Anda di halaman 1dari 7

BAGAIMANA PEMIMPIN DALAM ISLAM

Drs. Ribat SH

I.

Pengantar Membicarakan masalah pemimpin merupakan suatu yang tidak akan pernah

habis dibicarakan orang dari masa ke masa. Tidak terkecuali masa lalu, saat ini dan masa akan datang, pembicaraan mengenai pemimpin banyak dibahas dan dianalisa dari berbagai sudut pandang yang bermacam-macam. Semuanya tergantung dari sisi mana seseorang memandang dan mengulas masalah pemimpin dalam suatu obyek kajiannya. Bila pemimpin dikaji dalam perspektif politik akan melahirkan pandangan yang berbeda bila dikaji dalam perspektif ekonomi. Begitu juga bila pemimpin dibahas menggunakan kacamatan idiologi kapitalis akan sangat berbeda dengan sosialis. Tulisan ini akan mencoba melakukan kajian pemimpin dalam perspektif Islam, karena bagian yang terbesar yang akan dipimpin adalah umat Islam, maka ajaran Islam harus menjadi bagian sangat penting dan strategis untuk dimunculkan. Karena dari sanalah cita-cita keadilan, kemashlahatan dan kebenaran akan ditegakkan. Tentu semuanya mengacu kepada patokan syari'at agar terhindar dari kepentingan nafsu perorangan, kelompok, maupun Isme-isme lainnya yang dapat membuat lemahnya komitmen seorang pemimpin dalam memperjuangan kebenaran dan keadilan dalam rangka mewujudkan kemashlahatan masyarakat yang dipimpinnya. Sebagai seorang muslim sudah barang tentu ,Islam merupakan sumber acuan aktivitas, motivasi, inspirasi dan landasan spritual dalam menggerakkan roda

kehidupan social. Karena muara seluruh perjuangan/jihad seorang pemimpin atau masyarakat dalam Islam tidak ditujukan kepada tujuan rendah seperti popularitas, akumulasi materi, prestise, kedudukan social, tetapi untuk memperjuangkan kedaulatan Allah di bumi dengan mengamalkan syari'atnya agar tercipta suasana rahmat yang penuh keadaban akan akhlaqul karimah dalam kehidupan sosial. II. Keharusan adanya pemimpin.

Dalam Islam keharusan adanya pemimpin/Khalifah dalam suatu komunitas mayarakat merupakan hal wajib. Bahkan bagaimana Islam memandang penting pemimpin dapat dilihat dalam hadis Riwayat abu Daud dari Abi Hurairah nabi berkata " Apabila keluar tiga orang untuk musafir, maka angkat satu diantaranya sebagai pemimpin."

Hampir semua mazhab dalam Islam sepakat bahwa keberadaan khalifah adalah wajib hukumnya. Umat Islam tidak bisa hidup tanpa adanya pemimpin. Bahkan Ibn Taymiyah mengatakan; Penguasa yang zalim lebih baik dari pada tidak ada pemimpin sama sekali.dan ada juga pendapat mengatakan Enam puluh tahun bersama pemimpin yang jahat lebih baik daripada satu malam tanpa pemimpin.

Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al-ahkam as-Shultoniyah mengatakan keharusan adanya pemimpin merupakan kewajiban kolektif umat Islam. Artinya apabila orang yang berhak telah mengangkat atau memangku jabatan khalifah maka gugurlah hukum wajib bagi kaum muslimin yang lain, sebaliknya jika tidak ada seorangpun yang menjalankan tugas itu maka kaum muslimin berdosa.

Sebagian ulama berpendapat bahwa dosa tersebut hanya tertimpa kepada dua golongan saja Pertama Ahlu Ra'yi yaitu para cerdik pandai sampai mereka berhasil memilih seorang pemipin. Kedua mereka yang memiliki syarat-syarat sebagai pemimpin , sampai terpilih satu diantara mereka. Sementara pendapat Abdul Qodir Audah seorang hakim yang syahid di hukum gantung penguasa Mesir Gamel abd Nasher mengatakan Dosanya mengenai seluruh umat , karena semua kaum muslimin menjadi sasaran hukum syari'at. Selanjutnya ia juga mengatakan bahwa hukum tentang keharusan adanya khalifah ada dua yaitu wajib syar'i dan wajib 'aqli. Wajib syar'i dasarkan atas enam hal Pertama: Khilafah adalah sunnah fi'liyah yang telah digariskan oleh rasul dengan amal perbuatan, sehingga kewajiban kaum muslimin untuk melaksanakannya. Kedua : Kesepakatan para sahabat. Setelah Rasul meninggal para sahabat sepakat mengangkat penggantinya Abu Bakar baru kemudian mereka memakamkam Nabi. Ketiga; Pelaksanaan Hukum syari'at tergantung pada khalifah. Hukum syari'at tidak mempunyai kekuatan apa-apa kalau tidak dilaksanakan. Oleh karenanya dibutuhkan pemimpin untuk melaksanakannya. Dengan demikian sesuai

dengan kaedah ushul Figh Ma la Yatimmul wajibu illa bi hi fahu wajibun. Apabila tugas wajib tidak sempurna kecuali dengan suatu pekerjaan , maka melaksanakan pekerjaan itu menjadi wajib hukumnya. Keempat; Nash al-quran dan Sunnah , telah mewajibkan mengangkat imam bagi jama'ah. (surah Annisa' ayat 59).

Kelima: umat Islam hanya satu. Kaum muslimin wajib bersatu dibawah bendera alquran dan haram bercerai berai ( lihat Surah Ali imran ayat 103, 105 dan alAnfal 46).

Keenam : keharusan satu Negara. Sebagai satu umat dan satu Negara mereka hanya boleh memilih dan mengangkat seorang khalifah.

Adapun wajib 'aqli yaitu rakyat mustahil dapat hidup sendiri-sendiri, mereka harus berkumpul dan bersatu baik dalam keadaan damai apalagi dalam keadaan darurat. Dalam kenyataannya sering terjadi saling lomba, bersaing dan saling

mengalahkan satu dengan yang lain untuk merebut penghidupan sehingga menimbulkan permusuhan dan pertumpahan darah. Untuk mencegah agar permusuhan dan pertumpahan darah tidak terjadi diperlukan seorang pemimpin untuk menyelesaikannya. III. Syarat-syarat Pemimpin. Imam al-Mawardi menetapkan tujuh Syarat bagi seorang khalifah atau pemimpin yaitu : 1. Adil; 2. berilmu sampai taraf mujthaid 3. Sehat jasmani 4. Cerdas 5. memiliki kemampuan untuk memimpin 6. berani berkorban untuk mempertahankan kehormatan dan berjihad dengan musuh 7. Keturunan Quraisy

Ibnu Khaldun Menetapkan syarat Khalifah hanya empat yaitu : 1. Berilmu sampai tahap mujtahid 2. Adil 3. Kifayah atau memilki kesanggupan bersiasah. 4. sehat jasmani dan rohani.

Abdul qodir Audah menetapkan syarat Khalifah delapan Syarat: 1. Islam. Diharamkan mengangkat pemimpin seorang kafir (Surah ali Imran ayat 28) karena tidak mungkin kepala Negara yang kafir bisa melaksanakan hukum syari'at yang hal tersebut merupakan tugas khalifah. Dengan begitu diharamkan juga mengangkat orang kafir menjadi hakim, karena ditangan hakim kekuasaan hukum ditegakkan (An-Nisa' ayat 141).

2. Pria. Wanita menurut tabiatnya tidak cakap untuk memimpin Negara, karena jabatan itu memerlukan kerja keras seperti meminpin tentera dan mengurus berbagai persoalan. 3. Taklif , yaitu sudah dewasa, dimana jabatan khalifah adalah penguasaan atas orang lain. 4. Ilmu Pengetahuan, yaitu ahli dalam hukum Islam sampai bila mungkin mencapai taraf mujtahid. Bahkan dituntut mengetahui Hukum internasional , Traktat dan perdagangan internasional Dll. 5. Adil yaitu menghiasi diri dengan sifat kemuliaan dan akhlakul karimah terhindar dari sifat fasik , Maksiat , keji dan munkar 6. Kemampuan dan Kecakapan, yaitu di samping mampu mengarahkan umat ia juga mampu membimbing umat ke jalan yang benar yang dikehendaki syari'at. 7. Sehat Jasmani dan rohani, Yaitu Khalifah tidak boleh buta, tuli, bisu dan cacat. 8. Keturunan Quraisy. Dikalangan ulama terjadi perbedaan pendapat tentang hal ini. Karena hadis yang mengatakan Imam dari Quraisy, selama mereka memerintah dengan adil. Ditujukan untuk maksud terbatas yaitu waktu dan tempat terbatas. Jadi tidak berlaku secara umum. IV. Cara Pengangkatan Khalifah Pengangkatan khalifah dipandang syah melalui cara-cara dibawah ini : 1. Melalui Bai'at yaitu pengangkatan dengan pernyataan taat setia yang dilakukan oleh orang-orang cerdik (ulama) yang terkemuka atau mereka yang tergabung dalam ahlu halli wal aqdhi. Abu Bakar di angkat melalui bai'at. 2. Melalui Istihklaf yaitu pengangkatan dengan cara penetapan dari khalifah atau pemimpin ynag masih hidup terhadap penggantinya bila ia mati. Dalam hal ini ia boleh menetapkan satu orang atau beberapa orang kemudian mereka bermusyawarah untuk menetapkan satu diantara mereka menjadi khalifah. System pengangkatan seperti ini sering disebut dengan Syuro. 3. Melalui Istilak yaitu menguasai dan mengalahkan, maksudnya melakukan perebutan kekuasaan melalui kekuatan. Tiga cara diatas menurut ulama figh dipandang sah. segala tindakan dan keputusannya yang sesuai dengan syari'at Islam, dipandang sah guna menjaga kemashlahatan umat. Bila tidak, ini akan berakibat kepada kesulitan dan kekacauan kehidupan umat, pengangkatan hakim, wali Hakim, pernikahan yang dilakukan wali hakim berakibat semuanya tidak sah.

Bila

cara-cara

pengangkatan

di

atas

dipandang

sah

maka

bila

khalifah

memerintahkan sesuatu yang sunnat , maka itu menjadi wajib mentaatinya , bila yang diperintahkannya suatu yang mubah, maka melaksankannya menjadi wajib, dan bila ia melarang mengerjakan yang mubah ,maka mengerjakannya menjadi haram. Kewajiban taat kepada khalifah dalam hal-hal yang tidak melanggar hukum Allah. (La thoata li makhlukin fi ma'siatil khalik) V. Bagaimana Kondisi hari ini.? Adalah sulit mengatakan kondisi hari ini telah sesuai dengan cara-cara yang telah ditetapkan oleh syari'at. Sejak Barat menawarkan system pemerintahan sekuler, umat Islam sedunia hampir tidak punya pilihan lain kecuali mengikuti sitem tersebut. Padahal system pemerintahan Islam bila dibandingkan dengan system pemerintahan sekuler ibarat siang dengan malam.satu dengan yang lain sangat berbeda dari segi Hakikat, tujuan, orientasi dan mekanismenya. Islam memandang hakikat kekuasan/kedaulatan merupakan perpanjangan dari kedaulatan Allah SWT. Sedangkan sekuler mengatakan kedaulatan ditangan rakyat. Tujuan negara menurut Islam dalam rangka menegakkan hukum-hukum Allah dan khalifah sebagai penjaganya untuk mewujudkan kemashlahatan dunia dan akhirat, sedangkan pandangan sekuler negara bertujuan untuk mencapai

kesejahteraan manusia yang digali dari pikiran,adat kebiasaan yang hidup dan tumbuh dimasyarakat. Begitu juga orientasi kepemimpinan dalam Islam merupakan amanah dari Allah untuk mengatur dan membimbing manusia ke jalan yang hak, sedangkan kepemimpian sekuler merupakan amanah rakyat yang berfungsi untuk mengatur kehidupan agar tertib terlepas dari ikatan akidah maupun moral dari penguasa. Selanjutnya mekanismenya juga sangat jauh berbeda. Bila dalam Islam Pengangkatan Pemimpin tidak dilakukan melalui cara pemilihan langsung dari rakyat karena khalifah atau pemimpin sifatnya sebagai pengganti nabi dalam memimpin umat dan mekanisme dilakukan melalui lembaga syuro atau ahlu halli wal aqdi, karenanya tidak layak diserahkan bulat-bulat kepada rakyat yang kurang memiliki pengetahuan akan hukum-hukum syari'at , sedangkan kepemimpinan sekuler dilakukan melalui pemilihan langsung rakyat untuk menentukan

pemimpinnya. Sistem ini membutuhkan biaya besar untuk tampil sebagai pucuk pimpinan bahkan harus membeli suara rakyat melalui segala cara agar supaya rakyat mendukungnya. Ada yang mengatakan cara yang ditempuh calon pemimpin dalam system demokrasi sama dengan berjudi, dimana pasangan calon berkompetisi

memasang taruhan guna menarik simpati rakyat. Bila nasib mujur dengan didukung oleh team sukses maka ia akan memperoleh jabatan untuk memimpin rakyatnya.

Bila

tidak

menang/sial

maka

kerugian

akan

ditanggungnya

begitu

juga

pendukungnya. Inilah sekedar gambaran betapa Islam memiliki konsep kepemimpinan yang jelas ,terang,dan dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya kepada rakyat tetapi lebih lagi kepada Allah SWT. VI. Penutup Islam telah membimbing kita bahwa kekuasaan yang kita miliki adalah bagian dari kekuasaanya. Rusaknya tatanan masyarakat bukan disebabkan oleh masyarakat itu sendiri, tetapi ditentukan oleh pemimpinnya. Betapa

pemimpin/khalifah merupakan zillullah fil ardh (bayangan tuhan dibumi). seharusnya pemimpin menyadari , tugas yang diembannya cukup berat. Tetapi tetap saja berlomba untuk meraihnya walau dengan seribu cara. Wabillahi taufik walhidayah Assalamualikum Wr. Wb

VI. Bagaimana dengan Pilgubsu? Karena Konsep, tujuan, dan meknaisme yang dijalankan saat ini kurang sejalan dengan ketentuan syar'I dan pendapat para ulama, maka boleh dikatakan pemimpin yang lahir

Anda mungkin juga menyukai