Anda di halaman 1dari 4

Tinjauan Pustaka

Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Infeksi Helicobacter pylori

Dragon Kho
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara, Jakarta

Abstrak: Infeksi Helicobacter pylori berhubungan dengan terjadinya gastritis, ulkus gastroduodenalis, dan karsinoma gaster. Eradikasi H. pylori telah menunjukkan adanya efek profilaksis terhadap karsinoma gaster. Terdapat 2 metode yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi H. pylori. Metode pertama berupa pemeriksaan non-invasif yang terdiri dari urea breath test (UBT), stool antigen test (SAT), dan uji serologi. Metode invasif adalah endoskopi untuk mendapatkan bahan biopsi. Berdasarkan beberapa pedoman internasional, terdapat 3 lini obat yang digunakan untuk eradikasi H. pylori. Lini pertama yaitu proton pump inhibitor (PPI) dengan 2 antibiotik yang dapat berupa amoksisilin, klaritromisin, atau metronidazol selama 7-14 hari, meskipun dengan regimen ini, tetap terlihat kegagalan pada 20% pasien. Anjuran lini kedua berupa quadruple therapy yang terdiri dari PPI, bismuth subsalisilat, tetrasiklin, dan metronidazol. Pada kasus yang tak teratasi dengan regimen lini kedua, pedoman tata laksana Eropa menganjurkan dilakukannya kultur kuman sebelum pemilihan obat. Kemudian obat lini ketiga dipilih berdasarkan kepekaan kuman terhadap antibiotik. Antibiotik alternatif untuk lini ketiga adalah kuinolon atau rifabutin. Kata kunci : Helicobacter pylori, lini pertama, lini kedua, lini ketiga.

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

381

Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Infeksi Helicobacter pylori

Current Diagnosis and Treatment of Helicobacter pylori Infection Dragon Kho


Faculty of Medicine, Tarumanagara University, Jakarta

Abstract: Helicobacter pylori infection is related to gastritis, gastroduodenal ulcer and gastric cancer. H. pylori eradication has been shown to have a prophylactic effect against gastric cancer. There are 2 methods used to establish the diagnosis of H. pylori infection. First, the non-invasive measures consists of urea breath test (UBT), stool antigen test (SAT) and serology while endoscopy is used to get a specimen of biopsy. According to several international guidelines, there are three lines of therapy which can be used in H. pylori eradication. The first-line therapy a proton pump inhibitor (PPI) in combination with any of the antibiotics amoxicilline, clarithromycin or metronidazole, given for 7-14 days. However, even with these recommended regimens, failure in H. pylori eradication is still found in 20% of patients. The recommended second-line therapy is a quadruple regimen composed of PPI, bismuth subsalicylate, tetracycline and metronidazole. For cases of failure from second line therapy, European guideline recommends culture before start the third-line treatment and selection should be based on the microbial antibiotic sensitivity. The alternative candidates for third line therapy are quinolones and rifabutin. Key words: Helicobacter pylori, first-line, second-line, third-line.

Pendahuluan Penemuan Helicobacter pylori pada tahun 1982, telah mengubah tata laksana beberapa penyakit gastroduodenalis. Hingga saat ini, H. pylori dikenal sebagai faktor patogen pada gastritis kronis, ulkus peptikum, dan karsinoma gaster. Eradikasi H. pylori efektif untuk gastric mucosal associated lymphoid tissue (MALT) lymphoma derajat ringan, ulkus peptikum dengan H. pylori yang positif serta gejala dispepsia yang disebabkan olehnya. Eradikasi ini juga berpotensi mencegah terjadinya karsinoma gaster yang disebabkan oleh infeksi H. pylori.1 Eradikasi H. pylori yang dianjurkan kini meliputi penggunaan proton pump inhibitor (PPI) berkombinasi dengan 2 jenis antibiotik. Hal ini yang dikenal dengan triple therapy. Akan tetapi,penyalahgunaan (misuse) antibiotik yang luas akhir-akhir ini telah menimbulkan masalah resistensi H. pylori terhadap beberapa jenis antibiotik yang digunakan untuk eradikasi, sehingga diperlukan modalitas tata laksana yang lebih efektif. Sebelum memulai tata laksana, seyogianya dipastikan dahulu ada tidaknya infeksi H. pylori. Diagnosis infeksi H.pylori Pemeriksaan adanya infeksi H. pylori terdiri dari pemeriksaan noninvasif (tanpa endoskopik) dan invasif (dengan endoskopik). Pemeriksaan ini diindikasikan pada
382

pasien dengan ulkus peptikum, gastric MALT lymphoma, gastritis kronis atrofik serta pasien dengan keluhan dispepsia yang belum diketahui sebabnya dan tidak ingin menjalani pemeriksaan yang bersifat invasif. Pemeriksaan noninvasif ini tidak dianjurkan pada pasien yang memperlihatkan alarm symptoms yakni penurunan berat badan, perdarahan gastrointestinal, muntah yang persisten, dan dispepsia dengan onset yang baru pada orang usia >45 tahun. Pemeriksaan noninvasif ini juga tidak diperlukan pada pasien dispepsia yang berhubungan dengan penggunaan nonsteroid antiinflammatory drug (NSAID).2 Pemeriksaan noninvasif terdiri dari urea breath test (UBT), serologi IgG H. pylori, dan stool antigen test (SAT). Pemeriksaan serologi IgG H. pylori murah dan nyaman, serta memiliki sensitivitas 85% dan spesifisitas 79%, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat dijadikan indikator keberhasilan eradikasi karena kadar imunoglobulin tidak menurun setelah eradikasi H. pylori.3 Dalam UBT yang diperiksa adalah aktivitas urease H. pylori dan ini dapat digunakan sebagai alat diagnostik. Pemeriksaan ini juga berguna sebagai indikator keberhasilan eradikasi karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas >90%.1 Pemeriksaan UBT untuk mengetahui keberhasilan eradikasi sebaiknya dilakukan minimal 4 minggu setelah eradikasi untuk menghindari hasil negatif palsu.4 Pemeriksaan noninvasif lainnya yaitu SAT yang sensitivitas dan spesifisitasnya >90% sehingga dapat digunakan untuk

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Infeksi Helicobacter pylori diagnosis maupun indikator keberhasilan eradikasi. Dalam pemeriksaan ini dilihat adanya antigen H. pylori pada tinja menggunakan antibodi monoklonal atau poliklonal. Pemeriksaan SAT untuk mengetahui keberhasilan eradikasi dilakukan minimal 4 minggu setelah eradikasi tersebut.3 Pemeriksaan invasif untuk menemukan adanya infeksi H. pylori dapat dilakukan dengan 3 cara yakni melalui rapid urease test, pemeriksaan histologi dan kultur. Berdasarkan sistem Sydney, spesimen bahan biopsi dianjurkan untuk diambil pada 5 tempat yakni 2 dari bagian antrum, 2 dari korpus, dan 1 dari insisura angularis, untuk mendapat hasil penilaian yang optimal. 5 Metode rapid urease test dimaksudkan untuk menemukan adanya urease bakteri, sensitivitasnya 96% dan spesifisitasnya 90%. Kultur ditujukan untuk menemukan H. pylori dan sekaligus mengetahui resistensinya terhadap antibiotik; sensitivitasnya 90% dan spesifisitas 100%. 1 Pemeriksaan histologi merupakan cara yang paling sering digunakan pada bahan biopsi dengan sensitivitas 95% dan spesifisitas 98%.3 Tata Laksana Terkini Infeksi H. pylori Tata laksana awal yang paling sering digunakan yaitu triple therapy yang terdiri dari PPI, amoksisilin dan klaritromisin yang diberikan 2 kali sehari selama 7-14 hari. Metronidazol dapat digunakan untuk menggantikan amoksisilin pada pasien yang alergi terhadap penisilin.2 Variasi dalam lamanya terapi bergantung pada pola resistensi H. pylori yang berbeda di setiap daerah. Untuk wilayah Eropa dan Asia Pasifik dianjurkan lama eradikasi ini 7 hari sementara American College of Gastroenterology (ACG) menganjurkan lama eradikasi 14 hari.1 Dosis yang digunakan adalah amoksisilin 2x1g/hari, klaritromisin 2x500 mg/hari. dan omeprazol 2x20 mg/hari.6 Ada pula yang menggunakan pantoprazol karena pantoprazol memiliki kemungkinan interaksi obat yang lebih kecil dibandingkan dengan PPI lainnya.7 Studi HYPER menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara efektivitas regimen triple therapy 7 hari dengan regimen triple therapy 14 hari .1 Tata Laksana Lini Kedua untuk Kegagalan Lini Pertama Walaupun efektivitas regimen triple therapy untuk eradikasi H. pylori cukup tinggi, masih ditemukan sekitar 20% pasien yang menunjukkan adanya infeksi H. pylori pascaregimen.8 Kegagalan tata laksana dengan lini pertama merupakan tanda adanya resistensi H. pylori terhadap salah satu antibiotik yang digunakan. Resistensi terhadap klaritromisin merupakan yang paling sering walaupun tidak tertutup kemungkinan adanya resistensi terhadap antibiotik yang lain.1 Ketika tata laksana dengan lini pertama gagal, maka digunakan lini kedua yang sering disebut dengan quadruple therapy. Quadruple therapy terdiri dari kombinasi PPI, bismuth subsalisilat, metronidazol, dan tetrasiklin. Efektivitas regimen quadruple therapy mencapai 93%,
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

sementara efektivitas regimen triple therapy sekitar 77%.2 Dosis regimen quadruple therapy ini adalah omeprazol 2x20 mg/hari, bismuth subsalisilat 4x525 mg/hari, metronidazol 4x250 mg/hari, dan tetrasiklin 4x500 mg/hari selama 10-14 hari.3 Permasalahan utama pada regimen quadruple therapy ini adalah jadwal konsumsi obat yang rumit dan insiden efek samping yang lebih besar. Bila masih terdapat kegagalan dalam eradikasi H. pylori dengan regimen quadruple therapy, maka dianjurkan untuk menggunakan regimen lini ketiga yaitu kombinasi levofloksasin, amoksisilin, dan PPI selama 10 hari. Kegagalan eradikasi dengan lini kedua dapat mencapai 20%. Penggunaan kultur untuk mengetahui resistensi dalam praktik sehari-hari masih kontroversial karena selain prosedurnya rumit, juga makan waktu dan biaya.9 Dosis yang digunakan untuk levofloksasin adalah 2x500 mg/hari, amoksisilin 2x1 g/ hari, dan omeprazol 2x20 mg/hari.3 Levofloxacine-based triple therapy (levofloksasin, amoksisilin, dan PPI) seringkali disebut sebagai regimen lini ketiga. Gisbert et al membandingkan levofloxacine-based triple therapy (levofloksasin 2x500 mg/hari, amoksisilin 2x1 g/hari, dan omeprazol 2x20 mg/hari) dengan rifabutin 2x150 mg/hari, amoksisilin 2x1 g/hari, dan omeprazol 2x20 mg/hari pada masing-masing 20 pasien dengan riwayat gagal eradikasi H. pylori dengan lini pertama dan kedua, dan terlihat bahwa nilai eradikasi dengan levofloksasin lebih tinggi dibandingkan dengan rifabutin (85% vs. 45%). Sementara itu, Gatta et al juga memperlihatkan keberhasilan eradikasi levofloxacine-based triple therapy mencapai 92% pada 151 pasien dengan infeksi H. pylori yang persisten dengan lini pertama dan kedua.10 Follow up Eradikasi H. pylori Konfirmasi atas keberhasilan eradikasi H. pylori sangat penting untuk pasien dengan ulkus yang disebabkan oleh H. pylori, gastric MALT lymphoma, pasien yang telah menjalani reseksi karsinoma gaster tahap awal maupun untuk pasien dengan gejala yang menetap setelah upaya eradikasi H. pylori. Konfirmasi keberhasilan eradikasi ini dilakukan melalui pemeriksaan UBT ataupun SAT setelah penghentian obat selama 4 minggu atau lebih untuk menghindari hasil negatif palsu. Keberhasilan eradikasi juga dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan endoskopi ulang pada pasien dimana endoskopi ulang memang diperlukan.2 Zipser et al melakukan penelitian dengan 34 pasien yang telah mendapatkan regimen triple therapy selama 10 hari berupa omeprazol (2x20 mg/hari), amoksisilin (2x1 g/hari), dan klaritromisin (2x500 mg/hari). Kemudian dilakukan konfirmasi ulang dengan menggunakan pemeriksaan UBT dengan hasil 5 di antara 34 (15%) pasien tersebut positif. Hasil ini menandakan kegagalan dalam eradikasi sebesar 15% dengan pemakaian triple therapy di atas. Oleh karena sebagian besar kegagalan eradikasi ini merupakan akibat resistensi terhadap antibiotik, maka dianjurkan tata laksana ulang dengan jenis antibiotik yang lain.11
383

Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Infeksi Helicobacter pylori Kesimpulan Infeksi Helicobacter pylori merupakan penyebab utama gastritis dan ulkus peptikum serta faktor risiko untuk terjadinya karsinoma gaster. Diagnosis dan tata laksana infeksi H. pylori menjadi penting dalam evaluasi pasien dengan keluhan dispepsia. Saat ini diagnosis infeksi H. pylori dapat menggunakan metode pemeriksaan yang invasif maupun noninvasif. Beberapa metode pemeriksaan noninvasif lebih sering digunakan karena bersifat nyaman. Tata laksana terkini untuk infeksi H. pylori terdiri dari 3 lini yang mengandung antibiotik yang efektif terhadap H. pylori. Konfirmasi ulang keberhasilan eradikasi H. pylori diperlukan mengingat kemungkinan kegagalan eradikasi yang dikaitkan dengan risiko terjadinya berbagai penyakit gastrointestinal pada pasien dengan infeksi H. pylori yang persisten. Daftar Pustaka
1. Selgrad M, Kandulski A, Malfertheiner P. Helicobacter pyloridiagnosis and treatment. Curr opin gastroenterol. 2009; 25:54956. McColl KEL. Helicobacter pylori infection. N Eng J Med. 2010; 362:1597-604. Lew E. Peptic ulcer disease. In: Current Diagnosis and Treatment Gastroenterology-Hepatology-Endoscopy, 3rd ed. Greenberger NJ (editor). New York: McGraw Hill: 2009.p.175-83. 4. Malagelada JR, Kuipers EJ, Blaser MJ. Acid peptic disease. In: Goldman L, Ausiello D (editors). Cecil Medicine, 23rd ed. Saunders, 2008. 5. Kim CG, Choi IJ, Lee JY, Cho SJ, Nam BH, Kook MC et al. Biopsy site for detecting Helicobacter pylori infection in patients with gastric cancer. J Gastroenterol Hepatol. 2009;24:469-74. 6. Feldman M, Le MS. Peptic ulcer diseases. In: Dale DC, Federman DD (editors). American College of Physician Medicine, 3rd ed. New York: American College of Physician; 2007. 7. Sivri B, Simsek I, Hulagu S, Kadayifci A, Tozun N, Akarsu M, et al. The efficacy, safety and tolerability of pantoprazole-based oneweek triple therapy in H.pylori eradication and duodenal ulcer healing. Curr Med Res Opin. 2004;20. 8. Gisbert JP, Fuentes J, Carpio D, Tito L, Guardiola J, Tomas A, et al . 7-day rescue therapy with ranitidine bismuth citrate after Helicobacter pylori treatment failure. Aliment Pharmacol Ther. 2005;21:1249-54. 9. Gisbert JP, Gisbert JL, Marcos S, Otero RM, Pajares JM. Thirdline rescue therapy with levofloxacine is more effective than rifabutin rescue regimen after 2 Helicobacter pylori treatment failures. Aliment Pharmacol Ther. 2006;24:1469-74. 10. Suzuki H, Nishizawa T, Hibi T. Helicobacter pylori eradication therapy. Future Virol. 2010;5:639-48. 11. Zipser RD, Parikh MV. Is repeat testing needed for Helicobacter pylori. J Am Board Fam Med. 2000;13. YY/ZD/MS

2. 3.

384

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 8, Agustus 2010

Anda mungkin juga menyukai