JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang Koleksi dan Pengawetan Spesimen Serangga (Insecta) dan LabaLaba (Arachnida) ini. Makalah ini disusun untuk melengkapi salah satu tugas mata kuliah Taksonomi Hewan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Papua semester gasal. Saya menyadari bahwa tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, penulisan makalah ini tidak akan terselesaikan. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian makalah ini. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Saya sangat memohon terutama kepada pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah ini di masa mendatang. Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya serta pembaca pada umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................... i KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 1 1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................................ 1 BAB II. PEMBAHASAN 2.1 Koleksi Spesimen ................................................................................... 2 2.1.1 2.1.2 Perlengkapan dan Metode Pengkoleksian .................................. 2 Menangkap dan Pengumpulan Spesimen ................................... 3
2.2 Pengawetan Spesimen ............................................................................ 7 2.3 Catatan Lapangan dan Informasi Label untuk Spesimen ....................... 13 2.4 Pemajangan dan Penyimpanan ............................................................... 14 BAB III. PENUTUP 3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 16 3.2 Saran ....................................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Koleksi (atau mengumpulkan) hewan adalah kegiatan menangkap,
mengawetkan, dan membuat spesimen awetan. Spesimen tersebut dapat digunakan sebagai voucher atau contoh spesimen, dan setelah diidentifkasi menjadi sangat berguna sebagai patokan identifikasi untuk melakukan pengamatan di lapangan. Oleh karena itu, tata cara koleksi yang benar harus diperhatikan, agar spesimen yang dikoleksi bernilai keilmuan tinggi. Keterampilan pengawetan hewan sangat diperlukan terutama dalam melakukan koleksi serangga dan laba-laba. Serangga dan laba-laba yang diawetkan sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan pada masa yang akan datang, dalam membantu perkembangan ilmu pengetahuan. Awetan serangga atau biasa disebut insektarium contohnya, sering diperlukan sebagai alat peraga dalam kegiatan belajar mengajar biologi di kelas. Adanya awetan yang dibuat sendiri selanjutnya sangat membantu pengadaan alat peraga dan koleksi. Hal ini akan memudahkan dalam mempelajari berbagai jenis serangga dan laba-laba, termasuk yang jarang ditemui sekalipun.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimanakah cara dan teknik mengoleksi dan mengawetkan berbagai jenis serangga dan laba-laba tanpa merusak bagian tubuhnya?
1.3 Tujuan dan Manfaat 1. Mempelajari tata cara koleksi dan pengawetan berbagai jenis serangga dan laba-laba secara standar sehingga dapat diteliti lebih dekat. 2. Mengetahui cara membunuh serangga yang benar agar tidak merusak bagian tubuhnya. 3. Memahami arti penting koleksi serangga.
2.1 Koleksi Spesimen Koleksi spesimen hewan diatur oleh Peraturan Konservasi Satwa 1950-1980. Pada dasamya semua hewan vertebrata dilindungi, tetapi ada juga beberapa jenis hewan yang belum dilindungi oleh pemerintah, contohnya beberapa jenis ular. Kebanyakan hewan invertebrate tidak dilindungi sehingga dapat dikoleksi sesuai dengan kebutuhan. Jenis hewan invertebrata yang dilindungi oleh pemerintah, misalnya kumbang permata dan semut yang tergolong Nothomyrmecia. Hubungan Departemen Konservasi dan Pengelolaan Daerah untuk informasi terbaru tentang larangan-larangan. Izin untuk koleksi hewan dilindungi dikeluarkan oleh Departemen Konservasi. Tanpa izin anda tidak boleh melakukan koleksi.
2.1.1 Perlengkapan dan Metode Pengkoleksian Serangga dan laba-laba merupakan organisme yang sangat melimpah keberadaannya dan mampu hidup dimana saja, baik di darat maupun di air. Habitat serangga dan laba-laba sangat bervariasi, masing-masing spesies mempunyai kekhasan tempat hidup, oleh karena itu perlu dipikirkan metode penangkapan dan koleksi yang tepat untuk mendapatkan spesies serangga dan laba-laba yang diinginkan. Masing-masing metode dikembangkan untuk menangkap serangga dan laba-laba yang khas yang didasarkan pada perilaku dan habitatnya. Koleksi serangga dan laba-laba memerlukan peralatan tertentu yang telah disiapkan di dalam tas cangklong yang sewaktu-waktu siap untuk dikeluarkan. Peralatan tersebut sangat beragam, mulai dari jaring serangga, kotak pemisah (separation box), botol spesimen, alat penghisap (aspirator), perangkap (trap), topeles, botol pembunuh (killing bottle), amplop kertas (papilot) ukuran 21,5 cm x 16,5 cm, gabus (sterofoam), catatan lapangan, kertas label sampai pinset, kuas kecil, pisau, jarum pentul, kapas, pensil 2B dan kertas minyak/kertas tisu. Sedangkan bahan yang dibutuhkan, antara lain: asam asetat glasial 5%,
gliserin 5%, kloroform, alkohol dan formalin. Tetapi untuk pengawetan serangga bersayap dengan ukuran sedang sampai besar alat dan bahan yang digunakan dapat dimodifikasi sehingga lebih murah dan mudah diperoleh dimana saja. Selain itu tentunya objek yang digunakan adalah serangga atau laba-laba yang akan diawetkan. Metode koleksi terbagi menjadi dua katagori, yaitu kolektor aktif (aktif mencari serangga dengan peralatan berupa jaring serangga, aspirator, beating sheet, dan lain-lain) dan kolektor pasif (menggunakan perangkap/trap).
2.1.2 Menangkap/Pengumpulan Spesimen Serangga maupun dapat langsung ditangkap dengan menggunakan jaring serangga atau dengan menggunakan metode lainnya yang dapat menangkap tanpa merusak morfologi serangga tersebut. Ada beberapa macam wadah yang umum digunakan saat kita menangkap serangga, yaitu botol pembunuh (berisi alkohol 90% dan digunakan untuk membunuh serangga berukuran kecil, seperti semut, lebah, dan lain-lain) dan kertas papilot (lipatan kertas yang berguna untuk penyimpanan sementara serangga bersayap rapuh seperti kupu-kupu dan capung).
web.ipb.ac.id Gambar 2.3 Cara Membuat Kertas Papilot Beberapa cara pengumpulan serangga yang juga dapat diaplikasikan pada laba-laba, antara lain:
1.
Penangkapan serangga dengan menggunakan aspirator Aspirator digunakan untuk menangkap serangga yang kecil dan
pergerakannya sangat cepat, seperti: parasitoid ordo Hymenoptera, lalat Agromyzidae, trip, dan afid. Aspirator ini bisa digunakan langsung untuk menyedot serangga pada tanaman atau serangga-serangga kecil yang berada di dalam jaring serangga (kombinasi). Semua serangga yang telah ditangkap kemudian dibunuh dengan cara dimasukkan kedalam botol pembunuh.
scene.asu.edu Gambar 2.1 Aspirator 2. Penangkapan serangga dengan menggunakan tangan/pinset/kuas Cara penangkapan ini efektif untuk serangga yang relatif besar dan pergerakannya relatif tidak begitu gesit, seperti: ulat daun, belalang sembah, kumbang, dan semut. Penangkapan dengan menggunakan tangan perlu suatu pengalaman dan keterampilan khusus. Hal yang perlu diperhatikan adalah ketika hendak menangkap serangga-serangga yang beracun atau bersengat, seperti ulat api famili Limacodidae dan semut subfamili Ponerine maka perlu alat bantu berupa pinset. Sedangkan kuas juga dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menangkap serangga-serangga kecil yang lunak, seperti: nimfa Ephemeroptera dan Plecoptera. 3. Penangkapan serangga dengan menggunakan jaring serangga Ada tiga jenis jaring yang umum dipakai untuk menangkap serangga, yaitu: a. Aerial nets adalah jaring yang digunakan dengan bantuan tangan untuk menangkap serangga yang aktif terbang, seperti: kupu-kupu, capung, lebah, dan tawon. Sebaiknya gagang jaring dibuat dari bahan yang sangat ringan dan jaringnya terbuat dari kain kasa yang lembut. Biasanya kain kasa yang
dipakai berwarna putih, tetapi beberapa ahli lebih suka menggunakan kain kasa yang berwarna hitam untuk menghindari terjadinya pantulan cahaya yang membuat takut serangga sebelum terjaring. Semua serangga yang telah ditangkap kemudian dibunuh dengan cara dimasukkan kedalam botol pembunuh. b. Sweep nets adalah jaring yang digunakan dengan bantuan tangan untuk menangkap serangga-serangga kecil yang gesit dan berada di rerumputan atau pada pucuk-pucuk tanaman, seperti: kumbang Coccinellidae, wereng Cicadellidae dan Delphacidae. Semua serangga yang telah ditangkap kemudian dibunuh dengan cara dimasukkan kedalam botol pembunuh. c. Aquatic nets adalah jaring yang digunakan dengan bantuan tangan untuk menangkap serangga-serangga yang hidup didalam air (serangga air), seperti: larva Trichoptera dan Lepidotera. 4. Penangkapan serangga dengan menggunakan beating sheets Metode ini dilakukan dengan cara penggoyangan tumbuhan dengan keras yang dibawahnya telah dipasang beating sheets. Penangkapan dengan cara ini sangat sesuai untuk serangga-serangga yang tidak bersayap terutama efektif untuk serangga yang berklamufase dengan tumbuhan atau tersembunyi dan juga untuk serangga-serangga yang pergerakannya lamban, seperti: serangga ordo
Phasmatodea, beberapa serangga ordo Coleoptera, Hemiptera, dan Hymenoptera. Semua serangga yang telah ditangkap kemudian dibunuh dengan cara dimasukkan kedalam botol pembunuh. 5. Penangkapan serangga dengan menggunakan kain/wadah bentuk kerucut sebagai tadah Metode ini dilakukan dengan cara penyemprotan zat beracun atau insektisida pyrethroid pada tumbuhan yang dibawahnya telah dipasang kain sebagai wadah serangga-serangga yang mati dan jatuh. Cara ini sangat efektif untuk seranggaserangga yang hidup pada kanopi pohon, seperti beberapa serangga ordo Hymenoptera, Hemiptera, dan Phasmatodea yang tidak bisa dijangkau oleh tangan atau jaring serangga.
6.
Penangkapan serangga dengan menggunakan corong Berlese Metode ini dilakukan dengan cara mengambil serasah tumbuhan yang
kemudian diletakkan di dalam corong Berlese. Cara ini efektif untuk menangkap serangga-serangga sangat kecil yang hidup di dalam seresah umumnya berperan sebagai pengurai bahan organik, seperti: beberapa jenis semut, kumbang Tenebrionidae, Thysanura, dan beberapa Hexapoda bukan serangga seperti Collembola, Protura, dan Diplura. 7. Penangkapan serangga dengan menggunakan perangkap Macam-macam perangkap yang biasa digunakan untuk koleksi serangga adalah: a. Pitfall, digunakan untuk memerangkap serangga yang aktif berjalan diatas tanah, seperti semut, kumbang Carabidae dan Tenebrionidae. Pitfall trap dapat ditambah umpan untuk serangga yang akan ditangkap.
oisat.org Gambar 2.2 Pitfall Trap b. Lampu, digunakan untuk menangkap serangga yang aktif pada malam hari, seperti Noctuidae, Saturniidae, dan Sphingidae. c. Feromon Seks atau Seks Feromoid, digunakan untuk menarik serangga jantan yang terpikat, seperti Plutella xyllostela d. Aroma pakan sebagai zat pemikat (Methyl Eugenol dan Cue Lure) digunakan untuk menangkap serangga yang membutuhkan pakan tertentu yang beraroma dan mutlak diperlukan untuk kepentingan seksualnya, seperti Bactrocera spp. dan Dacus spp.
2.1.3 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Koleksi Spesimen Sebagian besar serangga dan laba-laba yang hidup di dunia adalah beracun, dan mempunyai penyegat. Tindakan pencegahan yang hati-hati pada saat di lapangan, sebagai berikut: Jangan pernah memasukkan tangan kedalam batang kayu yang berlobang tanpa melihat atau mendorong sebatang kayu ke dalamnya. Berhati-hatilah saat akan menangkap. Selalu menggunakan sepatu yang dapat melindungi dan celana panjang yang tebal pada saat dilapangan.
2.2 Pengawetan Spesimen Pengawetan serangga dan arthropoda yang benar membutuhkan suatu pengetahuan dan keterampilan yang cukup. Spesimen awetan sangat penting untuk keperluan penelitian terutama yang berkaitan dengan biodiversitas. Pengawetan yang salah dapat berakibat fatal bagi spesimen yang disimpan. Pengawetan diperlukan peralatan-peralatan khusus seperti: relaxing disc, pinset, span block, pinning block, jarum serangga, jarum pentul, lem PVAC, kertas karding, botol koleksi, kertas label dan pensil atau tinta tahan luntur. Pengawetan serangga dan laba-laba dilakukan dengan cara yang berbedabeda pada setiap spesies dan fase tumbuhnya. Ada dua cara pengawetan yang umum dilakukan, yaitu pengawetan kering dan pengawetan basah. Pengawetan kering dilakukan untuk serangga-serangga yang bertubuh keras (umumya fase imago) dengan cara di pin (ditusuk dengan jarum preparat atau di karding). Jarum yang digunakan untuk menusuk spesimen serangga harus jarum anti karat atau stainless steel (bukan dari baja hitam atau dari kuningan) sebab jarum non-stainless akan cepat berkarat apabila terkena cairan tubuh serangga. Ukuran diameter dan panjang jarum bervariasi mulai dari nomor 00 sampai 9. Apabila jarum ditusukkan secara tidak langsung ke tubuh serangga, seperti halnya karding, jarum stainless steel tidak perlu dipergunakan, cukup dengan jarum dari baja. Beberapa serangga besar akan berubah warna atau kotor apabila diawetkan kering, oleh sebab itu perlu dilakukan proses pengeluaran isi perut atau gutting sebelum serangga di pin. Buat belahan sedikit di salah satu sisi pleural membrane
diantara sternal dan tergal plates. Pergunakan pinset untuk mengeluarkan alimentary canal, alat pencernaan makanan perlu hati-hati jangan sampai sambungan anterior dan posterior patah. Bagian perut kemudian dibersihkan dengan cermat dengan kapas dan tissue. Perutnya kemudian dibentuk kembali dengan diisi kapas agar bentuk abdomen kembali seperti sebelumnya. Belahan pada ujung pleural membrane kemudian dirapatkan kembali dan harus tertutup kembali sebelum serangga kering. Pengawetan basah dilakukan untuk serangga-serangga yang bertubuh lunak (umumnya fase larva) dilakukan dengan cara menyimpan serangga didalam botol yang telah diisi dengan alkohol 80%, dengan ketentuan bahwa spesimen yang diawetkan dalam alkohol harus disimpan dalam botol gelas dengan tutup yang rapat. Menggunakan botol plastik tidak baik untuk tempat spesimen karena mudah retak apabila diisi dengan alkohol. Pilih botol yang cukup besarnya agar spesimen tidak tertekuk dan hancur, selain itu juga akan memudahkan pengambilan pada saat akan diteliti/diamati. Penangkapan/Pengumpulan
Pembiusan
Mematikan
Fiksasi
Pengawetan Kering
Pengawetan Basah
1.
Pembiusan Banyak hewan invertebrata memiliki sifat kontraksi tinggi. Jika mereka ingin
diawetkan dalam kondisi alami, mereka harus dibius (secara perlahan) hingga tidak menjadi sensitive dan tidak mampu bereaksi terhadap perubahan lingkungannya. Spesimen tersebut kemudian dapat dibunuh dan diawetkan dengan bahan pengawet tanpa adanya kerutan dan perubahan bentuk semula.
2.
Mematikan Hewan yang diawetkan harus dibunuh secara manusiawi (euthanasia) dengan
tingkat kesakitan yang rendah. Ketika hewan dibius dan tidak berdaya melakukan reaksi, saat dirangsang mereka biasanya dibunuh dengan cara mencelupkan ke dalam bahan fiksatif. Misalnya dengan memberikan kloroform atau uap eter. 3. Fiksasi (Pemantapan) Setelah organisme mati, sel atau jaringan akan mengalami perubahan. Dekomposisi mulai terjadi karena adanya; (a) bakteri telah ada pada organisme hidup dan mulai menggandakan diri dan menghancurkan sel-sel hewan. (b) terjadi pencernaan sendiri atau autolisis. Ini terjadi sebagai akibat kegiatan enzim dari sel-sel mati, enzim-enzim mengubah protein dari protoplasms menjadi asam yang menyebar atau merembes keluar dari sel. Perubahan tersebut dapat diperlambat dengan temperatur yang rendah (pembekuan) atau dengan menggunakan larutan kimia tertentu yang disebut bahan pemantap. Suatu bahan pemantap adalah bahan yang dibuat untuk mengawetkan struktur, bentuk dan unsur pokok dari setiap sel setelah organisme mati. Bahan pemantap yang ideal harus secara cepat menembus sel, mengubah isi sel menjadi zat-zat yang tidak dapat dilarutkan dan mengeraskan sel sehingga tidak akan berubah selama perlakuan berikutnya. Suatu pemantap dibuat hanya dengan satu bahan kimia merupakan bahan pemantap yang sederhana, sebagai contoh 5% formalin atau 90% alcohol. Suatu bahan yang dibuat dari dua atau lebih bahan kimia disebut senyawa pemantap sebagai contoh FAA (Formalin-Asam Asetat-Alkohol) yang digunakan untuk pemantapan bahan tumbuhan. Beberapa cara atau aturan praktek berdasarkan pengalaman adalah : ketika pemantap memantapkan spesimen atau jaringan gunakan bahan yang besar. Ukuran yang baik adalah 10 kali volume spesimen. Lamanya waktu yang diperiukan untuk menyelesaikan bahan pemantap yang lengkap tergantung pada volume spesimen. Ketika memantapkan spesimen yang lebih besar dari pada seekor tikus, bahan pemantap harus disuntik ke dalam rongga tubuh. Setelah pemantap selesai bahan
pemantap harus dibersihkan atau dicuci keluar dari jaringan dan spesimen dimasukkan dalam sebuah bahan pengawet. 4. Pengawetan Spesimen dapat diawetkan secara kering atau basah. Pada pengawetan basah, spesimen disimpan dalam sebuah cairan pengawet. Bahan pengawet ideal sebaiknya: (a). Mempertahankan penampilan alami dari spesimen baik secara internal dan eksternai. (b) tidak mengalami kerusakan, (c) mempertahankan warna alami (d) mencegah pembusukan. Bahan pengawet yang ideal seperti itu, sampa i saat ini bel um ditemukan. Spesimen sering ditempatkan secara langsung dalam bahan pengawet sehingga tidak diperlukan pemantapan dengan bahan pemantap dalam suatu pengawet terlebih dahulu. Bahan-bahan pengawet pada kasus-kasus tersebut akan memantapkan dan mengawetkan spesimen pada waktu yang bersamaan. Formalin dan alcohol adalah bahan pengawet yang paling popular atau umum. Formalin biasanya degunakan dengan dilarutkan dala air dengan konsentrasi 3%, 5% dan 10%. Alcohol sebagai bahan pengawet digunakan paling sedikit 70% dalam air. Contoh dari bahan pengawet yang digunakan secara umum dalam pemantapan dan pengawetan adalah : Formalin (HCHO), Alkohol/ Etanol (C2H5OH), Asam Asetat (CH3COOH), Asam Kromat (CrO3), Asam Picric (C6H2(N02)3OH), Osmium Tetroksida (OsO4), Mercurie Klorida (HgCl2). Setiap spesies serangga dan arthropoda lain mempunyai kekhasan cara pengawetan, secara umum dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Laba-laba (Arachnida) Matikan dan awetkan dalam 80% ethanol. Sedikit ditambah glycerol pada ethanol akan membuat spesimen lemas (fleksibel). 2. Collembola Matikan dalam 80% ethanol. Jernihkan dalam KOH dan slide mount di euparal dengan spesimen diletakkan pada sisi kanan. Peletakan gelas obyektif dan de glass dengan menggunakan kutek tak berwarna. 3. Protura Matikan dalam 80% ethanol. Jernihkan dalam KOH dan slide mount di euparal dengan spesimen diletakkan pada sisi ventral. Peletakan gelas obyektif -
dan deglass dengan menggunakan kutek tak berwarna. 4. Diplura Matikan dalam 80% ethanol, jernihkan dalam KOH dan slide mount dalam euparal. Peletakan gelas obyektif dan de glass dengan menggunakan kutek tak berwarna. 5. Thysanura Matikan dan awetkan dalam 80% ethanol. 6. Odonata Matikan dalam botol pembunuh, sebaiknya capung dewasa dibiarkan hidup selama satu atau dua hari di dalam kertas amplop agar isi perutnya terserap tubuh. Serangga yang mati akan mengalami pembusukan isi perutnya sehingga akan mempengaruhi warna kulit perutnya atau bahkan putus karena busuk. Setelah capung dewasa mati, tusuklah dengan jarum serangga pada bagian tengah mesothorax (jarum harus keluar dari bagian bawah tubuh diantara pasangan kaki pertama dan kaki kedua). Kembangkan kedua pasang sayapnya dengan ketentuan letak anterior pinggir sayap belakang tegak lurus dengan tubuh dan letak sayap depan simetris. 7. Orthoptera Matikan belalang dewasa dalam botol pembunuh. Tusuklah dengan jarum serangga pada bagian kanan mesothorax (biasanya pada dasar sayap depan bagian kanan) belalang dewasa; bentangkan sayap bagian kiri dengan pinggir anterior sayap belakang membentuk garis tegak lurus dengan tubuh; atur kaki dengan sempurna dan antena yang panjang diatur menjulur ke belakang di atas tubuh. 8. Mantodea Matikan dalam botol pembunuh, untuk nimfa awetkan dalam 80% ethanol. Belalang sembah dewasa diawetkan dengan cara ditusuk dengan jarum serangga pada garis tengah mesothorax bagian kanan dan kembangkan sayap depan dan belakang sebelah kiri dengan pinggir anterior sayap belakang membentuk garis tegak lurus dengan tubuh. Isi perut belalang sembah betina yang besar harus dibersihkan dan diisi dengan kapas.
9.
Hemiptera Matikan dalam botol pembunuh. Tusuklah dengan menggunakan jarum pada
bagian skutelum bagian kanan. Serangga yang kecil harus dikarding dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri. 10. Thysanoptera Matikan dalam 80% ethanol. Awetkan dalam lembaran kertas persegi panjang dengan bagian ventral menghadap ke atas, bentangkan sayap-sayapnya, kaki-kaki dan luruskan antenanya. 11. Neuroptera Matikan dalam botol pembunuh. Awetkan dalam lembaran kertas karding dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri. Larvanya awetkan dalam 80% ethanol. 12. Coleoptera Tusuklah serangga dewasa tepat pada anterior elytron sebelah kanan sehingga jarum keluar diantara coxa tengah dan belakang; atur kaki-kakinya sehingga ruasruas tarsi dapat terlihat dengan jelas. Spesies dengan ukuran sangat kecil dikarding dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri. Larva diawetkan dalam 80% ethanol. 13. Diptera Tusuklah serangga dewasa pada bagian tengah mesothorax sebelah kanan. Atur sayap-sayapnya untuk spesies yang besar sehingga sayap mengembang pada sisi anterior membentuk posisi tegak lurus. Serangga yang ukuran tubuhnya kecil dikarding dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri, sayapnya dinaikkan ke atas dan kaki-kakinya diatur ke arah bawah. Serangga dewasa famili Tipulidae diawetkan dalam 80% ethanol atau dilem dibagian thorax pada kartu segiempat sehingga kaki-kakinya menempel pada kartu dengan setetes lem pada setiap tibia. Larva diawetkan dalam 80% ethanol.
14. Lepidoptera Tusuklah dengan jarum pada bagian garis tengah mosthorax untuk serangga dewasa; atur kedua sayapnya dengan ketentuan sayap depan bagian posterior tegak lurus dengan badan, sayap kedua menyesuaikan. Pengaturan posisi sayap dilakukan pada span block. Larvanya diawetkan dalam 80% ethanol. 15. Hymenoptera Tusuklah serangga dewasa pada bagian kanan garis tengah mesothorax; atur sayapnya agar terlihat jelas venasinya. Spesies yang kecil dan atau semua jenis semut perlu dikarding dengan cara menempelkan bagian tengah thorax (antara sepasang kaki depan dengan sepasang kaki tengah) pada ujung kertas segitiga; posisi kepala berada disebelah kiri. Larvanya diawetkan dalam 80% ethanol.
2.3 Catatan Lapangan dan Informasi Label untuk Spesimen Serangga-serangga dan laba-laba yang telah diawetkan harus diberi label agar mempunyai arti ilmiah. Label berisi informasi dasar mengenai tempat serangga ditemukan, tanggal serangga ditemukan, dan nama kolektornya. Selain itu juga perlu dituliskan nama spesies dan pendeterminasinya (dalam hal ini hanya sampai Ordo). Sebuah spesimen ilmiah memiliki nilai hanya jika diberi label secara benar. Pemberian nama dari sebuah spesimen dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu; a. Sebuah label yang lengkap dibuat dan digantung pada spesimen. b. Hanya nomor lapangan kolektor yang digantung pada spesimen
sedangkan informasi lainnya ditulis pada buku log milik koiektor. Pada kedua metode ini, diperlukan data-data sebagai berikut: 1. Nama Umum Nama yang diberikan penduduk di lokasi tempat ditemukan spesimen tersebut. 2. Nama llmiah Nama yang diberikan secara internasional setelah diidentifikasi berdasarkan cirri-ciri dari spesimen menurut aturan nomenclature.
3.
Tanggal Koleksi Tanggal yang tepat dan waktu spesimen tersebut ditemukan. Tanggal
menunjukkan musim saat spesimen tersebut dikoleksi. Waktu penting untuk informasi spesies nocturnal atau diurnal. 4. Lokasi Tempat yang tepat dimana spesimen tersebut ditemukan, lebih baik dengan menggunakan petunjuk peta. 5. Habitat Keadaan alam dimana koleksi dibuat antara lain ; tanah, tumbuhan penutup, kelernbaban, dll. Catat semua informasi yang berhunbungan dengan habitat asal spesimen tersebut dikoleksi. 6. Kolektor Merupakan nama dari orang yang mengumpulkan spesimen tersebut. Nama pengoleksi penting untuk memperoleh informasi tambahan bila dibutuhkan. 7. Nomor Kegiatan Lapangan Merupakan nomor yang diberikan pengoleksi untuk spesimen yang dikoleksi. Cara yang baik adalah dengan menentukan tanggal kedalam kegiatan dilapangan. Misalnya; spesimen yang pertama dikoleksi pada tanggal 22 Maret 2005, dapat diberi nomor 220305:1. Artinya 22 menunjukkan hari, 03 menunjukkan bulan Maret dan 05 menunjukkan tahun, serta 1 menunjukkan itu merupakan spesimen pertama yang dikumpulkan. Spesimen yang kedua yang dikoleksi kemudian mendapat nomor 220305:2,...dan seterusnya. Label mungkin harus diikat dengan benang yang kuat atau nilon pancing pada spesimen sehingga tidak terlepas dari tubuh spesimen. Pada sebagian besar invertebrata hal ini tidak mungkin dilakukan, semua spesimen harus ditempatkan di dalam botol sehingga label dapat diisi di dalam botol spesimen. Label spesimen harus ditulis dengan pensil atau tinta yang kedap air atau tidak bias luntur apabila terkena air.
2.4 Pemajangan dan Penyimpanan Koleksi menjadi lebih berarti ketika spesimen tersebut dapat dipelajari dan dipajang. Museum dan banyak koleksi pribadi biasanya ditempatkan di
semacam lemari kayu atau besi yang dilapisi kaca. Tiap-tiap laci memiliki suatu baki yang memudahkan spesimen yang telah dikoleksi untuk dimasukan dan dikeluarkan sebanyak yang diperlukan. Tiap baki terdiri dari 1 species dan disusun secara alfabet berdasarkan spesies dalam suatu genus, genus dalam suatu famili dan begitu seterusnaya. Diperlukan pengasapan dan
repellent,selain itu pemeriksaan secara rutin mengenai kerusakan koleksi (sisa serbuk di bawah spesimen yang mengindikasikan spesies tersebut dimakan oleh serangga hama). Awetan serangga secara rutin harus tetap dirawat supaya tidak cepat rusak. Perawatannya cukup mudah, yaitu dengan cara
membersihkan kotoran yang menempel pada serangga dan pada tempat penyimpanannya dengan menggunakan kapas atau tisu kering. Selain itu, tempat penyimpanan harus dijaga supaya tidak lembab. Pada kondisi tempat yang lembab, akan memicu tumbuhnya jamur-jamur yang dapat merusak awetan serangga.
3.1 Kesimpulan Koleksi serangga dan laba-laba meliputi kegiatan menangkap, mengawetkan, dan membuat spesimen awetan. Metode koleksi terbagi menjadi dua katagori, yaitu kolektor aktif (aktif mencari serangga dengan peralatan berupa jaring serangga, aspirator, beating sheet, dan lain-lain) dan kolektor pasif (menggunakan perangkap/trap). Prosedur umum pengawetan, meliputi pengumpulan, pembiusan, mematikan, fiksasi dan pengawetan kering atau basah.Setiap spesies serangga dan laba-laba mempunyai kekhasan cara pengawetan. Pengawetan serangga dan laba-laba dilakukan dengan cara yang berbeda-beda pada setiap spesies dan fase tumbuhnya. Spesimen awetan sangat penting untuk keperluan penelitian terutama yang berkaitan dengan biodiversitas. Sebuah spesimen ilmiah memiliki nilai hanya jika diberi label secara benar. Koleksi menjadi lebih berarti ketika spesimen tersebut dapat dipelajari dan dipajang.
3.2 Saran Pada proses pembuatan awetan kupu-kupu, sebaiknya sayap kupu-kupu tidak dalam kondisi tertutup saat dibungkus kertas minyak, sebab hal itu menyebabkan sayapnya menjadi kaku ketika dioffset. Akibatnya sayapnya lebih mudah terkoyak jika dipaksakan untuk dibuka. Demikian juga pada saat proses pengawetan labalaba, seharusnya eter yang digunakan tidak terlalu banyak dan lama. Selain itu pengidentifikasian serangga dapat dilakukan dengan lebih cermat dan
memperhatikan semua ciri-ciri serangga sehingga kemungkinan terjadi salah spesies lebih kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Nugroho Susetya, Suputa dan Witjaksono. 2011. Petunjuk Praktikum Entomologi Dasar. Yogyakarta: Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Borror, Donald Joyce. 1997. A Field Guide to Insects. Boston: Houghton Mifflin. Elzinga, Richard J. 2000. Fundamentals of Entomology. Minessota: Practice Hall.