Tesis Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi Magister Administrasi Publik
disusun oleh
PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012
ii
iii
PERSEMBAHAN
Karya ini kami persembahkan kepada orang yang telah memberikan kesempatan sehingga dapat diraih cita-cita, kepada :
1. Teristimewa yang mulia ibu Soedijati yang memberikan restunya; 2. Suami tercinta Agustinus Santosa Adiwibowo beserta putra/putri tersayang Khrisnawan Adi Nugroho, Andreas Kristianto Wibowo, dan Khristyasti Arsy Dewi; 3. Adik-adik beserta isteri yang memberikan motivasi untuk menyelesaikan pendidikan.
Semoga Allah SWT melimpahkan barokah bagi kita semua sehingga dapat melanjutkan merajut hari yang akan kita lewati. Amiiin.
Endar Hidayati
iv
MOTTO
Kelngn bndh or kelngn apa-apa; Kelngn nyawa mung kelngan sepro; Kelngn segalanya yn ilng jining dhiri. (Artinya: Kehilangan harta, tidak kehilangan apapun; Kehilangan nyawa, hanya kehilangan setengah; Kehilangan segalanya manakala tidak memiliki harga diri) (Sri Sultan Hamengku Buwana X) Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
1. Perkasa sehat dan ulet 2. Wulung matang dalam ilmu, bijak dalam setiap langkah 3. Agung dalam sifat, perbawa, dan tampilan 4. Wangi harum nama, halus tutur kata dan perilaku, selalu mengharumkan sesama dan lingkungan, dan selalu menampilkan kutmn Adhi Moersid (Arsitek Ahli - Bangunan Perpustakaan Provinsi DIY)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji bagi Allah Subhanawataala atas rahmat dan ridhaNya sehingga tesis berjudul IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN TANAH KAS DESA DI KECAMATAN GAMPING KABUPATEN SLEMAN dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menempuh studi pada Pasca Sarjana S-2 Program Studi Magister Administrasi Publik (MAP) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dalam penyelesaian tesis ini telah mendapat bantuan dari banyak pihak, untuk itu Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus khususnya kepada ibu Dr. Nunuk Dwi Retnandari selaku dosen pembimbing utama yang telah intensif memberikan bimbingan dan sumbang pikirannya.
Terima kasih disampaikan pula kepada yang terhormat : 1. Bapak/Ibu Dosen dan Pengelola MAP-UGM atas arahan dan bimbingannya melalui berbagai mata kuliah, dan ibu Asih, ibu Apri, ibu Ovy bantuannya selama Penulis menjadi mahasiswa; 2. Ibu Ismintarti, ibu Tri Asih, dan bapak Kuntarto pada Biro Tata Pemerintahan Setda Provinsi DIY, yang memberikan dukungan penyelesaian penelitian; 3. Bupati Kabupaten Sleman beserta jajarannya, khususnya bapak R. Sugandi, Kepala Bidang Pengawasan Pertanahan pada Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah Kabupaten Sleman sebagai Narasumber, yang telah memberikan bantuan informasi dan data sehingga dapat selesai penelitian ini; atas
vi
1. Ibunda Soedijati yang memberikan doa dan restunya, suami tercinta Agustinus Santosa Adiwibowo beserta putra/putri tersayang Khrisnawan Adi Nugroho, Andreas Kristianto Wibowo, dan Khristyasti Arsy Dewi, adik-adik beserta isteri masing-masing yang selalui memberi menyelesaikan pendidikan; 4. Rekan-rekan mahasiswa MAP-UGM, terutama bapak Ozin dan bapak Agung Kurniawan, yang memberikan motivasi untuk menyelesaikan tesis ini. motivasi untuk
Semoga segala kebaikan yang diberikan mendapat balasan pahala dari Allah SWT. Amiiin yaa rabbalalamin.
Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari sempurna, untuk itu diharapkan kepada para pihak yang membaca untuk memberikan kritik dan saran konstruktif sehingga tulisan ini bermanfaat. Terima kasih.
Endar Hidayati
vii
DAFTAR ISI
Halaman JUDUL ........................................................................................................... LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ PERNYATAAN. PERSEMBAHAN........................................................................................... M O T T O ..................................................................................................... KATA PENGANTAR.................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... INTISARI........................................................................................................ ABSTRACT.................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1.2. Perumusan Masalah ................................................................. 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 1 7 7 i ii iii iv v vi viii xi xii xiii xiv xv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep dan Lingkup Kebijakan Publik .................................. 2.1.1. Konsep Kebijakan Publik ............................................ 2.1.2. Faktor-faktor mempengaruhi implementasi kebijakan 2.2. Politik Lokal dan Pengelolaan Aset........................................ 8 8 13 15 viii
2.3. Catur Tertib Pertanahan............................................ .............. 2.4. Definisi Konsep dan Definisi Operasional ............................. 2.4.1. Konsep Pengelolaan Tanah Kas Desa ......................... 2.4.2. Definisi Operasional Pengelolaan Tanah Kas Desa ....
23 28 28 32
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ...................................................................... 3.2. Batasan/Lokasi Penelitian ..................................................... 3.3. Data dan Cara Mendapatkan Data ....................................... 3.4. Metode Analisis ..................................................................... . 35 36 37 41
BAB IV DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN 4.1. 4.2. Deskripsi Kabupaten Sleman ............................................... Deskripsi Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.............. 4.2.1. Deskripsi Keberadaan Desa Balecatur 43 48
................... 52 60
4.2.3. Deskripsi Keberadaan Desa Banyuraden..................... 69 4.2.4. Deskripsi Keberadaan Desa Nogotirto......................... 79 4.2.5. Deskripsi Keberadaan Desa Trihanggo ........................ 86 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Kebijakan Pengelolaan Tanah Kas Desa di Provinisi DIY........ 96 5.2. Pengelolaan Tanah Kas Desa di Kecamatan Gamping ............. 112 5.2.1. Pengelolaan Tanah Kas Desa di Balecatur .................... 113 5.2.2. Pengelolaan Tanah Kas Desa di Ambarketawang.......... 116
ix
5.2.3. Pengelolaan Tanah Kas Desa di Banyuraden.................. 120 5.2.4. Pengelolaan Tanah Kas Desa di Nogotirto..................... 124 5.2.5. Pengelolaan Tanah Kas Desa di Trihanggo.................... 127 5.3. Analisis Pengelolaan Tanah Kas Desa di Kec. Gamping......... 130 5.3.1. Tertib Hukum Pengelolaan Tanah Kas Desa ................. 131 5.3.2. Tertib Administrasi Pengelolaan Tanah Kas Desa ........ 137 5.3.3. Tertib Penggunaan Tanah Kas Desa............................... 141 5.3.4. Tertib Pemeliharaan dan Lingkungan Hidup.................. 145 BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan........ ...................................................................... ... 147 6.2. Saran Perbaikan .......................................................................... 150
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penggunaan Tanah Kas Desa di Kabupaten Sleman............................ 46 Tabel 2. Penguasaan Tanah Kas Desa di Kabupaten Sleman............................. 47 Tabel 3. Pengelolaan Tanah Kas Desa di Kecamatan Gamping......................... 51 Tabel 4. Pelaksanaan Tertib Hukum Tanah Kas Desa di Kec. Gamping............ 132 Tabel 5. Pelaksanaan Tertib Administrasi Tanah Kas Desa di Kec. Gamping... 138 Tabel 6. Tertib Penggunaan Tanah Kas Desa di Kecamatan Gamping.............. 142
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kinerja Kebijakan Publik................................................................... 10 Gambar 2. Siklus Proses Kebijakan Publik......................................................... 11 Gambar 3. Peta Kabupaten Sleman..................................................................... 44 Gambar 4. Grafik Pensertifikatan Tanah Kas Desa Kab.Sleman........................ 48 Gambar 5. Peta Kecamatan Gamping................................................................. 49 Gambar 6. Peta Desa Balecatur........................................................................... 53 Gambar 7. Peta Desa Ambarketawang................................................................ 61 Gambar 8. Peta Desa Banyuraden....................................................................... 70 Gambar 9. Peta Desa Nogotirto.......................................................................... 80 Gambar 10. Peta Desa Trihanggo........................................................................ 86 Gambar 11. Prosedure Perijinan Pemanfaatan Tanah Kas Desa......................... 100 Gambar 12. Prosedur Pelepasan dan Pengadaan Pengganti Tanah Kas Desa.. 105
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. KUESIONER : - KUESIONER PERSEORANGAN/LEMBAGA/INSTANSI PENGGUNA TANAH KAS DESA DI KECAMATAN GAMPING. - KUESIONER PEMERINTAH DESA DI KECAMATAN GAMPING. - KUESIONER PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN - KUESIONER PEMERINTAH PROVINSI DIY.
Lampiran 2. PHOTO TANAH KAS DESA KECAMATAN GAMPING : Desa Balecatur Desa Ambarketawang Desa Banyuraden Desa Nogotirto
- Desa Trihanggo
xiii
INTISARI
Diskusi tentang otonomi daerah telah banyak dilakukan namun jarang yang sampai menyentuh otonomi tingkat desa, yang sebenarnya merupakan unit pemerintahan yang paling dekat dengan rakyat. Salah satu kekayaan paling menonjol bagi desa-desa di Jawa adalah pemilikan tanah kas desa yang merupakan sumber penerimaan terbesar bagi desa untuk membiayai kegiatan rutin pemerintahan desa maupun kegiatan pembangunan. Disamping itu tanah kas desa juga dipergunakan sebagai bengkok/lungguh dan pengarem-arem sebagai gaji bagi perangkat desa maupun pensiun perangkat yang sudah purna tugas. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, perhatian terhadap otonomi desa menjadi sangat penting artinya. Kuatnya otonomi desa sangat dipengaruhi dari bagaimana pengelolaan sumber-sumber potensi desa khususnya dari pengelolaan aset tanah kas desanya. Dirangsang keinginan untuk memahami pengelolaan tanah kas desa tersebut, Penulis melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis permasalahan tanah kas desa tersebut desa. Akhirnya dipilih sebagai pokok kajian kebijakan pengelolaan tanah kas desa setelah keluarnya Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2008. Kajian atas pokok ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi penguatan kapasitas dan strategi dalam usaha melakukan pelestarian dan pengamanan tanah kas desa. Oleh karenanya langkah untuk melakukan penelitianpun diayunkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif, dengan teknis pengumpulan data melalui wawancara mendalam (indepth interview), observasi dan dokumentasi. Sumber datanya diperoleh dari para pejabat unsur instansi terkait yang relevan, yang memiliki kapasitas dan merupakan representasi dari pemerintah daerah baik Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta maupun Pemerintah Kabupaten Sleman, swasta dan masyarakat. Dari hasil analisis dan pembahasan ditemukan bahwa kebijakan pengelolaan tanah kas desa diarahkan dapat menjadi pendukung penguatan otonomi desa di Kabupaten Sleman, khususnya di Kecamatan Gamping, dan sebagai aset yang memiliki nilai strategis untuk memakmurkan masyarakat desa. Hasil dari pengelolaan tanah kas desa ini memberi kontribuasi kepada pendapatan asli pemerintah desa selaku penguasa pemilik aset. Kebijakan ini, sebagaimana diungkapkan dalam tulisan ini, berimplikasi luas baik bagi pemerintah desa maupun bagi masyarakat yang mendapatkan manfaatnya yang dimungkinkan melalui sewa-menyewa, perubahan peruntukan, mupun kerjasama. Untuk mendukung terselenggaranya kepentingan umum, tanah kas desa ini dapat dilepas dengan pengganti yang senilai. Diharapkan hasil penelitian ini dapat mendorong perbaikan dalam usaha mengatasi permasalahan tanah kas desa. Disarankan institusi secara berjenjang di tingkat Provinsi DIY, Kabupaten Sleman sampai dengan Desa lebih meningkatkan peran untuk lestarinya aset desa ini dengan melibatkan peran serta masyarakat.
xiv
ABSTRACT This research aim to investigate the regulation on tanah kas desa in the national agrarian law and according to the adat law in the district of Sleman and to acquire information on the opinion of the respondents conserning the subject of the right, the extent of occupation, annulment of the right of cultivation, the sanction and other problems related to tanah kas desa. This descriptive research was conducted in the district of sleman in the Special Province of Yogyakarta. The respondents consisted of 50 owners/cultivators of tanah kas desa selected through simple random sampling. Interviews were conducted with government officials from the Office of Dinas Pengendalian Pertanahan Daerah (Local Land Office of the District), the Head of Village and labor sub district and the village chiefs and staff in the research site. Primary and secondary data were use in this research. The primary data were obtained from respondents and resource person by using a questionaire (a combination of open and closed questionaire) and interviews (a combination of structured and unstructured interviews). The secondary data were obtained from a documentary study of primary, secondary and tertiary legal materials. The collected data were then analyzed qualitatively. The numerical data were tabulated to facilitate analisys. Conclusions from the research are as follows: first, up to the present time there have been no definite regulations on tanah kas desa. The existing regulation only states the principles, Second, regulation on tanah kas desa in sleman is based on local adat law, which is concerned with the division and the granting of permission to cultivate the land by the village chief, determination of those who are entitled to the land, and the requirements of ownership. The division and permission to cultivate given the village chief do not, in practice, take into consideration preservation of the environment and include the sea area, which still has no tanah kas desa. Third, polling shows that the community want the tanah kas desa to be reserved only for the local recidents; the community/village administrators are ignorant of the maximum size of land for occupation; the right of cultivation should not be nullified even if the land is not cultivated yet or damaged; sanctions against violation conflicts are distribution of tanah kas desa that involves corruption, collusion, and nepotism, and dispute over village boundaries. (Keywords: tanah kas desa national agrarian law adat law)
xv
BAB I PENDAHULUAN
Jauh sebelum kemerdekaan Negara Republik Indonesia, pada tahun 1918 Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman telah mengeluarkan dan
melaksanakan pengaturan tentang Desa dan pengelolaan pertanahan termasuk penyelenggaraan pertanahan di kawasan kekuasaan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia dan kemudian Kraton Yogyakarta bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), penyelenggaraan pemerintahan di Desa diatur dengan Maklumat Pemerintah Provinsi DIY Tahun 1946. Penyelenggaraan pertanahan dituangkan dalam Undang Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta, bahwa urusan agraria/pertanahan adalah unsur rumah tangga Daerah Istimewa Yogyakarta. Kedua ketentuan tersebut selanjutnya menjadi
pertimbangan dalam pengaturan Desa dan pertanahan di Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk tanah kekayaan desa yang populer dengan sebutan bondho deso. Penerapan otonomi daerah sesungguhnya berbasis pada otonomi desa, sehingga dapat dimengerti jika terselenggaranya otonomi di daerah juga berpengaruh dan dipengaruhi oleh keberhasilan otonomi desa. Di Daerah
Istimewa Yogyakarta otonomi desa telah diterapkan sejak sebelum kemerdekaan RI (Kompas 10/1/2002), pada dasarnya telah ada sejak sebelum masa penjajahan,
dan terus berjalan secara pasang surut sesuai dengan dinamika jaman, dan oleh karenanya mewujudkan otonomi desa dalam artian mandiri, secara obyektif
masih perlu diperjuangkan. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 8 Tahun 2005, secara konseptual dari segi keuangan, desa diberi kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan baik yang berasal dari pengelolaan kekayaan desa, iuran desa, gotong royong, pungutan desa, dan usaha desa (UU 32 Tahun 2004, Pasal 212). Kekayaan desa merupakan sumber daya yang dikuasai desa, potensinya strategis untuk mewujudkan kemandirian desa, dengan mendorong aktivitas seluruh komponen desa untuk memberdayakan secara optimal sumber daya desa, diusahakan dan dikelola sebagai sumber pendapatan desa, mendukung terselenggaranya pemerintahan dan pembangunan di desa sekaligus sebagai usaha mensejahterakan masyarakatnya. Kemajuan suatu desa secara berkelanjutan memiliki korelasi signifikan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, adanya otonomi penuh pada Kabupaten/Kota, keberadaan kekayaan desa di wilayah sudah tentu menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan dan dikelola untuk meningkatkan pendapatan asli daerah pada umumnya sekaligus mendukung
penyelenggaraan pemerintahan dan berbagai program pembangunan di daerah. Beberapa faktor perlu mendapat perhatian dalam mewujudkan otonomi desa, misalnya tingkat kepadatan penduduk yang terlalu tinggi untuk desa pertanian, proses industrialisasi di pedesaan belum mampu menyerap penduduk setempat. Di sisi lain menunjukkan desa makin berkurang kekayaannya (dalam hal ini berkurang tanah kas desanya), sementara tanah kas desa ini merupakan sumber
pendapatan desa potensial, oleh karenanya perlu pemahaman yang utuh dalam mengenali dan mengembangkan potensi desa, disamping dalam melaksanakan kewenangannya pemerintah desa harus bisa menjamin asas keadilan dan pemeratan bagi seluruh masyarakatnya1. Eforia globalisasi dunia mengakibatkan kebutuhan tanah untuk
pembangunan semakin meningkat, di lain pihak persediaan tanah tetap. Tanah tidak lagi hanya untuk memenuhi kebutuhan lahan pertanian, tetapi dipandang sebagai barang komoditas strategis dan yang menonjol adalah untuk berbagai pembangunan phisik. Akibatnya untuk mendapatkan tanah demi kepentingan pembangunan semakin sulit dan harganya juga semakin mahal, bahkan sering menimbulkan fenomena konflik pertanahan, baik vertikal mapun horisontal yang seakan tidak pernah lelah mendera manusia yang berpijak di atasnya2 (Sutaryono 2002: 1). Hal ini dapat dipahami bahwa permasalahan pengelolaan tanah semakin kompleks, sangat sedikit persoalan pertanahan yang berkembang menjadi konflik dapat berujung pada sebuah resolusi bersifat komprihensif dan mampu mengakomodasikan semua pihak yang berkepentingan. Sebagai salah satu sumber pendapatan potensial dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, tanah kas desa yang notabene merupakan kekayaan/aset milik negara yang dikuasai oleh desa, ditengarai banyak diselewengkan oleh oknum yang diberi kekuasaan untuk mengelolanya. Beberapa laporan menyebutkan bahwa tanah kas
. Murhaini, H. Suriansyah. Dr. SH. MH., Kewenangan Pemerintah Daerah Mengurus Bidang Pertanahan, LaksBang Justitia, Surabaya, Edisi I, Cetakan ke-1, 2009, hal. 103. 2 . Sutaryono, Peran Masyarakat Dalam Perencanaan dan pengendalian Tataguna Tanah di Daerah, Makalah Regional Workshop Sosialisasi Pelaksanaan Proyek percontohan Pengembangan Sistem Layanan Informasi Mandiri (SLIM) Penatagunaan Tanah di Kabupaten Sleman, tanggal 9 11 Mei 2007.
desa dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi perangkat desa, bahkan ada yang dijual secara tidak sah. Contohnya kasus penjualan tanah kas desa aset Desa Caturtunggal Kecamatan Depok Kabupaten Sleman seluas 3.112 m senilai Rp 3,9 Milyar telah dijual oleh perangkat desa secara tidak sah (Harian Kedaulatan Rakyat, Kamis Pahing tanggal 10 Maret 2011). Kasus serupa bahwa seorang kepala desa di wilayah Kecamatan Gamping telah menjual tanah kas desa secara tidak sah, sehingga tidak diperoleh tanah pengganti yang akibatnya Desa sebagai representasi Negara sangat dirugikan. Contoh lainnya dalam kasus korupsi penambangan pasir atas tanah kas desa di Desa Sendangsari Kecamatan Minggir (tahun 2004), yang berakibat telah merugikan Desa. Persoalan tanah merupakan persoalan klasik yang terjadi dimana-mana, sebab tanah memiliki aspek multi demensional. Dari aspek ekonomi tanah dipandang sebagai sarana produksi, sumber hidup dan kehidupan karena semua manusia di dunia berpijak di atasnya. Berkenaan dengan aspek politik, tanah dipandang sebagai basis dalam pengambilan kebijakan dalam proses sosial yang berkembang di masyarakat, sedangkan dari aspek sosial budaya tanah dimaknai sebagai sesuatu yang mampu meningkatkan status sosial dan harga diri dalam masyarakat sekaligus sebagai simbul perkembangan peradaban, budaya dan eksistensinya. Sisi spiritual, tanah dipandang sebagai harta pusaka yang mampu memberi kekuatan dan perlindungan bagi siapa saja yang menjaganya. Bahkan bagi masyarakat salah satu etnis di Indonesia memberikan makna bahwa tanah
adalah ibu yang mampu melindungi, memberikan kasih sayang dan memberikan kesejahteraan bagi hidupnya3. Mengingat sejarah panjang pengaturan urusan bidang pertanahan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, tanah kas desapun mendapat perhatian dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan desa sebagai struktur
penyelenggaran pemerintahan (yang terkecil) di Indonesia. Dalam hal pengelolaan tanah kas desa, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengeluarkan berbagai regulasi, yang terakhir adalah Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Tanah Kas Desa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kebijakan ini menjadi landasan hukum semua proses pengelolaan tanah kas desa, baik berupa perubahan peruntukan, sewa-menyewa, kerjasama pemanfaatan maupun pelepasan tanah kas desa. Kecamatan Gamping adalah salah satu dari 17 Kecamatan di Kabupaten Sleman yang sebagian besar wilayahnya mengalami perubahan sosial dan berkembang sebagai perkotaan, tidak luput dari perubahan peruntukan tanah.
Keberadaan tanah kas desa sebagai salah satu dimensi otonomi desa dalam kapasitas kemandirian yang harus dimiliki desa, untuk mendukung berbagai program pembangunan, juga telah menimbulkan berbagai permasalahan bahkan menjadi sengketa berkepanjangan yang tidak jelas kapan dan bagaimana ujung penyelesaiannya. Salah satu contoh di Desa Trihanggo, karena kurang tertibnya administrasi dan dokumentasi pertanahan di desa, pengadaan pengganti atas tanah
3
. Suhendar, Endang dan Ifdal Kasim, Tanah Sebagai Komoditas, Kajian Kritis atas Kebijakan Pertanahan Orde Baru, ELSAM, Jakarta Selatan, Cetakan Pertama, 1996.