Anda di halaman 1dari 5

TINJAUAN PUSTAKA

Aripiprazol sebagai Terapi Tambahan pada Gangguan Depresi Mayor


Nurmiati Amir
Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK Gagguan Depresi Mayor (GDM) merupakan gangguan mood yang dikaitkan dengan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas yang signikan. Antidepresan merupakan lini pertama pengobatan GDM. Meskipun antidepresan cukup banyak tersedia, duapertiga pasien tidak mencapai remisi setelah pemberian satu jenis antidepresan dengan durasi dan dosis yang adekuat. Bahkan, beberapa pasien tidak mencapai remisi meskipun telah menggunakan beberapa antidepresan. Tidak tercapainya remisi atau remisi parsial menyebabkan penyakit menjadi kronik, seringnya kekambuhan, buruknya kesehatan sik, rendahnya kualitas hidup dan tingginya risiko bunuh diri. Oleh karena itu, target pengobatan depresi tidak hanya mengurangi gejala tetapi juga membantu pasien mencapai dan mempertahankan remisi. Ada beberapa pilihan terapi untuk pasien yang tidak berespons atau responsnya parsial terhadap antidepresan. Misalnya, mengganti dengan antidepresan lainnya dari klas farmakologik berbeda, mengganti dengan antidepresan lain dari klas farmakologi sama, mengombinasi dua antidepresan dari klas berbeda dan menambah antidepresan dengan obat lain, misalnya litium, hormon tiroid, atau dengan antipsikotika atipik. Beberapa antipsikotika atipik, misalnya risperidon, olanzapin, quetiapin, ziprasidon dan aripiprazol dapat digunakan sebagai terapi tambahan Aripiprazol bekerja sebagai agonis parsial pada reseptor D2, D3, dan reseptor 5-HT1A serta antagonis pada 5-HT2A. Kerjanya pada beberapa reseptor ini memberikan efek antidepresan. Oleh karena itu, ia dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada pasien yang tidak berespons atau responsnya parsial terhadap antidepresan. Beberapa penelitian membuktikan bahwa aripiprazol efektif sebagai terapi tambahan pada GDM dan tolerabilitasnya lebih baik. Kata kunci: depresi, remisi parsial, aripiprazol

PENDAHULUAN Gangguan Depresi Mayor (GDM) merupakan gangguan mood yang dikaitkan dengan mortalitas, morbiditas, dan disabilitas yang signikan. Ia dapat mengenai semua umur dan ras. Polanya hampir sama di dunia. (1) Untuk pasien-pasien yang memenuhi kriteria GDM, terapi farmakologi dan nonfarmakologi harus segera diberikan. Tujuan terapi tidak hanya mengurangi gejala tetapi juga membantu pasien mencapai dan mempertahankan remisi. Meskipun antidepresan tersedia cukup banyak, dua pertiga pasien tidak mencapai remisi setelah pemberian satu jenis antidepresan

dengan durasi dan dosis yang adekuat. Bahkan, beberapa pasien tidak mencapai remisi meskipun telah menggunakan beberapa antidepresan.(2) Tidak tercapainya remisi atau remisi parsial menyebabkan penyakit menjadi kronik, seringnya kekambuhan, buruknya kesehatan sik, rendahnya kualitas hidup dan tingginya risiko bunuh diri.(2) Ada beberapa pilihan terapi untuk pasien yang tidak berespons atau responsnya parsial terhadap antidepresan. Misalnya, mengganti dengan antidepresan lainnya dari klas farmakologik berbeda, mengganti dengan antidepresan lain dari klas farmakologi yang sama, men-

gombinasi dua antidepresan dari klas berbeda dan menambah antidepresan dengan obat lain, misalnya litium, hormon tiroid, atau dengan antipsikotika atipik. Beberapa antipsikotika atipik, misalnya risperidon, olanzapin, quetiapin, ziprasidon dan aripiprazol dapat digunakan sebagai terapi tambahan.(3) Makalah ini akan membahas penambahan aripiprazol terhadap pasien GDM yang tidak berespons atau responsnya parsial terhadap antidepresan. Gangguan Mood Gangguan depresi mayor (lampiran 1) merupakan salah satu bentuk

**Dibacakan di Medan, 15 Januari 2010

| NOVEMBER - DESEMBER 2010

569

Layout CDK Edisi 181 November 2010 dr.indd 569

10/27/2010 2:44:53 PM

TINJAUAN PUSTAKA

gangguan mood atau gangguan yang gambaran utamanya adalah pada mood. Gangguan mood terdiri dari: 1. Gangguan depresi (gangguan depresi mayor, gangguan distimia, gangguan depresi yang tidak dapat diklasikasikan) Gangguan bipolar (gangguan bipolar I, gangguan bipolar II, gangguan siklotimia, dan gangguan bipolar yang tidak dapat diklasikasikan) Gangguan mood akibat kondisi medik umum Gangguan mood akibat (diinduksi) zat

episod depresi. Meskipun demikian, 20%-30% mengalami remisi tidak sempurna yaitu beberapa simtom depresi menetap secara kronik.(9) Gangguan depresi mayor dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas. Pada beberapa pasien, episod pertama depresi dapat berlangsung kronik dan rekuren dengan hendaya fungsi psikososial yang menyeluruh dan bermakna. Dampak depresi terhadap kualitas hidup yang dikaitkan dengan kesehatan terlihat sama atau mungkin lebih berat bila dibandingkan dengan penyakit jantung iskemik atau diabetes melitus.(10) Simtom-simtom GDM yang berkomorbiditas dengan penyakit sik cenderung tidak mencapai remisi dan memperlihatkan tingginya angka kekambuhan selama pengobatan.(11) Dampak GDM yang paling serius adalah bunuh diri. Sebuah penelitian meta-analisis memperlihatkan bahwa prevalensi bunuh diri, selama kehidupan, pada populasi umum adalah 0,5%. Prevalensi bunuh diri pada pasien dengan gangguan mood, gabungan populasi rawat inap dan rawat jalan, adalah 2,2%-8,6%.(12) Depresi juga meningkatkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler.(13) Respon Terapi Antidepresan Sekitar 30% pasien depresi tidak berespons terhadap antidepresan (lampiran 2). Setelah 2-4 minggu pemberian antidepresan, respon terapi hendaklah dievaluasi. Bila tidak adekuat, dosis obat harus dioptimalkan. Dibutuhkan paling sedikit sekitar 8-10 minggu untuk menyatakan penurunan gejala. Bila terapi awal dihentikan karena efek samping yang tidak dapat ditoleransi, penggantian ke terapi lain hendaklah segera dilakukan.(14) Mengganti terapi terlalu cepat dapat menyebabkan kesalahan mengambil simpulan, misalnya menganggap obat tidak efektif sehingga dapat pula mengecewakan pasien. Sebaliknya, mempertahankan terapi terlalu lama tanpa respon, dapat menyebabkan
| NOVEMBER - DESEMBER 2010

pemanjangan penderitaan pasien dan lamanya durasi episod. Konsensus umum adalah, bila tidak terlihat sedikit pun perbaikan setelah 2-4 minggu terapi antidepresan sedangkan dosisnya sudah lebih tinggi dari dosis standar, kemungkinan akan berespons dengan obat tersebut - bila terapi dilanjutkan - sangat kecil. Apabila pasien memperlihatkan respons parsial setelah 2-4 minggu, ada kemungkinan pasien akan berespons sempurna setelah 8-12 minggu.(15) Strategi Mengatasi Respon Parsial atau Tidak Berespons Sebelum pasien dinyatakan tidak berespon atau responnya parsial terhadap antidepresan, reevaluasi keakuratan diagnosis, dosis obat, dan kepatuhan terhadap obat, harus dilakukan. Beberapa strategi untuk mengatasi pasien yang tidak berespon atau res-ponnya parsial tersebut adalah: 1. Mengganti dengan antidepresan lainnya dari klas farmakologik berbeda (misalnya dari SSRI ke TCA) 2. Mengganti dengan antidepresan lain dari klas farmakologi sama (misalnya, dari SSRI ke SSRI lainnya) 3. Mengombinasi dua antidepresan dari klas berbeda (TCA ditambah dengan SSRI). 4. Menambah antidepresan dengan obat lain, misalnya litium, hormon tiroid, atau dengan antipsikotika atipik. Untuk meningkatkan efek antidepresan yang tidak berespon atau responnya parsial, penambahan obat bukan antidepresan dapat dilakukan. Salah satu keuntungan penambahan adalah menghindari periode transisi antara satu antidepresan dengan obat yang ditambahkan. Penambahan ini dapat meningkatkan efek antidepresan yang responnya parsial. Bila obat tambahan bekerja, strategi penambahan dapat mempercepat tercapainya efek obat. Pemberian obat tambahan bermanfaat untuk pasien yang telah mempunyai atau mendapat respon dari antidepresan namun

2.

3. 4.

Epidemiologi dan Perjalanan Penyakit Gangguan depresi mayor ditandai dengan episod depresi mayor tunggal atau berulang. Rerata prevalensi selama kehidupan adalah 16,1% (4,4%18%). Ganguan depresi mayor terjadi sekitar 5%-10% populasi dewasa setiap tahun. Risiko pada perempuan lebih tinggi (rasio 2:1).(5) Sekitar 10% pasien yang mengunjungi pelayanan kesehatan primer, menderita depresi. Sebanyak 50% keluhan utama mereka adalah somatik. Sekitar 25% pasien penderita depresi tersebut, didiagnosis sebagai GDM, 30% adalah depresi minor, dan 45% menunjukkan simtom depresif yang nonspesik.(6) Awitan GDM dapat terjadi pada semua usia bahkan pada anak-anak dan remaja. Ada dua puncak awitan yaitu umur 20-an dan 40-an. Rerata usia awitan yaitu 30 tahun.(7) Bila tidak diobati, episod depresi mayor dapat berlangsung sekitar enam bulan bahkan bisa lebih lama. Farmaka dapat mengatasi fase akut; respons serta remisi dapat tercapai lebih cepat jika diobati dengan baik. Selain itu, GDM merupakan gangguan yang rekuren. Sebanyak 50%-85% dapat kambuh di kemudian hari.(8) Prognosis episod depresif adalah baik. Sebagian besar pasien kembali ke fungsi normalnya setelah sembuh dari
570

Layout CDK Edisi 181 November 2010 dr.indd 570

10/27/2010 2:44:53 PM

TINJAUAN PUSTAKA

belum optimal. Penambahan dapat menghindari hilangnya respon atau perbaikan yang telah dicapai. Salah satu strategi adalah penambahan antipsikotika atipik terhadap antidepresan yang responnya parsial atau tidak berespons. Ada beberapa antipsikotika atipik yang dapat digunakan, misalnya aripiprazol, olanzapin, risperidon dan quetiapin.(16,17) Aripiprazol Sebagai Terapi Tambahan Aripiprazol merupakan antipsikotika yang prol farmakologiknya berbeda dengan antipsikotika atipik lainnya. Ia merupakan obat pertama yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) sebagai terapi tambahan terhadap antidepresan pada pasien GDM. Inhibisi neuron noradrenergik akibat inhibisi ambilan (reuptake) serotonin dapat menjelaskan kurang optimumnya respon beberapa pasien terhadap antidepresan(18) Reseptor 5-HT2A berperan penting dalam mengatur interaksi antara sistem serotonin dengan norepinefrin di otak. Antipsikotika atipik dapat memperbaiki inhibisi neuron adrenergik (inhibisi yang diinduksi SSRI) melalui kerjanya sebagai antagonis 5-HT2A.(19,20) Sebagai antagonis 5-HT2A, aripiprazol juga menyebabkan agonis parsial dengan aktivitas intrinsik yang tinggi pada 5-HT1A, sama dengan buspiron.(21) Aripiprazol dapat meningkatkan pelepasan dopamin di korteks prefrontal yang sebanding dengan agonis 5-HT1A. (22) Transmisi dopamin, dimediasi oleh reseptor D2 dan D3. Neurotransmiter ini diduga terlibat pada patosiologi depresi. Peningkatan aktivitas serotonin, akibat pemberian aripiprazol, memberikan sinergi yang unik dalam meningkatkan respons antidepresan pada pasien dengan GDM. (23) Aripiprazol bekerja sebagai agonis parsial pada reseptor D2, D3, dan reseptor 5-HT1A serta antagonis pada 5-HT2A. Kerjanya pada beberapa reseptor ini memberikan efek antidepresan. Oleh karena itu, ia dapat digunakan seba-

gai terapi tambahan pada pasien yang tidak berespons atau responsnya parsial terhadap antidepresan.(24) Ekasi dan tolerabilitasnya sebagai terapi tambahan terhadap antidepresan diperlihatkan oleh dua penelitian besar, identik, randomisasi, tersamar-ganda, plasebo-kontrol yang melibatkan pasien dengan riwayat respon tidak adekuat terhadap paling sedikit satu jenis antidepresan dan yang memperlihatkan respon tidak adekuat terhadap terapi antidepresan yang berbeda selama delapan minggu. Hasil dua penelitian tersebut menunjukkan perbaikan bermakna pada simtom depresi setelah dua minggu, pada kelompok yang mendapat penambahan aripiprazol terhadap antidepresan bila dibandingkan dengan kelompok yang hanya mendapat tambahan plasebo terhadap antidepresan. Pasien dalam penelitian ini adalah yang tidak berespons dengan paling sedikit satu antidepresan, dengan dosis dan lama terapi adekuat (durasi > 6 minggu) dan pengurangan skor Massachusetts General Hospital Antidepressant Treatment Response Questionaire < 50%. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penambahan aripiprazol terhadap antidepresan lebih efektif dibandingkan dengan penambahan plasebo terhadap antidepresan pada pasien GDM yang mempunyai riwayat tidak berespon adekuat terhadap paling sedikit satu antidepresan atau satu antidepresan secara prospektif selama episod sekarang. Perbaikan simtom depresif, terbukti dengan berkurangnya skor total MontgomeryAsberg Depression Rating Scale (MADRS), terlihat mulai minggu pertama dan bertahan pada setiap titik pemeriksaan selama penelitian. Penelitian ini juga memperlihatkan bahwa penambahan aripiprazol lebih efektif pada wanita dibandingkan pada lelaki. Aripiprazol ditoleransi dengan baik, terlihat dari rendahnya angka diskontinu pada kelompok yang mendapat penambahan aripiprazol. Perbaikan depresi terlihat pada kelima antidepresan yang digunakan. Remisi lebih
| NOVEMBER - DESEMBER 2010

sering pada kelompok yang mendapat penambahan aripiprazol dibandingkan dengan kelompok yang mendapat penambahan plasebo. Selain perbaikan simtom, penambahan aripiprazol juga memperlihat perbaikan berbagai fungsi yang dinilai dengan Sheehan Disability Scale (SDS). Sheehan Disability Scale adalah instrumen yang dapat mengukur fungsi pekerjaan/sekolah, kehidupan sosial dan keluarga. Penambahan aripiprazol efektif baik pada kelompok yang responsnya minimal maupun pada yang responnya parsial terhadap antidepresan sebelumnya. Selain bermanfaat untuk pasien yang responnya parsial, data juga menunjukkan bahwa penambahan aripiprazol juga bermanfaat untuk yang responnya minimal atau yang tidak berespon terhadap antidepresan sebelumnya. Informasi ini dapat berguna dalam memilih obat tambahan untuk pasien dengan GDM yang kurang berespon terhadap antidepresan monoterapi. Penelitian ini menunjukkan bahwa aripiprazol efektif sebagai terapi tambahan pada GDM yang lebih sulit diobati (gagal berespon terhadap paling sedikit satu antidepresan, responsnya minimal, atau responsnya parsial).(25,26) SIMPULAN Gangguan depresi mayor merupakan gangguan yang sering ditemui. Tujuan terapi GDM adalah untuk mencapai dan mempertahankan remisi. Tidak tercapainya remisi dapat menyebabkan tingginya angka kekambuhan, buruknya kesehatan sik, tingginya angka bunuh diri serta buruknya kualitas hidup. Meskipun cukup banyak antidepresan yang tersedia, sekitar 30% pasien depresi tidak berespons terhadap antidepresan. Penambahan aripiprazol merupakan strategi yang efektif untuk kelompok pasien GDM yang tidak berespons atau responsnya parsial terhadap antidepresan. Efek terapinya sudah terlihat pada minggu kedua. Selain itu, aripiprazol ditoleransi dengan baik.
571

Layout CDK Edisi 181 November 2010 dr.indd 571

10/27/2010 2:44:54 PM

TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR RUJUKAN 1. Murray CJL, Lopez AD. Global mortality, disability, and the contribution of risk factors: Global Burden of Disease Study. Lancet 1997; 34: 1436-1442. 2. Rush AJ, Trivedi MI, Wisniewki SR. Acute and longer-term outcome in depressed out patients requiring one or several treatment steps: a STAR*D report. Am J Psychiatry 2006; 163 (11): 1905-1917. 3. Shelton RC, Tollefson GD, Tohen M. A novel augmentation strategy for treating resistant major depression. Am J Psychiatry 2001; 158: 131-134. 4. American Psychiatric Association. Mood Disorders. Dalam: Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th ed. Washington DC, 2005: 245-356. 5. Ialongo N, McCreary BK, Person JL. Major depressive disorder in a population of urban, African-American young adults: prevalence, correlates, comorbidity, and unmet mental health service need. J Affect Disord 2004; 79: 127-136. 6. Backenstrass M, Frank A, Joest K, Hingmann S, Mundt C, Kronmuller KT. A comparative study of nonspecic depressive symptoms and minor depression regarding functional impairment and associated characteristics in primary care. Comp Psychiatry 2006; 47(1):35-41. 7. Wittchen HU. Epidemiology of affective disorders. Dalam: Helmchen H, Henn F, Lauter H, Sartorius N. edit. Contemporary Psychiatry Vol.3. Heidelberg: Springer 2000; hal: 231-241. 8. Mueller TI, Leon AC, Keller MB. Recurrence after recovery from major depressive disorder during 15 years of observational follow-up. Am J Psychiatry 1999; 156: 1000-1006. 9. Bauer M, Whybrow PC, Angst, Versiani M, Moller HJ. World Federation of Societies of Biological Psychiatry (WFSBP) Guidelines for biological treatment of unipolar depressive disorders, part 2; maintenance treatment of

major depressive disorder and treatment of chronic of depressive disorders and subthressold depressions. 2002; 3: 69-86. 10. Unutzer J, Patrick DL, Diehr P, Simon G, Grembowski D, Katon W. Quality adjusted life years in older adults with depressive symptoms and chronic medical disorders. Int Psychogeriatr 2000; 12: 15-33. 11. Iosifescu DV, Bankier B, Fava M. Impact of medical commorbid disease on antidepressant treatment of major depressive disorder. Curr Psychiatry Rep 2004;6: 193-201. 12. Bostwick JM, Pankratz VS. Affective disorders and suicide risk: a reexamination. Am J Psychiatry 2000; 157: 1925-1932. 13. Wulsin LR, Vaillant GE, Wells VE. A systematic review of the mortality of depression. Psychosom Med 1999; 61: 6-17. 14. Rush AJ, Kupfer DJ. Strategies and tactics in the treatment of depression. Dalam: Gabbard GO, ed. Treatment of Psychiatric Disorders. 3rd ed. Washington, DC: American Psychiatric Publishing, Inc. 2001: hal. 1417-1439. 15. XSzegedi A, Muller MJ, Anghelescu I, Klawe C, Kohnen R, Benkert O. Early improvement under mirtazapine and paroxetine predicts later stable response and remission with high sensitivity in patients with major depression. J Clin Psychiatry 2003; 64: 413-420. 16. Thase ME, Corya SA, Osuntokun O. Randomized, double-blind comparison of olanzapine/ uoxetine combination, olanzapine, and uoxetine in treatment-resistant major depressive disorder. J Clin Psychiatry 2007; 68(2): 224-236. 17. Mahmoud RA, Pandina GJ, Turkoz I. Risperidone for treatment-refractory major depressive disorder: a randomized trial. Ann Intern Med 2007; 147(9); 593-602. 18. Szabo ST, de Montingny C, Blier P. Progressive attenuation of the ring activity of locus coeruleus noradrenergic neurons by sustained administration of selective serotonin reuptake World J Biol Psychiatry

inhibitors. Int J Neuropsychopharmacol 2003; 3(1): 1-11. 19. Blier P, Szabo ST. Potential mechanisms of action of atypical antipsychotic medication in treatment-resistant depression and anxiety. Clin Psychiatry 2005; 66(supll 8): 30-40. 20. Szabo S, Blier P. Effects of serotonin (5-hydroxytryptamine, 5-HT) reuptake inhibition plus 5-TH (2A) receptor antagonism on the ring activity o norepinephrine neurons. J Pharmacol Exp Ther 2002; 302(3): 983-991. 21. Stark AD, Jordan S, Aller KA. Interaction of the novel antipsychotic aripiprazol with 5-HT (1A) and 5-HT (2A) receptors: fuctional receptorbinding and in vivo electrophysiological studies. Psychopharmacology 2007; 190(3): 373382. 22. Bortolozzi A, Diaz-Mataix L, Toth M. In vivo actions of aripiprazol on serotonergic and dopaminergic system in rodent brain. Psychopharmacology (Berl) 2007; 191(3): 373-382. 23. Thase ME, Trivedi MH, Nelson C, Fava M, Swanink R, Pikalov A, Yang H, Calson BX, Marcus RN, Berman RM. Examining the efcacy of adjunctive aripiprazol in major depressive disorder: A pooled analysis of 2 studies. J Clin Psychiatry 2008; 10: 440-447. 24. Jordan S, Keprivica V, Dunn R. In vivo effects of aripiprazol on cortical and striatal dopaminergic and serotonergic function. Eur J Pharmacol 2004; 483(1): 45-53. 25. Berman RM, Marcus RN, Swanink R. The efcacy and safety of aripiprazol as adjunctive therapy in major depressive disorder: a multicenter, randomized, double-blind, placebocontrolled study. J Clin Psychiatry 2007; 68 (6):843-853. 26. Marcus RN, McQuade RD, Carson WH. The efcacy and safety of aripiprazol as adjunctive therapy in major depressive disorder: a second multicenter, randomized, double-blind placebo-controlled study. J Clin Psychopharmacol 2008; 28(2): 156-165.

572

| NOVEMBER - DESEMBER 2010

Layout CDK Edisi 181 November 2010 dr.indd 572

10/27/2010 2:44:54 PM

TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Kriteria Diagnosis Gangguan Depresi Mayor Gangguan depresi mayor ditandai dengan satu atau lebih episod depresi mayor. Gambaran esensial episod depresi mayor yaitu adanya satu periode yang berlangsung paling sedikit dua minggu yang ditandai dengan adanya mood depresi atau hilangnya minat atau rasa senang pada hampir semua aktivitas. Penderita juga mengalami paling sedikit empat gejala tambahan. Di bawah ini adalah kriteria episod depresi mayor:(5) A. Lima (atau lebih) gejala berikut terdapat paling sedikit selama periode dua minggu dan terlihat perubahan dari fungsi sebelumnya. Paling sedikit terdapat satu dari simtom ini yaitu mood depresi atau hilangnya minat atau rasa senang. 1. Mood depresi terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, diindikasikan oleh laporan subjektif (sedih, hampa) atau yang diobservasi oleh orang lain (misalnya, terlihat menangis). Catatan: pada anak dan remaja dapat berupa mood iritabel. Jelas terlihat pengurangan minat atau rasa senang pada semua atau hampir semua aktivitas, sepanjang hari dan hampir setiap hari (dilaporkan secara subjektif atau terlihat oleh orang lain) Penurunan berat badan yang bermakna (bukan karena diit) atau peningkatan berat badan (perubahan lebih dari 5% dalam satu bulan) atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari. Insomnia atau hipersomnia hampir sepanjang hari Agitasi atau retardasi psikomotor hampir sepanjang hari (dapat diobservasi oleh orang lain) Hilangnya tenaga atau lelah hampir setiap hari Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah berlebihan atau tidak sesuai (mungkin waham) hampir setiap hari (tidak hanya sekadar menyalahkan diri atau bersalah karena menjadi sakit) Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi atau ragu-ragu hampir setiap hari (dilaporkan secara subyektif atau diamati oleh orang lain) Pikiran berulang tentang kematian (bukan takut mati), ide bunuh diri berulang tanpa rencana khusus atau tindakan bunuh diri atau rencana spesik untuk melakukan bunuh diri

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

B. Gejala-gejala tidak memenuhi kriteria episod campuran C. Gejala-gejala menimbulkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau hendaya dalam sosial, pekerjaan dan pada fungsi penting lainnya. D. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek siologik langsung dari zat (misalnya, zat yang disalahgunakan atau obat) atau kondisi medik umum (misalnya, hipotiroid) E. Gejala tidak sesuai dengan berkabung, misalnya, setelah kehilangan seseorang yang dicintai.

Lampiran 2. Kriteria respons terapi antidepresan: 1. Tidak berespons: penurunan derajat simtom depresi 25% jika dibandingkan dengan baseline (sebelum mendapat antidepresan). 2. Respons parsial: penurunan derajat simtom adalah 26%-49% jika dibandingkan dengan baseline. 3. Berespons: penurunan derajat simtom 50% jika dibandingkan dengan baseline. 4. Berespons dengan simtom residual: berespons dengan remisi parsial. Remisi: hilangnya semua simtom. Tidak ada lagi simtom, dinilai dengan skor skala absolut (kadang-kadang disebut juga dengan respons sempurna atau remisi sempurna, misalnya skor HRSD 7).

| NOVEMBER - DESEMBER 2010

573

Layout CDK Edisi 181 November 2010 dr.indd 573

10/27/2010 2:45:23 PM

Anda mungkin juga menyukai