Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
com
bahwa pada cmapuran ini sikloheksana akan mengalami penguapan dan pengembunan terlebih dahulu dibandingkan dengan toluena. Hal ini jauh dari yang diharapkan, karena perbedaan yang begitu jauh dari titik didh sikloheksana yang seharusnya. Namun hasil ini sudah diprediksi oleh praktikan karena pada saat percobaan banyak kesalahan yang terjadi. Pertama tama praktikan hanya menggunakan 2 selang, kemudian disuruh mengganti menjadi 3 selang oleh asisten dan setelah di tunggu lama ternyata belum juga ada zat yang menetes. Selain itu, bunsen juga sering mati di tengah tengah praktikum yang akan menyebabkan suhu akan turun lagi sehingga proses distilasi tidak berjalan dengan baik. Pada proses distilasi ini juga hanya dihasilkan suhu tetesan pertama karena faktor tersebut sehingga praktikan tidak dapat menentukan indeks biasnya. c. Distilasi azeotrop terner Pada distilasi ini menggunakan campuran azeotrop antara metanol dengan air. Distilasi ini mirip dengan distilasi sederhana dalam hal menggunakan campuran metanol-air tetapi alat yang digunakan adalah alat untuk distilasi bertingkat. Selain itu pada campuran air-metanol ditambahkan benzena yang befungsi membentuk ikatan yang lebih kuat antara air dengan metanol. Ikatan yang kuat ini menyebabkan terbentuknya campuran yang bersifat azeotrop. Suhu yang diperoleh pada tetesan pertama adalah 58C, yang berarti distilat mendidih pada suhu ini. Adapun indeks bias distilat yang didapat pada percobaan ini adalah 1,352825 sedangkan indeks bias benzen dari literatur adalah 1,498. Hal ini menunjukkan bahwa distilah yang diperoleh tidak benar benar murni dan bukan merupakan senyawa tunggal murni karena indeks biasnya tidak sesuai dengan indeks bias air, metanol, maupun benzen. Hal ini menunjukkan bahwa destilat juga merupakan sistem azeotrop, sehingga penambahan benzen pada sistem azeotrop metanol-air tidak memiliki pengaruh untuk memecahkan ikatan metanol-air tersebut. Kemungkinan lain adalah benzen yang ditambahkan tidak cukup kuat untuk memecahkan ikatan metanol-air, dan hal ini dapat disebabkan oleh jumlah benzen yang kurang atau konsentrasi benzen yang tidak memenuhi syarat. Jika proses distilasi biasa dan distilasi bertingkat dialurkan dalam satu grafik maka akan memberikan kurva yang memiliki informasi efesiensi pemisahan suatu komponen. Kelebihan distilasi bertingkat daripada distlasi sederhana dapat dilihat pada datarnya kurva yang berarti titik didih lebih akurat dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik didih fraksi tiap komponen. Akan tetapi, pada percobaan kali ini praktikan tidak dapat memberikan grafik dari hasil percobaan dikarenakan tidak adanya data. Hal ini disebabkan adanya kesahalan kesalaha yang terjadi selama percobaan dan minimnya waktu yang tersedia. PEMISAHAN DAN PEMURNIAN ZAT PADAT a. Asam Benzoat Pada awalnya sampel asam benzoat kotor yang berwarna biru muda keputihan di larutkan dalam pelarut panas dan di tambah norit untuk menyerap berbagai pengotor yang ada dalam sampel. Hal ini dapat terjadi karena norit mempunyai daya absorpsi yang sangat besar. Sifat ini berkaitan erat dengan struktur kimia norit yang berbentuk cincin dan didalamnya terdapat rongga yang memiliki kekuatan untuk mengabsorpsi. Larutan kemudia dipanaskan dengan tujuan untuk menghindari penyempitan rongga pada struktur norit agar dapat menyerap pengotor dengan baik sehingga menghasikan kristal yang benar benar murni. Setelah kristal di saring dengan corong Buchner dengan peralatan isap, akan didapat kristal murni berwarna putih dengan berat 0,4 g, sedangkan berat sampel asam benzoat kotor 2 g.
Adanya pengurangan berat tersebut diakibatkan hilangnya zat pengotor yang terserap oleh norit yang kemudian di saring. Akan tetapi hal ini juga dipengaruhi oleh adanya sebagian kecil kristal yang masih menempel pada kertas saring dan tidak ikut tertimbang. Setelah kristal di timbang, kita menguji kemurniannya dengan melakukan uji trayek titik leleh dengan menggunakan cara kapiler (melting block). Semakin dekat trayek titik leleh yang diperoleh dengan literatur maka kristal yang di peroleh semakin murni. Trayek yang diperoleh adalah 116 118C. Hal ini berarti kristal mulai meleleh pada suhu 116C dan meleleh semuanya pada suhu 118C. Adapun titik leleh kristal asam benzoat dalam literatur adalah 122,4C. Hal ini menunjukkan bahwa kristal yang diperoleh dari percobaan belum benar benar murni dan masih mengandung pengotor. Zat pengotor tersebut yang menyebabkan penurunan titik leleh kristal (hukum Raoult tentang campuran ideal). Selain itu, zat pengotor akan akan mengganggu struktur kristal dan memperlemah ikatan ikatannya sehingga asam benzoat kotor akan mempunyai titik didih yang lebih rendah daripada asam benzoaty murni. Hal ini juga dapat di bandingkan denga sampel asam bezoat kotor yang belum direkristalisasi yang mempunyai trayek titik didih 98 100C yang berarti sampel ini lebih tidak merni dari kristal yang diperoleh. Zat murni mempunyai titik leleh yang lebih tinggi karena adanya kestabialn dalam struktur kristalnya. Dalam percobaan ini, asam benzoat yang diperoleh belum benar benar murni. Hal ini disebabkan oleh adanya banyak faktor antara lain adalah proses penyaringan yang tidak sempurna sehingga masih ada pengotor yang masih ikut tersaring. Hal ini dikarenakan zat yang mudah menggumpal dalam keadaan dingin dan menyebabkan melebar pada saat penyaringa yang memungkinkan ada yang keluar dari kertas saring dan ikut jatuh ke tempat penampungan. Hal ini juga dapat mempengaruhi jumlah kristal yang di peroleh karena menggumpal dan menempel pada kertas saring. Hal lain yang mungkin terjadi adalah proses pengeringan yang kurang sempurna sehingga kristal masih mengandung air yang dapat menurunkan trayek titik lelehnya. Selain itu kesalahan yang mungkin di lakukan adalah kekurangtepatan dalam membaca trayek titik leleh karena kurang koordinasi antara praktikan yang mengamati asam benzoat dan praktikan yang membaca skala suhu pada termometer. b. Sublimasi Sublimasi merupakan salah satu cara pemisahan dan pemurnian zat padat yang mempunyai tekanan uap relatif tinggi pada suhu dibawah titik lelehnya. Pemurnian dengan metode sublimasi ini dapat di lakukan karena adanya perbedaan kemampuan untuk menyublim pada suhu tertentu antara zat murni dengan pengotornya. Pada sublimasi kamper, kita langsung memanaskan nya dalam cawan penguapan yang ditutup oleh kaca arloji yang diberi es batu yang berfungsi untuk mendinhinka uap kamper sehingga kamper yang menyublim dapat langsung berubah menjadi fasa padat dan dapt dipisahkan dari pengotornya. Pada percobaan, trayek titik leleh yang di peroleh adalah 72 78C (zat mulai meleleh pada suhu 72C dan meleleh semua pada suhu 78C) , sedangkan titik leleh dari literatur adalah 80,2C. Hal ini menunjukkan bahwa zat yang diperoleh belum benar benar murni karena trayek titik leleh masih jauh dari data literatur dan trayek masih lebar yaitu 6C. Adanya hasil sublimasi yang kurang murni mungkin disebabkan oleh banyak hal, salah satunya adalah pengaruh lingkungan terutama takanan dalam laboratorium yang tidak bisa di kendalikan oleh praktikan. Sublimasi dapat terjadi jika terdapat zat padat denga tekanan uap relatif tinggi pada suhu dibawah titik lelehnya, jika tekanan uap pada laboratorium pada laboratirium berbeda maka tekanan uap kamper juga akan berubah yang akan menyebabkan tidak semua pengotor dipisahkan dari kamper saat pemanasan dihentikan sehingga
mengurangi titik leleh kamper. Hal lain yang mungkin terjadi adalah ketidakcermatan dalam pembacaan trayek titik leleh ketika melakukan uji titik leleh dengan cara kapiler.