Anda di halaman 1dari 36

DIAGNOSIS LABORATORIK ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROM

Dr Farida Amin SpPK

Definisi anemia
Ketidak mampuan darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen. Kadar hemoglobin di bawah nilai rujukan (nilai normal), sesuai dengan jenis kelamin, umur, tinggi tempat dan metoda pemeriksaan yang dipakai.

Tabel 1. Nilai rujukan kadar hemoglobin pada berbagai umur dan jenis kelamin ( WHO dan Menkes RI 736 a/menkes/XI/1989) ------------------------------------------------------------------------------------Bayi baru lahir 13.5 3 g/dL Bayi 3 bulan 11.5 2 g/dL Anak usia 1 tahun 12.0 1.5 g/dL Anak usia 10-12 tahun 13.0 1.5 g/dL Wanita tidak hamil 14.0 2.5 g/dL Pria dewasa 15.5 2.5 g/dL Batas bawah kadar hemoglobin untuk anemia di Indonesia

Anak prasekolah 11 g/dL Anak sekolah 12 g/dL Wanita hamil 11 g/dL Ibu menyusui ( 3 bulan postpartum) 12 g/dL Wanita dewasa 12 g/dL Pria dewasa 13 g/dL ------------------------------------------------------------------------------------

KLASIFIKASI ANEMIA
Digolongkan berdasarkan etiologi (penyebab) dan morfologi eritrosit.
I. Menurut etiologi : 1. Anemia karena kehilangan darah - Akut - Menahun 2. Anemia karena gangguan produksi eritrosit - gizi : kekurangan protein, asam folat, besi, vitamin B12 dan lain-lain - kegagalan sumsum tulang memproduksi eritrosit : anemia aplastik, anemia pada keganasan, dan lain-lain 3. Anemia karena destruksi eritrosit yang meningkat - Bawaan : kelainan membran eritrosit, kelainan enzim dan Hemoglobin abnormal - Didapat : kelainan imunologi, mekanik, infeksi, zat kimia, fisika dan lainlain

II. Menurut morfologi Berdasarkan Nilai Eritrosit Rata-Rata (NER) : - VER, HER dan KHER - NER dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan sediaan sediaan apus darah tepi.

Menurut morfologi : 1. Anemia normositik normokrom ( VER 82-92 fL, KHER 32-36 g/dL) 2. Anemia mikrositik hipokrom (VER < 82 fL, KHER <32 g/dL) 3. Anemia makrositik ( VER > 96 fL, KHER 32-36 g/dL)

DIAGNOSIS ANEMIA
Setelah ditegakkan adanya anemia, langkah-langkah untuk mencari penyebab anemia : 1. Evaluasi data-data klinis(anamnesis& pemeriksaan fisik) 2. Pemeriksaan darah lengkap 3. Pemeriksaan sediaan apus darah tepi 4. Pemeriksaan sumsum tulang bila diperlukan 5. Pemeriksaan khusus lain untuk menegakkan diagnosis : SI, TIBC, feritin, G-6-PD, tes Coomb, kadar vitamin B12 dll.

ALUR DIAGNOSTIK ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROM


Anemia normositik normokrom (MCV, MCH normal)

Retikulosit

Normal/Rendah Morfologi ss tulang

Meningkat Darah samar/ perdarahan lain

Normal
Anemia Sekunder Anemia pada penyakit kronis Penyakit ginjal Penyakit hati Hipofungsi endokrin Hipoplastik An.aplastik

Abnormal

Positif
Perdarahan akut

Negatif
Tes Coomb Positif Negatif

AIHA
Infiltrasi/fibrosis Leukemia Mielofibrosis Tumor Infeksi Diseritropoiesis Mielodisplasia

An.Hemolitik lain

ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROM DENGAN PENINGKATAN RETIKULOSIT Perdarahan Hemolitik I.1. ANEMIA AKIBAT PERDARAHAN Perdarahan akut anemia post hemorrhagik Perdarahan kronik anemia defisiensi besi

PATOGENESIS ANEMIA PERDARAHAN AKUT


Perdarahan

Fase I (hari 1-3) (stadium hipovolemik) Hifofibrogenemia

Anemia post hemorrhagik (normositik normokrom) Volume plasma Volume eritrosit Hemodilusi (setelah 24 jam) Aktivitas eritropoiesis meningkat

Trombositopenia Hipofibrinogenemia Trombositosis Leukositosis Neutrofilia

Fase II ( hari 3-5) (stadium regenerasi)

Hiperplasia sumsum tulang Eritrositosis (eritrosit berinti) Polikromasi Makrositosis

Pemeriksaan laboratorium :
1. Darah tepi : - Anemia normositik normokrom (awal) - Leukositosis, neutrofilia - Trombositosis - Fase regenerasi : Eritrosit berinti, polikromasi - Retikulositosis (makrositosis)Bila perdarahan berat dan akut : gambaran leukoeritroblastik 2. Sumsum tulang Hiperplasia sumsum tulang, aktivitas eritropoiesis meningkat 3. Perdarahan internal (pada rongga-rongga tubuh, saluran cerna atau jaringan lunak) : kadar bilirubin dan urea meningkat

1.2 ANEMIA HEMOLITIK


Destruksi eritrosit berlebihan atau karena umur eritrosit yang memendek yang tidak dapat dikompensasi dengan produksi eritrosit oleh sumsum tulang.
Berdasarkan penyebab : Kelainan intrinsik eritrosit (genetik) : abnormalitas pada membran, enzim didalam sel atau molekul hemoglobin. Kelainan ekstrinsik (didapat) : abnormalitas pada lingkungan sel yang menyebabkan trauma pada eritrosit, sedangkan eritrosit sendiri normal.

Berdasar tempat hemolisis : - Intravaskuler ( di dalam sirkulasi ) ---10-20% - Ekstravaskular (di dalam makrofag dari lien, hati atau sumsum tulang ) --- 80-90%

Retikulositosis --- peningkatan aktivitas sumsum tulang untuk mempertahankan massa eritrosit dalam darah perifer. Bila produksi eritrosit sama banyak dengan kecepatan hemolisis --- tidak terjadi anemia ---- penyakit hemolitik terkompensasi Anemia hemolitik : destruksi eritrosit > kemampuan kompensasi sumsum tulang ( krisis hemolitik) atau sumsum tulang mendadak berhenti membentuk eritrosit ( krisis aplastik). Bila umur eritrosit memendek < 15 hari - anemia

Destruksi eritrosit
1. Ekstravaskuler : 80-90 % di RES ( limpa, hati, kelenjar getah bening) 2. Intravaskuler : 10-20% di pembuluh darah Hemolisis ekstravaskuler. - Eritrosit difagositosis oleh makrofag di RES bilirubin bebas (bil.Indirek) - Bilirubin + albumin diambil sel hati -- konyugasi > biirubin terkonyugasi ( bil. Direk) melalui saluran empedu -- usus --> urobilinogen - Sebagian besar urobilinogen > urobilin (tinja) - Sebagian kecil urobilinogen sirkulasi enterohepatik -- ginjal --- urobilinogen urin

HEMOLISIS EKSTRAVASKULER
RES
Hemoglobin Plasma protein pool Heme + globin Biliverdin + CO + Fe transferin + Fe Sumsum tulang Bilirubin Albumin plasma Bilirubin-albumin ( tidak terkonyugasi) Hati Bilirubin diglukoronida ( terkonyugasi) Saluran empedu ke duodenum Urobilinogen Darah (enterohepatic circulation) Ginjal Urobilnogen urin Usus besar Urobilinogen tinja

HEMOLISIS INTRAVASKULER
Hemoglobin Hb bebas dalam plasma Haptoglobin Kompleks HbHaptoglobin Oksidasi Methemoglobin Hb-dimer

Heme ( Fe++++) + Globin Hemopeksin


Hati Hemopeksin-heme Hati

Ginjal

Hemoglobin urin Hemosiderin uria Methemalbumin Hati

Hemolisis intravaskuler Hb bebas dalam plasma. Hb bebas diikat haptoglobin -- kompleks Hbhaptoglobin hati -- di ekskresi seperti proses hemolisis ekstravaskuler. Hb bebas dioksidasi methemoglobin -- diikat oleh albumin. Met Hb dipecah -- gugus heme dan globin. Heme diikat oleh hemopeksin. Kompleks Hb- haptoglobin, hemehemopeksin , met Hb-albumin --- dibersihkan RES hati. Hb bebas yang masih ada dalam sirkulasi difiltrasi oleh glomerulus, diserap oleh tubulus proksimal. Bila kecepatan filtrasi hemoglobin > kemampuan reabsorpsi tubulus -- Hb bebas dalam urin. Besi dari hemoglobin mengendap pada sel tubulus ginjal ---- hemosiderinurin.

Tabel 1. KLASIFIKASI ANEMIA HEMOLITIK ______________________________________________ ________ DEFEK INTRINSIK DEFEK EKSTRINSIK Defek herediter Destruksi non imun 1. Kelainan membran mikroangiopatik : sferositosis herediter DIC, TTP, HUS eliptositosis herediter hipersplenisme piropoikilositosis herediter March Hb uria stomatosis herediter zat kimia dan toksin xerositosis herediter infeksi : Plasmodium, Clostridium

DEFEK INTRINSIK 2.Kelainan enzim


defisiensi G-6-PD defisiensi piruvat kinase

DEFEK EKSTRINSIK
Anemia hemolitik imun autoimun alloimun : tranfusi, hemolytic disease.of the newborn drug (metildopa, penisilin)

3. Hemoglobin abnormal thalassemia hemoglobin varian unstable hemoglobin Defek didapat paroxysmal nocturnal hemoglobinuria (PNH)

Gejala klinis
Akibat peningkatan destruksi eritrosit dan eritropoiesis . Gejala anemia : pucat, mudah lelah, keluhan pada jantung, ikterus dan splenomegali. Urin berwarna gelap (peningkatan urobilinogen) atau merah (hemoglobinuria.) Anemia hemolitik kronik berat --- peningkatan eritropoiesis menahun --- ekspansi sumsum tulang dan penipisan korteks tulang --- fraktur spontan atau keluhan artritis (osteoartropati)

Pemeriksaan laboratorium
1. Akibat peningkatan aktivitas sumsum tulang - Retikulositosis - Leukositosis - Eritrosit berinti, polikromasia dalam darah tepi - Ss tulang hiperplasia, eritropoiesis meningkat - Cadangan besi meningkat. Pd anemia hemolitik intravaskuler : cadangan besi kurang

2. Akibat peningkatan destruksi eritrosit - Anemia ( normositik normokrom/ makrositik) - Kelainan morfologi eritrosit pada sediaan apus dapat berupa : a. Sferosit : sferositosis herediter, AIHA ( mikro sferosit) b. Fragmentosit : sistosit, sel helmet ( anemia hemolitik mikroangiopati) c. Autoaglutinasi : AIHA d. Burr cells : uremia e. Bite cells : def G-6-PD Heinz bodies (pewarnaan supravital) : defisiensi G-6-PD, unstable hemoglobin syndr

Peningkatan bilirubin indirek Peningkatan urobilinogen urin dan feses LDH serum meningkat Pada hemolisis intra vaskular : - Haptoglobin dan hemopeksin serum menurun - Hemoglobinemia - Hemoglobinuria - Hemosiderinuria - Methemoglobinemia

3. Pemeriksaan khusus a. Tes fragilitas osmotik - Menilai kerapuhan eritrosit dengan memberikan stres berupa larutan garam yang semakin hipotonis kepada eritrosit. - Sferositosis herediter : fragilitas osmotik meningkat ( eritrosit lebih mudah lisis) - Thalassemia : fragilitas osmotik menurun

b. Tes Coomb ( direk dan indirek) : pada AIHA - Tes Coomb direk mendeteksi adanya antibodi pada permukaan eritrosit. - Tes Coomb indirek mendeteksi antibodi antibodi bebas di dalam serum penderita c. Aktivitas enzim G-6-PD d. Elektroforesis hemoglobin - Dan lain-lain

Auto immune hemolytic anemia = AIHA - Destruksi eritrosit karena terbentuknya antibodi IgG terhadap antigen-antigen pada eritrosit pasien sendiri. - Antibodi umumnya terhadap komponen sistem Rh. - Penyebab AIHA : idiopatik 50%), juga dihubungkan dengan SLE, CLL, limfoma - Hemolisis intravaskuler atau ekstravaskuler. - Antibodi penyebab a. warm antibody -- afinitas terbesar pada suhu tubuh (37 C) b. cold antibody -- bekerja optimal pada suhu yang lebih rendah hingga suhu mendekati 0 C. Darah tepi : anemia, mikrosferositosis, retikulositosis, ikterus dan splenomegali

Paroksismal nokturnal hemoglobinuria (PNH) - Kelainan di dapat pada membran eritrosit yang ditandai oleh sensitivitas abnormal terhadap komplemen. - Hemolisis intravaskular yang intermiten, hemoglobinuria nokturnal, urin coklat kemerahan. - PNH dapat berkembang menjadi anemia aplastik, myelodisplasia syndrome atau keganasan.. Tes khusus untuk PNH : a. Sugar water test (uji hemolisis sukrosa): eritrosit akan mengalami hemolisis berlebihan bila terpajan kelarutan dengan kekuatan ionik rendah. tes penyaring. b. Tes Ham ( uji hemolisis asam ) : hemolisis berlebihan saat eritrosit dipajankan ke serum yang mengandung komplemen pada pH rendah. Lebih spesifik dari Sugar water test tes konfirmasi

Defisiensi G-6-PD G-6-PD mengkatalisa pengeluaran hidrogen dari glukosa-6-fosfat untuk menghasilkan 6-fosfoglukonat (6-PG) dan memerlukan kofaktor yang tereduksi menjadi NADPH. NADPH sumber pereduksi eritrosit untuk menahan stres oksidatif. Defisiensi enzim G-6-PD : stres oksidatif memicu destruksi eritrosit intravaskuler anemia, iktrerus, hemoglobinuria, peningkatan retikulosit Klinis : bervariasi - Obat-obat penyebab hemolisis : primakuin (obat malaria), obat sulfa, tutunan kuinin, nitrofuran, analgetik-antipiretik. Sediaan apus darah tepi : fragmentosit, blister cells, badan Heinz - Pada keadaan akut : aktivitas enzim G-6-PD dapat normal. Tes harus diulang beberapa minggu setelah hemolisis hilang. - Pada defisiensi berat, aktivitas enzim G-6-PD selalu rendah.

Hipersplenisme
Peningkatan sekuestrasi sel darah merah oleh limpa pada keadaan yang berkaitan dengan peningkatan ukuran limpa, antara lain : - penyakit hati dengan hipertensi portal - gagal jantung kongestif kronis - penyakit infiltratif seperti leukemia dan limfoma - infeksi protozoa seperti skistosomiasis - Kala azar - Lipid storage disease - Malaria - Thalassemia - Mielofibrosis

Diagnosis
Kriteria hipersplenisme : Anemia, leukopenia dan trombositopenia ( 2 dari 3 kelainan ) Sumsum tulang normosellular/ hiperselular Splenomegali Perbaikan setelah splenektomi

ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROM DENGAN RETIKULOSITOPENIA


II. Anemia sekunder atau anemia simptomatik

II.1 Anemia pada penyakit kronik Terjadi berbagai reaksi dalam darah sebagai respons terhadap infeksi, inflamasi atau keganasan, sebagai mekanisme pertahanan tubuh. Patofisiologis anemia penyakit kronik -- kombinasi mekanisme berikut : - Eritropoiesis yang menurun akibat eritropoietin yang kurang - Besi pada RES tertahan - Masa hidup (life span) eritrosit menurun - Volume plasma meningkat

Penyakit ginjal (uremia) Pada pasien dengan gagal ginjal kronik, anemia biasanya timbul bila kadar kreatinin darah di atas 3,4 mg/dL atau GFR < 25% dari normal. Patofisiologi : Supresi sumsum tulang oleh toksin uremik, defisiensi eritropoietin, umur eritrosit yang memendek Faktor lain : hemolytic uremic syndrome, defisiensi asam folat, kehilangan darah, terapi immunosupresi, dialisis. Penyakit hati Makrositik normokromik, terdapat thin macrocyte dan sel target Penyakit endokrin Hipotiroidism

II.2

Anemia hipoplastik

Anemia Aplastik Suatu kondisi kegagalan sumsum tulang akibat injury atau supresi dari stem cells. Sumsum tulang menjadi hipoplastik --- pansitopenia. Penyebab anemia aplastik - Congenital - Idiopatik ( mungkin Autoimun) - SLE - Kemoterapi, radioterapi - Toksin : benzene, toluene, insektisida - Obat : chloramphenicol, fenilbutazon, sulfonamide, phenytoin, carbamazepine, quinacrin, tolbutamid - Posthepatitis - Kehamilan - Paroksismal nocturnal hemoglobinuria

Gejala klinis : Akibat pansitopenia : Anemia ( pucat, cepat lelah), neutropenia (rentan terhadap infeksi), trombositopenia (petekhiaea, purpura, perdarahan mukosa)

Laboratorium : Khas : Pansitopenia Pada awal anemia aplastik, hanya 1 atau 2 seri sel yang berkurang Anemia berat dengan retikulositopenia. MCV normal, neutrofil dan trombosit rendah, tidak ditemukan sel muda atau sel abnormal. Sumsum tulang hiposeluler dengan peningkatan sel-sel sumsum tulang penunjang (sel plasma, limfosit dan sel reticulum)

Pasien digolongkan anemia aplastik berat bila memiliki 3 dari 4 kriteria : hitung neutrofil kurang dari 500/uL hitung trombosit kurang dari 20.000/uL hitung retikulosit kurang dari 10.000/uL ( 1%) sumsum tulang yang nyata hiposeluler dengan seri hematopoietik yang tersisa kurang dari 20% selama lebih dari 3 minggu.

Differensial diagnosis : Penyebab pansitopenia Gangguan sumsum tulang Anemia aplastiK Mielodisplasia Leukemia akut Mielofibrosis Penyakit infiltratif : limfoma, mieloma, karsinoma, hairy-cell leukemia Anemia megaloblastik Gangguan bukan pada sumsum tulang
Hipersplenisme SLE Infeksi : TBC, AIDS, leishmaniasis, brucellosis

Kelainan sumsum tulang akibat penggantian sumsum tulang dengan jaringan lain (mieloptisik) Darah tepi :
- Mielophtisic : Anemia normositik normokrom, anisopoikilositosis. Dapat ditemukan eritrosit berinti, tear drop cells, leukositosis dengan pergeseran ke kiri disertai sel blast ( gambarn leukoeritroblastik) - Infeksi : leukositosis dengan pergeseran ke kiri , granulasi toksik, vakuolisasi, inti piknotik

Sumsum tulang - Aktivitas sumsum tulang menurun , atau ditemukan kelainan berupa fibrosis, sel ganas, sel leukemia dll

Anda mungkin juga menyukai