Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN TUTORIAL C BLOK 20

Tutor : dr.Hj.Rasrinam Rasjad,Sp.S(K) Kelompok B7 Pierre Ramandha K Fredy Tandri Keidya Twintananda Charisma Tiara R Muharam Yoga K Intan Permatasari Yuda Lutfiadi Niken Kasatie A.Rifky Rizaldi Achmad Dodo M 04111401020 04111401021 04111401022 04111401023 04111401043 04111401065 04111401051 04111401065 04111401067 04111401069

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2012

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario C blok 20 sebagai tugas kompetensi kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang. Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan saran. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada : 1. Allah SWT. 2. Kedua orang tua yang memberi dukungan materil maupun spiritual. 3. dr.Hj.Rasrinam Rasjad,Sp.S(K ) selaku tutor. 4. Teman-teman sejawat dan seperjuangan. 5. Semua pihak yang membantu penulis. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk orang lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Palembang, 13 november 2013

Penulis Kelompok B7

DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi BAB I : Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 3 1 2

BAB II

: Pembahasan 2.1 2.2 2.3 Data Tutorial Skenario Kasus Paparan I. II. III. IV. V. Klarifikasi Istilah Identifikasi Masalah Analisis Masalah Learning Issues Kerangka konsep 37 61 6 7 7 4 5

BAB III : Penutup 3.1 Kesimpulan 62

DAFTAR PUSTAKA

63

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai ilmu kejiwaan yang berada dalam blok 20 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu: 1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. 2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok. 3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini. KBK di

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial Tutor Moderator Sekretaris Laptop Sekretaris Meja Peraturan : dr. : Niken kasatie : Pierre : Intan Permatasari : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan 2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat (aktif) 3. Dilarang makan dan minum

2.2 Skenario kasus Skenario C blok 20 Tahun 2013


Ny. Cek Ela, 30 tahun, dibawa ke ruang UGD rumah sakit jiwa Ernaldi Bahar Palembang dengan percobaan bunuh diri. Dia terlihat sangat depresi dan kadang-kadang menangis tanpa alasan yang jelas. Keluarganya menyebutkan bahwa ada perubahan prilaku sejak 2 tahun yang lalu, secara perlahan menjadi lebih menarik diri dan tinggal di dalam kamarnya seharian. Satu tahun yang lalu dia mengeluhkan mendengar suara-suara seperti percakapan atau perintah sedangkan orangnya tidak ada. kemudian suara-suara semakinmengganggu, memerintahkan dia untuk melakukan sesuatu yang sulit untuk ditolak. Dia disuruh untuk melukai dirinya sendiri. Premorbid personalitinya schizoid dan setelah berumur 20 tahun terlihat jelas bahwa kepribadiannya mengganggu terutama bagi keluarga dan tetangganya. Dia terisolasi dan tidak ada interaksi social sama sekali. dalam 1 tahun terakhir, dia menjadi semakin parah, tidak terurus, tidak bisa mengerjakan aktifitas sehari-hari. Bicaranya terbatas dan kalimatnya tidak teratur. Menurut keluarganya tidak ada stressor sebelum terjadi perubahan prilaku. Dari autoanamnesis pasien sangat diam, kadang menangis, dan sulit menjawab pertanyaan. Jawabannya hanya satu atau dua kata, tidak begitu jelas, kadang menolak untuk bicara. Pemeriksaan Psikiatri : Psikopatologis pada pasien ini adalah

Informasi tambahan : Pasien memiliki sejarah perkawinan yang baik, tidak ada riwayat skizofrenia atau gangguan afektif dalam keluarga, tingkat kecerdasan berada dalam kisaran normal, tidak ada stressor selama 12 bulan terakhir dan skala GAF sekitar 40-31 pada saat pemeriksaan. Pemeriksaan Fisik : tidak ada kelainan yang ditemukan.

I.Klarifikasi Istilah
Klarifikasi Istilah : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Suicide : keinginan untuk mengakhiri hidup yang timbul dari dalam diri sendiri. Depressed : dibawah kadar yang normal atau berkaitan dengan depresi psikologis. Withdrawn : menarik diri dari lingkungan luar Schizoid : merujuk pada ciri yang menandakan kepribadian schizoid. Psikopatologies : cabang ilmu kedokteran yang mempelajari sebab dan sifat kelainan jiwa. Stressor : stimulus atau peristiwa yag menimbulkan respon stress pada seseorang Discriminative insight : Auditoric hallucination : persepsi sensorik berupa pendengaran tanpa adanya stimulus eksternal. Autism : keadaan yang didominasi oleh pikiran atau prilaku yang bersifat subjektif yang tak dapat dikoreksi dari luar. Anxiety : perasaan keprihatinan, ketidakpastiaan, ketakutan tanpa stimulus yang jelas, dikaitkan dengan perubahan fisiologis. (tremor, takikardi, berkeringat, dll) Incoherence : kelainan progresi pikiran dimana ide yang berturutan diekspresikan tidak mempunyai urutan yang logic. Hemmung : pikiran terhambat atau retardasi pikiran yang menunjukkan pikiran melambat baik inisiasi maupun pergerakkan atau kemajuannya dan jumlah ide atau pikiran yang diucapkan berkurang. Schizophrenia : gangguan jiwa atau gangguan yang ditandai dengan pada bentuk dan isi pikiran, mood, kesadaran akan diri sendiri dan hubungan dengan dunia luar, dan perilaku yang aneh GAF scale : Global Assesment of Functioning Scale yaitu skala yang digunakan untuk V dari DSM IV untuk menilai level dari tingkat social, psikologi, okupasi fungsional pasien Affective disorder : kelompok dari gangguan mental dengan gangguan utama pada aspek efektif dengan atau tanpa gejala psikotik, tidak ada tanda skizofrenia dan bisa eksaserbasi secara periodic.

13. 14. 15.

II. dentifikasi Masalah


1. Ny. Cek Ela, 30 tahun, dibawa ke ruang UGD rumah sakit jiwa Ernaldi Bahar Palembang dengan percobaan bunuh diri. Dia terlihat sangat depresi dan kadang-kadang menangis tanpa alasan yang jelas. 2. Keluarganya menyebutkan bahwa ada perubahan prilaku sejak 2 tahun yang lalu, secara perlahan menjadi lebih menarik diri dan tinggal di dalam kamarnya seharian. 3. Satu tahun yang lalu dia mengeluhkan mendengar suara-suara seperti percakapan atau perintah sedangkan orangnya tidak ada. kemudian suara-suara semakinmengganggu, memerintahkan dia untuk melakukan sesuatu yang sulit untuk ditolak. Dia disuruh untuk melukai dirinya sendiri. 4. Premorbid personalitinya schizoid dan setelah berumur 20 tahun terlihat jelas bahwa kepribadiannya mengganggu terutama bagi keluarga dan tetangganya. Dia terisolasi dan tidak ada interaksi social sama sekali 5. dalam 1 tahun terakhir, dia menjadi semakin parah, tidak terurus, tidak bisa mengerjakan aktifitas sehari-hari. Bicaranya terbatas dan kalimatnya tidak teratur.Menurut keluarganya tidak ada stressor sebelum terjadi perubahan prilaku. 6. Dari autoanamnesis pasien sangat diam, kadang menangis, dan sulit menjawab pertanyaan. Jawabannya hanya satu atau dua kata, tidak begitu jelas, kadang menolak untuk bicara. 7. Summary of Psychiatric Examination : Summary of Psychiatric Examination : The psychopatologies of this patient are poor discriminative insight, command auditoric hallucination, autism, anxiety, and associated disorder such as incoherence and hemmung. The conclusion is the reality testing ability of this patient is really disturbed. 8. Informasi tambahan : Pasien memiliki sejarah perkawinan yang baik, tidak ada riwayat skizofrenia atau gangguan afektif dalam keluarga, tingkat kecerdasan berada dalam kisaran normal, tidak ada stressor selama 12 bulan terakhir dan skala GAF sekitar 40-31 pada saat pemeriksaan. Pemeriksaan Fisik : tidak ada kelainan yang ditemukan

III. Analisis Masalah


1. Ny. Cek Ela, 30 tahun, dibawa ke ruang UGD rumah sakit jiwa Ernaldi Bahar Palembang dengan percobaan bunuh diri. Dia terlihat sangat depresi dan kadang-kadang menangis tanpa alasan yang jelas. A. Apa etiologi bunuh diri ?

Gangguan mood : Bipolar disorder, Depresi Terkait penggunaan obat-obatan Skizofrenia Gangguan kepribadian

Implikasi dari etiologi bunuh diri dapat digolongkan menjadi sosial, psikologis, dan klinis I. Faktor Sosial Disintegrasi sosial (bunuh diri anomik) Isolasi individu dari masyarakat Ketersediaan alat II. Penyakit Jiwa Depresi berat Schizophrenia Etanol abuse/kecanduan alcohol Gangguan kepribadian borderline Antisosial Penyalahgunaan obat-obat terlarang Adanya riwayat keluarga yang bunuh diri III. Penyakit Medis Penyakit-penyakit kronis Penyakit-penyakit dengan rasa nyeri yang tidak tertahankan Faktor resiko untuk kasus bunuh diri disebut SAD PERSON S (Sex) , dimana kasus bunuh diri lebih sering ditemukan pada pria daripada wanita

A (Age) pada usia tertentu bunuh diri lebih sering terjadi. Bunuh diri sering terjadi pada usia remaja secara umum --- dimana kondisi mental belum stabil, dan pada usia > 45 tahun pada pria.

D (Depression) depresi berat merupakan penyebab terbesar P (Previous attempt) individu yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya memiliki tendensi melakukan percobaan bunuh diri lagi

E (Etanol abuse) orang-orang yang kecanduan alcohol memiliki tendensi melakukan bunuh diri R (Rational thinking loss) penyakit jiwa S (Social support lacking) kurangnya dukungan social (Organized plan) N (No pastimes) tidak memiliki masa lalu S (Sickness) memiliki penyakit kronis atau penyakit dengan nyeri yg tidak tertahankan

Bunuh diri dalam kasus Ny. Cek Ela dapat disebabkan oleh halusinasi auditorik yang mengganggu, mungkin caraNy. Cek Ela untuk menghilangkan halusinasi ini yaitu dengan cara bunuh diri, yang merupakan salah satu manifestasi dari pertahanan imatur schizofrenik. Mencoba bunuh diri ini dapat juga diakibatkan oleh command halusinasion, yang memerintahkan Ny. Cek Ela untuk bunuh diri. Faktor anatomis berupa pelebaran ventrikel otak, sehingga area yang melebar tersebut diisi dengan caira cerebrospinal dan dapat mengganggu perkembangan otak, akibatnya terjadi gangguan terhadap pola pikir Ny. Cek Ela yang mendorongnya untuk mencoba bunuh diri.

B. Apa makna klinis pasien depresi dan menangis tanpa sebab yang jelas ? Depresi merupakan salah satu gangguan mental yang ditandai dengan kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur dan nafsu makan, energy rendah dan hilang konsentrasi. Menurut DSM IV, hubungan gejala sering sedih dan menangis tanpa sebab merupakan tanda dari depresi. Sehingga, gejala-gejala yang mengarah ke depresi berat yang tidak di tatalaksana dengan baik, apabila dikaitkan dengan kasus merupakan bagian

dari perjalanan penyakit schizophrenia yang masuk ke fase prodormal. Fase prodormal adalah fase dengan gejala non spesifik sebelum masuk ke fase aktif dari skizophrenia.

Makna Depresi dan menangis tanpa sebab merupakan gangguan suasana perasaan ke arah hypothymia depresi (sedang berada pada episode depresi)

2. Keluarganya menyebutkan bahwa ada perubahan prilaku sejak 2 tahun yang lalu, secara perlahan menjadi lebih menarik diri dan tinggal di dalam kamarnya seharian.

A. apa arti dari onset dimulai 2 tahun yang lalu dan secara bertahap memburuk ? Onset saat 2 tahun merupakan awal dari gangguan kepribadian skizoid sebagai premorbid untuk terjadi skizofrenia dimana terjadi pelepasan hubungan sosial dengan memeilih tinggal di kamar sendirian sepanjang hari. Kepribadian premorbid yang buruk akan memberikan prognosis

yang buruk dalam kasus ini

B. Apa dampak dari menarik diri dan suka sendirian diruangan sepanjang hari ?

-Kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain -Perubahan suasana hati -Depresi -Pikiran untuk bunuh diri -Mencoba bunuh diri -Penurunan kesehatan fisik karena kurang merawat diri

3. Satu tahun yang lalu dia mengeluhkan mendengar suara-suara seperti percakapan atau perintah sedangkan orangnya tidak ada. kemudian suara-suara semakinmengganggu, memerintahkan dia untuk melakukan sesuatu yang sulit untuk ditolak. Dia disuruh untuk melukai dirinya sendiri.

A. Apa saja etiologi dari halusinasi auditorik ?

Halusinasi merupakan gejala psikotik dan dapat sebagai akibat dari intoksikasi obatobatan tertentu. Kraepelin mempostulasikan adanya abnormalitas lobus temporalis (area Wernicke) pada pasien yang mengalami skizofrenia. Beberapa penelitian lain meyakini keterkaitan antara ukuran lobus temporalis dengan angka kejadian halusinasi auditori. Pada lobus temporalis yang lebih kecil, kemungkinan untuk mengalami halusinasi auditori lebih besar. Faktor pencetus : 1. Biologis Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologi yang maladptif yang baru mulai dipahami, yang termasuk dalam hal ini adalah sebagai berikut : a. Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan Skizoprenia. Lesi pada area kontrol, temporal dan limbik paling berhubugan dengan prilaku psikotik. b. Beberapa kimia otak dikaitkan dengan Skizoprenia, hasil penelitian menunjukkan bahwa : Dopamin neurotransmitter yang berlebihan Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmitter lain Masalah masalah pada reseptor dopamin. Para ahli biokimia mengemukakan bahwa halusinasi merupakan hasil dari respon metabolik terhadap stres yang menyebabkan lepasnya neurokimia halusinogenik ( Stuart dan Sundeen, 1991 ). 2. Psikologis Teori psikodinamik untuk terjadinya respon neurobiologik yang maladaptif belum didukung oleh penelitian ( Stuart dan Sundeen, 1991 ). 3. Sosio Budaya Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan Skizoprenia dan gangguan psikotik lain tapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan ( Stuart dan Sundeen, 1991 ). Menurut Yosep (2009) 1. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi penyebab halusinasi adalah : a. Faktor Perkembangan Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress. b. Faktor Sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya. c. Faktor Biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat

halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. d. Faktor Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal. e. Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini. 2. Faktor Presipitasi Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah : a. Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan. b. Stress lingkungan Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku. c. Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor. C. PATOFISIOLOGI Halusinasi pendengaran paling sering terdapat pada klien Skizoprenia. Halusinasi terjadi pada klien skizoprenia dan gangguan manik. Halusinasi dapat timbul pada skizofrenia dan pada psikosa fungsional yang lain, pada sindroma otak organik, epilepsi (sebagai aura), nerosa histerik, intoksikasi atropin atau kecubung, zat halusinogenik dan pada deprivasi sensorik (Maramis 1998). Menurut Barbara ( 1997 ) klien yang mendengar suara suara misalnya suara Tuhan, iblis atau yang lain. Halusinasi yang dialami berupa dua suara atau lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran klien. Suara suara yang terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau membunuh orang lain. D. MANIFESTASI KLINIK 1) Bicara, senyum dan tertawa sendiri 2) Menarik diri dan menghindar dari orang lain 3) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata 4) Tidak dapat memusatkan perhatian 5) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan), takut. 6) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung 7) Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul 8) Tidak ada kontak mata/ sering menunduk

E. PENATALAKSANAAN 1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik. Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, berbicara dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan. 2. Melaksanakan program terapi dokter. Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsanganhalusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan. 3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada. Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien. 4. Memberi aktivitas pada pasien. Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai. 4. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan. Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien diketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugas lain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

B. Apa arti halusinasi auditorik ? dan apa pentingnya untuk penegakkan diagnosis ? Halusinasi auditorik.

Gejala Skizofrenia

Skizofrenia memiliki berbagai tanda dan gejala. Kombinasi kejadian dan tingkat keparahan pun berbeda berdasarkan individu masing-masing. Gejala-gejalanya dapat terjadi kapan saja. Pada pria biasanya timbul pada akhir masa kanak-kanak atau awal usia 20-an, sedangkan pada wanita, usia 20-an atau awal 30-an. Skizofrenia dapat mempengaruhi cara berpikir, perasaan dan tingkah laku. Dokter membedakan gejala skizofrenia dalam tiga kategori sebagai berikut : Gejala positif, terdiri dari : - Delusi/waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa dia selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan bahwa radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan agama yang berlebihan. - Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat menghibur atau tidak menakutkan. Sedangkan yanng lainnya mungkin menganggap suara/bisikan tersebut bersifat negatif/ buruk atau memberikan perintah tertentu. - Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya ada makhluk asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain. Gejala negatif - Motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada semua aspek kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan melakukan hal-hal biasa dilakukan, misalnya bangun tidur dan membersihkan rumah. - Menarik diri dari masyarakat (social withdrawal). Penderita akan kehilangan ketertarikan untuk berteman, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa terisolasi. Gejala kognitif - Mengalami problema dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau sehingga tidak bisa mendengarka n musik/ menonton televisi lebih dari beberapa menit. sulit mengingat sesuatu, seperti daftar belanjaan. - Tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal hingga selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru. - Miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat mengatakan sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk melakukannya. Manifestasi klinik dari halusinasi dengar (Auditory-hearing voices or sounds) meliputi beberapa fase, yaitu : 1. Fase I: Sleep Disorder Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi. Pasien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih

hamil, terlibat narkoba, dihiananti kekasih, masalah dikampus, drop out dsb. Masalah terasa menekan karena terakumulasi, sedangkan support system kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk.Sulit tidur berlangsung terus menerus, sehingga biasa menghayal. Pasien menanggap lamunan-lamunan awal tersebut terhadap pemecahan masalah (Keliat, 2009). 2. Fase II: Comforting Moderate level of anxiety Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami. Pasien yang emosi secara berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan pasien merasa nyaman dengan halusinasinya (Keliat, 2009). 3. Fase III: Condemning Severe level of anxiety Secara umum halusinasi sering mendatangi pasien.Pengalaman sensori pasien menjadi sering datang dan mengalami bias. Pasien merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan pasien mulai menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama (Keliat, 2009). 4. Fase IV: Controlling Severe level of anxiety Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan.Pasien mencoba melawan suarasuara atau sensory abnormal yang datang.Pasien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan Psychotic (Keliat, 2009). 5. Fase V: Conquering Panic level of anxiety Pasien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya. Pengalaman sensorinya terganggu, pasien mulai merasa terancam dengan datangnya suara-suara terutama bila pasien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat (Keliat, 2009).
5. The premorbid personality was schizoid and after the age of 20 years it was clear that her personality become more annying especially to her family and also the neighbors. She became isolated and no social interaction at all.

a. Apa kriteria gejala schizoid ? Menurut DSM IV , kriteria diagnostik gangguan kepribadian skizoid : A. pola pervasif pelepasan dari hubungan sosial dan rentang pengalaman emosi yang terbatas dalam lingkungan interpersonal, dimulai pada masa dewasa awal dan ditemukan dalma berbagai konteks, seperti yang dinyatakan dalam 4/lebih:

(1) tidak memiliki minat ataupun menikmati hubungan dekat, termasuk menjadi bagian dari keluarga. (2) Hampir selalu memilik aktivitas seorang diri. (3) Memiliki sedikit, jika ada, minat mengalami pengalaman seksual dengan orang lain. (4) Memiliki kesenangan dalam sedikit, jika ada, aktivitas. (5) Tidak memiliki teman dekat atau orang yang dipercaya selain sanak saudara derajat pertama. (6) Tampak tidak acuh terhadap pujian atau kritik orang lain. (7) Menunjukkan kedinginan emosi, pelepasan atau pendataran afektivitas.

B. tidak terjadi semata-mata selama perjalanan skizofrenia,suatu gangguan mood dengan ciri psikotik lain, atau gangguan perkembangan pervasif dan bukan karena efek fisiologis langsung dari kondisis medik umum.

b. Apa makna klinis dari mengisolasi diri dan tidak ingin berinteraksi sosial pada kasus ?

Perjalanan gangguan skozofrenia itu terdiri dari tiga fase : fase prodormal, fase aktif gejala dan fase residual PenderitaMenarik diri dari pergaulan; Suka mengurung diri didalam kamar sepanjang hari (tidak ada interaksi sosial) hal itu menunjukan bahwa ia sedang mengalami fase prodromal yang mana pada fase prodromal ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam fungsi kehidupan, sebelum tergangguannya fase aktif gejala,dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau gangguan penggunaan. Individu yang mengalami fase prodormal itu dapat berlangsung dalam beberapa minggu, bulan hingga bertahun tahun sebelum gejala lain memenuhi kritera

diagnosis skizofrenia. Semakin lama fase prodromal semakin jelak prognosisnya


o Menarik diri adalah gejala negatif pada skizofrenia yang terjadi akibat aktivitas dopaminergik yang berlebihan terutama pada sistem mesolimbik

6. In the last one year, she became more deteriorated, lacked off lacked of self care and couldnt do house chores. Her speech was limited and the sentences was very disorganized. A. Mengapa sejak 1 tahun terakhir keluhan semakin memburuk, tidak bisa mengurus diri dan tidak dapat melakukan pekerjaan rumah ?

Adanya kemunduran yang hebat dalam hal kurang bisa mengurus diri dan tak dapat mengerjakan pekerjaan seharai-hari merupakan adanya deteriorasi yang semakin berat. Deteriorasi terlihat pada fase prodromal dan semakin berat pada fase aktif. Berbicara yang terbatas, kalimat yang diucapkan kacau dan sukar dimengerti merupakan tanda adanya gejala psikosis yakni inkoherensi. Inkoherensi merupakan kelainan progresi pikiran dimana ide yang berurutan diekspresikan tidak mempunyai urutan yang logis sehingga terjadi diorganisasi struktur kalimat sehingga kalimat yang ducapkan sukar dimengerti. Bleuer menggolongkan gejala ini sebagai salah satu bentuk pelanggaran asosiasi yang termasuk dalam gejala primer skizofrenia.

Fase-fase pada sizofrenia A. Fase prodromal Fase prodromal ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam fungsi kehidupan, sebelum fase aktif gejala gangguan, dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau akibat gangguan penggunaan zat, serta mencakup paling sedikit dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia. Awal munculnya skizofrenia dapat terjadi setelah melewati suatu periode yang sangat panjang, yaitu ketika seorang individu mulai menarik diri secara sosial dari lingkungannya Individu yang mengalami fase prodromal dapat

berlangsung selama beberapa minggu hingga bertahun-tahun, sebelum gejala lain yang memenuhi kriteria untuk menegakkan diagnosis skizorenia muncul. Individu dengan fase prodromal singkat, perkembangan gejala gangguannya lebih jelas terlihat daripada individu yang mengalami fase prodromal panjang. B. Fase Aktif Gejala Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala-gejala skizofrenia secara jelas. Sebagian besar penderita gangguan skizofrenia memiliki kelainan pada

kemampuannya untuk melihat realitas dan kesulitan dalam mencapai insight. Sebagai akibatnya episode psikosis dapat ditandai oleh adanya kesenjangan yang semakin besar antara individu dengan lingkungan sosialnya. C. Fase Residual Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling sedikit terdapat dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia yang bersifat mentap dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau gangguan penggunaan zat. Dalam perjalanan gangguannya, beberapa pasien skizofrenia mengalami kekambuhan hingga lebih dari lima kali. Oleh karena itu, tantangan terapi saat ini adalah untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kekambuhan. Gejala positif adalah tanda yang biasanya pada orang kebanyakan tidak ada, namun pada pasien Skizofrenia justru muncul. Gejala positif adalah gejala yang bersifat aneh, antara lain berupa delusi, halusinasi, ketidakteraturan pembicaraan, dan perubahan perilaku (Kaplan & Sadock, 2004). Gejala negatif adalah menurunnya atau tidak adanya perilaku tertentu, seperti perasaan yang datar, tidak adanya perasaan yang bahagia dan gembira, menarik diri, ketiadaan pembicaraan yang berisi, mengalami gangguan sosial, serta kurangnya motivasi untuk beraktivitas (Kaplan & Sadock, 2004). Kategori gejala yang ketiga adalah disorganisasi, antara lain perilaku yang aneh (misalnya katatonia, di mana pasien menampilkan perilaku tertentu berulang-ulang, menampilkan pose tubuh yang aneh; atau waxy flexibility, yaitu orang lain dapat memutar atau membentuk posisi tertentu dari anggota badan pasien, yang akan dipertahankan dalam waktu yang lama) dan disorganisasi pembicaraan. Adapun disorganisasi pembicaraan adalah masalah dalam mengorganisasikan ide dan pembicaraan, sehingga orang lain mengerti (dikenal dengan gangguan berpikir formal). Misalnya asosiasi longgar, inkoherensi, dan sebagainya

Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi. Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi (Kaplan & Sadock, 2004).

B. Apa makna klinis berbicara yang terbatas dan tidak jelas?

adanya kelainan psikologis yang disebut mutisme, dimana pasien akan cenderung berdiam diri, tidak bisa memulai dan mempertahankan pembicaraan dan biasanya berbicara dengan kalimat terbatas

7. In autoanamnesis the patient was very quiet, sometimes cried and difficult to answer the question. Her answers were in one or two words, not so clear and sometimes she refused to talk at all. A. Bagian otak mana yang terganggu pada kasus ? Depresi dan menangis tanpa sebab merupakan gangguan suasana perasaan ke arah hypothymia Halusinasi suara disebabkan oleh hiperdopaminergik pada jalur mesolimbik Bunuh diri : Mekanisme bunuh diri paling besar kemungkinan berkaitan dengan serotonin. Penurunan dari serotonin rigiditas dari fungsi kognitif dan penurunan dari 5-hydroxy-Indoleaceticacid (5HIAA) di lumbar CSF perilaku usaha bunuh diri.

Neuromekanisme depresi : Adanya persepsi suatu stimulan stress menyebabkan dilepaskannya kortisol dari kelenjar adrenal. Pengaturan ini diatur oleh LHPA (Limbic Hypothalamus Pituitary Axis).

Mekanisme feedback yang sangat halus dijalarkan melalui hubungan saraf dengan hippocampus. Feedback ini memungkinkan reseptor di hippocampus untuk mengatur hormonal dan respon pikir yang tinggi terhadap stress. Dengan kata lain, dengan reseptor hippocampus kita dapat memutuskan bagaimana harus

menghandle/memperlakukan stress. Depresi dapat terjadi jika aktivitas LHPA berlebihan (hiperaktivitas). Tidak hanya terlalu banyak produksi kortisol, tetapi juga didapati level MR dan GR rendah di hippocampus dan kortek prefrontal, area otak untuk fungsi luhur dan pelaksana fungsi

B. Apa makna klinis dari sulit menjawab pertanyaan dan kadang-kadang menolak untuk berbicara? Gangguan atensi untuk menerima pertanyaan dan terjadi hemmung/inhibisi pikiran dapat membuat pasien sulit untuk berpikir dan sulit berkonsentrasi sehingga sulit untuk memberi jawaban. Mutisme juga dapat terjadi dengan tidak mau berbicara. Atensi yang berkurang dan hemmung merupakan simptom dari skizofrenia dan mutisme merupakan salah satu unsur dari diagnosis (perilaku katatonik)

8. Summary of Psychiatric Examination : The psychopatologies of this patient are poor discriminative insight, command auditoric hallucination, autism, anxiety, and associated disorder such as incoherence and hemmung. The conclusion is the reality testing ability of this patient is really disturbed. A. Apa interpretasi pada kasus ?

The psychopatologies of this patient are poor discriminative insight, command auditoric hallucination, autism, anxiety, and associated disorder such as incoherence and hemmung. The conclusion is the reality testing ability of this patient is really disturbed. B. Poor discriminative insight Pasien skizofrenia menunjukkan tilikan buruk terhadap sifat dan keparahan gangguannya.Tilikan buruk ini dikaitkan dengan buruknya kepatuhan terhadap pengobatan. Auditoric hallucination Terdapatnya halusinasi menunjukkan terjadinya gangguan perceptual . Panca indera yang manapun dapat dipengaruhi pengalaman halusinatorik pada pasien skizofrenia, halusinatorik auditorik merupakan halusinasi yang paling umum,dengan suara yang seringkali mengancam,bersifat cabul,menuduh atau menghina. Dua atau lebih suara dapat saling bercakap-cakap atau satu suara dapat mengomentari kehidupan atau perilaku pasien Anxiety Pada pasien skizofrenia terdapat 2 gejala afektif yaitu menurunnya responsivitas emosional,terkadang cukup parah sehingga disebut anhedonia serta emosi yang tidak tepat dan sangat aktif seperti kemarahan,kebahagiaan dan ansietas.Keluhan ini menunjukkan terjadi gangguan mood,perasaan dan afek pada penderita skizofrenia

Incoherence and hemmung Inkoherensi merupakan kelainan progresi pikiran dimana ide yang berturutan diekspresikan tidak mempunyai urutan yang logic. Gangguan ini termasuk gangguan bentuk pikir yang secara objektif dapat diamati pada tutur bahasa dan tertulis pada pasien dan termasuk gejala primer pada skizofrenia Hemmung merupakan pikiran terhambat atau retardasi pikiran yang menunjukkan pikiran melambat baik inisiasi maupun pergerakkan atau kemajuannya dan jumlah ide atau pikiran yang diucapkan berkurang.Gangguan in termasuk kelainan arus pikiran yang dapat ditemukan pada skizofrenia ; pasien menjadi sulit berfikir dan berkonsentrasi, pikirannya berjalan melambat dan sulit mengambil keputusan Reality testing ability is disturbed Menunjukkan terdapat gangguan afektif,behaviour dan thought

C. Apa arti dari autism dan ngawur untuk kriteria diagnostik ?

a. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal maupun non-verbal: terlambat bicara, meracau dengan bahasa yang tak dapat dimengerti orang lain, kalaupun mulai bisa mengucapkan kata-kata namun ia tak mengerti artinya, bicara tidak dipakai untuk komunikasi, banyak meniru atau membeo (echolalia), beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian, nada maupun katakatanya, tanpa mengerti artinya, bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan yang terdekat dan memperlakukan tangan tersebut sekedar sebagai alat untuk melakukan sesuatu untuknya. b. Gangguan dalam bidang interaksi sosial: Tidak bisa bertatap mata dengan orang disekitarnya, tak mau menengok bila dipanggil, seringkali menolak untuk dipeluk,

tak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang malah lebih asik main sendiri, bila didekati untuk diajak main ia malah menjauh.

c. Gangguan dalam bidang perilaku : Pada anak autistik terlihat adanya perilaku yang berlebihan (excessive) dan kekurangan (deficient). Contoh perilaku yang berlebihan adalah : adanya hiperaktivitas motorik, seperti tidak bisa diam, lari kesana-sini tak terarah, melompat-lompat, berputar -putar, memukul-mukul pintu atau meja, mengulang-ulang suatu gerakan tertentu. Contoh perilaku yang kekurangan adalah : duduk diam bengong dengan tatap mata yang kosong, bermain secara monoton dan kurang variatif secara berulang-ulang, duduk diam terpukau terhadap sesuatu hal misalnya bayangan, atau benda yang berputar. Kadang-kadang ada kelekatan/asyik pada benda tertentu, seperti sepotong tali, kartu, kertas, gambar, gelang karet atau apa saja yang terus dipegangnya dan dibawa kemana-mana. Perilaku yang ritualistik sering terjadi. d. Gangguan dalam bidang perasaan/emosi : Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misalnya melihat anak menangis ia tidak merasa kasihan melainkan merasa terganggu dan anak yang sedang menangis tersebut mungkin didatangi dan dipukul. Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak mendapatkan apa yangdiinginkan, bahkan bisa menjadi agresif dan destruktif. e. Gangguan dalam persepsi sensoris : Mencium-cium, menggigit atau menjilat mainan atau benda apa saja. Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga. Tidak menyukai rabaan atau pelukan.

Merasa sangat tidak nyaman bila memakai pakaian dari bahan yang kasar

D. Bagaimana cara pemeriksaan RTA ? yoga,dodi 9. Additional Information : The patient has good marital history, no history of schizophrenia of affective disorders in the family, the level of intelligence is within the normal range, no stressor during the last 12 months and the GAF scale is around 40-31 at the moment of examination. Physical examination : no abnormality is found. A. Bagaimana interpretasi pemeriksaan GAF Scale ?

Aksis V pada DSM-IV-TR menggunakan skala GAF. Aksis ini digunakan untuk melaporkan penilaian seorang dokter terhadap tingkat kemampuan seorang pasien untuk berfungsi secara keseluruhan. Interpretasi: pada kasus 40-31 100-91 : kemampuan berfungsi superior dalam berbagai aktivitas,masalah dalam hidup tampaknya selalu dapat diatasi,disegani sesama karena memiliki banyak kualitas positif. Tanpa gejala 90-81 : tidak ada atau ada gejala minimal (contohnya ansietas ringan sebelum ujian),berfungsi baik di semua area, tertarik dan terlibat dalam berbagai aktivitas,efektif secara social,secara umum puas dengan kehidupannya,hanya memiliki keprihatinan atau masalah sehari-hari (contohnya kadang-kadang berdebat dengan anggota keluarga) 80-71 : bila tampak gejala hanya bersifat sementara dan merupakan reaksi yang diharapkan terhadap stressor psikososial (contohnya sulit berkonsentrasi setelah berdebat dengan keluarga); tidak lebih dari gangguan kecil dalam fungsi social, okupasional,atau bersekolah (contohnya untuk sementara tertinggal dalam pelajaran di sekolah) 70-61 : beberapa gejala ringan (contohnya mood depresif dan insomnia ringan) atau beberapa kesulitan dalam fungsi social,okupasional,atau bersekolah (contohnya terkadang membolos atau pencurian rumah tangga),namun secara umum dapat berfungsi cukup baik,memiliki sejumlah hubungan interpersonal yang berarti 60-51 : gejala sedang (misalnya afek menumpul dan cara bicara sirkumstansial ,sesekali mengalami serangan panik) atau kesulitan sedang dalam fungsi social,okupasional,atau bersekolah (contohnya hanya memiliki beberapa teman,konflik dengan teman sebaya atau rekan kerja)

50-41 : gejala serius (contohnya ide bunuh diri,ritual obsesif berat,sering mengutil) atau adanya gangguan serius dalam fungsi social,okupasional,atau bersekolah (contohnya tidak punya teman,tidak mampu mempertahankan pekerjaan) 40-31 : beberapa gangguan dalam uji realitas atau komunikasi (contohnya pembicaraan terkadang tidak logis,kabur,atau tidak relevan) atau gangguan mayor dalam beberapa area seperti pekerjaan atau sekolah, hubungan keluarga, daya nilai, berfikir, atau mood (contohnya pria depresif menghindari teman,menelantarkan keluarga,dan tidak bekerja,anak yang kerap memukuli anak yang lebih kecil,membangkang di rumah dan gagal di sekolah 30-21 : perilaku sangat dipengaruhi oleh waham dan halusinasi atau gangguan serius dalam komunikasi dan daya nilai (contohnya terkadang inkoheren,secara keseluruhan bertindak tak patut,preokupasi bunuh diri) atau ketidakmampuan untuk berfungsi pada hampir semua area (contohnya tetap di tempat tidur sepanjang hari,tidak punya pekerjaan,rumah,atau teman) 20-11 : sedikit berbahaya menyakiti diri sendiri atau orang lain (contohnya percobaan bunuh diri tanpa harapan yang jelas akan kematian,sering bersikap kasar,kegaduhan manik)atau sering gagal menjaga hygiene pribadi minimal (contohnya berlumuran feses) atau gangguan berat dalam komunikasi (contohnya sangat inkoheren atau membisu) 10-1 : bahaya persisten untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain (contohnya kekerasan rekuren) atau ketidakmampuan untuk menjaga hygiene pribadi minimal secara persisten atau tindakan bunuh diri yang serius dengan harapan yang jelas akan kematian 0 : informasi tidak adekuat

B. Bagaimana dengan GAF scale sangat rendah ? dan apa artinya ? yuda,pier Dengan cara melihat langsung keadaan pasien,dan dinilai secara suvjektif melalui skor-skor berikut ini : Skala ini disajikan dan dijelaskan dalam DSM-IV-TR pada halaman 34. Skor tersebut sering diberikan sebagai suatu range, seperti diuraikan di bawah ini: 100-91 Fungsi superior dalam berbagai aktivitas, masalah kehidupan tidak pernah keluar kendali, dicari oleh orang lain karena kualitas positif banyak, tidak ada gejala.

90-81

Tidak ada gejala atau gejala minimal (kecemasan ringan sebelum ujian), fungsi yang baik dalam semua bidang, tertarik dan terlibat dalam berbagai aktivitas, efektif secara sosial, puas dengan kehidupan, tidak lebih dari masalah atau kekhawatiran setiap hari.

80-71

Jika ada gejala, gejalanya smeentara dan dapat diperkirakan terhadap streo psikososial (ex.sulit konsentrasi setelah debat dengan keluarga), tidak lebih gangguan ringan pada fungsi sosial (pekerjaan atau sekolah, ex.kadang tertinggal dalam pelajaran).

70-61

Beberapa gejala ringan (mood terdepresi dan insomnia ringan) atau beberapa kesulitan dalam fungsi sosial, pekerjaan (kadang membolos, mencuri dalam rumah tangga), tapi fungsi cukup baik, hubungan interpersonal penuh arti.

60-51

Gejala sedang (afek datar, bicara sirkumstansialitas, kadang serangan panik) atau kesulitan dalam fungsi sosial , pkeerjaan, sekolah (teman sedikit, konflik teman sebaya atau teman kerja).

50-41

Gejala serius (ide bunuh diri, ritual obsesional berat, sering mencuri) atau tiap gangguan serius pada fungsi sosial, pekerjaan, sekloah (tidak punya teman, tidak mampu bertahan dalam bekerja)

40-31

Beberapa gangguan tes realitas atau komunikasi (bicara tidak logis, tidak jelas, tidak relevan) atau gangguan berat pada beberapa bidang seperti pekerjaan atau sekolah, hubungan keluarga, pertimbangan berpikir atau mood (menghindari teman, menelanarkan keluarga, tidak bekerja, memukul anak lebih kecil, menyimpang dirumah, gagal disekolah)

30-21

Perilaku dipengaruhi waham /halusinasi atau gangguan serius pada komunikasi atau pertimbangan (inkoheren, tindakan jelas tidak sesuai, preokupasi bunuh diri) atau ketidakmampuan berfungsi pada hampir semua bidang (ditempat tidur sepanjang hari, tidak punya pekerjaan , rumah atau teman).

20-11

Bahaya melukai diri sendiri atau orang (usaha bunuh diri tanpa harapan jelas, sering melakukan kekerasan, kegembiraan manik) atau kadang gagal mempertahankan higiene pribadi minimal (mengusap feces) atau gangguan jelas dalam komunikasi (inkoheren , membisu)

10 1

Bahaya melukai diri sendiri atau orang lain persisten dan parah (kekerasan rekuren) atau ketidakmampuan persisten mempertahankan higiene pribadi yang minimal atau tindakan bunuh diri serius tanpa harapan jelas

Informasi tidak adekuat.

Tujuan pemeriksaan GAF Scale untuk menilai subyektif fungsi sosial, pekerjaan, dan psikologis orang dewasa, misalnya, seberapa baik atau adaptif satu pertemuan berbagai masalah-dalamhidup

C. Jelaskan jenis-jenis skizofrenia dan apa tipe yang diderita pada kasus ini? niken,fredy

Skizofrenia Paranoid Jenis skizofrenia dimana penderitanya mengalami bayangan dan khayalan tentang penganiayaan dan kontrol dari orang lain dan juga kesombongan yang berdasarkan kepercayaan bahwa penderitanya itu lebih mampu dan lebih hebat dari orang lain. Skizofrenia Tak Teratur Jenis skizofrenia yang sifatnya ditandai terutama oleh gangguan dan kelainan di pikiran. Seseorang yang menderita skizofrenia sering menunjukkan tanda tanda emosi dan ekspresi yang tidak sesuai untuk keadaan nya. Halusinasi dan khayalan adalah gejalagejala yang sering dialami untuk orang yang mederita skizofrenia jenis ini. Skizofrenia Katatonia Jenis skizofrenia yang ditandai dengan berbagai gangguan motorik, termasuk kegembiraan ekstrim dan pingsan. Orang yang menderita bentuk skizofrenia ini akan menampilkan gejala negatif: postur katatonik dan fleksibilitas seperti lilin yang bisa di pertahankan dalam kurun waktu yang panjang. Skizofrenia Tanpa Kriteria / Golongan yang jelas Jenis skizofrenia dimana penderita penyakitnya memiliki delusi, halusinasi dan perilaku tidak teratur tetapi tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, tidak teratur, atau katatonik. Skizofrenia Residual Skizofrenia residual akan di diagnosis ketika setidaknya epsiode dari salah satu dari empat jenis skizofrenia yang lainnya telah terjadi. Tetapi skizofrenia ini tidak mempunyai satu pun gejala positif yang menonjol.

PPDGJ F20.0 Skizofrenia Paranoid Pedoman Diagnostik Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Sebagai tambahan : Halusinasi dan/ atau waham yang harus menonjol; Suara-saura halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung atau tawa Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan, dipengaruhi, keyakinan bahwa dia sedang dikejar-kejar Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/ tidak menonjol

F20.1 Skizofrenia Hebefrenik Pedoman Diagnostik Memenuhi kriteria umum diagnosis skozofrenia. Diagnosis heberfrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan sering menyendiri Diagnosis hebefrenia perlu pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran berikut memang benar bertahan : Perilaku yang tidak bertanggung jawab, kecenderungan selalu

menyendiri, dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;

F20.2 Skizofrenia Katatonik Pedoman Diagnostik

Memenuhi kriteria umum diagnosis skozofrenia. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya : Stupor atau mutisme Gaduh-gelisah Menampilkan posisi tubuh tertentu Negativisme Rigiditas Fleksibilitas cerea (posisi yang dapat dibentuk) Gejala-gejala lain seperti command autism Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.

F20.3 Skizofrenia Tak Terinci Pedoman Diagnostik Memenuhi kriteria umum diagnosis skozofrenia.

Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, heberfrenik, atau katatonik Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-skizofrenia.

F20.4 Depresi pasca-skizofrenia Pedoman Diagnostik Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau : - Pasien telah menderita skizofrenia (memenuhi kriteria umum skizofrenia) selama 12 bulant terakhir ini - Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya) - Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu

- Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi Episode Depresif, bila masih jelas harus tetap antara (F20.0 F 20.3)

F20.5 Skizofrenia Residual Pedoman Diagnostik Untuk diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua:

Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, pasif dan ketiadaan inisiatif, miskin dalam kuantitas dan isi pembicaraan, afek menumpul, komunikasi non-verbal yang buruk, perawatan diri dan kinerja yang buruk Setidaknya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau untuk menegakkan diagnosis skizofrenia Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia Tidak terdapat dementia atau penyakit/ gangguan otak organik lain.

F20.6 Skizofrenia Simpleks Pedoman Diagnostik Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dari : Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului halusinasi, waham atau manifestasi lain dari episode psikotik Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan dengan sub tipe skizofrenia lainnya.
F25 Skizoafektif

1. Gangguan Skizoafektif Tipe Manik (F25.0) Pedoman diagnostik: a. Kategori ini digunakan baik untuk episode skizoafektif tipe manik yang tunggal maupun untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe manik b. Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tak begitu menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak. c. Dalam episode yang sama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik lagi dua, gejala skizofrenia yang khas (sebagaimana ditetapkan untuk skizofrenia) 2. Gangguan Skizoafektif Tipe Depresif (F25.1) Pedoman diagnostik: a. Kategori ini harus dipakai baik untuk episode skizoafektif tipe depresif yang tunggal, dan untuk gangguan berulang dimana sebagian besar episode didominasi oleh skizoafektif tipe depresif b. Afek depresif harus menonjol, disertai oleh sedikitnya dua gejala khas, baik depresif maupun kelainan perilaku terkait seperti tercantum dalam uraian untuk episode depresif (F.32) c. Dalam episode yang sama, sedikitnya harus jelas ada satu, dan sebaiknya ada dua gejala khas skizofrenia (sebagaimana ditetapkan dalam pedoman diagnosis skizofrenia (F.20). 3. Gangguan skizoafektif tipe campuran (F25.2) Gangguan dengan gejala-gejala skizofrenia berada secara bersama-sama dengan gejala-gejala afektif bipolar campuran (F31.6) 4. Gangguan skizoafektif lainnya (F25.8) 5. Gangguan skizoafektif YTT (F25.9) (Maslim, 2002).
Pada kasus, gangguan Skizoafektif Tipe Depresif (F25.1)

10. Bagaimana diagnosis banding pada kasus ?

Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan medis psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika psikosis atau katatonia disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis yang paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum, atau gangguan katatonia akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam perjalanan penyakit, seringkali sebelum perkembangan gejala lain. Dengan demikian klinisi harus mempertimbangkan berbagai macam kondisi medis nonpsikiatrik dii dalam diagnosis banding psikosis, bahkan tanpa adanya gejala fisik yang jelas. Pada umumnya, pasien dengan gangguan neurologist mempunyai lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan lebih menderita akibat gejala psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang dapatmembantu klinisi untuk membedakan kedua kelompok tersebut. Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman umum tentang pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi harus cukup agresif dalam mengejar kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien menunjukkan adanya gejala yang tidak lazim atau jarang atau adanya variasi dalam tingkat kesadara. Kedua, klinisi harus berusaha untuk mendapatkan riwayat keluarga yang lemgkap, termasuk riwayat gangguan medis,

neurologist, dan psikiatrik. Ketiga, klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi medis nonpsikiatrik, bahkan pada pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya. Seorang pasien skizofrenia mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita tumor otak yang menyebabkan gejala psikotik dibandingkan dengan seorang pasien skizofrenik. Berpura-pura dan Gangguan buatan Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis yang sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak menderita skizofrenia. Orang telah menipu menderita skizofrenia dan dirawat dan diobati di rumah sakit psikiatrik. Orang yang secara lengkap mengendalikan produksi gejalanya mungkin memenuhi diagnosis berpura-pura (malingering); pasien tersebut biasanya memilki alasan financial dan hokum yang jelas untuk dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala psikotiknya mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder). Tetapi, beberapa pasien dengan skizofrenia seringkali secara palsu mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk dapat dirawat di rumah sakit. Gangguan Psikotik Lain Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan skizoafektif. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama (durasi) gejala yang sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan. Gangguan psikotik berlangsung singkat adalah diagnosis yang tepat jika gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan jika pasien tidak kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan skizoafektif adalah diagnosis yang tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang bersama-sama dengan gejala utama skizofrenia. Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh (nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia lainnya atau suatu gangguan mood. Gangguan Mood Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi. Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara prematur. Gangguan Kepribadian Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri skizofrenia; gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala yang ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal yang dapat diidentifikasi.
11. Bagaimana cara penegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang pada kasus ? yoga,caca

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

a. - thought echo = isi pikiran sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau - thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan - thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keuar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya. b. - delusion of control=waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau - delusion of influence=waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suat kekuatan tertentu dari luar; atau - delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; - delusional perception= pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat. c. Halusinasi auditorik: - suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau - mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau - jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dari dunia lain). Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas: e. Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus. f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme; g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativism, mutisme, stupor;

h. Gejala-gejala negative, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika; Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlakuuntuk setiap fase nonpsikotik prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

12. Bagaimana diagnosis kerja pada kasus ? Mrs.cek ela menderita disoder mental yang berat,psikotik skizofrenia dan ada juga gangguan kepribadian skizoid 13. Bagaiman Epidemiologi pada kasus ?

Di Amerika Serikat,prevalensi seumur hidup skizofrenia sekitar 1%,yang berarti bahwa kurang lebih 1 dari 100 orang akan mengalami skizofrenia selama masa hidupnya. Studi Epidemiologic Catchment Area (ECA) yang disponsori National Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan prevalensi seumur hidup sebesar 0,6-1,9%. Menurut DSM-IVTR,insidensi tahunan skizofrenia berkisar antara 0,5-5,0 per 10.000 dengan beberapa variasi geografik (contoh insidensi lebih tinggi orang yang lahir di daerah perkotaan di negara maju). Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan area geografis dan angka insidens serta prevalensinya secara kasar merata di seluruh dunia. Di AS,kurang lebih 0,05% populasi total menjalani pengobatan untuk skizofrenia setiap tahun dan hanya sekitar setengah dari semua pasien skizofrenia mendapatkan pengobatan,meskipun penyakit ini termasuk berat. Skizofrenia setara prevalensinya pada pria dan wanita. Namun kedua jenis kelamin tersebut berbeda awitan dan perjalanan penyakitnya. Awitan terjadi lebih dini pada pria dibanding wanita. Lebih dari separuh pasien skizofrenik pria,namun hanya sepertiga dari semua pasien skizofrenik wanita pertama kali dirawat di RS psikiatri sebelum usia 25 tahun. Usia puncak awitan adalah 8-25 tahun untuk pria dan 25-35 tahun untuk wanita. Tidak seperti pria, wanita menunjukkan dua puncak distribusi usia dengan puncak kedua terjadi pada usia paruh baya. Kurang lebih 3-10% wanita mengalami awitan penyakit di atas usia 40 tahun. Awitan skizofrenia di bawah usia 10 tahun dan di atas usia 60 tahun sangat jarang.

14. Bagaimana Etilogi dan Faktor resiko ?

Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui. Beberapa faktor neurobiologi yang dapat menyebabkan skizoafektifadalah : A. Genetik Penelitian tentang genetika dari skizofrenia, dilakukan pada tahun 1930 an. Dimana diketemukan bahwa kemungkinan seseorang akan menderita skizofrenia jika anggota keluarga lainnya juga menderita skizofrenia. Kemungkinan seseorang menderita skizofrenia berhubungan dengan dekatnya hubungan persaudaraan tersebut ( sebagai contohnya, sanak saudara derajat pertama atau derajat kedua). Prevalensi Skizofrenia pada populasi spesifik Populasi Prevalensi(%) Populasi umum Bukan saudara kembar pasien skizofrenik Anak dengan satu orang tua skizofrenik Kembar dizigotik pasien skizofrenik Anak dari kedua orang tua skizofrenik Kembar monozigot pasien skizofrenik 1,0 8,0 12,0 12,0 40,0 47,0

Kembar monozigot memiliki angka yang tertinggi. Penelitian bahwa kembar monozigot yang diadopsi menunjukan bahwa kembar yang diasuh oleh orang tua angkat mempunyai skizofrenia dengan kemungkinan yang sama besarnya seperti saudara kembarnya yang dibesarkan oleh orang tua kandungnya. Temuan tersebut menyatakan bahwa pengaruh genetic melebihi pengaruh lingkungan. Pada penelitian yang sekarang dengan dilakukan observasi dengan berbagai peralatan biologi molecular dan genetic molecular. Terdapat beberapa hubungan yang dilaporkan pada pasien dengan skizofrenia, meliputi kromosom 3,5,6, 8,13,dan 18. Dan disamping itu juga diketemukan trinucleotide repeats( CAG/ CTG) pada kromosom 17 dan 18. B. Biokimia Rumusan yang paling sederhana untuk mengungkapkan patofisiolgi dari skizofrenia adalah hipotesa dopamine. Hipotesa ini secara sederhana menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan karena terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Hipotesis ini disokong dari hasil observasi pada beberapa obat antipsikotik yang digunakan untuk mengobati skizofrenia dimana berhubungan dengan kemampuannya menghambat dopamine ( D2 ) reseptor.

Hipotesis dopaminergik tentang skizofrenia terus diperbaiki dan diperluas. Satu bidang spekulasi adalah reseptor dopamine tipe 1 mungkin memainkan peranan dalam gejala negatif, dan beberapa peneliti tertarik dalam menggunakan agonis D 1 sebagai pendekatan pengobatan untuk gejala tersebut. Walaupun hipotesis dopamine tentang skizofrenia telah merangsang penelitian skizofrenia selama lebih dari dua dekade, namun hal ini masih merupakan hipotesis. Hipotesis tersebut masih memiliki masalah. Pertama, antagonis dopamine efektif dalam mengobati hampir semua pasien psikotik dan pasien yang teragitasi berat, tidak tergantung diagnosis. Dengan demikian tidak mungkin untuk menyimpulkan bahwa terjadi hiperaktivitas dopaminergik. Sebagai contohnya antagonis dopamine digunakan juga untuk mengobati mania akut. Kedua, beberapa data eletrofisiologis menyatakan neuron dopaminergik mungkin meningkatkan kecepatan pembakarannya sebagai respon dari pemaparan jangka panjang dengan obat anti psikotik. Data tersebut menyatakan bahwa abnormalitas awal pada pasien ini mungkin melibatkan keadaan hipodopaminergik. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan bahwa, dalam kondisi experimental yang terkontrol, konsentrasi asam homovanilinic ( sebagai metabolit dopamine utama) dalam plasma dapat mencerminkan konsentarasi asam homovanilinic dalam susunan saraf pusat. Penelitian tersebut menunjukan hubungan positif antara konsentrasi asam homovanilinic praterapi yang tinggi dengan : keparahan gejala psikotik dan respon terapi terhadap obat anti psikotik. Disamping itu perlu juga dipikirkan neurotransmitter lainnya seperti serotonin dan asam amino GABA sebagai etiologi dari skizofrenia. Secara spesifik antagonism pada reseptor serotonin ( 5 hidroxy- tryptamine) tipe 2 ( 5 HT2) menurunkan gejala psikotik dan dalam menurunkan gangguan tersebut berhubungan dengan antagonism D2. Pada salah satu penelitian, aktivitas serotonin berperan dalam perilaku bunuh diri dan impuls yang serupa juga ditemukan pada pasien skizofrenia. Neurotransmiter lainnya yang juga berperan adalah asam amino GABA inhibitor, dimana pada beberapa pasien skizofrenia mengalami kehilangan neuron GABA nergik di dalam hipokampus. Kehilangan inhibitor GABA ergik secara teoritis dapat menyebabkan hiperaktivitas neuron dopaminergik dan noradrenergic. C. Anatomi dan patalogi

Dalam dekade yang lalu semakin banyak penelitian yang telah melibatkan peranan patofisiologis untuk daerah tertentu di dalam otak, termasuk system limbic, korteks frontalis, dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada salah satu daerah mungkin akan melibatkan patalogi primer di daerah lainnya di dalam otak. Penelitian menyebutkan bila terjadi disfungsi misalnya pada bagian tertentu dari sitem limbic yang merupan tempat yang potensial akan menimbulkan gangguan pada sebagian besar pasien dengan gangguan skizofrenia. Pembesaran ventricular otak merupakan salah satu yang palin sering menyebabkan gangguan pada pasien skizofrenia. Akan tetapi pembesaran pada sulkus dan atrofi pada otak juga pernah dilaporkan. Pembesaran ventricular secara teoritis berhubungan dengan kemiskinan fungsi premorbid, gejala negative, kemiskinan terhadap respon pengobatan, dan gangguan kognitif. Pada pemeriksaan dengan menggunakan MRI terdapat juga kemungkinan kerusakan pada daerah thalamus, amygdale/ hippocampus, lobus temporal, dan basal ganglia. Pada peneliatan, menunjukan sampel otak pasien skizofrenia postmortem diketemukan adanya penurunan ukuran daerah tersebut. Ganglia basalis terlibat dalam pengendalian gerakan dimana pada pasien skizofrenia mempunyai pergerakan yang aneh, bahkan tanpa adanya gangguan pergerakan akibat medikasi. Gerakan aneh

termasuk berjalan yang kaku, menyeringai wajah, dan gerkan streotipik. Sehingga ganglia basalis dilibatkan dalam patofisiologi skizofrenia. Beberapa penelitian menyatakan bahwa ukuran regio temporal yang berkurang pada skizofrenia dan gangguan pada gyrus temporalis superior atau planum temporal berhubungan dengan timbulnya halusinasi. D. Perkembangan saraf Saat trisemester kedua pada kehamilan, neuron otak janin harus saling berhubungan dengan neuron lainnya sehingga menghasilkan suatu kesatuan dalam otak. Gangguan proses perkembangan yang dapat dihubungkan pada gangguan skizofrenia adalah kegagalan sel dalam melakukan pematangan, pemindahan hingga terjadinya apoptosis. Kegagalan dari sel untuk berpindah pada posisi yang benar akan menyebabkan terjadinya daerah abu abu yang ektopik pada otak dan kekacauan neuron pada daerah spesifik di hipokampus. Hal tersebut akan menimbulkan gejala pada pasien skizofrenia. Disamping itu juga ditemukan adanya hubungan gangguan perkembangan dengan cedera otak yang terjadi pada awal kehidupan, dimana pada pasien dengan skizofenia memiliki lebih banyak sejarah cedera otak dan komplikasi perinatal dibandingkan dengan pasien yang tidak skizofrenia. E. Elektrofisiologi Penelitian elektroensefalografi ( EEG) pada pasien skizofrenia menunjukan sejumlah besar pasien mempunyai rekaman yang abnormal, yang disertai dengan peningkatan kepekaan terhadap prosedur aktivasi akan terlihat, penurunan aktivitas alfa, peningkatan aktivitas teta dan delta, dengan kemungkinan aktivitas epileptiformis yang lebih dari biasanya. F. Neuroimunolgi Sejumlah kelaianan imunologis dihubungkan dengan pasien skizofenia dimana didapatkan adanya penurunan produksi interleukin 2 sel T, penurunan jumlah dan responsifitas limfosit perifer, kelainan pada reaktivitas seluler dan humoral terhadap neuron, dan adanya antibody yang diarahkan ke otak. Penelitian yang dilakukan secara cermat yang mencari bukti bukti infeksi virus neurotoksik pada skizofrenia telah menghasilkan hal yang negative, walaupun data epidemiologi menunjukan tingginya insidensi skizofrenia. G. Komplikasi kelahiran Penelitian terakhir menyatakan bahwa skizofrenia juga dapat disebabkan dari ketidaknormalan perkembangan otak. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa paparan

yang terjadi pada wanita hamil, seperti komplikasi pada kelahiran dapat menyebabkan meningkatnya resiko menderita skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia. H. Malnutrisi Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama yang bila terjadi pada trimester pertama kehamilan, dapat menyebabkan gangguan perkembangan struktur sistem saraf pusat. Yang mana pada akhirnya hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia. Menurut Dr. Jack McClellan seorang professor psikiatri dari University of Washington, asam folat mempunyai peranan besar dalam proses transkripsi gen dan regulasi, serta replikasi DNA. Kekurangan zat ini pada janin akan menyebabkan mutasi ini dapat menyebabkan ketidaknormalan fungsi otak yang dapat berkembang menjadi skizofrenia. I. Infeksi Infeksi virus yang terjadi selama kehamilan, dapat mengganggu perkembangan otak janin, yang berakibat timbulnya skizofrenia di kemudian hari. Perubahan anatomi pada susunan saraf pusat akibat infeksi virus pernah dilaporkan pada orang-orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi skizofrenia. Virus influenza, measles, polio, herpes simplex tipe 2, difteria dan pneumonia yang terjadi pada janin merupakan faktor resiko yang meningkatkan kemungkinan terjadinya skizofrenia, walaupun belum dapat dipastikan apakah penyakit ini langsung mengenai otak janin atau ketidaknormalan perkembangan merupakan akibat sekunder dari respon imun maternal.

Faktor resiko i. ii. iii. Adanya riwayat keluarga Merokok Penyalahgunaan obat (ganja, amphetamin, tembakau

15. Bagaimana psikopatologi pada kasus ?


Dopamin adalah neurotransmitter yang terbuat dari asam amino tirosin. Dopamin dibentuk di otak, di ventral tegmental area dan substansia nigra.

Neuron tertentu mengandung dopamine dan mempunyai reseptornya. Di otak terdapat 3 sistem primer yang melibatkan dopamin, antara lain sistem nigrostriatal, sistem mesolimbik, sistem mesokortikal. Sistem mesolimbik dan mesokortikal mempunyai nucleus di ventral tegmental area, sedangkan sistem nigrostriatal mempunyai nucleus di substansia nigra. Menurut hipotesis dopamine, gejala positif disebabkan oleh peningkatan dopamine di sistem mesolimbik. Gejala negatif,kognitif, dan afektif disebabkan oleh penurunan dopamine di sistem mesokortikal.

16.

Transmisi dopamin diregulasi oleh sirkuit komplek di otak yang melibatkan neurotransmitter lain seperti c-aminobutyrate (GABA) and glutamat. Neuron dopamin di Ventral Tegmental Area(VTA) dikontrol oleh sistem eksitasi,glutamatergic cells project-ing dari kortek, dan sistem penghenti, dimediasi oleh GABAergic cells. Jika koordinasi sistem eksitasi dan sistem penghenti terganggu, seperti adanya abnormalitas pada glutamatergic pyramidal cells atau hipofungsi reseptorNMDA(N-methyl-D-aspartate), pengeluaran dopamin mesolimbik tidak dapat kendalikan. Jika kedua sistem(eksistasi dan penghenti) bermasalah, sistem penghenti diperkirakan mempunyai peranan yang paling besar dalam regulasi dopamin mesolimbik. Pada orang normal, kedua sistem ini saling membatalkan satu sama lain. Pada pasien skizofrenia, keadaan yang dapat menimbulkan pelepasan dopamin yang berlebih seperti stress atau konsumsi ampetamin, disini sistem penghenti kurang mampu menurunkan dopamin. Pada saat yang bersamaan, stimulasi mesocortical dopaminergic projection tidak adekuat, sehingga kadar dopamin yang rendah pada mesokortikal.
17. Bagaimana Penatalaksanaan pafa kasus ? Obat Anti-Depresi : Obat anti-depresi yang sering digunakan adalah Amitriptyline. Mekanisme kerja :
Menghambat re-uptake aminergic neurotransmitter Menghambat penghancuran oleh enzim monoamine oxidase

Sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic neurotransmitter pada celah sinaps neuron tersebut, yang dapat mengakibatkan peningkatan aktivitas reseptor serotonin.

Tatalaksana: 1. Rawat Inap Rawat inap diindikasikan terutama untuk tujuan diagnostic, utnuk stabilitas pengobatan, utnuk keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri atau pembunuhan, serta untuk perilaku yang sangat kacau atau tidak pada tempatnya, termasuk ketidakmampuan mengurus kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan. Rawat inapa juga dapat mengurangi stress pasien dan membantunya menyusun aktivitas harian. 2. Terapi biologis a. Antagonis Reseptor Dopamin Antagonis reseptor dopamine efektif dalam penanganan skizofrenia adalah terhadap gejalan positif seperti waham, halusinasi. Obat ini memiliki kekurangan dua utama yakni hanya persentase kecil pasien (kemungkinan 25%) yang cukup membantu untuk dapat memulihkan fungsi mental secara bermakna, dan yang kedua, antagonis reseptor dopamine dikaitkan dengan efek simpang yang mengganggu dan serius yaitu akatisia dan gejala lir-parkinsonian berupa rigiditas dan tremor. Contohnya: Klorpromazin (Thorazine) dan Haloperidol (Haldol) b. Antagonis Serotonin-Dopamine (SDA) SDA menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang minimal atau tidak ada, berinteraksi dengan subtype reseptor dopamine yang berbeda dibanding antipsikotik standar, dan memengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamate. Obat ini juga menghasilkan efek simpang neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam menangani gejala negative skizofrenia, contohnya penarikan diri.

Contohnya: risperidon (Risperdal), sertindol, kuetiapin dan ziprasidon.

klozapin, olanzapin (Zyprexa),

3. Terapi Elektrokonvulsif (Terapi ECT) 4. Terapi psikososial a. Pelatihan keterampilan sosial b. Terapi berorientasi keluarga

18. Bagaimana Komplikasi pada kasus ? Komplikasi yang disebabkan oleh skizofrenia paranoid, meliputi : Bunuh diri (pikiran dan prilaku) Perilaku merusak diri sendiri Depresi Penyalahgunaan alkohol, obat-obatan atau obat resep Kemiskinan Tunawisma Dipenjara Konflik keluarga

Ketidakmampuan untuk bekerja atau bersekolah Gangguan kesehatan akibat obat antipsikotik Menjadi korban atau pelaku kejahatan kekerasan Jantung dan penyakit paru-paru yang berhubungan dengan merokok

19. Bagaimana Pencegahan pada kasus ?

Terdapat 3 bentuk pencegahan primer dari skizofrenia: pencegahan universal yang ditujukan kepada populasi umum agar tidak terjadi faktor risiko. Caranya dengan mencegah komplikasi kehamilan dan persalinan. pencegahan selektif yang ditujukan kepada kelompok yang mempunyai risiko tinggi. Caranya adalah dengan orangtua menciptakan keluarga yang harmonis, hangat, dan stabil. pencegahan terindikasi, yaitu mencegah mereka yang memperlihatkan tanda-tanda fase prodromal agar tidak menjadi skizofrenia yang nyata. Caranya adalah dengan memberikan obat antipsikotik dan suasana keluarga yang kondusif. Pada pasien skizofrenia, untuk mencegah terjadinya kekambuhan maka obatobatan harus dikonsumsi secara rutin

20. Bagaimana Prognosis pada kasus ?

Gambaran yang menunjukkan prognosis baik dan buruk dalam skizofrenia : (Kaplan dan Sadock) Prognosis Baik Awitan lambat Ada factor presipitasi yang jelas Awitan akut Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan pramorbid baik Prognosis Buruk Awitan muda Tidak ada factor presipitasi Awitan insidious Riwayat sosial, seksual, dan pekerjaan pramorbid buruk

Gejala gangguan mood (terutama gangguan depresif) Menikah Riwayat keluarga dengan gangguan mood Sistem pendukung baik Gejala positif

Perilaku autistic, menarik diri

Lajang, cerai, atau menjanda/duda Riwayat keluarga dengan skizofrenia

Sistem pendukung buruk Gejala negative Tanda dan gejala neurologis Riwayat trauma perinata Tanpa remisi dalam 3 tahun Berulangkali relaps Riwayat melakukan tindakan penyerangan

Prognosis: Vitam: Dubia Fungsionam: Dubia ad malam

21. Bagaimana SKDI pada kasus ? Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk 3A. Bukan gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

IV . Learning Issue
1. Skizofrenia DEFINISI

Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetic, fisik, dan social budaya.

Gejala-gejala :

Ada dua gejala yang menyertai schizophrenia yakni gejala negatif dan gejala positif. Gejala negatif berupa tindakan yang tidak membawa dampak merugikan bagi lingkungannya, seperti mengurung diri di kamar, melamun, menarik diri dari pergaulan, dan sebagainya. Sementara gejala positif adalah tindakan yang mulai membawa dampak bagi lingkungannya, seperti mengamuk dan berteriak-teriak. Gejala negativependataran afektif, alogia (miskin bicara, kemiskinan isi bicara, afek yang tidak sesuai), tidak ada kemauan-apati, anhedonia-asosialitas, tidak memiliki atensi social, tidak ada perhatian selama tes Gejala positif halusinasi, waham, perilaku aneh (cara berpakaian, perilaku social, agresif, perilaku berulang), ganggun pikiran formal positif (penyimpangan, tangensialitas, inkoherensi, dll)

Selain itu, ada juga pengelompokan gejala-gejala menjadi gejala primer dan sekunder (oleh Bleuler). Gejala primer adalah gejala pokok, sedangkan gejala sekunder merupakan gejala tambahan. Gejala primer - Gangguan proses pikiran yang terutama terganggu adalah asosiasi. Gangguannya berupa terdapatnya inkoherensi, pasien cenderung

menyamakan hal, seakan-akan pikiran berhenti, stereotipi pikiran (ide yang sama berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya) - Gangguan afek dan emosi afek dan emosi dangkal (acuh tak acuh terjadap dirinya), parathimi (yang seharusnya menimbulkan rasa senang, malah menimbulkan rasa sedih pada pasien), paramimi (penderita senang tapi menangis), terkadang afek dan emosinya tidak mempunyai satu kesatuan,

emosi yang berlebihan, hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik, dua hal yang berlwanan mungkin terjadi bersama-sama - Gangguan kemauan kelemahan kemauan dengan alasan yang tidak jelas, ngativisme (sikap yang negative atau berlawanan terhadap suatu permintaan), ambivalensi kemauan (menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu bersamaan), otomatisme (penderita merasa kemauannya dipengaruhi orang lain atau tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis) - Gejala psikomotor gejala katatonik (gerakan kurang luwes), bias sampai stupor (tidak bergerak sama sekali), mutisme, berulang-ulang melakukan satu gerakan atau sikap, verbigerasi (mengulang-ngulang kata), manerisme (keanehan cara berjala dan gaya), gejala katalepsi (bila dalam jangka waktu lama), flexibilitas cerea (bila anggota gerak dibengkokan terasa ada tahanan seperti pada lilin, negativism (melakukan hal berlawanan dengan yang diperintahkan), echolalia (meniru kata-kata yang diucapkan orang lain), ekhopraxia (meniru perbuatan orang lain) Gejala sekunder - Waham waham primer (timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar hamper patognomonis pada skizofrenia), waham sekunder (biasanya terdengar logis, seperti waham kebesaran, waham nihilistic, dll) - Halusinasi pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran (pada kelainan lain tidak ditemukan yang seperti ini). Paling sering halusinasi auditorik. Halusinasi penglihatan jarang, namun bila ada, biasanya pada stadium permulaan
KLASIFIKASI

F20.0 Skizofrenia Paranoid Pedoman Diagnostik Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Sebagai tambahan : Halusinasi dan/ atau waham yang harus menonjol; Suara-saura halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung atau tawa Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan, dipengaruhi, keyakinan bahwa dia sedang dikejar-kejar Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/ tidak menonjol

F20.1 Skizofrenia Hebefrenik Pedoman Diagnostik Memenuhi kriteria umum diagnosis skozofrenia. Diagnosis heberfrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun). Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas: pemalu dan sering menyendiri Diagnosis hebefrenia perlu pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran berikut memang benar bertahan : Perilaku yang tidak bertanggung jawab, kecenderungan selalu

menyendiri, dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;

F20.2 Skizofrenia Katatonik Pedoman Diagnostik Memenuhi kriteria umum diagnosis skozofrenia. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya : Stupor atau mutisme Gaduh-gelisah

Menampilkan posisi tubuh tertentu Negativisme Rigiditas Fleksibilitas cerea (posisi yang dapat dibentuk) Gejala-gejala lain seperti command autism Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.

F20.3 Skizofrenia Tak Terinci Pedoman Diagnostik Memenuhi kriteria umum diagnosis skozofrenia.

Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, heberfrenik, atau katatonik Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca-skizofrenia.

F20.4 Depresi pasca-skizofrenia Pedoman Diagnostik Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau : - Pasien telah menderita skizofrenia (memenuhi kriteria umum skizofrenia) selama 12 bulant terakhir ini - Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya) - Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu - Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia, diagnosis menjadi Episode Depresif, bila masih jelas harus tetap antara (F20.0 F 20.3)

F20.5 Skizofrenia Residual

Pedoman Diagnostik Untuk diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua:

Gejala negatif dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, pasif dan ketiadaan inisiatif, miskin dalam kuantitas dan isi pembicaraan, afek menumpul, komunikasi non-verbal yang buruk, perawatan diri dan kinerja yang buruk Setidaknya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau untuk menegakkan diagnosis skizofrenia Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia Tidak terdapat dementia atau penyakit/ gangguan otak organik lain.

F20.6 Skizofrenia Simpleks Pedoman Diagnostik Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dari : Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului halusinasi, waham atau manifestasi lain dari episode psikotik Disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan dengan sub tipe skizofrenia lainnya.

Etiologi a. Faktor genetic (dibahas pada factor resiko) b. Aktivitas neurotransmitter yang tak seimbang : i. Excessive dopamine release

ii. Serotonin excess iii. Degenerasi neuronal spesifik untuk sistem norepinephrine reward iv. Loss of GABAergic in the hippocampus. v. Glutamate antagonis intoxicity vi. Decrease of muscarinic and nicotinic receptor in the caudate-putamen, hippocampus, and selected regions of the prefrontal cortex. c. Kelainan otak secara kasar : i. Lateral & third ventricular enlargement, reduction in cortical volume. ii. Reduced symmetry of temporal, occipital, and frontal lobes. iii. Decreased size of amygdale, hippocampus, dan parahippocampal gyrus. iv. Abnormalities in prefrontal cortex, v. Penurunan neuron pada region thalamus vi. Reduction of volume of the globus palidus and the substantia nigra d. Keabnormalan pada gelombang P300 e. Exogenic factor (factor lingkungan) f. Dll

Epidemiologi a. Sekitar 1% populasi US. b. Tinggi pada orang yang lahir di wilayah perkotaan c. Setara pada pria dan wanita d. Onset timbul lebih awal pd pria. Usia puncak wanita 25-35 sementara pada pria 1025

Faktor Resiko a. Diperkirakan gen yang telibat adalah: 1q, 5q, 6p, 6q, 8p, 10p, 13q, 15q, dan 22q. dang en yang diperkirakan terlibat alpha-7nicotine receptor, DISC 1, GRM 3, COMT, NGR 1, RGS 4, dan G27. b. Lahir pada musim dingin dan awal musim semi (Mungkin berkaitan dengan virus atau perubahan pola makan pada tiap musim). c. Komplikasi masa kehamilan dan persalinan. d. Bentuk tubuh astenik. e. Terinfeksi influenza pada trisemester ketiga. f. Penyalahgunaan obat-obatan.

g. Usia ayah saat hamil di atas 60 tahun

Penatalaksanaan Tujuan umum pengobatan mengurangi keparahan gejala kegilaan mencegah kekambuhan dari masa timbulnya gejala dan hal-hal yang berkaitan dengan kemunduran fungsi dan memberikan dukungan untuk mencapai taraf hidup yang terbaik.

Tiga komponen utama dalam pengobatan Hospitalisasi Terapi somatic/ terapi biologis Aktivitas rehabilitasi dan komunitas pendukung Psikoterapi

Terapi somatic Penggunaan Obat Antipsikosis o Prinsip-prinsip terapeutik: Harus cermat menetukan gejala sasaran yang akan diobati Suatu antipsikotik yang efektif di masa lalu harus digunakan lagi Lama minimal percobaan antipsikotik adalah 4-6 bulan pada dosis yang adekuat. Jika tidak berhasil, maka diganti dengan antipsikotik lain. Pada umumnya penggunaan lebih dari satu medikasi antipsikotik pada satu waktu jarang diindikasikan Pasien harus dipertahankan pada dosis serendah mungkin yang diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala selama episode psikotik

o Pemilihan obat Antagonis reseptor dopamine efektif, tapi punya 2 kelemahan utama, yaitu hanya sebagian kecil pasien tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal dan mempunyai efek paling mengganggu seperti ataksia, gejala mirip parkinsonisme (rigiditas, tremor) Remoxipride merupakan antagonis reseptor dopamine dari kelas yang berbeda. Efektif dan mempunyai efek samping neurologis yang kurang bermakna, tapi bias mengakibatkan anemia aplastik Risperidone obat antipsikotik yang mempunyai aktivitas antgonis yang bermakna pada reseptor serotonin tipe 2 (5HT2), dan pada reseptor dopamine tipe 2 (D2). Lebih efektif mengatasi gejala positif dan negative skizofrenia, dan merupakan obat lini pertama pada skizofrenia. Clozapine merupakan antagonis lemah pada resptor dopamine 4 (D4), dan reseptor serotonergik. Harganya mahal, namun merupakan obat lini kedua pada skizofrenia, untuk pasien yang tidak berespon terhadap obat lain.

o Obat-obat lain Litium efektif untuk menurunkan gejala psikotik lebih lanjut pada sampai 50% pasien dengan skizofrenia. Obat yang patut dicoba pada pasien yang tidak dapat menggunakan medikasi antipsikotik Antikonvulsan carbamazepine dan valporate, bisa digunakan sendiri-sendiri atau dikombinasi dengan litium. Efektif dalam menurunkan episode kekerasan pada beberapa pasien dengan skizofrenia

Benzodizepin

Terapi Elektrokonvulsif o Diindikasikan pada pasien dengan skizofrenia katatonik, atau pada pasien yang tidak dapat menggunakan obat antipsikotik. o Pasien yang telah sakit selama kurang dari 1 tahun paling mungkin respon terhadap ECT

Psikoterapi Gejala-gejala gangguan schizophrenia yang kronik telah membuat situasi pengobatan di dalam maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Para psikiater dan petugas kesehatan terkondisi untuk menangani schizophrenia dengan obat saja selain terapi kejang listrik (ECT). Psikoterapi suportif, terapi kelompok, maupun terapi perilaku hampir tidak pernah dilakukan, karena dianggap tidak akan banyak manfaatnya. Wawancara tatap muka yang rutin dengan pasien jarang dilakukan (Wicaksana, 2000). Psikoterapi adalah perawatan dan penyembuhan gangguan jiwa dengan cara psikologis. beberapa pakar psikoterapi beranggapan bahwa perubahan perilaku tergantung pada pemahaman individu atas motif dan konflik yang tidak disadari. Terapi Psikoanalisa. o Terapi Psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan konsep Freud. o Tujuan psikoanalisis adalah menyadarkan individu akan konflik yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan yang digunakannya untuk mengendalikan kecemasannya . o Hal yang paling penting pada terapi ini adalah untuk mengatasi halhal yang direpress oleh penderita.

o Metode terapi ini dilakukan pada saat penderita schizophrenia sedang tidak kambuh. Macam terapi psikoanalisa yang dapat dilakukan, adalah Asosiasi Bebas. o Pada teknik terapi ini, penderita didorong untuk membebaskan pikiran dan perasaan dan mengucapkan apa saja yang ada dalam pikirannya tanpa penyuntingan atau penyensoran (Akinson, 1991). Pada teknik ini, penderita disupport untuk bisa berada dalam kondisi relaks baik fisik maupun mental dengan cara tidur di sofa. Ketika penderita dinyatakan sudah berada dalam keadaan relaks, maka pasien harus mengungkapkan hal yang dipikirkan pada saat itu secara verbal. Pada saat penderita tidur di sofa dan disuruh menyebutkan segala macam pikiran dan perasaan yang ada di benaknya dan penderita mengalami blocking, maka hal itu merupakan manifestasi dari keadaan over-repressi. Hal yang direpress biasanya berupa dorongan vital seperti sexual dan agresi. Repressi terhadap dorongan agresi menyangkut figur otorotas yang selalu diwakili oleh father dan mother figure. Repressi anger dan hostile merupakan salah satu bentuk intrapsikis yang biasa menyebabkan blocking pada individu. Akibat dari blocking tersebut, maka integrasi kepribadian menjadi tidak baik, karena ada tekanan ego yang sangat besar. Menurut Freud, apabila terjadi blocking dalam proses asosiasi bebas, maka penderita akan melakukan analisa. Hasil dari analisanya dapat menimbulkan insight pada penderita. Analisa pada waktu terjadi blocking bertujuan agar penderita mampu menempatkan konfliknya lebih proporsional, sehingga penderita mengalami suatu proses penurunan ketegangan dan penderita lebih toleran terhadap konflik yang dialaminya. Seperti yang telah diungkapkan terdahulu bahwa penderita diberi kesempatan untuk dapat mengungkapkan segala

traumatic events dan keinginan-keinginan yang direpressnya. Waktu ini disebut dengan moment chatarsis. Disini penderita diberi kesempatan untuk mengeluarkan uneg-uneg yang ia rasakan , sehingga terjadi redusir terhadap pelibatan emosi dalam

menyelesaikan masalah yang dialaminya. Dalam teknik asosiasi bebas ini, juga terdapat proses transference, yaitu suatu keadaan dimana pasien menempatkan therapist sebagai figur substitusi dari figur yang sebenarnya menimbulkan masalah bagi penderita. Terdapat 2 macam transference, yaitu 1. transference positif, yaitu apabila therapist menggantikan figur yang disukai oleh penderita,

2. transference negatif, yaitu therapist menggantikan figur yang dibenci oleh penderita (Fakultas Psikologi UNPAD, 1992).

Terapi Perilaku (Behavioristik) o Pada dasarnya, terapi perilaku menekankan prinsip pengkondisian klasik dan operan, karena terapi ini berkaitan dengan perilaku nyata. Para terpist mencoba menentukan stimulus yang mengawali respon malasuai dan kondisi lingkungan yang menguatkan atau

mempertahankan perilaku itu (Ullaman dan Krasner, 1969; Lazarus, 1971 dalam Atkinson, 1991). o Terdapat hasil yang cukup baik, terutama untuk kasus-kasus baru, dengan menggunakan cognitif - behavior therapy tersebut. Rupanya ada gelombang besar optimisme akan kesembuhan schizophrenia di dunia dengan terapi yang lebih komprehensif ini. Selain itu, secara umum terapi ini juga bermaksud secara langsung membentuk dan mengembangkan perilaku penderita schizophrenia yang lebih sesuai, sebagai persiapan penderita untuk kembali berperan dalam masyarakat. Paul dan Lentz (Rathus,et al., 1991; Davison, et al., 1994)

menggunakan dua bentuk program psikososial untuk meningkatkan fungsi kemandirian. o Social Learning Program. Social learning program menolong penderita schizophrenia untuk mempelajari perilaku-perilaku yang sesuai. Program ini menggunakan token economy, yakni suatu cara untuk menguatkan perilaku dengan memberikan tanda tertentu (token) bila penderita berhasil melakukan suatu perilaku tertentu. Tanda tersebut dapat ditukar dengan hadiah (reward), seperti makanan atau hak-hak tertentu Program lainnya adalah millieu program atau therapeutic community. Dalam program ini, penderita dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu. Mereka dianjurkan meluangkan waktu untuk bersama-sama dan saling membantu dalam penyesuaian perilaku serta membicarakan masalah-masalah bersama dengan pendamping. Terapi ini berusaha memasukkan penderita schizophrenia dalam proses perkembangan untuk mempersiapkan mereka dalam peran sosial yang bertanggung jawab dengan melibatkan seluruh penderitan dan staf pembimbing. Dalam penelitian, social learning program mempunyai hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perawatan dalam rumah sakit jiwa dan millieu program. Persoalan yang muncul dalam terapi ini adalah identifikasi tentang unsur-unsur mana yang efektif. Tidak jelas apakah penguatan dengan tanda (token) ataukan faktor-faktor lain yang menyebabkan perubahan perilaku; dan apakah program penguatan dengan tanda tersebut membantu perubahan perilaku hanya selama tanda diberikan atau hanya dalam lingkungan perawatan. o Social Skills Training.

Terapi ini melatih penderita mengenai ketrampilan atau keahlian sosial, seperti kemampuan percakapan, yang dapat membantu dalam beradaptasi dengan masyarakat (Rathus, et al., 1991; Davisoan, et al., 1994; Sue, et al., 1986). Social Skills Training menggunakan latihan bermainsandiwara. Para penderita diberi tugas untuk bermain peran dalam situasi-situasi tertentu agar mereka dapat menerapkannya dalam situasi yang sebenarnya. Bentuk terapi seperti ini sering digunakan dalam panti-panti rehabilitasin psikososial untuk

membantu penderita agar bisa kembali berperan dalam masyarakat. Mereka dibantu dan didukung untuk melaksanakan tugas-tugas harian seperti memasak, berbelanja, ataupun utnuk berkomunikasi, bersahabat, dan sebagainya. Meskipun terapi ini cukup berhasil, namun tetap ada persoalan bagaimana mempertahankan perilaku bila suatu program telah selesai, dan bagaimana dengan situasisituasi yang tidak diajarkan secara langsung.

Terapi Humanistik o Terapi Kelompok. Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, yang dapat menyebabkan seseorang berusaha menghindari relasinya dengan orang lain, mengisolasi diri, sehingga menyebabkan pola penyelesaian masalah yang dilakukannya tidak tepat dan tidak sesuai dengan dunia empiris. Dalam menagani kasus tersebut, terapi kelompok akan sangat bermanfaat bagi proses penyembuhan klien, khususnya klien schizophrenia. Terapi kelompok ini termasuk salah satu jenis terapi humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Di antara peserta terapi tersebut saling

memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami oleh mereka. Klien dihadapkan pada setting sosial yang mengajaknya untuk berkomunikasi, sehingga terapi ini dapat memperkaya pengalaman mereka dalam kemampuan berkomunikasi. Di rumah sakit jiwa, terapi ini sering dilakukan. Melalui terapi kelompok ini iklim interpersonal relationship yang konkrit akan tercipta, sehingga klien selalu diajak untuk berpikir secara realistis dan menilai pikiran dan perasaannya yang tidak realistis. o Terapi Keluarga. Terapi keluarga ini merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok. Kelompoknya terdiri atas suami istri atau orang tua serta anaknya yang bertemu dengan satu atau dua terapist. Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Ungkapan-ungkapan emosi dalam keluarga yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali diusahakan kembali. Keluarga diberi informasi tentang caracara untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita dan cara-cara untuk menghadapinya. Keluarga juga diberi penjelasan tentang cara untuk mendampingi, mengajari, dan melatih penderita dengan sikap penuh penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan pengungkapan emosi

anggota keluarga diatu dan disusun sedemikian rupa serta dievaluasi. Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon (Davison, et al., 1994; Rathus, et al., 1991) ternyata campur tangan keluarga sangan membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurangkurangnya mencegah kambuhnya penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual.

Prognosis Pasien dengan skizofrenia mempunyai 10% resiko untuk bunuh diri Pulih seutuhnya tidak biasa terjadi Gejala biasanya mengikuti waxing dan waning course : Pola pasien bisa berubah dalam kurun waktu beberapa tahun Gejala positif berespon baik terhadap pengobatan antipsikotik, gejala lainnya biasanya menetap Mengevaluasi prognosis dengan melihat riwayat longitudinal dari penyakit, dimulai dengan riwayat keluarga sampai pada sistem penanganan Menentukan baik atau buruknya prognosis pada skizofrenia : Prognosis baik : Riwayat keluarga ttg gangguan mood / affect Perilaku dan personalitas premorbid yang baik Sudah menikah Onset akut Gejala kelainan mood terutama kelainan depresif Gejala positif (Positive symptoms) Sistem pembantu (support systems) yang baik

Prognosis buruk : Riwayat keluarga skizofrenia Riwayat trauma perinatal Onset pada usia muda Perilaku dan personalitas premorbid yang buruk Lajang, bercerai, atau menjanda Insidious onset Tanpa sebab yang jelas Tanda dan gejala gangguan neurologis

Cenderung menarik diri autistic behavior Gejala negatif (Negative symptoms) Tidak ada remisi dalam 3 tahun Sering kambuh Riwayat kekerasan Sistem pembantu (support systems) yang buruk

2. Neurotransmitter Neurobiologi Kausa skizofrenia belum diketahui. Meski demikian, dalam satu decade belakangan, terdapat peningkatan jumlah penelitian yang mengindikasikan adanya peran patofisiologis area otak tertentu, termasuk system limbic, korteks frontal, serebelum, dan ganglia basalis. Keempat area ini saling berhubungan sehingga disfungsi satu area dapat melibatkan proses patologi primer di tempat lain. Pencitraan otak manusia hidup dan pemeriksaan neuropatologi jaringan otak postmortem menyatakan system limbic sebagai lokasi potensial proses patologi primer pada setidaknya beberapa, bahkan mungkin sebagian besar, pasien skizofrenik. Dua area yang menjadi subjek penelitian aktif adalah waktu ketika suatu lesi neuropatologi terlihat di otak serta interaksi lesi tersebut dengan stressor sosial dan lingkungan. Dasar penampakan abnormalitas otak mungkin teletak pada pembentukkan abnormal (contohnya, migrasi abnormal neuron di sepanjang sel glia radial pembentukan) atau pada degenerasi neuron setelah pembentukan (sebagai contoh, kematian sel terprogram yang terlalu dini, seperti yang tampak pada penyakit Huntington). Namun, fakta bahwa kembar monozigotik memiliki angka kejadian bersama sebesar 50 persen menyiratkan adanya interaksi yang masih sangat sedikit diketahui antara lingkungan dan timbulnya skizofrenia. Di lain pihak, factor yang mengatur ekspresi gen baru mulai dipahami. Meski kembar monozigotik mempunyai informasi genetic yang sama, regulasi gen yang berbeda sepanjang hidup mungkin

menyebabkan salah satu kembar monozigotik mengalami skizofrenia, sementara kembarannya tidak.

Hipotesis Dopamine Rumusan paling sederhana hipotesis dopamine tentang skizofrenia menyatakan bahwa skizofrenia timbul akibat aktivitas dopaminergik yang berlebihan. Teori ini berkembang berdasarkan dua pengamatan. Pertama, kemanjuran serta potensi sebagian besar obat antipsikotik (yaitu, antagonis reseptor dopamine) berkorelasi dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2. Kedua obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik, yang terkenal adalah amfetamin, bersifat psikotomimetik. Teori dasar ini tidak menguraikan apakah hiperaktivitas dopaminergik disebabkan pelepasan dopamine yang berlebihan, reseptor dopamine yang terlalu banyak hipersensitivitas reseptor dopamine terhadap dopamine atau kombinasi mekanisme tersebut. Jalur dopamine di otak yang terlibat juga tidak rinci dalam teori ini, meski jalur mesokortikal dan mesolimbik menjulur dari badan sel di mesensefalon ke neuron dopaminoseptif di system limbic dan korteks serebri. Peran signifikan dopamine dalam patofisiologi skizofrenia sejalan dengan studi yang mengukur konsentrasi plasma metabolit utama dopamine, asam homovanilat. Sejumlah studi pendahuluan mengindikasikan bahwa pada kondisi eksperimental yang terkontrol secara seksama, konsentrasi asam homovanilat plasma dapat menggambarkan konsentrasi asam homovanilat di system saraf pusat. Studi tersebut melaporkan adanya korelasi positif antara konsentrasi asam homovanilat prapengobatan yang tinggi dan dua factor: Keparahan gejala psikotik dan respon pengobatan terhadap obat antipsikotik. Studi mengenai asam homovanilat juga melaporkan setelah peningkatan sesaat, konsentrasi asam homovanilat plasma akan terus menurun. Penurunan ini berkorelasi dengan perbaikan gejala pada setidaknya beberapa pasien. Hipotesis dopamine tentang skizofrenia terus diperbaharui dan diperluas, dan reseptor dopamine baru terus diidentifikasi. Satu studi melaporkan peningkatan reseptor D 4 pada sampel otak posmorten pasien skizofrenik.

Nerotransmitter lain. Meski neurotransmitter dopamine telah menjadi pusat perhatian sebagian besar peneliti an skizofrenia, terdapat peningkatan perhatian yang ditujukan kepada neurotransmitter lain, setidaknya atas dua alasan. Pertama, karena skizofrenia cenderung merupakan gangguan yang heterogen,. Terdapat kemungkinan bahwa abnormalitas pada neurotransmitter yang berbeda dapat menimbulkan sindrom perilaku yang sama. Sebagai contoh, zat halusinogenik yang memengaruhi serotonin, seperti asam lisergat dietilamid, dan zat yang memengaruhi dopamine dalam dosis tinggi, seperti amfetamin, dapat menyebabkan gejala psikotik yang sulit dibedakan dari skizofrenia. Kedua, penelitian neurosains menunjukkan bahwa suatu neuron tunggal dapat mengandung lebih dari satu neurotransmitter dan mungkin mempunyai reseptor neurotransmitter untuk setengah lusin neurotransmitter lainnya. Dengan demikian, berbagai neurotransmitter di otak terlibat dalam hubungan interaksional yang kompleks, dan fungsi yang abnormal dapat timbul akibat perubahan pada satu neurotransmitter yang manapun.

SEROTONIN Serotonin telah menerima banyak perhatian dalam penelitian skizofrenia sejak dilakukannya pengamatan yang menyatakan bahwa obat antagonis serotonin-dopamin (SDA) (contohnya, klozapin, risperidon, sertindol) memiliki aktivitas terkait serotonin yang poten. Secara spesifik, antagonism pada reseptor 5-HT2 serotonin ditekankan sebagai sesuatu yang penting dalam mengurangi gejala psikotik dan meredakan timbulnya gangguan pergerakan terkait antagonism D2. Pemeriksaan profil afinitas reseptor untuk masing-masing antagonis serotonin-dopamin menunjukkan tidak adanya pola atau rasio aktivitas yang seragam selain afinitasnya terhadap reseptor 5 HT2 serotonin yang lebih tinggi disbanding terhadap reseptor D2. Klozapin memiliki afinitas tertinggi untuk reseptor histamine, sementara kuetiapin paling erat berikatan dengan reseptor adrenergic-alfa, dan ziprasidon merupakan satu-satunya anggota kelompok

tersebut yang berinteraksi kuat dengan reseptor 5-HT1. Afinitas terhadap reseptor 5HT2 dan D2 bervariasi dengan kisaran lebih dari 100 kali lipat dalam kelas obat ini. Meski demikian, masing-masing merupakan agen antipsikotik yang lebih efektif daripada ratusan senyawa terkait yang hanya berbeda sedikit afinitasnya. Oleh sebab itu, tampaknya berbagai system neurotransmitter berinteraksi dalam suatu keseimbangan tertentu untuk mengatur tanda dan gejala skizofrenia dan, lebih lanjut, bahwa obat antipsikotik dapat memodulasi sirkuit ini dengan mengacaukan secara samar salah satu dari beberapa system neurotransmitter tersebut. Seperti yang diisyaratkan pada penelitian mengenai gangguan mood, aktivitas serotonin dianggap terlibat dalam perilaku impulsive dan bunuh diri yang juga dapat tampak pada pasien skizofrenik.

NOREPINEFRIN Sejumlah peneliti melaporkan bahwa pemberian obat antipsikotik jangka panjang menurunkan aktivitas neuron noradrenergic di lokus seruleus dan bahwa efek terapeutik beberapa obat antipsikotik mungkin melibatkan aktivitasnya pada reseptor adrenergic-alfa dan adrenergic-alfa2. Meski hubungan antara aktivitas dopaminergik dan noradrenergic masih belum jelas, terdapat peningkatan jumlah data yang menyatakan bahwa system noradrenergic memodulasi system dopaminergik dalam suatu cara sehingga abnormalitas system noradrenergic mempredisposisikan pasien untuk mengalami relaps lebih sering.

GABA Neurotransmiter asam amino inhibitorik, asam -aminobutirat (GABA) juga dianggap terlibat dalam patofisiologi skizofrenia. Data yang tersedia sejalan dengan hipotesis bahwa sejumlah pasien skizofrenia mengalami kehilangan neuron GABAnergik di hipokampus. Hilangnya neuron GABAnergik inhibitorik secara teoretis dapat mengakibatkan hiperaktivitas neuron dopaminergik dan noradrenergik.

Glutamat

Hipotesis yang diajukan tetntang glutamat mencakup hiperaktivitas, hipoaktivitas, dan neurotoksisitas terinduksi glutamat. Glutamat dilibatkan karena ingesti akut fensiklidin, suatu antagonis glutamat, menimbulkn sindrom yang menyerupai skizifrenia.

Neuropeptida Dua neuropeptida, kolesistokinin dan neurotensin, ditemukan di sejumlah regio otak yang terlibat dalam skizofrenia. Konsentrasinya mengalami perubahan pada keadaan psikotik.
3.

Gangguan Kepribadian (2) Gangguan kepribadian paranoid Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri : Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan. Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, misalnya menolak untuk memaafkan suatu penghinaan dan luka hati atau masalah kecil. Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsi-kan pengalaman dengan menyalah-artikan tindakan orang lain yang netral atau bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan atau penghinaan. Perasaan permusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa memperhatikan situasi yang ada (actual situation) Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar (justification), tentang kesetiaan seksual dari pasangannya. Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara berlebihan, yang

bermanifestasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri (self-referential attitude) Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekongkol dan tidak substantive dari suatu peristiwa, baik yang menyangkut diri pasien sendiri maupun dunia pada umumnya. Untuk mendiagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari di atas.

Gangguan kepribadian Skizoid Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri : Sedikit (bila ada) aktivitas yang memberikan kesenangan Emosi dingin, afek datar atau tidak peduli (detachment) Kurang mampu untuk mengekspresikan kehangatan, kelembutan, atau kemarahan terhadap orang lain Tampak nyata ketidak-pedulian baik terhadap pujian maupun kecaman Kurang tertarik untuk mengalami pengalaman seksual dengan orang lain (perhitungkan usia penderita) Hampir selalu memilih aktivitas yang dilakukan sendiri Preokupasi dengan fantasi dan introspeksi yang berlebihan Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi yang akrab (kalau ada hanya satu) dan tidak ada keinginan untuk menjalin hubungan seperti itu Sangat tidak sensitive terhadap norma dan kebiasaan social yang berlaku.

Untuk mendiagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari di atas.

Gangguan kepribadian dissosial Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri : Bersikap tidak peduli terhadap perasaan orang lain Sikap yang amat tidak bertanggung jawab dan berlangsung terus menerus (persistent), serta tidak peduli terhadap norma, peraturan, dan kewajiban social. Tidak mampu memelihara suatu hubungan agar berlangsung lama, meskipun tidak ada kesulitan untuk mengembangkannya Toleransi terhadap frustasi sangat rendah dan ambang yang rendah untuk melampiaskan agresi, termasuk tindakan kekerasan. Tidak mampu mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman, khususnya dari hukuman.

Sangat cenderung menyalahkan orang lain, atau menawarkan rasionalisasi yang masuk akal, untuk perilaku yang membuat pasien konflik dengan masyarakat.

Untuk mendiagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari di atas.

Gangguan kepribadian Emosional Tak Stabil terdapat kecenderungan yang mencolok untuk bertindak secara impulsive tanpa mempertimbangkan emosional. dua varian yang khas adalah berkaitan dengan impulsivitas dan kekurangan pengendalian diri. konsekuensinya, bersamaan dengan ketidak-stabilan

Gangguan kepribadian Histrionik Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri : Ekspresi emosi yang dibuat-buat (self-dramatization), seperti bersandiwara (theatricality), yang dibesar-besarkan (exaggerated) Bersifat sugestif, mudah dipengaruhi oleh keadaan atau oleh orang lain Keadaan afektif yang dangkal dan labil Terus menerus mencari kegairahan (excitement), penghargaan (appreciation) dari orang lain, dan aktivitas dimana pasien menjadi pusat perhatian Penampilan atau perilaku merangsang (seductive) yang tidak memadai Terlalu peduli dengan daya tarik fisik

Untuk mendiagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari di atas.

Gangguan kepribadian Anankastik Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri : Perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang berlebihan Preokupasi dengan hal-hal yang rinci (details), peraturan, daftar, urutan, organisasi atau jadwal Perfeksionisme yang mempengaruhi penyelesaian tugas

Ketelitian yang berlebihan, terlalu hati-hati, dan keterikatan yang tidak semestinya pada produktivitas sampai mengabaikan kepuasan dan hubugan interpersonal

Keterpakuan dan keterikatan yang berlebihan pada kebiasaan social Kaku dan keras kepala Pemaksaan yang tidak beralasan agar orang lain mengikuti persis caranya mengerjakan sesuatu, atau keengganan yang tak beralasan untuk mengizinkan orang lain untuk mengajarkan sesuatu.

Mencampur-adukan pikiran atau dorongan yang memaksa dan yang enggan. Untuk mendiagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari di atas.

Gangguan kepribadian cemas (menghindar) Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri : Perasaan tegang dan takut yang menetap dan pervasive, Merasa dirinya tak mampu, tidak menarik atau lebih rendah dari orang lain Preokupasi yang berlebihan terhadap kritik dan penolakan dalam situasi social Keengganan untuk terlibat dengan orang kecuali merasa yakin akan disukai Pembatasan dalam gaya hidup karena alasan keamanan fisik Menghindari aktivitas social atau pekerjaan yang banyak melibatkan kontak interpersonal karena takut banyak dikritik, tidak didukung atau ditolak Untuk mendiagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari di atas.

Gangguan kepribadian dependen Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri : Mendorong atau membiarkan orang lain untuk mengambil sebagian besar keputusan penting untuk dirinya Meletakkan kebutuhan sendiri lebih rendah dari orang lain kepada siapa ia bergantung, dan kepatuhan yang tidak semestinya terhadap keinginan mereka Keengganan untuk mengajukan permintaan yang layak kepada orang dimana tempat ia bergantung

Perasaan tidak enak atau tidak berdaya apabila sendirian, karena ketakutan yang dibesar-besarkan tentang ketidak-mampuan mengurus diri sendiri

Preokupasi dengan ketakutan akan ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya, dan dibiarkab untuk mengurus dirinya sendiri

Terbatasnya kemampuan untuk membuat keputusan sehari-hari tanpa mendapat nasehat yang berlebihan dan dukungan dari orang lain. Untuk mendiagnosis dibutuhkan paling sedikit 3 dari di atas.

KERANGKA KONSEP

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Nyonya.cek ela, 30 tahun, ibu rumah tangga dibawa ke ruang emergency RSEB menderita gangguan mental yang berat, skizofrenia dan ada juga gangguan kepribadian skizoid.

DAFTAR PUSTAKA Maslim R.Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III.2001,Jakarta; PT Nuh Jaya 20-26. Saddock, Benjamin. Dkk. 2004. Buku Ajar Psikiatri Klinis Kaplan & Sadock Ed. 2. Delirium, Demensia, dan Gangguan Amnesik serta Gangguan Kognitif dan Gangguan Mental Lainnya Karena Medis Umum. Jakarta EGC. Hal 52-66. Saddock, Benjamin. Dkk. 2010. Kaplan & Sadock Sinopsis Psikiatri Ilu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Ed. 2. Delirium, Demensia, dan Gangguan Amnesik serta Gangguan Kognitif dan Gangguan Mental Lainnya Karena Medis Umum. Jakarta. EGC. Hal 529-546. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri. Demensia

Anda mungkin juga menyukai