Anda di halaman 1dari 13

STEP 7 : 1. Kenapa Interval Lucid hanya terjadi pada hematoma epidural?

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom. Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi. Etiologi : EDH sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada permukaan bagian dalam dari tengkorak. Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah. Patofisiologi : Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.

Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis. Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif. Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan. Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.

Tanda dan Gejala : Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga.Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan EDH antara lain : o Penurunan kesadaran, bisa sampai koma o Bingung o Penglihatan kabur o Susah bicara o Nyeri kepala yang hebat o Keluar cairan darah dari hidung atau telinga o Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala. o Mual o Pusing o Berkeringat o Pucat o Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar. Pemeriksaan Penunjang : a. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak. b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma. c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang. d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial. e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.

2. Kenapa pasien cedera kepala di scenario mengalami hipertensi? Cedera kepala merupakan proses yang dinamis dam memiliki variabel-variabel yang saling berkaitan, tergantung pada cedera awal dan kerusakan otak sekunder. Target dari penanganan trauma kepala adalah mencegah kerusakan sekunder karena komplikasi intrakranial dan ektrakranial; dan menyediakan kondisi fisiologi yang optimal bagi otak untuk memaksimalkan proses penyembuhan. Penyebab kematian dari ekstrakranial yang paling umum adalah hipoksia dan syok, sedangkan dari intrakranial tersering adalah salah diagnosa atau penundaan diagnosa perdarahan intrakranial. Manajemen emergency room diarahkan untuk memberikan oksigenasi dan perfusi otak yang optimal dan diagnosa intrakranial yang tepat. Kebutuhan oksigen otak yang cedera lebih tinggi dari otak normal, oleh karena itu oksigenasi otak yang adekuat harus menjadi prioritas. BGA yang diambil saat trauma dan saat masuk rumah sakit menunjukkan bahwa hiperkapnea berkorelasi dengan derajat keparahan cedera kepala. GCS dibawah 9 dihubungkan dengan kadar PaCO2 diatas 50 mmHg. Intubasi endotrakeal harus dipertimbangkan apabila baik patensi jalan nafas dan ventilasi spontan yang adekuat tidak dapat dipertahankan. Angka mortalitas meningkat dari 22-25 % pada pasien yang diintubasi 1 jam setelah trauma menjadi 34,8 % pada pasien yang intubasinya ditunda lebih dari 1 jam. Bantuan ventilasi diindikasikan bila saturasi O2 dibawah 93%, PaO2 kurang dari 70mmHg, dan PaCO2 lebih dari 45mmHg. Intubasi pasien cedera kepala sebaiknya dengan kontrol ventilasi, tiopenthal dan atau lidokain, relaksan short acting intravena, dengan penekanan krikoid. Nasal intubasi tidak dianjurkan karena resiko perdarahan dan kemungkinan FBC. Intubasi pasien dugaan fraktur cervical harus ditraksi dan seatraumatis mungkin; tidak dianjurkan dengan scholin Pemasangan pipa lambung dapat merangsang reflek muntah sehingga sebaiknya dilakukan setelah intubasi. Respirasi dapat memburuk karena disfungsi SSP. Hipoksia sekunder karena cedera otak biasanya merespon terhadap pemberian PEEP atau CPAP. Bila penyebab

memburuknya respirasi karena overload cairan, dapat dikoreksi dengan loop diuretik seperti furosemide; sebaiknya tidak dengan diuretik osmosis seperti mannitol. Stabilisasi Cardiovaskuler Target yang dituju adalah perfusi otak. Pada anak, perdarahan intrakranial dapat menyebabkan hipovolemia. Pada dewasa, hipovolemia disebabkan cedera organ lain atau kerusakan batang otak. Pasca trauma, autoregulasi otak menjadi rusak, sehingga penting untuk mempertahankan CPP. Respon Cushing mempertahankan CPP dan meningkatkan MAP. Penurunan kondisi klinis terjadi ketika CPP turun hingga dibawah 40-50 mmHg. Cedera spinal cord dapat menyebabkan syok sekunder karena hilangnya inervasi otot polos vaskuler. Semua perdarahan eksternal, termasuk laserasi scalp, harus dikontrol dan diinfus cepat dengan darah ataupun kristaloid. Manajemen Hipertensi Intrakranial Meskipun lebih dari setengah kematian dari trauma kepala dihubungkan dengan hipertensi intrakranial, penyebab dari peningkatan derajat TIK masih belum jelas. hipertensi intrakranial bermakna bagaimanapun mungkin menurunkan tekanan perfusi dibawah titik kritis 60 mmHg yang dibutuhkan untuk menjaga metabolisme otak tetap normal dan hingga menjadi penyebab terjadinya kerusakan otak sekunder. Untuk mencegah terjadinya kerusakan sekunder hipertensi intrakranial harus dideteksi dan dikontrol sejak awal.

3. Penatalaksanaan Tekanan Intra Kranial Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh hipertensi intrakranial. Kenaikan tekanan intrakranial (TIK) dihubungkan dengan penurunan tekanan perfusi dan aliran darah serebral (CBF) dibawah tingkat kritis (60 mmHg) berakibat kerusakan otak iskemik. Pengendalian TIK yang berhasil mampu meningkatkan outcome yang signifikan. Telah dikembangkan pemantauan TIK tapi belum ditemukan metode yang lebih akurat dan non invasive.

Pemantauan TIK yang berkesinambungan bisa menunjukkan indikasi yang tepat untuk mulai terapi dan mengefektifkan terapi, serta menentukan prognosis. TIK yang normal: 5-15 mmHg TIK Ringan : 15 25 mmHg TIK sedang : 25-40 mmHg TIK berat : > 40 mmHg Fisiologi Tekanan Intrakranial Tekanan Intrakranial menuju pada tekanan cairan serebrospinal (CSF) di dalam rongga kranium. Selama CSF mengalir dalam sumbu kraniospinal, tidak tersumbat tekanan CSF selalu konstan. Variasi TIK tergantung pada: 1. Diameter CSF 2. Sirkulasi serebral 3. abnormalitas intrakranial

Sirkulasi Serebral Otak mendapat 15 % curah jantung Aliran darah serebral secara global volume darah per menit per 100 gram jaringan otak. Kety dan Schmidt CBF 53 ml/menit/100 gr otak pada individu muda normal Obrist CBF 74,5 ml/menit/100 gr otak Gray matter 24,8 ml/menit/100 gr otak. Volume darah serebral sebesar 2 % dari volume intrakranial (teknik beku pada hewan) Volume darah serebral 7% dari volume intrakranial (invivo pada manusia)

Jika taksiran ini benar, pengembangan massa di kepala bisa mencapai ukuran sedang tanpa meningkatkan TIK dengan menggeser darah dari rongga kepala. Sirkulasi serebral dan TIK menunjukkan efek yang bertolak belakang. TIK meningkat mengakibatkan vasospasme dan penurunan CBF. Bila TIK mendekati MAP sirkulasi serebral berhenti. Vasodilatasi serebral volume darah serebral meningkat TIK meningkat Vasodilatasi : Fisiologis Patologis Pembuluh darah serebral mengembang sebagai respon terhadap hiperaktifitas fisiologis dalam otak. Vasodilatasi ini bersifat fokal dan tidak berarti terhadap CBV. Relaksasi lebih luas terjadi pada hiperkapnea. CO2 menurunkan resistensi vaskular CBV meningkat. Pada PCO2 30-60 mmHg bebas dari faktor-faktor yang mempengaruhi autoregulasi. Perubahan 1 mmHg dari PaCO2 2,5% perubahan pada aliran darah serebral (CBF). PaCO2 tidak lagi mempengaruhi CBF saat mencapai 80 mmHg atau < 15 mmHg. Selama hipotensi sistemik yang parah Saat autoregulasi menghilang Efek CO2 menurun / menghilang Kenaikan PCO2 5-7% menaikkan CBF 75% (peningkatan tekanan arteri sistemik yang disebabkan oleh vasokonstriksi perifer). Reaksi pembuluh darah perifer paradoks terhadap hiperkapnea, terjadi karena pelepasan katekolamin dalam jumlah besar ke dalam darah. Hipokapnea akibat hiperventilasi aktif atau pasif menurunkan CBF sepertiga nilai dasar (efek ini bebas dari pH arteri). Penurunan CBF menghilangkan CBV dan TIK

Penurunan TIK tidak sampai semenit setelah hiperventilasi buatan. Jika hiperventilasi dipertahankan dalam jangka panjang TIK pelan-pelan akan meningkat walaupun tetap lebih rendah (butuh waktu 2 5 jam). Hipokapnea (< 20 mmHg) tidak berarti secara klinis, karena dihubungkan dengan hipoksia jaringan (saat kurva disosiasi bergeser ke kiri). Hipoksia yang berat vasodilatasi dan peningkatan CBF. Hiperkapnea + hipoksia yang parah melumpuhkan p-embuluh darah dan berakibat hilangnya autoregulasi (CBV meningkat dan peningkatan TIK). Fisiologi Cairan Serebrospinal Sebagian besar CSF diproduksi oleh pleksus choroidalis dari ventrikulus lateralis, sisanya dihasilkan oleh jaringan otak dialirkan langsung ke rongga sub arachnoid diabsorpsi lewat vili arachnoid sagitalis. Pengikatan / penghilangan pleksus choroidalis akan menurunkan CSF 60%. Produksi CSF 0,3 0,5 cc/menit (450-500 cc/hari). Karena hanya ada volume 150cc CSF di otak dewasa, jadi ada 3 kali penggantian CSF selama sehari. Produksi CSF bersifat konstan dan tidak tergantung tekanan. Variasi pada TIK tidak mempengaruhi laju produksi CSF. Absorpsi CSF secara langsung dipengaruhi oleh kenaikan TIK. Tempat utama penyerapan CSF vili arachnoidalis (merupakan suatu katub yang diatur oleh tekanan). Bila fungsi katub rusak / jika tekanan sinus vena meningkat, maka absorpsi CSF menurun, maka terjadilah peningkatan CSF. Obstruksi terutama terjadi di aquaductus Sylvii dan cisterna basalis. Kalau aliran CSF tersumbat hidrocephalus tipe obstruktif. Respon tekanan / volume. Tengkorak merupakan kotak kaku yang membatasi pergerakan bebas maupun pengembangan otak. Isi tengkorak : 1. Otak. 2. CSF : cairan serebrospinal 3. Darah. Total Volume bersifat konstan

Jika salah satu komponen meningkat maka terjadi penurunan komponen lain (Hukum Monroe-Kelly). Diantara ketiga komponen, otak volumenya konstan, yang bisa bergeser CSF + darah. Bila massa otak meningkat mula-mula CSF dan darah keluar dari rongga tengkorak. Bila massa otak semakin meningkat mekanisme kompensasi tidak efektif TIK meningkat. Peningkatan volume intrakranial peningkatan tekanan sampai dengan nilai kritis tercapai. Setelah itu sedikit saja penambahan volume meningkatkan tekanan. Volume tambahan dalam rongga otak akan dikompensasi dengan menggeser CSF ke kantung duralspinalis (70%) dan penurunan vena serebralis (30%). Pada obstruksi foramen magnum tidak ada peran duralspinalis sehingga mekanisme kompensasi menurun. Compliance (V/ P) bersifat pressure dependent. Aplikasi klinis pengukuran TIK: TIK meningkat di atas normal (15-20 mmHg) berbahaya pada pasien dengan fraktur basis cranii dan terjadi kebocoran CSF, TIK tidak berkorelasi dengan pengaruh pengembangan suatu lesi. Komplians tidak lagi valid karena sifat kotak tertutup (tengkorak) sudah tidak ada. TIK dipengaruhi oleh kejang. Kejang meningkatkan aliran darah otak, metabolisme serebral dan tekanan vena TIK meningkat. Kaku deserebrasi dan dekortikasi akan meningkatkan metabolisme otot, asidosis dan tekanan intratorak dan intraabdominal meningkatkan TIK. Jadi pencegahan kejang dan pemberian pelumpuh otot seperti pancuronium, penting untuk penatalaksanaan cedera kepala.

4. Cedera/fraktur basis cranii Fraktur basis crania adalah suatu fraktur linear yang terjadi pada dasar tengkorak yang tebal. Fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada durameter. Fraktur basis crania sering terjadi pada 2 lokasi anatomi tertentu yaitu regio temporal dan region occipital condylar. Fraktur basis crania dapat dibagi berdasarkan letak anatomis fraktur fossa anterior dan fraktur fossa posterior. Fraktur basis crania merupakan yang paling serius terjadi karena melibatkan tulang-tulang dasar tengkorak dengan komplikasi otorrhea cairan serebrospinal ( cerebrospinal fluid) dan rhinorrhea. Anatomi Bagian cranium yang membungkus otak , menutupi otak, labirin dan telinga tengah. Tabula interna dan tabula eksterna dihubungkan oleh tulang kanselosa dan celah tulang rawan. Tulang-tulang yang membentuk cranium ( calvaria ) pada remaja dan orang dewasa terhubung oleh sutura dan kartilago dengan kaku. Sutura coronaria memanjang melintasi sepertiga frontal atap cranium . sutura sagitalis berada pada garis tengah yang memanjang ke belakang dari sutura coronoria dan bercabang di occipital untuk membentuk sutura lambdoidea. Daerah perhubungan os. Frontal, parietal, temporal dan sphenoidal disebut pterion, di bawah pterion terdapat percabangan arteri meningeal media. Bagian dalam basis crania membentuk lantai cavitas crania, yang dibagi menjadi fossa anterior, fossa media, dan fossa posterior. Patofisiologi Trauma dapat menyebabkan fraktur tulang tengorak yang diklasifikasikan menjadi :

Fraktur sederhana : suatu fraktur linear pada tulang tengkorak. Fraktur depresi apabila fragmen tulang tertekan ke bagian lebih dalam dari tulang tengkorak. Fraktur campuran bila terdapat hubungan langsung dengan lingkungan luar. Ini disebabkan oleh laserasi pada fraktur atau suatu frakturbasis crania yang biasanya melalui sinus-sinus.

Pada dasarnya, suatu fraktur basiler adalah suatu fraktur linear pada basis crania. Biasanya disertai robekan durameter dan terjadi pada daerah daerah tertentu dari basis crania.

Fraktur basilar adalah fraktur linear meliputi dasar pertengahan pada tulang tengkorak. Fraktur ini biasanya berhubungan dengan dural. Sebagian besar fraktur basilar berlangsung pada 2 lokasi spesifik seperti regio temporal dan regio kondilar oksipital. Fraktur temporal dapat dibagi dalam 3 subtipe yaitu longitudinal, transversal, dan campuran. Fraktur longitudinal adalah adalah subtipe yang paling umum (70-90%) dan meliputi bagian skuamous pada tulang temporal, inding superior pada canalis auditory eksterna dan tegmen timpani. Fraktur dapat terjadi pada anterior atau posterior ke koklea dan kapsul labirin, berakhir pada fossa cranial media dekat foramen spinosum atau pada sel udara mastoid. Fraktur transversal (5-30%) berasal dari foramen magnum dan keluar mengelilingi koklea dan labirin berakhir pada fossa cranial media. Dinamakan fraktur campuran jika memiliki kedua komponen fraktur longitudinal dan fraktur transversal. Fraktur condylar oksipital biasanya diakibatkan oleh trauma tumpul dengan kekuatan yang tinggi yang menekan axial, bagian sudut lateral, atau berputar ke jaringan ikat kontinyu. Fraktur ini dapat dibagi dalam tiga tipe dasar berdasarkan morfologi dan mekanisme trauma atau secara alternatif dalam kestabilan dan displace fraktur tergantung dari ada tidaknya kerusakan ligamen. Fraktur tipe I adalah trauma kompresi axial yang menghasilkan fraktur comuniti pada oksipital condilar. Fraktur ini bersifat stabil. Fraktur tipe II disebabkan oleh pukulan langsung dan meluas pada daerah basioccipital, hl ini berhubungan dengan trauma yang menetap karena melindungi ligamen alar dan membran tectorial. Fraktur tipe III secara potensial tidak stabil dan berhubungan dengan suatu luka avulsion sesuai dengan putaran dan sudut lateral. Tanda tanda dari fraktur dasar tengkorak adalah : - Otorrhea atau keluarnya cairan otak melalui telinga menunjukan terjadi fraktur pada petrous pyramid yang merusak kanal auditory eksternal dan merobek membrane timpani mengakibatkan bocornya cairan otak atau darah terkumpul disamping membrane timpani (tidak robek) - Battle Sign (warna kehitaman di belakang telinga) : Fraktur meluas ke posterior dan merusak sinus sigmoid.

- Racoon atau pandabear: fraktur dasar tengkorak dari bagian anterior menyebabkan darah bocor masuk ke jaringan periorbital. Selain tanda diatas fraktur basal juga diindikasikan dengan tanda tanda kerusakan saraf cranial. - Saraf olfaktorius, fasial dan auditori yang lebih sering terganggu. Anosmia dan kehilangan dari rasa akibat trauma kepala terutama jatuh pada bagian belakang kepala. Sebagian besar anosmia bersifat permanen. - Fraktur mendekati sella mungkin merobek bagian kelenjar pituitary hal ini dapat mengakibatkan diabetes insipidus - Fraktur pada tulang sphenoid mungkin dapat menimbulkan laserasi saraf optic dan dapat menimbulkan kebutaan, pupil tidak bereaksi terhadap cahaya. Cedera sebagian pada saraf optic dapat menimbulkan pasien mengalamipenglihatan kabur . Kerusakan pada saraf okulomotorius dapat dikarakteriskan

dengan ptosis dandiplopia - Kerusakan pada saraf optalmic dan trigeminus yang diakibatkan fraktur dasar tengkorak menyebrang ke bagian tengah fossa cranial atau cabang saraf ekstrakranial dapat mengakibatkan mati rasa atau Paresthesia - Kerusakan pada saraf fasial dapat diakibatkan karena fraktur tranversal melalui tulang petrous dapat mengakibatkan facial palsy segera ,sedangkan jika fraktur longitudinal dari tulang petrous dapat menimbulkan fasial palsy tertunda dalam beberapa hari. - Kerusakan saraf delapan atau auditorius disebabkan oleh fraktur petrous mengakibatkan hilang pendengaran atau vertigo postural dan nystagmus segera setelah trauma. - Fraktur dasar melalui tulang sphenoid dapat mengakibatkan laserasi pada arteri karotis internal atau cabang dari intracavernous dalam hitungan jam atau hari akan didapat exopthalmus berkembang karena darah arteri masuk kes sinus dan bagian superior mengembung dan bagian inferior menjadi kosong dapat mengakibatkan nyeri - Jika fraktur menimbulkan ke bagian meningen atau jika fraktur melalui dinding sinus paranasal dapat mengakibatkan bakteri masuk kedalam cranial cavity dan

mengakibatkan meningitis dan pembentukan abses, dan cairan otak bocor kedalam sinus dan keluar melalui hidung atau disebut rinorhea. Untuk menguji bahwa cairan

yang keluar dari hidung merupakan cairan otak dapat menggunakan glukotest dm (karena mucus tidak mengandung glukosa). Untuk mencegah terjadinya meningitis pasien propilaksis diberikan antibiotik. - Penimbunan udara pada ruang cranial (aerocele) sering terjadi pada fraktur tengkorak atau prosedur dapat menimbulakn pneumocranium.

Anda mungkin juga menyukai