Anda di halaman 1dari 0

BAB VI

PEMBAHASAN
Pembahasan adalah kesenjangan yang muncul setelah peneliti melakukan
penelitian kemudian membandingkan antara teori dengan hasil penelitian. Penelitian ini
merupakan penelitian hubungan pengetahuan dan sikap klien Gagal Ginjal Kronik
dengan perilaku hidup sehat di Unit Hemodialisa RSPAD Gatot Soebroto sebanyak 60
responden.
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan yang terjadi antara
Pengetahuan, sikap dengan perilaku hidup sehat klien hemodialisa dengan
variabel, yang ada pada kerangka konsep dimana hasil telah dianalisis secara
univariat dan secara bivariat. Peneliti menyadari ada banyak kelemahan dan
keterbatasan dalam penelitian ini. Karena waktu yang terbatas sehingga jenis studi
yang dilakukan hanya mengunakan studi cross sectional yang ideal penelian ini
dilakukan dengan desain kohort untuk melihat pengaruh pendidikan kesehatan.
Dalam proses pengambilan data sangat terbatas karena pelaksanaan pengambilan
data dilakukan saat pasien menjalani terapi Hemodialisa. Jawaban yang diberikan
responden sangat subjektif karena tidak dibandingkan dengan argumentasi dari
keluarga dan orang terdekat.
Pengambilan data dilakukan tanpa adanya bimbingan dari interviewer
(pencacah), sehingga jawaban yang ada memungkinkan adanya perbedaan persepsi
dalam menjawab pertanyaan. Yang kita yakini jumlahnya tidak terlalu banyak,
sehingga tidak akan mempengaruhi validitas.
B. Pembahasan Univariat
1. Karakteristik Responden
a. Umur
Berdasarkan hasil penelitian di Unit Hemodialisa RSPAD Gatot
Soebroto dapat dilihat bahwa usia 40 tahun merupakan mayoritas responden
gagal ginjal kronik yang melakukan hemodialisa yaitu 43 responden (71,7%),
sedangkan yang melakukan hemodialisa dalam usia < 40 tahun 17 responden
(28,3%).
Kecenderungan banyaknya penderita gagal ginjal dan pergeseran usia
klien sepuluh tahun lebih muda dari 30-40 tahun namun saat ini usia penderita
mulai bergeser ke 20-30 tahun. Fenomena pergeseran usia ini, disebabkan
oleh gagalnya pencegahan primer itu berupa menghindari faktor resiko, salah
satunya adalah dengan menghindari atau menghilangkan kebiasaan merokok.
Merokok memperbesar resiko penyakit pembuluh darah menyempit, termasuk
pembuluh darah ke ginjal. Itulah yang menjadi alasan banyaknya pasien usia
produktif yang mengidap penyakit ginjal. (http://www.geocities.com/24-10-
2008/informasi ginjal.htm).
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian di Unit Hemodialisa RSPAD Gatot
Soebroto dapat dilihat bahwa jenis kelamin laki-laki merupakan jumlah
tertinggi klien gagal ginjal kronik menjalani hemodialisa yaitu 32 orang
(53,3%) sedangkan jenis kelamin perempuan adalah 28 orang (46.7%).
Menurut Oakley (1992), mengatakan bahwa perbedaan jenis kelamin
laki-laki dan perempuan telah dikodratkan Tuhan, oleh sebab itu bersifat
permanent, perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak sekedar bersifat
biologis akan tetapi juga dalam aspek social, cultural. Karakteristik jenis
kelamin dan hubungan dengan sifat keterpaparan dan tingkat kerentanan
memegang peranan tersendiri dalam berbagai penyakit tertentu, ternyata erat
hubungannya dengan jenis kelamin, penyakit yang erat hubungannya dijumpai
pada penyakit kencing manis dan penyakit ginjal, yang sama-sama perlu
pengaturan diet, dan ketaatan dalam pengobatan yang paling penting ketaatan
dalam perilaku hidup sehat.
c. Status Ekonomi
Berdasarkan hasil penelitian di Unit Hemodialisa RSPAD Gatot Soebroto
dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki penghasilan tiap bulan
diatas UMR adalah 51 orang (85%), sedangkan responden dengan penhasilan
dibawah UMR (Rp 972.600) berjumlah 9 orang (15%).
Menurut Notoatmodjo 2007, mengatakan bahwa tingkat ekonomi dapat
mempengaruhi pemilihan metode terapi yang akan digunakan, oleh klien gagal
ginjal kronik, biaya yang harus dikeluarkan oleh kien cukup besar meliputi obat,
pemeriksaan laboratorium, transportasi dan biaya hemodialisa. Aspek penting
lainnya dari biaya adalah adanya komplikasi atau efek samping yang timbul akibat
tindakan hemodialisa.
d. Tingkat Pendidikan
Hasil penelitian di Unit Hemodialisa RSPAD Gatot Soebroto
berdasarkan latar belakang pendidikan formal yang telah diselesaikan, terlihat
bahwa responden yang berpendidikan tinggi (SMA,PT) 47 responden (78,3%)
sedangkan responden dengan pendidikan rendah (SMA,SMP) 13 responden
(21,7%).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan klien di Unit
Hemodialisa RSPAD Gatot Soebroto tergolong memiliki tingkat pendidikan
tinggi (SMA,PT) hal ini dikarenakan sebagian besar klien adalah PNS dan
TNI.
Menurut Notoatmodjo (2003), konsep dasar pendidikan adalah suatu
proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan,
perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih dewasa lebih baik, dan lebih
matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Dalam kegiatan belajar
mempunyai ciri-ciri yaitu : belajar adalah kegiatan yang mengjasilkan
perubahan pada diri individu, kelompok, atau masyarakat yang sedang belajar,
baik actual maupun potensial. Ciri yang kedua dari hasil belajar adalah bahwa
perubahan tersebut didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk
waktu yang relative lama. Ciri ketiga adalah bahwa perubahan itu terjadi
karena usaha dan disadari, dan bukan karena kebetulan. Menurut undang-
undang sistem pendidikan nasional tahun 2003 jenjang pendidikan 2003,
terdiri atas jenjang pendidikan formal dan non formal.
e. Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian di Unit Hemodialisa RSPAD Gatot Soebroto
terlihat bahwa jumlah responden yang mempunyai pengetahuan baik terhadap
perilaku hidup sehat sebanyak 49 orang (81,7%), dan yang mempunyai
pengetahuan buruk sebanyak 11 orang (18,3%).
Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang
tentang keadaan sehat dan sakitnya yang menyebabkan seseorang tersebut bertindak
untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan
kesehatannya atau bahkan meningkatkan status kesehatannya.
(http://puskesmasklk1.web.id/category/promkes/10/11/2008).
f. Sikap Terhadap Perilaku Hidup Sehat
Berdasarkan hasil penelitian di Unit Hemodialisa RSPAD Gatot
Soebroto terlihat bahwa jumlah responden yang mempunyai sikap positip
terhadap perilaku hidup sehat sebanyak 35 orang (58,3%) dan yang
mempunyai sikap negatip terhadap perlaku hidup sehat sebanyak 25 orang (
41,7%).
Sikap adalah kecendrungan untuk merespon secara posirif maupun
negative terhadap suatu objek orang, objek atas situasi tertentu
(Sarwono,2002).
g. Perilaku Hidup Sehat
Berdasarkan hasil penelitian di Unit Hemodialisa RSPAD Gatot
Soebroto terlihat bahwa jumlah responden yang mempunyai perilaku hidup
sehat buruk sebanyak 25 responden (41,7%) dan yang mempunyai perilaku
hidup sehat baik sebanyak 35 responden (58,3%).
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2005) mengajukan klasifikasi
perilaku yang berhubungan dengan kesehtan ( Healt Related Behavior)
sebagai berikut :
1. Perilaku Kesehatan ( Health Behavior), yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan, seperti tindakan-tindakan untuk mencegah
penyakit, kebersihan perorangan memilih makanan, sanitasi dan
sebagainya.
2. Perilaku sakit (illness hehavior), yaitu segala tindakan yang dilakukan
oleh individu yang merasa sakit, untuk kemampuan atau pengetahuan
individu untuk mengidentifikasi penyakti serta usaha-usaha mencegah
penyakit tersebut.
3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yaitu segala tindakan yang
sedang sakit untuk memperoleh kesembuhannya.
C. Pembahasan Bivariat
1. Hubungan Umur Responden dengan Perilkau Hidup Sehat Klien Gagal
Ginjal Kronik.
Berdasarkan hasil penelitian di Unit Hemodialisa RSPAD GAtot Soebroto
hubungan umur responden dengan perilaku hidup sehat klien GGK diperoleh
bahwa dari 17 responden dengan umur < 40 tahun sebanyak 7 responden (41,2%)
mempunyai perilaku hidup sehat buruk dan 10 responden (58,8%) mempunyai
perilaku hidup sehat baik. Sedangkan dari 43 responden yang tergolong usia >40
tahun sebanyak 18 responden (41,9%) memiliki perilaku hidup sehat buruk dan
25 orang (58,1%), memiliki perilaku hidup hidup sehat baik.
Dapat dipahami bahwa makin tua umur makin besar kemungkinan untuk
terserang penyakit, karena makin berlanjut proses aterosklerosis, makin banyak
penyakit yang diderita serta proses menua menyebabkan kemampuan berbagai
organ makin menurun.
Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai P value = 0,31 nilai (0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara usia responden dengan perilaku hidup sehat klien gagal ginjal kronik di
Unit Hemodialisa RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Dan nilai odd Ratio diketahui
0,972 dengan responden umur < 40 tahun, artinya bahwa 0,97 kali memiliki
perilaku hidup sehat lebih baik dibandingkan dengan responden yang berusia >40
tahun.
Tidak adanya hubungan disebabkan banyaknya penderita ginjal dan pergeseran
usia pasien sepuluh tahun lebih muda dari 30-40 tahun naun saat ini usia penderita mulai
bergeser ke 20-30 tahun. Fenomena pergeseran usia ini, disebabkan oleh gagalnya
pencegahan primer itu berupa menghindari faktor resiko, salah satunya adalah dengan
menghindari atau menghilangkan kebiasaan merokok. Merokok memperbesar resiko
penyakit pembuluah darah menyempit, termasuk pembuluh darah ke
ginjal.(http://www.geocities.com/24-10-2008/informasi ginjal html).
2. Hubungan Jenis Kelamin Responden denagn Perilaku Hidup Sehat Klien
Gagal Ginjal Kronik.
Berdasarkan hasil penelitian di Unit Hemodialisa RSPAD Gatot Soebroto
hubungan jenis kelamin responden dengan perilaku hidup sehat klien GGK
diperoleh bahwa dari 36 responden dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 17
responden (47,2%) mempunyai perilaku hidup sehat buruk dan 19 responden
(52,8%) mempunyai perilku hidup sehat baik. Sedangkan dari 24 responden
dengan jenis kelmain perempuan sebanyak 8 responden (33,3%) memiliki
perilaku hidup sehat buruk dan 16 orang (66,7%) memiliki perilaku hidup sehat
baik.
Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai p value = 0,31 nilai (0,05)
sehungga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara jenis kelamin responden dengan perilaku hidup sehat klien gagal ginjal
kronik di Unit Hemodialisa RSPAd Gatot Soebroto Jakarta. Dari nilai Odd ratio
diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin 1,789 kali memiliki perilakau
hidup sehat lebih baik dibandingkan responden dengan jenis kelamin laki-laki.
Dalam hal ini peneliti berpendapat bahwa perempuan cendrung lebih
meperhatikan kesehatannya karena tangguang jawab, peran dalam keluarga sangat
besar disamping melayani suami, juga mengurus dan mendidik anak-anak dan
juga sebagai ibu rumah tangga. Dengan alasan inilah maka perempuan bisa
dikatakan lebih baik dalam berperilaku sehat dalam untuk kehidupan sehari-hari.
Tidak adanya hubungan pada penelitian ini disebabkan karena penyakit
gagal ginjal kronik secara medis dapat meyerang siapa saja baik laki-laki maupun
perempuan dan tidak memandang kelompok umur.
3. Hubungan Penghasilan Responden dengan Perilkau Hidup Sehat Klien
Gagal Ginjal Kronik.
Berdasarkan hasil penelitian di Unit Hemodialisa RSPAD Gatot Soebroto
Jakarta,. Hubungan penghasilan responden dengan perilaku hidup sehat klien
Gagal Ginjal Kronik diperoleh bahwa dari 9 responden dengan penghasilan <
UMR ( Rp 972.600 ) sebanyak 2 responden (22,2%) mempunyai perilaku hidup
sehat buruk, dan 7 responden (77,8%) mempunyai perilaku hidup sehat baik.
Sedangkan dari 51 responden dengan penghasilan > UMR sebanyak 23 responden
(45,1%) memiliki perilaku hidup sehat buruk dan 28 responden (54,9%) memiliki
perilaku hidup hidup sehat baik.
Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai p value = 0,2881, nilai (0,05)
sehingga dapat disimpulakn bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara penghasilan responden dengan perilaku hidup sehat klien gagal ginjal
kronik di Unit Hemodialisa RSPAD GAtot Soebroto Jakarta. Dari nilai 0dd Ratio
diketahui bahwa responden dengan penghasilan < UMR 0,348 kali memiliki
perilaku hidup sehat lebih baik dibandingkan responden dengan penghasilan >
UMR.
Tidak adanya hubungan disini lebih disebabkan karena sebagian besar
responden berpenghasilan diatas UMR jadi proporsi responden dengan
penghasilan kurang dari UMR tidak menjadikan timbulnya perbedaan perilaku
hidup sehat antara reponden yang berpenghasilan dibawah UMR atau responden
dengan penghasilan diatas UMR.
4. Hubungan Pendidikan Responden dengan Perilaku Hidup Sehat Klien Gagal
Ginjal Kronik.
Berdasarkan hasil penelitian di Unit Hemodialisa RSPAD GAtot
Soebroto, hubungan pepndidikan responden dengan perilaku hidup sehat klien
GGK diperoleh bahwa dari 13 responden dengan pendidikan rendah (SD,SMP)
sebanyak 5 responden (38,5%) mempunyai perilaku hidup sehat buruk, dan 8
responden (61,5%) mempunyai perilaku hidup sehat baik. Sedangkan dari 47
responden dengan pendidikan tinggi (SMA,PT) sebanyak 20 responden (42,6%0
memiliki perilaku hidup sehat buruk, dan 27 responden (57,4%) memiliki perilaku
hidup sehat baik.
Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai P value = 0,281, nilai (0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara pendidikan responden dengan perilaku hidup sehat klien gagal ginjal
kronik di Unit Hemodialisa RSPAD Gatot Soebroro Jakarta. Dari nilai Odd Ratio
diketahui bahwa responden dengan pendidikan tinggi (SMA,PT) 0,844 kali
memiliki perilaku hidup sehat lebih baik dibandingkan responden dengan
pendidikan rendah (SD,SMP).
Menurut Notoatmodjo (2007), semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka semakin banyak bahan, materi, atau pengetahuan yang diperoleh
untuk mencapai perubahan tingkah laku yang baik.
Pendidikan menjadi dasar yang penting bagi seseorang karena kemajuan
pengetahuan dan teknologi, dan tingkat pendidikan masyarakat yang lebih tinggi,
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menerima cara-cara pencegahan dan
penanggulangan gagal ginjal kronik.
5. Hubungan Pengetahuan Responden dengan Perilaku Hidup Sehat Klien
Gagal Ginjal Kronik.
Berdasarkan hasil penelitian di Unit Hemodialisa RSPAD Gatot Soebroto
Jakarta, hubungan pengetahuan responden dengan perilaku hidup sehat klien
GGK diperoleh bahwa dari 11 responden dengan pengetahuan buruk sebanyak 9
responden (81,8%) mempunyai perilaku hidup sehat buruk, dan 2 responden
(18,2%) mempunyai perilaku hidup sehat baik. Sedangkan dari 49 responden
dengan pengetahuan baik sebanyak 16 responden ( 32,7%) memiliki perilaku
hidup sehat buruk, dan 33 reponden (67,3%) memiliki perilaku hidup sehat baik.
Dari hasil uji Chi Square diperoleh nilai p value = 0,005 nilai (0,05)
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan responden dengan perilaku hidup sehat klien gagal ginjal kronik di
Unit Hemodialisa RSPAD GAtot Soebroto Jakarta. Dari nilai Odd Ratio diketahui
bahwa responden dengan pengetahuan biak 9,281 kali memiliki perilaku hidup
sehat lebih baik dibandingkan responden dengan pengetahuan buruk.
Pengetahuan merupakan hasil penginderaan terhadap suatu objek tertentu,
pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat tinggi untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) dari pengamatan dan penelitian
terbukti perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
pada perilaku yang tidak didasarkan oleh pengetahuan.
6. Hubungan Sikap Responden dengan Perilaku Hidup Sehat Klien Gagal
Ginjal Kronik
Berdasarkan hasil penelitian di Unit Hemodialisa RSPAD Gatot Soebroto,
hubungan sikap responden dengan perilaku hidup sehat kilien gagal gonjal kronik
diperoleh bahwa dari 25 responden dengan sikap negative sebanyak 19 responden
(76%) mempunyai perilaku hidup sehat buruk, dan 6 responden (24%)
mempunyai perilaku hidup sehat baik. Sedangkan dari 35 responden dengan sikap
positif sebanyak 6 responden (17,1%) memiliki perilaku hidup sehat buruk, dan
29 responden (82,9%) memiliki perilaku hidup sehat baik.
Dari uji Chi Square diperoleh nilai p value = 0,000 nilai (0,05) sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap
responden dengan perilaku hidup sehat klien gagal ginjal kronik di Unit
Hemodialisa RSPAD Gatot Soebroto Jakarta. Dari nilai Odd Ratio diketahui
bahwa responden dengan sikap positif 15,306 kali memiliki perilaku hidup sehat
lebih baik dibandingkan responden dengan sikap negative.
Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang tertutup terhadap
suatu stimulus atau objek, sikap belum merupakan suatu tindakan tetapi adalah
merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap secara nyata menunjukkan
konotasi adanya kesesuaian reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus
social, kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksana motif
tertentu. Sikap adalah kecendrungan untuk merespon secara positif maupun
negatif terhadap suatu objek orang, objek atas situasi tertentu ( Sarwono,2002).
Para ahli psikologi seperti Louis Thruston (1928), Renesis Likert (1932)
dan Charles Osgod menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau
reaksi perasaan seseorang tidak mendukung atau memihak (unfovorabet) pada
objek tersebut ( Azwar, 1998).
Menurut Notoatmodjo (2003:102) sikap terbagi atas beberapa tingkatan
yaitu :
a. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang ( subjek ) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
b. Merespon (responding) memberikan jawaban jika ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi dari sikap tingkat tiga.
d. Bertanggung jawab (responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu
yang dipilihnya dengan segala resiko, adalah merupakan sikap paling tinggi.

Anda mungkin juga menyukai