Anda di halaman 1dari 8

Obstetrics and Gynecology International

Ulasan Artikel

Kontroversi dalam Stadium Pembedahan untuk Kanker Endometrium


R. Seracchioli, S. Solfrini, M. Mabrouk, C. Facchini, N. Di Donato, L. Manuzzi, L. Savelli, and S. Venturoli

Kanker endometrium adalah keganasan yang paling sering terjadi dalam ginekologi dan insidensinya menjadi lebih sering. Di tahun 1998, Federasi Internasional Spesialis Kandungan dan Kebidanan (FIGO) mengatakan bahwa kanker endometrium membutuhkan perubahan dari stadium klinis menjadi stadium pembedahan, serta memperkenalkan pelvis dan paraorta limfadenektomi. Stadium pembedahan ini menimbulkan kontroversi mengenai pentingnya menentukan status nodus dan dampak dari hasil limfadenektomi. Terjadi kesepakatan mengenai nilai prognostik terhadap limfadenektomi, tetapi batasannya, nilai terapeutik dan manfaatnya dalam hal kelangsungan hidup pasien masih menjadi bahan perdebatan, terutama pada stadiumstadium awal. Stratifikasi risiko pra-operatif yang akurat dapat menunjukkan jenis pembedahan yang tepat dengan memilih pasien yang mendapat manfaat dari limfadenektomi. Namun, penyelidikan pra-operatif dan intra-operatif yang tersedia bukan merupakan metode terakurat untuk mendeteksi kelenjar getah bening dan stadium pembedahan yang komplit tetap menjadi metode yang paling tepat untuk mengevaluasi penyebaran penyakit yang sudah terjadi ke ekstra uterin. Laparotomi telah dianggap sebagai pendekatan standar untuk stadium pembedahan terhadap kanker endometrium. Tehnik laparoskopi tradisional dan laparoskopi yang dilakukan dengan bantuan robot tampaknya memberikan hasil yang setara dalam hal kemampuan bebas dari penyakit dan kelangsungan hidup secara keseluruhan, dibandingkan dengan laparotomi. Pendekatan-pendekatan invasif minimal ini menunjukkan manfaat tambahan seperti waktu opname di rumah sakit yang lebih pendek, penggunaan obat penghilang rasa sakit yang lebih sedikit, komplikasi yang lebih rendah dan peningkatan kualitas hidup.

1. Pendahuluan Kanker endometrium merupakan salah satu keganasan dalam ginekologi yang paling sering terjadi di negara-negara berkembang dan sayangnya, tingkat kejadiannya semakin meningkat. Hal ini dapat terjadi karena faktor-faktor risiko seperti, ekspektasi usia yang meningkat, obesitas, diabetes, menopause yang terlambat, dan penggunaan Tamoxifen1-3. Kanker endometrium menyebar ke arah dinding miometrium, serviks, dan kelenjar limfe di pelvis dan paraaorta. Prognosis terhadap keganasan bergantung pada banyak faktor: tipe histologi tumor, kedalaman invasi ke dalam myometrium dan ada-tidaknya nodus limfe1-4. Manajemen pembedahan kanker endometrium merupakan sebuah tantangan. Sangat penting untuk menyeimbangkan risiko-risiko dan keuntungan-keuntungan pada tiap pilihan pembedahan, menghindari baik kelebihan maupun kekurangan dalam penanganan.
1

Obstetrics and Gynecology International

Sidang Kelompok Onkologi Ginekologi (GOG) yang dipublikasikan pada tahun 1987, menyebabkan terjadinya perubahan penting dari stadium klinis menjadi stadium pembedahan. Dengan penelitian ini, diperkenalkanlah pelvis & paraaorta limfadenektomi dalam praktek onkologi kanker endometrium berdasarkan kriteria Federasi Internasional Spesialis Kandungan dan Kebidanan (FIGO)5. Klasifikasi FIGO yang baru menunjukkan informasi baru mengenai prediksi prognosis. Namun, batas-batas stadium pembedahan, definisi pasien dengan risiko tinggi yang mendapatkan manfaat dari pembedahan lengkap, jumlah kelenjar getah bening, dan batas-batas anatomi di daerah paraaorta masih kurang standarisasi6-10. Dalam artikel ini, kami berusaha untuk meninjau bukti-bukti yang tersedia dan membahas kontroversi-kontroversi dalam manejemen pembedahan kanker endometrium, berdasarkan: a. b. c. d. e. Stadium pembedahan lengkap: peran limfadenektomi pada kanker endometrium; Evaluasi pra-operatif: penanda-penanda metastasis pada kelenjar getah bening; Deteksi intra-operatif metastasis kelenjar getah bening; Batas-batas limfadenektomi; Pendekatan bedah untuk stadium pada kanker endometrium.

2. Stadium Pembedahan Endometrium

Lengkap:

Peran

Limfadenektomi

pada

Kanker

Stadium pembedahan lengkap, termasuk limfadenektomi adalah standar baku untuk mengevaluasi keterlibatan kelenjar getah bening, tempat paling umum dari penyebaran kanker endometrium secara ekstra uterin. Namun, peranan, indikasi, dan batas-batas limfadenektomi dalam kanker endometrium tetap kontroversial4,6,11-13. Protokol Cochrane baru-baru ini menegaskan peran prognostic limfadenektomi, sementara peranan terapeutiknya, keuntungan dalam hal kelangsungan hidup, dan standarisasi batas anatominya masih dalam perdebatan4. Metastasis kelenjar getah bening telah digambarkan sebagai salah satu prediksi terkuat atas kekambuhan penyakit dan sebagai panduan untuk terapi ajuvan pada pasien-pasien dengan kelenjar getah bening yang positif. Pasien dengan penyakit di stadium 1 memiliki lebih dari 90% kemungkinan untuk bertahan hidup selama 5 tahun dibandingkan dengan pasien-pasien dengan metastasis kelenjar getah bening yang memiliki tingkat kelangsungan hidup mulai dari 38% hingga 75%14. Dalam sebuah penelitian retrospektif, Bernardini et al. memastikan bahwa sejumlah besar pasien kanker endometrium stadium 1, berdasarkan pada penilaian pra-operatif dan intraoperatif, memiliki stadium penyakit yang lebih tinggi pada temuan patologi akhir. Limfadenektomi tidak mempengaruhi kelangsungan hidup pasien ini, tetapi dapat mengidentifikasi pasien dengan derajat penyakit yang lebih tinggi dan dapat membantu dalam menyesuaikan terapi adjuvan bagi mereka dengan faktor risiko buruk15.
2

Obstetrics and Gynecology International

Namun, manfaat terapi yang tepat yang berkaitan dengan kelangsungan hidup pada pasien limfadenektomi masih sulit untuk ditentukan, terutama pada stadium-stadium awal. Baru-baru ini, suatu uji multisentris acak yang terkontrol (ASTEC) menunjukkan tidak adanya bukti untuk limfadenektomi sistematis dalam hal keseluruhan, spesifitas penyakit, dan bebas dari terulangnya kekambuhan dalam kelangsungan hidup wanita-wanita dengan kanker endometrium. Pembedahan standar atau pembedahan standar dengan pelvis limfadenektomi dilakukan secara acak kepada 1408 wanita dengan diagnosis pra-operatif kanker endometrium yang terbatas pada korpus uteri. Jumlah yang serupa pada wanita di kedua kelompok tersebut juga menerima radioterapi pasca-operatif. Setelah waktu rata-rata pemantauan selama 37 bulan, didapatkan tidak ada perbedaan secara keseluruhan dalam tingkat bertahan hidup diantara kedua kelompok dan analisa penyakit ataupun kematian berdasarkan penanganan, meskipun cenderung lebih banyak dikontribusikan oleh kelompok dengan pembedahan standar. Selain itu, ada keuntungan yang signifikan pada kemampuan bertahan dari kekambuhan penyakit pada kelompok pembedahan standar, dan rasio komplikasi pembedahan lebih tinggi pada kelompok limfadenektomi16. Hasil dari percobaan ASTEC sudah didiskusikan di dunia. Satu perhatian penting adalah untuk membatasi hasil dari jumlah kelenjar getah bening yang diambil pada kelompok limfadenektomi (rata-rata 12 kelenjar getah bening). Pada literatur, pengambilan kelenjar getah bening yang lebih banyak berdampak lebih besar pada kelangsungan hidup secara keseluruhan, terutama pada pasien-pasien dengan risiko tinggi dan risiko sedang untuk kanker endometrium13,17-19. Penelitian ASTEC tidak membahas mengenai nodus paraaorta, yang ada pada 67% pasien dengan metastasis kelenjar getah bening di pelvis, seperti yang didemonstrasikan oleh Mariani et al.20. Masalah lain yang harus dicermati adalah adanya peningkatan pada pasien dengan risiko rendah (stadium 1A-1B, derajat 1-2) yang terdapat pada kelompok limfadenektomi dan rasio rendah metastasis nodus pada pelvis. Selain itu waktu pemantauan dianggap terlalu singkat untuk penelitian kasus denga keganasan. Sejauh ini, stadium lengkap tidak ditemukan dapat meningkatkan kemampuan hidup secara keseluruhan dan kemampuan bertahan tanpa penyakit pada RCT yang lain, dibandingkan dengan penanganan pada stadium awal dari kanker endometrium dengan atau tanpa limfadenektomi pelvis yang sistematis21. Ulasan retrospektif data yang ada mengambil 12,333 pasien yang menjalani stadium pembedahan dengan limfadenektomi dan mengatur mereka dalam beberapa kelompok: risiko rendah (stadium 1A, semua derajat dan stadium 1B, derajat 1 dan 2) dan kelompok risiko menengah menuju tinggi (stadium 1B, derajat 3 dan stadium 1C, semua derajat). Pada kelompok risiko rendah, tidak ada keuntungan yang signifikan dan pengambilan nodus, dimana pada analisis yang lain menunjukkan pada kelompok risiko sedang hingga risiko tinggi yang nodusnya diangkat, terdapat peningkatan kelangsungan hidup sebanyak 5 tahun13.

Obstetrics and Gynecology International

3. Evaluasi Pra-Operatif: Prediksi-prediksi Dari Metastasis Kelenjar Getah Bening Terdapat kesepakatan umum bahwa stadium definitf dari kanker endometrium adalah berdasarkan pemeriksaan patologi, tetapi stratifikasi risiko pra-operatif yang akurat memandu pemilihan tipe pembedahan yang sesuai, menghindari kematian yang berkaitan dengan prosedur yang tidak perlu2-6. Faktor risiko histopatologis dan klinis sudah terindentifikasi sebagai penanda bahwa kelenjar getah bening sudah terlibat, antara lain: tipe histologik, derajat tumor, invasi myometrium, dan infiltrasi servikal2-6,14,22,23. 3.1. Biopsi Pra-operatif Endometrial. Derajat histologi tumor tetap menjadi faktor praoperatif yang paling penting untuk mengidentifikasi status risiko. Hanya sedikit hubungan antara derajat histologi tumor berdasarkan biopsi endometrium dan patologi akhir. Peningkatan derajat histologik ditunjukkan pada 18% pasien kanker endometrium setelah menjalani pemeriksaan histologis definitif2,24-25. Di lain pihak, identifikasi serosa papiler atau karsinoma clear cell menunjukkan peningkatan risiko metastasis, bahkan pada kasus endometrium dengan lesi tertutup. 3.2. Stratifikasi Risiko & Kualitas Gambaran. Berdasarkan stadium pembedahan pra-operatif, beberapa penelitian menunjukkan bahwa identifikasi pasien dengan invasi miometrim yang dalam (lebih dari 50%, FIGO stadium 1C) dan pra-operatif dari infiltrasi stroma servikal (FIGO stadium 2B) merupakan indikasi utama untuk pembedahan27-28. Beberapa tehnik digunakan untuk mengevaluasi kedalaman dari invasi ke miometrium dan infiltrasi servikal. Dalam konteks ini, MRI, CT & TVS merupakan alat diagnosa utama yang digunakan. Perbandimngan keakuratan tehnik diagnosa masing-masing alat ini ditunjukkan oleh beberapa studi. Dalam studi tersebut disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal invasi servikal dan perluasan miometrium29,30. Sebuah studi kasus membandingkan TVS frekuensi tinggi (5.0-9.0 MHz) dan MRI dengan kontras pada kanker endometrium stadium pra-operatif. Penulis menyimpulkan bahwa TVS bila digunakan oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya, merupakan metode pengambilan gambar yang lebih ekonomis & akurat bila dibandingkan dengan MRI dan dapat diajukan sebagai pilihan pertama untuk evaluasi infiltrasi miometrium & penyebaran servikal31. Beberapa alat pengambilan gambar juga dapat digunakan untuk menentukan status kelenjar getah bening, tetapi sampai saat ini hasilnya mengecewakan. MRI & CT/PET secara statistik lebih dapat dibandingkan, tetapi spesifitasnya terbatas pada mendeteksi metastasis nodus di pelvis & paraaorta.

4. Deteksi Intra-operatif dan Metastasis Kelenjar Getah Bening Saat ini tidak ada metode yang valid untuk memprediksi metastasis kelenjar getah bening. Ba4

Obstetrics and Gynecology International

nyak penulis mendukung stadium pembedahan yang komprehensif untuk kanker endometrium. Intra-operatif merupakan salah satu metode untuk mengevaluasi metastasis kelenjar getah bening yang paling banyak digunakan pada bedah onkologi, yaitu palpasi nodus dan pembekuan bagian, tetapi ada persetujuan ilmiah bahwa metode ini tidak akurat. 4.1. Palpasi Kelenjar Getah Bening. Girardi et al. menemukan bahwa 37% metastasis kelenjar getah bening ukurannya lebih kecil dari 2 mm dan hanya 7% lebih besar dari 2 cm 32. Beberapa penulis lain menunjukkan tingginya tingkat negatif palsu untuk palpasi intra-operatif kelenjar getah bening (26% oleh Eltabbakh dan 36% oleh Arango et al.)33,34. 4.2. Pembekuan Bagian. Tingkat kejadian metastasis kelenjar getah bening berkaitan dengan kedalaman dari invasi & derajat tumor itu sendiri. Intra-operatif dengan tehnik pembekuan bagian dapat mengidentifikasi pasien dengan risiko penyebaran ekstra-uterin & membutuhkan stadium pembedahan yang lengkap. Cara ini juga dapat membantu stratifikasi lebih jauh untuk risiko pada patologi akhir, meskipun tidak terlalu akurat35. Sampai saat ini, bukti-bukti yang tersedia tak secara jelas menjelaskan batas-batas dari stadium pembedahan dengan cara pembekuan bagian. Case et al. mengevaluasi keakuratan kasus secara prospektif dari manjemen pembedahan pembekuan bagian dari kanker endometrium. Terdapat hubungan yang rendah antara bagian yang dibekukan dan pembedahan: hanya 67% untuk invasi kedalaman & 58% untuk derajat tumor. Penelitian ini mendemonstrasikan relevansi dari peningkatan stadium sebesar 18% pada pasien yang telah menjalani limfadenektomi36. Penelitian lain oleh Frumovitz et al. memastikan analisis bahwa kombinasi dari intra-operatif pembekuan bagian untuk derajat histologi dan kedalaman invasi miometrial tidak terlalu berhubungan dengan derajat final patologis dan stadium pada pasien-pasien dengan tumor derajat 1 dan 237. Tidak ditemukannya nodus pada pelvis pada intra-operatif pembekuan bagian telah diajukan untuk menjadi petunjuk untuk penanganan pembedahan lebih jauh dalam stadium pembedahan kanker endometrium. Sebuah penelitian terbaru dari Papadia et al. mengkonfirmasi bahwa tindakan pembekuan bagian menurunkan risiko keterlibatan kelenjar getah bening dalam 16% kasus ketika dibandingkan dengan bagian patologi final38. Percobaan lain yang dilakukan oleh Pristauz et al. mengkonfirmasi bahwa intra-operatif pembekuan bagian tidak akurat untuk mengukur batas dari limfadenektomi. Dalam penelitian ini, pemeriksaan nodus pada pelvis mempunyai sensitivitas sebesar 41% dan tingkat negatif palsu sebesar 59%39. 4.3. Sentinel Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening. Sebagai usaha untuk menurunkan tingkat kematian yang disebabkan oleh limfadenektomi, beberapa penulis mengusulkan pendekatan deteksi pendekatan sentinel kelenjar getah bening (SN). Walaupun hal ini masih dalam penyelidikan, tehnik ini memiliki beberapa keuntungan potensial pada manajemen pembedahan dari kanker endometrium. Data pada kelayakan dan utilitas meningkat sangat cepat. Namun, beberapa penelitian telah menyimpulkan kelayakan SN pada kanker endometrium 40-50. Telah diverifikasi oleh banyak menulis bahwa deteksi SN dapat membantu mengevaluasi status
5

Obstetrics and Gynecology International

limfatik regional dan untuk memilih kelompok pasien yang harus menjalani limfadenektomi lengkap menghindari bedah invasif pada stadium awal kanker49,50. Kebanyakan peneliti melakukan tusukan intramiometrial atau intraservikal40-50. Tingkat identifikasi adalah 61,5% hingga 67% ketika pewarna biru disuntikkan ke dalam fundus subserosal miometrium, dan 83% oleh suntikan pewarna biru tambahan ke serviks40. Tren limfatik modern untuk pemetaan kanker endometrium adalah melalui injeksi histeroskopi subendometrial. Delaloye et al. menerbitkan sebuah penelitian yang mengevaluasi injeksi histeroskopi dengan pewarna biru paten dan pelacak radioaktif dibawah tumor pada 60 pasien kanker endometrium, kelenjar sentinel teridentifikasi di 49 dari 60 pasien (82%)50. 5. Batas Limfadenektomi Sebenarnya, batasan anatomi dari limfadenektomi pada kanker endometrium adalah salah satu topik debat ilmiah. GOG (Ginekologi Onkologi Grup) telah menstandarisasi batasan pembedahan pada pelvis dan paraaorta limfadenektomi termasuk nervus genitofemoral di bagian lateral, arteri hipogaster di medial, nervus obturator di posterior, vena sirkumfleks iliaka di bagian kaudal, dan arteri mesenterika inferior sebagai batas kranial saat melakukan limfadenektomi paraaorta51. 5.1. Limfadenektomi Paraaorta: Boleh atau Tidak Boleh Dilakukan? Metastasis kelenjar getah bening retroperitoneal merupakan faktor prognosis yang signifikan pada pasien kanker endometrium. Risiko metastasis dari nodus paraaorta dapat bergantung pada adanya metastasis adneksa dan atau metastasis dari kelenjar getah bening pada pelvis5,52-54. Mariani et al. mendemonstrasikan bahwa dari 47% pasien dengan metastasis kelenjar getah bening pada pelvis juga positif metastasis kelenjar getah bening pada paraaorta atau dapat mengalami kekambuhan pada bagian paraaorta20. Lebih lanjut dilaporkan adanya peningkatan jumlah dari nodus pelvis yang dihubungkan dengan metastasis paraaorta55-56. Walaupun tidak ada perbedaan yang signifikan pada kelangsungan hidup berdasarkan hubungan dengan penyakitnya, penulis menemukan kemajuan pada kelangsungan hidup pasien yang memiliki dua atau lebih positif metastasis kelenjar getah bening58,59. Walaupun demikian RCT yang lebih lanjut dibutuhkan untuk mengkonfirmasi penemuan ini. 5.2. Batas Kranial dari Limfadenektomi Paraaorta. Sebuah penelitian prospektif oleh Mariani et al. mengevaluasi pasien-pasien dengan risiko tinggi kanker endometrium yang membutuhkan limfadenektomi lengkap. Berdasarkan pasien dengan positif kelenjar getah bening, 77% dari merka memiliki metastasis paraaorta diatas IMA. Para penulis menekankan pentingnya limfadenektomi pelvis & paraaorta yang sistematis dimana limfadenektomi dilakukan sampai dengan pembuluh ginjal dengan eksisi pada vena-vena gonad20. 5.3. Jumlah Kelenjar Getah Bening yang Diangkat. Isu kontroversial yang lain adalah jumlah kelenjar getah bening yang harus diangkat untuk operasi. Penulis-penulis berkesimpulan bahwa pengambilan 21-25 nodu dinilai secara signifikan meningkatkan kemungkinan mendeteksi minimal metastasis satu kelenjar getah bening18,19,60.
6

Obstetrics and Gynecology International

6. Pendekatan Pembedahan Untuk Menentukan Derajat Kanker Endometrium Penanganan secara pembedahan untuk kanker endometrium biasanya dilakukan melalui laparotomi. Meskipun demikian, selama 15 tahun terakhir penggunaan tehnik invasif minimal semakin diterima secara luas oleh banyak penulis61-64. Pendekatan laparoskopik dapat berupa Laparoscopic-assisted Vaginal Hysterectomy (LAVH) atau Total Laparoscopic Hysterectomy (TLH). Prosedur-prosedur ini sudah terbukti layak dan aman dibandingkan dengan laparotomi6169 . Meta-analisis terbaru menunjukkan bahwa dalam tahap awal, pendekatan laparoskopi sama-sama efektif seperti laparotomik dalam hal kelangsungan hidup secara keseluruhan, bebas penyakit, dan kelangsungan hidup terkait kanker. Kedua tehnik terbukti sama dalam hal komplikasi intra-operatif dan jumlah nodus dari pelvis dan paraaorta. Laparoskopi memilik keuntungan tambahan seperti kehilangan darah lebih sedikit dan komplikasi pasca-operatif yang lebih sedikit; namun kerugiannya ialah waktu operasi yang lebih lama63. 6.1. Kegunaan Laparoskopi pada Pasien Kanker Endometrium yang Obesitas. Kelayakan dan keamanan penggunaan laparoskopi pada wanita obesitas dengan kanker endometrium merupakan sebuah isu yang patut dicermati. Obesitas dan penyakit penyerta yang lain sudah dianggap selama bertahun-tahun ssebagai kontraindikasi dari pendekatan laparoskopi. Namun sebuah penelitian perbandingan menunjukkan bahwa pasien dengan risiko operasi yang lebih besar (obesitas dan lansia) adalah orang-orang yang paling banyak menerima manfaat dari pendekatan invasif minimal, dalam hal pengurangan morbiditas operatif (seperti infeksi akibat laparotomi dan obstruksi usus), nyeri pasca-operasi, durasi opname dan jeda sampai dapat kembali beraktivitas normal65-70. 6.2. Penggunaan Laparoskopi pada Manajemen Kanker Endometrium. Laparoskopi histerektomi untuk stadium kanker endometrium merupakan prosedur yang paling sering dilakukan (43%)71. 6.3. Pendekatan Pembedahan dengan Robot. Sejak tahun 2005, telah terjadi peningkatan yang cukup besar dalam literatur-literatur menjelaskan tentang pembedahan berbantuan robot untuk kanker endometrium70-84. Boggess et al. membandingkan tiga metode pembedahan untuk kanker endometrium: laparotomi, laparoskopi, dan pembedahan berbantuan robot. Pasien yang dioperasi dengan bantuan robot memiliki durasi opname yang lebih sebentar dan kehilangan darah lebih sedikit. Waktu operasi lebih lama pada laparoskopi, lalu pembedahan berbantuan robot81. Pendekatan pembedahan dengan bantuan robot menunjukkan sebagai pilihan yang layak untuk pembedahan bagi wanita obesitas yang menderita kanker endometrium82. Lebihnya lagi, tehnik ini memiliki keuntungan yang lebih, baik untuk pasien kanker endometrium dengan obesitas maupun pasien obesitas dengan keluhan tambahan, bila dibandingkan dengan laparoskopi83,84.

Obstetrics and Gynecology International

7. Kesimpulan Stadium pembedahan untuk kanker endometrium mempunyai beberapa kelebihan: pertama, merupakan sebuah kunci untuk menilai sejauh apa penyakit ini telah menyebar. Kedua, hal ini juga memiliki peran prognostik dan panduan untuk perawatan lebih lanjut. Nilai terapeutik untuk limfadenektomi belum dibuktikan dalam penelitian prospektif, terutama pada stadium praoperatif dengan kasus risiko rendah. Ada banyak penunjuk dari keterlibatan kelenjar getah bening yang berguna untuk mengevaluasi kategori risiko pasien dan untuk manajemen pembedahan. TVS dan MRI dapat dengan akurat mendeteksi kedalaman dari invasi miometrial dan penyebaran penyakit ke serviks, tetapi gambaran pra-operatif tidak dapat dengan akurat menilai keterlibatan kelenjar getah bening. Penilaian intra-operatif terhadap keterlibatan nodus dan invasi miometrial tidak memiliki sensitivitas dan spesifitas untuk memilih wanita yang dapat menghindari limfadenektomi. Tantangan besar dalam manajemen pembedahan dari kanker endometrium adalah standarisasi limfadenektomi paraaorta dan pelvis, agar dapat menghindari prosedur yang tidak diperlukan dan untuk meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pasien. Morbiditas dari limfadenektomi dapat dikurangi dengan penggunaan laparoskopi. Percobaan-percobaan telah menunjukkan kelayakan dan keamanan dari laparoskopi dalam pembedahan untuk stadium awal kanker endometrium. Seperti yang sudah diharapkan, kemajuan yang signifikan pada awal dan akhir komplikasi pasca-operasi, durasi opname yang lebih sedikit, kualitas hidup yang lebih baik, dan biaya yang lebih sedikit ditunjukkan oleh banyak penelitian yang membandingkan atara laparotomi dan laparoskopi. Pendekatan laparoskopi aman dan layak dilakukan pada wanita obesitas dan wanita-wanita lanjut usia dengan stadium awal kanker, dibandingkan dengan laparotomi. Kegunaan robot pada pembedahan kanker endometrium terus berkembang dan belum dapat ditentukan sepenuhnya. Kebanyakan penelitian tentang robot operasi menunjukkan bahwa itu adalah sebuah pilihan yang aman dan layak, terutama pada pasien-pasien yang obesitas.

Anda mungkin juga menyukai