Anda di halaman 1dari 15

Pedoman Analisis Risiko Impor Badan Karantina Pertanian, 2012

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perdagangan komoditas pertanian antar negara pada satu sisi memberikan dampak positif bagi perolehan devisa dan pembangunan perekonomian suatu negara. Pada sisi lain, disadari atau tidak, perdagangan antar negara juga memiliki risiko terhadap berpindahnya organisme pengganggu tumbuhan (OPT) dan invasive alien spesies (IAS) dari suatu negara ke negara lain melalui komoditas pertanian/media pembawa yang diperdagangkan. Berkaitan dengan adanya risiko berpindahnya OPT menyebabkan banyak negara memberlakukan persyaratan fitosanitari terhadap komoditas impor agar bebas dari infestasi OPT yang tidak dikehendaki oleh negara bersangkutan. Pengenaan persyaratan fitosanitari harus dilakukan berdasarkan justifikasi ilmiah yang merujuk pada standar, pedoman, dan rekomendasi teknis yang dikeluarkan oleh organisasi internasional dan merujuk pada ketentuan internasional sebagaimana diatur dalam Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS Agreement) dalam WTO. Secara umum, persyaratan fitosanitari yang dikenakan merupakan hasil Analisis Risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan (AROPT). Dalam menyusun AROPT diperlukan informasi penting terkait dengan status komoditas yang akan diimpor dan data keberadaan suatu OPT di negara asalnya, khususnya data tentang besarnya kerusakan dan kerugian secara ekonomi yang ditimbulkan, daerah sebar dan biologi OPT bersangkutan. Data tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya lembaga yang diberi otoritas atau melalui Organisasi Perlindungan Tanaman negara bersangkutan atau National Plant Protection Organization (NPPO). Sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perkarantinaan, hasil AROPT sebagai dasar dalam pengenaan kewajiban tambahan untuk pemasukan komoditas (media pembawa) ke dalam wilayah negara Indonesia. Kebijakan Badan Karantina Pertanian dalam efektifitas pelaksanaan fungsi perlindungan kelestarian sumber daya hayati, kesehatan manusia dan lingkungan dari ancaman organisme pengganggu dan cemaran fisik. kimia, dan biologi, maka AROPT sebagai bagian dalam analisis risiko terhadap pemasukan komoditas pertanian (Import Risk Analysis, IRA) ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. IRA sebagai analisis secara komprehensif dalam menilai risiko terhadap rencana pemasukan suatu komoditas dari negara lain ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. Untuk itu, sebelum proses IRA dilakukan diperlukan informasi tentang kondisi komoditas yang akan diimpor, kondisi budidaya yang diterapkan, kondisi OPT di negara pengekspor dan pengelolaannya, kondisi pengelolaan pasca panen, penanganan dalam pengangkutan, dan phytosanitary certification system yang dilakukan oleh otoritas karantina di negara pengekspor. Dengan demikian proses IRA dapat membantu dalam : (1) mengidentifikasi OPT yang menjadi OPT karantina (OPTK), (2) menilai kemungkinan masuk, bertahan, dan menyebarnya OPTK, (3) menilai tingkat kerugian yang diakibatkan oleh masuk dan tersebarnya OPTK; (4) menentukan langkah-langkah manajemen risiko yang dilakukan sejak di negara pengekspor sampai dengan di tempat pemasukan baik dalam aspek OPTK maupun keamanan pangan. Apabila berdasarkan hasil IRA, ternyata tingkat kerugian akibat masuknya komoditas besar dan tidak ada langkah-langkah manajemen risiko yang dapat
1

Pedoman Analisis Risiko Impor Badan Karantina Pertanian, 2012

mengurangi tingkat risiko atau langkah manajemen risiko sulit untuk dilakukan maka importasi tidak akan diizinkan. Berkaitan dengan proses IRA, diperlukan suatu Pedoman sebagai acuan dalam pelaksanaan analisis risiko agar proses IRA dapat dilaksanakan secara komprehensif dan hasil IRA dapat dipertanggungjawabkan. B. Maksud dan Tujuan Pedoman ini sebagai acuan dalam pelaksanaan IRA terhadap rencana pemasukan komoditas ke dalam wilayah negara Republik Indonesia sehingga pelaksanaan IRA dapat berlangsung secara komprehensif serta hasilnya dapat diimplementasikan dan dipertanggunjawabkan. C. Ruang Lingkup Pedoman ini mengatur tentang kriteria IRA, waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan IRA, penghentian proses IRA, tahapan proses IRA, tindaklanjut hasil IRA, dokumentasi, dan kaji ulang terhadap hasil IRA. D. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478); 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482); 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Piagam Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement on the Establishment of the World Trade Organization)(Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3656); 5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5170); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3586); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4196); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2005 juncto Nomor 62 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2005 juncto Nomor 65 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia;
2

Pedoman Analisis Risiko Impor Badan Karantina Pertanian, 2012

10. Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 1977 juncto Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Pengesahan Konvensi Perlindungan Tanaman Internasional (Revised Text of International Plant Protection Convention 1951); 11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 52/Permentan/OT.140/10/2006 Persyaratan Tambahan Karantina Tumbuhan; 12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/OT.140/4/2008 Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian; tentang tentang

13. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 09/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Persyaratan dan Tatacara Tindakan Karantina Tumbuhan terhadap Pemasukan Media Pembawa Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia; 14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 Organisasi dan Tatakerja Kementerian Pertanian; tentang

15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 88/Permentan/PP.340/12/2011 tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Pangan Segar Asal Tumbuhan (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 842); 16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 93/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Jenis Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 844); 17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 7); 18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03/Permentan/OT.140/1/2012 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 148); 19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/Permentan/OT.140/1/2012 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Benih Hortikultura (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 199); 20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15/Permentan/OT.140/3/2012 89/Permentan/OT.140/12/2011 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 89/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Kpts/HK.060/1/2006 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah-buahan dan/atau Sayuran Buah Segar Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 843); 21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 16/Permentan/OT.140/3/2012 juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 90/Permentan/ OT.140/12/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Persyaratan dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup berupa Sayuran Umbi Lapis Segar Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 844); 22. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 264/Kpts/OT.140/4/2006 tentang Penetapan Focal Point Organisasi Perlindungan Tumbuhan Nasional (National Plant Protection Organization); 23. ISPM No. 2 (2007): Framework for Pest Risk Analysis 24. ISPM No. 4 (1995): Requirements for the Establishment of Pest Free Areas;

Pedoman Analisis Risiko Impor Badan Karantina Pertanian, 2012

25. ISPM No. 10 (1999): Requirements for the Establishment of Pest Free Places of Production and Pest Free Production Site; 26. ISPM No. 11 (2004): Pest Risk Analysis for Quarantine Pests, including Analysis of Environmental Risks and Living Modified Organisms. E. Pengertian Umum 1. Import Risk Analysis (IRA) atau analisis risiko impor adalah suatu proses untuk menentukan persyaratan fitosanitari terhadap pemasukan komoditas ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. 2. Tim IRA adalah Tim yang ditujuk oleh Kepala Badan Karantina Pertanian untuk melaksanakan penyusunan analisis risiko impor. 3. Komoditas adalah jenis tumbuhan, hasil tumbuhan, atau bahan lain yang dipindahkan/diangkut dari suatu tempat ke tempat lain untuk perdagangan atau tujuan lain. 4. Sertifikat Kesehatan Tumbuhan adalah surat keterangan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang di negara atau area asal/pengirim/transit yang menyatakan bahwa tumbuhan atau bagian-bagian tumbuhan yang tercantum di dalamnya bebas dari organisme pengganggu tumbuhan, organisme pengganggu tumbuhan karantina golongan I, organisme pengganggu tumbuhan karantina golongan II, dan/atau organisme pengganggu tumbuhan penting, serta telah memenuhi persyaratan karantina tumbuhan yang ditetapkan dan/atau menyatakan keterangan lain yang diperlukan. 5. Organisme pengganggu tumbuhan (OPT) adalah suatu organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, menyebabkan kematian tumbuhan. 6. Organisme pengganggu tumbuhan karantina adalah semua OPT yang ditetapkan oleh Menteri untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam wilayah negara Republik Indonesia. 7. Area bebas OPT adalah suatu area yang tidak terjangkit OPT tertentu yang didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang layak dan dalam pengendalian secara resmi oleh pemerintah. 8. Tempat produksi bebas OPT adalah suatu tempat produksi yang tidak terjangkit OPT tertentu yang didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang layak dan berada dalam pengendalian resmi untuk periode yang ditentukan. 9. Penilaian risiko OPT adalah penilaian terhadap peluang masuk dan menyebarnya OPT serta dampak yang ditimbulkan secara ekonomi. 10. Pengelolaan risiko OPT adalah penentuan pilihan pengelolaan risiko OPT untuk menghilangkan atau mengurangi peluang masuk, menetap dan menyebarnya suatu OPT ke suatu area baru. 11. Karantina pasca masuk adalah tindakan karantina yang dilakukan terhadap suatu barang kiriman setalah masuk. 12. Tindakan karantina tumbuhan di negara asal adalah tindakan sertifikasi dan/atau kliren yang dilaksanakan di negara asal dibawah pengawasan/supervise petugas NPPO negara tujuan. 13. Pelarangan adalah peraturan fitosanitari yang melarang perpindahan/pengangkutan komoditas atau OPT tertentu. pemasukan atau
4

Pedoman Analisis Risiko Impor Badan Karantina Pertanian, 2012

II. PROSES ANALISIS RISIKO IMPOR


A. Kriteria Proses penyusunan IRA dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut: - Kriteria Pertama, yaitu untuk komoditas yang pertama kali di impor dan belum pernah dilakukan AROPT. - Kriteria Kedua, yaitu untuk komoditas pernah dilakukan AROPT, tetapi berasal dari negara yang berbeda. - Kriteria Ketiga, yaitu untuk komoditas berasal dari negara yang pernah dilakukan AROPT, tetapi telah terjadi perubahan situasi dan kondisi OPTnya di negara tersebut. B. Waktu Penyelesaian Waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan IRA berkisar antara 6 sampai dengan 20 bulan tergantung dari kriteria IRA yang akan dilakukan. Kriteria pertama proses IRA memerlukan waktu paling lama 20 bulan, untuk kriteria kedua paling lama 12 bulan dan kriteria ketiga paling lama 6 bulan. Proses IRA mulai dihitung sejak permohonan (import proposal) diterima oleh Kepala Badan Karantina Pertanian dan akan berakhir setelah ditetapkannya hasil IRA oleh Kepala Badan Karantina Pertanian. Dalam proses IRA, periode waktu tertentu dapat diabaikan jika terjadi penundaan karena sesuatu ('menghentikan jam' mekanisme). Ketua Tim IRA dapat menghentikan proses IRA dalam situasi sebagai berikut: a. Memerlukan informasi lebih lanjut yang sangat penting untuk menyelesaikan IRA kepada NPPO negara pengekspor; b. Memerlukan verifikasi atas informasi teknis yang disampaikan oleh NPPO negara pengekspor. c. Kondisi nasional atau internasional yang tidak kondusif untuk menyelesaikan IRA. C. Pelaksana IRA Proses analisis risiko dapat dilakukan oleh Tim IRA yang ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian, terdiri dari Petugas Karantina Tumbuhan, pakar dari berbagai instansi, perguruan tinggi, dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholder). Susunan Tim IRA untuk setiap kali kegiatan terdiri 1 orang ketua, dibantu oleh 1 orang sekretaris dan anggota yang jumlahnya tergantung dari tingkat criteria dan kompleksitas dalam pelaksanaan IRA. D. Penghentian Proses Proses IRA akan dihentikan apabila: 1. Adanya permohonan dari pemohon Kepada Kepala Badan Karantina Pertanian yang disampaikan secara resmi Kepada Kepala Badan Karantina Pertanian agar proses IRA tidak dilanjutkan; 2. Adanya kebijakan dari Kepala Badan Karantina Pertanian untuk menghentikan proses IRA. Berdasarkan hal tersebut di atas, Kepala Badan Karantina Pertanian akan menyampaikan perintah resmi kepada Tim IRA untuk menghentikan proses IRA dengan
5

Pedoman Analisis Risiko Impor Badan Karantina Pertanian, 2012

menyebutkan alasan penghentian proses tersebut. Tembusan surat perintah penghentian proses IRA akan disampaikan kepada pemohon dan NPPO negara pengekspor. E. Prosedur IRA Prosedur pelaksanaan IRA melalui tahapan : penerimaan permohonan impor (import proposal) dari pemohon; penilaian awal (pre-assessment); (3) pelaksanaan Analisis risiko OPT (AROPT); (4) verifikasi; (5) penyusunan Draft Laporan Hasil IRA; (6) publikasi Draft kepada stakeholder; dan (7) Laporan Hasil IRA. 1. Penerimaan Permohonan a. Permohonan pemasukan disampaikan oleh importer melalui Pusat Perlindungan Varietas dan Perijinan Pertanian atau oleh NPPO negera pengekspor kepada Kepala Badan Karantina Pertanian dengan melampirkan informasi teknis yang diperlukan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2. b. Kepala Badan Karantina Pertanian setelah menerima permohonan akan menunjuk Tim IRA dan meneruskan permohonan dimaksud kepada Tim IRA yang telah ditunjuk untuk dilakukan analisis apabila permohonan tersebut dinilai lengkap. c. Kepala Badan Karantina Pertanian akan mengembalikan permohonan kepada pemohon apabila permohonan dinilai tidak lengkap. 2. Penilaian Awal (Pre-assessment) a. Tim IRA akan melakukan penilaian awal atas dokumen permohonan dengan mencermati kelengkapan informasi teknis. b. Tim IRA dapat menghentikan jam proses apabila informasi teknis dinilai kurang dan memerintahkan kepada pemohon untuk melengkapi informasi teknis yang diperlukan. c. Permintaan informasi teknis yang diperlukan kepada pemohon dilakukan melalui surat resmi dari Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati Nabati selaku focal point NPPO di Indonesia. d. Proses penilaian akan dilakukan apabila Tim IRA telah menerima informasi teknis yang diperlukan. 3. Pelaksanaan AROPT a. Proses pelaksanaan AROPT terdiri dari inisiasi, penilaian risiko, dan manajemen (pengelolaan) risiko. Tatacara pelaksanaan AROPT mengacu pada Petunjuk Teknis Penyusunan AROPT Badan Karantina Pertanian (Rev.1 tahun 2011). b. Dalam proses pelaksanaan AROPT, khususnya dalam pengelolaan risiko, harus dapat menjelaskan opsi pengelolaan risiko sejak diarea produksi. Oleh karena itu, harus dipastikan kebenaran informasi sebagai berikut : 1) pengelolaan sistem budidaya (good agriculture practices) 2) pengolaan OPT di area produksi dan program surveilen yang dilaksanakan 3) penanganan pasca panen di packing house (good manupacture practices) 4) proses perlakuan (treatment) yang diterapkan 5) kondisi penyimpanan dan pengangkutan komoditas 6) kondisi khusus yang dipersyaratkan dan penerapan sistem sertifikasi ekspor oleh otoritas karantina di negara pengekspor.
6

Pedoman Analisis Risiko Impor Badan Karantina Pertanian, 2012

4. Verifikasi a. Dalam pelaksanaan AROPT, untuk memastikan kebenaran informasi teknis yang disampaikan, maka Tim IRA dapat meminta Kepada Kepala Badan Karantina Pertanian untuk menugaskan Tim guna melakukan verifikasi. b. Kegiatan verifikasi yang dilakukan oleh Tim verifikasi harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari NPPO negara pengekspor. c. Laporan hasil verifikasi harus disampaikan kepada kepala Badan Karantina Pertanian 2 minggu setelah selesainya pelaksanaan verifikasi. d. Kepala Badan Karantina Pertanian menyampaikan ringkasan hasil verifikasi kepada NPPO negara pengekspor. e. Selama proses verifikasi maka Tim IRA akan menghentikan jam mekanisme IRA sampai dengan laporan hasil verifikasi diterima oleh Tim IRA. 5. Penyusunan Draft Laporan Tim IRA melakukan penyusunan Draft Laporan yang berisi informasi yang terkait dengan latar belakang dilakukannya IRA, metode AROPT, tempat produksi komoditas di negera pengekspor, Penilaian Risiko OPTK, dan Pengelolaan Risiko OPTK. Sistematika Laporan mengacu pada Lampiran 3. 6. Publikasi Draft Laporan Draft laporan dipublikasikan kepada seluruh stakeholder baik di Indonesia maupun dinegara pengekspor. Tujuan publikasi untuk mendapatkan masukan untuk penyempurnaan laporan akhir. Publikasi selama 60 hari kerja. 7. Laporan Akhir Laporan akhir disusun berdasarkan draft yang telah dipublikasikan dan masukan yang diterima selama proses publikasi. Laporan disusun dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Bentuk dan sistematika laporan akhir sama dengan draft.

Pedoman Analisis Risiko Impor Badan Karantina Pertanian, 2012

III. TINDAKLANJUT HASIL ANALISIS RISIKO IMPOR


A. Pengesahan Laporan 1. Laporan akhir (Final Report of IRA) disampaikan oleh Tim IRA kepada Kepala Badan Karantina Pertanian. 2. Kepala Badan Karantina Pertanian akan mengundang anggota NPPO Indonesia lainnya dan instansi terkait untuk membahas Laporan akhir IRA sebelum Laporan tersebut disahkan dengan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian. B. Penyusunan Import Protocol Laporan akhir yang sudah disahkan dengan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian, disampaikan kepada Menteri Pertanian sebagai salah satu rekomendasi ijin pemasukan dalam bentuk protokol impor (Import Protocol). Import protocol berupa ringkasan hasil IRA yang berisi persyaratan karantina dan kemanan pangan yang harus dipenuhi oleh pemohon dan NPPO negara pengekspor. Disamping itu, import protocol disampaikan kepada pemohon dan NPPO negara pengekspor dengan lampiran berupa Laporan Hasil IRA.

Pedoman Analisis Risiko Impor Badan Karantina Pertanian, 2012

IV. DOKUMENTASI DAN KAJI ULANG


A. Dokumentasi Dokumen yang terkait dengan proses IRA merupakan dokumen ilmiah dan penting karena di dalamnya terdapat ketentuan yang sifatnya mengatur dan mengikat suatu negara. Untuk itu, dokumen tersebut harus didokumentasikan dengan baik beserta data-data ilmiah yang menyertainya. Dokumen harus disimpan dengan baik mengingat sewaktu-waktu mungkin diperlukan kembali, baik dalam rangka peninjauan ulang ataupun apabila timbul permasalahan dalam pelaksanaannya serta untuk kepentingan terkait lainnya. B. Kaji Ulang (Policy Review) Status IRA atas komoditas yang diimpor dari suatu negara akan dilakukan kaji ulang (review) apabila: 1. Terjadi perubahan situasi dan kondisi OPT di negara pengekspor dan di Indonesia; 2. Adanya perubahan ketentuan fitosanitari atau adanya perubahan peraturan perundang-undangan perkarantinaan dan keamanan pangan diberlakukan di Indonesia. Hasil kaji ulang akan dikomunikasikan ke NPPO negara pengimpor untuk memperoleh masukan atau feed back, sebelum ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.

Pedoman Analisis Risiko Impor Badan Karantina Pertanian, 2012

DAFTAR PUSTAKA
Biosecurity Australia. 2011. The Import Risk Analysis Handbook 2011. Department of Agriculture, Fisheries, and Forestry. Australian Government. Canberra. Badan Karantina Pertanian. 2011. Pedoman Penyusunan Analisis Risiko Organisme Pengganggu Tumbuhan. Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta. International Standard for Phytosanitary Measures No.2. 1995. Guidelines for Pest Risk Analysis. FAO IPPC, Itally, Rome. International Standard for Phytosanitary Measures No.1. 1995. Phytosanitary Principles for the Protection of Plants and the Application of Phytosanitary Measures in International Trade FAO IPPC, Itally, Rome. International Standard for Phytosanitary Measures No.11. 2004. Pest Risk Analysis for Quarantine Pests Including Analysis of Environmental Risks and Living Modified Organisms. FAO IPPC, Itally, Rome. International Standard for Phytosanitary Measures No.5. 2006. Glossary of Phytosanitary Terms FAO IPPC, Rome, Italy.

10

Pedoman Analisis Risiko Impor Badan Karantina Pertanian, 2012

Lampiran 1. Tata Alir Proses Import Risk Analysis (IRA) Permohonan


Tidak sesuai Permohonan disampaikan melalui Kepala Badan Karantina Pertanian dengan melampirkan informasi teknis dalam Lampiran 2 yang diperlukan untuk proses IRA. Kepala Badan akan meneruskan permohonan tersebut kepada TIM IRA paling lama 2 minggu setelah permohonan diterima.

Kepala Badan Karantina Pertanian


SESUAI

TIM IRA

PENILAIAN AWAL (PREASSESSMENT)

Tim IRA yang telah ditunjuk Kepala Badan Karantina Pertanian akan melakukan penilaian awal paling lama 2 minggu setelah permohonan diterima oleh Tim.

Proses Analisis Risiko OPT (AROPT) terdiri dari inisiasi, penilaian risiko, dan pengelolaan risiko. Mekanisme AROPT mengacu pada Pedoman Penyusunan AROPT Badan Karantina Pertanian. Format laporan mengacu pada lampiran 3.

PELAKSANAAN ANALISIS RISIKO OPT (Pest Risk Analysis)

Dalam proses AROPT dimungkinkan dilaksanakannya verifikasi untuk memastikan kebenaran informasi teknis dan penyusunan opsi pengelolaan risiko.

Verifikasi

Pelaksanaan AROPT berkisar antara


2 14 bulan tergantung dari kriteria IRA dan kompleksitas analisis. Penyusunan draft laporan memerlukan waktu 1 bulan setelah proses AROPT selesai.

PENYUSUNAN DRAFT LAPORAN IRA

Komentar stakeholders

PUBLIKASI PENYUSUNAN DRAFT LAPORAN IRA

Publikasi untuk mendapatkan masukan (feed back) dari seluruh stakeholder. Publikasi berlangsung selama 2 bulan dan akan dimuat dalam situs Badan Karantina Pertanian (http//:www.karantina.deptan.go.id) Penyusunan laporan akhir berkisar 1 bulan.

PENYUSUNAN LAPORAN IRA AKHIR Penetapan hasil IRA melalui


mekanisme sidang NPPO Indonesia dengan mengundang instansi lain yang berkepentingan

PENETAPAN HASIL IRA

Proses penetapan berlangsung 1 bulan setelah Laporan akhir selesai.

REKOMENDASI/ PROTOCOL IMPORT

Penyusunan protocol import 2 minggu setelah penetapan hasil IRA.

11

Pedoman Analisis Risiko Impor Badan Karantina Pertanian, 2012

LAMPIRAN 2

Technical Information for Import Proposal


1.
Information of NPPO 1.1 1.2 1.3 Name of NPPO Address Name and address of contact person : : :

2.

Information of commodity 2.1 2.2 2.3 2.4 Scientific name, incl. author(s) Synonyms Common name Taxonomic classification o o o o o 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 Kingdom Order Family Genus Species : : : : : : : : : : : : :

Variety / cultivar Plant part to be exported Purposed end use of the commodity Export destination (other countries) Photograph of the commodity

2.10 Amount proposed for export

3.

Information area of production 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 State Region Province Regency Photograph of Map Climatological of production area : 12 : : : :

Pedoman Analisis Risiko Impor Badan Karantina Pertanian, 2012

4.

Information of production & cultivation 4.1 4.2 Climate in production areas Pre-harvest 4.2.1 Cultivars 4.2.2 Cultivation practices 4.3 4.4 Harvesting and handling procedures Post-harvest 4.4.1 Collection house 4.4.2 Packing house (sorting and initial grading, cleaning and final grading 4.4.3 Packaging and storage

5.

Information of Pest Management 5.1 Specific pest management, and surveillance programs 5.2 Information about pests associated with proposed export commodity (pest list) :

6. 7. 8.

Information of Transportation Information of Current phytosanitary certification procedures Information of Results of pest risk analysis which have been carried out in other countries

: :

Place and Date

Sign and name of contact poin of NPPO

13

Pedoman Analisis Risiko Impor Badan Karantina Pertanian, 2012

Lampiran 3. Outline for Report of Import Risk Analysis SUMMARY CONTENT

1. INTRODUCTION
1.1 1.2 1.3 1.4 Background Existing policy Purpose Scope

2. Method of Pest Risk Analysis


2.1 Stage 1: Initiation 2.2 Stage 2: Pest risk assessment 2.3 Stage 3: Pest risk management

3. Commercial production practices for commodity


3.1 Climate in production areas 3.2 Pre-harvest 3.2.1 Cultivars 3.2.2 Cultivation practices 3.2.3 Pest management 3.2.4 Harvesting and handling procedures 3.3 Post-harvest 3.3.1 Collection house 3.3.2 Packing house - Sorting and initial grading - Cleaning and final grading - Packaging and storage 3.3.3 Phytosanitary inspection 3.3.4 Loading and transportation 3.3.5 Production and export statistics

4. Pest risk assessments for quarantine pests


4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 Bio-ecology of pest Reassessment of probability of entry Probability of establishment and spread Overall probability of entry, establishment and spread Conclusion

5. Pest risk management


5.1 Pest risk management measures and phytosanitary procedures 5.1.1 Pest risk management for quarantine pests - Physical treatment - Chemical treatment - Regulatory visual inspection and remedial action

14

Pedoman Analisis Risiko Impor Badan Karantina Pertanian, 2012

5.2

Operational system for the maintenance and verification of phytosanitary status 5.2.1 Audit and verification 5.2.2 Registration of export orchards 5.2.3 Registration of packing house and treatment providers 5.2.4 Packaging and labeling 5.2.5 Specific conditions for storage and movement 5.2.6 Freedom from trash 5.2.7 Pre-export phytosanitary inspection and certification by NPPO exporting countries 5.2.8 On-arrival phytosanitary inspection by IAQA 5.2.9 Remedial action(s) for non-compliance Audit of protocol Review of policy

5.3 5.4

APPENDIX LIST OF TABEL LIST OF FIGURES

15

Anda mungkin juga menyukai