Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya. (Herman J. Waluyo)
Bag
an
Apakah kamu pernah mendengarkan temanmu mem bacakan puisi? Bahkan mungkin kamu sendiri pernah membaca atau menulis puisi? Wah, tentu itu kegiatan yang menyenangkan. Kamu dapat mengungkapkan perasaanmu itu lewat puisi. Disadari atau tidak, dalam kehidupan sehari-hari saat ini pun kita sangat lekat dengan puisi. Bagi yang gemar musik, tentunya kamu bukan sekadar mendengarkan alunan nada dan iramanya, melainkan memahami lirik-liriknya yang terkadang sangat puitis. Berdasarkan catatan sejarah, ternyata puisi merupakan bentuk kesusastraan yang paling tua. Hampir semua karya zaman dahulu dibuat dalam bentuk puisi. Karya-karya tersebut di antaranya kisah Mahabarata, Ramayana, Oedipus, Antigone, Hamlet, dan Macbeth. Selain itu, puisi pun sangat lekat dengan budaya suatu daerah. Banyak teks-teks kuno dalam tradisi masyarakat Jawa yang ditulis dalam bentuk puisi. Teks-teks puisi tersebut sebagian besar dilantunkan dalam bentuk tembang (nyanyian). Misalnya, kisah Raden Panji, Joko Tingkir, Dewi Nawang Wulan, dan Joko Tarub. Di sini muncul bentuk penyajian musikalisasi puisi. Lalu, apakah ada bentuk kata puisi yang dianggap paling tua? Ya, ada. Jawabannya adalah MANTRA. Mantra dapat ditemukan dalam kesusastraan daerah di seluruh Indonesia. Mantra selalu berkaitan dengan hal-hal mistik. Pilihan kata-katanya pun memiliki kekuatan gaib, yang oleh penciptanya di ang gap mem per mudah kontak dengan Tuhan. Pengucapan mantra-mantra itu dimak sud kan agar segala permohonannya dikabulkan. Biasanya mantra tidak boleh diucapkan oleh sembarang orang karena memiliki sifat sakral. Saat pengucapan pun biasanya harus disertai dengan tradisi upacara ritual. Dengan begitu, kekuatan gaibnya semakin terasa. Mantra pun biasanya diucapkan dengan tempo yang cepat sehingga suasana sakral semakin terasa. O, ya, apakah kamu pernah melihat seorang dukun mengucapkan jampi-jampi atau mantra-mantra? Berdasarkan
Memahami P u i s i
... Long dalam long Aku menawar si raja polong Polong ditawar polong mati Polong tak polong ti Pihat patah peredah patah Batah sekalian batang bertuan Aku menawar dua tiga patah menawar hantu orang ting si kiting ....
Ciri-ciri mantra adalah sebagai berikut. Kata-katanya dipilih secara saksama. Bunyi-bunyi diusahakan berulang-ulang dengan maksud memperkuat daya sugesti. Banyak pilihan kata yang tidak lazim digunakan. Jika dibaca secara keras, mantra menimbulkan efek bunyi yang bersifat magis.
Apakah dalam kesusastraan Indonesia modern masih ada teks puisi berbentuk mantra? Jika kita cermati, ternyata dalam kesusastraan Indonesia modern pun lahir teks puisi yang diilhami oleh mantra, yakni puisi-puisi kontemporer karya Sutardji Calzoum Bachri.
Sumber: upload.wikimedia.org
Menulis puisi bagi saya adalah membebaskan kata-kata, yang berarti mengembalikan kata pada awal mulanya. Pada mulanya adalah kata dan kata pertama adalah mantra. Maka menulis puisi bagi saya adalah mengembalikan kata pada mantra.
Memahami P u i s i
Sepisaupi
sepisau luka sepisau duri sepikul dosa sepukau sepi sepisau duka serisau diri sepisau sepi sepisau nyanyi sepisaupa sepisaupi sepisapanya sepikau sepi sepisaupa sepisaupi sepikul diri keranjang duri
sepisaupa sepisaupi sepisaupa sepisaupi sepisaupa sepisaupi sampai pisauNya ke dalam nyanyi 1973
Selain mantra, kita pun dapat mengenali bentuk-bentuk puisi lama lainnya yang sampai sekarang masih dapat dinikmati. Di antara puisi lama itu adalah syair, pantun, dan gurindam.
A .
Syai r
Syair merupakan salah satu bentuk puisi lama yang paling terkenal. Sebuah syair biasanya ditulis untuk bercerita. Oleh karena itu, baitbait dalam syair sangat banyak. Dilihat dari struktur fisiknya, syair sangat terikat oleh jumlah baris dalam satu bait, jumlah suku kata dalam setiap baris, jumlah bait dalam setiap puisi, dan aturan dalam hal rima dan ritma.
Berikut contoh syair yang dikutip dari Syair Sari Baniyan! Syair Sari Baniyan Bismillah itu mula dikarang Pantun syair sajaknya kurang Kami laksana kain yang jarang Dijual pun tidak dibeli orang Ada seorang raja kepada zamannya Di Bendan Firus nama negerinya Suka dan ramai dengan murahnya Berjual beli sekalian rakyatnya Kerajaan besar tidak terperi Baginda bernama Dewa Syah Peri Berkasih-kasihan laki istri Baginda duduk dengan permaisuri
Memahami P u i s i
Kotanya jangan dilupakan lagi Serta besar dengannya tinggi Bunyi-bunyian petang dan pagi Riuhnya tidak disangka lagi Berapa lamanya di atas tahta Berputra dua duli mahkota Eloknya tidak dapat dikata Segala yang memandang kasih semata Anaknda yang tua itu laki-laki Eloknya tidak tertawar lagi Laksana sekenda kembangnya lagi Di atas mercu gunung yang tinggi Namanya Kunan Bangsagara Ayahnda bunda kasih tidak terkira Inang pengasuh duduk memelihara Sedikit tidak diberi cidera Akalnya terus sangat sempurna Sifatnya lengkap tujuh laksana Durjananya bersih gemilang warna Laksana bulan penuh purnama
Sumber: Syair Sari Baniyan, 1999
Syair Sari Baniyan Demikianlah konon sehari-hari Suka ramai tepuk dan tari Di dalam taman ratna biduri Suka termasa tidak terperi Pergi ke taman tempat permandian Memetik bunga berkembang-kembang Di dalam taman bersuka-sukaan Diiringi oleh dayang sekalian Kepada anaknda Rumaja Natara Disuruhnya mengaji ke Tanjung Pura Kepada Tuan Syeh Haji Japura Syeh pun kasih terlalu mesra Banyaklah anak raja-raja bendahara Yang mengaji sama Bangsagara Kasih dan sayang terlalu mesra Berkasih-lasihan seperti saudara Yang perempuan Sari Baniyan Ayahnda ibundanya terlalu kasihan Inang pengasuh lengkap sekalian Serta dengan alat pakaian
Memahami P u i s i
Sari Baniyan terlalu manja Ke mana berangkat di bawa sahaja Melihat perahu bahtera raja-raja Sampai ke taman Indrapura Sari Baniyan niat bestari Sekalian pelajaran dipelajari Cantik manis durja berseri Seperti teralim sukar dicari Elok dan manis tiada terperi Semua memandang herankan diri Ayahnda bunda kasih laki istri Tidak bercari barang sehari
Sumber: Syair Sari Baniyan, 1999
Berdasarkan penjelasan dan contoh syair tersebut dapat lah kita mengidentifikasi ciri-ciri syair sebagai berikut. Syair terdiri atas empat baris/ larik dalam setiap bait. Syair tidak memiliki sampiran seperti halnya dalam pantun. Dengan kata lain, semua baris mengandung isi dan makna. Syair tidak selesai dalam satu bait.
Makna syair ditentukan oleh bait-bait berikutnya (hampir sama dengan paragraf dalam cerita) Anonim (menyembunyikan penciptanya). Pola rimanya a-a-a-a (rima sama). Irama terjadi pada setiap pertengahan baris antara 4 hingga 6 suku kata.
B.
Pantun
10
Selain syair, puisi lama yang populer sampai sekarang adalah pantun. Dilihat dari stuktur fisiknya, pantun memiliki kesamaan dengan syair. Adapun perbedaan yang paling mencolok adalah adanya sampiran dan isi dalam pantun. Dalam syair tidak terdapat sampiran, semua baris syair mengandung isi atau makna yang hendak disampaikan. Berpuisi lewat pantun telah menjadi tradisi masyarakat Indonesia. Malah dapat dikatakan bahwa pantun merupakan puisi asli Indonesia. Pada masanya, pantun dianggap cara yang paling tepat untuk menyampaikan maksud. Misalnya, saat upacara pernikahan atau saat muda-mudi saling berkenalan. Dalam upacara pernikahan dengan adat Betawi masih dapat kita jumpai tradisi berbalas pantun antara pihak keluarga mem pelai pria dan pihak keluarga mempelai wanita. Dalam kehidupan masyarakat lama, terutama masyarakat Melayu, pantun memiliki fungsi yang sangat penting. Saat itu, keahlian seseorang dalam berpantun menjadi ukuran kepandaian. Orang yang pandai menggunakan bahasa kias yang umumnya tersimpul dalam pantun dapat dikatakan bahwa ia adalah orang pandai. Dalam tradisi ketimuran yang berlaku di masyarakat kita sejak dahulu, mengungkapkan maksud secara berterus terang dianggap sebagai sesuatu yang hambar dan tidak menarik.
Memahami P u i s i
Seperti halnya bentuk puisi lama lainnya, pantun pun terikat pada beberapa syarat penulisan berikut. Tiap bait dalam pantun umumnya terdiri atas 4 larik, kecuali pada karmina (2 larik dalam satu bait) dan talibun (6, 8, 10, atau 12 larik dalam satu bait). Tiap larik terdiri atas 8 12 suku kata. Pantun memiliki sampiran dan isi. Pola rimanya a-b-a-b (rima silang) Pantun selesai dalam satu bait Pantun tidak diteruskan pada bait berikutnya, kecuali jika memang saling berkait Isinya mengandung pengungkapan perasaan.
Menurut bentuknya, ada beberapa jenis pantun yang dapat kita identifikasi, yakni sebagai berikut. 1. Pantun Biasa Pantun biasa adalah pantun yang terdiri atas 4 larik dalam satu bait. Pantun ini merupakan bentuk pantun secara umum yang biasa digunakan.
Contoh: Wahai Ananda dengarlah pesan, pakai olehmu sifat anak jantan. Bertanggung jawab dalam perbuatan, beban dipikul pantang dielakkan.
11
Anak udang dimakan itik, itik berenang di air timpas. Hak milik orang jangan diusik, jika diusik badan terempas. Mengapa arang tampak menyala, karena apinya tiada padam. Mengapa orang hidupnya jaya, karena semangatnya tiada padam.
2. Pantun Kilat (Karmina) Pantun kilat atau disebut juga karmina adalah pantun yang hanya tersusun atas 2 larik dalam setiap baitnya. Larik pertama dapat dianggap sebagai sampiran, sedang kan larik kedua adalah bagian isi.
Contoh: Dahulu parang, sekarang besi. Dahulu sayang, sekarang benci. Sudah gaharu, cendana pula. Sudah tahu, bertanya pula.
12
Memahami P u i s i
3. Pantun Berkait (Seloka) Pantun berkait atau seloka adalah pantung yang tersusun secara berantai, selalu berkaitan antara bait pertama dan bait berikutnya. Keterkaitan ini pun didasarkan pada aturan tertentu, yakni larik kedua pada bait pertama diulang menjadi larik pertama pada bait kedua. Larik keempat pada bait pertama diulang menjadi larik ketiga bait kedua. Demikian kaitan itu dilakukan pada bait-bait berikutnya.
Burung belibis di atas lantai, buah remai dalam padi. Tuan Rafes orang yang pandai, tahu sungguh mengambil hati. Buah remai dalam padi, lezat cita pula rasanya. Tahu sungguh mengambil hati, serta dengan budi bahasanya. Lezat cita pula rasanya, jarwud dengan durinya. Serta dengan budi bahasanya, setuju pula dengan istrinya.
4. Talibun Talibun adalah pantun yang lariknya lebih dari 4 dalam setiap baitnya, tetapi jumlah nya genap karena selalu berisi sampiran dan isi. Jadi banyaknya larik dalam talibun biasanya terdiri atas 6, 8, 10, atau 12 larik setiap baitnya.
13
Contoh: Permata jatuh ke rumput, jatuh ke rumput gilang-gilang, ditempuh dilanda jangan, rumput sarat sela bersela. Di mata sungguh pun luput, di hati tidak kunjung hilang, siang menjadi angan-angan, malam menjadi impian pula.
Talibun tersebut terdiri atas 8 larik. Larik pertama sampai ke empat merupakan sampiran, sedangkan larik kelima sampai kedelapan merupakan isi. Meskipun lariknya banyak, tetap ciri pantun yang utama tetap melekat, yakni ada sampiran dan isi.
C.
Gurin d a m
14
Mendengar kata gurindam, kita akan langsung teringat pada Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Padahal, selain Gurindam Dua Belas, masih banyak teks gurindam lainnya. Berdasarkan Ensiklopedi Sastra Indonesia (2004) gurindam adalah puisi lama yang terdiri atas 2 baris dalam satu bait. Baris pertama menyatakan perbutan dan baris kedua menyatakan akibat yang timbul dari perbuatan itu. Jadi, baris-baris dalam gurindam memiliki hubungan sebab-akibat. Raja Ali Haji sendiri mengatakan bahwa gurindam adalah perkataan yang bersajak. Pada akhir pasangannya, tetapi sempurna perkataannya dengan satu pasangan saja, jadilah seperti sajak yang pertama itu syarat dan sajak yang kedua itu jadi seperti jawab. Hubungan sebab-akibat tersebut dapat terlihat jelas dari kutipan Gurindam Dua Belas berikut.
Memahami P u i s i
Pasal Pertama Barang siapa tiada memegang agama, Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama. Barang siapa mengenal yang empat, maka ia itulah orang yang marifat. Barang siapa mengenal Allah, suruh dan teaknya tiada ia menyalah. Barang siapa mengenal diri, maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri. Barang siapa mengenal dunia, tahulah ia barang yang tepedaya. Barang siapa mengenal akhirat, tahulah ia dunia mudarat.
Selain memahami hubungan antarbaris dalam satu bait, kita pun dapat mengidentifikasi ciri-ciri gurindam. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut. Gurindam terdiri atas 2 baris dalam satu bait Baris pertama merupakan sebab dan baris kedua merupakan akibat. Rima akhirnya berpola a-a Sempurna dengan mengandung dua baris saja Gurindam selalu mengandung nasihat
15
Dilihat dari bentuknya, gurindam sama dengan pantun kilat (karmina), yakni terdiri atas 2 baris dalam satu bait. Hal yang membedakannya adalah karmina terdiri atas sampiran dan isi, seperti halnya pantun.
Perjalanan dan perkembangan puisi terus berlanjut sampai sekarang. Jika kamu cermati, setiap puisi mampu merekam kenyataan sejarah yang melatarbelakanginya. Dengan membaca puisi, kita dapat memahami peristiwa yang direkam dan dirasakan penyairnya. Misalnya, ketika peristiwa aksi mahasiswa pada 1966, penyair Taufiq Ismail berusaha meng abadi ka nnya dalam puisi yang kemudian dihimpun dalam buku Tirani dan Benteng. Begitu pula ketika aksi demonstrasi mahasiswa itu kembali terjadi pada 1998, Taufiq Ismail pun mengabadikannya dalam buku Malu Aku Jadi Orang Indonesia. Saat membaca puisi-puisi tersebut, kita seakanakan sedang melihat album kenangan dan merasakan suasana peristiwa yang terjadi. Berikut salah satu puisinya yang diambil dari buku Tirani dan Benteng.
Karangan Bunga
Tiga anak kecil Dalam langkah malu-malu Datang ke Salemba sore itu. Ini dari kami bertiga Pita hitam pada karangan bunga Sebab kami ikut berduka Bagi kakak yang ditembak mati siang tadi. 1966
Memahami P u i s i
16
Banyak ahli sastra yang berusaha mendefinisikan puisi dari berbagai sudut pandang. Meskipun demikian, pengertian-pengertian atau definisi yang diberikan belum dapat dianggap sebagai definisi puisi yang baku. Sebagai gambaran, berikut disajikan bebrapa definisi puisi yang dikemukakan para ahli sastra. Menurut James Reeves, puisi adalah ekspresi bahasa yang kaya dan penuh daya pikat. Herbert Spencer menyatakan bahwa puisi merupakan bentuk pengucapan gagasan yang bersifat emosional dengan mempertimbangkan efek keindahan.
17
Herman J. Waluyo (1995:25) berusaha membuat rangkuman definisi puisi sebagai berikut. Puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.
18
Memahami P u i s i