Anda di halaman 1dari 13

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kadar air pada bahan hasil pertanian sangat mempengaruhi kualitas dan juga daya simpan dari bahan hasil pertanian tersebut. Menentukan kandungan kadar air bahan hasil pertanian itu penting agar dalam proses pengolahan dan pendistribusian mendapatkan cara penanganan yang tepat. Dalam menenetukan kandungan kadar air dalam bahan hasil pertanian bisa dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: metode pengeringan (menggunakan oven biasa), metode destilasi, metode kimia dan juga metode khusus. Kadar air merupakan sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan hasil pertanian. Banyaknya kandungan kadar air ditunjukkan dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam air (gram) untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah. Berat bahan kering (padatan) merupakan berat bahan setelah pemanasan dalam waktu tertentu sehingga beratnya tidak berubah (konstan). Penyimpanan bahan hasil pertanian adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari pengolahan, terutama dalam proses pengawetan dan pengemasan bahan. Proses pengeringan dan pengemasan bahan sangat erat hubungannya dengan kandungan kadar air bahan.

1.2. Tujuan Praktikum 1. Mengamati perubahan kadar air bahan hasil pertanian pada berbagai kondisi penyimpanan dengan menggunakan moisture tester. 2. Mengukur kadar air bahan dengan metode dasar (metode oven).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bahan hasil pertanian sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan terutama setelah dipanen. Pada umumnya bahan pertanian itu harus melalui perlakuan awal atau modifikasi berupa pengolahan yang bertujuan mempertahankan kuantitas dan kualitas, meningkatkan kualitas, serta memperpanjang umur simpan,

mempermudah transportasi, agar dapat dikonsumsi serta bernilai ekonomis tinggi. Penanganan pasca panen merupakan suatu rangkaian proses yang ditujukan untuk mengawetkan bahan hasil pertanian dari kerusakan akibat serangan serangga, mikroorganisme dan kerusakan akibat proses fisiologis yang kurang tepat dapat menyebabkan penurunan kualitas karena adanya kerusakan. Penanganan bahan hasil pertanian dikatakan tepat jika penanganan tersebut mampu mengelola hubungan antara faktor-faktor yang dimiliki bahan pertanian (diantaranya struktur bahan biologis dan retensi air) dengan lingkungan dimana bahan hasil pertanian berada untuk dapat mempertahankan kualitasnya. Untuk dapat memilih teknik penanganan hasil pertanian yang tepat perlu dipahami pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap kualitas bahan hasil pertanian. Dan pada proses pengeringan didalam industry pertanian merupakan salah satu tahapan yang penting dari beberapa proses lainnya dalam penanganan bahan hasil pertanian. Pengeringan dapat membantu menghambat kerusakan yang terjadi pada bahan hasil pertanian, karena bahan yang telah dipanen masih melakukan proses respirasi sehingga apabila disimpan dalam waktu yang lama akan mengalami pembusukan. Dengan proses pengeringan, kadar air bahan dapat dikurangi sampai tingkat air kesetimbangan dengan kondisi udara luar normal atau tingkat kadar air yang setara dengan aktivitas air sehingga bahan hasil pertanian akan aman dari kerusakan mikrobiologi, enzimatis, dann kimiawi. Kadar air bahan pertanian biasanya dinyatakan dalam persentase basis basah (m) dan persentase basis kering (M). Dalam perhitungan-perhitungan teknik, kadar air basis kering lebih sering dipakai karena pembagi pada perhitungan kadar air basis kering adalah bahan setelah dikeringkan yang tidak mengandung air sehingga beratnya konsisten dan perubahan penurunan

kandungan air lebih terlihat dengan jelas. Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu metode praktis, metode dasar.

2.1 Kadar Air Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar aair bahan tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis). Dalam penentuan kadar air bahan hasil pertanian biasanya dilakukan berdasarkan obot basah. Dalam perhitungan ini berlaku rumus sebagai berikut: KA = (Wa / Wb) x 100% (Taib, 1988). Teknologi pengawetan bahan pangan pada dasarnya adalah berada dalam dua alternatif yaitu yang pertama menghambat enzim-enzim dan aktivitas atau pertumbuhan microba dengan menurunkan suhunya hingga dibawah 0oC dan yang kedua adalah menurunkan kandungan air bahan pangan sehingga kurang atau tidak memberi kesempatan untuk tumbuh atau hidupnya mikroba dengan pengeringan atau penguapan kandungan air yang ada di dalam maupun di permukaan bahan pangan, hingga mencapai kondisi tertentu (Suharto, 1991). Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air pada suatu bahan adalah dengan menggunakan metode Penetapan air dengan metode oven, yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk makanan, kecuali produk tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap atau jika produk tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan 100oC 102oC sampai diperoleh berat yang tetap (Apriyantono, 1989). Berdasarkan kadar air (bobot basah dan bobot kering) dan bahan basah maupun bahan setelah dikeringkan, dapat ditentukan rasio pengeringan (drying ratio) dari bahan yang dikeringkan tersebut. Besarnya drying ratio dapat dihitung sebagai bobot bahan sebelum pengeringan per bobot bahan sebelum pengeringan per bobot bahan setelah pengeringan. Dapat dihitung dengan rumus: Drying ratio = bobot bahan sebelum pengeringan / bobot bahan setelah pengeringan (Winarno, 1984).

2.2 Equilibrium Moisture Content (EMC) Kadar air keseimbangan adalah kadar air dimana laju perpindahan air dari bahan ke udara sama dengan laju perpindahan air dari udara ke bahan. Kadar air keseimbangan dapat digunakan untuk mengetahui kadar air terendah yang dapat dicapai pada proses pengeringan dengan tingkat suhu dan kelembaban udara relatif tertentu. Kadar air keseimbangan dari bahan pangan adalah kadar air bahan tersebut pada saat tekanan uap air dari bahan seimbang dengan lingkungannya, sedangkan kelembaban relatif pada saat terjadinya kadar air keseimbangan disebut kelembaban relatif keseimbangan. Sifat-sifat kadar air keseimbangan atau Equilibrium of Moisture Content (EMC) dari bahan pangan sangat penting dalam penyimpanan dan pengeringan. Kadar air keseimbangan didefinisikan sebagai kandungan air pada bahan pangan yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya. Hal tersebut merupakan satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat digunakan sebagai tolak ukur pencegahan kemampuan berkembangnya mikroorganisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan pada saat penyimpanan. Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) adalah kadar air minimum yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan seimbang apabila laju kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju penambahan air ke bahan dari udara di sekelilingya. Kadar air pada keadaan seimbang disebut juga dengan kadar air keseimbangan atau keseimbangan higroskopis. Dalam menentukan moisture content basis basah dan basis kering adalah sebagai berikut: 1. Moisture content, basis basah = x 100% = ............ % x 100% = .............% 2. Moisture content, basis kering = x 100% = ............ %

BAB III METODOLOGI

3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat 1. Cawan aluminium 2. Refrigerator 3. Oven 4. Desikator 5. Timbangan analitik 6. Moisture tester 7. RH meter 3.1.2. Bahan 1. Kacang kedelai 2. Jagung 3.2. Prosedur Percobaan 3.2.1. Prosedur Percobaan pada Retensi Air 1. Pengamatan pada bahan awal a. Kadar air semua bahan diukur (3 kali) dengan menggunakan moisture tester. b. Mengukur suhu dan RH udara (3 kali) pada ruangan praktikum 2. Penurunan kadar air a. Mengukur suhu dan RH pada oven b. Menyiapkan bahan dan cawan, memasukkan bahan ( 5 gram) kedalam cawan c. Menyimpan cawan yang telah berisi bahan kedalam oven, dan diberi tanda untuk 4 pengamatan (5, 10, 20 dan 30 menit) d. Sesudah 5, 10, 20 dan 30 menit dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator e. Mengukur kadar air bahan untuk 4 pengamatan 3. Peningkatan kadar air a. Mengukur suhu dan RH refrigerator

b. Menyiapkan bahan dan cawan, kemudian bahan dimasukkan ( 5 gram) kedalam cawan c. Menyimpan cawan yang telah berisi bahan kedalam refrigerator, dan diberi tanda untuk 4 pengamatan (5, 10, 20 dan 30 menit) d. Sesudah 5, 10, 20 dan 30 menit cawan dikeluarkan dari refrigerator dan dimasukkan kedalam desikator 4. Pembacaan pada Mositure Tester a. Sebelum memasukkan bahan dalam tempat sampel, tempat sampel dibersihkan dengan sikat b. Menggunakan sendok dan pinset untuk memasukkan sampel (pilih sampel yang baik) c. Memutar grinding handle ke kiri (stop line) dan memasukkan wadah kedalam instrument d. Menunggu selama 20 detik dan dilihat pengukuran pada layer LCD e. Menekan select button untuk merubah sampel f. Mematikan alat dengan menekan average button dua kali

3.2.2. Prosedur Percobaan pada EMC 1. Memanaskan cawan kosong dalam oven pada 1300C selama 20 menit 2. Setelah dipanaskan cawan dimasukkan kedalam desikator selama 20 menit, didinginkan dan ditimbang (a gram) 3. Memasukkan 5 gram bahan kedalam cawan yang telah diketahui beratnya dan ditimbang (b gram) 4. Memasukkan dalam oven dengan suhu 1300C dalam 60 menit 5. Setelah selesai cawan dikeluarkan dan disimpan dalam desikator untuk didinginkan selama 10 menit 6. Bila sudah dingin cawan beserta bahan ditimbang (c gram) 7. Menghitung kadar air bahan basis basah dan basis kering untuk 3 pengamatan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: a. Kadar air basis basah (Ka wb) = b. Kadar air basis kering (Ka db) = x 100% x 100%

BAB IV HASIL PERCOBAAN

4.1. Data Hasil Pengamatan pada Penurunan dan Peningkatan Kadar Air pada Kacang Kedelai Tabel 1. Hasil Pengukuran Suhu dan RH Pengukuran Ruangan Oven 0 RH (%) T ( C) RH (%) T (0C) 1 82 27,1 67,6 2 82 27,5 64,1 65,1 3 80 27,6 65,2 Rata-rata 81,3 27,4 65,6 65,1 Keterangan: massa bahan 5 gram Tabel 2. Hasil Pengukuran Penurunan Perlakuan Waktu Rata-rata kadar air (menit) awal (%) 5 10,8 10 20 30 Refrigerator RH (%) T (0C) 26,8 27,1 1,1 27,3 27,1 1,1

Kadar Air Akhir (%) Penurunan Peningkatan 11,0 11,0 10,6 11,7 9,8 11,5 9,8 12,0

Penurunan Kadar Air


11.5 11 10.5 10 9.5 9 5 10 20 30
Waktu (menit)

Series 1

Gambar 1. Grafik Penurunan Kadar Air pada Kacang Kedelai

Peningkatan Kadar Air


12.2 12 11.8 11.6 11.4 11.2 11 10.8 10.6 10.4 5 10 20 30

Series 2

Waktu (menit)

Gambar 2. Grafik Peningkatan Kadar Air pada Kacang Kedelai

4.2. Data Hasil Pengamatan Pengeringan pada Jagung Tabel 3. Hasil Pengeringan Bahan Massa cawan Massa cawan + (Ma) gram bahan awal (Mb) gram 5,06 10,09 Massa cawan + bahan akhir (Mc) gram 7,45 Ka wb (%) 52,485 Ka db (%) 88,294

Perhitungan: 1. Ka wb = = = 52,485% 2. Ka db = = = 88,294% x 100% x 100% x 100% x 100%

BAB V PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini membahas tentang retensi air dan Equilibrium Moisture Content (EMC), dengan cara mengamati perubahan kadar air dan mengukur kadar air bahan hasil pertanian. Di dalam penanganan bahan hasil pertanian bahwa dikatakan tepat jika mampu mengelola dalam hubungan antara faktor-faktor yang dimiliki bahan hasil pertanian dengan lingkungan bahan hasil pertanian itu berada untuk dapat mempertahankan kualitasnya. Faktor-faktor tersebut perlu dipahami untuk mendapatkan kualitas kadar air yang lebih baik. Dalam praktikum mengenai retensi air ini digunakan kacang kedelai sebagai bahannya. Sebelum di ukur dengan moisture tester untuk mencari kadar airnya, kacang kedelai ini ada yang dimasukkan ke dalam oven untuk dipanaskan (penurunan) dan didinginkan ke dalam refrigerator (peningkatan). Masing-masing 5 gram kacang kedelai dipanaskan dan didinginkan selama 5, 10, 20 dan 30 menit. Sebelum memulai praktikum, bahwa rata-rata kadar air awal pada kacang kedelai adalah 10,8%. Pertama adalah pengukuran kadar air untuk kacang kedelai yang dipanaskan selama 5 menit, didapatkan kadar airnya tidak menurun tetapi meningkat yaitu menjadi 11%. Lalu untuk pengukuran kadar air kacang kedelai yang telah dipanaskan selama 10 menit didapatkan kadar airnya menurun menjadi 10,6%. Setelah itu pada pengukuran kadar air kacang kedelai yang dipanaskan selama 20 menit, didapatkan penurunan menjadi 9,8%. Terakhir adalah kacang kedelai yang dipanaskan selama 30 menit dan kadar airnya menurun menjadi 9,8%. Selanjutnya adalah praktikum untuk meningkatkan kadar air kacang kedelai dengan dilakukan pendinginan. Pertama adalah untuk kadar air yang didinginkan selama 5 menit dan kadar airnya meningkat menjadi 11%. Kedua adalah pengukuran kadar air untuk kacang kedelai yang didinginkan selama 10 menit didapatkan kadar air yang meningkat menjadi 11,7%. Ketiga adalah kacang kedelai yang didinginkan selama 20 menit, dan didapatkan kadar air meningkat menjadi 11,5%. Terakhir adalah untuk kadar air kacang kedelai yang didinginkan paling lama yaitu 30 menit, dan didapatkan kadar air meningkat menjadi 12%.

Setelah mendapatkan data-data tersebut, bisa dibilang data tersebut kurang akurat, karena ada kadar air yang harusnya menurun, tetapi data yang didapatkan itu meningkat. Juga ada kadar air kacang kedelai yang meningkatnya lebih sedikit dibandingkan kadar air sebelumnya walaupun dalam waktu pendinginannya lebih lama. Hal ini bisa dikarenakan faktor saat pengujian di moisture tester-nya hanya diuji satu kali untuk masing-masing kacang kedelai, sehingga datanya bisa kurang akurat. Kemungkinannya yang lainnya adalah pemanasan dan pendinginan yang kurang merata, yang bisa menyebabkan saat pengujian moisture tester, kacang kedelai yang digunakan tidak dapat pemanasan dan pendinginan yang baik, terutama bagi kacang kedelai yang hanya dipanaskan dan didinginkan selama 5 menit. Selanjutnya adalah faktor dimana kacang kedelai terlalu lama di ruangan terbuka setelah dikeluarkan dari oven atau refrigerator, yang menyebabkan kacang kedelai itu mendapatkan udara bebas yang mempengaruhi kadar air di dalam kacang kedelai, sehingga saat diuji di moisture tester kurang valid data yang didapat, bahkan sebelum praktikum dimulai kacang kedelai sudah lama diluar oven dan refrigerator. Selanjutnya adalah praktikum mengenai pengeringan bahan hasil pertanian dengan cara memanaskan ke dalam oven, dengan bahan yang digunakan adalah jagung. Kadar air bahan hasil pertanian dinyatatakan ke dalam persentase basis basah (m) dan persentase basis kering. Didapatkan hasil pada massa cawan awal (Ma) adalah 5,06 gram. Setelah ditambah dengan dengan massa jagung awal (Mb) maka massa menjadi 10,09 gram, sehingga massa jagung awalnya adalah 5,03 gram. Selanjutnya massa cawan ditambah dengan massa jagung akhir (Mc) setelah dipanaskan, massanya menjadinya 7,45 gram, menurun dari Mb sebesar 2,64 gram. Kemudian kami menghitung Ka wb dan Ka db dengan hasil yang didapat pada Ka wb adalah 52,485% dan Ka dbnya 88,294%, bahwa persentase kadar air basis basah lebih kecil dibanding kadar air basis kering. Semakin lama waktu pemanasan dan juga semakin tingkat suhu pada oven, maka kadar air basis kering akan lebih besar dibandingkan kadar air basis basah.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan Setelah melakukan praktikum 8 ini maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Sangat penting untuk mengukur kadar air suatu bahan hasil pertanian dalam penanganannya 2. Penurunan kadar air bisa dengan memanaskan bahan hasil pertanian di dalam oven dan untuk peningkatan kadar air bisa dilakukan dengan melakukan pendinginan. 3. Semakin lama pemanasan bahan hasil pertanian, maka semakin besar persentase kadar air yang berkurang. 4. Semakin lama pendinginan pada bahan hasil pertanian, maka persentase kadar air akan semakin banyak. 5. Kadar air sangat ditentukan dengan lingkungan sekitar bahan hasil pertanian itu berada. 6. Kadar air basis kering bahan hasil pertanian biasanya lebih besar dibandingkan dengan kadar air basis basah. 6.2. Saran Saran yang diberikan untuk praktikum kali ini adalah sebagai berikut: 1. Sebelum praktikum dimulai, harus memahami dan mengerti semua teori praktikum kali ini agar tidak terjadi kesalahan. 2. Praktikkan harus selalu menjaga waktu agar bisa tepat dalam melakukan praktikum 3. Setelah dipanaskan dan didinginkan, bahan hasil pertanian sebaiknya tidak terlalu lama di dalam suhu ruangan, karena mempengaruhi kadar air.

DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, Anton, dkk, 1989. Analisis Pangan. Pusbangtepa IPB : Bogor. Hall. C.W. 1980. Drying and storage of agricultural crops. The AVI Publishing Company Inc. Westport, Connecticut. Suharto, 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. PT. Rineka Cipta: Yakarta. Taib, Gunarif, 1988. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Mediyatama Sarana Perkasa: Jakarta. Winarno, 1984. Kimia Pangan. PT. Gramedia: Jakarta.

LAMPIRAN

Gambar 3. Massa Kacang Kedelai

Gambar 4. Oven

Gambar 5. Desikator

Gambar 6. Moisture Tester

Anda mungkin juga menyukai