tamu dan aku pelayannya. 1au banyak tersenyum dan aku begitu terpesona. Besoknya kau datang lagi dan mulai mengajak bicara. 'alu terjadi apa yang kemudian terjadi. 1au bawa aku pindah ke apartemenmu yang mewah dan hangat, dari sebuah kamar kontrakan yang sempit dan pengap. 1au beri aku pekerjaan lain yang katamu lebih layak. 1au dandani aku dengan pakaian-pakaian yang membuatku jadi nyaris tak mengenali diriku sendiri. Ternyata aku begitu tampan. Tapi, kau lebih suka memujiku cantik. ku malu tapi kau begitu berkuasa. Seandainya semua itu tidak berubah. Seandainya enam tahun itu tidak lama. Tapi segalanya kemudian berubah karena enam tahun memang lama. Terlalu lama untuk

membuat segala yang ada hanya berdiam di tempat saja. Bahkan batu-batu saja bisa bergeser dari tempatnya. Bahkan tanah-tanaha kosong di pinggiran kota kini telah menjadi rimba rumah dan ruko. Tak ada yang pernah sama selamanya, kekasih. Maka, banyak hal juga berubah dalam diriku. da yang harus kupikirkan kembali, banyak yang harus kude2inisikan kembali. Sampai ke soal rencana pernikahan juga. Bukankah waktu mengiyakanmu dulu aku masih begitu muda, dan tak tahu apa-apa# &ang ada hanya gairah, hanya birahi yang membakar. 'alu kau begitu marah. 1au bilang aku mengkhianatimu. 1au bilang aku tega membiarkanmu merana. Maa2kan aku, kekasih, aku tidak bermaksud. Tapi kau begitu marah. 1au tampari pipiku berkali-kali, kanan dan kiri, tidak dengan bibir seperti biasanya, tapi dengan tangan. 'alu aku menangis. ku bersikeras tak bermaksud memperdayaimu, tapi kau hanya tahu kau begitu terluka, begitu hancur. Tapi aku tak bisa menolong apa-apa lagi. )anya hanya bisa menolong diriku sendiri. $nam tahun sudah cukup. ku harus menghentikan petulangan ini. %an menertawaiku keras-keras. !)ai, muna2ik, kau pikir ini semacam periode yang harus kau lewati, dan kau telah sampai pada titik penantianmu, ketika kau harus mengakhirinya#! ku tidak bisa menjawab. ku hanya minta kau memahamiku. 1arena aku punya keluarga, punya masyarakat. Mereka mengharapkanku dengan harapan tertentu. &ang harus kupenuhi. tau, aku akan disisihkan, dianggap tak normal, dan kesepian. !1au pikir aku tak punya keluarga,! sergahmu. !1au pikir aku tak hidup di tengah masyarakat#! radangmu. ku tahu, tapi kita berbeda pendapat, kekasih. %an, aku tak bisa mengikuti pandanganmu. Maka pergilah, lelaki, lupakan aku, kembalilah ke kampung halamanmu, setelah puas kau arungi setiap lekuk tubuhku. tau kau tak akan pernah puas# ku tahu tak mudah mengakhiri semua ini, bahkan bagiku yang memang menghendakinya. Tapi kita tak boleh bersama lagi. %alam hubungan apapun. 1ita harus saling melupakan. kan kulahirkan diriku kembali, dan kau5aku tak tahu apa yang akan kau lakukan setelah keputusanmu untuk pulang. ku hanya akan peduli sampai kau meninggalkan terminal ini. 1au pulang ke kota kelahiranmu, dan aku pulang ke kesejatianku. 1embali menjadi seorang lelaki. Sesudah itu, kita bukan siapa-siapa lagi.

[Sentimentalitas]
>>>

Muji

Arso

'elaki itu mengikuti saya sejak keluar dari toko buku. Saya belum meninggalkan mall. Masih ada beberapa barang belanjaan yang harus saya beli di supermarket. Malam ini saya ingin memasak tumis kangkung yang dicampur dengan jamur dan sarden. Sudah lama saya tidak meluangkan waktu memanjakan lidah. Saya tidak cocok dengan kebanyakan masakan di ,akarta. Tidak ada yang benar-benar bisa memenuhi selera lidah saya. Melompat dari ujung tangga berjalan, saya melangkah cepat-cepat, menitipkan tas, melewati pintu berputar dan mengambil keranjang belanjaan. Saya kira belanjaan saya kali ini tidak akan banyak. Tapi, siapa lelaki itu# %ia mengikuti saya masuk ke supermarketh, mungkin ini hanya kebetulan saja. Belakangan ini saya memang begitu mudah mencurigai orang-orang di sekeliling saya. Seolah saya merasa setiap ada gerak di dekat saya, itu adalah ancaman yang akan membahayakan keselamatan saya. Saya bukan seorang penakut sebenarnya, tapi saya sadar benar, tubuh saya terlalu kecil untuk melawan kekerasan apapun

yang datang dari luar diri saya. Ini semacam kegelisahan juga, ketika di mana-mana kau sudah tidak merasa aman. Sumber kecemasan bukan datang dari tubuhmu sendiri, melainkan segala keadaan memang sudah tak lagi bisa dipercaya. Saya kira memang inilah ,akarta dan saya harus berkompromi untuk terus-menerus memperbaiki pemahaman saya atas kota yang berubah tiap detik ini. Saya melangkah menuju ke rak sayuran. )awa dingin menyerbu tubuh saya. Tumpukan sayur di rak pendingin itu menggoda saya. khirnya saya memang tidak hanya membeli seikat kangkung, tapi juga terong ungu, sawi dan bawang bombai. 'elaki itu kini di sebelah saya. Baiklah, saya harus bersikap wajar dan cuek. Saya meneliti harga-harga yang tertera di setiap ikat sayur yang saya beli. Sudah naik lagi. duh, hidup jadi seperti lomba lari dengan pemerintah. Menjadi orang Indonesia harus bernapas panjang, saya kira. pakah lelaki di sebelah saya juga memikirkan kenaikan harga# Saya tidak melihat ia menenteng keranjang. %ia tidak sedang berbelanja. ,adi benar, dia memang sengaja mengikuti saya. Saya meliriknya sekali lagi. 'elaki yang aneh, saya pikir. 7ajahnya begitu lembut, juga kepalanya yang tak berambut. Ia memakai kacamata dan dari ekspresi wajahnya saya kira dia orang yang mudah tertawa. 4murnya jelas lebih tua dari saya, tapi seandainya saya berkenalan dengannya, saya tidak akan memanggilnya 3pak3 atau 3oom3. Pakaiannya begitu rapi dan bau harum yang sejak tadi membelai hidung saya, saya kira meruap dari tubuhnya yang begitu bagus. ih, saya mulai tergoda. Tapi, tidak. Saya harus tetap bersikap wajar dan pura-pura tidak peduli dengan keberadaannya di sekitar saya. Saya bergerak menuju rak makanan dalam kaleng. Saya sudah hapal di mana letak sarden dan saya hanya membeli merk yang sama dengan yang sering diiklankan di teleAisi. Saya tidak mau berspekulasi dengan halhal baru yang belum pernah saya ketahui. Memilih sarden, saya kira juga ada ilmunya, untuk mengetahui mana yang lebih enak, lebih terjamin kualitasnya dan sebagainya. Tapi, dari mana datangnya keinginan untuk memasak sendiri malam ini# Saya kira ini bagian dari kerinduan juga, pada banyak hal yang telah tertinggal jauh di sana, di suatu tempat yang dengan sentimentil kau panggil sebagai kampung halaman, tempat yang kadang terasa hanya ada dalam benak, dalam kenangan. Sering saya merasa repot sendiri dengan melankolia seperti ini. Tapi, saya selalu bisa menghibur diri dengan berpikir, bahwa perasaan semacam itu wajar saja, semua orang mengalaminya. Tapi, pada saat yang lain, saya tak perlu menghibur diri dengan cara apapun dan lebih memilih untuk tidak memikirkannya. Biarkan saja perasaan merasakannya. 1e mana lelaki itu# .h, dia masih ada di samping saya, mengamat-ngamati kaleng sarden yang digenggamnya. Tanpa sadar saya telah memperhatikannya dan baru sadar ketika ia menoleh dan tersenyum. Saya terlambat untuk menghindar, ketika tiba-tiba ia berkata, !Pernahkah terpikir, nda ingin menjadi ikan-ikan dalam kaleng ini#! Saya terkejut dengan pertanyaannya, yang seaneh bentuk wajahnya. Tapi, harus saya akui ia begitu tampan. 7ajahnya begitu bersih dan bersinar. !)mm5saya kira, seandainya harus menjadi ikan, saya pasti memilih ikan di akuarium, bukan di dalam kaleng seperti itu,! jawab saya dengan nada bicara yang

saya usahakan sewajar mungkin. Saya tahu saya begitu gugup menghadapinya, entah kenapa. Mungkin karena ia begitu tampan dan wajahnya begitu bersih dan lembut. Saya seperti melihat wajah perempuan tercantik yang dipasang di atas tubuh seorang lelaki. %ia menatap saya. Tangannya masih menggenggam kaleng sarden. !Pilihan yang bagus. Ikan dalam akuarium. )mm5jadi ingat supermarket ini, mall ini5! kata dia mengambang, menerawang, seperti sedang menangkap sebuah kenangan yang tibatiba datang di kepalanya. ! da apa dengan supermarket ini, mal ini#! tanya saya. Puji Tuhan, saya mulai bisa membawa diri dengan santai. Saya tidak gugup lagi. Paling tidak saya mulai boleh berpikir bahwa seandainya lelaki ini memang sengaja mengikuti saya, ia tidak bermaksud jahat. Mungkin ia ingin berkenalan dengan saya. h, saya terlalu ge-er. !%i supermarket ini, di mall ini, saya kira kita sudah menjadi ikan-ikan yang bergerak dalam akuarium. 1ita adalah ikan-ikan yang saling asing, yang sibuk menemukan ruangnya masing-masing. Mungkin kita sudah sering bertemu di sini, berpapasan, atau berada di ruang yang berbeda. Tapi, ke supermarket inilah, ke mall inilah, kita selalu kembali. 1enalkan namaku Paul. Paul Michel, jangan bertanya siapa aku. )anya satu dari ribuan ikan asing. %an, jangan minta saya untuk tidak berubah.! Saya tersenyum lebar untuk cara dia memperkenalkan diri. !Saya 9regor. 9regor Samsa5! balas saya pendek saja sambil menyambut uluran tangannya. 1ami berjabat erat. Saya rasakan telapak tangannya begitu lembut dan hangat. !Mengapa sejak tadi kamu mengikuti saya#! tanya saya terlontar begitu saja. !1arena saya tahu kamu butuh teman,! jawab dia cepat. !%ari mana kamu tahu#! kejar saya. !%ari langkahmu yang serba ragu, dari gerak kepalamu yang tak henti mencari-cari sesuatu di sekelilingmu dengan gelisah, dari sinar matamu yang5! ! h, sok tahu-! potong saya sambil tertawa. %ia ikut tertawa. 'alu, kami begitu akrab. Saya segera melangkah ke kasir. 4sai membayar belanjaan, saya undang dia makan malam di rumah. !Saya akan masak malam ini,! kata saya dengan gembira, tapi pada detik berikutnya, kegembiraan itu menguap begitu saja, ketika Paul mengatakan sudah ada janji lain malam itu. %ia menyesal dan berjanji akan berkunjung ke rumah saya dalam pekan ini. Saya sedikit terhibur dengan janjinya, kami berpisah di pintu mall setelah sempat bertukar nomor )P. @@@ Sampai di rumah, saya simpan semua belanjaan di kulkas. Tiba-tiba keinginan saya yang menggebu-nggebu sejak sore untuk memasak lenyap seketika. Saya kira semua ini gara-gara pertemuan saya dengan lelaki bernama Paul-Michell itu. Saya tidak yakin itu benar-benar namanya. Mungkin ia asal sebut saja. Mungkin nama sebenarnya %aniar, atau ,im, atau ndre, atau "eBa, ya, ya nama-nama yang lebih pantas untuknya, kupikir, dibandingkan dengan Paul-Michell. Paul-Michell. Paul Michell. Paul Michell. )ei, tiba-tiba saya merasa saya pernah mendengar nama ini sebelumnya, tapi di mana# ,angan-jangan saya memang pernah ketemu dengannya, tapi di mana# 1apan# Sepanjang malam itu saya menjadi begitu gelisah memikirkan Paul-Michell. Berkali-kali saya menyesali mengapa ia menolak undangan makan malam saya. da janji apakah# %engan siapakah# Saya iri. Saya cemburu. ndai saja Paul-Michell malam ini ada di dekat saya. ,adi milik saya. Saya mencoba SMS dia. Satu menit, dua tiga5lima. Tak ada jawaban. Saya pencet nomornya. Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau Saya mengumpat kesal. Saya ulang sekali lagi. Sama. Saya lempar )P ke atas bantal sebelum akhirnya saya

lempar tubuh saya sendiri ke atas kasur. 1eesokan harinya, ketika bangun tidur, yang pertama kali kulakukan meng-SMS dia. Sudah bangun? Semalam gw call kok gak aktif? Sampai habis mandi, saya tak melihat ada pesan masuk ke )P saya. @@@ Saya berjalan kaki ke kantor. Seperti biasa. Sudah berlangsung selama tiga tahun. Melewati jalan yang sama. Melintasi bangunan-bangunan yang sama. Tiga tahun. Bukankah hidup begitu membosankan# da yang tak pernah berubah. Tapi, mau ke mana lagi# Sampai pagi ini saya masih meyakini bahwa saya sudah cukup bahagia dengan apa yang saya lakukan, dan saya dapat selama ini. h, hidup tak terlalu membosankan. Bukankah selalu ada yang berubah setiap hari, di antara yangh tak pernah berubah# Setengah berlari saya mengejar li2t. Tapi, terlambat. Pintu itu keburu terutup. Paul Michell- (yaris saya berteriak. Saya melihatnya- %ia berdiri di antara orang-orang yang berjejal di li2t. Saya melihatnya sekilas sebelum pintu li2t benar-benar tertutup. Bagaimana saya harus mengerjarnya# Turun di lantai berapa dia# jaib. .rang yang mengganggu pikiran saya semalaman ternyata bekerja di kantor yang terletak satu gedung dengan tempat saya bekerja. Bagaimana mungkin selama ini saya tak pernah melihatnyaTiga tahun. Mestinya banyak kemungkinan yang bisa terjadi antara saya dengannya. Berpapasan di lobi. Berada dalam satu li2t. Makan siang di deret bangku yang sama di kantin. Bagaimana mungkin hal itu tak pernah terjadi# Sampai waktu makan siang tiba, saya masih meyakini bahwa saya telah melihat paul-Michell di li2t tadi pagi. Saya tak mungkin salah. Segala yang ada pada dirinya terlalu indah untuk tak melekat dengan baik dalam ingatan. Saya mencoba melayangkan pandangan ke segala sudut kantin. makan siang di luar# @@@ Seminggu belum genap berlalu, tapi saya sudah kembali ke mall itu, supermarket itu. Saya mulai putus asa dengan Paul-Michell, dan hanya bisa berharap pada keajaiban bahwa tiba-tiba ketika sedang memnyusuri lorong supermarket, saya bertemu dia. Tapi, masih adakah keajaiban# h, bahkan untuk berharap pada kebetulan pun, rasanya saya teramat takut hanya akan berakhir pada kekecewaan. Saya mulai mengutuki Paul-Michell. 4ntuk apa memberikan nomor )P. kalau di-SMS tidak pernah membalas, dan ditelpon tidak pernah akti2# Saya merasa telah dipermainkan. Mungkin salah saya juga, terlalu berharap pada orang yang baru dikenal. Tapi, apakah untuk sebuah harapan, orang harus merasa bersalah# Betapa menyedihkan hidup ini. Malam itu saya pulang tanpa belanjaan apa-apa. Sambil melangkah keluar mall, saya memutuskan untuk melupakan Paul-Michell. !9regor5! Saya mendengar suara di antara desis mobil-mobil mewah yang bergerak di halaman parkir. Sepertinya memanggil nama saya. !9regor Samsa5! &a. Suara itu memang memanggil nama saya. Mata saya segera bergerak mencari asalnya. !Paul-Michell-! pakah dia selalu

Ia berdiri di bawah pohon akasia, dekat bangku panjang tempat sopir-sopir menunggu majikannya berbelanja. Saya mendekat. !Paul5kamu ke mana aj5! Suara saya tertahan. %ia bukan Paul-Michell. Tapi, Meisia. yang tak saya harapkan akan saya temui malam itu. @@@ ! TM saya tertelan-! pekik saya panik. .rang-orang yang antri di belakang saya segera menyuruh saya minggir. Seseorang menyarankan saya untuk menelpon pihak bank. Saya segera melakukannya. Penerima telepon merinci apa yang harus saya urus besok pagi. Saya berjalan pulang dengan lemas. Belum pernah saya seceroboh ini. pa yang ada dalam ingatan saya, sehingga memencet tombol TM saja salah dan membuat kartu saya tertelan# Saya mencoba melupakannya. %i ujung gang dekat rumah kontrakan, saya mampir ke warung untuk membeli obat sakit kepala. 1etika membuka dompet untuk membayarnya, saya tertegun. Saya melihat TM saya ada di situ, masih utuh. Sampai di rumah saya masih terus berpikir, kartu apa yang telah saya masukkan ke mesin TM tadi# tau, janganjangan saya belum memasukkan apa-apa# 1epala saya makin berdenyut. $mpat dinding kamar saya seperti berputar, bertukar-tukar tempat. Saya mulai meragukan seluruh ingatan dan kesadaran saya. ,angan-jangan saya juga belum pernah bertemu dengan Paul-Michell. 'alu siapa dia# Saya cek namanya di )P saya. Tak ada Paul-Michell. Tiba-tiba saya sedih. 1esedihan terbesar yang pernah saya rasakan. pa yang telah terjadi pada diri saya# ., hidup yang hampa. Tiga tahun meninggalkan kota kelahiran. Meninggalkan masa lalu. 4ntuk sebuah hidup yang baru. Tapi, adakah yang pernah benar-benar baru# Saya kira saya telah gagal untuk banyak hal. ,uga gagal meyakini apa yang harus saya yakini. Tiga tahun terlalu pendek untuk berubah. Tapi, sudah cukup panjang untuk menyadari, bahwa memang tak ada yang harus diubah. Mungkin saya tak terlalu gagal. Saya hanya makin tua dan tak kunjung sampai pada apa yang telah dicapai oleh orang-orang di sekitar saya. Tapi, tiga tahun sudah cukup. %an, tidak. Saya tidak gagal. Saya hanya harus mulai merasa nyaman dengan diri saya sendiri, dengan kesendirian ini. Mungkin untuk selamanya. Bukankah kekasih, seperti halnya Paul-Michell, selalu ada dalam imajinasi# h, hanya seorang teman

Anda mungkin juga menyukai