Anda di halaman 1dari 9

Nama NPM

: Farah Reza Praditya : 1106012016

1. Berikut adalah daftar perjanjian yang harus dibuat secara tertulis Jual Beli (tanah) pasal 1466 Sewa menyewa pasal 1570 Perjanjian cagak hidup dan akibat-akibatnya pasal 1775 Perjanjian-perjanjian untuk melakukan pekerjaan pasal 1601d Perkumpulan psl 1657 Hibah pasal 1682 Pinjam meminjam dengan bunga pasal 1767 Pemberian kuasa psl 1793 Penanggungan psl 1821 Perdamaian psl 1851 (2)

2. Hubungan doktrin promissory estopel dengan pasal 1338 KUH Per Pada negara-negara yang menganut sistim hukum "Common Law" seperti Amerika dan Inggris, juga telah melakukan pencegahan agar seseorang tidak menarik kembali janjinya, dengan teori hukum yang dikenal dengan istilah hukum "doktrin promissory estoppel". Menurut Paul Latimer dalam bukunya yang berjudul Australian Business Law, Sydney, CCH Australian Limited, 1998 (Suharnoko, SH., MLI dalam bukunya yang berjudul "Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus", 2004, edisi pertama, cetakan ke-3, halaman 11), bahwa teori hukum "doktrin promissory estoppel" adalah suatu doktrin hukum yang mencegah seseorang (promisor) untuk menarik kembali janjinya, dalam hal pihak yang menerima janji (promisee) karena kepercayaannya terhadap janji tersebut telah melakukan sesuatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu, sehingga dia (promisee) akan menderita kerugian jika (promisor) yaitu pihak yang memberi janji diperkenankan untuk menarik janjinya. Doktrin ini berhungan dengan isi pasal 1338 KUHPer yang bebunyi Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu Pasal 1338 dan doktrin tersebut sama-sama melarang adanya penarikan kembali janji yang telah disepakati oleh kedua pihak. Dengan tidak menarik janji yang telah

disepakati maka kedua belah pihak juga telah memenuhi asa beritikad baik yang terdapat pada pasal 1338 (3). 3. Perjanjian yang membuat klausul pasal 1266 KUHPer Dalam banyak praktek membuat surat perjanjian sering dimajukan klausul jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka pihak yang lain dapat membatalkan perjanjian Klausul semacam ini tidak perlu dimasukan kedalam perjanjian, karena hukum perdata telah menerapkan prinsip umum dalam perjanjian berupa syarat batal. Suatu syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian (semua perjanjian) apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya. Pasal 1266 KUHPerdata: Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Syarat batal merupakan suatu batasan, dimana jika salah satu pihak tidak

melaksanakan kewajibannya dalam perjanjian (wanprestasi), maka pihak yang lain dalam perjanjian itu dapat membatalkan perjanjian secara sepihak (tanpa persetujuan pihak yang wanprestasi). Klausul semacam ini dianggap selalu ada dalam setiap perjanjian, sehingga meskipun suatu perjanjian tidak menentukannya dalam bunyi pasal-pasalnya, prinsip ini tetap berlaku. Meskipun syarat batal dianggap selalu berlaku pada semua perjanjian, namun batalnya perjanjian itu tidak dapat terjadi begitu saja, melainkan harus dimintakan pembatalannya kepada pengadilan. Pihak yang menuduh pihak lainnya wanprestasi, harus mengajukan pembatalan itu kepada pengadilan. Tanpa adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa salah satu pihak telah wanprestasi dan karenanya perjanjian dibatalkan, maka bisa dikatakan tidak ada perjanjian yang batal. Akibat hukum dari dikesampingkannya pasal 1266 dan Pasal 1267 Kitab UndangUndang Hukum Perdata tersebut, pembatalan perjanjian tidak mengembalikan ke keadaan semula, melainkan hanya membatalkan perikatan & perjanjian antar para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian.

Alasan dikesampingkannya Pasal 1266 dan Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut ialah apabila dalam hal terjadinya wanprestasi / tidak terpenuhinya isi perjanjian oleh salah satu pihak, maka Pembatalan suatu perjanjian tidak perlu melalui proses permohonan batal ke pengadilan melainkan dapat hanya berdasarkan kesepakatan para pihak itu sendiri, serta Pihak yang tidak dipenuhi perikatannya dapat memaksa pihak yang lain untuk memenuhi isi perjanjian atau menuntut pembatalan perjanjian tersebut ke pengadilan dengan membebankan penggantian biaya, kerugian dan bunga. 4. Makna Trust Ttrust merupakan suatu konsep pemisahan kepemilikan antara pemilik benda secara hukum (legal owner) dan pemilik manfaat atas benda tersebut (beneficiary owner). Trust ini terjadi apabila terdapat suatu pihak yang mula-mula menguasai dan memiliki atas benda tersebut (settlor) kemudian menyerahkan hak milik atas benda kepada pihak lain (trustee) untuk kepentingan dan manfaat pihak ketiga (beneficiary).

Nama NPM

: Dwi Noryani Christina : 1106010793

1. Berikut adalah daftar perjanjian yang harus dibuat secara tertulis 2. Jual Beli (tanah) pasal 1466 Sewa menyewa pasal 1570 Perjanjian cagak hidup dan akibat-akibatnya pasal 1775 Perjanjian-perjanjian untuk melakukan pekerjaan pasal 1601d Perkumpulan psl 1657 Hibah pasal 1682 Pinjam meminjam dengan bunga pasal 1767 Pemberian kuasa psl 1793 Penanggungan psl 1821 Perdamaian psl 1851 (2) Kaitan doktrin promissory estopel dengan pasal 1338 KUHPer Doktrin promissory estoppel berhubungan dengan asas yang terdapat pada pasal 1338 KUHPer. Bahwa teori hukum "doktrin promissory estoppel" adalah suatu doktrin hukum yang mencegah seseorang (promisor) untuk menarik kembali janjinya, dalam hal pihak yang menerima janji (promisee) karena kepercayaannya terhadap janji tersebut telah melakukan sesuatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu, sehingga dia (promisee) akan menderita kerugian jika (promisor) yaitu pihak yang memberi janji diperkenankan untuk menarik janjinya. Doktrin ini berhungan dengan isi pasal 1338 KUHPer yang bebunyi Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu Pasal 1338 dan doktrin tersebut sama-sama melarang adanya penarikan kembali janji yang telah disepakati oleh kedua pihak. Dengan tidak menarik janji yang telah disepakati maka kedua belah pihak juga telah memenuhi asa beritikad baik yang terdapat pada pasal 1338 (3).

3. Perjanjian yang mengesampingkan klausul pasal 1266 KUHPer Dalam banyak praktek membuat surat perjanjian sering dimajukan klausul jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka pihak yang lain dapat membatalkan perjanjian Klausul semacam ini tidak perlu dimasukan kedalam perjanjian, karena hukum perdata telah menerapkan prinsip umum dalam perjanjian berupa syarat batal. Suatu syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian (semua perjanjian) apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya. Pasal 1266 KUHPerdata: Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Syarat batal merupakan suatu batasan, dimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam perjanjian (wanprestasi), maka pihak yang lain dalam perjanjian itu dapat membatalkan perjanjian secara sepihak (tanpa persetujuan pihak yang wanprestasi). Klausul semacam ini dianggap selalu ada dalam setiap perjanjian, sehingga meskipun suatu perjanjian tidak menentukannya dalam bunyi pasal-pasalnya, prinsip ini tetap berlaku. Meskipun syarat batal dianggap selalu berlaku pada semua perjanjian, namun batalnya perjanjian itu tidak dapat terjadi begitu saja, melainkan harus dimintakan pembatalannya kepada pengadilan. Pihak yang menuduh pihak lainnya wanprestasi, harus mengajukan pembatalan itu kepada pengadilan. Tanpa adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa salah satu pihak telah wanprestasi dan karenanya perjanjian dibatalkan, maka bisa dikatakan tidak ada perjanjian yang batal. Akibat hukum dari dikesampingkannya pasal 1266 dan Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut, pembatalan perjanjian tidak

mengembalikan ke keadaan semula, melainkan hanya membatalkan perikatan & perjanjian antar para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian.

Alasan dikesampingkannya Pasal 1266 dan Pasal 1267 Kitab UndangUndang Hukum Perdata tersebut ialah apabila dalam hal terjadinya wanprestasi / tidak terpenuhinya isi perjanjian oleh salah satu pihak, maka Pembatalan suatu perjanjian tidak perlu melalui proses permohonan batal ke pengadilan melainkan dapat hanya berdasarkan kesepakatan para pihak itu sendiri, serta Pihak yang tidak dipenuhi perikatannya dapat memaksa pihak yang lain untuk memenuhi isi perjanjian atau menuntut pembatalan perjanjian tersebut ke pengadilan dengan membebankan penggantian biaya, kerugian dan bunga. 4. Definisi Trust Trust merupakan hubungan kepercayaan antara pembentuk trust (settlor atau trustor) dengan trustee untuk mengelola harta benda trust yang diletakkan di bawah kekuasaan trustee untuk kepentingan beneficiary atau untuk suatu tujuan tertentu.

Desy Septiani 1106001063

1. Perjanjian yang membuat klausul pasal 1266 KUHPer Dalam banyak praktek membuat surat perjanjian sering dimajukan klausul jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka pihak yang lain dapat membatalkan perjanjian Klausul semacam ini tidak perlu dimasukan kedalam perjanjian, karena hukum perdata telah menerapkan prinsip umum dalam perjanjian berupa syarat batal. Suatu syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian (semua perjanjian) apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya. Pasal 1266 KUHPerdata: Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Syarat batal merupakan suatu batasan, dimana jika salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya dalam perjanjian (wanprestasi), maka pihak yang lain dalam perjanjian itu dapat membatalkan perjanjian secara sepihak (tanpa persetujuan pihak yang wanprestasi). Klausul semacam ini dianggap selalu ada dalam setiap perjanjian, sehingga meskipun suatu perjanjian tidak menentukannya dalam bunyi pasal-pasalnya, prinsip ini tetap berlaku. Meskipun syarat batal dianggap selalu berlaku pada semua perjanjian, namun batalnya perjanjian itu tidak dapat terjadi begitu saja, melainkan harus dimintakan pembatalannya kepada pengadilan. Pihak yang menuduh pihak lainnya wanprestasi, harus mengajukan pembatalan itu kepada pengadilan. Tanpa adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa salah satu pihak telah wanprestasi dan karenanya perjanjian dibatalkan, maka bisa dikatakan tidak ada perjanjian yang batal. Akibat hukum dari dikesampingkannya pasal 1266 dan Pasal 1267 Kitab UndangUndang Hukum Perdata tersebut, pembatalan perjanjian tidak mengembalikan ke keadaan

semula, melainkan hanya membatalkan perikatan & perjanjian antar para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian. Alasan dikesampingkannya Pasal 1266 dan Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut ialah apabila dalam hal terjadinya wanprestasi / tidak terpenuhinya isi perjanjian oleh salah satu pihak, maka Pembatalan suatu perjanjian tidak perlu melalui proses permohonan batal ke pengadilan melainkan dapat hanya berdasarkan kesepakatan para pihak itu sendiri, serta Pihak yang tidak dipenuhi perikatannya dapat memaksa pihak yang lain untuk memenuhi isi perjanjian atau menuntut pembatalan perjanjian tersebut ke pengadilan dengan membebankan penggantian biaya, kerugian dan bunga. 2. Kaitan doktrin promissory estoppel dengan pasal 1338 KUHPer Menurut Paul Latimer dalam bukunya yang berjudul Australian Business Law, Sydney, CCH Australian Limited, 1998 (Suharnoko, SH., MLI dalam bukunya yang berjudul "Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus", 2004, edisi pertama, cetakan ke-3, halaman 11), bahwa teori hukum "doktrin promissory estoppel" adalah suatu doktrin hukum yang mencegah seseorang (promisor) untuk menarik kembali janjinya, dalam hal pihak yang menerima janji (promisee) karena kepercayaannya terhadap janji tersebut telah melakukan sesuatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu, sehingga dia (promisee) akan menderita kerugian jika (promisor) yaitu pihak yang memberi janji diperkenankan untuk menarik janjinya.

Doktrin ini berhungan dengan isi pasal 1338 KUHPer yang bebunyi Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasanalasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu

Pasal 1338 dan doktrin tersebut sama-sama melarang adanya penarikan kembali janji yang telah disepakati oleh kedua pihak. Dengan tidak menarik janji yang telah disepakati maka kedua belah pihak juga telah memenuhi asa beritikad baik yang terdapat pada pasal 1338 (3).

3. Perjanjian-perjanjian dalam KUHPer yang tertulis Jual Beli (tanah) pasal 1466 Sewa menyewa pasal 1570 Perjanjian-perjanjian untuk melakukan pekerjaan pasal 1601d Perkumpulan psl 1657 Hibah pasal 1682 Pinjam meminjam dengan bunga pasal 1767 Pemberian kuasa psl 1793 Penanggungan psl 1821 Perdamaian psl 1851 (2) Perjanjian cagak hidup dan akibat-akibatnya pasal 1775

4. Perjanjian trust adalah pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain bertujuan agar tetap menjaga kelangsungan hidup masing-masih.

Anda mungkin juga menyukai