Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktikum Farmakokinetika ANALISIS OBAT DALAM URIN

Disusun oleh:

Disusun oleh: KELOMPOK 2 - RABU SIANG

1. Tina Mellani 2. Astried Leonyza 3. Fithrotul Aini 4. Nurmasetyo Putro N 5. Oktaviani Tika W

0906488571 0906517363 0906517445 0906517571 0906517590

DEPARTEMEN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2011

ANALISIS OBAT DALAM URIN


I. Tujuan 1. 2. Mahasiswa diharapkan mampu menganalisis obat dalam sampel urin secara in-vivo Mahasiswa diharapkan dapat menggunakan data yang diperoleh untuk

mendapatkan persamaan farmakokinetikanya.

II.

Teori Dasar Absorbsi sistemik suatu obat yang diberikan secara peroral dari saluran cerna atau tempat ekstravaskular yang lain bergantung pada bentuk sediaan, anatomi, dan fisiologi tempat absorbsi. Faktor-faktor seperti luas permukaan dinding usus, kecepatan pengosongan lambung, pergerakan saluran cerna, dan aliran darah ke tempat absorbsi, semuanya mempengaruhi laju dan jumlah absorbsi obat. Laju perubahan jumlah obat dalam tubuh, dDB dt , bergantung pada laju absorbsi dan eliminasi obat. Laju perubahan obat dalam tubuh pada setiap waktu sama dengan laju absorbsi obat dikurangi laju eliminasi obat:
dDB dt dDGI dt dDe dt

Pada waktu konsentrasi obat puncak dalam plasma, yang dapat disamakan dengan laju eliminasi obat dan tidak ada perubahan jumlah obat dalam tubuh. Segera setelah waktu absorbsi obat mencapai puncak, beberapa obat masih berada pada tempat absorbsi (saluran cerna). Laju eliminasi obat pada saat ini lebih cepat daripada laju absorbsi obat, seperti diperlihatkan oleh fase pasca absorbsi.
dDGI dt dDe dt

Ketika obat pasca tempat absorbsi makin berkurang, laju absorbsi obat mendekati nol, atau dDGI dt 0 , fase eliminasi dari kurva kemudian hanya menyatakan eliminasi obat dari tubuh, biasanya suatu proses orde satu. Oleh karena laju perubahan jumlah obat dalam tubuh digambarkan sebagai proses orde satu selama proses eliminasi.

dDB dt k .DB
Obat yang diberikan secara peroral akan dieliminasi oleh ginjal sebagai klirens obat. Klirens obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya jaringan tubuh atau organ

dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume yang terbatas (volume distribusi) dimana obat terlarut di dalamnya. Dari konsep tersebut, klirens dapat diartikan sebagai volume cairan yang mengandung obat yang dibersihkan dari obat persatuan waktu. Klirens juga dapat diartikan sebagai laju eliminasi obat dibagi konsentrasi obat plasma pada waktu tersebut.
klirens laju ekskresi konsentrasi plasma

Cl

dDB dt Cp

Cl k .Vd
Faktor-faktor penentu dalam proses farmakokinetik adalah: 1. Sistem kompartemen dalam cairan tubuh, seperti: cairan intrasel, eksternal (plasma darah, cairan interstisial, cairan serebrospinal) dan berbagai fasa lipofil dalam tubuh. 2. Protein plasma, protein jaringan dan berbagai senyawa biologis yang mungkin dapat mengikat obat. 3. Distribusi obat dalam berbagai sistem kompartemen biologis, terutama hubungan waktu dan kadar obat dalam berbagai sistem tersebut, yang sangat menentukan kinetika obat. 4. Dosis sediaan obat, transport antarkompartemen seperti proses absorbsi, bioaktivasi, biodegradasi dan ekskresi yang menentukan lama obat dalam tubuh (Siswandono, 1998). Tetapan laju eliminasi k, dapat dihitung dari data ekskresi urin. Dalam perhitungan ini, laju ekskresi obat dianggap sebagai orde satu. ke adalah tetapan laju ekskresi ginjal dan Du adalah jumlah obat yang diekskresi dalam urin. dDu/dt = ke . DB persamaan disubstitusi dengan DB0 e-kt , menjadi: dDu/dt = ke . DB0 e-kt ke dan k dapat ditentukan dengan k ke = knr Eliminasi obat biasanya dipengaruhi oleh ekskresi ginjal atau metabolisme (biotransformasi), maka: knr = km Dengan mensubstitusikan km untuk knr dalam persamaan, diperoleh:

k = km + ke Karena rute utama eliminasi untuk sebagian besar obat melalui ekskresi ginjal dan metabolisme (biotransformasi), maka knr kurang lebih sama dengan km. Laju ekskresi obat lewat urin (dDu/dt) tidak dapat ditentukan melalui percobaan segera setelah pemberian obat. Dalam praktik, urin dikumpulkan dalam waktu tertentu dan konsentrasi obat dianalisis. Kemudian laju ekskresi urin rata-rata dihitung untuk setiap waktu pengumpulan. Harga dDu/dt rata-rata digambar pada suatu skala semilogaritmik terhadap waktu yang merupakan harga tengah waktu pengumpulan.

III.

Alat dan Bahan Alat 1. Labu takar 100 ml 2. Pipet volume 1 ml, 2 ml 3. Tabung reaksi 4. Pipet ukur 5 ml 5. Stop watch 6. Vortex 7. Sentrifuse 8. Spektrofotometer 9. Balon Penghisap 10. Kuvet

Bahan 1. Urin 2. Asam trikloroasetat (TCA) 10 % 3. Na nitrit 0,1 % (dibuat baru) 4. Ammonium sulfamat (amonium amido sulfonat) 0,5% 5. Sulfadiazin baku 6. N (1-naftil) etilendiamin 0,1%

IV.

Prinsip Kerja

Sampel urin dikumpulkan dari sukalerawan yang diambil pada waktu-waktu tertentu. Obat yang diberikan kepada sukarelawan berupa obat yang dominan dieliminasi di ginjal dalam keadaan utuh yakni Sulfadiazin. Setiap pengambilan sampel, urin harus tuntas. Sampel urin ditambahkan TCA, divortex. Larutan jernihnya selanjutnya direaksikan dengan Natrium Nitrit agar terbentuk senyawa diazo. Data hasil pengukuran dengan spektrofotometer digunakan untuk memperoleh persamaan farmakokinetika dan harga-harga parameter farmakokinetika

V.

Prosedur Pelaksanaan a. Penyiapan sampel Sehari sebelum melakukan praktikum, volunteer akan : 1. Satu jam sebelum minum obat, volunteer uji terlebih dahulu diberi air 400 ml, kemudian 200 ml pada saat minum obat, dan 4 kali setiap 1 jam sebanyak 200 ml untuk setiap jam berikutnya. 2. Sebelum minum obat, kandung kemih dikosongkan secara sempurna. Ambil urin secukupnya untuk blanko. 3. Setiap waktu interval pengambilan cuplikan, volume urin yang diekskresikan harus dicatat. 4. Jika urin tidak segera dianalisis, simpan dalam lemari es sampai analisis dikerjakan. Untuk keperluaan ini urin dapat diberi toluene 0,5 1 ml. 5. Jaga jangan sampai ada cuplikan urin yang hilang. 6. Pengumpilan urin dikerjakan sampai seluruh obat tidak berubah praktis setelah diekskresikan seluruhnya didalam urin ( 7-10 x t1/2 ). 7. Usahakan pengosongan kandung kemih setiap interval waktu pengambilan dikerjakan dengan sempurna.

b.

Prosedur Pengerjaan 1. Tetapkan volunteer uji. 2 hari sebelum praktikum volunteer uji sudah mulai minum obat. Satu minggu sebelum praktikum jangan minum obat yang sejenis dengan sulfadiazin. 2. Sebelum minum obat, tetapkan dahulu interval waktu pengambilan cuplikan (t1/2 sulfadiazin kurang lebih 10-17 jam) 3. Minum obat sulfadiazin tablet (500mg). Perhatikan sistem water loading. Jangan lupa ambil urin blanko sebelum saudara minum obat.

4. Kumpulkan cuplikan urin pada sederetan interval waktu pengambilan cuplikan yang saudara peroleh. Ambil kurang lebih 10ml, masukkan flakon dan simpan dalam lemari es. 5. Tetapkan kadar sulfadiazin tak berubah dalam cuplikan urin.

c.

Pembuatan Larutan stok Sulfadiazin Timbang dengan seksama Sulfadiazin baku, larutkan dalam NaOH 1N, encerkan dengan aquadest ad 100,0ml. Encerkan larutan tersebut sehingga diperoleh kadar Sulfadiazin: 10; 20; 40; dan 50 ppm.

d.

Pembuatan kurva baku kalibrasi: Kedalam urin blanko (250l) ditambahkan 250l larutan stok Sulfadiazin sehingga diperoleh kadar Sulfadiazin : 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm, dan aduk dengan vortex hingga homogen.

e.

Penanganan sampel urin 1. Ke dalam 1,0 ml urin ditambahkan TCA 10% (1,0 ml), segera aduk hingga homogen dengan menggunakan vortex. 2. Larutan tersebut disentrifugasi pada 4000 rpm selama 10 menit. Pindahkan supernatan yang jernih ke dalam tabung reaksi lain. 3. Ke dalam tabung tambahkan larutan NaNO2 0,1% (1,0 ml), dan diamkan selama 3 menit dalam keadaan dingin. 4. Tambahkan larutan Ammonium sulfanat 0,5% (2,0 ml), aduk hingga homogen dan diamkan selama 2menit 5. Tambahkan larutan N(1-naftil)etilendiamin 0,1% (2,0 ml). Campur baik-baik diamkan 5 menit di tempat gelap. 6. Ukur serapannya pada panjang gelombang 545nm. 7. Lakukan prosedur yang sama terhadap blanko urin.

f.

Uji Perolehan Kembali Buat campuran urin dengan larutan baku sulfadiazin sehingg diperoleh kadar sulfadiazin 50g/ml. Tetapkan kadar sulfadiazin dalam urin terhadap baku sulfadiazin.

VI.

Hasil Data Dan Pengamatan

Kurva Kalibrasi Stok Larutan Induk Sulfadiazin = 1000 ppm

1000 ppm

Pipet 1,0 mL tambahkan aquadest ad 10,0 mL

100 ppm

Pipet 1,0mL Pipet 5,0 mL Pipet 1,0mL ad 100,0mL ad 100,0mL ad 10,0mL

Pipet 2,0mL Pipet 3,0mL ad 10,0mL ad 10,0mL

Pipet 4,0 mL ad 10,0mL

1,0 ppm

5,0 ppm

10,0 ppm

20,0 ppm

30,0 ppm

40,0 ppm

Gambar 1. Skema pengenceran larutan standar sulfadiazin

Data Serapan Kurva Kalibrasi Tabel 1. Data Konsentrasi dan Serapan Larutan Standar Sulfadiazin pada 545 nm No. Konsentrasi (ppm) (x) 1. 2. 3. 4. 5. 1 5 10 20 30 Serapan (A) (y) 0,468 0,589 0,681 1,328 1,374

6.

40

1,459

Persamaan regresi linier: y = 0,491 + 0,028x a = 0,491 b = 0,028 r = 0,9418

Kurva Kalibrasi
1,480 1,460 1,440 1,420 1,400 1,380 1,360 1,340 1,320 1,300 0 10 20 30 Konsentrasi (ppm)

Serapan (A)

R = 0.9713 40 50

Gambar 2. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Sulfadiazin

Uji Perolehan Kembali Kadar Diketahui (ppm) 10 50 100 0,337 1,179 1,868 Serapan (A) Kadar Terukur (ppm) -5,500 24,571 49,179 Perolehan Kembali -55,000% 49,142% 49,179%

Dengan tidak memperhitungkan data perolehan kembali pertama, didapat rata-rata perolehan kembali (R) sebesar 49,161%. Kesalahan sistematik = 100%-R% = 100-49,161 = 50,839%

Data Sampel Urin Do = 500 mg Du = obat yang keluar dari urin

Du = C x V t1/2 sulfadiazin 10 jam y = 0,491 + 0,028x Waktu Pengambilan Sampel 10.00 10.45 11.45 12.45 13.00 14.10 15.00 15.35 16.07 16.45 17.20 18.00 18.50 T (jam) 0 0,75 1,75 2,75 3,00 4,17 5,00 5,58 6,12 6,75 7,33 8,00 8,83 Vol (ml) 330 330 350 330 330 330 330 330 330 330 330 330 330 Du ~ Serapan (A) 0 0,127 0,726 0,813 0,605 1,169 0,943 0,924 0,884 0,863 0,712 0,654 0,595 Cu (g/ml) -13,000 8,393 11,500 4,089 24,229 16,143 15,464 14,036 13,286 7,893 5,821 3,714 Du (g) -4290,0 2937,6 3795,0 1349,4 7995,8 5327,2 5103,1 4631,9 4384,4 2604,7 1920,9 1225,6 dDu/dt dDu/dt t mid

(g/jam) (mg/jam) (jam) -5720,0 2937,6 3795,0 5397,6 6834,0 6418,3 8798,4 8577,6 6959,4 4490,9 2867,0 1476,6 -5,720 2,937 3,795 5,398 6,834 6,418 8,798 8,578 6,959 4,490 2,867 1,477 0,375 1,250 2,250 2,875 3,850 4,585 5,290 5,850 6,435 7,040 7,665 8,415

36815,4 g

VII.

Tugas 1. Plot dDu/dt vs t mid Lihat Lampiran 2. Hitung waktu paruh dan prosentase obat diekskresi

k eliminasi ( ) ( )

t1/2

k ekskresi

misalkan diambil satu titik pada t mid= 5,290 jam

k metabolisme = 0,686/ jam 0,663/jam = 0,023/ jam

k met = k eliminasi k ekskresi

% obat yang diekskresi

% obat yang dimetabolisme

Persamaan farmakokinetik

dDU/dt = k eks Do. e-kt dDU/dt = 0,663.e-0,686t

VIII. Pertanyaan

1.

Apa fungsi penambahan TCA?

Jawab: Fungsi penambahan TCA yaitu untuk memecah protein. Penambahan TCA ini bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya protein dalam urin

sehingga protein dapat dipisahkan dari urin dan tidak mengganggu pengukuran kadar obat dalam urin, serta untuk memberikan suasana asam yang diperlukan untuk reaksi pembentukan garam diazo.

IX.

Pembahasan Ginjal merupakan organ yang penting dalam pengaturan kadar cairan tubuh, keseimbangan elektrolit dan pembuangan metabolit-metabolit sisa dan obat dari tubuh. Kerusakan atau degenerasi fungsi ginjal akan mempunyai pengaruh pada farmakokinetika obat. Beberapa penyebab yang umum dari kegagalan ginjal yaitu penyakit, cedera dan intoksikasi obat. Percobaan kali ini untuk menganalisa kadar obat dalam urin. Obat yang digunakan untuk dianalisis kadarnya adalah sulfadiazin. Penetapan kadar dilakukan dengan cara mengambil sampel urin dalam waktu yang berbeda, kemudian dilakukan prosedur penetapan kadar berdasarkan cara kerja yang telah ditetapkan. Prosedur penetapan kadar sulfadiazin ini mengikuti proses laju orde kesatu. Konsentrasi awal dari sampel diketahui melalui pengukuran pada alat spektrofotometer dengan panjang gelombang maksimum 545 nm, kemudian diperoleh konsentrasi hasil analisis dengan cara memplot pada persamaan garis yang didapat dari hasil pengukuran kurva kalibrasi baku sulfadiazin. Setelah itu, konsentrasi diketahui melalui persamaan garis linier. Berdasarkan kurva hubungan antara waktu dengan konsentrasi sampel yang diperoleh dengan memplot data urin, terlihat bahwa obat dalam urin meningkat perlahan dimulai dari waktu pengambilan sampel pada 10.45 hingga 14.10. Setelah waktu pengambilan sampel pada 15.00 terlihat penurunan kadar obat dalam urin hingga waktu pengambilan sampel pada 18.50, hal ini menunjukkan obat mengalami proses eliminasi. Pada garis kurva proses eliminasi ini dapat diperoleh nilai k eliminasi melalui perhitungan. Setelah memperoleh nilai k eliminasi dapat juga diperoleh nilai k ekskresi = waktu paruh (t1/2) dimetabolisme = ,

, k metabolisme = 0,023/ jam, , dan % obat yang

, % obat yang diekskresi =

, dan persamaan farmakokinetik = dDU/dt = 0,663.e-0,686t

Berdasarkan nilai yang diperoleh terlihat bahwa persentase ekskresi obat lebih besar daripada persentase metabolisme dari obat. Hal ini dapat menjelaskan bahwa obat yang diekskresi melalui ginjal lebih besar dibandingkan dengan obat yang dimetabolisme di dalam hati.

X.

Kesimpulan k eliminasi t1/2 k eks k met % Obat yang diekskresi % obat yang dimetabolisme Persamaan farmakokinetika = = = 0,663 / jam = 0,023 / jam = 96,647% = 3,353% = dDU/dt = 0,663.e-0,686t

XI.

Daftar Pustaka Shargel, Leon, Andrew B.C.Yu. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, edisi kedua. Surabaya: Airlangga University Press. 1988. Hal 45-62.

XII.

Lampiran (di halaman berikutnya)

Gambar 2. Grafik plot kadar obat dalam urin (dDu/dt vs t mid)

Anda mungkin juga menyukai