Anda di halaman 1dari 4

Beberapa Kesamaan Tarekat Sufiyah dan Agama

Syi’ah *
Oleh salafiyunpad pada Firqoh. 2 Komentar

Siapapun yang mengetahui hakikat tasawwuf (Sufi) dan tasyayyu’ (Syi’ah), ia akan
mendapatkan keduanya seperti pinang dibelah dua. Keduanya berasal dari sumber yang
sama, dan memiliki tujuan yang sama. Oleh karena itu, kedua firqah ini memiliki
kesamaan dalam pemikiran dan aqidah. Di antara persamaan dua golongan tersebut,
ialah:

Pertama. Kaum Syi’ah mengaku memiliki ilmu khusus yang tidak dipunyai kaum
muslimin selain mereka. Mereka menisbatkan kedustaan ini kepada Ahlul bait dengan
seenak perutnya. Mereka juga mengklaim memiliki mushaf (Al-Qur‘ân) tersendiri, yang
mereka sebut Mushaf Fathimah. Menurut keyakinan mereka, mushaf ini memiliki
kelebihan tiga kali lipat lebih besar dibandingkan dengan Al- Qur‘ân yang ada di tangan
kaum muslimin.2 Mereka menganggap Muhammad diutus dengan tanzil, sedangkan Ali
diutus dengan takwil.3

Demikian pula orang-orang Sufi, mereka menganggap memiliki ilmu hakikat. Sedangkan
orang dari luar kalangan mereka, hanya baru sampai pada tingkat ilmu syariat. Mereka
beranggapan, bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahkan ilmu laduni
kepada mereka, saat orang-orang selain mereka mesti menimba ilmu dengan susah payah
dari para ulama. Bahkan salah seorang tokoh Sufi , yaitu al-Busthami sampai berkoar:
“Kami telah menyelam di dalam lautan ilmu, sementara para nabi (hanya) berdiri di
tepinya”.4 Demikian, persamaan antara Sufi dan Syi’ah dalam masalah ilmu kebatinan.

Kedua. Orang-orang Syi’ah mengkultuskan imam-imam mereka dan menempatkan


imam-imam itu dengan kedudukan yang lebih tinggi dari para malaikat dan para rasul.
Mereka mengatakan, para imam adalah katub pengaman bagi penduduk bumi
sebagaimana bintang-bintang menjadi pengaman bagi penduduk langit. Apabila para
imam diangkat dari muka bumi -walaupun sekejap- maka bumi dan para penduduknya ini
akan hancur.5

Khumaini, salah seorang tokoh besar Syi’ah berkata: “Di antara keyakinan madzhab
(baca: agama) kami, bahwasanya imam-imam kami memiliki kedudukan yang tidak bisa
diraih, sekalipun oleh para malaikat dan para rasul”.6

Bahkan orang-orang Syi’ah memberikan sifat ketuhanan kepada para imam itu, dan
menganggap mereka mengetahui segala sesuatu, meski sekecil apapun di alam ini.

Sifat seperti ini pula yang disematkan orang-orang Sufi kepada orang-orang yang mereka
anggap sebagai wali. Katanya, “para wali” itu ikut berperan dalam pengaturan alam
semesta ini, dan mengetahui ilmu ghaib. Oleh karenanya, orangorang Sufi membentuk
suatu badan khusus yang terdiri dari para wali mereka. Tugas badan khusus ini adalah
mengatur alam dan seisinya.

Dengan pernyataan ini, maka tidak tersisa lagi hak pengaturan alam semesta bagi Allah
Ta’ala. Padahal, hanya milik Allah ‘Azza wa Jalla hak untuk mencipta dan mengatur
segala urusan. Maha suci Allah dari apa yang mereka katakan.

Ketiga. Anggapan bahwa agama ini memuat perkara zhahir dan batin telah menjadi
kesepakatan antara Syi’ah dan Sufiyyah. Menurut mereka, hal yang batin adalah suatu
hakikat yang tidak diketahuinya kecuali oleh para imam dan para wali. Sedangkan yang
zhahir ialah apa yang terdapat dalam masalah nash-nash yang dipahami oleh orang
kebanyakan.

Dr. Abu al-’Ala’ al-’Afifi menjelaskan kronologi munculnya anggapan batil ini yang
merasuki aqidah Islamiyyah dengan berkata : “Munculnya pembagian agama kepada
syariat dan hakikat, ialah ketika ada pembagian agama menjadi zhahir dan batin.
Pembagian seperti ini tidak dikenal oleh kaum muslimin generasi pertama. Pemikiran
seperti ini muncul ketika Syiah mengatakan bahwa segala sesuatu memuat perkara yang
zhahir dan batin. Al-Qur`ân pun demikian. Bahkan menurut anggapan mereka, setiap ayat
dan kalimat Al-Qur`ân mengandung pengertian zhahir dan yang batin. Dan hal-hal yang
batin ini tidak ada yang bisa mengetahuinya kecuali orang-orang khusus dari para hamba
Allah, yang khusus dipilih untuk memperoleh keutamaan ini. Semua rahasia Al- Qur`ân
akan terbuka untuk mereka. Oleh karena itu, mereka memiliki metode khusus dalam
menafsirkan Al-Qur`an yang akhirnya melahirkan kumpulan-kumpulan takwil kebatinan
terhadap nash-nash Al-Qur`an dan bisikan-bisikan khayalan mereka yang dikenal dengan
istilah ilmu bathin. Menurut mereka, hasil penafsiran diwariskan oleh Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa Sallam kepada ‘Ali bin Abi Thâlib. Lantas diwariskan dari beliau
kepada orang orang yang memiliki ilmu batin yang menamakan diri mereka dengan
sebutan al-Waratsah (para ahli waris).

Demikian pula orang-orang Sufi, mereka menempuh jalan takwil ini dalam memahami
Al- Qur‘ân, dan banyak mengambil istilah yang dipakai oleh orang-orang Syi’ah. Dengan
demikian, kita mengetahui hubungan yang begitu erat antara orang Syi‘ah dan orang
Sufiyyah”.7

Keempat. Pengagungan terhadap kuburan serta kunjungan kepada makam-makam


merupakan salah satu dasar akidah Syiah. Mereka itulah golongan pertama yang
membangun kuburan dan menjadikannya sebagai syiar mereka.8

Kemudian muncul orang-orang Sufi yang syiar terbesarnya adalah pengagungan terhadap
kuburan, membangun dan menghiasinya, melakukan thawaf mengelilinginya meminta
berkah dan meminta pertolongan kepada penghuninya. Bahkan kuburan Ma’rûf Al
Kurkhi, seorang tokoh Sufi diyakini menjadi obat yang mujarab.9
Untuk mengetahui lebih mendetail mengenai hubungan erat antara golongan Syiah dan
Tarekat Sufi, Dr. Kâmil Asy Syaiby telah membukukan sebuah kitab melalui pendekatan
historis yang berjudul ash- Shilah Bainat Tashawwufi Wat Tasyayyu’.

Sisi persamaan antara Syiah dan Sufi tidak terbatas pada dimensi perkataan dan
keyakinan saja. Akan tetapi juga merambah pada sepak terjang nyata yang dapat
disaksikan lewat sejarah.

Kaum Syiah bahu-membahu dengan musuh (pasukan Mongol) untuk menghancurkan


Daulah Islamiyyah ‘Abbasiyyah. Mereka kemudian menyebarkan ajaran zindîq dan ilhâd
(kekufuran). Sampai pada akhirnya, Shalâhuddin al-Ayyubi Rahimahullaht berhasil
menumpas salah satu dari kelompok mereka yaitu rejim al-’Ubaidiyyah yang berakar
pada ajaran Majusi (penyembah api). Maka, kembalilah Daulah Islam ke pangkuan kaum
muslimin.

Dan lagi, ketika kaum muslimin berusaha untuk membersihkan Daulah Islam dari para
Salibis (kaum Nashara), orang syiah Rafidhah, Nashîr ath-Thûsi dan Ibnul ‘Alqami justru
membantu pasukan Mongol untuk masuk ibukota Daulah Islamiyyah, Baghdad. Maka,
timbullah kerusakan dan pembantaian kaum muslimin dalam jumlah yang tak terhitung
banyaknya.

Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata : “Musuh-musuh Islam, mereka berhasil masuk


Baghdad karena bantuan dari kaum munafikin seperti kaum Isma’iliyyah dan
Nushairiyyah (dari golongan Syiah pent). Mereka berhasil menguasai negeri Islam,
menjadikan para wanita sebagai tawanan, merampas harta, menumpahkan darah dan
kejadian memilukan lainnya. Ini dialami oleh kaum muslimin karena bantuan yang
mereka berikan kepada musuh-musuh Islam……10

Demikian pula yang dilakukan oleh kaum Sufi. Setali tiga uang. Mereka juga banyak
membantu musuh-musuh Islam untuk merebut negeri Islam dari tangan kaum muslimin.
Sebagai contoh, ketika mereka membantu tentara Perancis untuk merebut kota Qairawân.
Begitu pula, campur tangan mereka dalam mendukung pasukan Perancis menginjakkan
kakinya di bumi negeri Aljazair. Bahkan salah seorang tokoh mereka, Syaikh Muhammad
at-Tijâni, penerima amanat Ahmad At-Tijâni (pendiri golongan Tijâniyyah) untuk
memegang tongkat kepemimpinan setelahnya, mengatakan pada tanggal 28 Dzulhijjah
1350 H : “Sesungguhnya wajib bagi kami untuk membantu tentara Perancis, yang kami
cintai, baik secara materi, maknawi dan politis. Oleh karena itu, saya nyatakan di sini
dengan penuh rasa bangga dan tanggung jawab bahwa kakek moyangku telah memilih
jalan yang benar ketika mendukung pasukan Perancis sebelum mereka datang ke negeri
kita, dan sebelum menjajah wilayah-wilayah kita”.?!

Masih banyak lagi peristiwa lain yang sangat merugikan kaum muslimin yang didukung
baik dari kaum Syiah ataupun golongan Sufi. Ahli sejarah Islam, Ibnu Khaldûn
Rahimahullah telah menyinggung perihal tersebut dalam tulisannya. Inilah beberapa titik
persamaan Syiah dan Tarekat Sufiyyah sehingga jelaslah bagi kita bahwa mereka berasal
dari sumber yang satu. Wallahul Musta’ân.
*1 Dikutip dari al-Jamâ’at Al Islâmiyyah Fi Dhauil Kitâbi Was Sunnah Bifahmi Salafil
Ummah karya Syaikh Saliim bin Id al-Hilâli hlm. 115-127 , Dârul Atsariyyah Th. 1425H-
2004M dengan ringkasan.
2 Ad-Dîn Baina Sâil Wal Mujîb karya Al-Hajj Mirza al-Hairi al-Ahqaqi hal 89
3 Firaq asy-Syîah hal 38
4 al-Futûhât al-Makkiyah 1/37
5 Kamâluddin Tamâmunni’mah Ibnu Babuyah al-Qummi 1/208
6 al-Hukûmah al-Islâmiyah 53
7 At-Tasawwuf Wats-Tsaurah Ar-Rûhiyyah Fil Islâm
8 Rasâil Ikhwân Ash Shafâ
9 Thabaqât as- Shûfiyyah, as-Sulami hal 85
10 Minhâjus Sunnah An-Nabawiyyah 1/10-11

Sumber:
http://bukhari.or.id/home/index.php?option=com_content&view=article&id=150&catid=
16&Itemid=330

Anda mungkin juga menyukai