Anda di halaman 1dari 7

Judul: VARIASI GENETIK pada BEBERAPA POPULASI Globba leucantha Miq.

dengan RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA (RAPD) Nama: Dian Catur Permatasari NPM: 140410100080 Email: dhichascorpio@yahoo.com

I PENDAHULUAN

Globba leucantha merupakan salah satu jenis tumbuhan yang menarik perhatian para peneliti, diantara penelitiannya sebagai berikut : menurut Takano (2000), G. leucantha merupakan salah satu jenis dari Globba, yang berasal dari wilayah Sumatera Barat. Bentuk bunganya berupa paniculata, dengan warna bunga berwarna putih, memiliki beberapa varietas yaitu G. leucantha var. bicolor.danvar. falividula. Menurut Syamsuardi, Mansyurdin dan Susanti (2010), tanaman globba salah satu genus dalam tribe Globbeae dari famili zingeberaceae yang belum dikenal secara luas. Tumbuhan ini memiliki karakter morfologi yang berbeda dari marga lainnya dalam Zingiberaceae yaitu memiliki organ tambahan pada anthernya. G. leuchanta dikenal sebagai jenis yang memiliki potensial evolusi dan proses spesiasi dari family Zingiberaceae. Menurut Williams et.al. (2004), posisi Globba leucantha yang memiliki tiga variasi pada peneilitiannya menunjukkan posisi evolusi dalam section Ceranthera yang sangat penting dan berperan dalam spesiasi. Spesiasi adalah suatu proses pembentukan jenis baru. Spesiasi terjadi bila aliran gen antara populasi yang pada mulanya ada secara efektif telah mereda dan disebabkan oleh mekanisme isolasi (Hale et al., 1995). Jenis baru dapat terbentuk dalam kurun waktu sejarah yang panjang maupun pendek tergantung model spesiasi mana yang dilaluinya. Spesiasi merupakan respon makhluk hidup termasuk Zingiberaceae terhadap kondisi lingkungannya berupa adaptasi sehingga kelompok ini dapat bertahan hidup dan tidak punah. Begitu populasi berubah, terbentuklah jenis baru tetapi masih sekerabat. Kapan dua populasi merupakan jenis berbeda yang baru? Jika populasi tersebut sudah tidak lagi dapat saling kawin, dianggap sebagai dua jenis yang terpisah (konsep jenis biologis). Seperti halnya seleksi alam, populasi yang beradaptasi terhadap lingkungan yang berbeda akan berubah menjadi ras, subspecies, dan akhirnya menjadi species terpisah yang baru (Farabee, 2001). Salah satu cara membuktikan adanya proses spesiasi adalah dengan analisis filogeni yaitu suatu analisis tentang sejarah evolusioner dari suatu jenis atau takson lainnya. Penggunaan pengurutan DNA, cpDNA, ITS, gen kloroplas ndhF, dan allozyme, dapat membuktikan terjadinya spesiasi pada berbagai jenis anggota Myrtaceae ini. Penelitian semacam ini telah banyak dilakukan di Australia karena benua ini merupakan salah satu pusat persebaran Myrtaceae di dunia (Biffin, 2005). Marker DNA seperti RAPD, RFLP, SSR dan AFLP telah banyak digunakan sebagai penciri genotipe tanaman.Williams, Kubelik, Livak, Rafalski, dan Tingey (1990), telah mengembangkan metode RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) untuk menghasilkan marker polimorfik yang tepat dan dapat digunakan untuk menentukan variasi dan kekerabatan genetik pada tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan diversitas genetik,menentukan tingkat aliran gen (gene flow) dan menentukan diferensiasi genetik antar populasi tumbuhan G. leucantha Miq.Selain itu, penelitian ini merupakan tahap awal pemahaman tentang proses spesiasi tumbuhan tropis.

II ISI

Globba leucantha merupakan tumbuhan herba perennial, berumpun, tinggi 52-59 cm; rizom dibawah permukaan tanah. Merupakan tumbuhan outcrossing dengan penyebaran yang cukup luas. Diketahui genus Globba ini memiliki sistem penyerbukan silang atau outcrossing, dengan nilai polen/ovule tertinggi terdapat pada G. leucantha.Menurut Syamsuardi, Mansyurdin dan Susanti (2010), jumlah polen per bunga pada jenis Globba leucantha paling tinggi dengan perbandingan polen/ovule 1843 dan memiliki jenis penyerbukan silang (outcrossing). Menurut Syamsuardi (2004), sistem reproduksi suatu jenis tumbuhan merupakan faktor yang secara langsung mempengaruhi jumlah dan distribusi variasi genetik dalam dan antar populasi. Diduga jenis tumbuhan yang memiliki jenis penyerbukan outcrossing memiliki diversitas genetik yang tinggi. Memahami aspek aliran gen dan struktur genetik dalam dan di antara populasi G. leucantha dapat memberikan pemahaman penting tentang pemahaman potensi evolusi spesies ini. Menurut Syamsuardi dan Okada, (2002), jika ada tingkat tertentu diferensiasi genetik antara populasidan subsisten struktur genetik dalam spesies, adalah mungkin untuk mengatakan bahwa peristiwa tersebut di masa lalu mungkin telah mendorong terbentuknya taksa baru. A. Pengukuran Keragaman Genetik a) Mengukur Keragaman Genetik dalam populasi Menurut Finkeldey (2005), dalam mengukur keragaman atau variasi genetik dalam populasi sering menggunakan parameter-parameter sebagai berikut: (1) Presentase Lokus Polimorfik (PLP) Suatu lokus gen dikatakan polimorfik jika sekurang-kurangnya ada dua varian yang berbeda (alel) dijumpai. Suatu lokus gen dikatakan monomorfik jika tidak memperlihatkan variasi genetik. Suatu lokus gen dikatakan polimorfik jika frekuensi dari alel yang paling sering ditemukan adalah kurang dari 95% menurut definisi yang secara luas digunakan yaitu "kriteria 95%". (2) Multiplisitas genetik dan rata-rata jumlah alel per lokus (A/L) Multiplisitas alelik dari populasi pada lokus tunggal adalah jumlah alel yang diamati tanpa memandang frekuensi alelnya. Jumlah rata-rata alel tiap lokus gen (A/L) dihitung dengan menjumlahkan semua alel yang diamati pada lokus gen dan membaginya dengan jumlah lokus (L). (3) Keragaman genetik atau heterozigositas Beberapa ukuran keragaman atau variasi genetik mempertimbangkan perbedaan frekuensi dari tipe-tipe genetik (alel dan genotipe) dalam suatu popolasi. Ukuran variasi yang sering digunakan adalah heterozigositas harapan (He). Frekuensi relatif individu heterozigot yang diamati (Ho), yaitu suatu ukuran berdasarkan struktur genetik juga digunakan untuk mengkarakterisasi variasi genetik dalam populasi.

b) Mengukur Keragaman Genetik antar Populasi Menurut Finkeldey (2005), parameter - parameter yang digunakan untuk mengukur keragaman genetik antar populasi yaitu: (1) Jarak genetik Jarak genetik digunakan untuk mengukur perbedaan struktur genetik antar dua populasi pada suatu lokus gen tertentu. Sebagian besar tetapi tidak semua ukuran jarak genetik bervariasi antara 0 dan 1. Nilai minimum 0 diperoleh jika struktur genetik dari dua populasi identik, sedangkan nilai maksimum 1 dicapai jika dua populasi tidak membagi apapun tipe genetik (alel atau genotipe). Perbedaan genetik lebih dari dua populasi biasanya dianalisa oleh sebuah matrik dengan elemen-elemen berupa jarak genetik dengan pasangan kombinasinya yaitu populasi. (2) Pembagian variasi genetik (FST dan GST) FST atau GST adalah suatu ukuran diferensiasi relatif terhadap keseluruhan keragaman. Konsep pembagian variasi genetik dalam sebuah komponen dan satu komponen di antara populasi (FST) merupakan ukuran yang lebih luas digunakan apabila dibandingkan dengan perhitungan diferensiasi genetik.

(3) Analisis klaster/kelompok Analisis klaster adalah metode untuk menggambarkan perbedaan genetik antar populasi secara geografis. Hal ini didasarkan atas perhitungan jarak genetik. Populasi dengan jarak genetik kecil, yaitu populasi yang secara genetik sama, bersatu pertama kali dan kemudian bersatu lagi dengan populasi yang secara genetik berbeda jarak. Dalam cara ini, pohon keturunan dapat digambarkan untuk mempermudah pengkajian pola diferensiasi genetik populasi-populasi. Populasi tunggal atau OTUs (Original Taxonomic Units) biasanya berklaster menjadi beberapa cabang pohon. Analisis klaster dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan hibrid (Finkeldey, 2005). Variasi genetik tanaman dapat dianalisis menggunakan teknik penanda genetik sebagai alat bantu mengidentifikasi genotipe suatu individu. Penanda genetik yang terpilih untuk diamati adalah penanda yang terpaut dengan sifat/karakter yang menjadi sasaran penelitian. Macam penanda genetik yang sering digunakan antara lain penanda morfologi, penanda biokimia atau penanda isoenzim dan penanda molekuler (Finkeldey, 2005). Hasil screening terhadap 11 primer menunjukkan bahwa hanya 4 primer yang memberikan hasil yang polimorfik.Primer-primer lain yang diujikan adalah OPA06, OPF 07, OPG13, OPW 16 dan OPY 08 (tidak menghasilkan amplikon), OPW 05 (sampel tidak teramplifikasi semua), OPZ-03 (pita-pita hasil ampifikasinya monomorfis).Dari hasil uji coba didapatkan masing-masing primer (OPD08, OPG18, OPJ 04 dan OPS 19) menunjukkan adanya pita-pita dengan ukuran yang bervariasi dan pita polimorfik. Profil pita-pita yang dihasilkan dari keempat primer yang telah diuji, dapat digunakan untuk tujuan analisis variasi genetik G.leucanthakarena pita-pita yang dihasilkan cukup jelas. Fragmen yang terbentuk dari data RAPD dengan empat buah primer yang didapatkan adalah 36 pita dengan kisaran ukuran pita antara 200 bp sampai dengan 1450 bp. Dari total 36 pita tersebutdiantaranya 32 pita (88%) adalah polimorfik dan 4 pita (12%) adalah monomorfik. Tingginya polimorfisme pita pada penelitian ini menunjukkan tingginya keragaman genetik pada tumbuhan G.leucanthayang diamati.Penelitian oleh Islam, Meister, Schubert, Kloppstech dan Esch (2007), diversitas genetik dari family zingebaraceae Curcuma zedoria juga menemukan hal yang sama dengan metoda RAPD, dari total 189 pita hasil amplifikasi dengan 13 primer, diantaranya 151 pita (79,9%) adalah polimorfik dan 38 pita (20,1%) adalah monomorfik. Setelah diamati profil pita-pita DNA dengan menggunakan 4 primer pada masingmasing individu, terlihat adanya pita-pita unik yang membentuk suatu pola pada masing-masing daerah, yaitu di Limau manis, Harau, Pasaman dan Batusangkar. Pita unik hanya terdapat pada suatu daerah saja, dan berpotensi untuk terjadinya spesiasi.Terdapat lima pita unik yang sebagian besarnya terdapat di daerah tertentu (Gambar 1), antara lain adalah alel berukuran 1400 bp OPD08-1(ditandai dengan warna merah), alel berukuran 780 bp (OPG 18-3, ditandai dengan warna kuning), alel berukuran 750 bp (OPG 18-4, ditandai dengan warna hijau), alel berukuran 350 bp (OPJ 0412, ditandai dengan warna biru) dan alel berukuran 750 bp (OPS 19-2, ditandai dengan warna ungu).

Gambar 1. Pita-pita unik yang terdapat pada populasi G. leucantha di empat populasi

Nilai diversitas genetik tertinggi diperoleh pada populasi Limau manis dengan nilai rata-rata heterozigositas (H) sebesar 0.1572 dan rata-rata nilai Indeks Shannon (I) sebesar 0.2442, kemudian dalam populasi Harau dengan nilai H sebesar 0.1059 dan nilai I sebesar 0.1618. Sedangkan dalam populasi Malampah didapatkan nilai H terendah yaitu sebesar 0.0885 dan I sebesar 0.1381. Pada populasi di Batusangkar didapat nilai H dan Isebesar 0,00, hal ini dikarenakan jumlah sampel yang ditemukan hanya satu individu. Tingginya nilai DST (0.2137) dibandingkan dengan nilai Hs (0,0879) menunjukkan bahwa variasi genetik G. leucantha antar populasinya lebih tinggi dibandingkan variasi genetik didalam populasinya. Sedangkan menurut Nybom dan Bartish (2000), spesies outcrossing memiliki nilai diversitas genetik yang lebih rendah diantara populasi. Perbedaan ini mungkin berkaitan dengan jarak geografis yang sangat jauh antar populasi Globba leucantha, isolasi geografis diduga salah satu pembatas antar populasi. Tingginya nilai GST di antara populasi juga mengindikasikan tingkat aliran gen yang rendah. (Frankham, Ballou dan Briscoe, 2002). Dibuktikan dengan nilai aliran gen yang juga rendah pada populasi G. leucantha yaitu 0,2056 (Nm<1). Isolasi reproduksi dan isolasi geografis tampaknya memainkan peranan yang penting dalam struktur populasi G. leucantha. Berdasarkan hasil perhitungan jarak genetik antar 30 individu G. leucantha dilakukan analisis pengelompokan (cluster analysis) yang hasilnya berupa fenogram pada gambar 2.

Gambar 2. Fenogram analisis cluster genetic distance (UPGMA) data RAPD pada individu-individu G. leucantha dari 4 populasi (Limau manis, Harau, Malampah dan Batusangkar).

Fenogram pada Gambar 2 memperlihatkan sebagian kelompok individu mengelompok berdasarkan asal dari populasinya dan sebagiannya acak bergabung dengan kelompok populasi lain, yaitu individu M1, M2 dan M3 (Malampah) yang bergabung dengan kelompok individu Limau manis, yaitu M1 bergabung dengan LM14, M2 dan M3 mengelompok sendiri tapi masih dalam satu kelompok dengan individu Limau manis. Terjadinya perbedaan

pengelompokan berdasarkan jarak genetiknya disebabkan adanya diferensiasi genetik antar populasi G. leucantha yang mengindikasikan adanya struktur genetik sebagai awal proses dimulainya spesiasi. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan korelasi yang signifikan (Gambar 3) antara jarak genetik dengan jarak geografis di antara populasi (r = 0,1203, P<0,05 ) yang mengindikasikan bahwa isolasi geografis memainkan peranan yang penting dalam penentuan perbedaan genetik antar populasi G. leucantha. Hasil penelitian Syamsuardi (2003), memperlihatkan bahwa perbedaan struktur genetik karena adanya jarak juga terjadi pada tumbuhan Ranunculus japonicus di Jepang.Penelitian oleh Zhou et.al.(2007), pada tumbuhan G. lancangensis juga menunjukkan adanya korelasi positif yang signifikan antara jarak genetik dan geografis. Nilai r tertinggi 0,099 di kelas 1,0-2,0 m jarak. Korelasi positif yang signifikan lain (Mantel t test r = 0,059, P <0,01, terjadi pada 8-12 m kelas. Pola ini bisa menjadi refleksi dari gerakan migrasi gen melalui serbuk sari oleh penyerbuk. Sedangkan untuk korelasi antara jumlah allel dengan ketinggian tempat tidak terdapat hubungan yang signifikan, karena didapatkan nilai r= -0,14227; r2 = 0,02024 dan nilai p = 0,45329. Dimana nilai p>0,05 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang siginifikan.

III RESUME

G. leuchanta dikenal sebagai jenis yang memiliki potensial evolusi dan proses spesiasi dari family Zingiberaceae. Posisi Globba leucantha yang memiliki tiga variasi pada peneilitiannya menunjukkan posisi evolusi dalam section Ceranthera yang sangat penting dan berperan dalam spesiasi. Memahami aspek aliran gen dan struktur genetik dalam dan di antara populasi G. leucantha dapat memberikan pemahaman penting tentang pemahaman potensi evolusi spesies ini. Jika ada tingkat tertentu diferensiasi genetik antara populasi dan subsisten struktur genetik dalam spesies, adalah mungkin untuk mengatakan bahwa peristiwa tersebut di masa lalu mungkin telah mendorong terbentuknya taksa baru. Pengetahuan tentang keragaman genetik sangat penting karena akan memeberikan suatu informasi dasar dalam pengembangan tanaman selanjutnya. Keragaman genetik digunakan sebagai bahan seleksi genotipe yang dikehendaki. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk estimasi variabilitas genotipe adalah dengan menggunakan metode baru berdasarkan analisis molekuler. Pengembangan bidang molekuler dengan analisis DNA sudah sering digunakan untuk mengkarakterisasi variasi genetik dan kekerabatan dalam satu genus, spesies, kultivar atau aksesi. Marker DNA seperti RAPD, RFLP, SSR dan AFLP telah banyak digunakan sebagai penciri genotipe tanaman. Metode RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) untuk menghasilkan marker polimorfik yang tepat dan dapat digunakan untuk menentukan variasi dan kekerabatan genetik pada tumbuhan. Pendugaan ragam atau variasi genetik dalam beberapa penelitian umumnya menggunakan bahan tanaman berupa daun. Informasi yang dihasilkan dari analisis DNA berguna untuk penentuan hubungan kekerabatan dan filogenetik individu setelah mengalami evolusi karena pengaruh waktu, tempat dan varietas yang digunakan. Dewasa ini telah berkembang berbagai jenis penanda molekuler diantaranya adalah isoenzim, RAPD (Random Amplified Polymorfik DNA), RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphisms), SSR (Simple Sequence Repeat) atau mikrosatelit. Analisis molekuler dapat memberikan perbedaan yang jelas dengan melihat perbedaan pola pita DNA. Keragaman genetik dapat terjadi karena adanya perubahan nukleotida penyusun DNA. Perubahan itu mungkin dapat mempengaruhi fenotipe suatu organisme yang dapat dipantau dengan mata telanjang atau mempengaruhi reaksi individu terhadap lingkungan tertentu. Secara umum keanekaragaman genetika suatu populasi dapat terjadi karena adanya mutasi dan rekombinasi. Di samping itu struktur genetika dari suatu populasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti besarnya populasi, cara reproduksi dan seleksi. Dalam suatu jenis tumbuhan dapat dijumpai beberapa variasi yaitu variasi geografis, variasi lokal (antar tempat tumbuh, antar tapak), variasi antar tumbuhan, dan variasi di dalam tumbuhan. Ada dua sebab utama yang menimbulkan variasi, yaitu perbedaan lingkungan dan perbedaan struktur genetik. Variasi yang disebabkan oleh perbedaan keadaan tempat tumbuh, sifat-sifat tanah dan jarak tanam adalah variasi yang disebabkan oleh lingkungan (environmental variation). Sedangkan variasi yang tidak dapat diterangkan dengan perbedaan tempat tumbuh, misalnya perbedaan bentuk batang, tebal cabang dan berat jenis kayu dari tumbuhan dalam suatu tegakan adalah variasi yang banyak dipengaruhi oleh perbedaan genetik yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya, dan disebut variasi genetik (genetic variation). Variasi genetik dari suatu keturunan merupakan hasil dari perkembangbiakan seksual. Perkembangbiakan secara seksual terjadi dengan adanya sel reproduktif (gamet) jantan dan betina melalui proses meiosis dan selanjutnya terjadi proses reduksi jumlah kromosom dari diploid (2n) dalam sel tetua menjadi haploid (n) dalam gamet, mengikuti hukum segregasi secara bebas (Hukum Mendel 1). Selanjutnya pada saat perkawinan terjadi rekombinasi gamet secara acak menurut hukum Mendel 2. Selain itu pada saat meiosis, kromosom homolog juga akan mengalami pindah silang dan kadang-kadang terjadi perubahan susunan genetik karena mutasi, aliran gen dan migrasi, seleksi dan sistem perkawinan.

DAFTAR PUSTAKA

Biffin, E. 2005. Sorting out The Confusion: Phylogenetics of Large Genera and The Lessons from Syzygium (Myrtaceae). Canberra: CSIRO Plant Industry. Doyle, J.J. and J.L. Doyle. 1987. A rapid DNA isolation procedure for small quantities of fresh leaf tissue. Phytochem. Bull, 19: 11-15. Farabee, M.J. 2001. The Modern View of Evolution. Estrellamountain. Frankham, R, J. D. Ballou and D. A. Briscoe. 2002. Introduction to conservation genetics.Cambridge University Press.UK Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Djamhuri E., Siregar IZ., Siregar UJ., Kertadikara AW., penerjemah. Gottingen: Institute of Forest Genetics and Forest Tree Breeding Georg-August-Univerity-Gottingen. Terjemahan dari : An Introduction to Tropical Forest Genetics. Hammer, yuind, 2011. Paleontological statistic version 2.10.natural history museum. University of Oslo. Hale, W.G., J.P. Margham, and V.A. Saunders. 1995. Collins Dictionary of Biology. Harper Collins Publishers. Glasgow G4 0NB. Islam, M.A., A., Meister, V., Scuberrt, K., Kloppstech, and E., Esch, 2007. Genetic Diversity and Cytogenetic Analyses in Curcuma zedoaria (Christm.)Resoed from Bangladesh.Genetic Resources and Crop Evolution (2007) 54 : 149-156. Nei M, W. Li. 1979. Mathematical model for studying genetic variation in terms of restriction endonucleases. Proc. Natl. Acad. USA., 76: 5269-5273. Nybom, H., and V.I., Bartish, 2000. Effects of life history traits and sampling strategies on genetic diversity estimates obtained with RAPD markers in plants. Perspectives in Plant Ecology, Evolution and Systematic. Vol. 3(2) : 93-114. Pratiwi, P. et al,. 2011. Analisis Variasi Genetik Beberapa Populasi Globba leucantha Miq. di Sumatera Barat dengan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD). Jurnal Program Pascasarjana Biologi Universitas Andalas. Rohlf (1997) NTSYS-pc.Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System. Version 1.8. Exeter Software (NY, USA). Syamsuardi dan Okada, Hiroshi.,2002. Genetic diversity and genetic structure of populations of Ranunculus japonicus Thunb.,(Ranunculaceae). Plant Species Biology (2002) 17, 59-69. Syamsuardi. 2003. Pollination and breeding system of Ranunculus japonicus Thunb. In Japan. Biota 8 (1) : 27-32. Syamsuardi. 2004. Mating system variation in Ranunculus japonicus Thunb. (Ranunculaceae): Evidence from electrophoretic data.Makalah Semirata Bidang MIPA BKS-PTN Wilayah Indonesia Barat di Pontianak tanggal 27-30 Juli. Syamsuardi, Mansyurdin, dan Susanti, 2010. Variasi morfologi polen genus Globba (Zingiberaceae) Di Sumatera Barat.Jurnal Hayati, 2010 : 1-5. Takano, A. 2000. Studies on The Diversification of Globba (Zingiberaceae) in The Wet Tropics. Disertasi S3. Osaka City University. Osaka. Japan. Williams, J. G., A. R., Kubelik, K.J., Livak, J. A., Rafalski and S. V. Tingey, 1990. DNA polymorphisms amplified by arbitrary promers are useful as genetic markers. Nucl. Acid Res., 18: 6531-6535. Williams, J.K., Kress, J.W., and Manos, S.P., 2004. The Phylogeny, Evolution, and Classifiationofthe Genus Globbaand Tribe Globbae(Zingiberaceae): Appendagesdo Matter. American Journal of Botany 91(1): 100114. 2004. Yeh FC, Yang R-C, Boyle T et al. (1997) POPGENE, the user-friendlyshareware for population genetic analysis.Molecular Biology and Biotechnology Centre, University of Alberta, Canada. http://www.ualberta.ca/fyeh/ Zhou, H., J.,Chen and F., Chen, 2007. Ant-mediated seed dispersal contributes to the local spatial pattern and genetic structure of Globba lancangensis (Zingiberaceae). Journal of Heredity, hal 1-8.

Anda mungkin juga menyukai