Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS PENYAKIT GINJAL KRONIK

Pembimbing dr. Ahmad Muhar

disusun oleh: Citra Aryanti Marianto Gembira Ira Hutahaean Yunita Manurung Novita Yudiana Pangaribuan 080100050 080100112 080100163 080100255 080100371

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RUMAH SAKIT DR. PIRNGADI MEDAN 2012

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan hidayah-Nya sehingga laporan kasus ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya. Pada laporan kasus ini kami menyajikan makalah mengenai laporan kasus penyakit ginjal kronik. Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan pula terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Ahmad Muhar atas kesediaan beliau sebagai pembimbing kami dalam penulisan laporan ini. Besar harapan kami, melalui laporan ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai penyakit ginjal kronik semakin bertambah. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya kesehatan.

Medan, 9 September 2012

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... KATA PENGANTAR .................................................................................. DAFTAR ISI ................................................................................................. BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................ 1.1. Latar Belakang ................................................................... 1.2. Tujuan ................................................................................ 1.3. Manfaat ..............................................................................

i ii iii 1 1 3 3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 4 2.1. Definisi Penyakit Ginjal Kronik ........................................ 4 2.2. Epidemiologi Penyakit Ginjal Kronik ............................... 4 2.3. Etiologi dan Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik ............ 5 2.4. Diagnosa Penyakit Ginjal Kronik ...................................... 8 2.5. Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik .................................. 13 2.6. Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik .................................. 21 2.7. Prognosa Penyakit Ginjal Kronik ...................................... 21 CATATAN MEDIK PASIEN ..................................................... 22 KESIMPULAN ............................................................................ 34

BAB 3 BAB 4

DAFTAR PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Penyakit ginjal kronik merupakan masalah medik, sosial dan ekonomi

yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang yang memiliki sumber-sumber terbatas untuk membiayai pasien dengan gagal ginjal terminal. Sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang ini jarang memiliki registrasi nasional untuk penyakit ginjal. Dengan demikian insidensi dan prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) serta bebannya terhadap sistem pelayanan kesehatan pada pasien dengan gagal ginjal terminal tidak diketahui. Insidensi tahunan gagal ginjal terminal dilaporkan bervariasi mulai dari 4 per sejuta di Bolivia sampai 254 per sejuta penduduk di Puerto Rico.1 Indonesia termasuk negara dengan morbiditas dan mortalitas penderita penyakit gagal ginjal yang cukup tinggi. Diperkirakan 100 per sejuta penduduk atau sekitar 20.000 kasus baru gagal ginjal dalam setahun. Berbagai masalah ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal karena sebagian besar pasien datang pada keadaan stadium akhir dan membutuhkan tindakan hemodialisis akibat keadaan asimptomatik pada stadium awal. Menurut data dari Pernefri (2004), sekitar 70.000 penderita gagal ginjal di Indonesia menderita gagal ginjal stadium akhir dan hanya setengah yang menjalankan hemodialisis terkait masalah biaya, dan sebagainya. Hal ini menyebabkan tingkat mortalitas yang cukup tinggi. Gagal ginjal kronik menempati urutan ke 6 penyebab kematian pasien yang dirawat di rumah sakit diseluruh Indonesia.2 Sekitar 50% dari penyakit ginjal kronik disebabkan oleh diabetes mellitus, 27% disebabkan hipertensi, 13% disebabkan glomerulonefritis dan penyebab lain hanya berkisar 10%. Terkait hipertensi, diketahui prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Yang menarik di sini adalah hipertensi dan penyakit ginjal kronik sama-sama bersifat asimptomatik pada stadium awalnya sehingga penderita cenderung tidak menyadari sudah terkena penyakit tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu

skrining dan diagnosis yang terpadu untuk segera mengenali kedua penyakit tersebut. Hal ini disebabkan karena pada penyakit ginjal kronik, kehilangan nefron bersifat ireversibel sehingga penderita dengan GFR <15 ml/menit/1,73m2 harus menjalani hemodialisis. Selain itu, komplikasi yang ditimbulkan sangat berbahaya dan mortalitas juga sangat tinggi.3,4 Oleh sebab itu penyusunan laporan kasus ini bertujuan untuk menjelaskan lebih dalam tentang penyakit ginjal kronik ec. hipertensi nefropati ditujukan untuk dokter dan praktisi klinis yang membaca laporan kasus ini. Diharapkan setelah membaca laporan kasus ini, pembaca dapat sedikit ataupun lebih banyak mengerti tentang penyakit ginjal kronik ec. hipertensi nefropati dan tentang tatalaksananya di Rumah Sakit.

1.2.

Tujuan Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk lebih mengerti dan

memahami tentang penyakit ginjal kronik dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.

1.3.Manfaat Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara umumnya agar dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai penyakit ginjal kronik.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi Penyakit Ginjal Kronik Penyakit ginjal kronik adalah adalah suatu keadaan klinis yang ditandai

dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Kriteria definisi CKD: 1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional dengan atau tanpa laju filtrasi glomerulus dengan manifestasi kelainan patologis(yang ditentukan secara radiologik misalnya, terdapatnya kista, massa, scarring, atropi ginjal; yang ditentukan secara histologik, misalnya kelainan pada hasil biopasi ginjal) atau ditemukannya marker kerusakan ginjal seperti mikroalbuminuria, proteinuria, hematuria, cast(hipertensi tidak termasuk). 2. GFR kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.5,6

2.2.

Epidemiologi Penyakit Ginjal Kronik Data dan studi epidemiologi tentang penyakit ginjal kronik di Indonesia

dapat dikatakan tidak ada. Yang adapun juga langka adalah studi atau data epidemiologi klinik. Pada saat ini tidak dapat dikemukakan pola prevalensi di Indonesia, demikian pula morbiditas dan mortalitas. Data klinik yang ada berasal dari RS Referal Nasional, RS Referal Provinsi, RS Referal Swasta Spesialitik. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa data tersebut berasal dari kelompok yang khusus.4 Kesulitan dalam menentukan angka yang tepat tentang prevalensi penyakit ginjal kronik di Indonesia adalah karena banyaknya pasien yang datang ke rumah sakit dalam stadium terminal atau karena memerlukan dialisis. Namun di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 6%dari populasi dewasa menderita gagal

ginjal kronik dengan GFR > 60 mL/min per 1.73m2 (stadium 1 dan 2 ) dan 4.5% berada dalam stadium 3 dan 4.2

2.3.

Etiologi dan Patofisiologi Penyakit Ginjal Kronik

Tabel 2.1. Penyebab utama Penyakit Ginjal Kronik6 Penyebab Contoh Glomerulopati (primer) Fokal glomerulosklerosis Nefropati IgA Membranoproliferatif gromerulonefritis Nefropati membranosa Glomerulopati terkait penyakit Amiloidosis sistemik dan sekunder Hepatitis B dan C Infeksi DM HUS SLE RA Sindroma Goodpasture Glomerulonephritis post-infeksi Wegeners granulomatosis Nefropati herediter Nefritis herediter (sindroma Alports) Penyakit kistik Penyakit ginjal polikistik Hipertensi Glomerulosklerosis malignan Nefroangiosklerosis Uropati Obstruktif BPH Fibrosis retroperitoneal Obstruksi ureter (kongenital, kalkulus, keganasan) Refluks vesikoureter Penyakit makrovaskular ginjal Stenosis arteri renal (aterosklerosis atau dysplasia fibromuskular) Ateroemboli Trombosis vena renalis Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan dua mekanisme: (1) Adanya mekanisme spesifik (contohnya kompleks imun dan mediator inflamasi pada beberapa tipe glomerulonephritis atau paparan toksin pada penyakit tertentu) dan (2) mekanisme progresif berupa hiperfiltrasi dan hipertrofi nefron yang masih berfungsi.

Hipertensi sistemik yang terjadi mengakibatkan hipertensi glomerulus. Ginjal secara normal dilindungi dari hipertensi sistemik dengan adanya mekanisme otoregulasi. Namun, hal ini tidak terjadi pada tekanan darah yang tinggi. Hipertensi glomerulus yang terjadi memicu perubahan lokal pada hemodinamik glomerulus sehingga terjadi kerusakan glomerulus. Respon dari pengurangan jumlah nefron diperantarai oleh hormon vasoaktif, sitokin, dan faktor pertumbuhan. Hipertensi glomerulus normalnya merupakan mekanisme adaptasi nefron yang tersisa untuk meningkatkan kerja glomerulus akibat kehilangan nefron. Dengan adanya mekanisme adaptasi ini, kehilangan 75% jaringan renal hanya mengakibatkan turunnya GFR 50% dari normal.6 Hal ini berarti hipertensi sistemik ditranslasikan secara langsung pada barrier filtrasi glomerulus yang menyebabkan kerusakan glomerulus. Namun, pada saat ini, terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi renal yang mengakibatkan jaringan renal lebih terkekspos dengan jumlah zat berbahaya yang lebih banyak.8 Hipertensi kronik bahkan menyebabkan vasokonstriksi dan sklerosis arteriol yang menyebabkan atrofi glomerulus dan tubulointerstitial. Faktor pertumbuhan lainnya seperti angiotensin II, EGF, PDGF, TGF-, aktivasi kanal ion dan respon gen awal tertentu terlibat dalam hubungan tekanan darah yang tinggi yang menyebabkan proliferasi miointima dan sklerosis pembuluh darah.8 Peningkatan aktivitas RAA yang terjadi juga dapat mengakibatkan hipertrofi dan sklerosis pada nefron yang masih aktif. Sklerosis yang terjadi disebabkan TGF-. TGF- dan faktor pertumbuhan lainnya penting untuk fibrogenesis glomerulus. Sitokin ini menstimulasi sel glomerulus untuk memproduksi ECM, menghambat sintesa protease.8

DIABETES MELLITUS

NEFROPATI DIABETIK

HIPERTENSI

Kerusakan pembuluh darah renal Hipertensi renovaskular Vasokonstriksiiskemia nefron Kerusakan nefron(jumlah nefron ) Aktivasi saraf simpatis aliran darah ke nefron GFR Permeabilitas Vasokonstriksi sistemik dan glomerulus Aktivasi sistem RAA sitokin+GF Kompensasi hiperfiltrasi dan Retensi air dan natrium Hipertropi surviving nefron Peningkatan filtrasi untuk memperbaiki perfusi untuk mempertahankan GFR protein darah ke ginjal dan otak Hipertopi berupa penggantian Reabsorpsi Proteinuria Rangsangan rasa haus jaringan normal dengan jaringan protein ikat (Maladaptasi nefron) TGF- VasokontriksiGFR Fibrosis dan scarring(glomerulosklerosis) Inflamasi (Lingkaran setan) (Iskemianekrosisfibrosis) tubulointerstitial Nefron makin rusak

Nefron tinggal 70%

Dekompensasi mempertahankan GFR Penyakit Ginjal KronikGangguan berbagai organ Gambar 2.1 Patogenesis Penyakit Ginjal Kronik5,6,7,8,9,10

2.4.

Diagnosis Penyakit Ginjal Kronik Ketika pasien datang yang kita lakukan pertama kali adalah menentukan

apa benar pasien menderita gagal ginjal menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Kemudian, tentukan juga apakah gagal ginjal tersebut akut atau pun kronik. Penyakit ginjal akut bersifat reversibel, jadi gejala yang ditimbulkan

tidaklah terlalu berarti.9 Berbeda dengan penyakit ginjal kronik yang kronis dan irreversibel, menimbulkan manifestasi gejala pada seluruh tubuh, baik keseimbangan cairan tubuh maupun gangguan fungsi organ. Gangguan elektrolit biasanya terjadi apabila jumlah nefron telah berkurang lebih dari 60-70%.5,7,10 Tabel 2.2 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik10 Stadium 1 2 3 GFR(ml/menit/1,73 m2) >90 60-89 30-59 Gangguan metabolik Asimptomatik, kadar kreatinin mulai meningkat PTH mulai meningkat, kadar urea dan kreatinin serum telah meningkat Aborpsi kalsium menurun, malnutrisi, hipernatremia, hipertensi, LVH, anemia, mual, muntah Hiperfosfatemia, asidosis metabolik, peningkatan trigliserida, hiperkalemia, pruritus Uremia atau azotemia

15-29

<15 atau memerlukan dialisis

Pemeriksaan dilakukan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium baru melakukan pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan dilakukan secara bertahap untuk menyingkirkan diagnosis banding lain dan untuk mengidentifikasi penyebab penyakit. Pada anamnesis, tanyakan gejala utama dan gejala tambahan, anamnesis periodisitas dan kronisitas gejala. Kemudian, analisis gejalanya secara lebih mendalam. Tanyakan juga keadaan yang mungkin menjadi faktor resiko hipotesis awal, riwayat keluarga dan riwayat pemakaian obatobatan.11,12 Gejala gangguan ginjal belum begitu tampak pada penderita gagal ginjal akut, apalagi pada pasien stadium awal, penderita hanya akan mengeluhkan oliguria. Keluhan penderita gagal ginjal akut biasanya lebih terorientasi pada penyakit penyebab gagal ginjal akut. Penderita gagal ginjal akut akibat gangguan prerenal akan mengeluhkan keadaanya yang sesak karena hipertensi, rasa haus(dehidrasi) karena diare atau sepsis. Penderita gagal ginjal akut akibat gangguan renal akan mengeluhkan sesuai gejala dari kerusakan ginjal. Penderita gagal ginjal akut akibat gangguan postrenal akan mengeluhkan nyeri kolik akibat

batunya ataupun Lower Urinary Tract Syndrome akibat BPH. Akan tetapi, bila penderita gagal ginjal akut sudah menuju ke tahap L/E dari RIFLE, gejala seperti lemah, lesu, anoreksia, mual, muntah, gatal-gatal, rentan terhadap pendarahan bahkan bisa terjadi kejang-kejang.12,13,14 Pasien gagal ginjal kronik yang masih berada dalam stadium 1 dan 2 biasanya masih asimptomatik. Stadium 3 dan 4 terjadi poliuria, nokturia, badan lemah, nafsu makan berkurang dan penurunan BB. Stadium 4/5 telah terjadi gejala sistemik uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, mual, muntah, pruritus, osteomalasia, rentan infeksi, gangguan keseimbangan air dan gejala terus memburuk sampai indikasi transplantasi ginjal. Penderita gagal ginjal kronik dengan komplikasi, akan mengehipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida). 10,14 Gejala yang dialami penderita gagal ginjal akut dan kondisi akut pada gagal ginjal kronik biasanya sama. Bedanya, pada kondisi akut gagal ginjal kronik, penderita akan mengeluhkan sesak nafas yang lebih berat dibanding penderita gagal ginjal akut. Hal ini akibat komplikasi gagal ginjal kronik pada kardiovaskular yang progresif. Selain itu, penderita gagal ginjal akut selalu mengeluhkan oliguria atau anuria, sedangkan urinari penderita gagal ginjal kronik tahap awal masih normal atau bahkan mengalami poliuria akibat kompensasi nefron. 6,10,15 Setelah itu, eksplorasi faktor risiko untuk menentukan penyebab. Faktor risiko penderita Acute Kidney Injury terbanyak adalah akibat dehidrasi, hipertensi, gagal jantung, nekrosis tubular akut dan hanya sedikit yang disebabkan obstruksi saluran kemih. 50% dari gagal ginjal kronik disebabkan oleh diabetes mellitus, 27% disebabkan hipertensi, 13% disebabkan glomerulonefritis dan penyebab lain hanya berkisar 10%. Perlu ditanyakan obat-obat yang digunakan sebelumnya seperti diuretik, NSAIDS, ACE-inhibitor, atau ARB untuk mengidentifikasi obatobatan yang nefrotoksik. Selain itu, riwayat keluarga penderita gagal ginjal menjadi suatu faktor resiko penting timbulnya hal yang sama pada keturunannya.16

Setelah anamnesis, selanjutnya lakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dianjurkan dilakukan pada ginjal, jantung, paru dan abdomen untuk menyingkirkan asumsi penyakit lain dan untuk menentukan apakah terdapat komplikasi pada organ tersebut. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. 5,17 Pada pemeriksaan fisik prerenal gagal ginjal akut ditemukan hipertensi, penurunan tekanan vena jugularis, berkurangnya turgor kulit, dan membran mukosa yang kering. Untuk gangguan sirkulasi yang menyebabkan prerenal ARF, dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik penyakit hati kronik, gagal jantung lanjut, sepsis, dan sebagainya(tergantung etiologi). Apabila pada kulit didapati petekie, purpura, ecchymosis menandakan kemungkinan gagal ginjal akut yang berhubungan dengan pembuluh darah. Ditemukannya uveitis mengindikasikan adanya nefritis interstitial dan necrotizing vasculitis. Ocular palsy menandakan keracunan etilen glikol atau necrotizing vasculitis.5,1018 Umumnya pemeriksaan fisik pada gagal ginjal kronik tidak begitu membantu namun dapat mengetahui etiologi atau komplikasi yang telah terjadi. Hal ini disebabkan karena pada stadium awal, penderita gagal ginjal kronik masih belum menunjukkan kelainan apapun. Tetapi, bila sudah menimbulkan komplikasi, gejala akan sangat parah. Pada inspeksi penderita gagal ginjal kronik akan tampak pucat. Penderita gagal ginjal akut, kecuali gagal ginjal akut yang disebabkan anemia, tidak akan terlihat pucat.Pemeriksaan Pada palpasi dan perkusi ginjal akan dirasakan ginjal yang semakin mengecil. Pemeriksaan palpasi dan perkusi jantung akan menunjukkan pembesaran ventrikel kiri. Dan identifikasi murmur saat auskultasi. Pemeriksaan perkusi paru-paru juga sering menimbulkan bunyi redup yang menunjukkan terdapatnya edema paru.12,13 Setelah pemeriksaan fisik, lanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan BUN, pemeriksaan kreatinin, pemeriksaan elektrolit dan urinalisis (protein, sedimen urin dan kultur urin bila terdapat tanda infeksi). Untuk konfirmasi gagal ginjal termasuk gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronik, lakukan pemeriksaan USG. Untuk pasien yang dicurigai penderita

10

gagal ginjal kronik, wajib dilakukan pemeriksaan radiologik jantung berupa foto toraks maupun EKG. Selain itu, pemeriksaan penunjang harus dilakukan juga sesuai dengan penyakit penyerta. Misalnya, lakukan pemeriksaan KGD atau reduksi urin pada penderita DM, faal hati (SGOT, SGPT) pada pasien dengan gangguan hati, foto polos dan IVP pada penderita dengan gangguan ginjal atau obstruksi saluran kemih (pertimbangkan juga kadar ureum dan kreatinin sebelum melakukan IVP). 7,19,20 Pemeriksaan Hb bisa menjadi suatu patokan awal untuk membedakan gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Hb (normal= 12-16 g/dL)8 yang menurun (anemia normokrom normositik) dijumpai pada penderita gagal ginjal kronik.6,19 Selain itu, pada penderita gagal ginjal kronik sering juga ditemukan disfungsi platelet dan trombositopenia akibat uremia.10 Pemeriksaan leukosit untuk menentukan ada tidaknya terjadi komplikasi infeksi saluran kemih atau sepsis. Pada pasien gagal ginjal stadium akhir biasanya menunjukkan keadaan leukopenia.21 Peningkatan BUN (ureum normal=20-40 mg%)13 dan kreatinin merupakan pertanda khas untuk gagal ginjal, baik gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik. Bedanya, penderita gagal ginjal akut menunjukkan penurunan ureum secara tiba-tiba, sedangkan penderita gagal ginjal kronik menunjukkan peningkatan ureum yang perlahan.10 False postive terjadi pada pasien dengan intake protein yang tinggi. BUN juga mungkin meningkat pada pasien dengan perdarahan pada mukosa dan saluran pencernaan, dan pengobatan steroid. Kadar kreatinin darah diperiksa untuk menentukan stadium penyakit melalui perhitungan GFR dengan rumus: GFR (ml/menit/1,73m2)= 186 x (Kreatinin serum)-1,154 x (Umur)-0,203 x (0,742 pada wanita) x (1,21 pada orang kulit hitam).7,13 Pemeriksaan protein urin pada penderita gagal ginjal akut biasanya +2 dan + pada penderita gagal ginjal kronik. Pemeriksaan sedimen urin penderia gagal ginjal akut bila terdapat hemautir menunjukkan eritrosit yang banyak dan silinder eritrosit. Penderita gagal ginjal kronik menunjukkan eritrosit yang sedikit, leukosit pada urin, waxy xast, broad renal dan failure cast.14

11

USG merupakan diagnosis pasti untuk membedakan gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik. Gejala akut gagal ginjal akut hampir sama dengan gejala akut pada gagal ginjal kronik. Penting untuk membedakan kedua hal ini sebab akan sedikit berbeda dalam prosedur diagnosis, penatalaksanaan dan prognosisnya. Yang dinilai pada USG adalah ukuran ginjal. Pada pasien gagal ginjal kronik, ukuran ginjalnya telah atropi sebab pengurangan nefron yang irreversibel dan digantikan oleh jaringan ikat (fibrosis dan sklerosis). Berbeda dengan gagal ginjal akut yang reversibel, ukuran ginjal masih tampak normal.7,13 Karena komplikasi utama gagal ginjal kronik adalah gangguan gagal ginjal kronik, pada penderita gagal ginjal kronik harus dilakukan penilaian fungsi jantung. Biasanya pemeriksaan penunjang yang dipilih adalah foto toraks dan EKG. Biasanya, hasil pemeriksaan akan mengarah pada pembesaran ventrikel kiri akibat hipertensi dan anemia dan bisa juga menunjukkan gambaran gagal jantung.10,21

2.5.

Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik Prinsip penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:5 Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition) Memperlambat perburukan (progression) fungsi ginjal Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

Tabel 2.3 Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan Derajatnya5 Derajat 1 LFG (ml/menit/1,73m2) 90 Rencana tatalaksana Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi pemburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskular Menghambat perburukan(progression) fungsi ginjal Evaluasi dan terapi komplikasi Persiapan untuk terapi pengganti ginjal Tetapi pengganti ginjal

2 3 4 5

60-89 30-59 15-30 < 15

12

a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat. b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk keadaan pasien, antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya. c. Menghambat perburukan fungsi ginjal Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus. Cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah:22 Diet dengan jumlah kalori 30-35 kkal/kgBB/hari, pengaturan asupan karbohidrat 50-60% dari kalori total, pengaturan asupan lemak 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh, garam 2-3 gram/hari, kalium 40-70 mEq/kgBB/hari, fosfor 5-10 mg/kgBB/hari, dan pembatasan jumlah protein sebagai berikut: Tabel 2.4 Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik23 LFG (ml/menit) >60 25-60 5-25 Asupan protein g/kg/hari Tidak dianjurkan 0,6-0,8/kg/hari, termasuk 0,35 gr/kg/hari nilai biologi tinggi 0,6-0,8/kg/hari, termasuk 0,35 gr/kg/hari protein nilai biologi tinggi atau tambahan 0,3 gr asam amino esesial atau asam keton 0,8/kg/hari (+1 gr protein / g proteinuria atau 0,3 g/kg tambahan asam amino esensial atau asam keton Fosfat g/kg/hari Tidak dibatasi 10 g 10 g 9g

< 60 (sindrom nefrotik)

13

d. Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskular Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting, karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovakular adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia, dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.

e. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium V, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa: Hemodialisis

Gambar 2.2 Mekanisme Hemodialisis24

14

Pada hemodialisis, darah penderita dipompa oleh mesin kedalam kompartemen darah pada dialyzer. Dialyzer mengandung ribuan serat (fiber) sintetis yang berlubang kecil ditengahnya. Darah mengalir di dalam lubang serat sementara cairan dialisis (dialisat) mengalir diluar serat, sedangkan dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel tempat terjadinya proses

ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara meningkatkan tekanan hidrostatik melintasi membran dialyzer dengan cara menerapkan tekanan negatif kedalam kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zat-zat terlarut berpindah dari darah kedalam cairan dialisat. Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil. Komplikasi yang jarang terjadi misalnya sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan

intrakranial, kejang, hemodialisis, emboli udara, neutropenia, serta aktivasi komplemen akibat dialisis dan hipoksemia. Kontraindikasi dari hemodialisis adalah perdarahan, ketidakstabilan hemodinamik, dan aritmia.24 Pasien hemodialisa harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisis. Asupan protein diharapkan 1-1,2 g/KgBB/hari dengan 50% terdiri atas protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan 40-70 mEq/hari.22 Indikasi dilakukannya hemodialisis pada penderita gagal ginjal stadium terminal antara lain karena telah terjadi:24 o Kelainan fungsi otak karena keracunan ureum (ensepalopati uremik). o Gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit, misalnya asidosis metabolik, hiperkalemia, dan hiperkalsemia. o Kelebihan cairan ( volume overload ) yang memasuki paru-paru sehingga menimbulkan sesak nafas berat. o Gejala-gejala keracunan ureum ( uremic symptoms )

15

Dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari:24 o Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata. o K serum > 6mEq/L o Ureum darah > 200 mg/dl o pH darah < 7,1 o Anuria berkepanjangan (> 5 hari) o Fluid overloaded atau kelebihan cairan yang memasuki paru-paru sehingga menimbulkan sesak nafas berat. Peritoneal Dialisis (PD)

Peritoneal Dialisis (beberapa orang menyebutnya sebagai 'cuci perut') merupakan proses dialisis yang berlangsung di dalam rongga perut memanfaatkan ruang peritoneum. Cairan dialisis/dialisat dimasukkan kedalam rongga perut melalui suatu kateter two way (disebut Tenckhoff catheter) yang lembut, untuk kemudian didiamkan beberapa waktu (disebut dwell time). Antara darah dengan cairan dialisis dibatasi oleh membran peritoneum yang berfungsi sebagai media pertukaran zat. Ketika cairan dialisat berada di dalam rongga peritoneum maka terjadi pertukaran zat-zat, yang berguna akan terserap kedalam darah dan yang tidak berguna (produk limbah dan racun) serta kelebihan air akan terserap kedalam cairan dialisat melalui proses ultrafiltrasi. Ketika klep kateter pengeluaran dibuka, maka cairan dialisis meninggalkan tubuh dengan membawa serta limbah (racun) ditambah ekstra cairan yang tadi diserap dari dalam darah pasien.24 Indikasi pemakaian dialisis peritoneal dapat digunakan pada pasien:24 o o o o o Gagal ginjal akut (dialisat peritoneal akut) Gangguan keseimbangan cairan elektrolit atau asam basa Intoksikasi obat atau bahan lain Gagal ginjal kronik (dialisat peritoneal kronik) Keadaan klinis lain dimana DP telah terbukti manfaatnya Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal telah menjadi terapi pengganti utama pada pasien gagal ginjal tahap akhir hampir di seluruh dunia. Manfaat transplantasi ginjal sudah jelas

16

terbukti lebih baik dibandingkan dengan dialisis terutama dalam hal perbaikan kualitas hidup. Salah satu diantaranya adalah tercapainya tingkat kesegaran jasmani yang lebih baik. Misalnya seorang perempuan muda yang menerima transplantasi ginjal bisa hamil dan melahirkan bayi yang sehat. Manfaat transplantasi ginjal paling jelas terlihat pada pasien usia muda dan pasien diabetes melitus. Cangkok ginjal adalah mencangkokkan ginjal sehat yang berasal dari manusia lain (donor) ke tubuh pasien gagal ginjal terminal melalui suatu tindakan bedah (operasi). Biasanya ginjal cangkokan ditempelkan (dicangkokkan) di sebelah bawah pada pembuluh darah yang sama dari ginjal lama yang sudah 'tidak' berfungsi sedangkan ginjal lama dibiarkan ditempatnya.25 Tabel 2.5 Perbandingan Keuntungan Transplantasi Kronik.24 Transplantasi Ginjal Prosedur Biasanya satu kali Kualitas hidup Baik sekali (jika berhasil) Ketergantungan pada minimal fasilitas medic Jika gagal Dapat HD kembali atau transplantasi lagi Angka kematian pertahun 4-8 % Penatalaksanaan Farmakologis Hipertensi Terapi hipertensi pada CKD non diabetik dan CKD diabetik, level turunnya tekanan darah sistolik dan level proteinuria dipakai sebagai diagnosis dan prognosis progresifitas dan komplikasi CVD pada CKD.26,27 Tabel 2.6 Rekomendasi penatalaksanaan hipertensi pemilihan obat pada CKD27 Clinical assessment of Blood Preffered Agents for CKD, Kidney disease Pressure with (or without) Target Hypertension Blood pressure > < 130/80 ACE Inhibitor or ARB 130/80 mmHg and spot urine total protein to creatinin ratio > 200 mg/g Blood pressure > < 130/80 No prefered anti hipertensi Other agent to reduced CVD risk, target BP Diuretik preffered then BB or CCB Ginjal dan Hemodialisis HD kronik Seumur hidup Cukup baik Besar Meninggal 20-25 %

Diuretik, BB or

17

130/80 mmHg and spot urine total protein to craetinin ratio < 200 mg/g Blood pressure < 130/80 mmHg and spot urine total protein to craetinin ratio > 200 mg/g

CCB

130/80

ACE Inhibitor or ARB

Diuretik preffered then BB or CCB

Gambar 2.3 Manajemen hipertensi pada CKD28

2.6.

Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik Tabel 2.7. Komplikasi CKD berdasarkan derajatnya7,29

Stadium Penjelasan Kerusakan ginjal 1 dengan LFG normal Kerusakan ginjal 2 dengan penurunan LFG ringan Penurunan LFG sedang 3

LFG (ml/menit) 90 60-89

Komplikasi Tekanan darah mulai meningkat - Hiperfosfatemia - Hipokalsemia - Anemia - Hiperparatiroid - Hipertensi - Hiperhomosistenemia - Malnutrisi - Asidosis metabolik - Cenderung hiperkalemia - Dislipidemia - Gagal jantung - Uremia

30-59

Penurunan LFG berat

15-30

Gagal ginjal

< 15

18

2.7. Prognosis Penyakit Ginjal Kronik Prognosis pasien dengan penyakit ginjal kronis berdasarkan data epidemiologi telah menunjukkan bahwa semua penyebab kematian meningkat sesuai dengan penurunan fungsi ginjalnya.3 Penyebab utama kematian pada pasien dengan penyakit ginjal kronis adalah penyakit kardiovaskuler (45%), dengan atau tanpa ada kemajuan ke stage V.30 Penyebab lainnya termasuk infeksi (14%), penyakit cerebrovaskular (6%), dan keganasan (4%). Diabetes, umur, albumin serum rendah, status sosial ekonomik rendah dan dialisis inadekuat adalah prediktor signifikan dalam angka kematian. Angka kematian lebih tinggi pada pasien yang menjalani dialisis dibandingkan pada pasien kontrol dengan umur yang sama. Angka kematian setiap tahun adalah 21,2 setiap seratus pasien per tahun. Angka kelangsungan hidup yang diharapkan pada pasien grup usia 55-64 tahun adalah 22 tahun sementara pada pasien dengan gagal ginjal terminal angka kelangsungan hidup adalah 5 tahun.6 Sementara terapi penggantian ginjal dapat mempertahankan pasien tanpa waktu dan memperpanjang hidup, kualitas hidup adalah sangat terpengaruh.6,7 Transplantasi Ginjal meningkatkan kelangsungan hidup pasien penyakit ginjal kronik stage V secara signifikan bila dibandingkan dengan pilihan terapi lainnya.8,9 Namun, transplasntasi ginjal ini terkait dengan mortalitas jangka pendek yang meningkat (akibat komplikasi dari operasi). Selain transplantasi, intensitas yang tinggi dari home hemodialysis tinggi tampak terkait dengan peningkatan ketahanan hidup dan kualitas hidup yang lebih besar, bila dibandingkan dengan cara konvensional yaitu hemodialiasis dan dialysis peritonial yang dilakukan tiga kali seminggu.29

19

BAB 3 KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD) CATATAN MEDIK PASIEN

No. Reg. RS : 73.88.74 Nama lengkap : Fatimah Tanggal lahir : 3/11/1964 Alamat : Lr.Mangga Medan Marelan Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : Tamat SLTP Jenis Suku : Batak
Dokter Muda Dokter

Umur : 47 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan No. Telepon : -

Status : Menikah Agama : Islam


: Cherly : dr.Ahmad Muhar

ANAMNESIS Autoanamnesis

Tanggal Masuk : 9/9/2012

Alloanamnesis

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Keluhan Utama Deskripsi : Sesak nafas : Hal ini dialami os sejak 5 jam SMRS di mana sesak nafas bersifat terus menerus dan semakin memberat. Sesak nafas tidak berhubungan dengan aktivitas, perubahan posisi, maupun cuaca. Os juga mengeluhkan kedua kaki bengkak (+) sejak 1 hari SMRS, jempol kaki kiri memerah (+), nyeri (+) terutama pada malam hari sehingga os sulit untuk berjalan. Os mengaku selama ini suka makan jeroan dan daging-dagingan dalam porsi yang lumayan banyak. Nyeri dada (-), batuk (-), demam (-), keringat malam (-), penurunan BB (+) 5 kg dalam 2 tahun terakhir, nafsu makan menurun (+), mual (-), muntah (-), nyeri kepala (+). BAK (+) frekuensi berkurang, warna kuning keruh, volume kira-kira botol aqua sedang sudah 2 hari. Riwayat BAK

20

seperti cucian daging (-), BAK berpasir (-), BAK kuning teh pekat (-). BAB (+), frekuensi dan konsitensi normal. Dua tahun yang lalu, os pernah dirawat di RS dr. Pirngadi Medan dengan gejala yang sama dan didiagnosis menderita gagal ginjal stadium akhir melalui hasil pemeriksaan darah dan USG sehingga os disarankan untuk melakukan cuci darah teratur (senin-kamis). Os kemudian teratur

menjalankan cuci darah sehingga gejala sesak nafas tidak lagi dirasakan oleh os. Namun pada jadwal hari kamis terakhir, os tidak melakukan cuci darah. Riwayat hipertensi (+) diketahui os sejak 5 tahun ini dengan tekanan darah tertinggi 200 mmHg, os berobat tidak teratur. Riwayat penyakit gula (-), kolesterol tidak jelas, asam urat tidak jelas. RPT RPO : gagal ginjal stadium akhir, hipertensi, asam urat. : tidak jelas

RIWAYAT KELUARGA : Tidak jelas.

RIWAYAT PRIBADI Tahun Hobi Olah Raga Riwayat Alergi Bahan / obat Gejala Riwayat imunisasi Tahun Jenis imunisasi -

: tidak ada yang khusus : tidak ada yang khusus

Kebiasaan Makanan : tidak ada yang khusus Merokok Minum Alkohol : (-) : (-)

Hubungan Seks Bebas: (-)

21

ANAMNESIS UMUM (Review of System) Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi Umum: Abdomen: Pasien sesak, lemah, kesakitan Tidak ada keluhan Kulit: Ginekologi: Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Kepala dan leher: Alat kelamin: Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Mata: Ginjal dan Saluran Kencing: Tidak ada keluhan BAB sedikit, volume 400 cc/hari Telinga: Hematologi: Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Hidung: Endokrin/Metabolik: Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Mulut dan Tenggorokan: Muskuloskeletal: Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan Pernafasan: Sistem saraf: Sesak nafas Tidak ada keluhan Payudara: Emosi: Tidak ada keluhan Terkontrol Jantung: Vaskuler: Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan DISKRIPSI UMUM Kesan Sakit Gizi BB: 48 kg, TB: 150 cm
Ringan Sedang Berat

RBW= 96% (kesan normoweight)

TANDA VITAL Kesadaran Compos Mentis

Nadi (HR) Tekanan darah

Temperatur Pernafasan

100 x/i Berbaring: Lengan kanan : 200/100 mmHg Lengan kiri : 200/100 mmHg Aksila: 36,5 C Frekuensi: 32 x/i

Deskripsi: Komunikasi sulit, rasa awas terhadap lingkungan baik Reguler, t/v: kuat Duduk: Lengan kanan : 210/110 mmHg Lengan kiri : 210/110 mmHg Rektal : tdp Deskripsi: reguler, cepat dan dalam, abdominotorakal.

22

KULIT: ikterus (-), petekie (-), purpura (-), hematoma (-), edema (+), turgor kulit baik KEPALA DAN LEHER: simetris, TVJ R-2 cm H2O, trakea medial, pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), kaku kuduk (-), bibir sianosis (+) minimal MATA: konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+), sklera ikterik (-), RC +/+, pupil isokor, ka=ki, 3mm TELINGA: dalam batas normal HIDUNG: dalam batas normal RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN: dalam batas normal TORAKS Inspeksi Depan Simetris fusiformis. Belakang Simetris fusiformis.

Palpasi Perkusi

Stem fremitus sulit dinilai Sonor memendek pada lapangan bawah kedua paru

Stem fremitus sulit dinilai Sonor memendek pada lapangan bawah kedua paru

Auskultasi

SP: bronkial pada lapangan SP: bronkial pada lapangan bawah kedua paru bawah kedua paru ST: ronki basah basal pada ST: ronki basah basal pada lapangan bawah kedua paru lapangan bawah kedua paru

JANTUNG Batas Jantung Relatif: Atas : ICR III Sinistra

Kanan : LSD Kiri : 1 cm medial LMCS, ICR V

Jantung : HR: 100 x/i, reguler, intensitas kuat M1>M2, A2>A1 ,P2>P1 ,A2>P, T1>T2

23

ABDOMEN Inspeksi Palpasi : Simetris : Soepel Hati: ttb Limpa : ttb Schuffner : -, Haecket : Perkusi Auskultasi Ginjal : ttb

: timpani : normoperistaltik, double sound (-).

PINGGANG Tapping pain (-), ballotement (-)

EKSTREMITAS: Superior : edema (-/-) Inferior : edema (+/+), kesan inflamasi pada falang I pedis sinistra

ALAT KELAMIN: Tidak dilakukan pemeriksaan

Rectal Toucher (RT): Tidak dilakukan pemeriksaan

NEUROLOGI: Refleks Fisiologis : (+) normal Refleks Patologis : (-)

BICARA: Dalam batas normal

24

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN Darah (9/9/2012) Hb: 7,19 g% Leukosit: 10.200/L Eritrosit: 2,6x106/L Ht: 22,70 % MCV: 87,3/fL MCH: 27,3/fL MCHC: 31,3/fL Trombosit: 201.000/L RDW: 13,3 fL PDW: 15,6 fL MPV: 11,2 fL Kimia Klinik (9/9/2012) Glukosa ad random: 114 mg/dL Ureum: 131mg/dl Kreatinin: 13,96 mg/dl Asam urat: 9,5mg/dl AGDA (9/9/2012) pH: 7,398 pCO2: 26,4 mmHg pO2: 68 mmHg HCO3: 16,4 mmol/L BE: -8,6 mmol/L SaO2: 92,7% Na: 149 mmol/L K: 7,2 mmol/L Cl: 112 mmol/L

25

RESUME DATA DASAR (Diisi dengan Temuan Positif)

Nama Pasien : Fatimah No. RM: 73.88.74 1. KELUHAN UTAMA: Sesak nafas 2. ANAMNESIS : (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat Pengobatan, Riwayat Penyakit Keluarga, dll.) Hal ini dialami os sejak 5 jam SMRS di mana sesak nafas bersifat terus menerus dan semakin memberat. Sesak nafas tidak berhubungan dengan aktivitas, perubahan posisi, maupun cuaca. Os juga mengeluhkan kedua kaki bengkak (+) sejak 1 hari SMRS, jempol kaki kiri memerah (+), nyeri (+) terutama pada malam hari sehingga os sulit untuk berjalan. Os mengaku selama ini suka makan jeroan dan daging-dagingan dalam porsi yang lumayan banyak. Nyeri dada (-), batuk (-), demam (-), keringat malam (-), penurunan BB (+) 5 kg dalam 2 tahun terakhir, nafsu makan menurun (+), mual (-), muntah (-), nyeri kepala (+). BAK (+) frekuensi berkurang, warna kuning keruh, volume kira-kira botol aqua sedang sudah 2 hari. Riwayat BAK seperti cucian daging (-), BAK berpasir (-), BAK kuning teh pekat (-). BAB (+), frekuensi dan konsitensi normal. Dua tahun yang lalu, os pernah dirawat di RS dr. Pirngadi Medan dengan gejala yang sama dan didiagnosis menderita gagal ginjal stadium akhir melalui hasil pemeriksaan darah dan USG sehingga os disarankan untuk melakukan cuci darah teratur (senin-kamis). Os kemudian teratur menjalankan cuci darah sehingga gejala sesak nafas tidak lagi dirasakan oleh os. Namun pada jadwal hari kamis terakhir, os tidak melakukan cuci darah. Riwayat hipertensi (+) diketahui os sejak 5 tahun ini dengan tekanan darah tertinggi 200 mmHg, os berobat tidak teratur. Riwayat penyakit gula (-), kolesterol tidak jelas, asam urat tidak jelas. 3. PEMERIKSAAN FISIK Kepala: konjungtiva palpebra inferior anemis (+/+) Leher: TVJ R-2 cm, bibir sianosis (+) minimal. Toraks: Inspeksi: simetris fusiformis, pernafasan Kussmaul (+) Palpasi: stem fremitus sulit dinilai Perkusi: sonor memendek pada lapangan bawah kedua paru Auskultasi: SP: bronkial pada lapangan bawah kedua paru ST: ronki basah basal pad lapangan bawah kedua paru Abdomen: Inspeksi: simetris Palpasi: soepel, H/L/R : ttb Perkusi: timpani Aukultasi: peristaltik (+) normal Pinggang, inguinal, dan genitalia dalam batas normal Ekstremitas superior: dalam batas normal Ekstremitas inferior: edema (+/+), kesan inflamasi pada falang I pedis sinistra

26

4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah lengkap: anemia Kimia Klinik: hiperkalemia, hiperkloremia, dan gangguan fungsi ginjal AGDA: asidosis metabolik dengan kompensasi penuh, hipoksemia ringan 5. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS Tidak ada pemeriksaan dilakukan

27

RENCANA AWAL Nama Penderita: Fatimah No. RM: 73.88.74 Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnosis, penatalaksanaan dan edukasi) No Masalah Rencana Rencana Rencana Rencana Diagnosis Terapi Monitor Edukasi ing 1 Acute on CKD - Darah - Tirah baring - Balance Menerangkan stage V ec. dd/ lengkap - Diet ginjal cairan dan 1. HN 2. UAN - AGDA 1600 kkal dgn 500 cc menjelaskan + edema paru - Elektrolit 40 gr protein keadaan, + hiperkalemia - Faal ginjal - O2 2-4 L/i penatalaksan + hipoksemia - EKG - IVFD NaCl aan dan ringan + - Foto 0,9% 10 gtt/i komplikasi anemia ec. toraks - Inj.Furosemide penyakit pada penyakit PA/lateral 1amp/8jam pasien dan kronik + - Konsul - Inj.Ceftriaxone keluarga asidosis divisi 1gr/12jam metabolik nefrologi - Captopril dengan dan 3x25mg kompensasi hipertensi - Amlodipine penuh 1x10mg - Allopurinol 1x100 mg - HD cito

28 Tgl 9 September 2012 S Sesak nafas (+) O Sens: cm TD : 170/80 mmHg HR : 90 x/i RR : 40 x/i T : 36,5 oC A P Terapi - Tirah baring - Diet ginjal 1600 kkal dgn 40 gr protein - O2 2-4 L/i - IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i - Inj.Furosemide 1amp/8jam - Inj.Ceftriaxone 1gr/12jam - Captopril 3x25mg - Amlodipine 1x10mg - Allopurinol 1x100 mg Anjuran - Cek elektrolit post HD - Cek AGDA post HD - Foto toraks PA/lateral

10 September 2012

Sesak nafas

Acute on CKD stage V ec. dd/ 1. HN 2. UAN + edema paru + hiperkalemia + hipoksemia ringan + anemia ec. penyakit Kepala: anemia (+/+), bibir kronik + asidosis metabolik dengan sianosis (+) kompensasi penuh Toraks: SP bronkial di lapangan bawah kedua paru, ST ronki basal basal di lapangan bawah kedua paru Abdomen: dalam batas normal Ekstremitas inferior: edema (+/+) Sens: cm CKD stage V ec. dd/ TD : 140/70 mmHg 1. HN 2. UAN + anemia HR : 88 x/i ec. penyakit kronik RR : 24 x/i T : 36,5 oC Kepala: anemia (+/+) minimal, bibir sianosis (-) Toraks: SP vesikuler, ST () Abdomen: dalam batas

- Tirah baring - Diet ginjal 1600 kkal dgn 40 gr protein - O2 2-4 L/i - IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i - Inj.Furosemide 1amp/8jam - Inj.Ceftriaxone 1gr/12jam - Captopril 3x25mg - Amlodipine 1x10mg - Allopurinol 1x100 mg

- Rencana PBJ

29 normal Ekstremitas inferior: edema (-/-) Sens: cm TD : 130/80 mmHg HR : 88 x/i RR : 24 x/i T : 36,5 oC Kepala: anemia (+/+) minimal, bibir sianosis (-) Toraks: SP vesikuler, ST () Abdomen: dalam batas normal Ekstremitas inferior: edema (-/-)

11 September 2012

Sesak nafas

CKD stage V ec. dd/ - Tirah baring 1. HN 2. UAN + anemia - Diet ginjal 1600 kkal dgn ec. penyakit kronik 40 gr protein - Inj.Furosemide 1 amp/8jam - Captopril 3x25mg - Amlodipine 1x10mg - Allopurinol 1x100 mg

- PBJ

33

Kesimpulan : Ibu F, 47 tahun, didiagnosis dengan CKD stage V ec. dd/ 1. HN 2. UAN + anemia ec. penyakit kronik - Ad Vitam - Ad Functionam - Ad Sanactionam : dubia ad malam : dubia ad malam : malam

VERIFIKASI

Dokter Ruangan

Chief of Ward

Sie. Pendidikan

Tanda tangan

dr. Ahmad Muhar

dr. M. Aron Pase

33

BAB 4 KESIMPULAN

Gejala sesak nafas dapat disebabkan karena gangguan pada organ paru, jantung maupun di luar kedua organ. Keadaan sesak nafas akibat gangguan paru biasanya berupa mekanisme asidosis respiratorik yang menunjukkan pola pernafasan cepat dan dangkal. Keadaan sesak nafas akibat gangguan jantung biasanya disebabkan gangguan difusi O2 dan CO2 akibat gagal jantung, hipertensi, aritmia, kardiomiopati maupun perikarditis. Pola sesak nafas yang ditunjukkan berupa dyspnea on exertion atau orthopnea. Gejala sesak nafas yang muncul selain dari gangguan paru dan jantung meliputi akibat dari asidosis metabolik, nyeri, penyakit neuromuskular dan gangguan psikis. Pola seak nafas asidosis metabolik biasanya menunjukkan ciri Kussmaul breathing, pernafasan cepat dan dalam seperti pasien pada kasus ini. Gangguan keseimbangan asam basa sering dijumpai pada kasus gangguan ginjal dan diabetes mellitus. Pasien pada kasus ini juga mengeluhkan BAK yang menurun drastis dalam 2 hari terakhir. Selain itu, terdapat riwayat penyakit ginjal kronik dan lalai melakukan hemodialisis pada jadwal terakhir. Diagnosis menjadi lebih mengarah pada suatu keadaan akut pada penyakit ginjal kronik sesuai dengan definisinya bahwa keadaan akut terjadi pada suatu keadaan penyakit ginjal yang telah menunjukkan penurunan pada fungsi ginjal selama > 3 bulan. Untuk penyebabnya sendiri, pada pasien ini dihipotesiskan disebabkan oleh hipertensi nefropati dan nefropati uric acid mengikut pada riwayat gejala hipertensi dan asam urat yang dialami sekarang. Pada pemeriksaan fisik dijumpai konjungtiva palpebra inferior anemis (+/+), bibir sianosis (+) minimal, SP: bronkial pada lapangan bawah kedua paru, ST: ronki basah basal pad lapangan bawah kedua paru, edema pada kedua ekstremitas inferior, dan kesan inflamasi pada falang I pedis sinistra. Untuk penegakan diagnosis, dilakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah lengkap, AGDA, elektrolit, dan faal ginjal. Hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan kesan anemia, hiperkalemia, hiperkloremia, dan gangguan fungsi ginjal, asidosis metabolik dengan kompensasi penuh, dan hipoksemia ringan. Khusus untuk faal ginjal, perhitungan dengan rumus

33

Kockcroft gault menghasilkan perkiraan GFR = 3,78 ml/menit/1,73 m2. Perhitungan GFR menunjukkan pasien telah berada dalam stadium akhir pada CKD(End Stage of Kidney Disease) dan telah mengalami manifestasi klinis pada berbagai organ. Pasien harus dirujuk untuk mendapat terapi dialisis dan pengaturan diet ketat oleh nefrologis dan ahli gizi. Pasien dianjurkan rawat inap pada saat kondisi akut dan dianjurkan untuk melakukan hemodialisis segera. Setelahnya, pasien harus diedukasi untuk rehabilitasi mengenai diet dan penatalaksanaan untuk kontrol.

33

DAFTAR PUSTAKA

1.

Vijay Kher. End stage renal disease in developing countries. Kidney Int 2002;62:350-62.

2.

Santoso D, Mardiana N, Irwanadi C, Pranawa, Yogiantoro, & Soewanto Referral Pattern in chronic dialysis patients (Abstract). Annual meeting nephrology 2001. Medan November 1-3, 2003.

3.

Study on the prevalence of non insulin dependent diabetes mellitus and impaired glucose tolerance. Highlighting the specific marker of the early renal involvement. Doctoral dissertation. 1996. University Antwerp.

4.

Perkovic V, Cass A, Patel A, Colman S, Chadban S, Neal B. Prevalence and distribution of renal impairement in Thailand-The Interasia study. Nephrology 2004;9(Sppl):P34.

5.

Suwitra K, Markum HMS. Penyakit ginjal kronik; Gagal ginjal akut. In: Sudoyo AR, Setiyohadi N, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 574-580.

6.

http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary_disorders/renal_failure/ chronic_kidney_disease.html

7.

Work Group and Evidence Review Team of National Kidney Foundation-Kidney Disease Outcomes Quality Initiative. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification. American Journal of Kidney Disease [serial on the internet]. 2002 [cited 2010 September 01]; 39(1):[about 356 p.]. Available from:

http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/pdf/ckd_evaluation_classification_strati fication.pdf 8. Matovinovic MS. 2001. Pathophysiology and Classification of Kidney Disease. Electronic Journal of IFCC 20(1): 1-10. 9. Guyton AC, Hall JE. Pengaturan keseimbangan asam-basa; Miksi, diuretik, dan penyakit ginjal. In: Setiawan, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 1996. p. 481-503, 512-522

33

10. Ingram RH, Brady HR, Brenner BM, Karl S, Jacob G, Singh AK. Dyspnea; Acute renal failure; Chronic renal failure; Dialysis in the treatment of renal failure. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo LL, Jameson JL, editors. Harrisons principles of internal medicine 16th edition. New York: Mc-Hill Company; 2005. p. 201-204, 1653-1667.

http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/pdf/ckd_evaluation_classification_strati fication.pdf. 11. NICE team. Early identification and management of chronic kidney disease in adults in primary and secondary care. NICE Clinical Guideline [serial on the internet]. 2008 [cited 2010 September 01]; 16:[about 42 p.]. Available from: http://www.nice.org.uk/nicemedia/live/12069/42116/42116.pdf. 12. Amend WJ, Vincenti FG. Acute renal failure; Chronic renal failure & dialysis. In: Tanagho EA, McAninch JW, editors. Smiths general urology 17th edition. New York: McGraw-Hill Company; 2008. p. 520-532. 13. Agraharkar M. Acute renal failure: overview, differential diagnosis and workup, treatment & medication. Medscape; c1994-2010 [updated 2010 June 29; cited 2010 September 01]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12846757. 14. Haidary AL, Logan JL, Van Myck DB. Acute renal failure; Chronic renal failure. In: Greene HL, Johnson WP, Lemke D, editors. Decision making in medicine: an alogarithmic approach. New York: McGraw-Hill Company; 1998. p. 299-301. 15. Sherwood L. Sistem kemih; Keseimbangan cairan dan asam-basa. In: Santoso BI, editor. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC; 2001. p. 490-500, 520532. 16. Yacoop MM, Kumar P, Clark M. Acute renal failure; Chronic renal failure. In: Kumar P, Clark M, editors. Kumar and clarks clinical medicine 6th edition. Philadelphia: WB Saunders Company; 2001. p. 490-500, 659-681. 17. Campbell MF. Etiology, pathogenesis, and management of renal failure. In: Walsh PC, Vaughan, Wein AJ, editors. Campbell urology 8th edition. Philadelphia: WB Saunders Company; 2002. p. 273-303.

33

18. Kuypers DR. Chronic kidney disease: uremic pruritus. CME; c2009-2010 [updated 2009 Aug 19; cited 2010 September 01]. Available from:

http://cme.medscape.com/viewarticle/587670_2. 19. Andreoli TE, Bennett JC, Carpenter CJ, Plum F. Acute renal failure; Chronic renal failure. In: Abdulezz SR, Bunke M, Singh H, Shah SV, editors. Cecil essentials of medicine 4th edition. Philadelphia: WB Saunders Company; 2001. p. 231-251. 20. Silbernagl S, Lang F. Acute renal failure; Chronic Renal Failure. In: Graham GR, editor. Color atlas of pathophysiology. Stuttgart: Thieme Verlag; 2003. p. 108-113. 21. Lingappa VR. Renal disease. In: McPhee SJ, Lingappa VR, Ganong WF, editors. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine 4th edition. New York: McGraw-Hill Company; 2003. p. 452-462. 22. Centers for Disease Control and Prevention. An Estimated 26 million in the United States have Chronic Kidney Disease. Available Accessed on: from: 12

http://www.cdc.gov/Features/dsChronicKidneyDisease/. September 2012.

23. J.McPhee MD, Steven dkk.2009. Kidney Diseses: Current Medical Diagnosis and Treatment. Chapter 22. United States of America: Mc Graw Hill. 2009. CHAPTER 22 24. Wijaya, Adi Mulyadi. 2010. Kidney or Renal Replacemnet Therapy. Available from:http://www.infodokterku.com/index.php%3Foption%3Dcom_content%26vie w%3Darticle%26id%3D68:terapi-pengganti-ginjal-atau-renal-replacement-therapyrrt%26catid%3D29:penyakit-tidak-menular%26Itemid%3D18&anno=2. Accessed on: 12 September 2012 25. J.McPhee MD, Steven dkk. 2009. Kidney Disease: Current Medical Diagnosis and Treatment. Chapter 22. United States of America: Mc Graw Hill. 26. Brazy P et al. 1989. Progressionn of renal insufficiency: Role of blood pressure. Kid Int vol 35:670-4 27. Ruggenenti P et al. 2008. Role of Remission Clinic in the longitudinal treatment of CKD. J Am Soc Nephrol ,19:1213-24

33

28. Cohen DL, Townsend RR. Is There Added Value to Adding ARB to ACE inhibitor in the Management CKD. JASNexpress 2008, September as

doi:10.1681/ASN.200804381 29. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th ed. New York; McGraw Hill; 2005. P. 1653-63. 30. Goldsmith, David. 2007. Chronic Kidney Disease-Prevention of Progression and of Cardiovascular Complication: ABC of Kidney Disease. Chapter 3. Blackwell Publishing Ltd.

Anda mungkin juga menyukai