Anda di halaman 1dari 6

Sosbud

Jadikan Teman | Kirim Pesan

H. R. Harapan Rakyat

HARAPAN RAKYAT (HR) untuk kemajuan Indonesia yang masyarakatnya HIDUP RUKUN (HR), lingkungannya HIJAU RIMBUN (HR), dan memiliki pemimpin yang selalu di HATI RAKYAT (HR). (Jika ingin mengirimkan tulisan kepada kami seputar HR, silahkan kirim ke hrharapanrakyat2014@yahoo.co.id)

Pelestarian Budaya, Simbol Nasionalisme


REP | 12 September 2011 | 14:21 63 37 10 dari 20 Kompasianer menilai bermanfaat

Sebuah budaya yang luar biasa yang kita punya di Indonesia ini, keanekaragamanpun tergambar jelas dari budaya Jawa sampai Budaya Papua. Kita sebagai rakyat Indonesia harus bangga dengan keanekaragaman ini. Dan keaneka ragaman inilah merupakan sebuah konsep yang utama dalam sebuah pendidikan ilmu pengetahuan sosial. Dan untuk dapat memahami umat manusia dan dunia ini maka kita haruslah mempelajari sebuah adanya unsur kesamaan-juga sekaligus melakukan perbandingan perbedaan dari orang-orang tersebut. Dengan prinsip inilah kita mampu menghormati dan mengerti budaya sendiri maupun yang di miliki oleh kelompok ataupun orang lain. Demikianlah Indonesia menjadi sebuah nation state, dan menurut seorang ahli Benedict Anderson Nation State merupakan sebuah imajinasi semata. Dan kenyataan inipun ada dalam nation state tersebut. Sebuah komunitas dalam sebuah kemajemukan (heterogeneity), dan juga terdapat sebuah perbedaah (diversity). Dengan demikian indonesia merupakan sebuah bahasa yang terdapat perngertian tetang sebuah tanda budaya, yang didalamnya terdapat perbedaanperbedaan.

Seperti kita ketahui bahwa kelestarian alam maupun budaya dapat kita pertambah lagi dengan pengetahuan-pengetahuan kita terhadap daerah yang mau kita tuju, seperti kita contohkan saja budaya Jawa yang kita kenal dengan seni wayangnya, dan ini sangat lekat sekali oleh orang jawa, begitu juga dengan hasil tenun yang banyak sekali ragamnya di Nusantara ini kita contohkan saja seperti kain songket, kita tahukan siapakah sosok HR itu ia berasal dari kota Palembang, ia mengenal sekali bagaimana budaya Palembang, apalagi dengan ciri khasnya kain songket. Menurut Hatta Rajasa (HR), perajin kain tradisional harus dilestarikan agar pengetahuannya bertambah. Selain itu harus ada pelatihan. Yang ahli mengajarkan ke daerah supaya tidak punah. Bukan itu saja pelestarian budaya yang beraneka ragam ini memang sudah sewajarnya kita lestarikan, jangan sampai budaya Indonesia sampai lepas dari Indonesia sendiri dan diakui oleh negara asing, bagi kita itu sangat menyayat hati. Walaupun HR saat ini menjabat sebagai seorang Menko Perokonomian tapi ia sangat respek sekali dengan budaya Indonesia saat ini, sebab kebudayaan merupakan sebuah warisan nenek moyang yang patut kita lestarikan dan kita jaga dari kepunahan. HR sendiri memandang Bangsa kita ini sudah saatnya menjaga dan melestarikan budaya dari sejak sedini mungkin. Dan ini sebagai sebuah terobosan yang penting bagi kita sebagai rakyat untuk mencintai negeri ini dan menimbulkan sebuah rasa empati dan nasionalisme yang tinggi. Kita yakin dengan Indonesia yang punya potensi anak bangsa yang baik, pastinya kita mampu menjaga dan melestarikan budaya nasional ini. Sebagai anak bangsa kita wajib melestarikan budaya yang tersebar di Nusantara dan kita dapat mengisinya dengan berbagai macam keaneka ragaman yang ada sehingga tidak punah begitu saja. Kalau kita telaah lagi kita punya Undang-undang yang mengatur kebudayaan di negeri ini yaitu dalam pasal 32 UUD 1945 yang menyatakan, Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budidaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah seluruh Indonesia dapat terhitung sebagai salah satu kebudayaan Bangsa kita. Usaha kebudayaan inipun harus dapat menuju ke sebuah arah yang dapat di kategorikan sebagai kemajuan adab, budaya dan persatuanpun tidak dapat menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing, karena seiring dengan perkembangan jaman. Karena perkembangan jaman inilah kebudayaan bangsa sendiri dapat diperkaya dan di kembangkan, juga dapat mempertinggi sebuah harkat dan martabat serta derajat bangsa Indonesia.
http://sosbud.kompasiana.com/2011/09/12/pelestarian-budaya-simbol-nasionalisme/

Berita Humaniora Kisah Kuliner Pendidikan Seni Budaya Serbaneka

Sosial Politik Tokoh Wisata


Cari

Bahasa Nasional[is] dan Kebudayaan


Oleh Rudy Gunawan Humaniora Jumat, 6 November 2009 pukul 18:27 WIB 15 Komentar 1.273 dilihat Momen yang disebut sebagai "Sumpah Pemuda" memang telah lewat. Ada hal yang menarik terkait dengan momen tersebut, sebagaimana adanya dengan fenomena-fenomena mutakhir: tak lain ialah bahasa. Momen "Sumpah Pemuda" menyinggung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, selain menyoal bangsa dan tanahair yang satu. Momen tersebut tahun ini sedikit-banyak mengangkat persoalan bahasa terkait dengan "sengketa kebudayaan" antara Indonesia dan Malaysia, fenomena "bahasa alay" di kalangan generasi internet, serta "bahasa gado-gado" yang memakai berbagai macam bahasa dalam satu kalimat (seringkali menyisipkan bahasa Inggris dalam dialog berbahasa Indonesia), juga masalah-masalah klasik seperti berkurangnya pemakaian bahasa daerah dan punahnya beberapa bahasa daerah karena tidak ada lagi penutur aselinya.

Dari fenomena-fenomena di atas, salah satu wacana yang paling menonjol adalah bahasa Indonesia versus bahasa daerah atau bahasa lokal. Satu pihak mengklaim bahwa penggunaan bahasa Indonesia entah sesuai EYD atau tidak menandakan rasa nasionalisme yang tinggi, pihak lain ada yang menyatakan bahwa bahasa Indonesia adalah tidak aseli Indonesia tapi hampir semuanya berupa serapan dari berbagai bahasa [asing] (lihat Alif Dasya Munsyi alias Remy Sylado, 2003: 9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing), dan ada pula yang menggalakkan kampanye mengenai penggunaan bahasa daerah sebagai wujud pelestarian kebudayaan.

Mengenai perihal ini saya kurang-lebih sependapat walau di lain pihak juga mengkritisi beberapa bagian dengan guru saya, Prof. Heddy Shri Ahimsa-Putra dalam salah satu tulisannya. Izinkan saya untuk mengetik ulang petikan [bagian akhir] dari tulisan beliau tersebut, yang berjudul "Etnolinguistik: Beberapa Bentuk Kajian", lebih tepatnya sub-bab "Etnolinguistik: Artinya Bagi Indonesia" bertarikh 1997. ***

Etnolinguistik: Artinya Bagi Indonesia


Berbagai contoh yang telah saya kemukakan di atas cukup kiranya untuk membuka mata kita akan pentingnya studi etnolinguistik bagi kita di Indonesia. Kita ingat bahwa salah sebuah slogan yang masih tetap penting hingga kini adalah slogan "melestarikan kebudayaan". Slogan ini memang sangat menarik dan memang layak disetujui. Tetapi tampaknya hanya sedikit orang yang memikirkan betul-betul bagaimana hal ini bisa dilakukan. Di sinilah etnolinguistik dapat memainkan peranannya yang sangat penting. Jika kita setuju bahwa bahasa adalah sistem simbol yang teramat penting dalam kehidupan dan perkembangan kebudayaan manusia; bahwa dalam bahasalah tersimpan khasanah pengetahuan suatu masyarakat atau suku bangsa; bahwa mengenai bahasalah sebenarnya orang "memandang" lingkungannya; kita tentunya akan setuju bahwa pelestarian kebudayaan dalam bentuknya yang paling konkret tidak lain adalah pelestarian bahasa-bahasa lokal di seluruh kawasan Indonesia. Pandangan ini mungkin akan segera membuat banyak orang berkata "itu suatu hal yang mustahil". Oleh karena itu, perlu dijelaskan lebih lanjut, apa arti melestarikan bahasa lokal tersebut. Pelestarian bahasa-bahasa lokal di sini tidaklah harus diartikan sebagai upaya untuk mempertahankan eksistensi bahasa-bahasa tersebut, artinya orang dipaksa untuk menggunakan bahasa daerahnya dalam kehidupan sehari-hari sebab hal semacam itu tidak akan mungkin dilakukan. Misalnya, orang boleh saja tidak bersedia belajar bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, tetapi dia akan merasakan sendiri bahwa ketidakmampuannya menggunakan bahasa-bahasa tersebut akan membuatnya tidak mampu bersaing dalam mencari pekerjaan dengan mereka yang menguasai bahasa-bahasa tersebut. Oleh karena itu, pelestarian bahasa lokal tidak harus diartikan bahwa bahasa tersebut harus digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pelestarian dalam konteks ini dapat diartikan sebagai segala upaya untuk mendeskripsikan berbagai bahasa lokal di Indonesia dengan segala seluk-beluknya, mulai dari soal tata bahasa, morfologi, semantik, hingga fonologinya. Pendokumentasian bahasa ini kelihatannya memang tidak begitu penting, tetapi sebenarnya akan sangat banyak memberikan manfaat jika kita memang menyadari manfaatnya serta dapat memetik manfaat tersebut. Manfaat ini tidak hanya akan dipetik oleh ahli-ahli bahasa, yang akan dapat menggunakannya untuk memperkaya khasanah bahasa Indonesia, tetapi juga akan dapat dipetik oleh para ahli ilmu pengetahuan yang lain. Sebagai contoh, dengan menganalisis berbagai bidang pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat lewat bahasa mereka, kita akan dapat mengetahui berbagai pandangan hidup mereka

yang secara implisit ada di balik bahasa, yang tidak dapat diungkapkan oleh pemilik bahasa itu sendiri. Dengan mengetahui pandangan hidup yang implisit ini, paling tidak kita akan dapat memahami cara pandang mereka serta berbagai perilaku mereka yang berdasarkan pandangan hidup tersebut. Dengan begitu pula, kita akan dapat menghargai dan memberikan toleransi pada mereka. Lebih lanjut dengan mengetahui budaya suatu masyarakat dari bahasa yang mereka miliki, serta penguasaan atas bahasa mereka, kita akan dapat melakukan dialog dengan para pendukung kebudayaan tersebut. Dari dialog ini akan tercipta suatu kerangka berpikir bersama, yang akan menjadi kerangka acuan bersama dalam kehidupan sehari-hari, dan ini akan mengurangi kemungkinan timbulnya salah pengertian, yang akan dapat membawa kita pada konflik yang membahayakan kehidupan kita sendiri. Sayang sekali, bahwa hal semacam ini masih belum sepenuhnya disadari oleh banyak warga masyarakat kita. Banyak orang masih menganggap bahwa persoalan bahasa akan dapat terselesaikan dengan sendirinya asalkan sudah ada bahasa nasional; konflik dan kericuhan akan berkurang bilamana masalah ekonomi dapat terpecahkan; salah pengertian dan konflik yang diakibatkannya dapat dicegah bilamana orang semakin sadar akan agamanya, semakin tinggi pendidikannya, dan sebagainya. Mereka yang mengikuti pandangan semacam ini lupa bahwa semua itu akhirnya bermuara pada soal komunikasi antarkelompok dan antarindividu. Bagaimana komunikasi bisa berjalan dan salah pengertian bisa dijamin tidak terjadi jika kita tidak mengetahui bahasa masing-masing dengan baik? *** Salah satu yang saya kritisi adalah paragraf terakhir dalam sub-bab ini, yang kurang menjelaskan kalimat "bagaimana komunikasi bisa berjalan dan salah pengertian bisa dijamin tidak terjadi jika kita tidak mengetahui bahasa masing-masing dengan baik?" sehingga maksudnya ambigu, dan bisa saja orang akan menjawab: "karena itu, agar lebih mudah, berkomunikasilah dengan satu bahasa, bahasa pemersatu". Kalimat tersebut tentu tidak dapat langsung dimaknai sesederhana itu, karena menurut saya di situ Prof. Ahimsa-Putra bermaksud merujuk pada konteks bahasa dan cara [pemikiran] penuturnya memandang hidup, kenyataan, dan lingkungan. Kita ambil contoh yang cukup dekat, dalam bahasa Indonesia dikenal berbagai macam istilah padi, gabah, nasi yang dalam bahasa Inggris hanya dikenal sebagai rice. Dalam bahasa Jawa, istilah ini lebih kaya lagi dengan tambahan sega, upa, dan intip. Barulah istilah paddy kemudian lahir untuk menyesuaikan (mohon koreksinya). Di sini terlihat perbedaan pada masyarakat Indonesia dan Inggris dalam memandang padi, gabah, nasi, atau rice tersebut yang dalam hal ini terkait pada Indonesia sebagai negara agraris yang mengenal bercocok tanam dengan sistem bersawah, yang mana hal ini tidak ditemukan di Inggris. Karena perbedaan kebudayaan (sistem mata pencaharian adalah salah satu unsur kebudayaan, menurut beberapa pandangan) tersebut, maka sangat tidak mungkin untuk dapat memahami satu sama lain sepenuhnya hanya dengan satu bahasa. Semoga sedikit penjelasan ini dapat membantu atas pengertian terhadap tulisan di atas.

CATATAN: Tulisan ini sedikit banyak untuk menanggapi tulisan Bahasa Dayak yang Mulai Pudar dan Menuju Perlindungan Budaya Itah. Tulisan ini juga diterbitkan di blog pribadi saya dengan judul yang sama. * petikan tulisan "Etnolinguistik: Artinya Bagi Indonesia" oleh Prof. Heddy Shri Ahimsa-Putra, foto oleh antobilang.wordpress.com
http://betang.com/artikel/humaniora/bahasa-nasionalis-dan-kebudayaan.html

Anda mungkin juga menyukai