Anda di halaman 1dari 5

I LAPORAN KASUS I

Urosepsis dengan Syok Sepk Urosepc with Sepc Shock


Fransiscus Jefri Manibuy

ABSTRACT Recently, severe sepsis is sll being a main cause of death in ICU. Almost 15% of paents that were cared in ICU were the paents with severe sepsis and two third of those severe sepsis were sepc shock. Eventhough urosepsis is the most infecon type that cause severe sepsis and sepc shock, there were sll low aenon for this case. ABSTRAK Sepsis berat sampai saat ini masih menjadi penyebab kemaan utama di ICU. Hampir 15% pasien yang dirawat di ICU adalah pasien dengan sepsis berat dan dua perga dari mereka mengalami syok sepk. Urosepsis merupakan infeksi yang menjadi salah satu penyebab tersering terjadinya sepsis berat dan syok sepk, namun sering kurang diperhakan dalam mengelola pasien sepsis. PENDAHULUAN Berdasarkan studi terakhir angka kejadian sepsis berat di USA mencapai 750.000 kasus pertahun dan membutuhkan perawatan ICU. Meskipun angka kemaan sepsis berat dan syok sepk sedikit menurun seiring berjalannya waktu dan semakin baiknya pemahaman tentang patosiologi dan terapi sepsis, angka kemaan sepsis berat dan syok sepk masih tetap nggi (28% dan 55%).1,2,3 Ada 5 penyebab infeksi utama pada pasien sepsis yaitu pneumonia, blood stream infecon, infeksi intraabdomen, urosepsis, dan infeksi yang terkait dengan penggunaan kateter. Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari fokus infeksi di traktus urinarius sehingga menyebabkan bakteremia dan dapat menjadi sepsis berat dan syok sepk. Insiden urosepsis 20-30 % dari seluruh kejadian sepsis dan lebih sering berasal dari komplikasi infeksi di traktus urinarius. Mortalitas urosep-

sis mencapai 20-49 % bila disertai dengan syok. Kuman penyebab infeksi primer di traktus urinarius yaitu golongan kuman coliform gram negaf seper Eschericia coli (50%), Proteus spp (15%), Klebsiella dan Enterobacter (15%), dan Pseudomonas aeruginosa (5%). Bakteri gram posif juga terlibat tetapi frekuensinya lebih kecil yaitu sekitar 15%.4,5,6 Laporan kasus ini menarik untuk dibahas supaya kita menjadi lebih waspada terhadap kemungkinan infeksi saluran kemih sebagai sumber dari sepsis berat. LAPORAN KASUS Seorang laki-laki ,umur 52 tahun dengan berat badan 60 kg, masuk ICU RSCM dengan keluhan utama penurunan kesadaran, syok dan gagal napas. Riwayat Penyakit Sekarang Sejak empat hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh demam nggi, dak membaik dengan obat penurun panas disertai keluhan sakit kepala, mual dan muntah, pegal pada kaki, batuk dengan dahak puh kental, dak ada mimisan , dak ada gusi berdarah , buang air besar satu kali sehari encer warna kuning kecoklatan. Pasien dak ada riwayat bepergian keluar kota, dak ada riwayat kontak dengan hewan. Pekerjaan pasien sebagai pengemudi taksi. Pasien tampak lemah dan cenderung terdur sehingga pasien dibawa ke rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Pasien didiagnosis saat masuk rumah sakit sebagai (1) syok sepk ec susp leptospirosis, dengan diagnosis banding dengue shock syndrome (DSS) (2) community-acquired pneumonia (CAP), (3) infeksi saluran kemih

Fransiscus Jefri Manibuy Departemen Anestesiologi dan Perawatan Intensif FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 45

Urosepsis dengan Syok Septik I Uroseptic with Septic Shock

(ISK) (4) acute kidney injury (AKI). Resusitasi cairan dengan kristaloid (ringer laktat) 20 ml/Kg/jam. 1 jam setelah resusitasi, tekanan darah naik dari 70/40 mmHg menjadi 90/61 mmHg (MAP 70), nadi 105 kali permenit, direncanakan untuk pemasangan kateter vena sentral, namun keluarga menolak. 2 jam setelah resusitasi cairan, tekanan darah 112/67 mmHg, nadi 110 kali permenit, urine 50 ml dalam 2 jam, dan SpO2 98% dengan O2 6 liter permenit. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 10,6 g/dl, HCT 33%, leukosit 12300/dl dengan neutrol segmen 91%, trombosit 43.000/dl, PT 18 dek (kontrol 10,2 dek), APTT 55,2 dek (kontrol 30,7 dek), brinogen 595 mg/ml, D-Dimer 0,5 mg/L. Urinalisa : sedimen; epitel (+), leukosit banyak, eritrosit banyak, bakteri (+), protein (++), darah (+++), nitrit (+), leukosit esterase (++), kimia darah : ureum 60 mg/dl, kreanin 2,1 mg/dl, SGOT 57 u/L, SGPT 26 u/L, albumin 2,9 gr/dl, bilirubin total 7,5 mg/dl, bilirubin direct 2,7 mg/dl, Bilirubin indirect 4,8 mg/dl, GDS 135 mg/dl, Na 136 meq/L, K 2,9 meq/L, Cl 109 meq/L. AGD pH 7,396 pCO2 30,2 pO2 82, BE -6,4 HCO3 18,7 SaO2 96,4%. Empat jam kemudian tekanan darah 105/70 mmHg, nadi 102 kali permenit dengan produksi urine 1,5 cc/kg/jam dan kesadaran mulai membaik. Pada jam ke-7 tekanan darah turun 79/55 mmHg (MAP 63), nadi 110 kali permenit. Kemudian diberikan norepinefrin dengan dosis awal 0,05 mcg/kg/jam ditrasi untuk mencapai MAP > 65. Terapi anbiok empirik yang diberikan adalah penicillin G 4x1,5 juta unit/IM. Pada jam ke-14 kesadaran penderita menurun, tekanan darah 75/50 mmHg, nadi 90 kali permenit dengan topangan norepinefrin 0,1 mcg/ kgbb/min, SpO2 83-85%. Dilakukan intubasi endotrakeal, dan untuk selanjutnya perawatan di ICU. Direncanakan untuk pemeriksaan serologi leptospira, an dengue IgG dan IgM, kultur darah dan sputum. Saat masuk ICU, pasien tampak sakit berat, dengan sedasi ,terintubasi dibagging dengan SpO2 95%. Tekanan darah 80/50 mmHg, nadi 100 kali permenit dengan norepinefrin 0,1 mcg/kgbb/min, suhu 36,5 C. Mata: tampak sklera ikterik, Pada pemeriksaan paru didapatkan ronki basal bilateral, sekret kental purulen + ada darah. Bunyi jantung I/II murni, gallop (-). Abdomen supel, paristalk (+), akral dingin, CRT > 2 dek. Urine warna kuning kecoklatan. Pernapasan pasien di bantu dengan venlator PCV f 12x/menit IP 12, PEEP 10 didapatkan volume dal 450-500cc , I:E =1:2 , FiO2 1,0 didapatkan SpO2 96%. Dilakukan pemasangan kateter vena sentral (CVC) , dan pada pengukuran nilai CVP + 11 cmH20. Resusitasi dilakukan sesuai dengan Surviving Sepsis Campaign 2008. Setelah 1 jam di ICU target resusitasi tercapai MAP> 65 mmHg, CVP +11 cmH2O, urine > 0,5 cc/kg/jam dan CRT < 2 dek. Data laboratorium : Hb 9,8 gr/dl, HCT 27,6%, leukosit 10550/dl, trombosit 40.000/dl , PT 14,4 dek, APTT 44,4 dek(1,18 kontrol), INR 1,1, D-Dimer 1200 mg/L, brinogen 496 mg/ml , ureum 66 mg/dl, kreanin 1,5,

SGOT 94 U/L, SGPT 38 U/L, Na 141 meq/L, Cl 104 meq/L, K 3,9 meq/L GDS 154 mg/dl. AGD arteri :pH 7,405, pCO2 34,8, pO2 105,5, HCO3 21,3,BE -2,4, SaO2 97,4%(FiO2 1,0). Foto Toraks : inltrat dius di kedua lapangan paru sesuai gambaran pneumonia. Skor CPIS 6, skor APACHE II 24 (prediksi angka mortalitas 49,7%). Diagnosis kerja: Syok sepk, susp Leptospirosis, severe CAP, infeksi saluran kemih (ISK). Terapi Venlasi mekanik PCV f 12x/menit, IP 12, PEEP 10 TV 400-450cc,I:E=1: 2. FiO2 1,0( trasi), Penicillin G 4 x 1,5 juta IU secara IM, norepinefrin 0,1 mcg/ kgbb/menit trasi untuk mencapai MAP > 65. F : Clear uid 30cc/jam , Aminouid 1000 mL/24 jam (setelah teresusitasi), A: morn 1 mg/jam, S : midazolam 1 mg/ jam, T: Heparin 10000 IU/24 jam/iv/kont, H: head up 450, U: Omeprazol 1 x 40 mg/iv, G: - . Rencana untuk transfusi trombosit. Pada hari ke-2 perawatan ICU keadaan umum pasien sakit berat, tersedasi dengan Ramsay skor 3-4, tekanan darah 130/80 (103) mmHg , laju jantung 74x/ menit, CVP + 11,5 cmH2O dengan norepinefrin 0,1 mcg/ kgbb/menit, suhu 37,5oC. Pemeriksaan paru ronchi +/+, sekret kental ada darah, SpO2 98% , produksi urine 1,2cc/Kgbb/jam. Data laboratorium Hb 10,8 gr/dl, HCT 31,6%, leukosit 10870/ dl, trombosit 54.000/ dl, neutrol segmen 86,1%, ureum 49 mg/dl, kreanin 1,11 mg/dl, Na 143 meq/L, Cl 103meq/L, K 3,6meq/L, AGD pH 7,437,pCO2 33,7, pO2 153,8, HCO3 22,3, BE -1,2, SaO2 98,4% dengan FiO2 0,6, ScvO2 84,4%, laktat darah 2,7 mmol/L. Terapi yang diberikan : penicillin G 4 x 1,5 juta IU secara IM, nitroglicerin (NTG) 5 mcg/menit. F : diet cair 30cc/jam (1cc=1 kal), A: morn 1 mg/jam S : midazolam 1 mg/jam, T: Heparin 10000 IU/24jam/iv/kont, H: head up 450, U: omeprazol 1 x 40 mg/iv. Hari ke-3 perawatan ICU , kondisi sakit berat, suhu tubuh 38o C, pneumonia memberat dengan skor CPIS 7. Hb 10,2 gr/dl, HCT 31,9%, leukosit 16530/ dl, trombosit 63.000 /dl, PT 12 dek , APTT 34,5 dek , DDimer 300 mg/L, brinogen 540.000 mg/ml, ureum 61 mg/dl, kreanin 0,8 mg/dl, GDS 175 mg/dl, procalcitonin 16,1, an dengue IgM dan IgG : negaf, serologi leptoprirosis : negaf, AGD pH 7,455, pCO2 37,4 , PO2 89 (FiO2 0,65), HCO3 26 BE + 2,5, SaO2 98,4%, ScvO2 76,7%. Diagnosis kerja Syok sepk, severe CAP, infeksi saluran kemih. Penatalaksanaan F : makan cair 70cc/jam + Aminouid 1000 ml/hari, A: morn 1 mg/jam, S: midazolam 1 mg/jam Ramsay skor 2-3, T: heparin 10000 IU/24 jam/iv/konnyu , H: head up 450, U: omeprazol 1 x 40 mg/iv, G: - . Anbioka digan ke meropenem 3 x 1gr/ iv, amikin 1 x 750 mg/iv, Transfusi trombosit, metoclorpramide 3 x 10 mg iv, parasetamol 3 x 1 gr, aselsistein 3 x 1 sac , NTG 5 mcg/menit. Hari ke-4 perawatan tekanan darah 120/70 mmHg, laju jantung 70x/menit, CVP + 14 cmH2O dengan norepinefrin 0,05 mcg/kg/min, venlator PCV f 12x/menit, IP 10 PEEP 10TV 400cc, I:E = 1 : 2 FiO2 0,4, sis paru : ronchi +/+ berkurang, sekret encer ada darah, SpO2

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 46

FRANSISCUS JEFRI MANIBUY

96%, Suhu 36,90C. Mata: sklera ikterik. Laboratorium Hb 9,3 gr/dL, HCT 29,1%, leukosit 17790/dl , trombosit 145.000, Na 142 meq/L, K 3,6 meq/L, Cl 98 meq/L, LDH 996, Urinalisa : eritrosit penuh, darah +++. Hasil pemeriksaan USG abdomen didapatkan batu mulpel di ginjal kanan dan kiri, hidronefrosis ginjal kiri grade 1, dinding gallblader menebal dak ada batu, hepar normal, pankreas normal, dak didapatkan ascites. AGD pH 7,482, pCO2 37,2, PO2 125,7, HCO3 27,5 , BE + 4,2, SaO2 98,4% , ScvO2 83,2%. Foto toraks : inltrat berkurang. Diagnosis kerja : Urosepsis dengan sepsis berat, severe CAP. Norepinefrin mulai ditrasi turun, dan dihenkan pada hari perawatan ke-4. Hari ke-5 perawatan tanda vital dalam batas normal, masih dengan bantuan venlator SIMV, sis paru ronchi +/+ berkurang dibandingkan hari sebelumnya, sekret encer ada darah, SpO2 98% . Hasil kultur sekret Klebsiella pneumoniae sensif terhadap amikin dan meropenem. AGD arteri : pH 7,504 pCO2 34,8 pO2 156,1 HCO3 27,2 BE + 4,2 , SaO2 98,2% (FiO2 0,5), ScvO2 87,3%. Terapi yang diberikan sama dengan hari sebelumnya. Hari ke-6 perawatan keadaan umum sedang, tekanan darah 140/80 mmHg, laju jantung 90x/menit, CVP + 9 cmH2O, napas spontan f 14-16x/mnt BP vesikuler, ronchi -/-, SpO2 98% dengan O2 6L/mnt via T-Piace, suhu 36,3 C. produksi urin 2,16cc/kgbb/jam, laboratorium Hb 9,5, gr/dl, HCT 29,6%, leukosit 23.000/ dl, trombosit 238.000/dl, Na 142 meq/L, K 4,1meq/L, Cl 100meq/L. AGD pH 7,447, pCO2 43,2 PO2 136,3, HCO3 29,4, BE -5,3, SaO2 98,6% ScvO2 77,8 %, laktat darah 3,1 mmol/L. Dilakukan bronkoskopi diagnosk untuk melihat sumber perdarahan : didapatkan adanya laserasi di bronkus utama kiri. Pasien diekstubasi, dan terapi yang diberikan hari sebelumnya diteruskan. Hari ke- 6 perawatan keadaan umum sedang, komposmens, tekanan darah 140/80 mmHg, laju jantung 80x/menit, CVP + 7cmH2O, napas spontan f 1214x/mnt , paru vesikuler, ronchi -/- SpO2 98% dengan O2 nasal kanul 3L/menit, abdomen supel, paristalk (+), produksi urine 2,1cc/kg/jam, suhu 36,50C. AGD pH 7,485, pCO2 35,7, PO2 96,2 , HCO3 26,6, BE -3,4, SaO2 98,2% (FiO2 0,4), ScvO2 = 70,3%, Foto toraks gambaran jantung dan paru normal. Pasien diijinkan pindah rawat keruang perawatan biasa. PEMBAHASAN Pada saat masuk rumah sakit pasien menunjukkan tanda sepsis berat yaitu didapatkan adanya takikardia, takipnea, penurunan kesadaran, leukositosis, hipotensi, oligouria, kreanin 2,1 mg/dl, trombositopenia 43.000/dl, hiperbilirubinemia dan adanya dugaan sumber infeksi dari paru, saluran urinaria dan gejala klinis suatu leptospirosis. Dari data ini dapat di tegakkan pasien dengan sepsis berat sesuai dengan denisi dan kriteria diagnosk tahun 2001 oleh Internaonal Sepsis Denion Conferance.7 Setelah pasien ini didiagnosis sebagai sepsis berat, resusitasi awal sudah dimulai di UGD,

namun tahapan dalam resusitasi dak dapat dilakukan sesuai protokol EGDT. Pemasangan kateter vena sentral baru dapat dilakukan setelah pasien masuk ke ICU. Mencari sumber infeksi atau menentukan diagnosis denif dalam pengelolaan pasien sepsis merupakan langkah selanjutnya setelah memulai EGDT. Pada pasien ini sempat dicurigai menderita leptospirosis dan DSS yang secara klinis dan laboratorium akhirnya dapat disingkirkan, namun setelah perawatan hari ke-2 di ICU. Pemeriksaan serologi leptospirosis dan An Dengue IgG dan IgM, kultur darah dan sputum sudah direncanakan sejak pasien di UGD namun baru dapat dilakukan pada hari ke-2 perawatan. Dari pemeriksaan urinalisis di UGD sangat kuat mendukung adanya suatu infeksi saluran kemih yaitu warna urine yang keruh, leukosit yang banyak, eritrosit banyak, bakteri (+), darah (+++), esterase leukosit (++) dan dak adanya faktor risiko kontak dan pekerjaan yang memungkinkan terjadinya leptospirosis. Dari anamnesa pasien ini yang diambil kembali setelah pasien membaik, penderita kadang mengeluh sakit pinggang yang disangka pasien karena pegal linu akibat profesi sebagai sopir, dan pernah ada kencing kemerahan kurang lebih 3 bulan yang lalu. Namun dalam perjalanannya dak dindaklanju untuk mencari kemungkinan suatu infeksi yang bersumber dari sistem urinarius. Dari pemeriksaan USG yang dilakukan pada hari ke-4 perawatan ditemukan adanya batu ginjal dan hidronefrosis yang merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi saluran kemih yang dapat berkembang menjadi urosepsis. Bakteremia dengan infeksi saluran kemih biasanya mengindikasikan infeksi berasal dari ginjal. Diagnosis urosepsis biasanya dikonrmasikan dengan kultur darah yang posif sama dengan organisme yang dikultur dari urine, namun pada kasus ini kultur darah dan urine steril karena kultur baru dilakukan pada hari ke-2 setelah pemberian anbioka. Dalam SCC 2008 direkomentasikan untuk pengambilan kultur sebelum anbiok diberikan, jadi seharusnya sudah dilakukan paling lama 1 jam setelah pasien masuk ke rumah sakit. Penderita juga menunjukkan adanya pneumonia yang ditunjang dengan adanya riwayat batuk-batuk sebelum masuk rumah sakit dan pada foto toraks terdapat inltrat sesuai gambaran pneumonia. Pada saat masuk ICU, dilakukan skoring dengan Clinical Pulmonary Infecon Score dengan nilai CPIS 6 sebagai penunjang untuk diagnosis adanya pneumonia. Pneumonia yang terjadi pada pasien ini mungkin muncul sekunder dari Infeksi saluran kemih (ISK) sebagai primer penyebab sepsis (urosepsis). Dari hasil kultur sputum didapatkan ada Klebsiella pneumoniae. Menurut data dari laboratorium mikrobiologi FKUI tahun 2006, bakteri yang ditemukan dari spesimen urine, Klebsiella pneumonia merupakan bakteri paling banyak ditemukan dari spesimen urine yang diperiksa tahun 2006. Dari data ini menguatkan kemungkinan pneumonia yang terjadi merupakan sekunder dari urosepsis. Anbioka yang dipilih seharusnya dengan spektrum luas. Penisilin memang obat pilihan untuk leptospirosis. Pada pasien ini dengan kemungkinan sumber

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 47

Urosepsis dengan Syok Septik I Uroseptic with Septic Shock

infeksi selain oleh leptospirosis yaitu pneumoni dan infeksi saluran kemih maka sebaiknya dipilihkan anbioka spektrum luas sesuai dengan rekomentasi SCC 2008. Pada hari ke-3 perawatan terbuk secara laboratorium serologi leptospira negaf dan kondisi pasien mengalami perburukan maka, berdasarkan pola kuman di RSCM yang terbanyak disebabkan oleh Pseudomonas sp, maka dipilihkan kombinasi terapi dengan menggunakan meropenem dikombinasi amikasin sebagai terapi empirik. Dari kultur sputum didapatkan Klebsiella pneumoniae yang sensif terhadap meropenem dan amikin. Secara klinis dan gambaran foto toraks memperlihatkan inltar yang cepat berkurang setelah pemberian terapi empirik sehingga anbioka ini dilanjutkan sampai hari kelima untuk amikasin, dan hari ketujuh untuk meropenem. Pemantauan selama resusitasi dan terapi dapat dipakai parameter ScvO2 dan laktat darah sebagai parameter keberhasilan resusitasi dan terapi dingkat mikrosirkulasi selain parameter makro seper tekanan darah, CVP, CRT, produksi urine yang selama ini sudah kita pakai. Pada kasus ini selama perawatan tampak ScvO2 pasien pada hari-hari awal perawatan cukup nggi sampai > 80 %, dan sesuai dengan peningkatan laktat darah penderita (> 2 mmol/L). Keadaan ini dapat menjelaskan kondisi pasien saat itu masih dalam kondisi syok sepk dimana pada kondisi ini sel dak dapat/dak terjadi mengektraksi oksigen yang dihantarkan (delivery). Pemberian NTG pada kasus ini diharapkan dapat membuka sirkulasi mikro, namun sampai saat ini penggunaannya untuk tujuan tersebut masih menjadi kontroversi. Bila menggunakan ScvO2 dan laktat darah untuk pemantauan keberhasilan resusitasi dengan terapi yang diberikan, maka sebaiknya dilakukan secara serial. KESIMPULAN Telah dilaporkan kasus sepsis berat dengan syok sepk akibat urosepsis yang awalnya diduga leptospirosis dan DSS, yang dalam penatalaksanaannya belum sesuai dengan SSC 2008. Anamnesis dan pemeriksaan sik yang baik, serta cermat dalam membaca hasil penunjang sangat penng untuk membangun sebuah diagnosis kerja. Penatalaksanaan sebaiknya menggunakan SSC 2008 disesuaikan kondisi dan situasi yang ada.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

fecous Diseases in Crical Care Medicine, 2nd edion, New York : Informa Heatlhcare, 2007; 527-534. Schiefer HG, Diemer TH, Weidner W. Urosepsis. In : Emergencies in Urology, Hohenfellner M. Satucci RA. (Eds), Berlin, Springer, 2007, 45-49. Lavy MM, et al, 2001 SCCM/ESICM/ACCP/ATS/SIS Internaonal Sepsis Denions Conference, Crit Care Med 2003 Vol. 31, No. 4 ; 1250-1256 Rivers et al.Early goal directed therapy in the treatment of severe sepsis dan sepk shock. N Engl J Med, Vol. 345, No. 19, 2001 Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, et al. for the Surviving Sepsis Campaign Management Guidelines Commiee. Crit Care Med 2004; 32:858-873. Dellinger RP,Levy MM, Carlet JM. Surviving Sepsis Campaign: Internaonal guidelines for management of severe sepsis and sepc shock: 2008 , Intensive Care Med (2008) 34:1760 Departemen Mikrobiologi FKUI. Hasil uji resistensi bakteri terhadap berbagai anbioka 2006. Jakarta : Departemen Mikrobiologi FKUI; 2006

DAFTAR PUSTAKA 1. Trzeciak S, Parillo J.Sepc Shock. In : Crical Care Medicine Principles of Diagnosis and Management in the Adult, 3rd edion, Philadelphia: Mosby Elsevier; 2008,439-450. 2. Cavazzoni SL, el al. Severe sepsis and Mulple Organ Dysfuncon. In crical Care Medicine of Diagnosis and Management in the Adult. 3rd edion Pliladelphia, Mosby-Elsevier, 2008, 467-484 3. Gaudio AR. Severe sepsis. In : Ohs Intensive Care Manual, 6th edion, Bersten AD, Soni N (editor), China, Elseiver, 2009 709-718. 4. Cunha BA. Urosepsis in the Crical Care Unit. In :In Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 48

FRANSISCUS JEFRI MANIBUY

Lampiran Kriteria klinik CPIS untuk Diagnosis Pneumonia


Variabel Suhu 0 C Lekosit Sekresi PaO2/FIO2 Foto toraks Mikrobiologi 0 36,1 - 38,4 4000 dan 11000 Tidak ada >240 atau ARDS Tidak ada inltrate Tidak ada, tumbuh lambat 1 38,5 - 38,9 <4000 dan> 11000 Ada, non purulen Inltrate difus/patchy Tumbuh sedang atau cepat : tambah 1 poin jika sama dengan gram 2 39 - 36 Ada purulen < 240,bukan ARDS Terlokalisir

Dikup dari Pelosi P, Barassi A, Severgnini P, Chest 2008;134;101-108

Foto toraks tanggal 10 April 2010

Foto toraks tanggal 11 April 2010

Foto Toraks 16 April 2010 Foto Toraks 14 April 2010

Anestesia & Critical Care Vol 28 No.3 September 2010 49

Anda mungkin juga menyukai