Anda di halaman 1dari 2

Kreativitas, Daya Saing,

dan Kemandirian Bangsa


Oleh Wulan Komalawati
Selasa, 14 Juli 2009

Pemilihan presiden (pilpres) telah usai. Siapa pun yang memimpin negeri ini haruslah
memperhatikan sumber daya manusia. Sumber daya alam yang kita miliki merupakan
anugerah untuk negeri ini. Namun, itu akan habis sehingga perlu bijak dalam
penggunaannya.
Futurulog kelas dunia Alvin Toffler berpendapat, gelombang keempat peradaban
manusia yang dicirikan berbasis kreativitas (creative capital) segera mendominasi
gaya berpikir seluruh penduduk planet bumi.
Kita sepakat, peran kreativitas dan daya inovasi manusia (human ingenuity)
merupakan unsur pokok dalam menentukan keunggulan dan keberhasilan
pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Keunggulan tersebut tidak lepas dari
kecanggihan teknologi informatika (TI) negara tersebut.
Dunia mengakui, India bisa dikatakan raja TI di Asia, bahkan kompetitor Paman
Sam. Di California, Amerika Serikat, terdapat Lembah Silikon yang merupakan
kawasan industri TI. Begitu juga di Bangalore, daerah bagian selatan India, terdapat
kawasan yang dijuluki silicon valley.
Mungkinkah Indonesia dapat mengejar negeri Taj Mahal dalam dunia TI? Banyak
pakar di negara kita mengatakan bahwa kunci untuk menjawab persoalan tersebut
adalah daya saing yang dipacu ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian,
perlu membentuk masyarakat berbasis ilmu pengetahuan (knowledge based
society).
Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang kita laksanakan haruslah
berlanjut, sehingga kita dapat menjadi bangsa yang self generating, self developing.
Pada dasarnya aspek kreativitas dan inovasi dalam sains, teknologi, dan seni
merupakan pemicu daya saing bangsa.
Indonesia dan India merupakan negara berkembang yang mempunyai jumlah
penduduk yang besar, multikultur masyarakatnya, masih menghadapi masalah
kemiskinan, dan pernah menjadi negara terjajah.
Setelah India merdeka, terjadi diaspora warganya ke penjuru dunia. Kaum migram
tersebut di negeri rantau umumnya berkarier di dunia TI. Ketika Perdana Menteri
Narasima Rao menerapkan sistem ekonomi pasar bebas, membuka investasi asing,
dan secara khusus mendukung perkembangan TT, para perantau itu pun mudik dan
mengembangkan industri TI di negaranya. Label software development and IT
enabled service telah melekat pada negara tersebut.
Salah satu langkah awal krusial kebangkitan negeri seribu dewa tersebut adalah
besarnya perhatian pemerintah pada dunia pendidikan. Sistem dan kualitas
pendidikan India berstandar dunia dan terkenal sebagai pemasok pekerja ahli TI.
Sebagai gambaran, pada 1990-an dari 150.000 pekerja asing di perusahaan TI di
Amerika, sebanyak 60.000 di antaranya adalah ahli software dari India.
Indonesia memang harus bekerja keras untuk mengejar ketertinggalan TI India.
Satu kabar bagus, di Samarinda terdapat sekolah menengah kejuruan (SMK) yang
dapat merakit laptop. Apresiasi pemda setempat akan kreativitas dan inovator
sekolah tersebut adalah dengan memesan sejumlah laptop yang akan digunakan di
lingkungan pemda tersebut.
Pendidikan merupakan kunci kemajuan bangsa. Dunia pendidikan Indonesia sudah
bergeliat, yang ditunjukkan dengan dana pendidikan dari pemerintah yang besar,
munculnya institusi pendidikan yang bertaraf internasional, dan prestasi yang
membanggakan dalam Olimpiade pengetahuan. Dengan pendidikan, diharapkan
kreativitas dan inovator bermunculan.
Dari orang kreatif akan dihasilkan inovasi. Inovasi sendiri bukan barang baru bagi
Indonesia. Ki Hajar Dewantoro telah bicara tentang konsep inovasi dengan
menerapkan prinsip niteni (mencari tahu, meneliti), niroake (menirukan, simulasi),
dan nambahake (mengembangkan dan memberi nilai tambah).
Untuk merangsang kreativitas, daya saing, dan kemandirian, masyarakat dan
pemerintah sudah menunjukkan perhatian tentang hal itu, yaitu dengan adanya
ajang pemberian penghargaan bagi yang kreatif dan inovatif. Leenawaty merupakan
salah satu figur kreatif yang memperoleh reward dari perusahaan swasta. Inovasinya
berhasil membuktikan fotosensitizer krolofil dapat mengendalikan kanker. Harapan
bagi masyarakat, selain adanya penghargaan buat sang inovator, karya-karya
mereka juga dapat dijadikan teknologi tepat guna.
Kemandirian bangsa berkompensasi dengan pemenuhan kebutuhan dari dalam
negeri. Kita tidak tergantung secara absolut, tidak memiliki ketergantungan yang
tinggi pada bangsa dan negara lain, pada dunia. Ini merupakan kriteria sebuah
bangsa mandiri atau lebih mandiri. Tentu ada interkonektisitas, ada interdepedensi
dalam hubungan antarbangsa, tapi kita tidak boleh tergantung secara mutlak.
Bangsa kita bisa meminimkan ketergantungan pada bangsa lain. Dengan tumbuhnya
kretivitas anak bangsa, kita bisa menghasilkan karya yang dapat bersaing dengan
karya bangsa lain. Namun, adanya kebanggaan terhadap produk luar, itu
memengaruhi kemandirian bangsa. Budaya bangga terhadap produk dalam negeri
harus dikembangkan untuk mendukung kemandirian bangsa.
Kemajuan ekonomi India juga ditopang oleh kemandirian yang bersemangat swadesi
(semangat memenuhi kebutuhan sendiri) yang kental. Produk dalam negeri banyak
digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan penduduknya yang berjumlah lebih
dari 1 miliar, seperti mobil, bus, dan traktor.
Penduduk Indonesia yang melimpah dan umumnya berusia produktif merupakan
modal awal menghasilkan manusia yang kreatif dan inovatif. Memang, ini perlu
proses dan kerja keras untuk mewujudkannya. Pemerintah perlu agresif dalam
pengembangan sumber daya manusia, dan semua unsur pun perlu mendukung hal
tersebut.
Tanggal 10 Agustus merupakan Hari Teknologi Nasional (Harteknas). Momentum ini
seharusnya memacu kita agar kreatif dan mengejar ketertinggalan bangsa. Belajar
dari pengalaman negara lain bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan riset berperan
dalam kemajuan bangsa. Dalam era globalisasi, kesinergian akademisi, bisnis,
government/pemerintah (ABG) haruslah apik untuk mendukung kemajuan
Indonesia.
Patut disyukuri, pilpres berjalan lancar. Harapan masyarakat tentunya ingin
berkehidupan lebih baik. Asa agar terciptanya iklim kondusif untuk berkreativitas,
berdaya saing, dan mengkristalkan kemandirian bangsa akan berlanjut.***
Penulis adalah alumnus Universitas Gajah Mada

Anda mungkin juga menyukai