Anda di halaman 1dari 13

PRODUKSI BIOETANOL DARI ECENG GONDOK (EICHHORNIA CRASSIPES) DENGAN ZYMOMONAS MOBILIS DAN SACCHAROMYCES CEREVISIAE

ANGGOTA KELOMPOK Muh . Adnan Muslim Widyastuti Kusbandia David R.M Helvi Sulistiani

PENDAHULUAN
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) telah dikenal sebagai gulma air. Hal ini disebabkan karena eutrofikasi yang terjadi di badan air. Eutrofikasi merupakan peristiwa meningkatnya bahan organik dan nutrien (terutama unsur Nitrogen dan Phospor) yang terakumulasi di badan air. Peningkatan bahan organik dan nutrien ini berasal dari limbah domestik, limbah pertanian, dan lain-lain. Bioetanol dapat diproduksi dari berbagai bahan baku yaitu saccharine material, starchy material dan lignocellulose material (Pandey, 2009). Saccharine material dapat langsung difermentasi untuk menghasilkan etanol. Starchy material perlu

dilakukan hidrolisis terlebih dahulu sebelum difermentasi. Lignocellulose material perlu dilakukan
pretreatment untuk mendegradasi strukturnya yang kompleks. Produksi bioetanol terdiri dari beberapa proses, yaitu pretreatment, hidrolisis dan fermentasi. Eceng gondok mengandung hemiselulosa 48,70 0,027% dan selulosa 18,20 0,012% berat basah (Nigam, 2002) dan 4,1% pati pada daun eceng gondok . Beberapa penelitian mengenai produksi bioetanol dengan bahan baku eceng gondok telah dilakukan sebelumnya. Pada tahap pretreatment digunakan campuran NaOH dan H2O2 penelitian ini dilakukan pretreatment dengan pemanasan. dan H2SO4. Pada

Proses hidrolisis terdiri dari tahap likuifikasi dan sakarifikasi. Tahap likuifikasi digunakan jamur Aspergillus niger yang menghasilkan enzim -amilase untuk mendegradasi pati. Tahap sakarifikasi digunakan ragi Saccharomyces cerevisiae yang menghasilkan enzim glukoamilase untuk mengubah polisakarida menjadi gula yang dapat difermentasi (glukosa, galaktosa, manosa dan sebagainya). A. niger juga menghasilkan enzim selulase untuk mendegradasi selulosa. Beberapa mikroorganisme dapat melakukan fermentasi etanol dari substrat hasil degradasi eceng gondok, diantaranya Pichia stipitis NRLL Y-7124 (Nigam, 2002), ragi yang diisolasi dari bermacam-macam hidrosfer . Pada penelitian ini digunakan bakteri Zymomonas mobilis dan Saccharomyces cerevisiae.

METODE
Eceng gondok diambil dari saluran air di sekitar kampus ITS Surabaya. Eceng gondok dibersihkan dan dipotong kecil-kecil, kemudian dikeringkan di dalam oven suhu 60 0C selama 3 hari. Selanjutnya dihaluskan dan diayak. Hasilnya adalah tepung eceng gondok. Ada 3 proses yang dilakukan, yaitu pretreatment, hidrolisis dan fermentasi. . Pretreatment Ada dua macam proses pretreatment yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu pretreatment asam dan pemanasan. Asam yang digunakan adalah asam sulfat 2% (v/v). Sedangkan pemanasan menggunakan autoklaf pada suhu 121 0C selama 30 menit. Proses pretreatment asam dilakukan dengan menambahkan 420 mL asam sulfat 2% (v/v) ke dalam 25 gram tepung eceng gondok, kemudian distirer selama 7 jam. Selanjutnya suspensi eceng gondok dinetralkan dengan 30 mL NaOH 6 M dan ditambah 50 mL buffer asetat 0,1 M (pH 5). Proses pretreatment pemanasan dilakukan dengan memanaskan 25 gram tepung eceng gondok pada suhu 121 0C selama 30 menit. Selanjutnya ditambah 450 mL akuades dan 50 mL buffer asetat 0,1 M (pH 5).

Hidrolisis
Proses hidrolisis meliputi dua tahap, yaitu tahap likuifikasi dan sakarifikasi. Tahap likuifikasi dilakukan variasi seeding ratio jamur A. niger sebagai starter. Variasi seeding ratio sebesar 4/40 (v/v) dan 8/40 (v/v) dengan waktu inkubasi dalam tahap likuifikasi selama dua hari. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 90 0C selama 60 menit. Tahap sakarifikasi dengan ragi S. cerevisiae dengan waktu inkubasi selama satu hari. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 60 0C selama 50 menit. Setelah dilakukan proses sakarifikasi, kadar glukosa diukur dengan metode Nelson-Somogyi. Pembuatan starter jamur A. niger dilakukan dengan menginokulasikan A. niger dalam media PDB (Potato Dextrose Broth) kemudian dishaker pada suhu ruang selama 24 jam. Volume masing masing seeding ratio 4/40 (v/v) dan 8/40 (v/v) berturut-turut adalah 50 mL dan 100 mL. Starter untuk S. cerevisiae dibuat dari S. cerevisiae yang diinokulasikan dalam media PDB sebanyak 100 mL dan dishaker pada suhu ruang selama 8 jam.

Fermentasi
Tahap fermentasi dilakukan selama lima hari. Substrat hasil hidrolisis disaring, kemudian masing-masing 100 mL substrat ditambah starter Z. mobilis dan S. cerevisiae sebanyak 20% (v/v). Starter untuk Z. mobilis dibuat dari media NB (Nutrient Broth) yang diinokulasikan Z. mobilis dan dishaker selama selama 6 jam. Starter untuk S. cerevisiae

dibuat dari media PDB yang diinokulasikan S. cerevisiae kemudian dishaker selama 8 jam.
Cairan hasil fermentasi disampling untuk dianalisis kadar etanol. Sampling dilakukan mulai hari kedua hingga hari kelima.

HASIL DAN DISKUSI


- Pretreatment Biomassa eceng gondok tersusun dari lignoselulosa. Proses Pretreatment dibutuhkan untuk mengubah struktur lignoselulosa agar lebih mudah diakses oleh enzim yang mengubah polimer karbohidrat (selulosa dan hemiselulosa) menjadi gula yang dapat difermentasi (fermentable sugar). Lignoselulosa sebagai penyusun dinding sel tanaman eceng gondok terdiri dari polimer selulosa dan hemiselulosa yang dilindungi oleh lignin. Lignoselulosa memiliki bagian kristalin dan amorf. Struktur kristalin lignoselulosa adalah selulosa yang tersusun dari rantai glukosa yang saling terikat dengan ikatan 1-4 glikosida dan adanya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan, sehingga strukturnya menjadi kokoh. Struktur amorf lignoselulosa adalah hemiselulosa yang tersusun dari glukosa, manosa, galaktosa, xylosa, arabinosa, sejumlah kecil ramnosa dan asam galaktonik. Struktur amorf ini tidak sekuat struktur kristalin sehingga lebih mudah diuraikan melalui proses pretreatment. Tahap pretreatment dengan asam termasuk proses pretreatment secara kimia. Bahan kimia yang umum digunakan adalah H2SO4, H3PO4, HCl. Selain pretreatment dengan asam, proses pretreatment secara kimia lainnya adalah dengan alkali (NaOH,NH3), gas (Cl2, NO2, SO2), agen pengoksidasi (H2O2, ozon) (Pandey, 2009). Tanaman eceng gondok yang mempunyai struktur lignoselulosa (Nigam, 2002) membutuhkan proses pretreatment untuk memecah struktur lignoselulosanya, sehingga dapat dihidrolisis menjadi monosakarida.

Tanaman eceng gondok dikeringkan dan dihaluskan menjadi tepung eceng gondok, sehingga ukuran partikelnya semakin luas. Tepung eceng gondok yang dipaparkan pada suhu tinggi diharapkan dapat memutus ikatan-ikatan dalam polisakarida tepung eceng gondok. Ukuran partikel yang semakin kecil dapat memaksimalkan interaksi partikel tepung eceng gondok dengan enzim-enzim yang dihasilkan dari jamur Aspergillus niger untuk memutus ikatan polisakarida. - Hidrolisis Penelitian ini menggunakan proses hidrolisis secara biologi. Proses hidrolisis ini terdiri dari dua langkah, yaitu likuifikasi dan sakarifikasi. Mikroba yang digunakan adalah jamur Aspergillus niger dan Saccharomyces cerevisiae. Proses hidrolisis merupakan langkah selanjutnya untuk memecah struktur polisakarida menjadi monosakarida. Selulosa merupakan komponen terbesar kedua dari tanaman eceng gondok setelah hemiselulosa. Rantai selulosa yang terhidrolisis akan menghasilkan disakarida selobiosa. Selanjutnya selobiosa yang terhidrolisis lebih lanjut akan menghasilkan glukosa. Selobiosa merupakan disakarida yang tersusun dari dua unit monomer glukosa. Selobiosa diperoleh dari hidrolisis parsial selulosa.

Tabel 1. Kadar glukosa yang terukur setelah tahap hidrolisis

Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar glukosa tertinggi dihasilkan pada sampel B4, yaitu sampel tepung eceng gondok yang dilakukan pretreatment asam, dengan likuifikasi menggunakan A. niger 8/40 (v/v) dan tanpa dilakukan sakarifikasi. Kadar glukosa yang terukur cukup tinggi, yaitu 8414,7287 mg/L. Tingginya kadar glukosa ini kemungkinan karena adanya pengaruh seeding ratio sebesar 8/40 (v/v). Seeding ratio tersebut sebagai tambahan substrat yang mengandung polisakarida dextrose dan pati yang bersumber dari kentang. Polisakarida ini ikut terhidrolisis. Selain itu, sel-sel A. niger yang mati menyebabkan peningkatan kekeruhan sampel. Sel-sel A. niger yang mati juga bereaksi dengan reagen Nelson-Somogyi yang mengandung gula pereduksi, sehingga terukur sebagai kadar glukosa. Polisakarida dapat langsung terhidrolisis tanpa melalui proses sakarifikasi. Hal ini kemungkinan karena selulosa eceng gondok langsung terhidrolisis oleh enzim selulase menjadi glukosa dan tidak melalui tahap

Fermentasi Fermentasi merupakan proses produksi energi dari mikroorganisme dalam kondisi anaerobik (tanpa udara). Mikroorganisme yang melakukan fermentasi etanol harus dapat memfermentasi semua monosakarida yang terkandung dalam media. Penelitian ini menggunakan dua mikroorganisme, yaitu Saccharomyces cerevisiae dan Zymomonas mobilis. Ragi S. cerevisiae dapat memfermentasi substrat glukosa, fruktosa, galaktosa, sukrosa dan pati. Sedangkan bakteri Z. mobilis dapat memfermentasi substrat glukosa, fruktosa dan sukrosa (Sen, 1989). Sebelumnya, S.cerevisiae maupun Z. mobilis dipre-culture selama 24 jam berturut-turut dalam media PDB (Potato Dextrose Broth) dan Nutrient Broth (terdiri dari lactose, pepton dan yeast extract). Pre-culture dimaksudkan untuk memperbanyak sel, sehingga media atau substrat dapat langsungn dimanfaatkan oleh mikroba untuk melakukan proses fermentasi. Proses fermentasi dilakukan selama lima hari untuk melihat tren etanol yang dihasilkan. Sampling dilakukan mulai hari kedua hingga hari kelima. Sampling dilakukan mulai hari kedua karena diasumsikan pada hari pertama mikroba dalam fasa lag (adaptasi) dengan media atau substratnya.

KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Kadar glukosa yang tertinggi pada sampel B4. Sampel ini dihasilkan dari proses pretreatment asam yang dilanjutkan dengan likuifikasi dengan A. niger dengan

seeding ratio 8/40 (v/v) dan tanpa proses sakarifikasi. Kadar glukosa yang terukur
sebesar 8414,7287 mg/L. 2. Kadar etanol tertinggi yang terukur pada kromatografi gas diperoleh pada sampel C3. Tepung eceng gondok yang dipretreatment pemanasan, kemudian dilikuifikasi dengan A. niger dengan seeding ratio 8/40 (v/v) dan dilanjutkan dengan sakarifikasi

kemudian difermentasi dengan S. cerevisiae. Kadar etanol tertinggi sebesar


0,27% dari fermentasi selama 3 hari.

Anda mungkin juga menyukai