Anda di halaman 1dari 15

FISIOLOGI TUMBUHAN

Pemecahan Dormansi

Sulfiah (093204055)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI 2011

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pada hampir semua tumbuhan baik itu tumbuhan darat maupun tumbuhan air, akan ditemui satu fase di mana biji dari tumbuhan tersebut mengalami istirahat atau tidak melakukan perkecambahan walaupun lingkungan mendukung untuk terjadinya pertumbuhan. Fase ini disebut fase dormansi (Anonim, 2008). Dormansi menyebabkan tidak adanya pertumbuhan pada biji atau benih walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan (Anonim, 2008). Hampir semua tumbuhan darat, baik tumbuhan rendah maupun tumbuhan tingkat tinggi dalam siklus hidupnya akan dijumpai adanya fase dormansi. Dormansi ini dapat terjadi baik pada seluruh tumbuhan atau organ tertentu yang disebabkan oleh faktor eksternal maupun faktor internal, yang bertujuan untuk mempertahankan diri pada kondisi yang kurang menguntungkan. Namun dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis dari benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi variasi yang kebetulan terjadi. Sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya dari kemusnaan alam ( Sutopo, 1998 ). Salah satu penyebab dari terjadinya dormansi tersebut adalah dari faktor kimia yaitu dikarenakan adanya zat-zat penghambat dalam tumbuhan tersebut. Zat pengahambat ini ada berbagai macam jenisnya. Zat-zat penghambat tersebutlah yang pada umumnya dikenal dengan nama inhibitor. Zat-zat penghambat ini akan menunda terjadinya perkecambahan, meskipun kondisi lingkungan sudah sangat mendukung untuk terjadinya suatu proses perkecambahan (Tjitrosoma, 1984). Dormansi yang disebabkan oleh faktor kimia tersebut dapat dipecahkan yaitu dengan mencuci biji tanaman tersebut sehingga zat inhibitornya dapat hilang. Secara alamiah di alam, proses pencucian ini biasanya dilakukan oleh air hujan. Cara lainnya yang dapat digunakan ialah dengan perlakuan suhu rendah atau pendinginan awal (Salisbury dan Ross, 1995). Berdasarkan uraian di atas dilakukanlah percobaan untuk mengetahui pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan biji asam.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan biji asam ?

C. Tujuan Adapun tujuan dari percobaan ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan biji asam.

BAB II KAJIAN PUSTAKA


Dormansi merupakan kondisi fisik dan fisiologis pada biji yang mencegah perkecambahan pada waktu yang tidak tepat atau tidak sesuai. Dormansi membantu biji mempertahankan diri terhadap kondisi yang tidak sesuai seperti kondisi lingkungan yang panas, dingin, kekeringan dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa dormansi merupakan mekanisme biologis untuk menjamin perkecambahan biji berlangsung pada kondisi dan waktu yang tepat untuk mendukung pertumbuhan yang tepat. Dormansi bisa diakibatkan karena ketidakmampuan sumbu embrio untuk mengarendatasi hambatan (Anonim, 2007). Dormansi pada benih berlangsung selama beberapa hari, semusim, bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya (Sutopo, 2004). Dormansi merupakan strategi benih-benih tumbuhan tertentu agar dapat mengatasi lingkungan sub-optimum guna mempertahankan kelanjutan spesiesnya. Dormansi benih

berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Terdapat berbagai penyebab dormansi benih yang pada garis besarnya dapat digolongkan kedalam adanya hambatan dari kulit benih (misalnya pada benih lamtoro karena kulit benih yang impermeabel terhadap air) atau bagian dalam benihnya (misalnya pada benih melinjo karena embrio yang belum dewasa). Benih yang mengalami dormansi organik ini tidak dapat berkecambah dalam kondisi lingkungan perkecambahan yang optimum (Sadjad, 1993). Dormansi pada biji disebabkan karena: Rendah/tidak adanya proses imbibisi air Struktur benih (kulit benih) yang keras sehingga mempersulit keluar masuknya air ke dalam biji. Respirasi

Adanya membran atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu keras ,

sehingga

pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam benih. Resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio Kulit biji cukup kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio. Dormansi sering dijumpai pada biji padi, biji timun putih, pare dan semangka nonbiji. Biji dapat tetap viabel (hidup), tapi tak mampu berkecambah atau tumbuh karena pengaruh kondisi luar atau kondisi dalam. Kuisen Kondisi biji tidak mampu berkecambah hanya karena kondisi luarnya tidak sesuai (misalnya, biji terlalu kering atau terlalu dingin) Dormansi, yaitu kondisi biji gagal Kondisi biji tidak mampu berkecambah karena kondisi dalam, walaupun kondisi luar sudah sesuai. (Salisbury, 1992) Menurut A ldrich ( 1984) Dormansi dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu : 1. Innate dormansi (dormansi primer) 2. Induced dormansi (dormansi sekunder) Biji yang normal maupun yang berkecambah apabila dikenakan suatu keadaan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu dapat kehilangan kemampuannya untuk berkecambah. Dormansi sekunder dapat terjadi bila benih diberi semua faktor yang dibutuhkan untuk berkecambah kecuali satu faktor. Misalnya tidak diberikannya cahaya pada benih yang membutuhkan cahaya. 3. Enforced dormansi Sedangkan menurut Sutopo (1985) Dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu : a. Dormansi Fisik Disebabkan oleh pembatasan struktural terhadap perkecambahan biji, seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi penghalang masuknya air atau gas-gas ke dalam biji. b. Dormansi Fisiologis Dormansi perlu dipatahkan untuk memulai perkecambahan, dengan cara : 1. Perlakuan mekanis. DenganSkarifikasi : 1. Mengkikir/menggosok kulit biji dengan kertas amplas.

2. Melubangi kulit biji dengan pisau. 3. Memecah kulitbiji 4. Goncangan untuk benih-benih yang memiliki sumbat gabus. Tujuan dari perlakuan mekanis ini adalah untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permeabel terhadap air atau gas. 2. Perlakuan kimia. Tujuan perlakuan kimia adalah menjadikan kulit biji lebih mudah dimasuki air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah. Contoh : 1. 2. 3. 4. Perendaman benih ubi jalar dalam asam sulfat pekat selama 20 menit sebelum tanam. Perendaman benih padi dalam HNO3 pekat selama 30 menit. Pemberian Gibberelin pada benih terong dengan dosis 100 - 200 PPM. Bahan kimia lain yang sering digunakan adalah potassium hidroxide, asam hidrochlorit, potassium nitrat danThiourea. 5. Digunakan hormon tumbuh antara lain:Cytokinin,Gibberelin dan iuxil (IAA). 3. Perlakuan perendaman dengan air. Tujuan perlakuan perendaman di dalam air panas adalah memudahkan penyerapan air oleh benih. Caranya dengan memasukkan benih ke dalam air panas pada suhu 60 - 70 0C dan dibiarkan sampai air menjadi dingin, selama beberapa waktu. 4. Perlakuan dengan suhu. Cara yang sering dipakai adalah dengan memberi temperatur rendah pada keadaan lembab (Stratifikasi). Selama stratifikasi terjadi sejumlah perubahan dalam biji yang berakibat menghilangkan bahan-bahan penghambat perkecambahan atau terjadi pembentukan bahanbahan yang merangsang pertumbuhan. Kebutuhan stratifikasi berbeda untuk setiap jenis tanaman, bahkan antar varietas dalam satu famili. 5. Perlakuan dengan cahaya. Cahaya berpengaruh terhadap prosentase perkecambahan biji dan laju perkecambahan. Pengaruh cahaya pada biji bukan saja dalam jumlah cahaya yang diterima tetapi juga intensitas cahaya dan panjang hari. Hilangnya sifat dorman bergantung pada keseimbangan antara penghambat dan pemacu pertumbuhan. Di antara senyawa penghambat pertumbuhan yang jumlahnya besar itu, beberapa senyawa bertempat di kulit biji. Penamggalan kulit biji dan sebagian dari penutup tambahan di luarnya dapat merangsang perkecambahan. Hal ini mendukung anggapan bahwa

ada bagian dari biji dan jaringan sekitarnya yang merupakan salah satu penghambat perkecambahan. Ahli fisiologi tumbuhan biji biasanya menetapkan perkecambahan sebagai kejadian yang dimulai dengan imbibisi dan diakhiri ketika radikula (akar lembaga atau pada beberapa biji, kotiledon/hipokotil) memanjang atau muncul melewati kulit biji (Bewley dan Black, 1982, 19 84; Mayer, 1974 dalam Salisbury 1992). Mulai berkecambahnya suatu biji menunjukkan adanya pematahan masa dorman. Pada waktu imbibisi, kandungan air meningkat, mula-mula cepat, kemudian lebih lambat. Jaringan mulai bermetabolisme secara aktif, enzim yang telah ada diaktifkan kembali. Disintesis pula protein baru untuk enzim baru. Pertumbuhan kecambah memerlukan pasokan air dan zat gizi terus-menerus. Sebelum embrio menjadi kecambah yang mandiri, ia menggunakan makanan yang tersimpan dalam endosperm dan dalam selnya sendiri. Enzimenzim tersebutlah yang digunakan untuk mencerna dan menggunakan bahan cadangan yang tersimpan. Peristiwa penting dalam diferensiasi embrio selama perkecambahan adalah dimulainya perkembangan sel pengangkut dalam prokambium yang selanjutnya menjadi jaringan pengangkut. Pembentukan sel pengangkut ini dilakukan pertama kali karena akan digunakan untuk transportasi nutrisi yang digunakan untuk pertumbuhan kecambah. Metabolisme di dalam keping biji diaktifkan dan dikendalikan oleh rangsangan dari sumbu embrio. Perkecambahanbiji ada dua macam, yaitu : 1. Hipogeal Keping atau kedua keping biji terbungkus oleh kulit biji dan tetap berada dibawah permukaan tanah. Terjadi pada monokotil maupun dikotil. 2. Epigeal Keping biji terangkat ke atas permukaan tanah oleh sumbu embrio yang memanjang. Terjadi pada tumbuhan dikotil. Pada perkecambahan hipogeal, biji beserta skutelum tetap dibawah permukaan tanah. Pada awal perkecambahan, koleoriza memanjang dan menembus perikarp kemudian akar menembus koleoriza.Di ujung lain pada biji, pucuk yang diselubungi oleh koleoptil muncul. Kesatuan ini terangkat ke atas oleh ruas ( internodus). Sedangkan pada perkecambahan epigeal mula-mula radikula muncul dan menjadi sumbu utama akar tunggang. Hipokotil memanjang di bagian dasarnya dan melengkung. Tegangan yang terjadi menyebabkan keping biji serta kulit biji yang menyelubungi tertarik ke atas tanah. Hipokotil kemudian meluruskan

diri, kulit biji tanggal dan keping biji terpisah satu dari yang lainnya serta meluas. Ujung epikotil mulai membentuk daun, buku, dan ruas. Beberapa ruas pertama tetap pendek.

Benih dapat berkecambah bila tersedia faktor-faktor pendukung selama terjadinya proses perkecambahan. Perkembangan benih dipengaruhi oleh faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal). a. Faktor dalam (internal) Tingkat kemasakan benih Ukuran benih Dormansi Penghambat tumbuh Kulit biji yang tahan atau

permeabel Kematangan embrio Adanya inhibitor Rendahnya zat perangsang tumbuh

b. Faktor luar (eksternal) Air Perkembangan biji tidak akan dimulai bila air belum terserap masuk ke dalam biji hingga 80 90% dan umumnya dibutuhkan kadar air benih sekitar 30-55%. Pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya biji karena jamur atau bakteri (Sutopo, 2002). Suhu Suhu optimal adalah suhu yang paling menguntungkan untuk berlangsungnya

perkecambahan biji dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran suhu antara26.5 - 35C (Sutopo, 2 002). Oksigen Cahaya Medium Kelembaban

BAB III METODE PERCOBAAN


A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang kami gunakan adalah eksperimen karena menggunakan beberapa variabel yaitu variabel kontrol, variabel manipulasi dan variabel respon. Selain itu juga menggunakan pembanding dalam penelitian.

B. Variabel Penelitian a. Variabel kontrol : Jumlah biji, Medium tanam (tanah + pasir)

b. Variabel manipulasi :Perlakuan terhadap biji asam ( diamplas, direndam H2SO4, dicuci dengan air) c. Variabel respons C. Alat dan Bahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. Biji berkulit keras (Biji Asam) Asam sulfat pekat Kertas amplas Pot dan media tanam berupa tanah dan pasir Air Gelas kimia : Pemecahan biji asam

D. Langkah Kerja 1. 2. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan. Menyediakan 30 biji Asam dan dibagi kedalam 3 kelompok : 10 biji terendam dalam asam sulfat pekat selama 5 menit, kemudian rendam dengan air. 10 biji yang lain dihilangkan bagian yang tidak ada lembaganya menggunakan kertas amplas dan kemudian cuci dengan air. Ambil 10 biji lain kemudian cuci dengan air.

3.

Menanam ketiga kelompok biji tersebut pada pot yang bermedia tanah dan pasir dengan perbandingan 1 : 1. Mengusahakan kondisi penanaman biji dalam keadaan sama.

4.

Mengamati perkecambahan untuk ketiga pot tersebut seetiap hari selama 14 hari. Bila tanahnya kering dilakukan penyiraman.

5.

Membuat tabel pengamatan kecepatan perkecambahan dari hasil pengamatan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil 1. Tabel Pengaruh Berbagai Perlakuan Terhadap Kecepatan Pemecahan Dormansi Biji Asam Jumlah biji yang berkecambah hari kePerlakuan 1 Di amplas Direndam H2SO4 Dicuci dengan air suling 2 2 2 3 4 2 5 2 6 7 3 2 8 1 9 1 10 11 1 12 1 1 13 14 15 9 5 Jumlah

Analisis Data
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dengan perlakuan yang berbeda-beda, akan memberikan pengaruh yang berbeda juga terhadap pemecahan dormansi biji asam. Biji asam yang diamplas mengalami pemecahan dormansi yang paling cepat dibandingkan dengan biji asam yang direndam dengan H2SO4 dan dicuci dengan air. Jumlah biji asam yang mengalami perkecambahan dengan perlakuan diamplas sebanyak 9 biji, yaitu pada hari ke-4 berkecambah 2 biji, pada hari ke-5 berkecambah 2 biji, pada hari ke-7 berkecambah 3 biji, pada hari ke-8 berkecambah 1 biji dan pada hari ke-12 berkecambah 1 biji. Sedangkan jumlah biji asam yang mengalami perkecambahan dengan perlakuan direndam H2SO4 sebanyak 5 biji, yaitu pada hari ke-7 berkecambah 2 biji, pada hari ke-9 berkecambah 1 biji, pada hari ke-11 berkecambah 1 biji, dan pada hari ke-12 berkecambah 1 biji. Dan jumlah biji asam yang mengalami perkecambahan dengan perlakuan dicuci air suling sebanyak 2 biji, yaitu pada hari ke-13 baru berkecambah 2 biji.

2. Histogram Hubungan Antara Berbagai Macam Perlakuan Terhadap Kecepatan Pemecahan Dormansi Biji Asam

Jumlah Biji Yang Tumbuh

9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Diamplas Direndam H2SO4 Perlakuan Dicuci Air Suling

Analisis Histogram Berdasarkan histogram diatas dapat di ketahui bahwa biji asam yang diamplas memiliki pemecahan dormansi yang paling cepat dibandingkan dengan biji yang di rendam dengan H2SO4 dan dicuci dengan air suling.

B. Pembahasan Dari percobaan yang telah dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai macam perlakuan terhadap pemecahan biji asam. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah dengan cara memberikan perlakuan yang berbeda-beda pada masing-masing biji yaitu dengan cara diamplas, direndam dengan H2SO4, dan dicuci dengan air suling. Hal ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan manakah, yang tepat digunakan untuk mematahkan dormansi biji asam. Berdasarkan data percobaan di atas, dapat diketahui bahwa perlakuan yang berbeda-beda akan memberikan pengaruh yang berbeda juga terhadap pemecahan dormansi biji asam. Biji asam yang diamplas mengalami pemecahan dormansi yang paling cepat yaitu pada hari ke-4. Sedangkan biji asam yang direndam dengan H2SO4 mulai berkecambah pada hari ke-7 dan biji asam yang dicuci dengan air suling baru berkecambah pada hari ke-13. Jumlah biji asam yang mengalami perkecambahan dengan perlakuan diamplas sebanyak 9 biji. Sedangkan

jumlah biji asam yang mengalami perkecambahan dengan perlakuan direndam H2SO4 sebanyak 5 biji. Dan jumlah biji asam yang mengalami perkecambahan dengan perlakuan dicuci air suling sebanyak 2 biji. Hal ini disebabkan karena biji asam merupakan salah satu biji keras. Rendahnya/tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur benih (kulit benih) yang keras, akan mempersulit masuknya air ke dalam benih. Proses respirasi sulit terjadi, karena adanya membran atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu keras, juga mengakibatkan pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam benih. Sehingga proses perkecambahan biji tersebut akan terhambat. Namun Secara Umum dormansi pada biji dapat diatasi dengan melakukan perlakuan sebagai berikut : Pemarutan atau penggoresan (skarifikasi, scarification) yaitu dengan cara

menghaluskan kulit benih atau menggores kulit benih agar dapat dilalui air dan udara. Melepaskan kulit benih dari sifat kerasnya agar memudahkan air dan udara melakukan aliran yang mendorong perkecambahan. Perusakan strophiole benih yang menyumbat tempat masuknya air. Stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi. Pemberian bahan kimia (Kartasapoetra, 2003). Dari percobaan yang dilakukan biji asam yang diamplas akan mengalami pemecahan dormansi yang lebih cepat, dibandingkan biji yang direndam H2SO4 dan dicuci dengan air suling, sebab pengamplasan biji asam menyebabkan kulit biji asam yang keras dan tebal menjadi lebih tipis sehingga memudahkan imbibisi air. Jika imbibisi air dapat berlangsung maksimal, maka proses perkecambahan biji juga akan berlangsung lebih cepat. Proses imbibisi diawali dengan masuknya air dalam biji, kemudian menyebabkan hormon GA3 aktif. Hormon GA3 masuk ke dalam endosperm dan terjadi proses transkripsi dari DNA templete menjadi mRNA yang membawa codon-codon kemudian terjadi translasi yang mengkode codon-codon yang dibawa oleh mRNA tadi menjadi asam amino tertentu. Giberelin (GA3) yang terdapat pada lapisan sel aleuron dapat memacu sintesis enzim amilase yang dapat mengubah menjadi glukosa yang berfungsi sebagai energi bagi sel. Kemudian glukosa/gula didistribusikan ke titik tumbuh tanaman sehingga muncul epicotil dan radikula (awal perkecambahan). Oleh sebab itu biji yang diberi perlakuan diamplas akan cepat mengalami perkecambahan.

BAB V PENUTUP
A. Simpulan Perlakuan yang berbeda-beda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pemecahan biji asam. Biji asam yang diamplas akan mengalami pemecahan dormansi yang lebih cepat dibandingkan dengan biji asam yang direndam H2SO4 dan dicuci dengan air suling.

DAFTAR PUSTAKA

Budipramana S. Lukas, Yuni Sri R. Dan Yuliani. 2011. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya: University Press IKIP Surabaya. http://www.scribd.com/doc/36950534/laporan-biji, diakses pada tanggal 1 desember 2011.

Mahendrata. 2011. Metode Pematahan Dormansi Dasar Ilmu Dan Teknologi Benih. http://budikolonjono.blogspot.com/2011/08/laporan-metode-pematahan-dormansi-dasar.html, diakses pada tanggal 1 desember 2011.

http://www.scribd.com/doc/48847450/Lap-Fistum-2-Dormansi, diakses pada tanggal 1 desember 2011.

Wika. 2010. Dormansi Dan Perkecambahan Biji. http://dwikahenny24.wordpress.com/2010/02/08/laporan-dormansi-dan-perkecambahan-biji/, diakses pada tanggal 1 desember 2011.

Merina. 2011. Dormansi. http://merinasafitri-knowledge.blogspot.com/2011/05/dormansi.html, diakses pada tanggal 4 desember 2011.

Anda mungkin juga menyukai