Anda di halaman 1dari 180

Mba Rien - Awal Perjumpaan

Nama panjangnya adalah Rinduwati Suliandara. Mba Rien, begitu ia biasa dipanggil, adalah seorang guru tari di Sanggar Tari Pelangi. Kino tak pernah tahu usia wanita itu yang sesungguhnya, tetapi pokoknya ia tak tampak terlalu tua, walau jelas bukan pula remaja. Wajahnya jika memakai ukuran normal tidaklah terlalu !antik. Tidak pula terlalu jelek. "iasa biasa saja Tetapi Mba Rien memiliki mata yang sangat indah, bening dihiasi bulu mata lentik. #uga memiliki bibir yang menurut Kino sangat menarik, karena selalu kelihatan basah. Waktu itu Kino duduk di bangku SM$, kelas dua $. %ntuk usianya, waktu itu Kino tergolong &terlambat& dalam soal pa!aran. 'a tidak punya teman wanita istimewa, karena baginya semua teman wanitanya sama saja. Konon ada yang naksir, namanya $lma, gadis dari kelas dua ". Tetapi Kino tidak tertarik, walau kata teman temannya gadis itu tergolong ratu. "agi Kino, ia memang ratu, tetapi entah kenapa ia tidak tertarik. "erenang di sungai lebih menarik bagi Kino, katimbang jalan jalan dengan $lma. Tetapi Mba Rien menarik hatinya sejak awal mereka berjumpa. Waktu itu, Kino mengantar adik perempuannya, Susi, ke sanggar untuk latihan menari. Kino sangat sayang kepada adik satu satunya yang baru berusia ( tahun itu )jarak dua kakak beradik ini memang terlalu jauh*. +engan sepeda, dibon!engnya Susi ke sanggar, dan diantarnya sampai ke ruang latihan di tengah kompleks sanggar. Saat itulah ia melihat Mba Rien, sedang mengikatkan setagen ke sekeliling pinggangnya. &Selamat sore Susi...,& u!ap Mba Rien menyapa Susi, lalu sekejap melirik Kino. Suara wanita itu lembut tetapi bernada wibawa, pikir Kino sambil melepas gandengan tangan adiknya. &Mba Rien, ini kakak saya...,& Susi menunjuk ke Kino yang masih berdiri di pintu ruang latihan. Mba Rien mengangkat muka, dan tersenyum kepada Kino. $gak !anggung, Kino membalas tersenyum dan beru!ap serak, &Selamat sore, mbak...&. Mba Rien hanya mengangguk tanpa berhenti tersenyum, lalu menerima salam Susi, dan berbalik menuju tempat segerombolan anak anak yang sedang bersiap belajar menari. Kino masih berdiri, memandang tubuh Mba Rien dari belakang, dan entah kenapa ia merasa jantungnya berdegup lebih keras. Tubuh Mba Rien menyita perhatiannya, terbungkus kain dan baju ketat, menampakkan lika liku yang menawan. $staga, pikir Kino, wanita ternyata bisa menarik juga, %ntuk beberapa jenak, Kino masih berdiri di depan pintu, menelan ludah berkali kali dan merasa wajahnya merah karena malu. Kepada

siapa- .ntahlah. Tetapi perjumpaan pertama dengan Mba Rien berbekas keras di kalbunya. Sambil mengayuh sepedanya pulang, Kino tiba tiba memiliki pikiran pikiran seronok. /ila kamu, tukasnya dalam hati, menyalahkan diri sendiri. Mana mungkin kamu bisa meremas remas tubuh itu, u!ap suara lain di kepalanya. Meremas....- +ari mana datangnya ide gila itu- pikir Kino gelisah. "erkali kali Kino merasa sadel sepedanya terasa lebih ke!il dari biasanya, dan selakangannya sering terasa geli. Sial, sergahnya dalam hati. Ketika ayah memintanya menjemput Susi, dengan bersemangat Kino mengatakan ya. 0alu, ia pun tiba di sanggar 12 menit sebelum waktu latihan selesai. 'a duduk di bawah pohon kamboja, tidak jauh dari ruang latihan. +ari tempatnya duduk, ia bisa melihat Mba Rien melenggak lenggok mengajarkan gerakan yang diikuti oleh belasan anak anak ke!il. Pandangan Kino tak lekang dari gerakan gerakan Mba Rien, dan entah kenapa ia kini mengerti apa artinya sebuah tari yang indah, Selama ini, bagi Kino menari adalah kegiatan perempuan yang tak menarik. Menjemukan, bahkan. Tetapi ketika melihat Mba Rien mengangkat tangan, melenggok ke kiri, menggerakkan pinggulnya ...., Kino menelan ludah lagi. "ajingan kamu, u!ap sebuah suara di dalam kepalanya. Kino membuang muka, mengalihkan pandangannya ke hamparan rumput. Tetapi, seperti ditarik magnit, muka Kino sesekali kembali lagi memandang ke ruang latihan. +ari ruang tari, Rien juga bisa melihat keluar, walau perbedaan terang menyebabkan matanya agak silau jika harus memandang ke arah tempat Kino duduk. Sambil terus menggerakkan tubuhnya, Rien melirik dan mengernyit heran melihat remaja itu betah duduk sendirian. "iasanya, para penjemput murid muridnya datang terlambat, dan tidak pernah berlama lama di sanggar tari. $palagi yang laki laki, entah itu kakak atau ayah atau paman. Pada umumnya, di kota ke!il ini, menari bukanlah sesuatu yang menarik untuk pria. Makanya, tingkah Kino bagi Rien agak tidak biasa. Ketika akhirnya latihan selesai, Kino bangkit dan mendekat ke arah ruang latihan, tetapi tetap dalam keteduhan pohon kamboja. .ntah kenapa, ia tak berani lebih dekat. Sebetulnya ia ingin mendekat, tetapi dadanya berdegup ken!ang setiap kali ia melangkah. Semakin dekat ke ruang latihan, semakin ken!ang degupnya. Sebab itu, ia berhenti setelah dua langkah saja. 'a akan menunggu saja sampai Susi keluar dan menghampirinya. Rien, dengan sedikit peluh di lehernya, mengu!ap salam perpisahan kepada murid muridnya. 0alu, sambil melepas stagen, ia berjalan ke pintu. +ilihatnya Susi berlari ke arah penjemputnya, remaja yang betah berlama lama di bawah pohon kamboja menonton latihannya itu. Sambil melepas ikat rambutnya, sehingga rambutnya yang

sebahu kini tergerai, Rien berdiri di pintu dan beru!ap lembut, tetapi juga !ukup keras untuk didengar Kino. &Kenapa tadi tidak tunggu di dalam saja, +ik...,& ujarnya. Kino !uma bisa menyeringai seperti kera sedang makan ka!ang. Rien tersenyum melihat seringai remaja yang tampak kikuk itu. Kino menelan ludah melihat senyum itu. .ntah kenapa, senyum itu tampak menarik sekali. Rasanya, Kino seperti disiram air sejuk. /ila kamu, u!ap suara di dalam kepalanya lagi. +an Kino pun !epat !epat membungkuk berpamitan, lalu menggandeng tangan Susi menuju sepeda. Rien kembali tersenyum memandang kedua kakak beradik yang akur itu meninggalkan sanggarnya. 33333 Sejak pertemuan itu, Kino sering melamunkan Mba Rien. 0ebih gila lagi, saat mandi dan menyabuni tubuhnya, Kino merasakan darahnya berdesir membayangkan Mba Rien. Per!uma ia mengguyurkan bergayung gayung air dingin ke tubuhnya, tetap saja kelaki lakiannya perlahan menegang. $duh !elaka, jeritnya dalam hati, ketika melihat ke bawah. 4epat !epat ia menyabuni dirinya, lalu membilasnya, membungkus tubuhnya dengan handuk dan lari ke luar kamar mandi menuju kamarnya. Mudah mudahan tidak ada yang melihat tonjolan di bawah pinggangnya yang terbungkus handuk itu, Malam hari, ketika ia gelisah bergulang guling di ranjangnya, Kino kembali membayangkan Mba Rien. 0agi lagi terbayang pinggulnya yang padat berisi, pinggangnya yang ramping, dan dadanya yang membusung walau tidak terlalu besar. Kino juga terkenang lehernya yang agak basah oleh keringat. #uga bibirnya. 5a, bibirnya itu yang paling menawan. Selalu basah, dan tampaknya lembut sekali. $palagi kalau ia tersenyum, menampakkan sedikit gigi giginya yang putih. "agaimana rasanya menggigit bibir ituKino makin gelisah, sebab kini kelaki lakiannya menengang lagi seperti ketika ia sedang mandi. Malam sudah agak larut, dan rumah sudah sepi. Tak ada suara suara, selain jangkerik. Kino menelungkupkan tubuhnya. 4elaka, justru gerakan itu menyebabkan kelaki lakiannya terjepit di antara tubuhnya dan kasur yang empuk. Tanpa sadar, Kino menggerak gerakkan badannya, menggesekkan kelaki lakiannya ke kasur. Matanya terpejam, dan terbayang ia berada di atas tubuh Mba Rien. Terbayang ia mengulum bibir Mba Rien yang basah. Terbayang dadanya yang !eking menempel di dada Mba Rien yang kenyal. /ila, Kino terlonjak ketika merasakan !airan hangat mengalir !epat membasahi !elana dalamnya. %ntung ia sigap, sehingga seprai tidak ikut basah.

6anya saja, di pagi hari ia harus men!ari alasan untuk bisa men!u!i sendiri !elana dalamnya, tanpa harus men!u!i pakaian anggota keluarga yang lain, 33333 "eberapa hari setelah perjumpaan pertamanya dengan Kino, kembali Rien terheran melihat remaja itu sudah ada setengah jam sebelum latihan usai. Setengah jam, "etapa lamanya ia akan menanti di situ sendirian, u!ap Rien dalam hati sambil terus menggerakkan badannya di depan para penari !ilik. "erkali kali Rien melirik ke arah pohon kamboja, dan bertanya tanya dalam hati, mengapa gerangan remaja itu begitu betah menunggu adiknya. Terlebih lebih lagi, remaja itu selalu memandang ke dalam dengan seksama. Sialan, mungkin ia tertarik melihat tubuhku, umpat Rien dalam hati. Tetapi, mungkin juga ia tertarik pada tarianku. Siapa tahu- $tau mungkin tertarik pada dua duanya, u!ap Rien dalam hati. 'a tersenyum sendiri ketika mengambil kesimpulan terakhir ini. &Satu ... dua...tiga .... empat, putar......,& Rien memutar tubuh memberi !ontoh, diikuti oleh bidadari bidadari ke!il yang tertatih tatih men!oba meniru sesempurna mungkin. &Satu .. dua ... tiga ... empat, putar....,& suaranya lembut, tetapi tegas dan !ukup nyaring. Kino menyenderkan tubuhnya di batang pohon kamboja. Sayup sayup suara Mba Rien sampai di telinganya. Terdengar merdu. /ila, semua yang berhubungan dengan wanita itu selalu bagus. $pa apaan ini- sebuah suara menghardik di kepala Kino, membuatnya tertunduk sendiri. +i!abutnya sebatang rumput, dimain mainkannya di antara jari jarinya. Kino merenung, bertanya tanya, apa gerangan yang terjadi dalam dirinya. Mengapa Mba Rien jadi begitu menarik, padahal ia jauh lebih tua dariku- Mengapa $lma yang seusia dengannya itu tidak semenarik Mba Rien, padahal $lma juga !antik. Kino menarik na7as dalam dalam, lalu kepalanya terangkat lagi, memandang lagi ke dalam ruang latihan. 4uma kali ini ia tidak melihat Mba Rien di sana. +ipanjang panjangkannya lehernya, men!ari !ari, kemana gerangan wanita itu. Kino bahkan memiringkan tubuhnya, sampai hampir rebah ke kiri, untuk melihat sudut terjauh yang masih terjangkau pandangan. Mba Rien tidak ada, sementara murid muridnya masih bergerak sesuai irama musik dari tape re!order. Kemana dia6ampir !opot rasanya jantung Kino, ketika tiba tiba Mba Rien mun!ul dari balik tembok rumah di sebelah ruang latihan. Rupanya, ada gang yang menghubungkan rumah itu dengan ruang latihan, yang tidak terlihat dari tempat Kino duduk. Rupanya Mba Rien

meninggalkan murid muridnya untuk masuk ke rumah itu. +an kini ia berjalan kembali ke ruang latihan, tetapi tidak melalui gang, melainkan lewat pintu depan. 0ewat di depan Kino, melenggang santai dengan kainnya yang ketat membungkus tubuhnya yang indah. &6ayo.., tunggu di dalam, +ik,& u!ap Mba Rien menghentikan langkah sebelum masuk. Senyum yang memikat Kino terhias di bibirnya. Kino menelan ludah, tak bisa menyahut, dan !uma bisa meringis lagi. "etul betul seperti kera yang sedang kepedasan. &6ayo ...,& ajak Mba Rien lagi, lembut tetapi tegas. Kino bangkit, dan dengan ragu ragu melangkah mendekat. Mba Rien tertawa ke!il, lalu melanjutkan langkah mendahului masuk. Pelan pelan Kino menyusulnya. Ketika ia tiba di ruang latihan, Mba Rien sudah berputar putar lagi memberi !ontoh gerakan tarinya. Kino men!ari !ari bangku untuk duduk, tetapi tak ada satu pun di sana. 'a lalu berdiri saja, menyender di sebuah tiang yang !ukup besar. Rien melirik, melihat remaja itu berdiri kikuk. Kasihan, pikirnya. Tetapi biarlah begitu, kalau ia memang tertarik pada tarianku atau tubuhku, biar saja ia berdiri sampai pegal. Tersenyum Rien mendengar kata hatinya yang terakhir ini. 5a, biar dia berdiri sampai pegal, Selama 89 menit, Kino berdiri saja melihat adiknya latihan menari. Susi terlihat senang melihat kakaknya sudah hadir. "erkali kali Susi kelihatan ketinggalan langkah, karena ia tersenyum senyum kepada kakaknya. Kino mengernyitkan dahinya, meletakkan telunjuk di bibirnya, memperingatkan Susi agar tetap serius. Rien tersenyum melihat tingkah keduanya. Ketika akhirnya latihan selesai, Kino berna7as lega. "ukan saja karena ia sudah pegal berdiri, tetapi juga karena sebenarnya ia agak tersiksa. "etapa tidak- Sejak tadi ia terpesona oleh gerak Mba Rien, tetapi ia harus menyembunyikan perasaan itu. "etapa sulit, Rien berjalan mendekati Kino sambil melepas stagen. Kino berdiri kikuk ketika akhirnya Rien berdiri di hadapannya, !ukup dekat untuk men!ium bau keringatnya yang ternyata tidak mengganggu Kino. &Suka menari-& tanya Rien. Matanya memandang lekat remaja di hadapannya. Senyumnya mengembang halus. Kino menelan ludah lagi. Kino menggeleng kuat. Rien tertawa ke!il, &Saya pikir kamu suka. Sebab, kamu betah menunggu adikmu latihan.&

&Saya ...., sebetulnya saya suka ..,& u!ap Kino tergagap. &:h, ya---& Rien membelalakan matanya yang indah, senyumnya mengembang lagi. Kino menelan ludah lagi. &Seberapa suka, sebetulnya ...,& tanya Rien lagi, ringan. &Mmmm ... saya suka menonton saja.& jawab Kino sekenanya. &Menonton anak anak ke!il menari-& tanya Rien. Wah, Kino tertunduk, mukanya tiba tiba terasa panas. Sial, Rien tergelak melihat Kino tertunduk malu. Kini ia tahu apa yang sesungguhnya ditonton laki laki belia ini, 'a ke sini untuk menontonku, melihat tubuhku, +an kesimpulan ini membuat dirinya senang. "agi Rien, menyenangkan penonton adalah tujuan utamanya menari, bukan&Siapa nama kamu-& tanya Rien lembut sambil melepas ikat rambutnya. Kino mengangkat muka, melihat kedua tangan Rien terangkat, dan samar sama kedua ketiaknya yang mulus terlihat dari lengan bajunya yang agak tersingsing. &Kino..,& terdengar jawaban pelan. Rien tersenyum lagi, sengaja berlama lama membuka ikat rambutnya, membiarkan remaja itu melihat apa yang ingin dilihatnya. Nakal sekali kamu, Rien, sebuah suara terdengar di kalbunya. Siksaan bagi Kino baru berhenti ketika Susi menarik tangannya pulang. Sambil menggumamkan selamat sore, ia berbalik dan menggandeng adiknya ke tempat sepeda. &+atang lagi, yaaa,& seru Rien ketika Kino sedang bersiap mengayuh. +uh, Kino jadi serba salah. $pakah ia harus menjawab seruan itu- $h, sudahlah, sergahnya dalam hati dan !epat !epat mendayung. +ari kejauhan Rien memandang kakak beradik itu menghilang di balik tikungan. Senyum manis masih di bibirnya. 33333 +emikianlah seterusnya, Kino semakin terpikat oleh wanita yang pandai menari dan pandai menggoda itu. Sekali waktu ia men!oba menghindar, meminta kepada ayah untuk tidak usah menjemput Susi dengan alasan harus latihan bola kaki. Selama empat kali latihan, ia tidak mampir ke sanggar, dan tidak berjumpa Mba Rien. +an itu artinya, sudah sebulan ia tidak melihat tubuh molek itu melenggak lenggok. 0ama juga, yaSampai suatu hari, ada pertunjukkan dari di balai kota, diselingi permainan band sebuah kelompok amatir yang !ukup populer di

kota ke!il ini. Kino datang bersama teman temannya, tentu hanya untuk menonton band. $!ara tari tarian di sore hari dilewatkan saja. Rombongan Kino baru tiba di atas pukul ;, saat band mulai naik panggung. +i situlah Kino berjumpa lagi dengan Mba Rien. Saat band memainkan lagu ketiga, Kino pergi ke belakang panggung untuk buang air ke!il, karena di sana lah terdapat toilet untuk umum. Saat kembali ke tempat duduknya, sewaktu meliwati pintu yang menuju tempat pemain berganti pakaian, Kino melihat Mba Rien duduk di sebuah bangku. 0angkahnya terhenti, lalu ia menyelinap ke balik tembok yang agak gelap. +ari situ, ia bisa melihat Mba Rien, tetapi wanita itu tidak bisa melihatnya. Rien memakai jeans ketat dan sebuah kaos agak longgar berwarna putih. Rambutnya digelung ke atas, memperlihatkan lehernya yang jenjang dan agak basah oleh keringat. 'a tampak letih, dan sedang menikmati sebotol minuman dingin. "ibirnya menjepit sebuah sedotan, dan matanya tampak melamun. "agi Kino, Mba Rien tampak menawan malam itu. 'a kemudian melihat wanita itu bangkit menuju ke sebuah kamar di belakang panggung. Kino mengikuti gerak geriknya dengan seksama, aman dalam lindungan bayang bayang yang gelap. Tak lama kemudian, tampak Mba Rien membuka sebuah pintu, dan di dalam terlihat terang berderang tetapi sepi. "erjingkat, Kino berpindah tempat sehingga bisa memandang lebih bebas ke dalam ruangan itu. Rien menutup pintu ruang, tetapi rupanya kurang begitu kuat mendorong, sehingga masih tersisa !elah untuk melihat ke dalam. +engan jantung berdegup ken!ang, Kino melihat ke kiri dan kanan. Tidak ada siapa siapa. Semua orang berada di depan panggung asyik menonton band. Pelan pelan ia melangkah mendekati ruang yang ternyata adalah ruang ganti pakaian bagi para artis. 'a tiba di depan pintu ruang itu, dan dari !elah yang tersisa, ia bisa melihat ke dalam. Kino menelan ludah, dan menahan kagetnya. +i dalam, Mba Rien tampak sedang membuka kaosnya, membelakangi Kino. Tubuhnya yang putih dan padat terlihat jelas, apalagi kemudian ia berputar menghadap sebuah !ermin yang pantulannya terlihat dari tempat Kino berdiri. 'a bisa melihat dua payudara yang indah, terbungkus beha yang tampak terlalu ke!il. 0utut Kino terasa bergetar. Kemudian tampak Mba Rien melepas !elana jeansnya. Kino merasa kakinya terpaku di tanah. +engan kuatir ia melihat ke sekeliling, takut kepergok. Tetapi suasana di sekitar ruang ganti itu tetap sepi. Maka ia tetap mengintip ke dalam. #eans sudah dibuka dan tergeletak di lantai. Mba Rien hanya ber!elana dalam dan berbeha, dan tubuhnya indah bukan main. Putih mulus, padat berisi. Kino berkali kali menelan ludah. Pemandangan indah itu berlangsung tak

lebih dari 19 menit, karena kini Mba Rien sudah berganti rok panjang dan baju hem !oklat. Tetapi bagi Kino, rasanya lama sekali. 4epat !epat ia berbalik dan tergopoh kembali ke depan panggung. Rien mendengar suara langkah orang. Terkejut, ia segera lari ke pintu dan melihat pintu belum tertutup sepenuhnya. 4elaka, pikirnya, seseorang tadi mengintipku berganti pakaian. 4epat !epat dikuaknya pintu, dilongokkannya kepala, bersiap berteriak jika memergoki si pengintip. Tetapi di luar sepi, tidak ada siapa siapa. $h, mungkin !uma perasaanku saja, pikir Rien. Sementara itu, di depan panggung Kino gelisah mengenang pengalamannya. 0agu lagu yang dibawakan band di depannya terasa hambar. Teman temannya terlihat girang, tetapi ia sendiri kurang bergairah. +engan alasan mengantuk, ia pulang lebih dulu dari teman temannya yang keheranan. &$da apa denganmu, Kino-& tanya sobatnya, +odi. 'a tidak menjawab, dan hanya menggumam sambil melangkah meninggalkan arena pertunjukkan. &+asar kutu buku ...,& gerutu 'wan, temannya yang lain. Kino tak peduli, dan terus melangkah menembus malam. +an malam itu, Kino menikmati hayalnya di atas ranjang, meremas remas kelaki lakiannya yang menegang sambil membayangkan tubuh mulus Mba Rien. Tak berapa lama, ia mengerang tertahan, merasakan !airan hangat memenuhi telapak tangannya. +engan tissue yang sudah disiapkannya, ia melap tangannnya, lalu tidur nyenyak sambil berharap bertemu Mba Rien di alam mimpi. Namun mimpinya ternyata kosong belaka, tentu karena ia sebetulnya sudah sangat mengantuk malam itu. Seminggu setelah peristiwa di belakang panggung itu, Kino mengantar Susi ke sanggar Mba Rien. Sebelum berangkat, ia sudah bersumpah untuk tidak berlama lama. "egitu sampai, ia akan segera melepas Susi dan kembali kerumah se!epatnya. Kepada Susi ia telah pual berpesan agar tidak perlu diantar sampai pintu ruang latihan. Susi men!ibir manja, tetapi tidak membantah u!apan kakaknya. Namun semua ren!ana buyar ketika ternyata Kino berjumpa Mba Rien di gerbang halaman sanggar. Turun dari sepedanya, Kino tergagap menyampaikan salam kepada wanita yang tubuhnya memenuhi hayal Kino seminggu ini. &6ai, Kino ... lama sekali kamu tidak kelihatan. Kemana saja-& sambut Mba Rien riang. &Sibuk, mbak..,& jawab Kino menunduk. $diknya sudah turun dan berlari masuk.

&Wah... begitu sibuknya, sampai tidak sempat menonton Mba Rien lagi, ya,-& sergah Mba Rien sambil tersenyum manis. Kino menyahut dengan gumam tak jelas, dan menunduk seperti seorang pesakitan di hadapan polisi. &.h .. tidakkah kamu ingin melihat adikmu menari lengkap-& u!ap Mba Rien lagi, dan tiba tiba tangannya telah menyentuh tangan Kino. Tergagap, Kino menjawab sekenanya, tetapi entah apa isi jawaban itu, ia sendiri tak ingat, &6ayo masuk, sekali ini kamu bisa melihat anak anak menari sampai selesai,& kata Mba Rien yang kini sudah memegang erat satu tangan Kino dan menariknya masuk ke halaman sanggar. Kino tak kuasa menolak, dan dengan kikuk ia mengikuti langkah Mba Rien sambil menyeret sepedanya. Mba Rien tidak memakai kain sore ini. Tubuhnya dibungkus rok span hitam dan hem kuning muda dengan leher < yang agak rendah. 'a juga tidak berdiri memberi !ontoh di depan anak anak, melainkan duduk bersimpuh di lantai, di sebelah Kino yang bersila. +ari tempat mereka duduk, Kino bisa melihat anak anak menari lengkap tanpa instruksi Mba Rien. "agi Kino, anak anak itu kelihatan seperti daun daun kering yang berterbangan di tiup angin. #auh sekali bedanya dibandingkan dengan jika yang menari adalah Mba Rien. Kino melirik ke sebelah kanannya, tempat Mba Rien bersimpuh. +arahnya berdesir !epat melihat rok span wanita itu terangkat sampai setengah pahanya. $duhai, pahanya mulus sekali, dihiasi bulu bulu halus yang hampir tak tampak. "etisnya juga indah sekali, tidak terlalu besar, tetapi juga tampak kokoh karena sering berdiri lama ketika menari. Mba Rien sendiri sedang serius memperhatikan anak anak menari, sehingga tidak menyadari bahwa remaja di sampingnya sedang sibuk menelan ludah, Ketika suatu saat Mba Rien harus berganti posisi bersimpuhnya, Kino men!uri pandang lagi. Sekejap, ia bisa melihat seluruh pangkal paha Mba Rien. 4elana dalam berwarna putih, tipis menerawangkan warna kehitaman di selangkangan, membuat Kino terkesiap. 4epat !epat dialihkannya pandangan kembali ke tempat anak anak menari. Rien menoleh untuk menanyakan sesuatu, tetapi seketika ia melihat wajah Kino seperti kepiting rebus. $h, ia tiba tiba sadar akan posisi duduknya. Remaja yang sekarang sedang pura pura memperhatikan tarian itu pasti tadi melihat rok ku tersingkap, pikir Rien menahan tawa. Minta ampun, remaja sekarang begitu !epat matang, Rien membatalkan keinginannya untuk menanyakan komentar Kino. Sebaliknya, ia malah bangkit membuat Kino memalingkan muka

dengan wajah bersalah. Pikir Kino, jangan jangan ia tahu aku tadi melihat pahanya. &Kamu mau minum, Kino-& tanya Mba Rien setelah berdiri, dan tanpa menunggu jawab ia berkata lagi, &5uk, ikut saya ambil minum di ruang sebelah.& Kino bangkit dan mengikuti wanita pujaannya seperti kerbau di!u!uk hidungnya. .ntah kenapa, wanita ini tidak bisa kubantah, u!apnya dalam hati. Ruangan itu terletak di sebelah ruangan latihan, berupa sebuah dapur lengkap dengan meja makannya. $da sebuah lemari es besar, dan Mba Rien tampak sedang membukanya dan mengambil beberapa minuman botol. Kino berdiri tidak jauh di belakangnya, melihat dengan takjub tubuh yang agak membungkuk di depannya. Kepala Mba Rien tersembunyi di balik pintu lemari es, tetapi bagian belakang tubuhnya yang seksi terlihat nyata di mata Kino. /ila, Segalanya terlihat indah, umpat Kino dalam hati. Kemudian mereka minum sambil duduk di kursi makan. Mba Rien menawarkan kue, tetapi Kino menolak halus. Mereka berbin!ang bin!ang, atau lebih tepatnya Mba Rien ber!erita tentang segala ma!am. Kino lebih banyak mendengarkan daripada berbi!ara. .ntah kenapa, Rien sendiri merasa semakin dekat dengan remaja di hadapannya. Rien merasa bahwa Kino adalah adik lelaki yang tak pernah dimilikinya. Saudara kandungnya semua perempuan, dan tinggal di lain kota. +i sini ia hidup sendirian, di sebuah kamar indekos tak jauh dari sanggar. %ntuk Rien, Kino adalah remaja yang menyenangkan. Tidak berulah seperti kebanyakan remaja seusianya. Kino juga sopan, walaupun matanya sering nakal. $h, seusia itu pastilah sedang mengalami kebangkitan gairah seksual. 'a ingat, pada usia seusia Kino dulu, ia juga mengalami &re=olusi& yang sama. Saat itu, pikirannya tak lekang dari gairah seks dan lawan jenis. Kino pastilah tak berbeda, !uma ia sangat sopan dan pemalu. Sore itu mereka berpisah karena latihan menari telah usai. Kino mengu!apkan terimakasih atas suguhan Mba Rien, dan Rien melambai di gerbang sambil mengu!ap, &#angan bosan kemari, ya, Kino,& $h, bagaimana aku bisa bosan- ujar Kino dalam hati. 33333 6ubungan Rien dan Kino berkembang !epat bagai api membakar ilalang kering. Susi sudah tidak lagi latihan menari, karena kini ayah

dan ibu menyuruh Susi lebih berkonsentrasi ke pelajaran sekolah. %jian akan berlangsung tiga bulan lagi. Kino tidak lagi mengantar Susi, tetapi justru kunjungannya ke sanggar semakin sering, $da satu hal yang membuat mereka semakin dekat. Keduanya suka berenang, dan Rien dengan senang hati mengajak Kino ke pantai jika waktu senggang. Seperti kali ini, Kino pulang lebih !epat karena guru gurunya harus berseminar di luar kota. +ari sekolah, Kino menuju sanggar untuk melihat kalau kalau Mba Rien ingin berenang. +an ternyata Rien memang sedang tidak berkegiatan, sedang sendirian memba!a ba!a majalah di sanggar. &"erenang, yuk, Mba Rien..,& ajak Kino. Kini ia sudah berani mengajak duluan, setelah berkali kali mereka berenang bersama di sungai, di kolam renang, maupun di pantai. Selama itu, mereka berenang bersama sama dengan beberapa orang lainnya. Kadang kadang bersama +odi dan 'wan, sahabat Kino. Kadang kadang bersama Niken, salah seorang penari di sanggar. Teman teman Kino pun kini tahu, bahwa di antara Mba Rien dan Kino &ada apa apa&. Tetapi mereka !uma bungkam, karena Kino pasti akan berang setiap kali topik itu diangkat dalam pembi!araan. Siang itu mereka berenang berdua saja. Teman teman Kino memilih meman!ing di danau di luar kota. Niken tidak ada di sanggar karena harus belanja ke pasar. Rien dengan senang hati menerima ajakan Kino, dan segera mengambil pakaian renang dan sepedanya. +i pantai tidak banyak orang, karena ini memang bukan hari libur. Rien mengajak Kino ke sebuah bukit pasir yang dipenuhi semak, karena tempat itu jauh lebih sejuk di bandingkan tempat di mana orang orang biasa berenang atau bermain pasir. Kino menurut saja. Mereka pun lalu berenang, bermain main air dan saling berlomba men!apai batu karang di tengah laut. Mba Rien bukanlah perenang yang dapat diremehkan, begitu selalu kata Kino kepada teman temannya. Tubuhnya gesit seperti ikan, dan tahan berenang berjam jam. Setelah puas berenang, mereka kembali berteduh di bawah semak semak. Kino menggelar dua handuk lebar yang selalu dibawanya jika berenang ke pantai. Rien merebahkan tubuhnya yang penat di sebelah Kino yang juga sudah tergeletak ke!apaian. Mereka terdiam mendengarkan debur ombak meme!ah pantai. Kino memejamkan mata dan merasakan otot otot tubuhnya pegal dan sedikit linu. &Kino..,& tiba tiba Rien beru!ap, hampir tak terdengar. &6ah-...& Kino kaget dan setengah bangkit. Mba Rien masih tergeletak dengan mata tertutup, tetapi bibirnya tersenyum.

&$da apa, Mba-& tanya Kino. &$ku mau tanya, tetapi kamu musti jawab yang jujur ya,& kata Mba Rien, masih memejamkan mata dan tersenyum. Kino !uma diam. &Kino .., kamu senang melihat saya, bukan-& tanya Mba Rien pelan. Kino !uma diam, tak tahu harus menjawab apa. +i hadapannya tergeletak seorang wanita dewasa, dengan tubuh sempurna, basah oleh air laut, dan bertanya seperti itu, $pa jawabannya&0ho, kenapa diam-& sergah Mba Rien, kini membuka matanya, memandang Kino dengan sinar mata yang menembus kalbu. Kino menelan ludah, lalu menunduk. Rien lalu bangkit, duduk bersila menghadap Kino yang kini juga sudah duduk dengan kepala agak menunduk. 0alu Rien melakukan sesuatu yang selama ini tak pernah terduga oleh Kino. 'a membuka pakaian renangnya, menanggalkan bagian atasnya, memperlihatkan buah dadanya yang ranum, putih mulus dan basah berkilauan, $duhai indahnya dua bukit kenyal yang turun naik seirama na7as pemiliknya, dengan pun!ak yang dihiasi dua puting !oklat kehitaman, berdiri tegak bagai menantang, Kino mengangkat muka, pandangannya terpaku di kedua payudara indah di hadapannya. Mulutnya terkun!i rapat. Rien tersenyum melihatnya, lalu dengan lembut digenggamnya kedua tangan Kino. &#angan malu, Kino. Katakan kamu memang suka melihat tubuh saya, bukan-& u!apnya setengah berbisik. Kino menangguk pelan. &'ngin menyentuhnya-& bisik Mba Rien lagi. Kino tergagap, mengangkat mukanya dan memandang wajah wanita di depannya tak per!aya. Tetapi di wajah itu ada sepasang mata yang sangat sejuk, bagai danau di kaki bukit tempat teman temannya biasa meman!ing. Sebuah hamparan air yang tampak tenang meneduhkan hatinya yang bergejolak. &$pa maksud, Mba Rien-& u!ap Kino tersekat. &Tidak inginkah kamu menyentuh dadaku-& jawab Mba Rien, genggaman tangannya semakin kuat, dan kini perlahan lahan mengangkat tangan Kino. Tersenyum lagi, Rien merasa betapa kedua tangan itu bergetar. 4epat !epat kemudian ia meletakkan kedua tangan Kino di dadanya, di pun!ak pun!ak payudaranya yang membusung. Kino segera menarik kembali tangannya, bagai menyentuh benda bertegangan listrik. Rien tertawa ke!il. &6ayo, pegang lagi...,& u!apnya ringan. +iraihnya lagi kedua tangan Kino dan diletakkannya kembali di atas payudaranya. Kali ini Kino tak menarik tangannya, dan membiarkan kedua telapak tangannya

menerima sebuah kelembutan, kehangatan, kekenyalan, dan entah apa lagi .... semuanya serba menakjubkan. Pelan pelan, Kino mulai memegang lebih erat, menempelkan seluruh telapaknya di pun!ak pun!ak payudara Mba Rien. "aru kali ini, setelah lepas dari susu ibunya 1> tahun yang lalu, Kino memegang kembali payudara seorang wanita, &Senang-& tanya Mba Rien, masih dengan suaranya yang setengah berbisik, setengah menuntut. Kino hanya bisa mengangguk dan menatap lekat mata Mba Rien, seakan akan hanya dari kedua mata itulah ia bisa memiliki kekuatan untuk hidup saat ini. 0alu Mba Rien menurunkan tangan Kino, mengenakan kembali pakaian renangnya, dan mengusap lembut wajah Kino. &Kamu sekarang sudah dewasa, Kino,& u!apnya riang, sambil bangkit dan menarik tangan Kino untuk ikut berdiri. 0alu ia berlari, menyeret Kino kembali ke laut, terjun sambil berteriak riang, dan melesat meninggalkan Kino menuju batu karang di tengah. Kino merasa tubuhnya yang panas bagai bara di!elupkan ke dalam air dingin, segera memadamkan api yang tadinya sudah hampir membesar. Kino menyelam sedalam dalamnya, seakan akan hendak bersembunyi dari rasa malu yang tiba tiba mengukungnya. Tapi kemudian ia segera timbul kembali, segera bersemangat lagi mengejar wanita yang baru saja memberinya pelajaran sangat berharga dalam hidup ini. $ku telah dewasa, jeritnya dalam hati. 33333 Pengalaman di pantai segera disusul pengalaman pengalaman berikutnya. Kino kini sangat dekat dengan Mba Rien nya, tetapi hubungan mereka menampakkan dimensi yang aneh. #ika ada orang bertemu mereka berdua, nis!aya orang orang itu akan berkata, ?$kur sekali kakak beradik itu,?. "ahkan kedua orang tua Kino memandang seperti itu, dan karenanya tidak pernah tahu apa yang terjadi antara Rien dan anak mereka. Sebaliknya, bagi Rien dan Kino, hubungan mereka telah memasuki babak yang sangat menentukan. "agi Rien, kini Kino adalah seorang lelaki sempurna, lengkap dengan segala atributnya, termasuk birahinya terhadap wanita. Kino adalah sebuah kepompong yang sedang berubah menjadi kupu kupu. +an Rien adalah seorang peri yang membantu kupu kupu itu terbang. Minggu sore itu, Rien mengajak Kino men!ari kenari di hutan ke!il dekat danau. Mereka berangkat setelah pukul >, saat matahari memulai perjalanan turunnya. Tadinya Niken hendak ikut, demikian pula +odi teman Kino. Tetapi lalu Niken sakit perut karena datang

bulan, dan +odi harus mengantar ibunya ke dokter gigi. #adilah akhirnya mereka hanya berdua ke hutan. Rien hanya ber!elana pendek, dan memakai t shirt yang ditutupi jaket parasut. Kino ber!elana khaki militer, lengkap dengan sepatu bot, dan t shirt hijau tua. "erdua mereka menyusuri jalan setapak, masuk semakin jauh ke dalam hutan yang konon dulu menjadi salah satu tempat pertahanan bala tentara Nippon. +i hutan ini banyak pohon kenari, dan dalam waktu kurang dari setengah jam, keranjang mereka berdua sudah dipenuhi kenari. +engan gesit, Rien berlarian menemukan kenari kenari yang masih utuh di tanah. Kino selalu kalah gesit, terutama karena ia selalu lebih banyak memandang Mba Rien yang tampak seksi sore itu. 0alu, tiba tiba saja hujan turun. Pertama !uma rintik rintik, tetapi lalu berubah sangat lebat. Mereka pun berlarian men!ari tempat berteduh, dan beruntung karena tidak jauh dari situ ada sebuah gua ke!il bekas persembunyian tentara #epang. Kino menyeret Mba Rien berlari ke gua itu, dan tiba di sana sedetik sebelum hujan yang sangat deras jatuh ke bumi. &Wah, untung ada gua ini,& tukas Mba Rien sambil gemetar menahan dingin yang tiba tiba menyerbu. /ua ke!il ini tidaklah terlalu dalam, tetapi sangat lembab, sehingga dindingnya dipenuhi lumut dan udaranya lebih dingin dari di luar. $palagi sekarang turun hujan. Kino pun ikut gemetar kedinginan. Mereka berdiri berdekatan, dan entah bagaimana, Rien akhirnya memeluk tubuh Kino dari belakang. Kino tak menolak, dan bahkan merentangkan tangannya ke belakang, balas memeluk kedua lengan Mba Rien. Perlahan lahan, gemetaran tubuh mereka mereda, sejalan dengan tersebarnya kehangatan dari dua tubuh yang menempel itu. Kino perlahan lahan mulai merasakan kekenyalan di punggungnya, tempat kedua payudara Mba Rien menempel erat. Rien merebahkan kepalanya di punggung pemuda belia yang harum sabun mandi ini. Sebentuk perasaan sayang tiba tiba saja menghambur keluar dari dadanya, menyebabkan Rien memejamkan mata. Setelah lebih dari sepuluh menit, hujan tampaknya makin membesar saja. Sementara langit mulai gelap menjelang sore. Rien sedang berpikir pikir bagaimana !aranya pulang, ketika ia mendengar Kino memanggil namanya. &Kenapa, Kino-& tanyanya sambil tetap memejamkan mata dan merebahkan kepala di punggung remaja itu. &$ku juga ingin memeluk, Mba Rien...& u!ap Kino pelan. Rien tersenyum dan berkata pelan, &Seperti aku memeluk kamu-&

Kino tidak menyahut. 'a tidak tahu harus menjawab apa. Seperti apa ia ingin memeluk Mba Rien, ia belum tahu !aranya, Rien tersenyum lagi, lalu melepaskan pelukannya. 'a berkata lembut, &Sini..., putar tubuhmu menghadap aku..& Kino memutar tubuhnya, lalu tiba tiba saja ia sudah memeluk Mba Rien yang tubuhnya agak lebih pendek sedikit darinya. +agu Kino menyentuh dahi Mba Rien, dan kedua tangan Mba Rien merengkuh erat, bagai hendak meluluhkan tubuh Kino. :h, begini rupanya rasanya dipeluk seorang wanita dewasa, pikir Kino dalam hati, dan ia merasakan sebuah kehangatan menjalar dari antara kedua kakinya. &"egini-& tanya Mba Rien dengan sedikit nada menggoda. Kino !uma mengangguk. Rien tertawa ke!il, na7asnya yang hangat menyerbu leher Kino dan menelusup ke dalam t shirtnya. Kino pun bergidik, membuat Rien tambah tertawa. 0alu tiba tiba Rien menggigit leher Kino. Tersentak, Kino lalu ikut tertawa kegelian. Rien tidak berhenti menggigit, dan bahkan lalu berubah men!iumi leher perjaka ini. 6mm, harum sabun wangi, desahnya dalam hati. Persis seperti wangi bayi kakaknya yang dulu ia sering bantu memandikannya. +engan gemas, ia men!iumi terus leher Kino, membuat remaja ini menggelinjang kegelian. Saat itulah Kino merasakan sebuah desakan kuat untuk membalas tindakan Mba Rien. Tanpa disadari, Kino menunduk dan menempelkan wajahnya ke wajah Rien yang sedang tengadah. Tanpa sengaja pula, kedua bibir mereka telah berpadu. Sejenak Rien tersentak kaget, tapi ia lalu memejamkan mata dan segera melumat bibir Kino. "erdesir !epat darah Kino merasakan bibir basah yang hangat mengulum bibirnya, dan desahan na7as harum menyerbu pen!iumannya. $staga, inilah rupanya !iuman pertama itu, Tentu saja Kino tak tahu !ara ber!iuman. 'a diam saja membiarkan Mba Rien mengerjakan segalanya, termasuk memaksanya membuka mulut agar lidahnya bisa masuk ke dalam mulutnya. +engan na7as tersengal, Kino men!oba melakukan sesuatu dengan lidahnya sendiri, tetapi ia tidak tahu harus berbuat apa. Maka ia diam saja, membiarkan Mba Rien mengulum ulum bibirnya, menelusuri rongga mulut dengan lidahnya, dan menghisap hisap bibir bawahnya dengan rakus. Rien sendiri merasa kaget atas apa yang ia kerjakan. Rupanya, birahi yang selama ini tak pernah ia tampilkan, kini menyeruak keluar dengan kekuatan sendiri tanpa dapat di!egah. Telah lama sekali Rien tidak ber!iuman, sejak ia memutus hubungan dengan Rian yang sekarang entah di mana. Telah lama tubuhnya tidak merasa gejolak seperti ini, dan kalaupun ia membiarkan Kino

memegang payudaranya di pantai, itu hanyalah untuk menghapus penasaran remaja yang menarik simpatinya. Kejadian di pantai dulu, bagi Rien, bukanlah birahi. Tetapi kini, di gua yang gelap dan dingin ini, Rien kaget ketika sadar bahwa ia begitu bersemangat men!iumi Kino, %ntunglah kesadaran itu !epat datang. "uru buru ia menghentikan !iumannya, dan dengan satu tangan ia menghapus bekas bekas ludah di bibir Kino. Sambil tersenyum, ia minta maa7 dengan suara lembut, & ... Mba Rien keterlaluan, nih,& Kino mengernyitkan dahi tak mengerti. &Kenapa berhenti, Mba-& tanyanya penuh heran. &Tidak. Kamu tidak boleh saya !iumi seperti itu. Kamu bukan pa!ar saya...,& kata Mba Rien, masih dengan suara lembut, meneduhkan hati Kino yang sudah bergejolak. &Tapi saya suka, Mba Rien...& Kino bersikeras. Rien tersenyum melihat tuntutan remaja ini. &Suka apa-& tanyanya menggoda. &Suka di!ium seperti itu,& jawab Kino !epat. 'a kini semakin berani berdebat. Sejenak Rien bimbang. Simpatinya kembali datang. Kasihan ia melihat remaja ini terputus di tengah jalan yang sedang dinikmatinya. Tetapi ia tahu, kalau !iuman itu diteruskan, dirinya sendiri akan ikut hanyut. Satu satunya jalan untuk menghindari keke!ewaan Kino adalah dengan men!iumnya lagi, tetapi tidak dengan birahi. Maka Rien berkata, &"aiklah ...& lalu ia menarik leher Kino, mendekatkan bibirnya ke bibir Kino dan men!iumi remaja ini dengan lembut. Kino memejamkan mata, menikmati !iuman Mba Rien yang terasa sekali dipenuhi kasih sayang. Tubuhnya bagai disiram kehangatan kasih yang tak tergambarkan oleh kata kata. Tubuhnya bagai melayang tak menginjak bumi. Tubuhnya bagai awan di langit yang biru sejuk. Rien menahan senyum melihat tingkah Kino yang memejamkan mata dan memeluk tubuhnya seperti tak hendak dilepaskan. Tetapi ada satu hal yang tidak diperhitungkannya, Perlahan tapi pasti, ia merasakan sesuatu membesar menempel sedikit di atas perutnya. Karena Kino lebih tinggi, maka bagian depan kelaki lakiannya menempel di perut Rien, dan Rien segera menyadari apa yang terjadi.

+engan tangan kirinya, Rien meraba bagian itu. $h, tegang sekali kelaki lakian Kino, dan panas pula rasanya, seperti dialiri air mendidih. Sejenak Rien bimbang lagi, sementara bibirnya masih sibuk mengulum ngulum bibir Kino. $pa yang harus ku lakukanRien berpikir keras, tetapi tangannya sudah pula mulai meremas. Seakan akan tangan itu punya pikiran sendiri di luar kepalanya, $khirnya kepala Rien mengalah kepada tangannya. 'a melanjutkan remasan, dan mulai menyukai pilihannya. Na7as Kino terdengar terengah engah, dan Rien semakin merasa tak enak jika harus berhenti sekarang. 'a sudah membangkitkan api di tubuh remaja ini, ia pula yang harus memadamkannya. +engan pikiran begitu, Rien membuka resleting !elana Kino yang masih terpejam seakan akan tak sadar. Pelan pelan tangan Rien merayap ke dalam !elana dalam Kino dan menemukan kelaki lakiannya sudah tegang dan agak basah di ujungnya. $h, halus dan kenyal sekali kelaki lakiannya, desah Rien dalam hati, diam diam menikmati apa yang dikerjakannya. Kino merasakan tangan Mba Rien merayapi kelaki lakiannya, membuat dirinya semakin terlena. 'a merasakan desakan aneh yang nikmat, sama dengan desakan desakan yang selama ini ia rasakan kalau berhayal sendirian di kamarnya. Kini desakan itu semakin kuat, dan apa yang dikerjakan Mba Rien di bawah sana sangat berbeda dengan apa yang biasa ia kerjakan. Kali ini jauh lebih nikmat, jauh lebih menggairahkan. Tangan Rien meremas lebih kuat, lalu menggosok ke atas ke bawah. 'a tahu persis apa yang harus dilakukan. Rian, pa!arnya dulu, pernah mengajarkan bagaimana !ara terbaik untuk memuaskan laki laki dengan tangan. Maka dilakukannya apa yang telah lama tidak dilakukannya. Rien kini ikut memejamkan mata, berkonsentrasi pada bagian bawah tubuh Kino tanpa melepaskan !iumannya. 'a merasakan betapa kelaki lakian itu kini menegang dengan !epat, dan mulai berdenyut denyut. Rien tahu, sebentar lagi Kino akan men!apai orgasme pertama di tangannya. Sejenak ia menurunkan telapak tangannya sampai ke pangkal kelaki lakian Kino, lalu dengan gaya mengurut ia membawa naik telapak tangannya, dan sesampai di atas ia meremas remas dengan kuat. Kino tak tahan lagi. Tangan Mba Rien yang halus dirasakannya bagai sedang menarik lepas sebuah sumbat di bawah sana. +an dengan lepasnya sumbat itu, sebuah air bah yang dahsyat menyerbu keluar. Kino mengerang pelan, melepaskan bibirnya dari bibir Mba Rien, mendongak seakan berusaha menghisap lebih banyak udara, lalu menjerit tertahan. Rien merasakan betapa kelaki lakian Kino tiba tiba membesar dengan !epat, lalu bergetar dan berdenyut denyut kuat. Telapak

tangan Rien meremas untuk terakhir kalinya, lalu mulai menerima semprotan semprotan !airan kental panas. 'a mengepalkan tangannya, menampung semua itu agar tidak bermun!ratan ke mana mana. Tidak kurang dari tujuh kali rasanya semprotan !airan itu memenuhi kepalannya. 0alu, Kino terkulai lemas, dan memeluk tubuh Mba Rien. Pelan pelan Rien mengeluarkan tangannya, dan diam diam mengambil sapu tangan untuk membersihkan tangan itu. &.nak-& tanya Mba Rien lembut, seperti seorang ibu menanyakan bagaimana rasanya makan malam yang dihidangkannya. Kino tertawa tertahan, malu ber!ampur senang. 6ujan masih turun, walau tak lagi lebat. Kino tak peduli. Walau harus bertarung melawan ma!an di hutan ini pun, ia tak peduli. Selama Mba Rien ada di sisinya, ia tak peduli,

Menguak Rahasia Berdua


&Peristiwa Kenari&, demikian Rien menamakannya, adalah sebuah langkah tak teren!ana yang sempat membuat wanita lajang ini panik. Ketika mereka berdua akhirnya tiba kembali di kota, menembus rintik hujan dan gelap senja, Rien sempat ingin berbin!ang dahulu. 'a ingin menjelaskan sesuatu, agar Kino tak salah tangkap. Tetapi mulutnya terkun!i, dan otaknya buntu. 0agipula, apa yang bisa ia jelaskan- Misteri apa yang bisa ia ungkap dalam sebuah peristiwa pendek yang begitu bergelora tadi- +an kenapa ia harus kuatir akan Kino@ kesalah tangkapan apa yang mungkin terbesit di benak pria muda itu$khirnya mereka berpisah dengan kikuk. +i perempatan dekat kantor !amat, Rien berbelok ke kiri, ke tempat kostnya. Sambil berusaha tersenyum menenangkan diri, ia melambaikan tangan dari atas sepedanya. Kino tampak ragu ragu, apakah hendak ikut belok kiri atau terus, langsung ke rumahnya. Tetapi dilihatnya Mba Rien hanya melambai, tidak menawarkan mampir. Maka ia pun hanya membalas lambaian dan melanjutkan perjalanan ke rumah. +i tempat kost, Rien memutuskan untuk segera mandi, terburu buru melepas jaket parasut dan !elana pendeknya. +engan bersaput handuk, ia berlari ke!il ke kamar mandi di sebelah kamar tidurnya. Teman satu kostnya, seorang guru SMP bernama 0aras yang sebaya dengannya, tak tampak. Mungkin sedang bermain ke tetangga sebelah. 4epat !epat Rien mengun!i pintu kamar mandi dan membuka pakaian pakaian dalamnya. 0alu ia membasuk kaki kakinya yang terper!ik lumpur, dan men!u!i tangan.

Sewaktu men!u!i tangan itulah, terbayang kembali &peristiwa kenari& yang barusan dialaminya. Sambil tersenyum, dalam hati ia memarahi dirinya sendiri. Rien, kamu telah membuka gerbang ke arah dunia yang tak terduga, Kini, apa yang akan terjadi berikutnya, kamu harus simak dengan seksama. +an dengan hati hati. Siapa yang tahu, apa yang kini bergejolak di hati Kino, dan apakah keremajaannya mampu menampung gejolak itu. Rien mengambil sabun dan membasuh kedua tangannya dengan seksama. Tangan itu yang tadi meremas membelai, menguak sebuah tabir dari babak !erita di panggung kehidupan, 0alu Rien menumpahkan bergayung gayung air dingin ke tubuhnya. Segera kesegaran menyerbu badannya, membuatnya ingin bernyanyi. Maka tak lama kemudian ia menggumamkan lagu entah apa sambil mulai menyabuni tubuhnya. 0ehernya yang jenjang ia sabuni. Sepasang bukit indah di dadanya, ia sabuni, sampai dipenuhi busa busa harum. Pada saat menyabuni bagian bawah tubuhnya, ia terkejut sendiri. 6ampir saja sabun lepas dari genggaman. Ternyata kewanitaannya basah oleh !airan bening yang telah lama tak pernah ada di sana. Kekagetannya juga berlanjut, ketika Rien sadar bahwa di bagian itu ada rasa hangat yang berlebihan. $da sensiti7itas yang lebih dari biasanya. Tanpa sabun, tangannya bergerak lebih ke bawah, mengusap usap seperti sedang menduga apa gerangan yang terjadi. Sebenarnya, Rien tak perlu menduga, karena setiap usapan mendatangkan rasa yang telah lama tak dirasakannyaA sebentuk geli yang ber!ampur nikmat, yang dengan mudah membuat jantungnya berdegup sekian kali lebih ken!ang. Tanpa bisa di!egah, Rien tiba tiba mendesah, dan kedua kakinya bagai sedang berseteru, saling memisahkan diri satu sama lainnya. Suara ku!uran air !ukup keras menyembunyikan desah Rien yang kini memperkuat usapan tangannya. "ahkan itu bukan lagi mengusap namanya. 'tu meremas namanya. Menekan nekan dengan telapak, dan menggaruk mengurat dengan jari tengah. 0alu pangkal ibu jarinya bertumbu pada bagian atas, bergerak gerak seperti sedang menarik pi!u senjata. Rien menggelinjang, dan hampir saja terpeleset di lantai kamar mandi yang li!in. Tangan kirinya yang bebas buru buru berpegangan ke tembok, sementara tangan lainnya tak hendak berhenti. Malah bergerak makin !epat seperti ada sesuatu yang mendesak yang harus dilakukan di bawah sana. Mata Rien sedikit terpejam, dan mulutnya yang berpagar bibir basah itu sedikit terbuka. Na7asnya sedikit memburu. Serbuan serbuan kenikmatan datang entah dari mana, dan Rien agak terhuyung, sehingga ia akhirnya bersandar di tembok marmer yang dingin dan basah.

Suara orang membuka pintu ruang depan membuat Rien tersentak sadar. "uru buru ia kembali ke dekat bak mandi. Terdengar suara 0ara nyaring, &Rieeeen ........ kau kah itu di kamar mandi-& Rien membersihkan tenggorokannya yang tiba tiba tersekat, sebelum menjawab keras keras, &5a, ini aku 0a ... sedang mandi...&, entah apa pula perlunya menambahkan kata &sedang mandi& di ujung kalimat, &+ari mana saja, anak manis-& teriak 0ara lagi, melangkah menuju kamarnya di seberang kamar Rien. terdengar

&+ari hutan men!ari kenari .... &, jawab Rien sambil mulai mengguyur. +uh, segera saja api yang berkobar di tubuhnya padam. +alam hati Rien bersyukur, 0ara datang sebelum dirinya betul betul terlena oleh tangannya sendiri, Tetapi sesungguhnya ia juga kesal, kenapa 0ara datang pada saat seperti itu. Sambil tertawa ke!il, Rien menghentikan perdebatan di kalbunya. &Peristiwa Kenari& ternyata tidak hanya mengubah hidup Kino,, 333333 Sementara Kino telah pula sampai di rumahnya. 'a telah pula di kamar mandi, dan telah pula menyabuni tubuhnya. Sama dengan Mba Rien, ia telah pula kembali membayangkan apa yang terjadi di hutan tadi. "edanya, Kino tak berhenti karena terganggu oleh teriakan ayah, atau panggilan ibu, atau ajakan Susi untuk bermain petak umpet. Kino melanjutkan gerakan gerakan tangannya, mengerang pelan ketika akhirnya ledakan ledakan orgasme ter!apai. 333333 Seminggu setelah &peristiwa kenari&, Kino disibukkan oleh ulangan ulangan di sekolahnya. +alam kesibukannya itu, Kino tak bertemu Mba Rien. 'a tak mungkin bisa menemui Mba Rien, karena diam diam Mba Rien pergi ke rumah salah seorang kakaknya di kota ", B kilometer di sebelah selatan. Sebuah pesan pendek disampaikan Niken kepada Kino, ketika pria remaja ini lewat di depan sanggar )tentu saja, ia sengaja lewat,*. Kata Niken, Mba Rien menyuruh Kino rajin belajar supaya semua ulangannya bernilai bagus. Kata Niken lagi, Mba Rien baru akan pulang bulan depan, karena sanggar akan tutup sementara murid murid menjalani ulangan. %ntuk beberapa saat, Kino merasa ada sesuatu yang tak beres. Kenapa dia tiba tiba menghindar- sergahnya dalam hati, disertai gundah karena kepergian Mba Rien hanya berjarak seminggu dari

peristiwa di gua itu. $pakah ia marah- Tetapi apa yang membuatnya marah- Mba Rien tak tampak marah ketika ia melakukan itu di gua@ ia bahkan tampak !eria, dan matanya penuh senyum menggoda. $pakah ia malu menemuiku lagi- Tapi, bukankah aku yang seharusnya malu menemuinyaPikiran pikiran itu berke!amuk sepanjang hari, berlanjut sepanjang malam, sehingga Kino baru tertidur pukul 8 pagi. %ntung keesokan harinya ulangan belum lagi dimulai karena masih dalam rentang &minggu tenang&. Tentu saja Kino tak punya seorang pun yang bisa diajak mendiskusikan pikiran pikirannya. Tidak +odi dan 'wan yang baginya !uma akan menambah persoalan. Tidak juga ibu, dan apalagi tentu bukan ayah. Keduanya pasti !uma akan marah dan menuduh yang bukan bukan. Maka Kino terpaksa mengambil kesimpulan sendiri. 'a pergi ke pantai sendiri, berenang sampai letih, lalu tidur tiduran di bawah semak semak tempat ia dulu pertama kali menyentuh dada Mba Rien. Sambil tertidur itu lah ia memutuskan, bahwa tak mungkin Mba Rien bermaksud buruk. Tak mungkin tiba tiba Mba Rien meninggalkan dirinya penuh dengan tanya yang belum terjawab. 'a adalah seorang wanita bijaksana, pikir Kino dalam hati, dan ia pergi karena aku harus ulangan umum. Karena aku harus berkonsentrasi dengan buku bukuku. Karena dengan Mba Rien di dekatnya, buku buku akan dia lempar jauh jauh, Pikiran itu meneduhkan gejolak hati Kino, walau tak pernah menjadi jawaban sempurna bagi pertanyaan pertanyaan yang terus berdatangan di kepalanya. Pikiran itu pula yang membantu Kino berkonsentrasi ke pelajaran sekolahnya, sehingga ulangan umum tak terasa begitu menyiksa. +ua minggu ia hanya belajar dan belajar, sehingga ketika ulangan tiba, kepalanya seperti penuh dengan huru7 dan angka. Satu demi satu ia menyelesaikan mata ulangan dengan sedikit kesulitan saja. +i akhir masa ulangan, kepalanya terasa kosong sekali. Ringan dan sejuk. &Kamu kelihatan riang dan optimis...,& tiba tiba $lma sudah berdiri di dekatnya, memeluk tas dan menuaskan senyum di mukanya yang tampak letih setelah seharian berkutat dengan kertas ulangan. Kino membalas senyum $lma, dan tiba tiba sadar bahwa !uma gadis ini yang tampaknya peduli akan perasaannya. Kino teringat, $lma pula yang dua minggu lalu sebelum ulangan dimulai bertanya kenapa wajahnya keruh. $lma pula yang pernah menawarkan sebotol minuman dingin ketika ia sedang duduk sendirian di pinggir lapangan basket menunggu bel masuk setelah istirahat. $lma yang penuh perhatian,

&0ega rasanya setelah semua ulangan selesai,& u!ap Kino sambil memandang $lma, dan menyadari betapa indah kedua bola mata gadis yang oleh +odi dan 'wan selalu dipuji puji setinggi langit. $lma tersenyum lagi, menembakkan seberkas perasaan yang belum jelas tertangkap oleh Kino. &Pulang sama sama-& kata $lma lembut, seperti mengajak, seperti menebak. $h, Kino tak tega mengatakan &tidak&, maka ia !uma mengangguk dan mereka berjalan beriringan pulang. Kino menuntut sepedanya, $lma berjalan sambil tetap mendekap tas sekolahnya. Sayup sayup Kinomendengar +odi berteriak &!ihuiii..& dan 'wan memperdengarkan suitan nakalnya. Kino mengutuk dalam hati, dua monyet itu sungguh tak punya sopan. Tetapi ia tersenyum juga. Mereka berjalan pelan pelan, menyusuri jalan yang dipagari pohon pohon asam rindang, berbin!ang bin!ang ringan tentang sekolah. $lma bertanya tentang ren!ana liburan, Kino mengatakan ia belum punya ren!ana. $lma berbi!ara tentang ren!ana berkemah anak anak kelas dua dan kelas tiga, Kino mengatakan dukungannya kepada ren!ana itu. $lma bertanya apakah Kino akan ikut berkemah, dan Kino menjawab &mungkin&. $lma lalu terdiam. Kino juga diam. Pohon pohon asam juga diam. $ngin juga diam. +alam diam Kino membandingkan $lma dengan Mba Rien. "etapa berbedanya, $lma tampak lembut, mungil, terkadang seperti sedang bersedih. Mba Rien selalu menggairahkan, tegas, dan penuh ide kegiatan. Tetapi $lma sangat !antik, terutama jika mereka sedang berdua, dan jika ia sedang bertanya, &$da apa-& dengan suaranya yang pelan dan matanya yang menatap bening. +i depan Mba Rien, Kino seperti murid di hadapan maha guru dunia persilatan, mengikuti segala gerak geriknya dengan seksama, mematuhi anjuran dan permintaannya. +i depan $lma, sebaliknya, ia merasa perlu melingkarkan tangan di bahu yang tampak ringkih itu. Merasa perlu selalu jalan di sebelah kanan kalau beriringan. Merasa perlu menawarkan membawa alat alat laboratorium setiap kali mereka selesai praktikum. Mereka tiba di depan bioskop satu satunya di kota itu. Mereka harus berpisah di sini, ke!uali jika Kino ingin mengantar $lma sampai ke rumahnya. $lma meme!ah kesunyian di antara mereka, &Sampai jumpa lagi sehabis liburan,& katanya pelan, lalu mulai berbelok. &$lma..,& tiba tiba saja Kino sudah beru!ap, tapi ia sendiri lupa hendak bi!ara apa. $lma menghentikan langkah, berputar menghadap Kino yang juga sedang berdiri terpaku. $lma menunggu, wajahnya penuh harap. $h, mengertikah Kino apa artinya &harap&-

&$ku ingin ikut berkemah..., tapi...,& Kino beru!ap penuh keraguan. 4epat sekali wajah $lma berubah mendengar u!apan Kino, dan bibirnya yang mungil susah payah menyembunyikan senyum yang tiba tiba menyeruak. Segumpal harapan tersekat di kerongkongnya. &..... tapi aku tidak tahu harus menda7tar kepada siapa.& lanjut Kino setelah menelan ludah yang terasa pahit. &$ku bendahara panitia,& sergah $lma !epat sekali, seperti memang sudah dipersiapkan sejak tadi tetapi ditahan tahan, &Kamu bisa menda7tar kepadaku. 6ari ini juga namamu sudah bisa kutulis sebagai peserta. $ku bisa menalangi uang penda7tarannya. $ku....,& $lma menghentikan u!apannya, sadar melihat Kino berdiri melongo memandang gadis di depannya bi!ara penuh semangat, seperti berbi!ara di depan pertemuan partai politik, $lma merasa mukanya tersiram air hangat, dan ia segera menunduk menyembunyikan rasa malu yang menyerbu. Kino tiba tiba ingin tertawa keras, tetapi ia bertahan sekuat tenaga, sehingga yang keluar !uma senyuman yang lebar. &Kalau begitu,& u!ap Kino sambil tetap menahan senyum, &Sampai jumpa di alun alun sekolah Sabtu depan,& $lma mengangkat muka, memperlihatkan wajahnya yang memerah tetapi juga bersinar riang sempurna. Matanya berbinar seperti bintang timur di pagi hari. Mulutnya mengguratkan senyum amat manis, bahkan bagi Kino, bahkan di terik siang yang kering itu. &Sampai jumpa,& bisiknya, tetapi tentu Kino tak mendengar karena ia telah mulai melangkah lagi sambil melambaikan tangan. $lma mengangkat tangan kananya, melambai pelan, dan akhirnya berbalik untuk berjalan ke arah rumahnya. "umi terasa empuk, seperti kasur terbuat dari busa. $lma senang sekali hari itu. Senang senang senang sekali, 333333 "umi perkemahan adalah arena penuh suka duka remaja. Pak /uru dan "u /uru adalah sipir sipir penjara, dan anak anak kelas dua dan kelas tiga adalah para pesakitan. Tetapi siapa yang peduli, Setelah letih didera ulangan dan ujian, bumi perkemahan adalah penjara yang dirindukan. +i sini mereka bisa berteriak mengalahkan guntur di langit, bernyanyi tanpa not balok dan tanpa dirijen )yaitu Pak Sulih, guru seni yang terlalu tua itu,*, serta tidur melewati batas waktu yang selalu ditetapkan se!ara sepihak oleh orangtua. +i sini pula menyebar !inta remaja, !inta monyet, puppy love, atau apa lah namanya,

+i perkemahan itu pula, Kino &menemukan& $lma, setelah sekian lama mereka berteman. Kino kini menyadari, $lma bukan gadis biasa, bukan semata mata teman sekelas yang duduk di bangku kayu berwarna !oklat tua itu. "ukan seperti Tres, atau Sriani, atau /ina, atau 0isa. Karena $lma punya kelebihan dari semua mereka ituA $lma peduli padanya, peduli pada apa yang dirasakannya, dan peduli dengan ketulusan. Karena $lma tidak meminta, tetapi memberi. $lma tidak mengajak, tetapi mendampingi. Pagi itu, dengan alasan menemani $lma mengambil air di sungai, Kino menarik gadis itu ke balik sebuah batu besar. +i situ, di antara gemersik air dingin dan ki!auan burung yang terlambat bangun, Kino men!iumnya. 0embut dan penuh perasaan, ia mengulum bibir gadis yang kini memeluknya erat sekali. $lma memejamkan mata, merasakan angin seperti sutra menyelimuti tubuh mereka berdua, mendengar nyanyian merdu dari daun daun yang berjatuhan. Kino merengkuh tubuh yang terasa jauh lebih mungil itu )$lma !uma setinggi hidungnya*, melumat bibirnya yang basah dan terasa manis. .mber terguling berkelontangan. Sejak itu, +odi dan 'wan mengubah sebuah lagu pop dengan teks gubahan mereka sendiri yang sangat gombal. Kino pusing sekali mendengar gubahan yang tidak karuan itu. "ahasanya buruk, tidak puitis, dan jelas jelas memproklamirkan per!intaan $lma dengannya. Pusing sekali Kino dibuatnya, tetapi apa lah dayanya, !uma +odi dan 'wan yang bisa menghiburnya dengan ketololan ketololan seperti itu, 333333 .nam hari menjelang masa sekolah, $lma menemani kedua orangtuanya ke ibukota, katanya hendak menjenguk kakek neneknya. 'nilah pertama kalinya $lma merasa perlu melaporkan kepergiaannya kepada Kino, karena sejak perkemahan dan !iuman pertama itu, Kino resmi menjadi kekasihnya. Seorang kekasih harus tahu kemana pasangannya pergi, bukan- Maka $lma menulis surat pendek, di atas kertas merah jambu, dan dikirim lewat kurir istimewa bernama +odi dengan pesan wanti wanti, &#angan dibuka sebelum tiba di tangan Kino,& Kino tersenyum memba!a surat itu, sementara +odi memanjang manjangkan leher ingin mengintip isinya. +engan seksama, dilipatnya kertas merah muda itu, dan disimpannya di dompet. Kepada +odi, ia bilang bahwa $lma pergi ke ibukota untuk menikah dengan pria pilihan orangtua mereka. +odi men!ibir tak per!aya, tapi Kino tak peduli apakah temannya per!aya atau tidak. Mereka lalu bersiap siap berenang ke sungai, dan mengajak 'wan ikut serta. Sepanjang sore, mereka berlomba lomba menyebrangi sungai, dan

Kino selalu menang. Kedua temannya terlalu !eking dan terlalu banyak bergadang. Sepulangnya dari berenang, ketika +odi dan 'wan telah terpisah darinya, Kino bertemu Niken. &6ai..., apa kabar,& sergah wanita teman Mba Rien itu. &Kabar baik,& u!ap Kino pendek. Sebetulnya ia ingin melanjutkan dengan pertanyaan tentang Mba Rien, tetapi Kino ragu apakah hal itu patut ditanyakan kepada Mba Niken. &Tidak pernah ke sanggar lagi-& tanya Niken, entah kenapa Kino merasa wanita ini sedang menggodanya. &Mmmm .... bukankah latihan tari belum dimulai lagi, dan Susi belum perlu datang lagi-& jawab Kino. Niken tertawa ke!il, &Maksudku, .... koq tidak pernah ngobrol dengan Mba Rien lagi, dia kan sudah datang,& Kino menelan ludah. :h, Mba Rien telah pulang. 4epat sekali rasanya waktu berlalu, pikirnya dalam hati. 0alu, entah kenapa ia akhirnya berjalan beriringan dengan Niken ke arah sanggar. Niken ber!eloteh entah tentang apa, Kino tak begitu memperhatikan, karena kepalanya sibuk menjawab berbagai persoalan yang tiba tiba mun!ul. Sesampai di sanggar, Niken berkata bahwa ia hendak ke belakang dulu, dan bahwa Mba Rien ada di ruang latihan. Kino menggumamkan terimakasih, menjawab sekenannya, lalu berjalan ke arah ruang latihan. 0angkahnya terasa berat, tetapi kaki kakinya seperti digerakkan oleh mesin yang tak bisa dikendalikannya sendiri. &6ei,,, Kino,...apa kabar-& suara Mba Rien yang lepas nyaring terdengar begitu Kino mun!ul di pintu ruang latihan. Kino terpaku sejenak, matanya menyesuaikan diri dengan keremangan ruang latihan. $khirnya ia melihat Mba Rien, sedang menggelar tikar tikar bersama seorang wanita lain yang tak dikenal Kino. Rien mendekat dengan !epat. +uh, kenapa ia jadi rindu kepada remaja ini- sergahnya dalam hati, tetapi ia tak mempedulikan perasaannya. +ipeluknya Kino sebelum pemuda ini sepenuhnya sadar apa yang terjadi, lalu dike!upnya !epat pipinya. Kemudian dilepasnya pelukan se!epat ia men!ium pipinya, dan diberondongnya Kino dengan serentetan pertanyaan.

Kino tergagap gagap menjawab pertanyaan tentang ulangan, tentang liburan, tentang orangtuanya, tentang Susi, tentang .... entah tentang apa lagi. "anyak sekali yang tak bisa dijawabnya. Mba Rien tampak bersemangat sekali, dan Kino baru belakangan menyadari bahwa rambut wanita ini telah berubah pendek. Tetapi perubahan itu justru menambahkan ke!antikan baru, karena lehernya yang jenjang dan mulus itu semakin terpampang indah, dan matanya yang bersinar itu semakin tampil. Kino tiba tiba merasa ingin melingkarkan tangannya di leher yang menggairahkan itu, Setelah men!en!ar dengan pertanyaan dan menyeret Kino untuk membantunya menggelar tikar tikar, akhirnya Mba Rien mengajak Kino ke tempat kostnya. Kino hendak membantah, karena hari sudah mulai gelap. Tetapi, sebagaimana biasanya, ia tak pernah bisa menolak inisiati7 Mba Rien. 0agipula ini malam Minggu dan sekolah belum lagi mulai. Kino tadi sore telah mengatakan akan bermalam minggu bersama teman teman, dan ayah ibu telah mengijinkannya pulang paling lambat pukul 11. Maka akhirnya Kino bertandang ke tempat kost Mba Rien. +i tempat kost Mba Rien, tampak Mbar 0aras sedang berbin!ang dengan seorang pria berwajah tampan dan berpakaian rapi, mungkin pa!arnya. Kino mengangguk sopan, dan Mba 0aras men!ubit pahanya sambil mengomel, mengatakan bahwa Kino tidak adil karena hanya datang kalau ada Mba Rien. Pria yang sedang bersama Mba 0aras bertanya, siapa si Kino itu )usil juga dia,* dan segera dijawab bahwa Kino adalah adik bungsu Rien. Pria itu menggumamkan, &:ooo..& yang entah mengandung !uriga atau per!aya. Kino tiba tiba sebal kepada pria yang harus diakuinya berwajah tampan dan berbaju !ukup bagus untuk ukuran kota ke!il. Mba Rien mengajak Kino masuk ke kamarnya, dan Kino tentu menurut saja karena Mba 0aras juga mengusirnya dari ruang tamu )&mengganggu pembi!araaan,& katanya*. +i kamar, Mba Rien mengeluarkan sebungkus kue bolu oleh oleh dari kakaknya, dan Kino bersuka !ita melahap pengganan leCat kegemarannya itu. Mba Rien terus ber!erita tentang kakaknya, tentang anak kakaknya, tentang kota yang terkenal dengan bolunya, dan sebagainya, dan seterusnya. Kino, seperti biasa, !uma mendengar dengan seksama. Tetapi mata Kino tak lekang dari Mba Rien yang bergerak lin!ah mengimbangi keramaian !eritanya. 'a seperti burung gelatik di pagi hari, pikir Kino. Menggairahkan pula, dengan dada yang terlonjak lonjak seperti itu, dengan mulut yang basah seperti itu, dengan pinggul yang bergoyang seperti itu. 0alu terdengar 0aras berteriak dari kamar tamu, mengatakan bahwa ia dan teman prianya akan keluar untuk menonton. Mba Rien keluar sebentar dan berbi!ara dengan pria teman 0aras itu, lalu terdengar

pintu depan ditutup, dan Mba Rien kembali ke kamar. Kino sedang berdiri membuka buka album 7oto di meja kerja Mba Rien yang dipenuhi majalah majalah dan buku tentang tari menari. 4antik sekali Mba Rien dalam 7oto 7oto penampilannya. 'a memang penari yang kata orang penuh bakat, dan sudah pernah diajak tur keliling 'ndonesia oleh seorang sutradara tari dari ibukota. Kino juga pernah mendengar bahwa Mba Rien diajak tur ke luar negeri, tetapi entah kapan realisasinya. Kino tersentak ketika merasakan na7as Mba Rien di tengkuknya. Tanpa terdengar, Mba Rien telah berdiri di belakang Kino, dekat sekali. +engan ringan ia menjelaskan 7oto 7oto di album itu, tetapi Kino tak bisa sepenuhnya mengerti. "etapa tidak, Tubuh Mba Rien menempel di tubuhnya. Na7asnya harum memenuhi udara. +adanya yang kenyal menekan punggung Kino, membuat pemuda ini tiba tiba bersyukur bahwa Mba 0aras dan teman prianya pergi ke luar rumah, 0alu, entah kekuatan apa yang datang ke Kino, tiba tiba ia sudah berbalik dan memeluk Mba Rien. "ukan itu saja, Kino bahkan tiba tiba sudah mengulum bibir basah yang berna7as harum menggairahkan itu. Rien tergagap, kedua tangannya siap mendorong dada Kino. Tetapi dengan tiba tiba pula tangan itu kehilangan daya, dan berhenti di dada Kino, bukan mendorong melainkan menempel saja. 0alu, ketika Kino terus melumat bibirnya, Rien tak kuasa men!egah kedua tangannya merengkuh tubuh pemuda itu. Kedua payudaranya terhenyak di dada Kino, membuat Kino semakin bergairah men!iumi wanita yang selalu menggairahkan birahinya ini. Rien mengerang mendapat perlakuan Kino yang penuh na7su itu. Matanya terpejam penuh penyerahan, juga ketika pelan pelan mereka bergeser ke arah dipan. Tangan Rien meremas punggung Kino, dan bahkan lalu menekan tengkuk pemuda itu, mendorong Kino untuk berbuat lebih bergairah lagi. +an Kino pun menyambut ajakan seperti itu dengan sepenuh hati. .ntah bagaimana awalnya, kedua tangannya kini meremas remas payudara Rien, menyebabkan wanita itu terengah engah. Puting puting susunya terasa menegang mendapat perlakuan Kino yang sebetulnya agak kasar itu. Terasa gatal pula, karena Rien tergesek gesek beha nilonnya. Kehangatan tiba tiba menjalari tubuhnya, ke arah bawah, ke antara dua pahanya yang kini menempel erat di paha Kino. Keduanya lalu terjerembab di dipan yang berderit menahan beban yang lebih berat dari biasanya. Kino menindih Rien dan masih menghujaninya dengan !iuman. Rok Rien yang pendek telah tersingkap, memperlihatkan seluruh pahanya, dan !elana dalam krem tipis yang berenda renda. Sejenak Kino melihat pemandangan itu, menyebabkan ia semakin bergairah men!iumi Mba Rien nya.

Tetapi !uma itulah yang bisa dikerjakan Kino selama ini, meremas payudara )sebagaimana Mba Rien mengajarinya di pantai* dan men!iumi bibirnya )seperti &peristiwa kenari& sore itu*. Tidak lebih dari itu yang bisa dikerjakan pemuda tak berpengalaman ini, $dalah Rien yang kemudian tak merasa !ukup di!iumi dan diremas remas seperti itu. Tubuhnya minta lebih dari itu, dan Rien ingin mendapatkannya dari Kino, pemuda yang semakin lama semakin disukainya ini. 'a tahu, ini adalah sebuah permintaan yang berbahaya dan harus diperlakukan hati hati. Tetapi pan!aran birahi dari pemuda yang sekarang mendekapnya ini begitu kuat, mengundang Rien untuk hanyut lebih jauh lagi, berenang lebih dalam lagi. Sanggupkah ia menolaknya+engan tangan kanannya yang bebas, Rien tiba tiba sudah menuntun tangan kanan Kino, membawanya ke bawah. Tangan pemuda itu tampak lemas tak berdaya, mengikuti saja. Sambil mengerangkan sesuatu yang tak jelas, Rien menelusupkan tangan Kino dan tangannya ke balik !elana dalamnya. Kino merasakan telapak tangannya mengusap rambut rambut halus dan bukit ke!il yang hangat di balik nilon tipis itu. $h, apa yang harus kulakukanpikirnya risau. Tetapi Kino diam saja, karena tangan Mba Rien kini mengajak tangannya berputar putar mengusap. 6angat sekali di bawah sana, jauh lebih hangat daripada kedua payudaranya, u!ap Kino dalam hati. $palagi kemudian tangannya didorong lebih ke bawah. Tidak hanya ada hangat di sana, tetapi juga agak basah. /erakannya masih mengusap usap, menuruti saja gerakan tangan Mba Rien yang kini tampak semakin terengah engah. Tiba tiba Mba Rien melepaskan bibirnya dari pagutan Kino, membuat pemuda ini agak terperanjat. $palagi kemudian Mba Rien bangkit, membuat Kino khawatir telah melakukan suatu kesalahan 7atal. Tetapi ternyata tidak. Ternyata Mba Rien bangkit untuk melepas !elana dalamnya, dengan sebuah gerakan !epat yang menakjubkan. Kino terkesima melihat Mba Rien kini menggeletak di sampingnya, dengan rok tersingkap sepenuhnya, dan dengan kewanitaan yang terpampang jelas, menampakkan segitiga hitam rambut rambut halus yang sedikit membukit, dan sepasang bibir yang membasah. Kino menelan ludah berkali kali. Pemandangan itu sungguh berada di luar batas khayalnya selama ini. #auh di luar batas, Wajah Mba Rien tampak serius dengan sinar yang menggairahkan, pikir Kino sambil men!ari jawab di mata wanita itu. 'a sungguh bingung, tak tahu harus berbuat apa. Mba Rien tersenyum, lalu berbisik, &Kino.. Mba ingin kamu melakukan sesuatu malam ini. Mau-&

Kino mengangguk bisu. $pa lagi yang bisa dilakukannya selain itu'a melihat Mba Rien tersenyum seperti biasanya, penuh dengan bujukan agar ia per!aya saja kepadanya. 'a diam saja, ketika tangan Mba Rien menuntun tangannya kembali ke bawah, ke segitiga yang tampak menggoda dan mengundang itu. 'a diam saja ketika dengan sabar Mba Rien memintanya menjulurkan jari tengahnya. 'a diam saja ketika Mba Rien, dengan tangan kirinya, menguak bibir bibir di bawah sana, memperlihatkan dinding halus yang tampak li!in basah dan agak berdenyut berwarna merah muda itu. &:h, Kino... tolong gosok gosokkan jari tengahmu di sana....,& tiba tiba Mba Rien mendesah penuh dengan permohonan. Kino terenyuh mendengar baru kali ini Mba Rien memohon. 4epat !epat ia memenuhi permintaannya, dan dengan rasa kagum mulai menelusuri !elah bibir dan dinding halus yang basah itu dengan jari tengahnya. Perlahan ia menelusur ke bawah, ujung jarinya terasa menyentuh sebuah liang liat yang agak sempit. Perlahan ia naik kembali, terus ke atas karena tangan Mba Rien menariknya sampai hampir keluar dari lepitan bibir bibir yang tampaknya menebal itu. %jung jari Kino kini merasakan sebuah tonjolan ke!il di balik selaput kulit yang agak tebal. Mba Rien tampak memejamkan mata erat erat ketika Kino mengurut urut tonjolan itu seperti yang diminta Mba Rien. &Terus, Kino... teruskan, ohhhhhh..,& Mba Rien seperti merengek rengek dengan wajah yang semakin memerah dan mulut membuka menghembuskan na7as memburu. Kino memenuhi permintaannya, menggosok dan mengurut dengan jari tengahnya lebih !epat lagi. Mudah sekali melakukannya, karena jarinya li!in dipenuhi !airan kental bening yang ia tak tahu apa namanya. Mudah sekali jari tangannya melesak ke liang kenyal ke!il di bawah sana, karena liang itu seperti membuka dengan sendirinya, dan seperti hendak menyedot masuk jarinya. /erakan gerakan tangan Kino semakin teratur@ naik..., turun.... berputar,... naik ... turun .... melesak sedikit. +emikan seterusnya, sementara Mba Rien kini menggelinjang, mengerang erang seperti orang mengejan, dan melentingkan badannya seakan punggungnya tertusuk duri. &:ooooh, Kino... lebih !epat lagi .... Kino, ahhhh...,& Mba Rien kini seperti orang mau menangis dan memohon dengan sangat kepada Kino. Sungguh membuat iba Kino, tetapi sungguh menggairahkan pula permintaan itu. Maka Kino bergerak se!epat mungkin, sekeras mungkin, sekuat mungkin. Tangannya terasa pegal, tetapi ia tak peduli, ia harus lebih !epat lagi dan lebih kuat lagi menggosok. 6arus lebih kuat lagi memutar sambil menekan kalau perlu, karena setiap putaran dan tekanan tampaknya membuat Mba Rien semakin

keenakan. Rasanya seperti sedang menimba sumur dengan satu tangan, peluh telah membasahi dahi Kino, tetapi untuk wanita ini rasanya masuk sumur pun rela, Tiba tiba Mba Rien mengejang, dan untuk beberapa detik Kino menyangka perempuan ini sedang menghadapi maut. Kaget, ia tarik tangannya, tetapi Mba Rien memprotes...&$h, jangan Kino....jangan berhenti,& sambil menarik tangan Kino untuk kembali ke bawah sana. 4epat !epat Kino memenuhi permintaan itu, dan menggosok mengurut kembali sekuat tenaga. Satu kali, dua kali, tiga kali .... lima kali... akhirnya Mba Rien seperti berteriak tertahan. Tubuhnya menggeliat lalu melenting seperti busur panah, lalu terjerembab kembali ke kasur dan bergun!ang gun!ang seperti sedang diserang batuk hebat. Tetapi bukan batuk yang keluar dari mulutnya, melainkan erangan erangan dan rintihan rintihan. Kino takut sekali melihatnya, &:hhhhhh..., Kino,& u!ap Mba Rien seperti orang menahan tangis, memeluk leher pemuda itu, meraihnya ke pelukan tubuhnya yang masih turun naik dengan na7as memburu. Kino terdiam menempelkan kepalanya di dada Mba Rien, mendengar jantungnya bagai berdentum dentum, keras sekali. &Kino .... maa7kan Mba Rien ,& tiba tiba terdengar wanita itu beru!ap. Kino hendak mengangkat kepalanya, tetapi tertahan oleh tangan yang memeluk erat lehernya. 0alu ia merasakan air hangat mengalir di dahinya. Mba Rien menangis, $da apa gerangan- $pa yang salah- 4epat !epat Kino melepaskan diri dari pelukan, dan memandang heran. Mba Rien memang menangis, matanya penuh air mata, tetapi mulutnya tersenyum manis. &Kenapa-& tanya Kino dengan sejuta keheranan. Mba Rien menggelengkan kepalanya pelan pelan, tangannya lembut mengusap wajah Kino, lalu juga mengusap rambutnya yang agak menutupi dahi. +ia berbisik, &$ku telah menguak sebuah rahasia penting untukmu .... .& Kino diam dan masih mengernyitkan dahi. Mba Rien berkata lagi, masih dengan berbisik, &'tu tadi orgasme pertamaku di tangan kamu, Kino...&

:rgasme. Rahasia penting. Kino menghela na7as panjang. 'a menguakkan kepadaku rahasia terpenting seorang wanita. Mba Rien membawakan kepadaku dunia yang kini justru penuh misteri untuk dikuakkan, pikir Kino dengan dada dipenuhi aneka perasaanA bangga bahwa ia dipilih oleh wanita menggairahkan ini, takjub karena ternyata orgasme itu begitu indah sekaligus menakutkan, terharu karena melihat wanita ini harus berjuang melawan dirinya sendiri sampai menangis, +engan !epat dipeluknya Mba Rien, di!iuminya leher wanita yang harum itu. :h, terimakasih untuk kun!i rahasia itu Mba Rien. Terimakasih banyak,,

Menutup Layar
Kino terus men!iumi leher jenjang yang harum dan kini agak basah oleh keringat. 'a menge!up mengembus, menggigit ke!il, menghela na7as menghirup semerbak tubuh wanita yang menggairahkan ini. Rasa terimakasih memi!u semangat dan birahinya, ingin rasanya ia mendekap dan melumat tubuh hangat yang ditindihnya ini. Mba Rien tertawa ke!il menerima perlakuan Kino, &Stop ....,& u!apnya, tetapi kata itu seperti kehilangan makna. +an Kino tak mau berhenti, malah semakin bersemangat menelusuri urat samar kebiruan di leher yang bak pualam itu. Kino naik men!iumi dagu Mba Rien, menyusur bawah rahangnya, lalu turun lagi sampai ke pangkal leher. Tangannya dengan !epat menyibak kaos wanita itu, sekaligus membuka beha !oklat di bawahnya, menampakkan dada ranum yang bergerak naik turun dengan !epatnya.

&$h, Kino .... :hhh,& akhirnya Mba Rien hanya bisa mendesah, dan perlahan tangannya yang tenggelam di rambut Kino kini justru menekan kepala pemuda itu. #ustru mendorongnya agak lebih ke bawah, sehingga bibir Kino kini menelusuri lembah indah di antara kedua payudara yang membusung mengembung menggairahkan. 6arum sekali lembah itu, lembut dan bergetar menyembunyikan jantung yang berdebar ken!ang. Kino semakin berani, mengangkat mukanya menggigit daging yang membola halus li!in itu sehingga Mba Rien menggelinjang dan menjerit ke!il, &:h, .... jangan Kino...& tapi tangannya tak juga sanggup mendorong kepala Kino lepas dari dadanya. Mba Rien hanya bisa berkata tak bisa berbuat. Sebuah penolakan yang tak punya daya, sebuah penyerahan yang tak terelakkan. $palagi ketika mulut pemuda yang menghembus hembuskan na7as panas itu kini tiba di satu pun!ak payudaranya. &:h ... jangan itu,... Kino, jangan itu... &, erang Mba Rien, tetapi terlambat sudah, +engan !epat Kino menyedot puting kenyal yang berdiri menantang itu. Mba Rien menggeliat, melepaskan tangannya dari kepala Kino, meremas remas seprai seperti hendak men!ari kekuatan dari situ. +unia nyata seperti menghilang dari pandangan Rien yang kini terpejam menahan nikmat tak terperi yang menyerbu tubuhnya. Satu tangannya bergerak ke atas, menggenggam tiang ranjang seakan kini seluruh hidupnya bergantung di sana. Tak ada lagi pikiran bimbang, atau takut, atau kuatir di kepalanya. Semuanya hilang berganti kenikmatan belaka, menjalar jalar seperti api keluar dari mulut Kino yang kini mengemut emut puting susunya. Kino pun semakin bersemangat, menyedot kuat kuat dan mengulum ulum daging ke!il kenyal yang terasa aneh di mulutnya itu. "eginikah seorang bayi merasakan susu ibunya- pikir Kino sambil membayangkan betapa rakusnya dulu ketika ia masih bayi, Rien merasakan kewanitaannya berdenyut lagi, bagai bangkit dari istirahat, setelah tak lebih dari 19 menit lalu bergeletar terlanda orgasme. Kini kedua kakinya membuka lebih lebar lagi, dan tak sadar ia menarik satu tangan Kino untuk kembali ke bawah sana. Kino pun tak perlu mendapat tuntunan lagi sekarang. Tiba tiba saja ia sudah menjadi piawai. Tangannya dengan !epat melakukan lagi apa yang baru saja ia pelajari dalam permainan serba menggairahkan ini. Tangan itu tahu harus berbuat apa di ladang subur yang selalu menjanjikan kehangatan itu. Penuh kepastian, tangan pemuda itu kini mengusap usap, menerobos menelusup,

meraih raih. Rien membuka pahanya semakin lebar, semakin menguak, menyediakan keleluasaan kepada Kino. &:hhh, Kino.... :hhh, aku mau .... $aah, aku ingin ....,& Mba Rien seperti kehabisan kata kata, &Kino,... aku,... ahhh..& $pa yang hendak disampaikannya- tanya Kino dalam hati, tetapi ia tidak berani bertanya. Mulutnya tak hendak lepas dari mainan baru di pun!ak payudara yang menggelorakan itu, +engan satu jari tengahnya, Kino membuka menguak sepasang bibir di bawah sana. Telah menebal, bibir bibir itu. "asah dan li!in pula. 6angat dan berdenyut juga. #ari Kino seperti menari nari, melenggak lenggok di taman sutera yang halus menggelin!irkan. Terkadang, jari itu menelusup jauh ke bawah dan sampai di sebuah liang sempit yang berdenyut denyut. Rien tersentak ketika disentuh ujung jari Kino di bagian yang sangat peka itu. Tubuh bagian bawahnya tiba tiba terangkat meninggalkan kasur, dan akibat gerakan itu jari Kino akhirnya melesak masuk, tergelin!ir !epat sampai tenggelam sepanjang satu buku jari. $da sedikit lengket dan panas dan basah terasa oleh Kino di ujung jari yang dilingkari sebentuk otot liat kenyal yang bergerak gerak seperti mulut ke!il. +an Rien pun merintih pelan, &.... teruskan ... masukkan .... :h, Kino... teruskan...&. +an Kino mendorong lebih dalam, merasakan jarinya kini menelusuri dinding li!in bak sutra yang basah. +an Rien semakin keras mengerang lalu memutar pinggulnya dalam gerakan asal asalan. Kino menarik sedikit jarinya, tapi tangan Mba Rien mendorongnya kembali. Kino menarik lagi, tetapi didorong lagi. +itarik didorong. +itarik didorong. "erkali kali, semakin lama semakin !epat, seperti kereta api sedang mengambil an!ang untuk melaju. Rien menutup mulut dengan punggung tangannya, menahan sebuah teriakan teriakan ke!il yang terputus putus... ah ... ah ... ah. 0alu ia menggelepar kuat sekali, dan tangan Kino lepas dari selangkangannya, seperti dilemparkan oleh kekuatan gaib. Kino sendiri terkejut sekali dibuatnya. +an Mba Rien tidak bisa diajak bi!ara, karena wanita itu menggeliat, mengguling ke samping, lalu tertelungkup dengan tubuh bergun!ang gun!ang. Ranjang berderit derit. Kino terpana. $staga, apa yang telah kulakukan-

Kino hendak bangkit meninggalkan tempat tidur, tetapi tiba tiba Mba Rien telah berbalik. Wajahnya agak memerah dan bibirnya yang menggairahkan itu seperti tomat matang. Matanya setengah tertutup, memandang sayu, tetapi penuh dengan sinar yang tak bisa digambarkan oleh kata kata. Kino setengah terduduk di pinggir ranjang, tak pasti apa yang harus dilakukannya. 0agipula, kini ia kuatir ada orang yang mendengar kegaduhan di kamar ini, walaupun ia juga tahu pa=iliun tempat Mba Rien indekos terpisah oleh halaman !ukup luas dari rumah utama. Mba Rien tiba tiba tertawa ke!il, &$duh, Kino... lihat apa yang telah kamu lakukan,& u!apnya masih agak terengah. Pakaiannya semrawut, behanya sudah terlepas sama sekali, dan roknya tersingkap lebar. &Maa7, Mba ...,& u!ap Kino pelan. 'a sungguh sungguh bermaksud minta maa7. &6ei... kenapa harus minta maa7-&, u!ap Mba Rien ringan, lalu ia bangkit dan merapikan pakaiannya, tetapi tidak memakai kembali beha maupun !elana dalamnya yang kini entah di mana. &Kamu memberikan lebih dari yang aku minta, dan tak perlu minta maa7 untuk itu ...& lanjut Mba Rien lagi dengan suara lembut, hampir berbisik. Mereka duduk berdua di pinggir ranjang. Mba Rien memeluk bahu Kino, lalu men!ium leher Kino sedikit di bawah kuping. Kino menggeliat kegelian, lalu balas memeluk pinggang Mba Rien. Kemudian ia mendengar wanita itu berbisik dengan na7asnya yang hangat menyentuh tengkuk Kino, &..sekarang giliran kamu, yaa...& Tangan Mba Rien !epat sekali telah membuka resleting !elana Kino yang diam saja tak tahu harus berbuat apa. 0alu dengan lembut tetapi agak memaksa, Mba Rien mendorong tubuh pemuda itu sehingga telentang di kasur, sementara ia sendiri tetap duduk dan terus membuka resleting sampai lepas sama sekali. 0alu jari jarinya yang letik mulai mengelus elus di atas !elana dalam Kino yang telah menggembung dan agak basah di sana sini. $h, Kino pun hanya bisa memejamkan mata, membiarkan apa pun yang akan terjadi berikutnya. 'a pasrah saja. +engan tangan yang lain Mba Rien membuka kan!ing baju Kino, satu persatu dengan ketrampilan dan ketenangannya. Tak lama kemudian, dada Kino yang bidang telah terbuka sama sekali. 0alu Mba Rien membungkukan badannya sedikit, dan .... Kino menggeliat kegelian ketika bibir basah wanita itu tiba di putingnya yang ke!il. Rasanya seperti disengat kenikmatan dan Kino mengerang pelan. Mba Rien bahkan lalu mengulum dan menyedot, sehingga Kino tak

lagi hanya mengerang tetapi juga merintih. .nak sekali, ternyata jika seseorang bermain main dengan puting susumu, pikirnya dalam hati. Sementara itu jemari jemari Mba Rien yang lain telah masuk menyelinap ke balik !elana dalam Kino, dan menemukan kejantanan pemuda itu tegak keras panas. #emari itu lalu meremas pelan, mengelus dan menelusur ke atas ke bawah. Kino memejamkan matanya erat erat, seakan memastikan bahwa ini adalah sebuah mimpi yang nyata, sebuah kenyataan yang dimimpikannya. Tubuhnya meregang merasakan jemari itu melakukan sesuatu yang menakjubkan, membuat seluruh daerah di bawah perutnya terasa tiga kali lebih besar dari biasanya. Mulut Rien terus mengulum puting Kino yang ke!il, tangannya terus menggosok meremas. +ua sumber kenikmatan saling bertumbukan di tubuh Kino, menyebabkan pemuda ini bergetar hebat. Sebuah desakan gairah mulai terkumpul di tubuh bagian bawahnya, membuat kedua pahanya terasa berat. Seluruh otot tubuhnya seperti sedang bersiap siap meledak, seperti seorang li7ter bersiap siap mengangkat barbel, seperti kuda yang beran!ang an!ang melompat, seperti burung garuda yang bersiap mengudara. /erakan Rien makin !epat, dan sedotan mulutnya makin kuat memilin milin puting Kino yang tentu saja tak pernah lebih besar dari semula. Tidak seperti puting payudaranya Mba Rien. Tangan Mba Rien naik turun dengan bergairah, begitu !epat sehingga hanya tampak dalam bayang bayang. Kino mengerang panjang ketika akhirnya ia tak bisa lagi menahan serbuan pun!ak birahi menerjang men!ari jalan keluar. $palagi kemudian satu tangan Mba Rien yang masih bebas, ikut bermain di bawah sana, memegangi kantong di bawah kelaki lakian Kino yang seperti mengeras membatu. Tangan Mba Rien meremas pelan kantong kenyal itu. Pelan saja, tetapi sudah !ukup membuat Kino menggeramkan penyerahannya, mengerangkan kepasrahannya, ketika dengan deras !airan hangat kental lepas dari tempat persembunyiannya, menghambur keluar. 0angit langit kamar Mba Rien memudar di mata Kino. Ranjang Mba Rien terasa seperti awan yang membumbung membawa tubuhnya melayang. #emari dan tangan Mba Rien masih meremas menggosok. Mulutnya yang basah masih mengulum menyedot. +unia nyata seakan berkeping keping. Meledak mengamburkan pijar pijar pelangi di kepala Kino. Sungguh menakjubkan, 0alu sepi bagai turun dari langit. Kino tergeletak lemas. Mba Rien tertelungkup di sebelahnya, dengan kepala tersandar ke dadanya. Na7as mereka berdua masih memburu. Samar samar terdengar detik jam dinding. Malam minggu sedang menuju titik kulminasi.

Setelah segalanya tenang, Kino bangkit dan merapikan pakaiannya. Mba Rien keluar menuju kamar mandi. Segalanya seperti sediakala, ke!uali ranjang yang berantakan tak keruan. +engan !ekatan Kino membereskan seprai dan mengembalikan bantal ke tempatnya. 'a menemukan beha dan !elana dalam Mba Rien, yang segera dilipatnya baik baik dan diletakkan di kursi meja rias. Setelah menghela na7as dalam dalam, ia melangkah keluar, ke ruang tamu. Kosong tak ada siapa siapa. 0alu Mba Rien mun!ul dari kamar mandi. Wajahnya penuh senyum seperti biasanya. 0alu mereka duduk berhadap hadapan. 0ama tidak berkata kata, !uma saling menukar senyum. Ketika akhirnya Mba Rien membuka per!akapan, bahan pembi!araan terasa hambar, dan wanita yang wajahnya bersinar tetapi kelihatan letih itu pun berkali kali menguap tak mampu mengusir kantuk. Pukul 19 lewat seperempat, Kino akhirnya berpamit. Mba Rien berdiri di pintu depan memandangnya pergi. Kino tak bisa melihat wajahnya, karena terlindung bayangan pintu, tetapi ia tahu Mba Rien tersenyum. Maka ia pun tersenyum sekali lagi, lalu berbalik menuntun sepedanya ke jalan raya. /elap malam segera menyambutnya, merangkulnya dengan embun basah yang segar. .ntah kenapa, Kino merasa seperti seorang ksatria pulang dari medan pertempuran, 3333333 'tulah malam paling bergelora yang pernah dijalani Kino bersama Mba Rien. Seminggu setelah itu, sekolah dimulai dan pertemuan keduanya tak pernah lagi terjadi malam hari. Kino juga tak lagi bisa sering mengantar jemput Susi ke tempat latihan menari, karena kini ia punya akti7itas baruA mengantar $lma pulang. Mengerjakan PR bersama. 0atihan =o!al group untuk a!ara a!ara sekolah. Kegiatan ekstrakulikuler selepas sekolah. +an sebagainya. Mba Rien masih sering mengajak berenang bersama )tetapi $lma tidak pernah ikut karena ia tidak bisa berenang*, mereka masih dengan riang saling berlomba men!apai batu karang, mengalahkan +odi dan 'wan dan Niken yang selalu terlalu banyak tertawa. Mereka juga masih men!ari kenari ke hutan, tetapi anehnya tak lagi ada hujan yang menyebabkan mereka terpaksa berteduh di gua. Tak sekali pun mereka pernah membi!arakan adegan adegan bergelora yang sering diputar ulang oleh Kino di atas ranjangnya sendirian. Mba Rien seperti lupa tentang apa pun yang terjadi malam itu, seperti halnya ketika ia melupakan kejadian di pantai dan di gua. Segalanya normal normal saja. +an hari hari pun berlalu dengan !epat, musim berganti dari hujan ke panas, dari basah ke kering. $da suatu masa kemarau yang agak

panjang, membuat daun daun menguning dan suasana gerah di mana mana. Pada masa seperti itu, kota ke!il tempat mereka tinggal pun seperti kehilangan energi. :rang orang jarang mau ke luar rumah, lebih sering duduk duduk di beranda, atau berteduh di bawah pohon di halaman sendiri. Toko toko yang jumlahnya memang tidak banyak, juga sepi pengunjung. "abah :ng, pemilik toko kelontong di ujung jalan semakin sering mengomel mengeluh. 333333 Kemarau kali ini membawa !erita lain bagi Kino. 'a semakin dekat berhubungan dengan $lma dan semakin jarang bertemu dengan Mba Rien. "ukan apa apa, tetapi memang suasana panas menghalangi keinginan pergi ke pantai, sementara sungai juga menipis airnya, dan kenari tidak berbuah. 0agipula, setiap kali mengantar $lma pulang, Kino dipaksa mampir. 'bunda $lma, Nyonya Tuti, seorang bidan satu satunya di kota itu, menyukai pemuda ini. 'a selalu mempunyai alasan tepat untuk menyuruh Kino berlama lama menemani $lma. Misalnya, hari itu ibu yang bertubuh gemuk bulat itu sudah menyediakan es !endol segar. Siapa bisa menolak itu di siang yang begini terik- Tetapi Kino bersopan santun, men!oba menolak tawaran menggiurkan itu. &$yooo...,& sergah $lma manja, menarik kelingking Kino, menyeretnya masuk ke beranda seperti menyeret anak kambing, &Kamu tadi bilang haus...& &Sudah siang, $lma,& kata Kino men!oba berdalih. 'bu Tuti tertawa mendengar alasan Kino, &Setiap hari kalian pulang pukul 1, apa bedanya hari ini-& &$yooo...,& $lma menarik narik lagi, kali ini pergelangan Kino yang di!ekalnya erat erat. Terpaksa Kino melangkah masuk, menunduk menghindari tatapan 'bu Tuti yang seperti mau menggodanya sambil berkata, &Kino malu sama 'bu, ya- "aiklah kalau begitu 'bu masuk, kalian berdua saja minum !endol itu.& "egitulah, akhirnya Kino minum !endol yang memang segar. "erdua saja di beranda yang sepi. 'bunda sudah pergi ke pa=iluan sebelah, tempatnya membuka praktek K". Rumah besar yang menghadap jalan ke!il menuju pasar ini tampak lengang. "erhadapan, diam diam, $lma dan Kino menghabiskan minuman mereka. Sejuk sekali rasanya leher menelan !endol !endol yang dingin itu. Kino menyukai suasana seperti ini, di mana ia bisa berlama lama berhadapan dengan $lma tanpa siapa siapa di sekeliling mereka. Wajah $lma yang selalu tampak segar itu )Kino kadang kadang membandingkannya dengan buah jeruk manis yang baru dikelupas*

selalu sedap dipandang. $palagi kalau kedua matanya yang bening menatap kepadanya, dengan bulu mata lentik yang jarang berkerejap. +i suasana panas seperti ini, Kino senang sekali berteduh di sinar mata yang lembut itu. Senang sekali mereguk nada rindu yang mengalun pula dari sana. &$pa, sih, yang kamu lihat-& sergah $lma sambil menggigit gigit sendok plastiknya. &Kamu.& jawab Kino pendek, bertopang dagu dengan satu tangan. &Setiap hari kamu lihat saya. Tidak bosan-& Kino menggeleng. Pertanyaan kuno, u!apnya dalam hati sambil menahan tawa. 'tu pertanyaan yang mengundang tanggapan lebih lanjut, mengundang kata kata seperti, &tak kan pernah bosan& atau &mana mungkin aku bosan memandangmu& dan yang sema!am itu. Kino mengun!i mulutnya, tetapi tidak menyembunyikan senyum di matanya. &Tidak bosan-& tanya $lma lagi, sudah berhenti menggigit gigit sendoknya. "ibirnya yang semakin basah oleh minuman terlihat indah agak berkilauan. Kino menggeleng lagi. 'a tahu $lma ingin mendengar serentetan kata kata berbunga tentang ketidak bosanan, tentang kerinduan yang menerus, tentang keinginan untuk selalu berdua. Tetapi Kino menguatkan hati. Kadang kadang ia ingin menyampaikan segala sesuatu yang indah dalam diam. Tanpa kata kata. &"etul-& kali ini $lma terdengar penasaran, gemas diperlakukan seperti ini oleh pemuda yang tak pernah berhenti membuatnya terpesona. &Kenapa tidak bosan-& tanya $lma. Kino menahan senyum. Mengangkat bahu dan tetap mengun!i mulutnya. $lma semakin gemas, dan karena tidak tahan lagi, ia bangkit berpindah tempat ke sebelah Kino. #emarinya yang halus tiba tiba saja sudah hinggap di pangkal lengan Kino, mengan!amkan sebuah !ubitan. &$yo jawab. $tau $lma !ubit,& u!apnya sengit. Kino pura pura tidak mendengar, memandang ke luar beranda dan melihat sekeliling. Sepi sekali siang ini. $lma men!ubit pelan. Mana tega ia men!ubit keras. Kino meringis pura pura kesakitan, lalu menoleh memandangi wajah $lma yang kini dekat sekali di sisinya. $ku ingin men!ium bibir ranum yang

basah itu, u!ap Kino dalam hati. Pasti manis seperti es !endol yang diminumnya. &#awab...atau...,& bisik $lma lirih, tak meneruskan kalimatnya melihat kedua mata Kino memandangnya dengan penuh rindu. +ekat sekali. Kino semakin mendekatkan wajahnya sampai bibirnya hampir bersentuhan dengan bibir $lma. /adis itu terdiam, jemarinya berhenti men!ubit, berubah menjadi !engkraman lemah. Kino menghela na7as menikmati harum na7as $lma yang hangat menghambur dari mulutnya yang setengah terbuka. Perlahan lahan wajah mereka semakin mendekat. Kino men!ium gadis itu, merasakan manis gula jawa yang tersisa di bibirnya yang basah, mengulum lembut seperti khawatir tindakannya akan menimbulkan gempa bumi. $lma menyambut !iuman Kino dengan mata terpejam dan dengan kehangatan yang justru mengusir terik kemarau hari itu. 3333333 Suatu Sabtu di penghujung musim panas, Kino menerima sepu!uk surat dari Mba Rien yang disampaikan lewat Susi. Ketika itu Kino baru saja tiba dari bermain =oli di lapangan di depan kantor Pak 4amat. +engan tangan masih berpeluh, buru buru disobeknya sampul putih yang !uma bertuliskan &untuk Kino di rumah& itu. +i dalamnya, ada sehelai kertas surat biru muda tipis, dan potongan sebuah brosur. $pa ini- tanya Kino dalam hati, lalu ia mulai memba!aA Adikku Kino yang cakep... )Kino tersenyum memba!a sapaan ini. $da rasa rindu menjalar tiba tiba. Telah lama ia tak berjumpa Mba Rien*. Hari Minggu besok, Mba Rien akan pergi ke ibukota. Ada seorang sutradara tari menawarkan peran untuk sebuah pertunjukan besar. Mba Rien tidak tahu berapa lama akan berada di ibukota. Kalau peran itu jadi diberikan kepada Mba Rien, mungkin Mba Rien akan berada di sana lebih dari setahun .. )Kino menelan ludah, merasakan mulutnya kering. 0ama sekali, setahun itu,* Mba Rien ingin mengucapkan selamat tinggal. Rajin rajinlah belajar agar nanti bisa bersekolah ke institut teknologi yang dulu pernah kamu ceritakan itu ... )#antung Kino berdegup ken!ang. Mengapa tiba tiba ia merasa dirinya akan kehilangan sesuatu yang sangat berharga-*.

Mba Rien tidak akan pernah melupakan kamu. Mba Rien juga tahu kamu akan tetap mengingat Mba Rien. !etapi jangan lupa mengingat hal hal lain yang penting dalam hidupmu. !erutama, jangan pernah melupakan cita citamu, keinginan mu yang tertinggi... )Sampai di sini, Kino menghela na7as panjang, merasakan segumpal kesedihan menyumbat kerongkongannya. $pakah ini u!apan perpisahan-*. Mudah mudahan kita akan berjumpa lagi. "ampaikan salam Mba Rien kepada orang tuamu. #aga "usi baik baik, ia seorang yang berbakat tari. $eluk cium, Mba Rien %& ' Mba Rien lampirkan potongan brosur pertunjukan tari di ibukota dan alamat sanggarnya. Kalau kamu berkesempatan, tengoklah Mba Rien di sana. Kino melihat jam di dinding. #arum menunjukkan pukul tiga sore. Masih ada waktu sebelum bertandang ke rumah $lma. 4epat !epat Kino berlari ke kamar mandi untuk membasuh tubuhnya yang berkeringat dan berdebu. Seperempat jam kemudian ia sudah mengayuh sepedanya dengan ke!epatan maksimum menuju rumah kost Mba Rien. 'a ingin menemui wanita istimewa itu untuk mengu!apkan selamat jalan. 33333333 &"aru saja Mbak Rien pergi, dijemput oleh kakaknya naik mobil.& kata Mbak 0aras di depan pintu. Kino lemas mendengar penjelasan itu. &Tapi, bukankah ia baru akan berangkat ke ibukota hari Minggu besok-& tanya Kino, seperti hendak mempersoalkan benar tidaknya Mbak Rien telah pergi. &"etul,& jawab Mbak 0aras, &Tetapi kakaknya ingin Mbak Rien menginap di rumahnya, sebelum berangkat ke ibukota. +i rumah kakaknya itu telah berkumpul kedua orang tua mereka dan anggota keluarga yang lain. Sema!am pesta perpisahan.& &Rumah kakaknya tidak jauh, bukan-& tanya Kino, teringat tentang kepergian Mbak Rien sewaktu masa ujian dulu. Kalau tidak salah, jaraknya hanya B kilometer. &"ukan kakaknya yang di dekat sini,& kata Mbak 0aras, &5ang menjemputnya tadi adalah kakak yang satu lagi, yang tinggal di kota 0.&

Kino merasakan bumi tempatnya berpijak bergoyang goyang. Kota itu jauhnya 199 km dari sini. 'a menunduk lesu, bersandar ke pintu rumah kost, membuat 0aras iba. Kasihan pemuda ini, pikir 0aras dalam hati, ia pasti sangat ke!ewa tidak berjumpa &kakak kesayangan& nya. 0aras bisa memba!a hubungan istimewa yang terjalin antara teman kostnya dengan pemuda ini, walau tak pernah tahu seberapa jauh mereka berhubungan. 'a hanya tahu, Rien sangat menyayangi pemuda ini, dan memberlakukannya seperti adik sendiri. Tapi ia tidak pernah tahu bahwa keduanya pernah bergumul di kamar ketika ia pergi menonton beberapa waktu yang silam. Setelah mengu!apkan permisi, Kino meninggalkan rumah kost itu dengan tubuh tanpa daya. 'a tidak menaiki sepedanya, melainkan berjalan saja perlahan lahan. 6ari telah menjelang senja, matahari dipenuhi semburat merah jingga. $ngin semilir seperti men!oba memberikan sedikit saja kesejukan di hari yang panas ini. "aju Kino basah oleh keringat, karena tadi ia mengeluarkan semua tenaganya untuk !epat !epat sampai ke rumah kost. Kini ia mengutuk utuk ajakan +odi dan 'wan untuk main =oli, dan menyesali diri karena menampik permintaan Susi untuk menjemputnya di sanggar. Seandainya tadi aku menjemput Susi, pastilah aku masih sempat bertemu Mbak Rien, umpatnya dalam hati. Sebuah batu agak besar di pinggir jalan ditendangnya. Tentu saja, jempolnya sakit bukan main, sedangkan batu itu tak bergeming. 333333 Malamnya, malam minggu yang seharusnya indah, terasa kelabu bagi Kino. 'a berusaha menyembunyikan galau di hatinya sekuat tenaga. Tetapi per!uma saja menyembunyikan perasaan di depan $lma. /adis itu punya indra kesepuluh, khusus untuk menembus dinding kalbu Kino, $khirnya Kino mengaku dan men!eritakan kepergian Mbak Rien. Tidak itu saja, Kino juga men!eritakan hubungannya dengan Mbak Rien, setelah memberlakukan sensor ketat di sana sini. $lma terdiam mendengarkan !erita itu. /adis ini memang telah lama menduga bahwa antara Kino dan wanita itu terjadi sesuatu yang lebih dari sekedar persahabatan. Tetapi ia tidak pernah punya bukti, dan kalau ia bertemu Mbak Rien )dan ini sering terjadi*, ia selalu menaruh hormat kepada wanita yang tampak selalu !eria tetapi juga penuh wibawa itu. Kini, melihat dan mendengar Kino ber!erita tentangnya, $lma merasa dadanya bergemuruh. 4emburu. 'ri. 4uriga. &Kenapa kamu baru !erita sekarang-& tanyanya ketus.

&Karena kamu tidak pernah bertanya,& jawab Kino, berusaha menyembunyikan kagetnya mendengar $lma beru!ap dengan nada ketus. "aru kali ini ia mendengar nada itu di suara $lma. &Kenapa tidak kamu susul ke kota 0,& ujar $lma, kini dengan nada sinis. Kino mengangkat mukanya, memandang $lma lekat lekat. "enarkah ia beru!ap seperti itu, sinis begitu- Kino menemukan sebuah wajah dingin, dengan bibir terkatup rapat membentuk garis tipis yang tegas. #elas sekali, $lma yang manis dan lembut itu kini sedang meradang. Marah. Pukul ; malam, hanya setengah jam dari waktu kedatangannya, Kino berpamitan. $lma tidak mengantar ke gerbang seperti biasa. Tidak membiarkan bibirnya dike!up. Tidak melambai. Kino berjalan gontai pulang ke rumah. 'a merasa, sebuah babak dalam kehidupannya usai sudah. Panggung sudah kembali diterangi lampu lampu. Penonton sudah bertepuk tangan. Pemain telah berganti pakaian dan pulang ke rumah masing masing. +i langit banyak sekali ada bintang. Kino menengadah. 'a menyerah pada Sang Sutradara di atas sana. "abak pertama telah selesai. Mari menutup layar.

Musim Berderap Berlalu


Kemarau akhirnya berlalu. Rintik hujan pertama jatuh di senja hari Rabu itu, saat orang orang pada umumnya berada di rumah. $wan yang menjanjikan hujan sebenarnya telah sering bergantung gantung di langit selama seminggu terakhir ini. Tetapi baru sekarang hujan benar benar turun. Mulanya hanya menetes netes seperti tidak sungguh sungguh hendak turun ke bumi, tetapi lalu dengan !epat membesar. Tanah yang telah lama kering, segera menghisap air dengan !epat, dan bau bumi yang basah segera memenuhi udara. Pohon pohon seperti jejingkrakan, selayaknya anak anak yang ramai mandi hujan di halaman rumah masing masing.

Kino berada di beranda rumah $lma ketika hujan turun. Patut kiranya diketahui, hubungan mereka telah membaik kembali, setelah sempat &perang dingin& selama seminggu. Kepergian Mba Rien dan rasa sedih yang menelungkupi Kino telah menjadi pi!u dari ketegangan itu. Tetapi kemudian segalanya kembali seperti semula, dan Kino kembali mengantar $lma pulang setiap hari, atau membuat PR bersama seperti hari ini. &$khirnya hujan turun juga....,& Kino menggumam, berdiri di beranda memandang halaman rumah $lma dengan !epat tergenang air. $lma berdiri di sampingnya, menggigit gigit pensil, merengkuh tangan kekasihnya. &Seperti di!urahkan dari langit,& u!ap $lma perlahan, mendongak memandang garis garis air turun seperti jarum jarum raksasa dari langit yang gelap kehitaman. &$ku suka air hujan,& kata Kino, &$ku tidak suka terik berkepanjangan. Rasanya badanku mengering di saat kemarau, dan segala sesuatu bisa berubah menjadi ben!ana,& &Mmm...,& $lma !uma bergumam. 'a juga tidak suka kemarau, terutama kemarau yang baru saja lalu. 'a tidak suka pertengkaran terjadi antara mereka berdua, dan sekarang bersyukur karena hujan telah datang. Mungkin benar kata Kino, kemarau lah yang menyebabkan mereka berdua bertengkar. Kino memeluk bahu $lma, dan gadis itu menyandarkan kepalanya manja ke dada kekasihnya. "erdua mereka memandangi hujan, hampir lupa mengerjakan PR matematika yang tertinggal di atas meja. Kalau tidak terdengar 'bunda mendehem dari ruang tamu di dalam, pastilah PR itu tak kan pernah selesai. 33333 Musim hujan juga mengiringi hari hari akhir dari sekolah Kino dan $lma. Mereka kini telah duduk di kelas tiga, dan telah memasuki masa akhir. %jian akan segera tiba, lalu mereka harus menempuh perguruan tinggi. Segalanya berjalan dengan !epat, seakan akan air hujan ikut memperlan!ar roda kehidupan di kota ke!il itu. Tanpa terasa, Kino dan $lma kini tenggelam lagi dalam kesibukan mempersiapkan diri menghadapi kertas kertas ujian. Mereka belajar dengan intensi7, dalam kelompok yang semakin besar, karena melibatkan pula +odi dan 'wan dan dua teman putri yang konon adalah pasangan merekaA Sita )pa!ar +odi* dan Wiwik )pa!ar 'wan*. .nam orang ini sering berkumpul, terutama di rumah $lma yang adalah rumah terbesar di antara rumah rumah mereka, dan karena hanya $lma yang rumahnya tidak ramai oleh anak anak

ke!il. )$lma adalah putri bungsu. Kedua kakaknya sudah tinggal di luar rumah*. Sesekali, mereka juga belajar di rumah 'wan yang punya kebun jambu di halaman belakangnya. Tetapi belajar di rumah 'wan adalah kesia siaan belaka. Mereka lebih sering berada di atas pohon jambu, masing masing berbekal sekantong garam !abai terasi. Sedap sekali makan rujak di atas pohon, "elajar bersama dalam kelompok besar juga sering menimbulkan pertengkaran. Maklumlah, ada enam kepala remaja yang keras, masing masing tidak mau mengalah ke!uali kepada pasangannya. +an kalau ada tiga pasang remaja bertengkar, pastilah tidak ada penyelesaian. $lma paling sering mengeluhkan hal ini kepada Kino, dan mengusulkan agar mereka kembali belajar berdua saja. $paboleh buat, Kino pun setuju, dan +odi maupun 'wan !uma menggerendeng tak berani menyatakan penolakan. Tetapi belajar berdua kelemahannya bukansebagai sepasang kekasih 33333 Siang itu, ketika Kino dan $lma tiba dari sekolah, ibu $lma terlihat sedang berkemas kemas dibantu asistennya. Sebuah tas hitam besar berisi alat alat kebidanan tampak telah siap. Sebuah mobil milik "KK"N menunggu di jalan. &'bu harus ke kota R, $lma,& u!ap 'bunda, tampak terengah engah karena harus berjalan bulak balik. 'bu ini terlalu gemuk, pikir Kino dalam hati. 4epat !epat ia menolongnya membawa tas ke mobil. &Kino,.. tolong temani $lma hari ini. $yahnya juga sedang rapat sampai malam di kantor "upati,& kata 'bunda sambil menutup pintu mobil. 0alu, sebelum mobil berjalan, ia melongokkan kepala dari jendela dan beru!ap, &Kamu makan siang di sini saja, Kino. 0alu belajarlah,.... jangan nakal,& Kata kata yang terakhir itu diu!apkan sambil melirik ke $lma, yang masih menggendong tas sekolah dan berdiri mematung di sebelah Kino. &"aik, tante..& kata Kino. &5a, bu...& kata $lma. Mobil pun lalu pergi diiringi lambaian tangan kedua remaja itu. Setelah mobil hilang dari pandangan, barulah keduanya berjalan masuk ke dalam rumah yang sepi. $lma berjalan di depan sambil mengayun ayunkan tasnya. Kino mengikuti dengan langkah ringan. juga ada

&Makan dulu, yuk...& ajak $lma yang tentu segera di iya kan oleh Kino. Perutnya selalu lapar di hari hari yang penuh hujan seperti ini. $palagi jam memang telah menunjukkan waktu untuk makan siang, dan 'bunda $lma telah menyiapkan satu ayam panggang utuh. 0ahap sekali mereka berdua makan hari itu. Walau pada awalnya kikuk juga, makan berduaan di rumah yang sepi. $lma dengan !anggung menyiapkan piring dan menyendoki nasi untuk Kino. 'a tiba tiba merasa gugup, karena rasanya mereka berdua sudah suami istri, makan siang bersama seperti ini. Kino juga !anggung, karena ia sebenarnya tidak biasa dilayani. +i rumah, ia mengambil nasi sendiri, sesuka hati. $lma tertawa ke!il pada suapan pertamanya. Kino mengernyitkan dahi, &Kenapa-& &$h, tidak... aku !uma merasa lu!u saja,& jawab $lma. &$panya yang lu!u-& &Kita. Makan berduaan, seperti...& $lma tidak meneruskan kata katanya. &Seperti apa-& desak Kino. $lma terus mengunyah, lalu menjawab, &Sudahlah. Tidak boleh terlalu banyak bi!ara jika sedang makan,& Kino tersenyum mendengar &perintah& itu. Mereka pun makan diam diam, dan memang makanannya juga sedap untuk dinikmati tanpa banyak bi!ara. Tak berapa lama, ayam hanya tersisa sepertiganya. Kino merasa sangat kenyang, dan $lma pun takjub sendiri. "elum pernah ia makan begitu banyak, padahal ayam panggang sudah sering jadi menu di rumah ini. 0alu Kino membantu $lma men!u!i piring di dapur, berdiri bersisian di bak !u!i piring sambil mengobrol. Sesekali tangan mereka yang dipenuhi sabun bersentuhan, dan $lma dengan manja minta Kino membersihkan sabun yang men!iprat ke ujung hidungnya. &Tanganku juga penuh sabun, bagaimana bisa membersihkan hidungmu,& protes Kino. &/unakan pipimu,& sergah $lma sambil tersenyum manis. Nakal juga pa!arku ini, pikir Kino sambil mulai menyeka sabun dari hidung $lma dengan pipinya. Tetapi tentu saja Kino tidak !uma menyekakan pipinya ke hidung yang agak berkeringat itu. +engan !epat ia menge!up hidung itu setelah tak bersabun. +engan !epat

pula ia turun agak ke bawah, menge!up bibir yang masih tersenyum itu. $lma menarik kepalanya, tapi kurang ke belakang, tak mampu menghindar sepenuhnya. 0alu tiba tiba saja mereka lupa piring piring yang belum dibilas. 0upa tangan mereka yang berleleran sabun. "ibir mereka tiba tiba saja sudah saling melumat dan tangan $lma sudah memeluk leher Kino. Kedua kaki $lma berjinjit, agar ia bisa leluasa mengulum bibir kekasihnya, dan agar Kino leluasa pula melumat bibirnya. Tangan Kino pun kini merangkul pinggang $lma, menekan tubuhnya agar lebih rapat lagi. Sedap sekali men!ium bibir gadis yang kau sayangi, yang wajahnya selalu kau rindukan. $lma pun terpejam membiarkan tubuhnya terhenyak ke depan. 0embut sekali rasanya di!ium pria pujaan mu, pria yang tahu bagaimana memanjakanmu. 6ujan tiba tiba turun, keras menerpa jendela dapur, menimbulkan suara berisik bertalu talu. Tetapi Kino dan $lma tidak mendengar apa apa. +i telinga mereka !uma ada debur jantung yang semakin mengen!ang, dan na7as yang mendesah desah. 4uma ada musik romantis yang mengiringi tarian kerinduan di atas awan awan !inta. Perlahan lahan tubuh Kino dan $lma semakin merapat, dan kedua mulut mereka semakin sibuk mengulum, menghisap dan terkadang menggigit. $lma mengerang pelan ketika kekasihnya mengulum perlahan bibir bawahnya, membuatnya membuka mulut agak lebih lebar. 0alu terasa lidah Kino menyerbu masuk, menyentuh nyentuh lidahnya sendiri. Rasanya hangat dan geli, tetapi juga mesra dan memanjakan. Perasaan nikmat yang lain juga kini mun!ul di dada $lma, yang terhenyak rapat di dada Kino. +engan tangan semakin erat merangkul leher pemuda pujaannya, gadis belia ini merasakan kegelian memenuhi pun!ak pun!ak payudaranya yang ranum. $palagi gerakan tubuhnya menyebabkan gesekan gesekan ke!il. 'a menggelinjang dan semakin merapatkan dadanya. :h, jangan biarkan semua ini berlalu, jeritnya dalam hati. Matanya terpejam rapat, dan na7asnya yang hangat semakin menderu. $lma terhanyut dalam gelora baru yang telah lama terpendam sejak ia mema!ari Kino. 'a menggeliat merasakan tubuhnya bagai dipenuhi rasa geli yang aneh, yang menyebar perlahan ke segala penjuru, dan yang menyebabkan jantungnya berpa!u. Terengah engah, $lma men!oba memahami semua ini, tetapi kepalanya terasa kosong tak bisa berpikir. Segalanya terasa tak masuk akal, karena !uma ada rasa dan emosi. 4uma ada gairah dan birahi. Kino pun terpejam merasakan hangat menerpa dari tubuh gadis yang dipeluknya. Selama ini, tubuh itu lah yang ia peluk dengan sayang, yang ia terima ketika bersandar. Kini tubuh itu begitu dekat, begitu hangat, dan begitu ranum seperti baru pertama kali disentuhnya. Sambil mengulum bibir $lma yang semakin terasa

panas dan basah, Kino mengusap usap punggung gadis itu. 'a tak peduli, sabun menodai seragam putihnya. 'a tak bisa berpikir lain, selain ingin mengusap usap tubuh gadis yang dirindukannya ini. Tangannya lembut menjalar ke sana ke mari. #uga ke bawah pinggang $lma, ke bagian belakang yang kenyal dan menonjol seksi itu. Kino meremas gemas bagian itu. $lma menjerit tertahan, menggeliat kaget merasakan remasan tangan Kino. Sebuah aliran panas yang menggelisahkan menyerbu dari bagian yang diremas itu, menerobos ke mana mana, mendatangkan sebuah demam tanpa sakit. 'ni bukan 7lu, pikir $lma, ini bukan demam biasa. 'ni demam !inta. $lma mengerang, melepaskan !iumannya, dan menyembunyikan wajahnya di leher Kino. Tangannya lebih erat merangkul, dan kini tubuh bagian bawahnya ia tempelkan lebih keras lagi ke tubuh Kino. Remasan tangan pemuda itu di bagian belakang telah memi!u sebuah gemuruh di dalam tubuh $lma. &#angan di sini, Kino...,& desah $lma, repot sekali beru!ap di tengah na7as yang memburu. 'a melepaskan diri dari pelukan kekasihnya, lalu mengajak Kino ke ruang tengah. Kino membiarkan tangannya dituntun. Mereka berdua sudah lupa sama sekali, ada beberapa piring dan sendok masih menggeletak di bak !u!ian. Tangan mereka masih agak basah, walau busa sabun telah lama hilang. +i ruang tengah, $lma menarik Kino untuk duduk bersama di sebuah so7a empuk. +engan segera mereka melanjutkan apa yang tadi terputus di dapur. Kino menindih tubuh kekasihnya, men!iumi lehernya yang lembab oleh keringat walaupun udara sebenarnya agak sejuk. $lma menggeliat kegelian dan merebahkan tubuhnya pasrah. 'a ingin Kino melakukan sesuatu hari ini, tapi ia tak pasti apakah &sesuatu& itu. 'a ingin membiarkannya saja sebagai misteri yang menegangkan. +an ketegangan adalah bumbu dari per!umbuan, bukan+engan satu tangannya, Kino membuka kan!ing kan!ing baju $lma. :h, ia dengan mudah bisa melakukannya, teringat pengalamannya dengan Mba Rien yang kini sedang ia !oba lupakan sekuat hati. Satu demi satu kan!ing itu lolos dari lubangnya, sehingga akhirnya baju $lma di bagian depan terkuak sudah. Sebuah beha putih membungkus sepasang bukit ranum, jauh lebih ke!il daripada payudara Mba Rien yang padat membusung itu. Tetapi tak kalah menggemaskan pula, dada $lma yang terlihat turun naik dengan !epat itu. #emari Kino tak tertahankan, menelusup masuk ke bawah beha, merayapi salah satu bukit ranum itu. $lma menggeliat geliat kegelian, merasakan kenikmatan baru yang belum pernah diterimanya dari siapa pun. 'a memang senang menempelkan dadanya di pangkal lengan Kino jika bergandengan, tetapi sungguh

sungguh disentuh langsung seperti ini..... wow, berbeda sekali rasanya, Kino merasakan puting $lma langsung mengeras ketika tersentuh ujung jarinya. 'a putar putarkan ujung jari itu dengan ringan di sana. $h, puting itu terasa panas seperti menyimpan air mendidih. Kenyal pula, seperti terbuat dari karet berkualitas tinggi. "ukit ke!il di bawahnya terasa padat dan halus li!in. "erkali kali telapak tangan Kino seperti tergelin!ir di sana, seperti seorang pemain ski yang melun!ur gembira di bukit bersalju. $lma kini mengerang di sela desahan desahan na7asnya. Sebuah aliran kehangatan, ke!il saja bagai sebuah parit, terasa mulai terbentuk di pangkal pahanya. +engan gelisah, $lma merapatkan kedua pahanya, kuatir aliran itu menerobos keluar membasahi !elananya, atau bahkan membasahi so7a. Tetapi berbarengan dengan itu, juga ada rasa nikmat yang makin lama makin kuat terasa. Semakin ia merapatkan pahanya, justru semakin nikmat rasanya. Membingungkan sekali, segalanya terasa penuh paradoks. Segalanya terasa janggal sekaligus memikat. $lma akhirnya menyerah saja, membiarkan apa pun yang terjadi. 'a !uma bisa mengerang ketika sebuah tangan Kino mengelus elus pahanya, perlahan lahan mengangkat rok seragamnya semakin tinggi. Kino mengelus perlahan, menikmati paha yang lembut hangat mulus itu. Telapak tangannya seperti sedang menjalani pualam yang hangat, membuat ujung ujung sara7 di sana bergairah. Sesekali ia tak tahan meremas, merasakan tubuh $lma bereaksi !epat terhadap setiap ramasan itu. Kino merasa seperti seorang konduktor orkestra, yang dengan gerakan tangannya mampu mengatur musik, kapan mengalun perlahan dan kapan menggelora penuh semangat. +engan mata terpejam, $lma men!ari !ari mulut Kino. Ketika ditemukannya, ia mengulum bibir pemuda itu, sambil mendesah. Kino pun menyambut pagutan bergairah itu, sementara tangannya kini telah sampai di pinggir !elana dalam $lma, di bagian berkaret yang ketat memagari apa pun yang ada di baliknya. Mulanya, Kino ingin menerobos barikade itu, tetapi sebuah suara ke!il di hatinya segera melarang. #emarinya pun menghindari pinggiran itu, melainkan naik mengusap ke arah atas. Kain nilon terasa halus di telapak tangannya, juga terasa hangat karena tak mampu men!egah panas yang mun!ul dari tubuh yang diselaputinya. +engan lembut dan mesra, Kino mengelus elus kewanitaan $lma yang masih diselimuti !elana dalamnya. $lma meregang, diusap dielus di bagian itu, ia merasa seakan akan sebuah ledakan sedang bersiap siap meletus di dalam tubuhnya. /eli sekali rasanya. Nikmat sekali rasanya. Tangan Kino bagai

sedang mengirimkan berjuta juta rasa, dan semua rasa itu berpangkal pada kenikmatan belaka. $lma tanpa sadar merenggangkan kedua pahanya, membiarkan tangan Kino menjelajah lebih ke bawah lagi, ke bagian yang kini lembab oleh !airan hangat itu. $lma kini tak lagi kuatir, apakah lembab itu akan berubah menjadi basah, menjadi banjir, menjadi apa pun. 'a sungguh tak peduli. +engan jari tengahnya, Kino mulai menelusuri !elah yang terbentuk di antara dua punuk ke!il di bawah sana yang masih terlindung nilon tipis. Perlahan lahan jarinnya menelusur ke bawah, lan!ar karena nilon memang adalah kain yang li!in. Terutama juga karena kain itu telah basah. %jung jari Kino melesak sedikit, menyentuh bagian terbawah yang terhenyak di so7a. $lma mengerang merasakan kegelian kenikmatan menyerbu tubuh bagian bawahnya. 'a mengangkat sedikit tubuhnya, sehingga tangan Kino bisa menelusup lebih ke bawah. 0alu, jari itu naik lagi perlahan, menelusuri jalur yang sama yang ditempunya ketika turun. Tubuh $lma pun terhenyak kembali, dan bergeletar pelan ketika ujung jari itu menyentuh sebuah tonjolan ke!il di bagian atas. $palagi kemudian Kino berlama lama di sana, memutar dan menekan tonjolan itu. Tanpa dapat ditahan oleh $lma, tubuhnya meregang. Sebuah gemuruh bagai banjir bandang memenuhi tubuhnya. "anjir itu menerjang segala yang menghalanginya, menyerbu seperti hendak membuat tubuh $lma meledak. Kino memper!epat usapan dan gosokan jari tangannya@ ia tahu sebentar lagi kekasihnya akan tiba di pun!ak kenikmatan yang telah didakinya dengan sabar ini. Kino tahu, dari pengalamannya dengan Mba Rien, sebentar lagi tubuh mungil ini akan menggelepar dilanda orgasme. Maka ia memper!epat gerakan tangannya, dan menekan tubuh kekasihnya lebih dalam ke so7a. Walaupun sudah mengantisipasinya, Kino tak urung terkejut juga ketika akhirnya $lma men!apai klimaks. Terkejut karena gadis yang lembut dan manja itu berteriak !ukup keras, seperti seorang yang disengat listrik. 4epat !epat Kino membungkamnya dengan men!ium mulut $lma. $gak sulit melakukan hal ini, karena $lma seperti menghindar, menggelepar dan menggelengkan kepalanya dengan mulut terpejam. Ketika akhirnya Kino berhasil mengulum bibirnya, $lma pun masih mengerang keras, walau kali ini ia hanya mengeluarkan suara &Ngggg....&. Tak kurang dari > menit lamanya diperlukan oleh $lma untuk melepaskan semua desakan birahi yang menggumuruh di tubuhnya. Setelah itu, ia merasa lunglai dan tak bertulang. 'a merengkuh leher Kino, men!oba men!ari kekuatan dari kekasihnya. Matanya seakan tak bisa membuka, karena kepalanya masih berenang renang di

danau kenikmatan. %ntuk sejenak, $lma khawatir ia sudah tidak ada di dunia ini lagi. 'a sudah berada di dunia lain, ia sudah tewas, 6anya kemudian sebuah gigitan ke!il dari Kino di !uping telinganya yang membuat ia sadar, bahwa tadi itu bukanlah kematian. Tadi itu adalah orgasme pertamanya bersama pemuda yang di!intainya. Kino men!iumi leher $lma dengan mesra. 'a seakan sedang mensyukuri kejadian barusan. 'a pun merasa bangga telah berhasil membawa $lma ke pun!ak birahi. Terlebih lebih lagi, ia merasakan perbedaan yang besar dengan per!umbuan sebelumnya bersama Mba Rien. +engan wanita itu, Kino hanya dipenuhi birahi, dan ia hanyalah sebuah perahu yang dinakodai Mba Rien. +engan $lma, Kino dipenuhi rasa sayang, dan ia adalah nakodanya. Siang itu, Kino berhasil pula memendam keinginannya untuk melanjutkan per!umbuan. $lma sebetulnya menawarkan kelanjutan, dengan !aranya yang lugu )dia bilang, &0agi-& dengan ragu ragu*. Tetapi Kino tersenyum saja, perlahan lahan melepaskan pelukannya, men!ium pipi gadis yang tampak makin !antik dengan muka bersinar. 'a berbisik, &#angan, $lma .. kita !uma berdua di sini. Nanti kita terlena terlalu jauh..& $lma terharu mendengar u!apan pemuda ini. +ipeluknya leher Kino erat erat. My hero, you are my hero( jeritnya dalam hati, penuh suka !ita. 33333 Masa ujian pun tiba, membuat semua murid di kota ke!il itu menghilang dari pantai atau sungai atau danau tempat mereka biasanya bermain. Semua anak anak usia sekolah tampak berwajah serius, bahkan tak sedikit yang terlalu serius sehingga kehilangan warna kanak kanaknya. Kino dan $lma tampak penuh per!aya diri, begitu pula +odi, 'wan dan kedua pa!ar pa!ar mereka. +engan tenang walaupun kadang kadang agak gentar mereka menghadapi setiap kertas ujian, dan selalu menyelesaikan soal soal sebelum bel akhir berdentang. 6ari hari yang sibuk selalu terasa lebih pendek dari hari biasa. Se!epat datangnya, se!epat itu pula masa ujian berlalu. $nak anak sekolah berhamburan ke luar dari kelas pada hari terakhir, berteriak teriak seakan perjuangan mereka telah usai dengan kemenangan. Padahal, tentu saja perjuangan itu justru baru dimulai. #alan masih panjang, walau sekarang mereka tak punya pikiran lain selain liburan sebulan penuh. $nak anak SM$ sudah pula mempersiapkan a!ara perkemahan, sebelum mereka bersiap siap ikut testing masuk perguruan tinggi.

$lma terpilih sebagai ketua regu kelas >, sementara Kino bertanggungjawab pada keamanan bumi perkemahan bersama beberapa &jagoan& yang selama ini menguasai dunia anak anak SM$. Kino sendiri bukan termasuk jagoan, ia belum pernah berkelahi sepanjang sekolah menengah atas. Terakhir berkelahi, ia masih kelas dua SMP, dan lawan berkelahinya kini adalah salah satu jagoan itu. Tetapi, walau tak suka berkelahi, Kino dikenal tegas dan dihormati, terutama karena dua sahabatnya, +odi dan 'wan, sering ber!erita membual tentang kehebatan Kino bermain pen!ak silat. Nah,.. itulah gunanya memiliki dua sahabat tukang bual, Perkemahan dilaksanakan di kaki sebuah bukit, kira kira 19 kilometer dari kota. Mereka naik truk pinjaman dari kesatuan Ceni $ngkatan +arat, yang juga meminjamkan dua tenda raksasa untuk ruang P>K dan dapur umum. Selebihnya, masing masing regu membawa sendiri atau meminjam tenda tenda parasut. Ramai sekali bumi perkemahan yang bersebelahan dengan hutan karet itu dihuni anak anak SM$. "erbagai a!ara berlangsung semarak, termasuk beramai ramai mendaki bukit dan berenang renang di bawah air terjun. Kino sibuk mengatur keamanan, termasuk membantu beberapa anak anak kelas dua yang jatuh sakit akibat terlalu bersemangat. Ruang P>K ramai oleh suara batuk dan orang muntah. Para &perawat& amatir tampak sigap melayani si sakit, dan 'bu Murni, ibu guru olahraga dan kesehatan, tampak letih memimpin mereka. %ntunglah, beberapa di antara perawat amatir itu sudah terlatih sebagai anggota regu palang merah remaja. +i tengah kesibukan dan ke!eriaan bumi perkemahan, tentu saja !inta remaja berkembang tak kalah meriah. Kino dan $lma mendapat begitu banyak kesempatan untuk berduaan, terutama ketika a!ara api unggun, di mana semua anak duduk melingkar menyaksikan berbagai pertujukan oleh masing masing wakil regu. Pada umumnya adalah menyanyi dengan iringan gitar yang tentu saja lebih banyak )alse nya. Per!umbuan antar remaja juga tak terelakkan, walaupun para guru sudah memperingatkan anak anak gadis agar berhati hati dengan &milik& mereka. Kino adalah anggota keamanan yang juga ditugasi mengawasi kemah kemah peserta, agar setiap malam tidak ada &pelarian& atau &penyebrangan& dari wilayah anak laki ke wilayah perempuan )atau sebaliknya,*. Tetapi, siapa yang mengawasi Kino- ... 6a, .. tidak ada. "ahkan &jagoan jagoan& pun pura pura tidak tahu, ketika suatu malam $lma minta Kino menemaninya ke sungai untuk &sebuah urusan&.

&Kamu membuat saya serba salah...,& bisik Kino sambil mengiringi langkah $lma menuju sungai. "eberapa anggota keamanan tersenyum saja ketika Kino melambai minta ijin. $lma menahan tawa, lalu balas berbisik, &Tetapi saya memang perlu ke sungai,& &%ntuk apa-& &Pipis,& Kino menggeleng gelengkan kepalanya. $pakah ia nanti minta di!eboki pula- gerutunya dalam hati. Walaupun tentunya menarik, kalau $lma nanti sungguh sungguh minta itu, &Saya juga ingin berdua dengan kamu...& bisik $lma lagi ketika mereka sudah melewati pintu gerbang bumi perkemahan yang dijaga dua &jagoan& berjaket parasut hijau. Kepada kedua penjaga itu, Kino !uma tersenyum, dan keduanya !uma mengangkat muka sebentar lalu kembali menekuni sebuah majalah. Kino tahu, itu majalah untuk orang dewasa yang diam diam diselundupkan oleh salah seorang peserta untuk menyogok para penjaga, $khirnya mereka tiba di sungai, dan $lma memang benar ingin buang air. Kino menunggu di pinggir, membelakangi sungai dan $lma yang sedang berjongkok. Sepi sekali malam itu, hanya terdengar gemer!ik air dan desiran angin. Selesai buang air ke!il dan membersihkan diri, $lma merengkuh tangan Kino untuk mengajaknya pulang. "erdua mereka menyusuri sungai kembali ke bumi perkemahan. Tetapi, pada sebuah pohon besar di tikungan pertama, Kino menghentikan langkah mereka. +itariknya $lma minggir, ke bawah bayang bayang gelap pohon, lalu dilumatnya bibir gadis itu dengan gemas. $lma segera membalas, dan na7asnya segera mendesah desah !epat, karena ia memang sudah menunggu nunggu inisiati7 kekasihnya ini sejak tadi, 4epat sekali !iuman mereka berubah menjadi pagutan ke!upan yang menggelora. $lma merengkuh leher Kino dan menyambut setiap serbuan penuh gairah dari pemuda itu. /adis ini telah pula membuka resleting depan jaketnya, mengundang Kino untuk melakukan remasan remasan yang sangat disukainya itu. Kino pun tak hendak menge!ewakan $lma. 4epat !epat ia menelusupkan tangannya ke balik jaket, lalu ke bawah kaos. $h, $lma tidak mengenakan beha, Kino menemukan dua bukit kenyal di dada gadis itu telah siap diremas remas gemas. 6angat sekali rasanya kedua gumpalan yang hanya sedikit lebih besar dari telapak tangan Kino itu. Kenyal dan lentur dan halus. Kedua tangan Kino meremas

menekan, menyebabkan $lma mengerang, semakin mempererat rengkuhannya di leher pemuda itu dan semakin berna7su men!iumi bibirnya. %ntunglah suara air sungai masih !ukup keras, dan gesekan daun daun yang ditiup angin menyembunyikan desah na7as mereka. Sejak per!umbuan pertama mereka di ruang tengah di rumah $lma, gadis ini sudah dua kali men!apai orgasme di tangan Kino. Sekali, sewaktu pulang dari rumah +odi dan hari telah malam, Kino mengajak $lma masuk ke sebuah gang kosong dan gelap di dekat bioskop. +i sana, sambil berdiri seperti malam ini, Kino meremas mengurut kekasihnya sampai men!apai klimaks. Kedua, di belakang rumah $lma, ketika untuk kesekian kalinya ibunda harus keluar kota untuk membantu orang melahirkan, gadis ini juga mengalami orgasme yang melenakan. "ahkan di belakang rumah itu pula $lma pertama kali membantu Kino men!apai klimaks dengan tangannya. Kini, di bawah pohon yang gelap, di malam yang dingin, $lma dengan !epat terbakar birahi. Tubuhnya sangat sensiti7 terhadap setiap sentuhan Kino. Sepertinya, apa pun yang dilakukan Kino dengan tangannya, pasti menyebabkan getaran getaran nikmat yang menjalar ke seluruh tubuh. Tak bedanya kali ini, walau sambil berdiri di bawah pohon yang sebenarnya berkesan angker, $lma dengan mudah merasakan orgasmenya terpi!u oleh usapan dan remasan jari Kino di payudaranya. $palagi Kino melepaskan !iumannya, kemudian agak menurunkan tubuhnya, menunduk dan membenamkan kepalanya di balik jaket $lma. :h, na7as Kino yang hangat segera mengalahkan dingin malam, menyerbu dada $lma yang kini terbuka karena kaosnya telah terangkat setengahnya. Kedua payudaranya yang putih mulus tampak tegak terpampang menantang, dengan dua puting hitam yang terasa berdenyut bergairah. $lma menjerit tertahan ketika salah satu putingnya tertangkap mulut Kino. Tak kuasa ia men!egah suara erangan parau keluar dari kerongkongannya ketika Kino mulai menghisap sambil menjilati putingnya dengan ujung lidah. Sementara telapak tangan Kino telah pula menutupi dan meremas payudara yang satu lagi, membuat $lma menggelinjang kekiri kekanan dengan gelisah. 'nilah kali pertama $lma merasakan perlakuan seperti itu dari seorang pemuda terhadap dadanya yang ranum dan yang rasanya semakin membesar saja. Kenikmatan tiada tara segera memenuhi dadanya, dan sebentuk orgasme segera meletup menggetarkan badannya. $lma mengerang erang merasakan kewanitaannya tiba tiba sangat basah dan berdenyut liar disertai geli dan nikmat yang berkepanjangan. 'a melingkarkan satu kakinya ke kaki Kino, menambah rapat menempelkan bagian bawah tubuhnya ke tubuh pemuda itu. 'a juga tak sadar menggerak gerakan pinggulnya, menggesek gesekkan selangkangannya yang terlindung jeans ke paha Kino. "ahkan gesekan itu semakin lama semakin !epat dan

liar, sejalan dengan semakin gemas dan berna7sunya Kino mengulum puting payudara $lma. +i tengah angin yang mendesir dan suara air sungai yang begemer!ik keras, gadis ini menikmati kilmaksnya yang sangat kuat mendera tubuh. Kino terpaksa melepaskan pagutannya pada dada $lma, kembali menegakkan tubuh dan merengkuh gadis itu erat dalam dekapan, karena tubuh gadis itu bergun!ang hebat sambil merapat sangat erat di pahanya. Kino juga harus membungkam mulut $lma yang mengerang semakin ken!ang, karena ia khawatir ada orang yang mendengarnya. 'nsting Kino ternyata juga benar. Ketika $lma tengah menikmati klimaksnya, terdengar suara langkah langkah orang di kejauhan, dari arah bumi perkemahan. 4epat !epat Kino mendorong $lma yang masih menggeliatt geliat itu, menyenderkan tubuhnya ke pohon, sehingga mereka berdua semakin terlindung gelap malam. &Sst.. ada orang...& bisik Kino ke telinga gadis itu, lalu ia melumat bibirnya yang hangat dan basah, membungkam erangannya. $lma berdiri tegang, menahan geli nikmat yang memenuhi pangkal pahanya, memeluk leher Kino erat erat. "erdua mereka berdiri saling merapat, menunggu siapa yang akan lewat. Suara orang berbin!ang sambil berjalan terdengar semakin mendekat. 0alu lampu senter tampak diarahkan ke tanah, dan sebentar kemudian tampak dua orang &jagoan& berjalan ke arah Kino dan $lma bersembunyi. Tetapi, karena mereka mengarahkan senter ke bawah, kedua pasangan itu tak terlihat. $h, ternyata mereka adalah &patroli& malam yang tampaknya sedang menge!ek wilayah sungai, atau mungkin juga sambil mengambil air, karena salah seorang dari mereka tampak menenteng jeriken )tempat air*. Setelah patroli berlalu, sambil menahan tawa, $lma dan Kino keluar dari persembunyian dan setengah berlari kembali ke bumi perkemahan. Tak lupa $lma mengan!ingkan kembali jaketnya dan merapikan rambutnya yang berantakan. 'a sebenarnya menyesal harus berhenti &di tengah jalan& seperti ini, tetapi ia tahu Kino tak akan mengambil risiko lebih jauh. "erdua mereka masuk ke bumi perkemahan dengan wajah tak bersalah. Kino melambai ke para penjaga gerbang, yang masih asik dengan majalah mereka. $lma kembali ke kemahnya, sementara Kino menuju posko keamanan.

Pengumuman kelulusan 199D membuat anak anak SM$ di kota kelahiran Kino bersuka !ita. Walaupun sebenarnya SM$ ini sudah sejak tiga tahun silam selalu meluluskan semua siswanya, tetap saja berita tersebut ditanggapi agak berlebihan. $nak anak kelas tiga saling menandatangani baju mereka, melakukan arak arakan di sekitar sekolah, atau men!eburkan diri ke sungai ke!il di belakang

lapangan =oli. Suasana serba !eria ini menular ke adik adik mereka di SMP dan S+, lalu juga merembet ke seluruh penduduk kota yang jumlahnya memang tidak banyak. Pak 4amat bahkan membuat hajatan khusus, mengundang sebuah band dari sebuah kota besar untuk manggung di depan kantornya. Pasar malam segera digelar di sekitar panggung, dan para pedagang berlomba lomba memberikan potongan harga. Semarak sekali suasana kota, nyaris menyerupai suasana hari raya. Malam itu, Kino duduk bersebelahan dengan $lma menonton berbagai a!ara di atas panggung. +odi dan 'wan entah kemana, masing masing dengan pa!ar mereka. Kino mengajak pula Susi, adiknya. Tetapi, gadis ke!il ini kemudian lebih suka ikut $yah dan 'bu yang berkeliling pasar malam. &Mau sekolah ke mana-& tiba tiba $lma bertanya di tengah a!ara tarian daerah. &$ku ingin jadi arsitek,.... mungkin di institut teknologi di kota " atau kota S,& jawab Kino, tersadar bahwa ke!eriaan lulus sekolah ternyata akan segera disusul dengan ketegangan baruA masuk perguruan tinggi. &$ku ingin jadi dokter,.. mungkin ke ibukota,& u!ap $lma sambil memainkan dompet di pangkuannya. Kino terdiam. Kalau mereka diterima di masing masing perguruan tinggi yang mereka lamar, berarti keduanya akan berpisah. 4ukup jauh jarak antara kota kota tujuan Kino dengan ibukota. &Kenapa kamu tidak ke ibukota juga-& tanya $lma dengan suara pelan, nyaris tenggelam oleh suara gamelan di panggung. &$yah dan 'bu mengatakan, biaya hidup di ibukota terlalu mahal,& jawab Kino. $lma menghela na7as panjang dan menghembuskannya dalam desah, &5aaah..., aku beruntung punya paman yang tinggal di ibukota dan bersedia menampungku. Setidaknya, $yah dan 'bu tidak perlu membiayai indekos.& Kino juga punya seseorang di ibukota. Seorang penari yang sedang meniti karir. Tetapi saat ini, menyebut namanya pun ia tak berani. 'a takut menyinggung perasaan $lma. &"agaimana kabarnya Mba Rien-&

Kino tersentak. #ustru $lma yang memulai menyebut nama itu. &Tidak tahu,& jawab Kino !epat. 'a memang tidak pernah mendengar kabar dari wanita itu. Keduanya terdiam. Tenggelam dalam pikiran masing masing. $!ara silih berganti dengan !epat dan lan!ar. 0alu, band pop dari kota M naik ke panggung disambut tepuk tangan riuh dari anak anak muda yang sudah tak sabar menunggu. Kino dan $lma pun tenggelam kembali dalam ke!eriaan, mengikuti lagu demi lagu dengan bersemangat. Sejenak, mereka lupa akan perguruan tinggi dan perpisahan. 3333333 Seusai pertunjukan band, masih ada satu pertunjukan lagi, yaitu wayang kulit sampai pagi. Tetapi kebanyakan anak anak muda tidak lagi menyukai medium tradisional ini. $palagi timing nya juga kurang tepat. Sehabis jejingkrakan menikmati musik rock, mana mungkin mereka mau duduk diam mendengar tutur !erita dalang dalam bahasa daerah, Kino mengajak $lma pulang, terpisah dari teman teman yang lain dan dari kedua orangtua mereka yang masih ingin menonton wayang. "erdua, pasangan ini berjalan pelan pelan sambil mengobrol kiri kanan. Perbin!angan menyerempet pula masalah masa depan dan kemungkinan perpisahan. Mereka sama sama mulai menyadari bahwa hidup ternyata masih sangat panjang di depan sana, masih berliku dan mendaki. $lma banyak menunduk men!oba memikirkan skenario apa yang akan mereka berdua mainkan di masa mendatang. $pakah mereka akan tetap bisa berhubungan walau terpisah ribuan kilometerKino mengusulkan mengambil jalan pintas, menyusuri pematang sawah. "ulan hampir purnama, awam hujan tidak tampak, sehingga malam tak terlalu gelap. Pematang bahkan jelas terlihat, seperti lintasan lintasan bersinar membentuk aneka kotak hitam yang adalah sawah sawah tanpa padi. 'ni baru musim tanam, padi belum lagi mun!ul dari air yang tergenang. "ayangan bulan dan bintang bintang tampak di permukaan sawah, bagai lampu lampu penunjuk jalan. "erdua mereka berjalan beriringan, lalu masuk ke perkebunan kopi yang memisahkan persawahan dan areal perumahan kota. Pohon pohon kopi tidaklah terlalu lebat berdaun, sehingga sinar benda benda langit malam tetap bisa menerobos menerangi tanah. "agai lampu lampu sorot, membentuk beraneka tuas sinar, seperti pilar pilar putih yang menjulur ke bawah dari langit. 'ndah sekali malam ini.

Kini $lma bisa berjalan sambil memeluk lengan kekasihnya, terbebas dari kekhawatiran dilihat orang banyak. "erjalan di tengah kota, tak mungkin bisa bergandengan mesra begini. "iar bagaimana pun, kota ke!il belumlah siap menerima sepasang kekasih yang saling memperlihatkan perasaan di tengah orang ramai. Tampaknya tidak ada orang lain melintas di kebun kopi. Mereka pun bisa ber!iuman sambil berjalan pelan, terutama jika jalan sedang lurus. $lma tinggal memalingkan dan mengangkat muka, membiarkan Kino menge!up ringan bibirnya. Na7as mereka yang hangat berpadu satu, terkadang menimbulkan uap tipis yang segera bergabung dengan embun malam. Semakin jauh mereka masuk ke dalam kebun kopi, semakin romantis suasananya. 0alu mereka tiba di sebuah pondok yang agak terpen!il, dan bagai sudah bersepakat, mereka berhenti di halamannya. +i sini keadaan jauh lebih gelap, karena ada pohon pohon lain yang berdaun lebat. Kino mendorong $lma ke arah beranda pondok yang tak berpenghuni, yang kalau pagi hari digunakan untuk istirahat para petani. +i beranda itu Kino melumat bibir kekasihnya lebih bergairah lagi. $lma menerima pagutan kekasihnya dengan tak kalah bergairah. 'a senang sekali di!ium Kino yang bisa menggabungkan gairah dan kemesraan dalam takaran yang tepat. 4iuman pria ini tidak terburu buru, tetapi tidak pula terlalu perlahan. Tidak memaksa maksa, tetapi justru mengundang. $lma terutama senang sekali merasakan bibir bawahnya dihisap dikulum perlahan, ditelusuri oleh lidah Kino yang hangat. Sebentar saja, na7as gadis ini sudah terengah engah. Sejak mengenal per!umbuan yang menggairahkan ini, $lma berani pergi dengan Kino tanpa beha. 'a !uma mengenakan kaos, dan untuk menyembunyikan puting putingnya, ia selalu memakai jaket. +engan begitu, $lma memberikan keleluasaan kepada kekasihnya untuk bermain main dengan payudaranya yang ranum. Kino tak perlu repot membuka beha, yang kadang kadang seperti tidak mau dibuka itu, Malam ini pun Kino segera menelusupkan kedua tangannya ke bawah kaos $lma, meremas remas kedua bukit menggairahkan itu, perlahan membangkitkan bara birahi di antara mereka berdua. +engan kedua ibu jarinya, Kino mengusap usap kedua puting $lma yang menegang mengenyal. 6alus lembut rasanya kedua pun!ak payudara itu di jari jari Kino. Na7as $lma semakin menderu, menyebabkan dadanya turun naik semakin !epat, dan puting putingnya bagai meronta ronta di bawah telapak tangan Kino. +i beranda pondok ada sebuah bangku panjang dari kayu. Ke sana lah $lma perlahan lahan mendorong kekasihnya agar duduk. Kino pun menurut, membiarkan dirinya terduduk. $lma !epat !epat

mengangkat tubuhnya, duduk di pangkuan pemuda itu dengan kedua kaki direntangkan. :h, ini lah posisi yang sejak dulu diimpikan $lma, 'a senang sekali dipangku seperti ini, dengan rok tersingkap sampai ke pangkal pahanya, dan dengan selangkangan yang terhenyak lekat di pangkuan Kino. 'a merasa terkuak terbuka bebas, siap menerima sentuhan sentuhan kenikmatan dari setiap gerakan Kino. 'a mengerang perlahan, merasakan serbuan gairah tiba tiba mun!ul dengan !epat dari dalam tubuhnya yang semakin hangat. Kino melepaskan !iumannya, menelusuri leher $lma yang harum sabun wangi )dia belum mengenal par7um, tentu saja,*. Kedua tangannya tetap meremas remas payudara gadis itu, yang kini terasa semakin kenyal dan keras saja. Puting putingnya semakin tegak dan panas pula, seperti menyimpan arang bara yang masih menyala. $lma mengangkat kedua tangannya agak ke atas, memeluk kepala kekasihnya. #aketnya terpampang terbuka, dan kaosnya sudah terangkat setengahnya, menampakkan dua bukit putih mulus menggairahkan. +alam suasana remang remang, tubuh $lma tampak indah sekali, bagai lukisan seorang maestro. "ibir Kino kini menelusuri pangkal leher $lma, dan gadis itu mengerang pelan merasakan geli yang menimbulkan nikmat menjalar jalar sepanjang perjalanan bibir pemuda itu. +engan tak sabar, ditunggunya bibir Kino menuju ke bawah, semakin mendekati dadanya yang dipenuhi debur jantungnya yang bergelora. :h,.. !epatlah sedikit sayangku, jeritnya dalam hati, menanti akhir perjalanan bibir yang terasa terlalu pelan itu. $lma merasa jaketnya telalu menganggu, maka ia melepaskannya, sehingga kini ia tinggal berkaos, itu pun sudah setengah terbuka. 0alu, ia lebih berani lagi, meloloskan kaosnya dari atas kepalanya, sehingga kini gadis itu bertelanjang dada, di keremangan malam yang mempesona. Kino sebenarnya agak kuatir mereka berdua dipergoki dalam keadaan seperti ini. Tetapi jangkerik ramai berbunyi di sekitar mereka, menandakan bahwa serangga serangga itu tidak terganggu. #ika mereka tidak terganggu, berarti tidak ada mahluk lain di sekitar mereka. 'tu lah antara lain pelajaran dasar seorang pen!inta alam, "bir Kino kini telah tiba di !elah di antara dua bukit yang membusung mempesona itu. :h,.. harum sekali dada $lma yang mulus dan lembut. Kino berkali kali menghela na7as, memasukkan keharuman tubuh gadis itu ke dalam tubuhnya, menjadikan keharuman itu sebagai pembangkit gairah yang memang sudah sejak tadi bergelora. Kedua tangannya semakin gemas meremas, membuat $lma merintih pelan. 0alu, Kino pun melakukan sesuatu yang sudah ditunggu tunggu gadis itu sejak tadiA ia menghisap salah satu puting $lma, perlahan lahan saja. $lma seperti tersedak,

tubuhnya terangkat sedikit dari pangkuan Kino, menggeliat geliat seperti di ulat ditusuk duri. Sebuah kenikmatan tak terkira memenuhi tubuh gadis belia ini, bagai sebuah siraman air surgawi, membuatnya berenang renang melayang layang mengapung apung. Satu tangan Kino meninggalkan payudara yang kini dihisap hisap oleh mulutnya. Tangan itu melun!ur !epat ke bawah, menelusup ke balik rok, mengusap usap bagian belakang tubuh $lma yang agak terangkat dari pangkuannya. Telapak tangan Kino terasa nyaman mengusap usap bagian itu, yang saat ini masih terbungkus !elana dalam nilon tipis dan halus. Kino senang sekali mengusap usapnya, terasa penuh dan padat, dan hangat pula. Sesekali ia gemas meremas, membuat $lma tersentak lagi, menghenyakkan tubuhnya ke pangkuan Kino. $kibatnya, bagian depan kewanitaannya membentur keras bagian depan kejantanan Kino yang tentu saja masih tersembunyi di balik !elananya. 'tu pun sudah lah mampu membuat keduanya merasakan serbuan kenikmatan. $lma kini bahkan tanpa sadar menggesek gesekkan selangkangannya ke pangkuan Kino yang menonjol keras menyembunyikan kejantanannya yang telah tegak tegang. :h,.. nikmat sekali rasanya gesekan gesekan itu, walaupun masih diperantarai kain nilon dan jeans. $lma merintih rintih pelan merasakan kewanitaannya terkuak dan terhenyak di sebuah tonjolan keras yang panas membara itu. Tonjolan itu tepat terhimpit di antara dua bibir menebal di bawah sana, menimbulkan rasa geli gatal yang nikmat. Kino pun mendorong tubuh bagian bawahnya lebih ke depan, mempererat penyatuan mereka, sementara tangannya menekan bokong $lma ke bawah. &$aah,... Kino, geli sekali rasanya....,& $lma mendesah, seakan akan ingin minta penegasan, apakah yang dirasakannya itu sudah betul, sudah nyata- /adis ini sungguh tak punya pengetahuan, dan tak bisa menamakan, apa yang sedang dialaminya bersama pemuda ini- /erangan misteri kehidupan apa yang kini sedang dijalaninyaKino berhenti mengulum puting kekasihnya, lalu berbisik dengan na7as memburu, &Pindah ke dalam, yuk-& $lma tak bisa lain selain mengangguk !epat. 'a pasrah saja ketika Kino dengan perkasa mengangkat tubuhnya, seperti seorang kakak menggendong adiknya. $lma memeluk leher kekasihnya erat erat, melingkarkan kedua kakinya di pinggangnya, memejamkan mata merasakan tubuhnya seperti dibawa terbang. Mungkin begitulah rasanya dibawa terbang burung garuda raksasa, Sambil tak lupa meraih jaket $lma yang tertinggal di bangku, Kino membopong tubuh kekasihnya masuk ke dalam pondok. +i dalam

ada dipan kayu, agak ke belakang dari ruangan yang gelap pekat. +engan !ekatan Kino meletakkan jaket $lma di dipan, lalu perlahan lahan menurunkan tubuh gadis itu di atasnya. $lma kini terlentang dengan kaki tetap melingkari pinggang kekasihnya. Kino menindih tubuhnya, kembali men!iumi leher dan lalu segera mengulum puting payudaranya. $lma mengerang menggeliat, kini menyerahkan tubuhnya diperlakukan apa saja. 'a merasakan !elana dalamnya perlahan ditarik, merasakan salah satu kakinya diangkat sehingga !elana dalam itu kini lolos terbuka, merasakan kewanitaannya terpampang telanjang, dibelai angin malam yang menerobos masuk dinding pondok. +arahnya mendesir !epat, menunggu dengan tegang, apa yang akan dilakukan KinoSambil tetap mengulum puting $lma dan menindih tubuhnya, Kino mengusap usap kewanitaan $lma yang telah terbuka bebas. $h,.. hangat dan sedikit basah bagian itu. #ari tengah Kino dengan leluasa bisa melun!ur li!in di antara kedua bibirnya. $lma menggelinjang merasakan jari itu menelusup menimbulkan rasa nikmat di seluruh selangkangannya. Tanpa sadar, ia membuka kedua pahanya semakin lebar, dengan kedua kaki kini bertelektekan di atas dipan. 0alu tangan Kino sejenak meninggalkan kewanitaannya, $lma agak ke!ewaA kenapa berhentiSebelum bisa memprotes, $lma tiba tiba tersentak, merasakan sebentuk otot kenyal menyentuh permukaan kewanitaannya. "ukan,... itu bukan jari tengah Kino,.. terlalu besar untuk sebuah jari. Terlalu kenyal dan padat dan panas pula. :h,... $lma tiba tiba sadar bahwa yang dirasakannya di bawah sana adalah kejantanan Kino. 'a belum pernah melihat kejantanan seorang pria, tetapi ia bisa membayangkannya setelah merasakan benda itu menyentuh kewanitaannya. 'a mengerang merasakan betapa sentuhan kejantanan itu jauh lebih nikmat dibandingkan sentuhan jari. 0ebih penuh padat kenyal, terjepit di antara bibir bibir kewanitaannya, membentur bentur bagian atasnya. $lma menggeliat kegelian ketika ujung kejantanan yang basah hangat itu membentur sesuatu yang terletak di !elah atas kewanitaannya. :h,... bagian itu terasa sangat geli, dibentur bentur benda halus kenyal tumpul. :h,... rasanya seperti gatal yang minta digaruk garuk. Terus..., terus..., terus...., $lma menjerit dalam hati, merasakan tubuhnya seperti dipenuhi geli gatal yang bersumber utama di selangkangannya. Kino mengerang pula, merasakan kenikmatan dari kejantanannya yang menelusur !elah basah panas di bawah sana. Setiap kali ujung kejantanannya membentur tonjolan ke!il di antara lepitan bibir kewanitaan $lma, serbuan kenikmatan memenuhi tubuhnya. /erakan menggesek menekan menyebabkan kejantanannya seperti diurut urut, enak dan nikmat sekali. $palagi kemudian $lma mengangkat kakinya, kembali memeluk pinggang Kino, menyebabkan kewanitaaanya semakin terkuak. Kejantanan Kino

kini sempurna terjepit melintang di atas kewanitaan yang semakin lama semakin dipenuhi !airan li!in. Kino pun menggerak gerakkan pinggulnya, maju mundur sambil tetap menekan. $lma mengerang merintih dengan kedua tangan semakin erat memeluk leher kekasihnya, nyaris membuat Kino tak bisa berna7as. +ari bagian bawah perutnya, $lma merasakan seperti ada gumpalan yang semakin lama semakin membesar, hendak meledak. /umpalan itu seperti dipenuhi kenikmatan, siap menyebarkan isinya ke seluruh tubuhnya. $lma semakin mengangkangkan kakinya, meletakkan keduanya semakin tinggi di punggung Kino. "agian belakang tubuhnya bahkan kini sudah terangkat dari dipan. :h,.... tiba tiba ia merasakan gemuruh birahi memenuhi tubuhnya, bergulung gulung seperti ombak besar menuju pantai. +engan punggung tangannya, $lma menutup mulut, men!egah teriakan yang kini memenuhi kerongkongannya. Kino semakin !epat memaju mundurkan pinggulnya, menyebabkan kejantanannya semakin !epat menggeleser geleser membentur bentur. $lma menjerit tertahan ..... tubuhnya terasa meledak berkeping keping, kepalanya dipenuhi sensasi kenikmatan, pandangannya hilang melayang walau matanya masih terbuka. Kino mendorong keras untuk terakhir kalinya. Kejantanannya tergelin!ir lepas dari jepitan bibir kewanitaan $lma, terus ke atas, ke bagian yang ditumbuhi rambut rambut halus. +i sana, di atas rambut rambut itu, kejantanan Kino seperti bergelegak sebelum akhirnya meregang dan menumpahkan !airan !airan kental putih. $lma tersentak, merasakan perut bagian bawahnya dipenuhi rasa panas dan lengket. :h,... apa yang terjadiKino pun terkaget ketika merasakan !airan !airan panas keluar dari tubuhnya tanpa bisa di!egah. $lma mengangkat tubuhnya, bertelektekan di kedua sikunya. Na7asnya masih memburu. &Kino, ... apa yang terjadi-& sergahnya dengan suara mengandung nada kuatir. &$ku ... aku...,& Kino tergagap, !epat !epat menegakkan tubuhnya sambil menjauhkan kejantanannya dari tubuh $lma. Tangan $lma mengusap bagian yang dipenuhi !airan lengket itu. :h,... tiba tiba ia teringat pelajaran in7ormal dari 'bunda. "ukankah ini air mani seorang pria- "ukankah ini yang dapat membuat seorang wanita hamil- $staga, &Kino, ... tadi kamu tidak memasukkannya, bukan-& bisik $lma yang kini sudah sepenuhnya terduduk di dipan. Kekhawatiran telah memusnahkan rasa nikmat yang barusan diterimanya.

&Memasukkan-..... Memasukkan apa-& Kino masih tergagap, sambil memakai kembali !elana dalam yang tadi tersangkut melingkar di pahanya. &:ooh, Kino,... kita tadi melakukan hubungan suami istri,& nada suara $lma kini seperti hendak menangis. Kino tersadar, berpikir !epat. Tidak. Tadi ia tidak memasukkan kejantanannya ke dalam kewanitaan $lma. &Tetapi, aku tidak memasukkannya, $lma. 6anya menggesek gesekkannya di bagian luar,& u!apnya, berusaha tenang, walau tak sepenuhnya berhasil. Sebuah perasaan bersalah memenuhi dadanya. $lma mengambil saputangan dari kantong jaketnya, menghapus sisa sisa !airan !inta di bawah perutnya. 4epat !epat ia merapikan pakaiannya. Kino duduk di sampingnya, na7asnya masih agak memburu. $lma tak tega melihat kekasihnya tertegun dengan perasaan bersalah. Setelah selesai merapikan diri, ia memeluk Kino erat erat, menyembunyikan wajahnya di pundak kekasihnya, sambil berbisik, &:oh.., aku yang bersalah, kenapa membiarkan kamu melakukannya,& Kino mengusap rambut $lma penuh kelembutan, &Kita berdua yang bersalah..& bisiknya. &5a..., tempat ini berbahaya,& u!ap $lma, nada khawatir telah hilang, berganti nada waspada. &Sebaiknya kita segera pergi,& balas Kino sambil bangkit dan menarik kekasihnya keluar. +ingin malam menyambut keduanya di luar. :rkes malam dari para jangkerik masih menguasai suasana. +engan langkah !epat, sepasang kekasih itu meninggalkan pondok, kembali menembus kebun kopi, menuju areal perumahan. Mereka bahkan lalu berlari sambil tertawa ke!il, lega karena merasa telah terhindar dari peristiwa yang masih penuh misteri bagi mereka berdua. $lma sendiri kini merasa mendapatkan pengalaman sangat berharga tentang !inta dan birahi. .ntah bagaimana ia bisa menggambarkannya, karena semuanya masih samar samar. Semuanya masih penuh misteri, menegangkan sekaligus mengasyikkan. "agi Kino, ini pengalaman baru pula. Tetapi ia masih kuatir, terutama karena kini ia berhubungan dengan wanita yang sama sama belia. Kembali pikirannya menerawang ke Mba Rien. +engan wanita itu, Kino merasa segalanya terkendali. Segalanya serba pasti. Sementara dengan $lma, setiap per!umbuan adalah

petualangan baru, sebuah perjalanan menembus wilayah asing yang penuh misteri tak terungkapkan. Mereka tiba di rumah $lma tepat pukul 18.99. Kedua orang tua $lma rupanya masih menonton wayang. Kino menge!up pipi kekasihnya, menyuruh gadis itu !epat !epat masuk rumah lewat pintu samping. 0alu ia sendiri juga !epat !epat kembali pulang. 'a ingin segera berbasuh dan berganti pakaian dalam, 3333333 Pada suatu hari, berbin!ang serius. $yah memanggil Kino dan mengajaknya

&"agaimana persiapan mu masuk perguruan tinggi-& u!ap $yah membuka per!akapan. Kino menguraikan se!ara singkat ren!ananya masuk jurusan arsitektur. 'a menjelaskan kepada $yah bahwa perhatiannya kini di7okuskan pada matematika dan pengetahuan alam. &"agaimana dengan bahasa 'nggris-& Kino tersenyum ke!ut dan menunduk. 'a memang lemah di mata ajaran yang satu ini. &$yah dengar, mata ajaran itu diperhatikan pula dalam seleksi. Kalau kamu !uma pintar di matematika dan ilmu alam, tetapi gagal di bahasa, ya.... kesempatan kamu berkurang.& Kino diam saja. Sebetulnya, ia ingin mengatakan bahwa kelemahannya disebabkan oleh guru yang kurang pandai mengajar. #uga oleh kurangnya 7asilitas di kota ke!il ini. +i mana bisa membeli buku untuk latihan bahasa 'nggris di sini- pikirnya. &"agaimana kalau kamu kursus di luar kota-& usul $yah. &+i mana-& Kino balik bertanya, &0agipula bagaimana dengan biayanya$yah tersenyum. &#angan kuatir soal biaya. $yah dan 'bu ada sedikit tabungan yang memang kami siapkan untuk membantu kamu mempersiapkan diri.& &Tetapi di mana Kino bisa kursus- $pakah harus pulang pergi-& &$yah punya teman di kota M, kamu bisa tinggal di sana sambil mempersiapkan diri.&

Kino memandang lantai rumah. Kota M adalah kota yang !ukup besar dan sering diperbin!angkan oleh anak anak sekolah. Pada umumnya, kota itu memang menjadi tujuan bagi mereka yang ingin melangkah lebih jauh. Katakanlah, kota itu sema!am tempat mengasah kemampuan, sebelum bersaing di kota kota besar. +i situ ada berbagai 7asilitas pendidikan yang jauh lebih baik daripada di kota kelahiran Kino, termasuk kursus kursus yang diselenggarakan sarjana sarjana baru. &Minggu depan, teman $yah itu akan kemari. Nanti, kamu bisa ikut dia kembali ke M dan tinggal di sana 8 atau > bulan. 0alu, baru ikut ujian saringan perguruan tinggi. Setuju-& u!ap $yah. Kino mengangkat muka, tersenyum lebar. Tentu saja ia setuju. 'a ingin sekali masuk ke perguruan tinggi, dan segala dukungan orangtua kepadanya sungguh membesarkan hati. +engan !epat dan kuat, Kino menganggukkan kepala. $yah tertawa sambil mengusap usap kepala Kino. 333333 &Kapan kamu berangkat-& tanya $lma mendengar kabar dari Kino. Pemuda itu sengaja datang ke rumah pa!arnya untuk memberi kabar tentang ren!ananya. $lma ikut senang, tetapi ia juga tiba tiba menyadari bahwa akan ada perpisahan. &Minggu depan. $h,.. aku tak sabar menunggu hari itu,& jawab Kino riang, tak memperhatikan wajah $lma yang agak tersaput kekhawatiran. &0ama sekali di sana...,& potong $lma. Tiga bulan bukan waktu yang sedikit. Sekarang, setelah menjadi pa!ar Kino, gadis ini merasa satu hari tak bertemu saja sudah menggelisahkan. "agaimana harus menghadapi E9 hari tanpa Kino- +engan siapa aku belajar&$ku memerlukan persiapan sungguh sungguh $lma. $ku ingin sekali masuk perguruan tinggi, menjadi arsitek,& !eloteh Kino bersemangat. 'a sungguh tak melihat reaksi $lma. 'a lalu men!eritakan impiannya, ingin meran!ang bangunan bangunan yang indah sekaligus kokoh. "angunan modern tetapi berna7askan tradisi. /edung tinggi, tetapi tidak kaku. "anyak sekali yang diinginkannya, $lma terdiam mendengar !eloteh pa!arnya. Kini semakin jelas baginya, perpisahan dengan Kino tak akan bisa dihindari. Pemuda itu penuh ambisi. Kalau ia belajar dengan tekun di M, $lma pun yakin pemuda itu akan berhasil masuk jurusan yang diimpikannya. 'a tahu, Kino bukan anak yang menganggap enteng masa depan.

Pastilah pemuda ini akan men!urahkan seluruh perhatiannya. 0alu, apakah ia akan melupakanku-

Saatnya Untuk Berpisah


Kota M terletak sekitar 199 an kilometer dari kota kelahiran Kino. Ke sanalah kini pemuda itu menuju, naik kendaraan umum bersama teman ayahnya, Paman Tingga namanya, yang bersedia menampung Kino selama ia mempersiapkan diri untuk seleksi perguruan tinggi. Pagi masih basah dan agak berembun ketika keduanya berangkat ke terminal berjalan kaki. Sambil melangkah, Kino mengenang perpisahannya tadi malam dengan $lma. $da kesenduan di raut muka gadis manis itu, walaupun Kino berusaha menghiburnya dengan ber!anda. 0agipula, apa yang dirisaukannya- Toh, mereka hanya akan berpisah dua bulan. "agi Kino, tak apa lah berpisah dari $lma, karena ia merasa memerlukan konsentrasi penuh untuk persiapan masa depannya. Tetapi bagi $lma rupanya agak lain. /adis itu merasa inilah awal dari sebuah perpisahan panjang yang tak terelakkan. Malam itu mereka meminta ijin untuk menonton. Kedua orangtua $lma mengijinkan, dengan perjanjian agar mereka pulang sebelum pukul 11. Tetapi, mereka membatalkan a!ara menonton, karena ternyata 7ilm yang tadinya mereka akan tonton telah diganti dengan sebuah 7ilm silat. $khirnya mereka duduk saja di pinggir alun alun dekat pantai. $da sebuah tembok pendek pembatas alun alun dengan jalan. +i sana lah keduanya duduk berayun ayun kaki, menghadap ke selatan ke arah laut yang menghitam nun di sana. $wan hujan tak tampak di langit, tetapi angin terasa mulai dingin. Kino memeluk pundak kekasihnya. &$pa ren!ana kamu setelah kursus-& tanya $lma sambi memainkan kan!ing bawah jaketnya. &Mmmm ..., belum tahu. Mungkin langsung ikut test seleksi,& jawab Kino. 'a memang membi!arakan kemungkinan ini dengan ayahnya beberapa waktu yang lalu. $yah dan ibu juga setuju jika Kino ingin ikut test langsung di lokasi perguruan tinggi yang ditujunya, di kota

". Tetapi, menurut kedua orangtuanya, keputusan ada di tangan Kino setelah ikut kursus. &"erarti kamu langsung ke "...,& u!ap $lma sambil mengibaskan rambut yang menutupi mukanya. &5a,.. senang sekali kalau bisa ikut test di sana. $ku ingin sekali melihat kampusnya. Kata orang, kampus itu besar sekali, berkali kali lebih besar dari alun alun ini,& jawab Kino bersemangat. 'a merasa, ikut ujian seleksi di kampus itu akan menambah moti=asi dan kemungkinan lulus. &Tetapi, itu berarti kita tak akan bertemu lagi,& bisik $lma. Kino menoleh. Memandang kekasihnya yang kini menunduk. Rambutnya yang legam tergerai menutup wajahnya. +engan lembut, Kino men!oba menyibak rambut itu. $lma mengelak. Kino men!oba lagi, $lma tetap mengelak, bahkan melepaskan diri dari pelukan kekasihnya. &$pa maksudmu-& tanya Kino. $lma menggeser duduknya menjauh, lalu menghadapkan tubuhnya ke Kino. Wajahnya serius, &Maksudku,... kita akan berpisah semakin lama. 0alu, kalau diterima di perguruan tinggi,... kamu dan aku akan sama sama sibuk kuliah. Kemungkinan, kita tak akan bertemu lagi dalam waktu satu atau dua tahun. $tau mungkin lebih.& &5a,... agaknya begitu,& u!ap Kino pelan. 'a memang juga punya dugaan yang sama, tetapi apa yang bisa dilakukannya- "ukankah sekolah tinggi tinggi adalah keinginan mereka berdua- Kalau mereka terpaksa berpisah karena keinginan itu, apa yang bisa mereka lakukan&0alu kita akan saling melupakan...,& bisik $lma, matanya berka!a ka!a. &Kenapa saling melupakan-& sergah Kino. &Karena kita akan sama sama sibuk kuliah...& &Tetapi kita bisa saling menyurati. Kita bisa ... & &Tetap saja....,& $lma memotong dengan !epat, &Kita tetap akan saling menjauh tanpa kita sengaja.& &Kita masih bisa bertemu lagi, $lma. $ku pasti itu,& u!ap Kino men!oba tegas, walau ia sendiri tak tahu apakah suaranya betul betul kedengaran tegas. 'a sendiri ragu, apakah memang ada

kepastian di masa depan- "ukankah masa depan selalu samar samar$lma menghela na7as panjang, lalu menghempaskannya dalam desah yang keras. &5ah .. pasti kita bertemu lagi, tetapi mungkin sebagai dua orang yang berbeda...& u!apnya pelan. Kino terdiam. Tiba tiba ia sadar, betapa ia tak kuasa mengatur aliran kehidupan. "etapa ke!ilnya ia menghadapi dunia yang begitu luas, yang berada di luar batas kendalinya. 'a ingin sekolah dan menjadi arsitek ulung, tetapi untuk itu ia harus meninggalkan banyak sekali kenangan manis. Tidak hanya $lma, tetapi juga Susi adik satu satunya, ayah dan ibunya, teman temannya, sungai tempatnya berenang, pantai yang menyimpan jutaan memori, hutan kenari, kota ke!il yang damai ..... banyak sekali, &Melamun apa-& teguran Paman Tingga di sampingnya membuat Kino tersentak. Tak terasa, mereka sudah sampai di terminal. Kino tersipu sambil berbohong, mengatakan bahwa ia sedang membayangkan kota M. Paman Tingga tersenyum, lalu menepuk pundaknya. &#angan bohong. Kamu pasti sedang melamunkan pa!armu,& u!apnya sambil tertawa pelan. &5ah,.. yang itu juga kulamunkan, sambil membayangkan kota M,& jawab Kino tak mau kalah. Paman Tingga tertawa lebih keras. Mereka naik ke kendaraan umum yang sudah menunggu. Kino duduk dekat jendela, sementara teman ayahnya turun lagi untuk membeli makanan ke!il dan minuman. Kino tinggal di atas mobil, melanjutkan lamunannya. 33333 Setelah bosan duduk di alun alun, $lma dan Kino berjalan jalan menyusur pantai. Pada malam hari, terutama di saat libur sekolah seperti ini, dan jika hujan tidak turun, pantai selalu ramai oleh warung warung dan orang yang berjalan jalan. $nak anak tampak berlarian main kejar kejaran. Sekelompok orang tampak duduk mengelilingi sepasang lelaki bermain !atur diterangi lampu petromaks. +i tempat lain, sekelompok remaja bernyanyi nyanyi diiringi gitar. "erpasang pasang kekasih tampak juga berjalan jalan seperti halnya Kino dan $lma. Sekali kali mereka berpapasan dengan orang yang dikenal, saling bertegur sapa, atau sejenak berhenti untuk ber!akap berbasa basi. $lma dan Kino lebih banyak diam sambil berjalan. Masing masing tenggelam dalam lamunan, terutama tentang telah tibanya saat

perpisahan. Masing masing men!oba men!ari apa saja kah makna perpisahan itu- Tetapi mereka berdua hanya menemukan satuA perpisahan itu menyakitkan. Memedihkan. Membuatmu tak berdaya. $lma menggamit tekan kekasihnya, meremas pelan, lalu bertanya meme!ah keheningan, &$pakah kamu men!intai ku-& &5a,& jawab Kino pendek. Sial, Mengapa pendek sekali jawaban ituumpat Kino dalam hati. Tetapi, lalu seberapa panjang kah seharusnya- Satu kalimat- +ua kalimat- Satu halaman suratSeberapa kah&Kenapa kamu tidak pernah mengatakannya-& tanya $lma lagi. &Kenapa-& malah Kino balik bertanya. &$ku yang bertanya duluan. Kamu, koF, malah bertanya kembali,& sergah $lma. &5a. $ku juga bertanya mengatakannya,& sendiri, kenapa aku tak pernah

&0alu, apa jawabnya-& desak $lma. &$ku tak tahu. Tetapi kenapa itu jadi persoalan, $lma- $ku memang tak pernah mengu!apkannya. $ku tak bisa. Tak pandai,& jawab Kino agak kesal. $lma menghentikan langkah. Kino terpaksa juga ikut berhenti. Mereka telah berada agak jauh dari keramaian. Suara ombak berdebur keras. Semakin terdengar keras di tengah keheningan. $lma memegang kedua tangan Kino, menghadapnya dengan muka tengadah, memandang dengan mata beningnya. Sebagian rambut menutupi mukanya, melintang di hidungnya yang bangir, di bibirnya yang ranum, di pipi berlesung pipitnya. $h, Kino melihat ke!antikan semata di tengah samar samar malam. Melihat sinar kerinduan di mata itu, bagai bintang bintang berpijar lembut. Melihat seraut wajah tempat ia melabuhkan impian impiannya. Mengapa semuanya tampak begitu mengesankan saat engkau harus berpisah$lma terpejam merasakan na7as kekasihnya dekat sekali menerpa wajahnya. "ibir Kino perlahan menyentuh bibirnya. Kedua tangan mereka saling meremas. $ngin keras mengibarkan jaket jaket mereka. 4iuman kali ini terasa sangat lembut, selembut awan putih di langit biru. Sangat hangat, sehangat mentari di pagi yang !erah. Mesra dan manja mengalunkan kerinduan. $lma membuka

mulutnya, mengundang kekasihnya datang merasuki seluruh jiwa raganya. +atang lah kekasih, reguk habis rinduku, bawa daku terbang setinggi mungkin. Keduanya berdiri rapat. Kino mengulum mesra bibir kekasihnya, menghirup harum sedap na7asnya, menggigit manja lidahnya yang nakal. $lma membuka sedikit matanya, memandang wajah Kino yang dekat sekali di depannya. Sebentar lagi ia akan pergi jauh, gumam $lma dalam hati. Sebentar lagi wajah itu hanya akan ada di dompet ku, menjadi sebuah potret kekasih yang mungkin juga akan segera lusuh karena terlalu sering disentuh. Sambil membalas !iuman kekasihnya, diam diam $lma merekam wajah itu sedetil mungkin. Mematrinya di benak. $h, Kino ..... dahinya yang selalu serius. Matanya yang tajam tegas. Tulang pipinya yang mengguratkan ketakmenyerahan. 6idungnya yang menggemaskan )aku senang sekali men!ubit hidung itu,*. "ibirnya yang selalu bergairah. Selalu, Kino melepaskan !iumannya, membuka mata dan menemukan sepasang mata kekasihnya memandang mesra. 'a berbisik, &$lma, aku ingin ber!umbu malam ini. Mari kita pergi dari sini...& $lma tertawa pelan, &Kemana kamu hendak membawa ku-& tanyanya sambil memeluk leher Kino. Kino melihat sekeliling. Pantai tampak sepi, tetapi juga terlalu menakutkan di tengah malam seperti ini. Tidak di sini. Kino memutuskan untuk mengajak $lma ke sebuah tempat yang selama ini menjadi &persembunyian& merekaA sebuah pondok di tengah kebun kopi. Tetapi lokasinya ada di sisi lain dari kota, sehingga untuk ke sana mereka perlu berjalan !epat. &Ke sana-& $lma bertanya ketika melihat Kino diam saja. $h, gadis ini memang bisa memba!a pikiran ku, u!ap Kino dalam hati. &$yo, kita ke sana...,& kata Kino bergairah, menggulung kaki !elananya dan menarik tangan $lma untuk meninggalkan pantai. $lma tertawa ke!il, mengikuti tarikan tangan ke kasihnya. Sebentar kemudian mereka telah berlari lari menyebrang jalan, menelusuri alun alun menuju tengah kota. 0alu, di depan kantor !amat mereka berbelok, melintasi persawahan, berjalan beriringan sambil sekali sekali ber!anda. Malam semakin larut.... &Waahhh... melamun lagi,& Paman Tingga telah naik kembali ke mobil. Kino terperanjat dan tersipu lagi. Sialan, 0amunannya terpotong di tengah jalan. &Nih,... makan ka!ang goreng supaya tidak terlalu banyak melamun,& ujar Paman Tingga sambil menyodorkan sebungkus

ka!ang. Kino mengu!apkan terimakasih dan mulai memasukkan beberapa butir ke mulutnya. Paman Tingga lalu mengajak mengobrol, bertanya tanya tentang sekolah Kino. Terpaksa lah Kino menimpalinya, menjawab semua pertanyaannya dengan lengkap. Paman Tingga lalu juga ber!erita tentang dirinya dan anak anaknya yang masih ke!il. Tentang kota M yang katanya tumbuh pesat karena menjadi pusat perdagangan bagi kota kota ke!il sekitarnya. Paman Tingga ini seorang pedagang yang konon sedang naik daun. 'a sering mundar mandir ke ibukota mengurus bisnisnya. Kino senang juga mendengar ulasannya tentang lika liku bisnis, walaupun dunia itu sangat asing baginya. Tetapi ketika mobil mulai bergerak, Paman Tingga berhenti ber!erita. "ahkan tak lama kemudian ia terlihat terkantuk kantuk. "aru 19 menit mobil melaju, Paman Tingga telah menyandarkan kepalanya di jok dan tertidur nyenyak. Kino masih mengunyah ka!ang, memandang ke luar jendela, melihat betapa kotanya dengan !epat tertinggal di belakang. Tanpa sadar, ia melamunkan lagi peristiwa semalam ..... 333333 Pondok itu tetap sepi dan tetap bagai magnit, menarik kedua remaja itu untuk datang berkunjung, walau setiap kali pula mereka ingin menghindar. Mungkin juga bagai lampu yang menarik laron laron terbang mendekat. Kalau terlalu dekat, pastilah mereka akan hangus terbakar, bukan- Tetapi bagaimana jika laron laron itu sudah terbakar api asmara sebelum menghampiri sang lampu$lma dan Kino mengendap endap mendekat, sambil melihat sekeliling, kalau kalau ada orang melintas. Tampaknya tidak ada seorang pun di sekitar. Kino menggenggam erat tangan kekasihnya, perlahan lahan mendekati pondok. Serangga malam menghentikan musik mereka setiap kali sepasang remaja ini melangkah. Tetapi setelah mereka berlalu, serangga itu kembali ramai memperdengarkan musik mereka. Kino langsung mengajak $lma masuk. Pondok itu tentu saja gelap gulita. Setelah beberapa saat, barulah mata mereka bisa menyesuaikan diri, bisa melihat ruang kosong dengan dipan kayu itu. Kino segera duduk, dan $lma segera naik ke pangkuannya. Mereka langsung ber!iuman, tanpa bertukar kata lagi. Na7as $lma sudah memburu sejak tadi, bukan hanya karena harus berjalan !epat dan setengah berlari, tetapi juga karena ia memang selalu bergairah jika berduaan dengan Kino.

4iuman mereka tak lagi lembut mesra seperti ketika di pantai tadi, melainkan bergelora, saling pagut dan saling mengulum. Na7as mereka berdua berdesahan, saling menyerobot seperti hendak saling mengalahkan. Kedua pasang bibir mereka saling menekan memilin, bergantian menghisap hisap. Kedua lidah mereka bergelut bergelung seperti dua naga ke!il yang bermain main di taman basah dan hangat yang adalah mulut mereka. "erkali kali $lma seperti tersedak, tak tahan diperlakukan begitu bergairah oleh kekasihnya. Tetapi berkali kali pula ia kembali mengulum bibir pemuda itu, membiarkan lidahnya bermain semakin jauh ke dalam mulutnya, menyentuh langit langitnya, menimbulkan rasa geli dan hangat. Seperti biasanya, $lma hanya memakai kaos tebal dan jaket, tanpa beha. +engan leluasa, tangan Kino segera menelusup menelusuri bukit bukit indah di balik kaos itu. "ukit bukit yang naik turun, membusung penuh, kenyal padat, hangat. Tangan Kino langsung gemas meremas, memijat, menekan. #ari jarinya bermain ringan di atas kedua puting yang telah menegang tegak. $lma pun mengerang merintih merasakan kedua budah dadanya bagai dipenuhi uap panas, bergulung gulung seakan badai yang sedang melanda bumi. Sambil memeluk leher Kino, gadis itu membusungkan dadanya, memajukan seluruh tubuhnya, menghenyakkan kedua payudaranya di tangan kekasihnya. 'a ingin diremas lebih keras lagi, lebih bergairah lagi. Mulut Kino meninggalkan mulut $lma, kini men!iumi lehernya yang jenjang. Men!iumi kulit mulus lembut nan harum di bawah telinganya. Menggigit !uping telinga itu, membuat $lma terkejut, tetapi juga sangat senang. $palagi kemudian Kino menggigit pula lehernya, pelan pelan saja. :h, geli sekaligus nikmat rasanya diperlakukan seperti itu. Seperti disengat sengat bara kenikmatan yang membangkitkan api birahi semakin besar. $lma memajukan duduknya, mengangkat sedikit tubuhnya, sehingga mulut Kino kini semakin turun. 4epat !epat $lma mengangkat kedua tangannya, membiarkan Kino menaikkan kaosnya. Segera dua payudara gadis yang kenyal padat itu terpampang, indah sekali dalam keremangan malam, putih bersih bagai bersinar. 6mmm,... Kino menenggelamkan wajahnya di lembah harum di antara dua bukit indah itu. 6mmm ..., tubuh $lma selalu penuh keharuman sabun wangi, dan juga bedak yang biasa dipakai bayi. 6mmm ...., sungguh menggairahkan rasanya men!iumi dada ranum yang agak basah oleh keringat itu. +engan gemas, digigitnya sedikit daging di pangkal salah satu payudara itu. $lma mengerang. $lma merintih. &%uuh ....,& $lma merintih ketika mulut Kino naik dan mengulum puting sebelah kiri. Tubuh gadis itu menggelinjang ke kiri.

&$aaah ....,& $lma mengerang ketika Kino meremas payudara sebelah kanan. Tubuh gadis itu bergeser ke kanan. "egitulah terus. Ke kiri. Ke kanan. Ke kiri ke kanan. /erakan gerakan $lma menimbulkan gesekan nikmat di bawah sana, di tempat selangkangannya yang terhenyak rapat di pangkuan Kino. $da !airan bening tipis mengalir pelan dari dalam tubuhnya, membasahi !elana dalamnya. $da rasa hangat turun bersama aliran itu. $da rasa geli nikmat yang merayap perlahan ke seluruh penjuru tubuh. +engan satu tangannya yang masih bebas, Kino menyingkap rok $lma lebih ke atas, sehingga antara dia dan gadis itu kini hanya ada seutas kain nilon tipis yang telah basah di sana sini. Setelah itu, tangan Kino masuk menelusup dari belakang. $lma mengerang merasakan tangan itu membawa kehangatan ke bagian belakang tubuhnya yang penuh padat itu. $lma merintih ketika Kino meremas remas bagian itu, seakan akan sedang memeras buah hendak mengambil airnya. /adis itu semakin memajukan duduknya, semakin rapat menempelkan bagian bawah tubuhnya ke pangkuan Kino. Malam terasa semakin panas. Keringat mun!ul di beberapa bagian tubuh keduanya@ di ketiak, di punggung, di tengkuk. 0alu !elana dalam $lma terlepas sudah, entah oleh tangan Kino atau oleh tangannya sendiri. Tidak jelas lagi, siapa melakukan apa dalam pergumulan bergairah yang tak terkendal ini. Kedua tangan Kino kini ada di bawah. 5ang satu meremas remas di belakang, yang lain menelusup ke depan. $lma mengangkat tubuhnya, tidak lagi duduk di pangkuan Kino, memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada kedua tangan pemuda itu. Kino pun segera meman7aatkan keleluasaan itu. #ari jarinya mengusap menelusupi kewanitaan $lma yang terasa panas membara. /adis itu menggelinjang hebat ketika merasakan ujung jari Kino menyentuh nyentuh bagian bagian yang sangat sensiti7 di bawah sana. Rasanya, bagian bagian itu telah berubah seluruhnya menjadi ujung sara7 belaka, tidak dilapisi apa apa. Sehingga setiap sentuhan, seberapa pun ringannya, sanggup mengirimkan sentakan sentakan kenikmatan ke seluruh tubuh. 0alu !elana panjang Kino juga telah terbuka. Sekali lagi, entah siapa yang melakukannya. Mungkin Kino, mungkin $lma, mungkin keduanya. Kejantanan Kino tahu tahu juga sudah di luar, tegak berdenyut. $lma meraihnya dengan gemas, tersentak merasakan betapa panasnya otot kenyal yang menggairahkan itu. Kino mengerang ketika merasakan tangan halus lembut meremasnya di bagian yang sangat sensiti7, di ujung yang telah sedikit basah pula. 0alu tangan $lma menuntun kejantanan Kino ke depan kewanitaannya. :h, $lma menggosok gosok kewanitaannya dengan otot kenyal padat panas itu. :h, rasanya nikmat sekali bagi

keduanya. Menggelitik gelitik, menimbulkan geli nikmat di mana mana. +engan kedua tangannya yang kokoh, Kino kini menopang tubuh $lma. Kedua telapak tangannya menjadi tumpuan dari pantat gadis itu, sementara dengan tangannya $lma terus menggosok gosokkan kejantanan Kino. Pelan pelan, kewanitaannya terasa semakin menguak, semakin membuka. $palagi !engkraman tangan Kino juga ikut merentangkan bagian bawah itu, membuatnya semakin terbuka. Kejantanan yang kenyal tegang itu kini menelusuri permukaan kewanitaan $lma, menimbulkan rasa geli yang sangat nikmat. Membuat liangnya semakin basah dan li!in. "erdenyut denyut pula. Sesekali, ujung kejantanan Kino menelusup sedikit ke dalam. :h,... $lma terpejam merasakan tusukan tusukan ke!il menyeruak ke dalam tubuhnya. $hhh ..., Kino juga terpejam merasakan ujung ujung sara7nya seperti dibelai belai mesra. "etapa hangat, basah dan li!in permukaan liang kewanitaan itu. "etapa halus, bagai sutra. $lma mengerang merintih, terus memainkan otot kenyal di tangannya, menggosok ke depan ke belakang, memutar mutar. 0alu pelan pelan Kino menurunkan tubuh $lma, ..... !uma sedikit saja, mungkin !uma tiga senti. Tetapi itu sudah !ukup membuat $lma tersentak, mengerang &$aah...&, merasakan sebuah benda tumpul hangat menyeruak ke dalam tubuhnya. Rasanya sedikit pedih, tetapi juga geli dan nikmat. "er!ampur baur. Mengejutkan. &#angan, Kino....,& desah $lma sambil berusaha mengangkat tubuhnya. Tetapi entah kenapa, ia tak sanggup melakukan hal itu. Rasa nikmat di bawah sana menahannya untuk bergerak. Maka akhirnya ia !uma menggeliat geliat. Kino mengerang pelan. :h,.. hangat sekali di dalam sana. 'a merasakan ujung kejantanannya dibalut entah oleh apa. Terasa sempit tetapi juga li!in, men!ekal erat tetapi juga berdenyut denyut. +engan kedua tangannya, Kino mempertahankan posisi tubuh $lma yang kini bagai mengambangA antara atas dan bawah, antara kenikmatan dan kekhawatiran. $lma merasakan nikmat luar biasa datang dari liang kewanitaannya yang kini bagai tersumbat sebentuk otot kenyal. Tak sadar, ia menggoyangkan pinggulnya ke kiri dan ke kanan, menyebabkan si sumbat menyeruak dinding dinding bagian dalam kewanitaannya, menimbulkan kenikmatan tambahan. Kino tetap menahan tubuh $lma agar tidak melesak lebih ke bawah. +iam diam ia khawatir akan apa yang mereka lakukan. 'a takut jika seluruh kejantanannya masuk dan merusak sesuatu di dalam sana, walau ia sendiri tak tahu, ada apa di dalam sana.

&$aaaaah,&, tiba tiba $lma mengerang. :rgasmenya datang bagai banjir bandang. Kedua kakinya mengejang, dan ia ingin merapatkan pahanya, menjepit kejantanan Kino untuk menimbulkan kenikmatan yang lebih lagi. Tetapi tangan pemuda itu sangat kokoh men!engkram tubuhnya, sehingga akhirnya $lma hanya menyerah saja. Membiarkan tubuhnya bergun!ang gun!ang ketika ia men!apai klimaks yang sedap itu. Kedua tangan $lma men!engkram bahu Kino. Tubuhnya meregang. Matanya terpejam erat, mulutnya setengah terbuka, mengeluarkan keluh berkepanjangan, &Nggggggg....&. "ersamaan dengan itu, Kino merasakan ujung kejantanannya bagai dipilin diremas oleh daging kenyal hangat yang bergerak gerak liar. Sekuat tenaga ditopangnya tubuh $lma yang sedang bergetar hebat. Keringat Kino membasahi badannya, karena tubuh gadis itu tidaklah ringan. $palagi kalau sedang meregang mengejang seperti ini. 0alu, Kino merasakan klimaksnya datang, ketika $lma masih mengerang merintih dengan kedua tangan men!engkram bahunya. 4epat !epat Kino mengangkat tubuh gadis itu, walaupun $lma terdengar memprotes. 'a masih !ukup waras untuk tidak menumpahkan !airan !intanya di dalam. +engan satu gerakan, ia menggeser duduknya. Kejantanannya lepas dari !engkraman permukaan liang yang sebetulnya sangat menjanjikan kenikmatan itu. $lma pun akhirnya sadar apa yang dihindari Kino. /adis itu !epat !epat menggeser ke arah berlawanan. 'a melihat ke bawah, ke arah otot kenyal yang masih tegak dan seperti bergerak gerak menggeliat. :h,.. !epat !epat diraihnya bagian tubuh Kino yang tadi memberikan kenikmatan di tubuhnya itu. 4epat !epat ia meremas, ingin berpartisipasi dalam pen!apaian klimaksnya. &$aaaah,& Kino mengerang panjang, merasakan tubuhnya bagai disentak sentak ketika !airan !airan !inta meman!ar kuat dari kejantanannya. Tangan $lma yang halus terasa menambah nikmat pan!aran itu, sekaligus menampung !airan !airan kental panas yang berebut keluar. $lma terduduk di samping Kino, dengan tangan tetap men!engkram, merasakan getaran gejolak klimaks kekasihnya. Kino berkali kali mengerang, dengan tubuh meregang dan kedua tangan bertelektekan di dipan. $lma merasakan otot kenyal berdenyut denyut dalam genggamannya. Menakjubkan sekali, "etapa kuatnya klimaks Kino kali ini, menyebabkan tubuhnya seperti dioyak oyak, tulang tulangnya seperti lepas, ototnya seperti meledak. 'a menghempaskan tubuhnya di dipan, diikuti $lma yang berbaring di sebelahnya. Keduanya masih telanjang di bagian

bawah, terengah engah seperti habis berlari sepanjang hari. Tangan $lma tetap menggenggam di bawah sana, senang bisa menampung tumpahan !inta kekasihnya. 6angat dan li!in rasanya. 333333 0amunan Kino buyar ketika mobil yang ditumpanginya membelok tajam, menyebabkan tubuh Paman Tingga membentur tubuhnya. 0elaki setengah baya itu tetap tertidur, !uma menggumam tak jelas, lalu kembali menegakkan tubuhnya di sandaran kursi. Kino menghela na7as panjang. Kota kelahirannya semakin jauh tertinggal. Mobil melesat laju di jalan raya antarkota. +i kiri kanan jalan, sawah luas terbentang, menghijau bagai hamparan karpet . 0angit tampak biru diber!aki awan putih. Puluhan burung bangau tampak terbang ke arah selatan. Kino tiba di kota M menjelang sore. Rumah Paman Tingga !ukup besar dan Kino mendapat kamar di belakang, dekat dapur dan gudang. Setelah beristirahat sebentar, Paman Tingga mengajak Kino membi!arakan agenda mereka untuk dua bulan mendatang. Mendengar kata dua bulan, Kino mengeluh dalam hati. 0ama sekali rasanya dua bulan itu. 0alu, keesokan harinya Kino diantar Paman Tingga ke tempat kursus yang telah ramai oleh pemuda sebayanya. Ruang belajar tampak jauh lebih besar dari kelas di sekolah di kota kelahirannya. Teman teman barunya juga jauh lebih banyak, dan jauh lebih banyak tingkah. Sebagian dari mereka bahkan sudah bertingkah seperti layaknya remaja kota besar, memakai ka!a mata hitam segala. Kino tersenyum simpul melihat salah seorang dari mereka memakai ka!amata se!ara terbalik. Pastilah itu ka!amata pinjaman, +emikianlah, hari hari berikutnya Kino sibuk mengikuti kursus di kota M dan mulai bisa melupakan hal hal lain. Konsentrasinya penuh ke pelajaran, dan hanya sekali sekali ia teringat akan $lma dan kota kelahirannya. 6ari hari pun terasa semakin !epat berlalu.

Selamat Tinggal, Alma


Waktu dan hari berlalu begitu !epatnya. Kalender di dinding kamar Kino, di rumah Paman Tingga, begitu !epat dipenuhi tanda silang yang menandai bergulirnya hari ke minggu, minggu ke bulan. +ua bulan terasa seperti dua minggu. $yah dan ibunya datang ke M minggu lalu bersama Susi yang sudah kangen kepada kakaknya. Ketiganya merasa bersyukur melihat Kino dalam keadaan sehat, dan bahkan bertambah gemuk. "erkali kali $yahanda mengu!apkan terimakasih kepada suami istri Tingga yang sangat baik itu. 'bunda menyerahkan oleh oleh hasil bumi )setandan pisang mas, sebutir besar nangka setengah matang, sekarung jagung* sambil memuji muji "ibi Tingga yang pandai menjaga kesehatan Kino. Susi memeluk kaki abangnya penuh kerinduan. Suasana menjadi semarak sekali. Mereka berbi!ara panjang lebar sepanjang siangA ayah ibu, suami istri Tingga, dan Kino. 6anya Susi yang kelihatannya tidak menikmati hari itu, karena sebenarnya ia ingin segera bermain main dengan abangnya. 0alu, mereka makan siang bersama, menikmati ikan gurame dari empang sendiri yang sudah digoreng 'bunda. Sedap sekali, apalagi dengan sambal terasi buatan "ibi Tingga yang terkenal leCat itu. Seusai makan, sementara ayah ibu terus berbin!ang dengan suami istri Tingga, Kino membawa adiknya berjalan jalan. Senang sekali Susi menggandeng kembali tangan abangnya. Mulutnya ramai ber!eloteh tentang betapa sepinya rumah tanpa Kino. #uga tentang dua ekor ayamnya yang mati dimakan musang. #uga tentang sungai yang tidak lagi ramai oleh anak anak dan remajaA mereka semua

sedang sibuk menyiapkan diri menempuh seleksi perguruan tinggi. $h, begitu bersemangatnya penduduk kota ku untuk menjadi lebih berpendidikan, u!ap Kino dalam hati. Semua keluarga berbi!ara tentang bagaimana mengirim anak anak mereka ke kota besar untuk bersekolah. Kino tahu, pada umumnya penduduk kota kelahirannya itu adalah petani yang !ukup berhasil, dan sebagian besar tak ingin anaknya terus tinggal di kota ke!il. "agus sekali pandangan seperti itu, bukan- Tetapi kadang kadang Kino juga berpikirA kalau semua orang pergi ke kota besar, siapa yang akan tinggal menjadi petani&:h, ya,,& tiba tiba Susi berseru sambil merogoh kantong bajunya, lalu menyerahkan sebuah amplop merah muda, &6ampir Susi lupa,... ini ada surat dari Mba $lma,& Sejenak jantung Kino berdegup lebih ken!ang ketika menerima amplop itu. Sejak tiba di M, hampir tak pernah sempat ia menulis surat. Setiap hari ia belajar dan belajar saja. Pagi hari ke tempat kursus sampai tengah hari, lalu pulang untuk makan siang. Setelah itu pergi lagi ke tempat kursus untuk duduk di ruang ba!a, memba!a apa saja yang ada di sana. Tempat kursus itu sangat modern dibandingkan sekolah Kino, memakai kipas angin segala. Kino betah berlama lama di sana, dan selalu pulang ketika hari menjelang senja. 0ain halnya dengan $lma. Setiap minggu pasti menulis surat, bahkan pernah dua kali dalam seminggu. +i la!i meja Kino kini ada sepuluh suratnya, panjang lebar dan selalu penuh kerinduan. Kino baru sempat menulis balasan dua kali. 5ang terakhir baru saja dikirimnya seminggu yang lalu. Kino mengajak Susi mampir di sebuah restoran untuk membeli es krim. /adis ke!il itu melonjak lonjak gembira. +i kotanya, tidak ada es krim seperti di M. Kalau pun ada, harganya jarang terjangkau uang sakunya. +i kota M ini, es krim nya leCat dan lembut. Porsinya pun besar. Susi memilih rasa !oklat dan pisang. Kino memesan minuman ringan, lalu mulai memba!a surat $lma. Tidak seperti biasanya, surat $lma kali ini !ukup pendek )walaupun masih lebih dari dua halaman*. +ibuka dengan kata kata penuh kerinduan )yang sebagiannya sudah dihapal Kino,*, surat itu men!eritakan ren!ana $lma pergi ke ibukota untuk ikut seleksi masuk perguruan tinggi. :rangtua $lma sangat mengharapkan gadis itu masuk ke jurusan kedokteran dan mendesaknya agar segera pergi ke ibukota agar persiapannya lebih matang. Menjelang akhir dari suratnya, !ukup jelas terba!a betapa $lma gundah membayangkan perpisahan dengan Kino. "agaimana kita bisa bertemu lagi sebelum aku ke ibukota- "egitu $lma bertanya berkali kali. $pakah Kino akan pulang dalam waktu dekat ini- Kapan-

"isakah Kino memberi kabar se!epatnya, barangkali dengan telepon interlokal- )dan itu berarti harus pergi ke kantor telepon*. Kino menghela na7as panjang. Susi melirik sambil terus menyantap es krimnya. /adis ke!il ini tahu, abangnya sedang risau. 'a juga tahu, abangnya tidak ingin diganggu. Ketika akhirnya Kino mengajak Susi kembali ke rumah Paman Tingga, gadis ke!il ini mengurangi !elotehnya. Tetapi tangannya menggandeng tangan Kino lebih erat. 'a merasa, abangnya memerlukan bantuan walaupun !uma dari anak ke!il. Tetapi, tentu saja Susi tak pernah tahu, bantuan seperti apakah yang dibutuhkan Kino saat itu. 4uma naluri persaudaraannya saja yang bi!ara, sementara akalnya belum lagi bisa sampai ke persoalan persoalan remaja yang amat pelik itu. 333333 Sebelum kembali ke kotanya, kedua orang tua Kino sepakat dengan Paman Tingga untuk mengirim pemuda itu langsung ke kota ", tempat institut teknologi yang di!ita !itakan. Mereka setuju, kalau Kino bisa tiba di " jauh jauh hari sebelum masa ujian seleksi, tentu akan lebih baik bagi persiapan mental. &"olehkah saya pulang dulu, berkesempatan berbi!ara berdua. $yah-& tanya Kino ketika

$yahnya tersenyum. 0elaki setengah baya ini tahu, kenapa anaknya ingin pulang dahulu. 'a sudah mendengar dari Susi dan dari istrinya, ada seorang gadis yang menjadi pa!ar Kino. 'a sendiri tak keberatan, karena ia mengenal keluarga gadis itu. &"oleh. Tetapi selesaikan dahulu kursusmu. Masih dua minggu lagi. bukan-& kata $yahnda. Kino berpikir !epat. Kalau ia harus pulang dua minggu lagi, mungkin $lma sudah pergi ke ibukota. Maka segera ia berujar, &"olehkah pulang Sabtu depan-& &Kenapa harus Sabtu depan-& tanya $yah. &$ku...,& Kino menelan ludah, &$ku ingin bertemu $lma sebelum ke "..& &$yah tahu,& u!ap $yah tertawa ke!il, &Tetapi, kenapa harus Sabtu depan-& &$lma akan pergi ke ibukota...., aku ingin bertemu sebelum ia pergi,& kata Kino sambil berdoa dalam hati agar ayahnya tidak bertanya lebih lanjut.

&:oo... begitu,& u!ap $yah sambil mengangguk angguk. &#adi- "olehkah aku pulang Sabtu depan-& sergah Kino, tidak sabar melihat ayahnya !uma mengangguk angguk. $yah tertawa ke!il lagi, lalu menepuk kepala Kino dengan sayang sambil berkata, &Tanyakan ke ibumu. Kalau dia setuju, ayah juga setuju.& Kino bersorak dalam hati. Mana mungkin ibu tidak setuju, Wanita bermata lembut itu tidak akan pernah menolak permintaan Kino untuk pulang, 333333 Sabtu pagi itu langit !erah, tetapi angin bertiup agak ken!ang dan basah menjanjikan hujan. Pohon pohon bagai para penari, meliuk liuk. Seakan mereka sedang menyiapkan tarian penyambutan bagi sang hujan. Kino tiba di kota kelahirannya pukul delapan pagi, saat pasar sayur masih sibuk menerima pasokan barang dagangan. "eberapa truk pengangkut sayur mayur masih parkir di halaman pasar, di seberang terminal antar kota tempat Kino turun. "uruh buruh masih sibuk menurunkan karung dan keranjang besar yang tampak sangat berat itu. "au sayur dan buah segar ber!ampur sampah basah memenuhi udara. Kino bergegas turun dari bis yang ditumpanginya. Kepalanya penuh ren!ana, yang semuanya berpusat pada perjumpaan dengan $lma. 'a akan segera menuju rumah gadis itu setelah menemui kedua orangtuanya. 'a sudah menelpon $lma dari kantor telepon di kota M, mengabarkan kedatangannya hari ini. $lma terdengar gugup di telepon. $h, tak sabar rasanya Kino ingin bertemu gadis itu, 4epat !epat ia melangkah keluar dari terminal, setengah berlari, membelok menuju pusat kota. Tetapi baru saja Kino membelok, ia tersentak. 0angkahnya terhenti. +i depannya, $lma berdiri dengan rambut berkibaran. Sebuah tas ke!il tergantung ringan di bahunya. Kedua tangan bersidekap memeluk dadanya. &$lma, Sedang apa kau di sini-& &Menunggu kamu,& sahut gadis itu. Mukanya !erah, senyumnya lebar, sebagian rambut menutupi muka. +engan kedua tangan, Kino memegang bahu gadis itu. Men!engkramnya agak keras, membuat $lma meringis. Kino tidak berani memeluknya di tengah keramaian terminal, walaupun ia ingin sekali. Sangat ingin,

&6ari masih pagi sekali, $pakah kamu di sini sejak 7ajar-& tanya Kino sambil menyingkirkan sedikit rambut dari kening $lma. /adis itu tertawa ke!il sambil menggeleng, tentu saja ia di sini sejak tadi. Tetapi tidak sejak 7ajar yang sudah berlalu G jam silam, &6ayo, kita pulang dulu. $ku perlu menaruh tas dan bertemu orangtuaku. Kau juga bisa ikut,& seru Kino sambil merengkuh tangan $lma dan menariknya pergi meninggalkan terminal. $lma membiarkan dirinya ditarik, tetapi ia lalu berkata, &Kenapa harus langsung ke rumah-& 0angkah Kino terhenti lagi. 'a memutar tubuh, menghadap $lma. &$pa maksudmu-& tanyanya. $lma melirik ke arah tas Kino, beru!ap, &Tas mu tidak terlalu besar. Kenapa harus ditaruh di rumah-& Kino memandang tangan yang memegang tas. &5a, memang tidak besar...&, u!apannya tak selesai. 'a merasa $lma hendak mengatakan sesuatu. &$ku harus berangkat sore ini,& u!ap $lma pelan. &6ah- "erangkat kemana-& sergah Kino, sungguh kaget karena gadis itu tak pernah bi!ara tentang hari keberangkatan. Mengapa begitu tiba tiba$lma tersenyum melihat kekasihnya terperanjat dengan wajah bagai orang bego. Tetapi senyum itu sungguhlah sendu, karena kedua matanya agak basah, menerawangkan sinar kesedihan. Kino tiba tiba sadar, $lma akan berangkat dengan bis malam ke kota S, lalu dari sana akan naik kereta api ke ibukota. Tentu saja, bis malam itu akan berangkat pukul 2 dari terminal ini, &Kalau begitu, kita !uma punya waktu setengah hari ini untuk berjumpa....,& bisik Kino, nyaris tak terdengar ditelan hiruk pikuk pasar di seberang. $lma mengangguk, masih memandang lekat kekasihnya dengan matanya yang lembut sendu. 'a sungguh ingin memeluk pemuda itu, membenamkan muka ke dadanya yang bidang. Menangis di sana sepuasnya. &Kau bilang apa kepada orangtuamu pagi ini-& tanya Kino. 'a kini punya ren!ana baru. &$ku bilang ingin pergi berjalan jalan dengan kamu, dan semua pakaian sudah kumasukkan ke tas. Tinggal berangkat saja, nanti

sore. Mereka pun sudah tahu aku ke terminal menunggumu,& jawab $lma. &Kalau begitu, ayolah berjalan jalan,& u!ap Kino !epat. 'a tidak ingin pulang dan menghabiskan waktu. Semua ren!ananya harus segera diganti. &Kemana-& tanya $lma, walaupun ia tak peduli ke mana. Ke bulan pun ia akan ikut. Kino menyebut sebuah kota tempat peristirahatan, tak begitu jauh ke arah selatan. +irengkuhnya tangan $lma, berbelok kembali ke terminal. Mereka harus naik mini bus ke kota itu. "eriringan mereka masuk ke terminal, lalu naik mini bus yang masih menunggu penumpang. Kursi di depan, di sebelah supir, masih kosong. +i situ mereka duduk berdampingan dengan kedua tangan saling menggenggam. Ketika bus akhirnya berjalan, $lma men!eritakan alasan kenapa ia harus segera berangkat sore ini. $yahnya tiba tiba harus bertugas ke S, sehingga ia memutuskan untuk mengajak serta $lma, sekalian mengantarnya ke ibukota setelah urusan di S selesai. 333333 Kota peristirahatan itu terletak dekat pun!ak sebuah gunung, terkenal karena pemandangannya yang indah dan pemandian air panasnya yang mengandung belerang. Konon bagus untuk menyembuhkan sakit kulit. Ke kota ini banyak berkunjung turis domestik maupun internasional. Sebuah taman alamiah terdapat di sana, dilengkapi air terjun !ukup tinggi dan sebuah danau bening yang !ukup luas. Kino dan $lma pernah mendaki gunung ini, maka setelah menitipkan tas di tempat penitipan barang dan membekali diri dengan sedikit makanan minuman, mereka menuju pun!ak yang bisa di!apai kurang dari setengah jam berjalan kaki. %ntunglah keduanya memakai sepatu olahraga dan membawa jaket hangat yang waterproo). Pun!ak gunung sangat sepi ketika mereka tiba. Matahari belum lagi tinggi, udara masih sangat dingin. Mereka duduk di dekat sebuah batu besar dan langsung ber!umbu. Keduanya telah dilanda kerinduan sejak pertemuan di terminal. $lma sudah tak sabar ingin dipeluk dilumat diremas. Sebuah gelegak yang amat kuat telah terhimpun di tubuh kedua remaja ini, sama seperti gelora kawah gunung yang masih akti7 di hadapan mereka.

Per!umbuan kali agak berbeda. 4iuman pagutan terasa bagai sebuah !ampuran antara kerinduan birahi dan kesenduan perpisahan. $lma terpejam, merasakan air hangat hampir tumpah dari kelopak matanya, sementara bibirnya sibuk mengulum bibir Kino, bagai tak ingin melepaskannya. Kino pun merasakan getar yang berlainan, tidak melulu birahi melainkan juga kehangatan kasih. #auh di dalam lubuk hati keduanya juga timbul sebentuk kekhawatiran terhadap perpisahan yang kini telah di ambang mata. Kedua tangan Kino memang meremas gemas payudara $lma yang langsung mengeras itu. Tetapi kini tidak hanya kenikmatan yang datang dari remasan itu, melainkan juga ke!emasan akan masa panjang yang memisahkan mereka. Mereka berdua akan segera kehilangan kontak badan yang selama ini menjadi bumbu bagi jalinan batin dan !inta. $pakah ketiadaan kontak itu akan melunturkan kasih- $pakah birahi 7isik demikian mereka perlukan untuk melanjutkan per!intaan- Sungguh pertanyaan yang sulit, $lma, seperti biasa, menikmati duduk dipangkuan Kino, membiarkan kedua payudaranya dipermainkan. Rasa nikmat, seperti biasa, telah menjalar keseluruh tubuhnya, membuatnya mengerang. Tetapi, tidak itu saja yang ia rasakan. 'a juga merasakan betapa tangan tangan kekasihnya meman!arkan getar yang berbeda. $da kegetiran di setiap remasannya, sema!am pernyataan tak rela. Seakan Kino tak ingin melepaskan tangan dari tubuhnya. $pakah pemuda ini akan melupakannya, jika ia tidak lagi bisa meremas remas dadaku- pikir $lma di tengah gelimang nikmat yang memenuhi benaknya. $pakah aku akan kehilangan tangan tangan yang bergelora itu, dan lalu akan melupakannya"ibir Kino menjalari leher kekasihnya. 6arum khas $lma memenuhi rongga hidung Kino. $h, senang sekali menghirup aroma tubuh gadis yang segar itu, "etapa Kino akan kehilangan keharuman kesedapan wangi $lma yang alamiah. "etapa ia akan merindukan harum lembut pengikat jiwa itu. "agaimana kah nanti rasanya, tidak bisa lagi men!ium leher jenjang yang halus ini- tanya Kino dalam hati. Rasa kehilangan seperti apakah yang akan dialaminya"egitu banyak pertanyaan pertanyaan yang memenuhi kedua kepala dan hati remaja itu, sehingga perlahan per!umbuan mereka menghambar. Perlahan lahan birahi mereka padam, seperti perapian yang kehabisan bahan bakar. $lma bahkan perlahan lahan tersedu, membiarkan air mata tumpah menerobos lentik bulu matanya yang berkerejap. Kino melepaskan remasannya, dan kini memeluk tubuh $lma erat erat, mendekapkan kepala gadis itu ke dadanya. Suara tangis $lma menyelinap ke luar dari dekapan Kino, mengusik keheningan pun!ak gunung. Tangan pemuda itu mengusap

mengelus rambutnya yang hitam. Sesekali Kino menge!up pula rambut yang harum itu, men!oba menghibur kekasihnya. 0ama mereka berpelukan, $lma masih di pangkuan Kino, sesenggukan menumpahkan semua kesedihannya. +ada Kino kini mulai basah oleh airmata $lma, terasa hangat dan menyakitkan. Pada saat saat seperti ini, Kino menyesal mengapa harus men!intai seseorang yang toh juga akan pergi jauh. Mengapa selalu ada saat di mana engkau harus meninggalkan atau ditinggalkan oleh seseorang yang kau sukai333333 Tak lama kemudian mereka turun dari pun!ak gunung, lalu duduk duduk saja di taman dekat air terjun. Ketika siang tiba, mereka makan di sebuah warung murah meriah. 0alu, tepat pukul 1 siang mereka kembali ke kota. +alam perjalanan, mereka lebih banyak diam, masing masing terbenam dalam kerisauan dan kepasrahan. Risau karena banyak sekali pertanyaan yang belum mereka jawab. Pasrah karena mereka tak punya pilihan lain, selain harus berpisah. +an ketika akhirnya Kino mengantar $lma ke terminal sore itu, seluruh hari terasa kelabu belaka. Tubuhnya terasa letih. Kepalanya terasa pening. 'a juga merasa sangat kesepian, walaupun bus malam belum lagi berangkat dan $lma masih berdiri di sampingnya di pelataran terminal. :rang orang ramai ber!akap, tetapi bagi kedua remaja ini, dunia terasa sungguh sunyi. Kedua orangtua $lma men!oba menghibur, mengajak Kino berdiskusi tentang masa depan, men!oba meyakinkan pemuda itu bahwa kesedihan perpisahan tidaklah seberapa dibandingkan ke!erahan masa depan. +engan sopan, Kino menyetujui semua wejangan orangtua $lma. 'a tidak punya pilihan lain, bukan0alu bis malam itu berangkat. $lma duduk di dekat jendela, melambaikan tangan dan tersenyum kepada Kino yang terpaku di pelataran. Selamat tinggal, bisik pemuda itu di dalam hati. +ibalasnya lambaian tangan gadis itu. +ibalasnya pula senyum sendu itu. Selamat tinggal kekasih. Mari kita tutup babak berikutnya dari kehidupan yang masih terasa panjang ini. Mari terus berharap akan ada babak babak selanjutnya. Selamat tinggal, $lma.

Se!rang Bidadari dan Sebuah Mimpi


Seorang gadis ke!il berambut ikal dengan pita merah dan gelang gemerin!ing berlari larian di taman mengejar seekor ku!ing. +i tangan gadis ke!il itu ada sepotong biskuit. Mulut ke!ilnya ramai berteriak teriak memanggil sang ku!ing. Pastilah ia bermaksud baik, memberi makanan yang ia anggap enak. Tetapi pastilah pula sang ku!ing berpikiran lain, karena binatang lin!ah itu sangat !epat memutuskan untuk naik ke atas pohon. Si gadis ke!il bertolak pinggang di bawah pohon dengan gayanya yang lu!u. Memanggil manggil sang ku!ing yang mengawasinya dari atas dengan pandangan !uriga. 0alu, gadis ke!il itu tampak semakin sewot, dan akhirnya melemparkan biskuit ke arah sang ku!ing. 0emparannya luput karena terlalu lemah. "iskuit malah kembali ke bawah dan jatuh di atas kepala pelemparnya. /adis itu menjerit berang. Ku!ing terkejut dan lompat lebih tinggi lagi. Kino tersenyum memandang semua kejadian itu. 'a sedang duduk di taman di seberang kampus, menikmati roti yang menjadi bekal untuk makan siangnya. /adis ke!il di tengah taman itu mengingatkannya pada Susi, adiknya yang telah lama sekali ia tinggalkan. "erapa tinggikah sekarang ia- pikir Kino sambil mengunyah perlahan. $da rasa sendu menyergap setiap kali ia mengenang adiknya. Pastilah Susi kehilangan kakak yang selalu bersedia membon!enginya berjalan jalan ke pantai, atau membantu mengumpulkan biji kenari di hutan dekat danau, atau mengantarnya ke tempat latihan menari. Kino bangkit, mendekati pohon tempat si ku!ing bersembunyi. +iulurkannya sepotong roti yang berisi telur dadar. Nah, ... rupanya si ku!ing lebih tertarik pada roti dan telur katimbang biskuit manis. "inatang itu !epat sekali turun, se!epatnya naik,.. dan tiba tiba saja sudah men!aplok roti dari tangan Kino, lalu turun ke tanah untuk menikmatinya. Si gadis ke!il memandang ke Kino sambil mengernyitkan dahinya. Tampangnya lu!u sekaligus manis. Kino membalas senyumnya. Si gadis membuka mulutnya, tetapi lalu menutupnya kembali. Kino menegur dengan bersahabat,

&6alo ... apakah itu ku!ingmu-& /adis itu mengangguk angguk. Rambutnya bergerak gerak ramai. Pita merahnya berterbangan di tiup angin yang agak ken!ang siang ini. &Kenapa dia lari-& tanya Kino sambil berjongkok dekat si ku!ing yang kini asyik melahap makanannya. /adis itu ikut jongkok dan berkata dengan gayanya yang !adel, &4i pus nakal, :om ... ngga !uka mamam& &:h, mungkin dia tidak suka biskuit,& u!ap Kino. &Tapi ... tapi,& gadis itu ber!eloteh, &Tapi .. 0ia !uka !ekali biskuit ... manisssss !ekali.& Kino tersenyum. Pantas gigimu habis, pikirnya dalam hati melihat gadis itu ompong. Pasti terlalu banyak makan makanan bergula. &Siapa nama ku!ingmu-& tanya Kino. &%nyil,& jawab Ria, gadis ke!il itu, dengan !epat dan keras. Senang sekali rupanya ia dengan nama itu. Tiba tiba terdengar dehem seorang wanita di belakang Kino. 4epat !epat Kino memutar tubuhnya, lalu bangkit. $h, +i depannya berdiri seorang bidadari. "etul betul seorang bidadari, dengan rok terusan panjang berwarna putih bersih tanpa pola. +engan rambut sebahu tergerai lepas, dan sepasang anting mutiara yang juga menegaskan dominasi warna putih. +i lehernya yang jenjang ada seuntai kalung perak dengan bandulan burung dara ke!il berwarna putih. "ahkan sepatu sandalnya juga berwarna putih, terbuat dari kain jeans. Tas ke!il yang tersampir di bahunya juga putih, terayun ayun perlahan. Kino terpana sejenak. "idadari itu tersenyum. /iginya juga putih sekali, &Maa7. $pakah Ria telah berbuat nakal-& u!ap bidadari itu. &:h, tidak. Tidak,& jawab Kino gelagapan. Kaget juga ia mengetahui bahwa bidadari itu bisa berbahasa 'ndonesia. Sejak kapan ada kursus bahasa 'ndonesia di surga&+ari tadi ia mengejar ngejar ku!ing itu,& u!ap bidadari itu lagi. &:h, begitu ... & u!ap Kino, tak tahu harus berkata apa lagi.

'a sungguh sungguh masih menyangka berhadapan dengan bidadari. Tidak saja wanita di hadapannya ini serba putih, tetapi juga serba menarik dan !emerlang. Matanya yang dihiasi bulu panjang lentik seringkali tampak berkerejap ber!ahaya. "ibirnya yang tersenyum seringkali seperti menyemburatkan sinar terang. &Mama ... mama..., :om ini baik !ekali, Mama,& teriak Ria masih berjongkok dekat si ku!ing. $h, Kino bergumam dalam hati. "idadari itu punya anak yang menyukai ku!ing, &6ayo, kita pulang Ria. Kamu sudah hampir dua jam main di sini. Nanti nenek dan kakek men!ari !ari,& u!ap sang bidadari sambil mendekati Ria. Kino melangkah mundur perlahan. Menjauhi kedua mahluk yang mempesonanya itu. 'a melihat si gadis ke!il meronta, memprotes keputusan ibunya untuk pulang. 0alu ibunya sang bidadari itu mengu!apkan sesuatu yang tak jelas. 0alu, si gadis ke!il bangkit sambil tetap menggerutu. Si ku!ing, yang ternyata bukan ku!ingnya, masih asyik mengunyah roti yang diberikan Kino. $khirnya, mereka bergandengan tangan menjauhi taman. Kino masih berdiri menatap mereka. Menjelang keluar dari gerbang taman, tiba tiba si bidadari menengok ke arah Kino lalu melambaikan tangan. +engan kikuk, Kino membalas lambaian itu. Samar samar ia melihat si bidadari tersenyum dan rasanya langit tambah terang. Kino menggeleng gelengkan kepalanya, heran sendiri, mengapa ada wanita bisa seperti bidadari begitu. 33333 Perlu kiranya diketahui, Kino kini telah memasuki semester keempat di sebuah institut teknologi di kota " yang sejuk. "egitu !epat waktu berlalu sejak ia meninggalkan kota kelahirannya yang ke!il dan jauh sekali dari ". 6ari dan minggu dan bulan berjalan !epat, berlarian, seperti kereta api ekspres yang membawanya ke mari satu setengah tahun yang lalu. Kesibukan kuliah membuat segalanya bertambah !epat saja berlalu. Rasanya, baru kemarin ia mengu!ap selamat tinggal kepada $lma yang kini ada di ibukota. $lma, yang kini semakin jarang ia dengar kabarnya, karena konon gadis itu sibuk sekali dengan kuliah kuliahnya di kedokteran. Sepanjang hampir dua tahun telah banyak sekali yang terjadi pada Kino. 'a berubah dari seorang pemuda kota ke!il menjadi seorang mahasiswa kota besar. 'a melanjutkan hobinya berenang dan mendaki gunung dengan bergabung ke klub di kampusnya. Sama

halnya ketika ia masih di kota kelahirannya, Kino juga !epat populer di kalangan teman teman sekampus. 'a dikenal ramah, !ekatan, dan pintar berorganisasi. Wajahnya termasuk !akep, walau kalah ganteng oleh Ridwan, teman sekelasnya, menambah popularitas Kino di kalangan gadis gadis. $ntara Kino dan Ridwan ter!ipta hubungan anehA keduanya merasa saling bersaing, tetapi keduanya juga saling bersahabat. Tak jarang Kino bertandang ke rumahnya yang besar di pinggiran kota dan menginap di sana. $yah Ridwan seorang berpangkat tinggi di militer, dan ibunya punya usaha perhotelan. Selain Ridwan, Kino juga punya seorang teman dekat bernama Rima, seorang gadis dari ibukota yang tidak pernah memakai rok. Seorang yang agak tomboy, yang sebetulnya berwajah manis kalau saja ia rajin menyisir rambutnya. Rima menyukai Kino, bahkan mungkin juga sangat menyukainya dalam arti Rima ingin Kino menjadi pa!arnya. !omboy bukan berarti anti pria, bukanTetapi Kino menganggap Rima biasa biasa saja. 'a suka berteman dengan Rima, tetapi tak punya maksud apa apa selain itu. 'a senang bepergian dengan Rima, naik gunung atau hiking menyusuri sungai sungai besar di sekitar kota ". /adis itu pintar main gitar, dan Kino suka sekali kalau ia menyanyikan lagu lagu tua dari #oan "aeC. Tetapi, selain dari itu, Rima adalah teman semata. Maka, Rima pun ke!ewa berat, walau tetap saja mereka sering mendaki gunung bersama dan berhubungan sangat akrab. 0alu ada seorang gadis lain, bukan teman sekampus, melainkan tetangga di sebelah tempat kost Kino. Namanya 'ndi, dan !entilnya melebihi gadis manapun yang pernah dikenal Kino. #elas sekali, 'ndi juga menyukai Kino karena gadis itu selalu punya alasan untuk mampir ke tempat kost Kino. .ntah meminjam penggaris, atau jangka. .ntah meminta sebotol air es, atau meminjam selang untuk menyemprot halaman. .ntah mengantarkan kue untuk tuan rumah, atau menumpang !u!i kaki. Pokoknya, hampir setiap hari Kino bertemu 'ndi. 'ndi juga merupakan gadis yang menurut ukuran Kino sangat bebas. Memang, Kino punya !ukup banyak &pengalaman& dengan wanita, tetapi semuanya dalam konteks kota ke!il. Mba Rien dan $lma adalah wanita wanita &biasa& dalam perjalanan hidup Kino. Pengalaman Kino dengan mereka terasa begitu alamiah dan sederhana. Sedangkan 'ndi kelihatan lebih &!anggih&, lebih lepas terbuka dalam hal sensualitas, dan lebih penuh gaya. 'ndi memakai rok mini yang kadang kadang tersingkap menampakkan !elana dalamnya. 'ndi memakai eye shadow berwarna ungu yang kadang kadang membuat Kino terkejut jika berjumpa di malam hari. 'ndi juga sering

tidak berbeha, dengan t shirt menyembunyikan kedua putingnya.

tipis

yang

tidak

mampu

Pernah 'ndi masuk ke kamar Kino tanpa diundang, lalu pura pura bertanya tentang soal matematika )gadis itu masih duduk di kelas > SM$*. Kino pun tak !uriga, menjawab semua pertanyaannya yang sebetulnya amat sangat mudah itu. 'ndi berdiri di sebelah meja belajar Kino, membungkuk dan menopang dagunya dengan tangan. Kedua sikunya diletakkan di meja. /ayanya, seperti biasa, selalu manja dan !entil. Kino menjelaskan semua jawabannya, dan tampaknya 'ndi memperhatikannya. Tetapi, ketika Kino mengangkat muka, ia menemukan kedua pasang mata 'ndi tidak melihat ke buku, melainkan menatap wajahnya. Selain itu, gadis itu memakai kaos berleher rendah, dan tidak memakai beha. Posisinya yang membungkuk menyebabkan seluruh payudaranya yang indah itu terpampang di depan mata Kino. Sejenak Kino menelan ludah, tetapi lalu ia berhasil menguasai diri. Sambil tersenyum, Kino menutup buku matematika 'ndi, dan beru!ap, &Kamu mau belajar atau menantang berkelahi-& &"erkelahi,& jawab 'ndi !epat !epat. : o.., gumam Kino dalam hati, gadis ini nakal sekali. &"aiklah. Mari di luar berkelahi. $ku pakai satu tangan saja, lah,& jawab Kino sambil bangkit. 'ndi menggerutu tak jelas, lalu menarik tangan Kino, men!egahnya keluar. &+i sini saja. 'ndi mau berkelahi di kamar Kak Kino saja,& sergahnya. Kino menghindari tangan 'ndi dan tetap melangkah keluar. 'ndi meraih baju Kino, men!oba menahannya, tetapi ia malah ikut terseret keluar. Terpaksalah 'ndi mengurangi ke!entilannya di luar. 'a juga masih punya rasa sungkan kepada tuan rumah. 'bu kost Kino adalah seorang bekas guru S+ yang galak. 'ndi takut kepadanya. Maka ketika mereka sudah berada di luar, 'ndi tak bisa leluasa lagi. 'a pun lalu pamit pulang sambil tak lupa men!ibirkan bibirnya yang ranum itu ke arah Kino. 'tu bukan kali pertama 'ndi &menjebak& Kino. "erkali kali 'ndi berusaha meman!ing Kino untuk berbuat sesuatu kepadanya. "erkali kali pula Kino berhasil menghindar. 6anya satu kali ia nyaris tak berdaya... 33333

Waktu itu, hari Minggu siang, Kino mampir ke sebelah karena ia perlu meminta kembali selang yang dipinjam 'ndi kemarin. 'bu kost meminta tolong kepada Kino untuk membantunya membersihkan kamar mandi, dan Kino memang selalu bersedia membantu ibu tua yang sudah seperti ibunya sendiri itu. +engan hanya ber!elana pendek, Kino masuk ke rumah sebelah dan memanggil 'ndi. Tak ada jawaban. Rumah 'ndi tampak sepi sekali, tetapi pintu belakang terbuka lebar. Maka, karena sudah terbiasa dan sudah mengenal keluarga 'ndi, Kino pun melakang masuk. Tetap memanggil manggil 'ndi. $khirnya terdengar 'ndi berteriak menjawab, tetapi orangnya tidak kelihatan, &+i sini, Kak Kino. Perlu apa, sih-& &Selang yang kamu pinjam kemarin di mana 'n-& sahut Kino sambil men!ari !ari di sekitar dapur. &+i sini,& teriak 'ndi dari arah dalam. &+i mana kamu-& &+i sini. +i dalam,& sahut 'ndi lagi. Memang suaranya terdengar dari dalam rumah. Maka Kino pun melenggang masuk lebih ke dalam. &+i sini Kak. +i kamar mandi,& teriak 'ndi. :h, pikir Kino, pasti gadis itu sedang men!u!i atau membersihkan kamar mandi juga. 'a pun melangkah ke arah suara 'ndi. Pintu kamar mandi tampak agak tertutup, tetapi tidak terkun!i sama sekali. +engan santai Kino mendorong pintu itu dan melangkah masuk. +an ... &6ey,& Kino berteriak kaget. 'ndi memang ada di dalam kamar mandi, tapi tidak sedang men!u!i atau membersihkan kamar mandi. 'a berdiri di tengah kamar mandi dengan tubuh nyaris bugil. /adis itu memakai handuk di sekeliling pinggulnya, tetapi !uma itulah pembalut tubuhnya. "adannya masih agak basah, dan kedua payudaranya yang sedang tumbuh pesat itu tampak segar menantang. Kedua putingnya yang !oklat kemerahan tampak sangat sensual di pun!ak bukit bukit kenyal yang membulat sempurna. Rambutnya juga masih basah kuyup, mungkin habis keramas. 'a berdiri di dekat bak mandi. +i tangannya ada selang yang di!ari !ari Kino. "ibirnya tersenyum .... Senyumnya nakal, &$pa apaan kamu 'ndi,& seru Kino sambil menatap tubuh gadis itu dari atas ke bawah. Sesungguhnyalah tubuh itu indah sekali di mata Kino yang biar bagaimana pun adalah seorang pria normal. Tetapi ia

sama sekali tidak tertarik, karena perbuatan 'ndi ini menurutnya tidak normal. &Katanya Kak Kino men!ari selang,& sahut 'ndi sambil menyodorkan selang yang bergulung gulung tidak karuan. "ibirnya yang basah masih tersenyum nakal. &5a. Tapi kenapa tidak pakai baju dulu,& sergah Kino sambil menerima selang. Sukar sekali bagi Kino untuk melepaskan tatapannya dari tubuh 'ndi yang tampak segar basah. $palagi harum sabun mandi juga datang dari tubuh itu, &$ku baru selesai mandi waktu Kak Kino teriak teriak di belakang. "elum sempat handukan,& ujar 'ndi sengit, membela diri mati matian. "ukan 'ndi namanya kalau tidak membantah. &5a, sudah,& sergah Kino tak kalah sengit, &0epaskan selang itu.& &Kenapa, sih, Kak Kino marah marah-& u!ap 'ndi sambil menghentakkan tangan melepas selang yang digenggamnya, tiba tiba suaranya berubah seperti mau menangis. &Kalau orang tuamu tahu, apa kata mereka melihat aku masuk seperti ini-& u!ap Kino masih sengit, sambil mulai melangkah mundur untuk keluar. &:rang tuaku tidak di rumah. Memang kenapa kalau Kak Kino masuk-& kata 'ndi, kali ini jelas nampak matanya mulai basah oleh airmata. &$ku ...,& Kino menghentikan kalimatnya. +itatapnya gadis setengah bugil di hadapannya. 6atinya langsung luluh melihat 'ndi mulai menangis. Kino selalu lemah jika berhadapan dengan airmata wanita. &Kak Kino jahat,& sergah 'ndi lalu menutup mukanya dengan kedua tangan dan mulai sesenggukan. &"ukan begitu, 'n ...,& u!ap Kino lemah. Tak sadar, ia melangkah masuk kembali ke kamar mandi, meletakkan selang di lantai dan memegang kedua pundak gadis itu. +ingin sekali badannya, pikir Kino. Tiba tiba 'ndi menubruk Kino, memeluk pria muda itu, dan menangis di dadanya. Kino limbung sejenak, bingung menerima serbuan yang sangat mendadak itu. $palagi dirasakannya kedua payudara 'ndi

menempel langsung ke dadanya yang juga telanjang. Segera badan Kino ikut basah.... dan sebuah serbuan birahi tiba tiba mun!ul. "etapa tidak, Tubuh gadis itu erat sekali memeluk tubuh Kino. 0agipula, 'ndi sesenggukan menahan tangis, sehingga gerakan badannya menyebabkan kedua payudaranya bergesek gesek dengan dada Kino. %ntung Kino !epat sadar. +engan sekuat tenaga, didorongnya tubuh 'ndi menjauh. 0alu dengan agak keras ia beru!ap, &Stop, 'ndi. $ku tidak mau main ke sini lagi, atau berteman denganmu, kalau kamu tidak berhenti menangis,& Nah, berhasil. Mendengar u!apan yang bernada an!aman itu, 'ndi akhirnya menahan tangisnya. Menunduk, gadis itu mundur dan mendekapkan kedua tangan di dadanya, menutupi bagian tubuhnya yang telanjang. Kino menghembus na7as lega kuat kuat, lalu mengambil lagi selang yang tadi diletakkan di lantai. 4epat !epat ia membalikkan badan, sambil berkata, &$ku pulang dulu. Kalau masih perlu selang, kamu bisa pinjam lagi.& &:ke .. ,& terdengar 'ndi menyahut pelan. +iam diam Kino tersenyum mendengar jawaban itu, sambil terus melangkah keluar. /adis itu memang nakal sekali, sergahnya dalam hati. 333333 "egitulah antara lain kisah hidup Kino di rantau. Masih banyak yang menarik yang bisa di!eritakan, mungkin tak !ukup 1999 halaman buku untuk menuliskannya. Pada umumnya, kisah hidup pemuda ini menyenangkan walau seringkali pula diganggu kerinduan pada kampung halaman. Semenjak tiba di kota " satu setengah tahun yang lalu, ia belum pernah pulang ke kota kelahirannya. "elum pernah berjumpa ayah, ibu, dan adiknya. #uga tak lagi pernah berjumpa sahabat sahabat lamanya. Tidak pula pernah menatap lagi mata $lma, atau mendengar lembut suara Mba Rien. Masa lalu Kino seperti sebuah lembaran yang sulit dibuka kembali. Seperti buku yang membatu. Kadang kadang, Kino sedih sekali mengenang semua itu. Tetapi, karena kesibukan kuliahnya, kesedihan itu !epat terhapus. Sehingga akhirnya Kino kini bisa menerima kenyataan bahwa kehidupan adalah sebuah perjalanan yang selalu maju, tak pernah bisa mundur kembali. Satu hal yang sempat merisaukan Kino adalah keterikatan perasaannya kepada kedua wanita yang telah mematri kisah kasih di hatinyaA Mba Rien dan $lma. Sejak berpisah dengan mereka, Kino belum pernah terpikat oleh gadis lain. $pakah itu normal- $pakah

itu namanya kesetiaansesungguhnya-

$pakah

itu

namanya

!inta

yang

Tetapi apakah sebenarnya kesetiaan itu- $pakah sesungguhnya !inta itu- Kino selalu menyimpan pertanyaan pertanyaan berat itu di hatinya. +alam hal ini, tak ada teman diskusi untuk diajak berbin!ang. +alam hal ini, Kino pun bergulat sendiri, men!ari jawabnya sendiri. Sampai suatu hari ia bertemu bidadari itu. Malamnya, Kino tiba tiba terbangun dan merasakan keringat memenuhi tubuhnya, walau sebetulnya udara kota " sangat dingin untuk ukuran tropis. Kino terbangun oleh sebuah mimpi yang misterius. 'a bangkit dan duduk di ranjang, mengatur na7asnya yang agak menderu. Kino bertemu lagi dengan Ria si gadis ke!il dan sang bidadari yang adalah ibunya. Kino melihat gadis ke!il itu berlari larian di tengah lapangan yang sangat luas tak berbatas. "ukan hanya berlarian. /adis ke!il itu juga tampak seperti terbang melayang layang, diselimuti kabut putih tipis. 'bunya sang bidadari yang jelita itu ikut berlarian, melayang layang sambil menebarkan bunga bunga putih. 'ndah sekali pemandangan mereka berdua berlarian berterbangan seperti dua kupu kupu putih. Seperti menari balet di sebuah panggung yang dipenuhi dry ice. $da suara musik samar samar, mungkin dari harpa dan seruling bambu. "etul betul indah. Kino sangat menikmatinya. 0alu, entah dari mana, mun!ul seekor binatang aneh. "esar sekali binatang itu, menyerupai T reH )sejenis dinosaurus* di 7ilm #urassi! Park. Seram sekali binatang itu, dengan mulut yang terbuka lebar dan gigi gigi besar dan tajam. Kino terpana, melihat binatang itu mengejar Ria dan ibunya, yang juga terperanjat dan tampak berusaha lari menghindar. Tetapi binatang ganas itu jauh lebih !epat larinya, dan sebentar kemudian ia sudah dekat sekali dengan kedua anak beranak itu. Kino berteriak, tetapi suaranya ter!ekat di tenggorokan. 0alu dengan ngeri ia melihat binatang itu menangkap Ria dan ibunya dengan mulutnya. +arah mun!rat. Kino berteriak lagi keras keras. Suaranya ter!ekat lagi di tenggorokan. Kino berusaha sekuat tenaga untuk mendekat, untuk memukul binatang jahat itu agar melepaskan buruannya. Tetapi kakinya terpaku di tanah. Kino 7rustrasi, terasa ingin menangis. 0alu ia terbangun ... .ntah apa makna mimpi itu, Kino tak tahu. 0ama ia terpekur di ranjangnya. Malam masih jauh dari pagi. Suara jangkerik terdengar ramai di luar. Ketika jarum jam menunjukkan angka 1, barulah Kino bisa memejamkan mata kembali.

Bayang-bayang Sang Bidadari


Pagi belum lagi terik. Matahari masih bersembunyi di balik pu!uk pu!uk pohon. %dara masih segar. Kino sudah duduk di angkot reyot yang akan membawanya ke kampus. Mobil buatan #epang itu pasti berumur sekitar > tahun. 4atnya sudah dekil, suara mesinnya seperti kakek kakek yang sedang sakit T"4. Penumpangnya belum banyak@ hanya Kino dan seorang laki laki yang tampaknya pegawai kelurahan, lengkap dengan map map bututnya. Sang kondektur masih berteriak teriak mengundang penumpang. Suaranya lantang sekali sepagi ini. Kino menatap arlojinya. Mudah mudahan tidak terlambat, gumamnya dalam hati. 0ima menit kemudian, datang tiga penumpang lagi. 0alu menyusul dua orang anak S+ dengan tas di punggung mereka. $ngkot sudah hampir penuh, tetapi sang kondektur tetap berteriak, &Kosong, .. Kosong,&, sementara para penumpang mulai menggerutu. Kino melirik lagi arlojinya. $h, masih ada waktu. Tetapi, kalau angkot ini harus penuh dulu baru berjalan, tentu waktu akan habis juga akhirnya. Seorang ibu gemuk dengan tas belanja yang tak kalah gemuknya tergopoh gopoh mendekat. Sang kondektur yang !eking menyambutnya dengan penuh semangat, men!oba membantu memegangi tas si ibu, tetapi ia tampaknya terlalu kurus untuk tas itu. Si ibu berhasil naik dengan susah payah, selain karena berat tubuhnya, juga karena angkot hanya menyisakan satu ruang saja. 'tu pun untuk penumpang berbadan sedang. $kibatnya, penumpang yang lain terhimpit satu sama lain. Persis ikan asin yang ditumpuk dalam satu kotak kaleng rombeng. Sial..., keluh Kino dalam hati. $khirnya sang supir mun!ul, entah dari mana. $ngkot pun bersiap meninggalkan tempatnya. Sang kondektur sudah bergantungan di pintu keluar. Mobil tua itu terbatuk batuk lagi, lalu mulai bergerak seperti orang malas. /erakannya tersendat sendat, membuat para penumpang terhenyak henyak saling berbenturan. 0alu, kesialan Kino pagi ini memun!akA angkot itu mogok setelah berjalan tak lebih dari > meter, Penumpang berhamburan keluar. Kino men!oba membantu mendorong. 'bu gemuk belum lagi turun, sehingga angkot jadi terasa sangat berat. %ntung jalan agak menurun. Tetapi, walau

di!oba berkali kali, dan walau Kino sudah berpeluh, angkot itu tetap ngadat. $khirnya sang supir menyerah. $ngkot tidak jadi mengangkut penumpang, yang kini kembali bergerombol menunggu angkot berikutnya. Tetapi Kino memang sial. Tiga angkot berikutnya selalu penuh, dan hanya mampu menampung satu orang setiap kalinya. Kino terpaksa mengalah kepada dua anak S+ dan si ibu gemuk. Sementara waktu !epat berlalu, dan Kino kini tahu bahwa ia pasti akan terlambat untuk kuliah pertamanya. Padahal, itu kuliah paling penting di semester ini, dan dosennya paling galak. Kino menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal. 'a berdiri di pinggir jalan, berharap agar angkot yang berikutnya kosong. $da satu angkot tampak di kejauhan menuju ke arahnya. $ngkot itu berhenti dan menurunkan beberapa penumpang, sehingga Kino yakin ia akan bisa naik kali ini. 'a pun bersiap maju agak ke tengah jalan untuk men!egat angkot itu. Tiba tiba sebuah 6onda 4i=i! putih berhenti tepat di depannya. Kino menepi kembali, menyangka mobil itu akan parkir. Tetapi ternyata tidak, mobil itu tetap di depannya, dan ka!a jendela depan kirinya terbuka perlahan dengan suara mendesing. Kino mengernyitkan dahi, men!oba mengintip ke ruang dalam yang agak gelap. $pakah salah seorang temanku- u!ap Kino penuh harap. Kalau ya, tentu ia bisa menumpang ke kampus. &6alo :om,& sebuah kepala ke!il dengan rambut ikal dan pita merah menyembul. Tentu saja itu kepala si gadis ke!il yang mengejar ngejar ku!ing di taman. Ria, &6ai,& sahut Kino terkejut dan terheran, sekaligus kagum atas ingatan gadis ke!il yang baru dijumpainya satu kali beberapa minggu yang lalu. &Mau kuliah, ya,-& terdengar suara lain dari arah pengendara mobil. Kino maju mendekat dan membungkukkan tubuhnya untuk melihat lebih jelas. $staga, ..., yang bi!ara itu tadi adalah si bidadari, &.h.., ya... mau kuliah, ya... ya,& jawab Kino gelagapan. Sungguh kaget ia ditegur oleh sang bidadari yang pagi ini tidak memakai setelan serba putih, tetapi tetap dengan dua anting mutiaranya yang berbinar. 4antik sekali bidadari itu, "idadari itu lalu menyebut nama kampus Kino, dan katanya mereka akan menuju ke arah sana. &Mau ikut sampai kampus-& tanya bidadari itu ramah. +an Ria juga ikut mendesak &:om& nya berkali

kali sambil membuka pintu belakang. Kino menggaruk garuk kepalanya lagi. $h, bagaimana aku bisa menolak, pikirnya. $khirnya Kino menghenyakkan tubuhnya di jok belakang 6onda 4i=i! yang ruang interiornya menyebarkan harum semerbak itu. Mobil pun segera melaju dan Kino merasa seperti sedang naik kereta ken!ana yang ditarik kuda kuda terbang, &Kuliah di jurusan apa-& tanya si bidadari sambil melirik dari ka!a spion. &$rsitektur,& jawab Kino pendek. "idadari itu tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke depan. Kino bisa melihat dari ka!a spion, betapa manisnya senyum itu. "etapa !epatnya kesialan pagi ini berubah menjadi keberuntungan, &:om mau !ekolah juga ya,& !eloteh si ke!il Ria dengan !adelnya, sambil membalikkan tubuhnya menghadap Kino. &'ya,& jawab Kino, &Ria sekolah di mana-& &0ia !ekolah taman kanak kanak. Tapi...tapi.... tapi, 0ia ngga !uka !ekolah,& &0ho, kenapa-& u!ap Kino pura pura kaget, &$pakah di sekolah Ria tidak ada ku!ing-& /adis ke!il itu mengangguk angguk !epat. Rambutnya bertebaran menutup keningnya. Kino senang sekali melihat gadis ke!il ini. 4antik dan lu!u dan tampak !erdas. &Kenapa tidak minta kepada bu guru untuk membeli ku!ing-& &"u gulu ngga !uka ku!ing..., "u gulu !uka !ama donal bebek,& Kino tertawa mendengar jawaban Ria, dan si bidadari juga ikut tertawa ke!il. :h, merdu sekali tawa itu, pikir Kino, ....sebuah !ampuran yang pas antara tertawa manja dan tertawa geli. 0alu Ria ber!eloteh terus sepanjang perjalanan, dan Kino dengan senang hati menimpalinya. Si bidadari sendiri tidak begitu banyak berbi!ara, tetapi selalu tertawa dengan tawanya yang memikat itu. Sesekali Kino melirik ke ka!a spion, diam diam memandangi wajahnya yang menatap lurus ke depan mengawasi lalu lintas. Wajah itu manis sekaligus anggun, juga tampak bersinar riang. "arangkali ia memang bidadari, pikir Kino.

$khirnya, setelah sepuluh menit lebih sedikit, 6onda 4i=i! itu menepi di depan kampus Kino. 4epat !epat Kino mengu!apkan terimakasih, berkali kali sampai ia merasa malu sendiri. 0alu ia turun dan berdiri di tepi jalan menunggu mobil itu pergi. Ria menyembulkan kepalanya, berteriak, &+aah.... :om Ku!ing,& .. sialan, sejak kapan aku jadi ku!ing- Sergah Kino. +ilambaikannya tangan ke arah Ria. Sang bidadari juga mengeluarkan tangannya ke atas dan melambai. 0alu, mobil itu menghilang di tengah keramaian. Kino masih tertegun beberapa jenak. Sepanjang perjalanan tadi ia tak sempat bertukar nama dengan sang bidadari. Tololnya aku, Kino berseru dalam hati. Kenapa tadi tidak memperkenalkan diri- Mana mungkin wanita yang lebih dulu memperkenalkan diri- "ego sekali kamu, Kino. +asar orang desa, Kata kata hatinya bersusulan menyalahkan dirinya sendiri. Sambil melangkah gontai menuju gerbang kampus, Kino menggaruk garuk lagi kepalanya yang tidak gatal. Rambutnya yang agak gondrong itu kini sudah a!ak a!akan. +i gerbang kampus ia bertemu Rima yang rupanya juga baru tiba dan tadi melihat Kino turun dari 6onda 4i=i! yang ditumpanginya. /adis itu, seperti biasanya, tersenyum manis menyambutnya. Kino suka sekali senyuman itu, yang selalu bisa menambah !erah hari hari kuliahnya. Seringkali Kino heran sendiri, kenapa ia tidak bisa mema!ari gadis itu, padahal ia suka kepadanya. &$ku tidak tahu kamu punya mobil,& u!ap Rima sambil menggamit lengan Kino. &$ku memang tidak punya mobil. 'tu tadi tetanggaku, kebetulan lewat sini,& jawab Kino berbohong. Tetapi, mungkin juga ia berkata benar. Mungkin juga bidadari itu tetangganya. Sebenarnya, Kino betul betul berharap bahwa ia memang tetangganya, &4antik, ya,-& u!ap Rima. Kino mendeteksi nada lain di u!apan itu. &6mm,& jawab Kino pendek sambil mengangguk. Mereka berjalan beriringan sepanjang koridor yang diteduhi tanaman merambat. &"eruntung sekali kamu punya tetangga !antik yang lewat di depan kampus setiap pagi,& u!ap Rima lagi, kali ini dengan nada agak menggoda. /adis itu selalu, ..se la lu ... menggodanya. Tetapi Kino sudah kenal taktiknya. Kino sudah &kebal&. &6mm,& gumam Kino lagi sambil mengangguk lagi. &+aripada naik angkot, lebih enak naik 6onda 4i=i!, ya-,& &6mm..&

&Pasti ruangan dalam mobil itu harum semerbak. Tidak seperti angkot yang bau keringat penumpang,& &6mmm..& &Pasti kamu belum sarapan pagi ini-& u!ap Rima tiba tiba mengubah topik. &6mmm..& Rima men!ubit pinggang Kino gemas. +ari tadi pria ini !uma &hmmm& saja, mengindari ajakannya untuk mendiskusikan wanita bermobil 6onda 4i=i! itu. Kino tertawa gelak dan berlari menghindar. Rima mengambil sebutir kerikil sebesar kuku jarinya, melempar ke arah Kino. 0uput. Kerikil itu justru mengenai punggung seorang mahasiswa lain, yang segera menoleh ke arah Rima. &Maa7, Mas, ... Tidak sengaja,& u!ap Rima buru buru sambil mendekat ke mahasiswa yang tampaknya senior itu. Kino tertawa di kejauhan. &0ain kali tanya dulu sebelum melempar,& u!ap mahasiswa senior itu. &:h, ya-,... $pa yang musti kutanyakan-& u!ap Rima merasa aneh mendengar perkataan &korban& lemparannya. &Tanya dulu, apakah saya mau dilempar atau tidak,& sergah si korban sambil berlalu dengan muka penuh kemenangan. Rima membanting kakinya dengan gemas. 0alu berlari mengejar Kino yang sudah jauh sekali. 3333333 Setelah menumpang &kereta ken!ana& itu, Kino tak pernah bertemu lagi dengan sang bidadari. Setiap pagi, Kino berharap 6onda 4i=i! itu lewat, tetapi ternyata harapannya sia sia belaka. Sia sia ia menunggu setiap pagi selama sepuluh menit, dan setelah seminggu, Kino pun menyerah. 'a berkeputusan dalam hatiA si bidadari pasti telah kembali ke kahyangan. $tau semua yang dialaminya adalah hayal belaka. Tetapi, bagaimana sebuah hayalan bisa disaksikan orang lain seperti Rima&Kenapa tidak pernah numpang tetanggamu lagi-& goda Rima pada suatu pagi. &Mobilnya masuk bengkel,& u!ap Kino berbohong, lalu men!oba mengalihkan pembi!araan. Tetapi, Rima bersikeras menanyakan

apa yang sesungguhnya terjadi. 6eran, gadis itu besar sekali rasa ingin tahunya, keluh Kino dalam hati. &Wah.., pasti rusak berat. Seminggu masuk bengkel. Pasti tabrakan beruntun. $pakah ada yang luka luka-& tanya Rima seperti senapan mesin memberondong musuh. &$h, tidak. 4uma mau ganti warna !at. Pemiliknya bosan dengan warna putih,& jawab Kino sekenanya. %ntuk melawan !eloteh Rima memang sebaiknya tidak memakai akal sehat, begitu Kino berpikir. &Wow, Padahal mobil itu kelihatan masih baru. Pasti pemiliknya kaya sekali, berganti !at mobil seperti berganti baju,& u!ap Rima. &Memang dia kaya. +ia bahkan punya pabrik pesawat terbang tak jauh dari kota ini,& u!ap Kino tak mau kalah dengan akal akalan Rima. Tentu saja gadis ini tertawa terbahak mendengar jawaban Kino, dan ia senang sekali melihat Kino tersipu sipu. 'a merasa memenangkan &pertempuran& yang menyenangkan ini. $h,... bersama Kino semua rasanya menyenangkan belaka, %!ap Rima dalam hati. Per!akapan ini terjadi hari Sabtu, di kampus, sebelum kuliah pengganti yang diadakan seorang dosen karena ia pernah tidak masuk minggu lalu. Kino membiarkan Rima mengganggunya sepanjang hari, karena pemuda ini juga senang diganggu dan diber!andai. 'a merasa, Sabtu ini agak kelabu, entah kenapa. Mungkin karena harapannya bertemu sang bidadari tak kesampaian. Mungkin juga karena ia rindu kampung halaman )akhir akhir ini Kino sering terkenang orangtua dan adiknya*. Mungkin juga karena sebentar lagi malam minggu, dan Kino tidak punya pa!ar untuk dikunjungi. Maka ketika Rima mengajaknya mendaki gunung sepulang kuliah, Kino menyambutnya dengan antusias. 'a segera pulang setelah kuliah bubar dan segera kembali menjemput Rima di tempat kostnya, lengkap dengan ransel dan perbekalan dan perlengkapan kemah. Sedangkan Rima telah pula siap dengan tenda dan gitarnya. Ranselnya ke!il saja, dan tenda dititipkannya pada Kino. &"erdua saja-& tanya Kino ketika sadar bahwa Rima tidak bersama siapa siapa. "iasanya, gadis ini membawa serta seorang gadis sahabatnya. "iasanya pula Kino mengajak Tigor, temannya dari #urusan Mesin yang punya hobi serupa. Sewaktu Rima mengusulkan mendaki di kampus tadi, Kino tak sempat bertanya tentang peserta. &'ya. "erdua saja,& jawab Rima sambil memanggul gitarnya. &Kenapa- Takut-&

Kino mendengus pura pura kesal. &Siapa yang tidak takut pergi berdua dengan tukang !ubit,& sergahnya sambil memasukkan tenda ke ransel. Rima tertawa. Rima men!ubit lengan Kino... Rima memukul sayang kepala pemuda itu... Rima bernyanyi dalam hati, 333333 /unung yang mereka daki adalah gunung yang sangat populer di kalangan anak anak muda. #adi, tidaklah tepat kalau Kino berkata bahwa mereka mendaki &hanya berdua&. Sebab, setelah sampai di pun!ak, mereka bergabung dengan puluhan anak anak muda. Keduanya telah pula dikenal oleh beberapa &=eteran& pendaki yang berkumpul di kaki gunung. Rima bahkan sudah didaulat untuk bernyanyi sejak di tempat peristirahatan pertama di lereng gunung. Seperti biasanya, Rima memenuhi permintaan para kawula muda pen!inta alam itu dengan senang hati. Kadang kadang Kino berpikir, Rima memang suka menampilkan diri di muka umum. 'a berbakat menjadi artis, barangkali, Tetapi ketika malam menjelang pagi di pun!ak gunung, ketika keletihan memaksa para pendaki masuk ke tenda masing masing untuk beristirahat setelah mengobrol sepanjang malam, ...mereka pun akhirnya memang tinggal berdua. Tenda yang mereka tempati tidaklah terlalu luas. %ntuk bisa tidur, Kino harus merelakan lengannya menjadi bantal Rima. Kalau tidak begitu, ruangan akan tersita dan tenda mungkin sudah rubuh. "agi Rima, inilah enaknya pergi berdua. 'a bisa punya seribu alasan untuk memeluk pria yang sangat sangat sangat disukainya itu. $ngin berhembus keras sekali malam itu. +ingin menusuk tulang, dan bunga bunga es berterbangan seperti pasir putih di sekitar tenda. Kino membiarkan Rima memeluk tubuhnya erat erat. Kadang kadang, ia merasa Rima adalah seorang lemah yang perlu dilindungi. $palagi, sebelum masuk tenda tadi Rima mengaku agak ngeri melihat !ua!a malam ini. +i pun!ak gunung, !ua!a seperti ini memang menambah suasana semakin men!ekam. Suara angin seperti raungan raksasa yang sedang marah. /elap gulita di sekeliling tenda, tak terdengar suara apa apa selain badai yang mengamuk Kino mendengar gigi Rima bergemeletuk menahan dingin. Tidak tega, Kino melepas jaketnya, membungkus tubuh temannya. 'a sendiri kini hanya berkaus , tetapi kaos itu !ukup tebal untuk menahan dingin. $palagi di bawah kaos itu, Kino juga memakai kaos lain yang terbuat dari wol.

+esah na7as Rima dekat sekali di pipi Kino. 6arum mulut gadis itu juga sampai samar sama di hidung Kino. .ntah sengaja atau tidak, bibir Rima yang agak basah itu sesekali menyentuh pipi Kino. &Takut, Rim-& bisik Kino. Kino merasakan gadis itu mengangguk. #uga merasakan na7asnya agak !epat. #angan jangan ... &4ium aku, Kino...,& gadis itu berbisik, hampir tak terdengar. Kino tersenyum dalam gelap. $da ada saja permintaan Rima. Tetapi, ... why not*, pikirnya. Mungkin perlu juga ber!iuman di tengah badai di pun!ak gunung. Perlahan Kino menyentuh bibir Rima dengan bibirnya. Na7as gadis itu menyerbu mukanya, terasa semakin panas. 0alu, bibir gadis itu terbuka sedikit. Kino menge!upnya ringan, membiarkan masih ada jarak di antara kedua mulut mereka. Rima terdengar mendesah. /elisah. Terasa gadis itu menggeser tubuhnya semakin rapat ke tubuh Kino. +ibandingkan 'ndi yang seksi dan sintal, atau $lma yang berdada ranum, Rima pastilah kalah. +adanya tidak membusung, hanya membukit seadanya saja. Walau begitu, jatung Kino bergetar juga merasakan lengannya menekan dada Rima yang turun naik dengan !epat. Rima kini merangkul leher Kino, dan sepertinya tak sabar, ia menarik pemuda itu sehingga bisa sepenuhnya ber!iuman. Kino membiarkan gadis itu mengulum bibirnya dengan desah yang semakin gelisah. +iam diam Kino khawatir juga, kemana arah per!umbuan ini0idah keduanya se!ara otomatis saling memagut, seperti dua ekor ular yang sedang ber!engkrama. Kino sebenarnya hanya ingin ber!iuman di bibir, tetapi tampaknya Rima ingin lebih dari itu. $palagi kini satu kakinya sudah naik, menumpang di paha Kino. Tangannya semakin kuat merengkuh leher pemuda itu. Na7asnya juga sudah semakin memburu. 0alu, entah bagaimana mulanya, tangan Kino telah menelusup ke balik dua jaket yang membungkus tubuh Rima. Kini telapak tangan pemuda itu mengusap usap bukit ke!il di dada Rima. /adis itu mengerang pelan, mulutnya semakin bersemangat men!iumi Kino. Na7asnya kini tersengal sengal, dan badannya gelisah bergerak kesana kemari.

Kino membalas pagutan Rima. +ihisapnya kedua bibir gadis yang punya lesung pipit itu. +iemut emutnya lidah gadis itu yang sejak tadi menerobos masuk ke mulutnya. Kadang kadang digigitnya perlahan salah satu bibir Rima, membuat gadis itu mengerang manja. Rima merasakan tubuhnya dibungkus kenikmatan birahi. $palagi kini kedua pahanya menjepit erat salah satu paha Kino. +i balik jeans yang dikenakannya, !elana dalam Rima mulai terasa lembab. 4airan hangat terasa mengalir perlahan di dalam pinggulnya. Selangkangannya terasa dipenuhi geli gatal yang menggelisahkan. +engan gerakan tak karuan, Rima menggosok gosokan bagian depan kewanitaannya ke paha Kino. :h,,,..., seandainya saja pria ini mau memasukkan tangannya ke sana, ... jerit Rima dalam hati. Tetapi rupanya Kino !epat sadar. Tiba tiba teringat olehnya, sesama pendaki sebaiknya tidak menjalin hubungan seksual. Konon, hubungan itu hanya akan membawa sial. Walaupun tidak sepenuhnya per!aya, Kino takut juga kalau kalau petuah itu benar. Maka !epat !epat ia menghentikan usapan tangannya di dada Rima, lalu menjauhkan mukanya dari muka gadis itu. Namun Rima rupanya sedang berpa!u menuju klimaks pertamanya. Tubuh gadis itu sedang meregang ketika Kino melepaskan !iumannya. Kedua pahanya erat men!engkram paha Kino, membuat pemuda itu meringis karena merasa agak pegal. 0alu, terdengar Rima mengerang pelan dan panjang &:oooh...,... $aaaaah&... dan kedua kakinya kaku mengejang, disusul gun!angan seluruh tubuhnya. &Kino,... jangan berhenti,... Kino,& gadis itu mengerang di tengah gun!angan tubuhnya. +engan susah payah, Kino berhasil mengendalikan dirinya, menghindari tarikan tangan Rima yang seperti orang kalap. &Tidak, Rima. Kita sedang di pun!ak gunung,& sergah Kino sambil memegangi lengan Rima yang terus berontak. Setelah berusaha berkali kali melepaskan tangannya, akhirnya gadis itu menyerah, gerakannya semakin lama semakin melemah. 0alu gadis itu lunglai memeluk Kino. &Maa7kan aku, Rima...,& bisik Kino sambil memeluk pundak gadis itu. Tiba tiba Rima tersedu. $ir matanya yang hangat membasahi leher Kino, dan pemuda itu diam saja, membiarkan emosi Rima keluar bebas. 'a tahu, gadis itu mengerti benar apa maksudnya menolak ber!umbu di pun!ak gunung.

&Sudahlah,... sebentar lagi pagi. Kita perlu tenaga untuk pulang,& bisik Kino lembut. Terasa kepala Rima bergerak mengangguk. Kino tersenyum, menge!up dahi gadis itu dengan sayang. Rima terdengar menghela na7as panjang, dan menghembuskannya keras keras. Kino tersenyum lagi dalam gelap. "ersyukur bahwa segalanya bisa berlalu. Tak lama kemudian, terdengar na7as keduanya semakin teratur. Sementara badai di luar ternyata juga mereda. Pun!ak gunung menjulang menghitam di malam yang semakin pekat. Kino dan Rima akhirnya mendengkur perlahan, dengan damai menyambut datangnya alam mimpi, bersamaan dengan tibanya kabut tebal yang menyelimuti seluruh lapangan ke!il di pun!ak itu. 333333 +i hari hari berikutnya, hubungan Rima dan Kino kembali normal. Perlahan lahan mereka bisa melupakan peristiwa di pun!ak gunung yang men!ekam dan nyaris berakhir di luar kendali itu. Memang, Rima sempat menjadi agak kikuk akibat terpengaruh peristiwa itu. 'a sempat sering tersipu kalau bertemu Kino, padahal pemuda itu sudah berusaha keras bersikap seperti biasa. Tentu saja, Kino juga tak akan lupa peristiwa itu. Tetapi ia tak ingin kehilangan persahabatan, dan sebab itu berusaha keras membantu Rima melupakannya. %ntung saja, masa ujian segera tiba, dan kesibukan belajar akhirnya membuat gadis itu kembali seperti semulaA suka menggoda Kino dan selalu mengajaknya ber!anda. 5ang justru agak mengganggu pikiran Kino adalah si bidadari itu, Pada suatu malam minggu, sepulang dari rumah Ridwan, ia bertemu lagi dengan bidadari itu. Sebenarnya tidak &bertemu& dalam arti sebenarnya, karena Kino hanya sekelebat melihatnya. 'a sedang berada di bon!engan motor Tigor yang akan mengantarnya pulang di tengah malam itu. Mereka sedang melintas di depan sebuah mall ke!il yang masih ramai. #alan yang mereka lalui agak ma!et, karena bioskop rupanya baru bubar, dan mobil para penonton sedang antri ke luar. Waktu itulah, Kino melihat 6onda 4i=i! yang pernah ditumpanginya. Tentu saja, !atnya masih putih. +i dalamnya ada sang bidadari, tetapi ia tidak duduk di belakang stir. 5ang duduk di belakang stir adalah seorang pria. +engan !epat Kino menyimpulkan, pria itu pastilah suaminya. $da sedikit rasa pedih menerima kesimpulannya sendiri itu. Kino diam diam memperhatikan, seperti apa suami sang bidadari itu. Tetapi karena motor yang ditumpanginya tertahan agak jauh, Kino tak bisa melihat jelas. $palagi kemudian mobil itu lolos terlebih dulu dari kema!etan, dan segera menjauh di kegelapan malam.

Ketika akhirnya Tigor berhasil lolos dari kema!etan, mobil itu sudah menghilang entah ke mana. 0alu, Tigor tan!ap gas dan mereka sampai di tempat tujuan hanya dalam waktu 2 menit karena jalanan lengang. Kino turun di depan gang menuju tempat kost, mengu!apkan terimakasih kepada sahabatnya yang segera melesat kembali menembus gelap malam. Suara motornya meraung raung semakin lama semakin lenyap. Kino menunggu sampai motor itu tak terlihat lagi, baru membalikkan badan ke arah rumah kost nya. Pemuda itu berjalan gontai sambil terus memikirkan sang bidadari. $h, ternyata ia telah bersuami. Tentu saja, "ukankah Ria memanggilnya &mama&. Tentu saja Ria punya ayah, dan pria yang tadi di belakang stir pastilah ayah Ria. Suami sang bidadari. 0alu, kini apa- Kau tertarik pada seorang wanita yang sudah bersuami, Suara hati Kino terdengar nyaring di telinganya. Kau terpesona pada istri orang, +uh... Kino menggeleng geleng sendirian sambil melangkah pelan. 'a baru saja hendak membuka gerbang halaman rumah kost nya, ketika didengarnya seseorang berbisik, &Sssst... Kak Kino,& Terkejut, Kino menoleh ke arah sumber suara. 'ndi sedang duduk di bawah pohon mangga yang membatasi rumah kost dengan rumah gadis itu. +i sana ada bangku kayu yang jika hari siang biasa dipakai duduk duduk. "ayangan pohon agak menyembunyikan gadis itu dari sorot lampu di ujung gang. $pa yang dikerjakan si !entil itu- Pikir Kino sambil melangkah mendekat. &$ku ngga bisa tidur,& bisik 'ndi sebelum Kino sempat bertanya. &Sedang apa di sini- Nanti ayahmu marah....,& sergah Kino berbisik, takut terdengar orang lain. +iliriknya arloji, ... hmmm, sudah hampir pukul satu. &$yah sedang main !atur di beranda. 'bu menginap di rumah kakak. Sini... Kak Kino, temani aku,& u!ap 'ndi sambil meraih tangan Kino, menariknya ke bawah bayang bayang pohon. Kino membiarkan tubuhnya ditarik. .ntah kenapa, tiba tiba Kino ingin melayani tingkah 'ndi malam ini. Mungkin karena kesepiannya di malam minggu ini. Mungkin karena keke!ewaannya setelah tahu sang bidadari bersuami. Mungkin .... Mungkin.... Mungkin. Semua serba memungkinkan. Tiba tiba saja Kino telah men!ium 'ndi, menyenderkan tubuh gadis itu ke batang pohon mangga, dan melumat bibirnya dengan gemas. 'ndi sempat terkaget, tetapi lalu membalas !iuman Kino dengan tak kalah bersemangat.

"nterlude "ndi dan Perjumpaan "tu


Kino sebetulnya agak terperanjat juga merasakan betapa 'ndi bukan gadis ingusan lagi dalam soal ber!iuman. "ibirnya yang lembut basah itu ternyata pandai sekali bermain main, mengulum bibir Kino dengan lahap. /adis itu juga dengan leluasa membuka mulutnya, membiarkan lidah Kino menelusup masuk, menjilati langit langitnya. 6arum lembut na7as 'ndi, membuat pemuda ini betah berlama lama mengulum bibir yang ranum itu. &Mmmmm ...,& terdengar 'ndi mengerang, hendak mengatakan sesuatu, tetapi tak jelas karena mulutnya dipenuhi lidah Kino yang menjalar jalar menimbulkan kenikmatan. &Mmmhhhh...,& desah 'ndi semakin gelisah. Kino mengurangi !umbuannya, melepas pagutannya. Muka keduanya sangat dekat, dan pemuda itu bisa melihat dengan jelas mata 'ndi berbinar seperti bintang kejora. Na7asnya deras menyerbu muka Kino. &#angan di sini, Kak Kino..,& bisik 'ndi, &Sebentar lagi ronda akan lewat...& &Ke kamarku-& bisik Kino, memandang lekat kedua mata 'ndi. 0etak kamar Kino di sisi jalan. #adi, kalau mereka mengendap diam diam, dan masuk lewat jendela di sebelah tembok yang membatasi rumah dengan jalan,.... &$ku ingin sekali, Kak .... Tapi ....& 'ndi tampak ragu. &Tidak usah lama lama ...& u!ap Kino, agak terdengar mendesak, karena entah kenapa malam ini tubuh Kino membara ingin melampiaskan birahi.

'ndi membalas pandangan Kino, men!ari !ari kepastian dari kedua matanya. /adis ini memang suka menggoda Kino, karena sesungguhnyalah ia menyukai pemuda itu. Tetapi, dihadapkan pada pilihan menarik yang penuh risiko ini, hatinya bimbang juga. &Kak Kino yakin tidak akan apa apa-& bisik 'ndi, sementara tangannya yang masih memeluk leher Kino terasa agak bergetar. Kino mengangguk. &$sal kita berdua hati hati .... :ke-& u!apnya dengan suara serak. +egup jantung pemuda ini sangat ken!ang, karena ia pun sebenarnya kuatir. $khirnya 'ndi mengangguk, lalu membiarkan tangannya dituntun Kino. "erdua mereka mengendap masuk ke halaman rumah kost. Pintu gerbang dibuka Kino dengan hati hati, agar deritnya tidak terlalu keras. Setelah mengintip ke arah rumah 'ndi, dan melihat ayahnya masih asyik menekuni papan !atur, Kino menarik gadis itu menyelinap ke balik tembok. 0alu mereka berjalan menyusur dalam gelap, sampai di bawah jendela kamar Kino yang terletak dekat dapur. &Tunggu di sini, ya... $ku buka jendela dari dalam& bisik Kino sambil menge!up pipi 'ndi. /adis itu mengangguk dan memepetkan tubuhnya ke tembok rumah. Kino bergegas masuk ke dalam rumah lewat dapur. +ilihatnya ruang tengah sudah gelap. 'bu kos mungkin sudah tidur. Kino merasa agak lega. +engan berjingkat, buru buru ia masuk ke kamarnya, lalu mengun!i pintu. Kemudian, tanpa menyalakan lampu, dengan sigap ia membuka jendela, yang letaknya kira kira satu setengah meter di atas permukaan tanah. 'ndi menjulurkan tangannya ke atas. Kino menggenggam erat pergelangan tangan gadis itu, lalu ..... hup .... Sekuat tenaga ia menarik 'ndi ke atas. /adis itu pun dengan !ekatan meringankan beban Kino@ kedua kakinya sigap mendaki tembok. Tanpa susah payah, ia akhirnya berhasil masuk ke kamar Kino. 4epat !epat Kino menutup jendela, sementara 'ndi duduk di dipan sambil melepas sepatu dan kaos kakinya. +iam diam pula, tanpa sepengetahuan Kino yang sedang sibuk mengun!i jendela, gadis ini meloloskan !elana dalamnya dan meletakkannya di bawah bantal. Kino langsung duduk di samping 'ndi setelah selesai mengun!i jendela. 0ampu kamar tetap dimatikan, dan radio dinyalakan untuk menyembunyikan suara per!umbuan mereka. 0alu, Kino memeluk gadis itu dan men!iuminya lagi. 'ndi pun menyambutnya dengan suka!ita, kembali menikmati ke!upan, kuluman, dan jilatan lidah pemuda pujaannya.

Kino mendorong tubuh 'ndi perlahan sehingga rebah di kasur, sementara kedua kaki gadis itu tetap menjuntai di pinggir dipan. Sambil men!ium dan mengulum bibirnya yang ranum itu, tangan Kino mulai membuka baju 'ndi. +alam hati Kino heran sendiri, mengapa permainan !inta ini lan!ar sekali. Padahal baru kali ini ia berbuat begitu jauh dengan 'ndi. Mungkin memang naluri keduanya sudah sejalan, dan selama ini dipendam, kini keluar tak terbendung. 'ndi bahkan membantu Kino, dengan tangan bergetar ia membuka sendiri kan!ing kan!ing baju yang belum terbuka. 0alu, ia membuka sendiri behanya dengan melepas kait yang terletak di depan. Kedua dadanya yang ranum menantang itu segera terpampang bebas. Tangan Kino yang hangat dan agak berkeringat itu segera pula meremas gemas. &$aaaaah ...,& 'ndi menjerit manja. Kino sempat terkaget mendengar jeritnya, lalu segera membungkam mulut gadis itu dengan mulutnya, sehingga akhirnya 'ndi !uma mengeluarkan suara &mmmmmmm...& yang tidak jelas. +engan jempol dan telunjuknya, Kino meraba raba puting 'ndi. :h, !epat sekali tonjolan kenyal yang panas itu menjadi tegak dan keras. 'ndi menggelinjang, merasakan sergapan rasa geli yang sangat nikmat memenuhi dadanya. Mulutnya yang dibungkam mulut Kino mengerang pelan. Satu tangannya memeluk leher Kino erat erat, sementara satu tangan yang lain memegangi tangan Kino yang ada di dadanya. 'ndi ingin tahu apa yang dikerjakan tangan itu di dadanya,... ingin tahu mengapa tangan itu menimbulkan nikmat luar biasa di tubuhnya. +engan telapak tangannya, Kino menekan puting 'ndi hingga melesak. 0alu, ia memutar mutar tangan itu, sehingga payudara 'ndi seperti dipilin pilin. /adis itu menggelinjang kuat kuat, merasakan betapa tekanan dan putaran tangan Kino seperti menimbulkan per!ikan per!ikan listrik di seluruh tubuhnya. /adis itu mengerang lagi, menggelinjang lagi, gelisah sekali. 0alu Kino melepaskan !iumannya, dan dengan !epat menurunkan mukanya. 'ndi mendesah, menunggu dengan !emas, apa gerangan yang akan dilakukan pemuda itu. #angan dikira gadis ini tidak pernah ber!umbu, karena ia pernah punya pa!ar yang diputusinya setahun lalu. Tetapi pa!arnya itu !uma bisa men!ium dan meraba raba dadanya dengan kasar. 0ain sekali dengan Kino yang lembut walau tak kalah liarnya. Pa!arnya dulu ingin segera meraba raba selangkangan, dan ingin agar 'ndi meremas remas kejantanannya. .gois sekali.

Kino sepertinya tak begitu, pikir 'ndi, sambil menunggu perjalanan bibir pemuda itu. Mula mula dirasakannya Kino men!iumi lehernya. 6mm,... geli dan gatal sekali rasanya. 'ndi menggelinjang dan mengerang lagi. 'a merasakan tubuhnya seperti mau meledak oleh rasa geli yang nikmat. Seluruh dadanya terasa menggelembung dan penuh oleh getaran getaran ke!il yang pelan pelan merambat ke seluruh permukaan badannya. "ersamaan dengan itu, ia merasakan temperatur tubuhnya naik dengan !epat, seperti sehabis dipanggang di terik matahari. 0alu,... :oooooh, .... 'ndi mengerang dengan suara tertahan ketika bibir Kino akhirnya tiba di pun!ak salah satu payudaranya. Punggung 'ndi terangkat dengan sendirinya, lalu tubuhnya miring ke arah mulut Kino yang kini sudah sepenuhnya berisi putting 'ndi. $kibat gerakan ini, hampir setengah dari payudara 'ndi menerobos masuk ke mulut Kino, membuat pemuda itu sejenak gelagapan. 4epat !epat Kino menarik tubuhnya, mengendorkan pelukannya. Tetapi se!epat itu pula tangan 'ndi meraih leher pemuda itu, menekan kepalanya kembali ke payudaranya, &$aaah,... %uuuuh,& 'ndi mengerang erang tidak karuan, merasakan untuk pertamakalinya betapa nikmat jika seorang pemuda menghisap hisap ujung payudaranya. +ari ujung yang sensiti7 itu datang serbuan serbuan rasa geli gatal yang sangat kuat. $palagi kemudian Kino memainkan lidahnya sambil menyedot nyedot putting itu. Wow, ... 'ndri bagai tersengat listrik yang menimbulkan gelombang gelombang besar di tubuhnya. Membuat 'ndi tiba tiba menggelepar seperti ikan terlempar ke atas pasir. Tubuhnya melenting, ... lalu bergetar hebat, .... terhempas lagi ke kasur, ...... miring ke kiri, lalu ke kanan, ..... lalu terlonjak, lalu terhempas lagi ... &Nnggg...,& 'ndi mengerang. Kino kelabakan berusaha menekan tubuh gadis itu agar tetap terlentang di kasur. Tetapi tenaga 'ndi tiba tiba menjadi berlipat ganda, dan akhirnya Kino terlempar ke luar ranjang, &$duh,& jerit Kino karena kepalanya terbentur kaki meja di sebelah ranjang. &:h, ... Maa7, Kak,& jerit 'ndi terkejut. Tiba tiba ia sadar dari buaian birahi, dan terduduk di pinggir ranjang, melihat Kino terjerembab di lantai. Kedua tangannya mendekap dadanya yang tampak turun naik dengan !epatnya. Masih ada rasa geli gatal di sekujur payudaranya.

Kino bangkit sambil mengusap usap kepalanya. 'ndi tiba tiba tertawa tertahan, merasa geli melihat samar samar dalam gelap pemuda itu menggerutu dengan muka lu!u. &6i.. hi..hi.., maa7 Kak ... 'ndi ngga sengaja, lho,& katanya sambil menutup mulut dengan punggung tangan. &Ssst.. jangan terlalu berisik,& bisik Kino sambil kembali ke ranjang. 'ndi segera menahan tawanya. 'a lalu memeluk leher Kino manja, sambil berbisik &6abis, ... enak, sih,&. &"elum pernah, ya-& u!ap Kino perlahan sambil menatap kedua mata gadis itu lekat lekat. 'ndi menggeleng. 0alu menyembunyikan kepalanya di leher Kino. Na7asnya masih agak menderu. Kedua tangannya merengkuh leher pemuda itu erat erat, seperti tak hendak melepaskannya lagi. Kino mengusap usap punggung gadis itu, yang kini sudah telanjang separuh badan. 'a berbisik, &Kamu suka-& &Suka sekali ....,& desah 'ndi sambil mengangkat mukanya, men!ari !ari bibir Kino dengan bibirnya. Pemuda itu membiarkan bibirnya dikulum dengan gemas. 6arum sekali na7as 'ndi, u!ap Kino dalam hati. :dol apa yang dipakainya'ndi melepaskan !iumannya, lalu berbisik, &$ku mau lagi, Kak...& 0alu ia merebahkan diri pelan pelan, menarik tubuh pemuda itu bersamanya. Kino membiarkan dirinya terbawa turun. 0alu ia men!iumi lagi leher jenjang 'ndi, menghirup wangi sabun mandinya yang segar seperti harum bayi. 0alu ia menge!up nge!up pangkal leher itu, menggigit gigit bahunya yang halus mulus. 'ndi mengerang lagi. 'ndi menggeliat lagi. 0alu Kino men!iumi seluruh permukaan dada gadis itu. Membenamkan mukanya di antara kedua payudaranya yang membukit indah itu. Sebentar kemudian mulutnya sudah kembali ke salah satu pun!ak payudara yang menantang itu.... +an 'ndi pun langsung terbuai ke alam penuh nikmat yang seperti angin ken!ang membawanya terbang. +irasakannya mulut Kino yang hangat mengurung putingnya, membuatnya menjadi tegang dan tegak. %jung puting itu seperti menjadi sumber bagi sebuah sungai surgawi yang mengalir deras ke seluruh tubuhnya. 'ndi mengerang ketika ujung lidah Kino bermain main di ujung putingnya. :h..., rasanya seperti ditarik tarik ke sebuah pusaran birahi yang siap menelan seluruh tubuhnya.

$palagi kemudian Kino menelusuri pangkal puting itu dengan lidahnya,... berputar ... berputar ... pelan dan penuh perasaan. $aaah..., 'ndi menggeliat geliat seperti ulat hendak berubah menjadi kupu kupu. Na7asnya memburu sangat keras. Tangannya meremas punggung Kino. Kedua kakinya mengejang. Punggungnya mulai melenting lagi. 0alu tangan Kino sudah merayap ke bawah, menyingkap rok 'ndi yang sebenarnya sudah tersingkap setengahnya. Telapak tangan Kino mengusap usap paha gadis itu, merasakan betapa lembut dan li!in kulit di bagian sana. 'ndi mengerang dan mendesah, dan tanpa sadar memperlebar jarak kedua kakinya, mengundang tangan Kino untuk naik lebih ke atas lagi. +an tangan Kino pun perlahan merambat ke atas .... membuat darah 'ndi berdesir berpuluh puluh kali lebih !epat. Membuatnya merinding, membangkitkan seluruh bulu di tubuhnya yang sudah mulai berkeringat. :h ... lama sekali rasanya tangan itu merayap ke atas. 0ama sekali ..... &6ei,& tiba tiba Kino terperanjat. Menghentikan perabaannya. Pemuda itu menegakkan tubuhnya. 'ndi tersentak bagai terbangun dari mimpi panjang. &$h... ada... apa-& 'ndi ikut terperanjat dan tergagap. 'kut bangkit dari kasur. &Kamu tidak memakai !elana dalam-& desis Kino, antara kaget dan marah. 'a merasa 'ndi terlalu berani dan perasaan itu mengganggu pikirannya. 'a tidak menyangka gadis itu begitu !epat mau melepas !elana dalamnya, dan sebetulnya ia tidak ingin lebih jauh dari meraba raba di luar saja. &Kenapa-& bisik 'ndi bergetar. 'a sendiri juga kaget mendengar nada marah di suara Kino. &Kenapa kamu melepaskannya-& sergah Kino, menahan suaranya agar tidak terlalu keras. &Supaya ...., mmm .... Supaya lebih mudah,& bisik 'ndi semakin bergetar. Tiba tiba ia ingin menangis. $pa salahku, bukankah biasanya pemuda ingin meraba raba di daerah sana, bukankah .... &Tapi itu berbahaya, 'ndi,& sergah Kino lagi. Tiba tiba saja pemuda ini sadar bahwa yang dihadapinya adalah anak SM$, dan situasinya kini berbeda dengan saat Kino berpa!aran dengan $lma. Saat itu keduanya sama sama &buta&. Kini, Kino

merasa seharusnya lebih tahu daripada 'ndi, dan perasaan itu membuat pemuda ini diterkam rasa bersalah. 0alu 'ndi menangis, menyembunyikan mukanya di kedua telapak tangannya. +i antara sedu sedan yang tertahan, ia berbisik nyaris tak terdengar, &Kak Kino jahat,& Kino menghela na7as panjang dan melepaskannya dalam desah yang keras. "ubar sudah per!umbuan mereka yang hangat itu. Kino kini merasa sangat sangat sangat bersalah. 'a yang lebih dulu mengajak gadis ini masuk ke kamar. Kini ia menyalahkan gadis itu, hanya karena ia tidak menyangka bahwa gadis itu sangat berani mengambil risiko. Kino mengutuk dirinya sendiri dalam hati. &Maa7kan aku, 'ndi. ...Sudahlah, hentikan tangismu,& u!ap Kino pelan sambil meraih beha dan baju 'ndi, men!oba mengenakannya ke tubuhnya yang telanjang. 'ndi menolak dengan kasar, lalu memakai sendiri pakaiannya sambil menahan sedu sedan. Kino men!oba memeluk bahu gadis itu, tetapi 'ndi terus menghindar sampai ke pojok ranjang. &$ku mau pulang,& bisiknya keras keras. &"aiklah. Tetapi jangan marah, dong. $ku minta maa7, 'ndi.& %jar Kino sungguh sungguh. Tetapi 'ndi seperti tak mau mendengar kata katanya. "erkali kali ia mengatakan &Kak Kino jahat..& 'ndi baru mau dibimbing Kino ketika pemuda itu membuka pintu kamar. 'a memutuskan untuk mengeluarkan 'ndi lewat jalan &normal&, tidak lewat jendela. Toh, ibu kost sudah tidur dan takkan melihat mereka berdua keluar sambil berjingkat jingkat. 'ndi berusaha keras menahan sedu sedannya yang masih tersisa. Kino memeluk bahu gadis itu, merasa sangat bersalah dan sangat bertanggungjawab. 'ndi akhirnya bisa pulang dengan selamat, karena ayahnya ternyata sudah tidur dan menyangka gadis itu masih di kamarnya. %ntung pula 'ndi sudah membawa kun!i !adangan. 'a bisa masuk dengan leluasa, tanpa menengok kembali ke Kino yang terpaku di pintu pagar dengan mata penuh penyesalan. 33333333 A))air pendek dengan 'ndi itu adalah sebuah ben!ana bagi Kino. 4ukup lama pemuda ini tenggelam dalam penyesalan, dan !ukup lama 'ndi menghindar darinya se!ara terang terangan. "ahkan dengan tingkahnya yang !entil, 'ndi membawa seorang teman

prianya, sengaja menunjukkan ke Kino betapa ia sudah punya pengganti. Walaupun terlihat jelas pula oleh Kino, semua itu adalah sandiwara belaka. Tak urung, terpukul juga pemuda ini diberlakukan begitu oleh gadis yang dulunya seperti tak pernah berhenti menggodanya. 0ebih menambah sengsara lagi adalah reaksi Tigor, sahabatnya sesama pendaki. Pemuda yang hobinya ngebut itu tertawa terbahak bahak ketika Kino men!eritakan &ke!elakaan& nya dengan 'ndi. Kata Tigor, tolol sekali Kino sampai membiarkan peluang ber!inta seperti itu berlalu tanpa ejakulasi. $gak kasar, memang, !ara teman yang satu ini berbi!ara. Tetapi Tigor selalu terus terang, dan walaupun kadang kadang Kino ingin meninjunya, pada akhirnya ia selalu merasa bersyukur punya teman seperti itu. &Kamu sok su!i, Kino. Kenapa harus kaget melihat gadis itu tak ber!elana dalam. 'tu, kan, sudah biasa di jaman sekarang,& ujar Tigor dengan suaranya yang keras dan bernada bariton. %ntung mereka berada di pinggir tanah lapang yang agak sepi. &Tapi, dia seperti mau menjebakku. "agaimana kalau aku terjebak melakukan yang ..... ,& u!apan Kino tak berlanjut. &Melakukan apa- 6ayo, melakukan apa, Kino-& potong Tigor tak sabar. &Melakukan itu .....,& u!ap Kino terbata, &... Melakukan hubungan suami istri,& Tigor tertawa terbahak bahak. Kino melongo, heran mengapa pemuda itu tertawa. $pa yang lu!u&"agaimana kau bisa begitu nai7, Kino,& sergah Tigor, &Kau sendiri rupanya yang berpikiran terlalu jauh. +arimana kau bisa tahu bahwa 'ndi menginginkan hubungan suami istri- +arimana kau tahu bahwa kalau buka !elana itu artinya kau harus menyetubuhinya-& Kino melihat ke sekeliling. Suara temannya ini sangat keras, dan pasti akan terdengar dari jarak 19 meter. %ntung tidak ada orang di sekitar mereka, dan suara kendaraan di jalan raya di depan tanah lapang terdengar lebih keras dari suara mereka berdua. &Tetapi, bukankah gadis itu ingin aku melakukannya- Kalau tidak, buat apa dia buka !elana dalamnya-& Kino men!oba membela diri. Tigor menepuk nepuk bahu Kino, seperti layaknya seorang ayah. Kino tidak suka diperlakukan seperti anak ke!il, tetapi kali ini ia menyerah saja. 'a berharap Tigor punya solusi untuk problemnya.

&Kau tidak harus menyetubuhinya, kawan. +ia pun tak selalu perlu ?anu? mu untuk bisa mendapat kepuasan. Kenapa kau selalu mengarah ke persetubuhan- Kenapa tidak saling mengelus dan meremas saja-& u!ap Tigor serius, lalu disambung derai tawanya melihat Kino melongo. 0alu Kino teringat semua pengalaman seksualnya selama ini. Memang, ia tidak pernah benar benar ?melakukannya?. 'a hanya punya pengalaman saling meremas dan mengelus, walau dengan $lma ia nyaris masuk ke persetubuhan yang sesungguhnya. "etul juga Tigor, pikir Kino, kenapa ia harus selalu berpikir tentang persetubuhan setiap kali terlibat dengan seorang gadis- $pakah aku terlalu berorientasi ke sana- $pakah aku maniak- ... aneka pertanyaan itu berke!amuk di kepala Kino. Tigor akhirnya iba juga melihat sahabatnya agak tertunduk dan terdiam. Pemuda ini mengeluarkan sebungkus rokok dan menawarkan sebatang, yang disambut Kino dengan agak enggan. 'a sebetulnya tak suka merokok, tetapi kali ini ia rasanya perlu juga memenuhi paru parunya dengan nikotin. Mereka berdua pun lalu diam menikmati asap rokok masing masing, duduk berdampingan di akar sebuah pohon besar yang rindang. &$pakah kamu pernah melakukannya, Tigor-& tanya Kino sambil mengepulkan asap rokoknya ke udara. &Pernah,& jawab Tigor pendek. &+engan pa!armu-& tanya Kino lagi. Tigor menggeleng, lalu berkata, &+engan kakak seorang temanku, ketika aku masih SM$ di kota M..& &"agaimana rasanya-& desak Kino. Tigor tertawa pelan, &Tidak enak, $ku waktu itu mabuk minum bir, dan dia tidak punya pengalaman sama sekali. Kami berdua serba tergesa. 4uma 8 atau > menit aku sudah keluar...,& katanya. &0alu ....,& desak Kino lagi. &Kami men!oba lagi yang kedua kali, tetapi malah gagal total.& jawab Tigor, &Sejak itu hubungan kami memburuk, dan aku tak pernah berjumpa lagi dengannya.& Kino terdiam. Teringat pengalaman pertamanya dengan Mba Rien. Mungkin Tigor juga merasakan hal yang sama@ mereka berdua tak kan pernah bisa melupakan pengalaman pengalaman pertama itu. Walaupun pengalaman itu jauh dari indah, jauh dari kehebatan

!erita !erita sensual yang biasa dipertukarkan antar anak laki laki di kampus. Keduanya lalu terdiam, tenggelam dalam lamunan masing masing. $ngin senja mulai bertiup, membawa kesejukan. Matahari mulai !ondong ke barat, !ahayannya mulai memerah, semburat di langit yang mulai menggelap. 0ama kemudian, keduanya bangkit menuju motor Tigor yang disandarkan di sebuah pohon. 0alu, dengan suara berisik, Tigor mema!u kendaraan kesayangannya. Kino berpegangan erat di pinggang sahabatnya. Rambut keduanya berkibaran diterpa angin. 33333333 Pada suatu pagi, ketika Kino sedang menuju tempat menunggu angkot, ia bertemu 'ndi. /adis itu menunduk, dan men!oba menghindar. Tetapi Kino terlalu !epat mendekat, sehingga akhirnya mereka berdiri berhadapan. 'ndi tetap menunduk, memainkan sebuah batu ke!il dengan ujung sepatunya. &Masih marah-& tanya Kino pelan. 'ndi menggeleng. Tetap menunduk dan memainkan batu dengan ujung sepatunya. &Maa7,& kata Kino, lalu disentuhnya bahu 'ndi dengan ringan. Sebetulnya ia ingin meremas bahu itu, ingin menegaskan kesungguhan permintaan maa7nya. Tetapi banyak orang lain di sekeliling mereka, dan Kino takut 'ndi malah menjerit membuat onar. &:K,& u!ap 'ndi pelan sekali, nyaris tak terdengar. 0alu Kino menjauh, sambil membisikkan, &:K, .. sampai ketemu lagi.& 'ndi mengangkat muka sebentar. Tersenyum tipis sekali. 0alu menunduk lagi dan berjalan ke arah yang berlawanan. +engan !epat jarak antara keduanya melebar, ... terus melebar ... , sampai akhirnya 'ndi hilang di tikungan. Kino berdiri termangu di dekat sebuah warung rokok, menunggu angkot berikutnya. $ngannya melayang. 6atinya gundah. 'a merasa segala sesuatunya serba salah. 'a merasa 'ndi justru lebih dewasa darinya. 'a merasa terlalu !epat menuduh 'ndi yang bukan bukan, padahal mungkin dirinya lah yang terlalu bukan bukan@ terlalu !epat mengambil kesimpulan@ terlalu !epat menuduh@ terlalu ....

Sebuah klakson mobil membuat Kino tersentak dari lamunannya. Terlebih lebih lagi, suara seorang anak ke!il yang menyusul klakson itu, Suara Ria, &:om Ku!ing,& jerit Ria dengan suaranya yang renyai. Kino tiba tiba merasakan pagi ini berubah indah sekali. &6ai, Ria,& sahut Kino sambil bergegas mendekati mobil 6onda 4i=i! yang menepi itu. &$yo masuk,& suara lain terdengar dari dalam mobil. Suara bidadari itu, #antung Kino seperti melonjak hendak keluar dari dadanya. "uru buru pemuda itu membuka pintu belakang, tanpa pura pura tidak mau lagi. "uru buru ia masuk ke dalam, lupa mengu!ap salam. 0upa mengatakan apa apa. #antungnya terlalu !epat berdebur, sehingga ia susah berbi!ara. &$pa kabar-& si bidadari bertanya sambil menebar senyumnya yang mempesona. +uh, Kino mau pingsan rasanya. +engan gugup ia beru!ap, &"..b..baik.& &:om, 0ia !ekalang punya ku!ing benelan ... Ku!ing benelan, lho,&, !eloteh Ria ramai, langsung menengok ke belakang dari tempat duduknya di depan. 0alu mobil melaju. Kino kembali merasa duduk di kereta ken!ana yang ditarik kuda kuda terbang. 6arum interior mobil kembali menyergap hidungnya, membuat perasaannya tambah tinggi terbang. Segalanya tiba tiba menjadi begitu indah belaka. 6ilang sudah gundah. 6ilang sudah risau. Selamat tinggal gelisah. &0ama tidak berjumpa, ya-,& tegur sang bidadari memotong !eloteh Ria yang ramai. Matanya yang berbinar indah itu melirik ke arah Kino lewat ka!a spion. &5a..ya.. lama juga, ya,& sahut Kino masih gugup. Si bidadari tersenyum simpul, tetap melirik dari ka!a spion karena mobil sedang tertahan di sebuah lampu merah. &"agaimana kuliahnya-& si bidadari bertanya lagi. Menatap lagi dengan sinar mata yang bak pelangi bertaburan bunga bunga. Tersenyum lagi dengan kejelitaan dewi yang baru turun mandi dari kahyangan. %h, Kino sungguh terpesona dibuatnya. &"aru selesai ujian,& jawab Kino, lalu dia teringat kesalahannya di masa lampau, dan sebelum lupa, ia segera bertanya, &Maa7 ... nama

saya Kino, ... nama bida ... maksud saya nama mbak siapa-& %h, hampir saja ia mengatakan &nama bidadari&, &Panggil saya Tris,& u!ap sang bidadari sambil mengalihkan pandangan ke jalan. Mobil melaju lagi karena lampu telah hijau. 0alu per!akapan mulai lan!ar, diselingi !eloteh Ria yang ramai tentang ku!ingnya yang kini bernama si .mpus. Kino merasa lega bahwa kini ia tahu nama bidadari itu, dan tahu bahwa wanita itu bukan bidadari, Tris ... Tris ... Tris ..., nama itu terus terngiang di kepala Kino sampai ia turun di depan kampus. Kependekan dari Tristantia .... oh, nama yang indah sekali. Seindah lentik bulu matanya. Seindah senyum simpulnya. Seindah gemulai rambutnya. Seindah .... &6mmm ... mobilnya sudah keluar dari bengkel, ya,& sebuah suara yang sangat dikenal Kino tiba tiba mengagetkan pemuda itu. Rima sudah berdiri di belakangnya, ikut memandang mobil Tris menghilang di kejauhan. Kino tidak memperdulikan godaan Rima. 'a membalik, memeluk bahu sahabat tomboy nya itu, dan merengkuhnya untuk bersama masuk ke kampus. Rima dengan senang hati mengikuti ayunan langkah Kino. "erdua mereka masuk seperti sepasang sahabat sejati. $h, tapi mereka memang sahabat sejati, bukan&Tris ..,& bisik Kino sambil berjalan. &6eh-, ... kamu bilang apa-& sergah Rima sambil menoleh. &Tidak apa apa. $ku !uma mendesis,& sahut Kino berbohong. Rima mengernyitkan kening. $neh sekali pemuda ini, pikirnya. $palagi kemudian Kino tampak menepuk dahinya sendiri. Pemuda itu masih lupa satu halA di mana Tris tinggal-

Pertemuan Tak Terduga dan #embalinya "ndi


Sore itu !erah dan sejuk sekali di kota "@ langit tampak terang tetapi angin dingin berhembus membelai pu!uk pu!uk pohon besar yang memenuhi kampus. Sambil bersiul siul sembarangan, Kino meninggalkan ruang kelas, menuju gerbang utama untuk pulang. Tigor dan Ridwan punya a!ara tersendiri, sementara Rima tidak masuk hari ini karena 7lu. Kino pun malas pulang ke tempat kostnya, dan memutuskan untuk berjalan jalan di sekitar pertokoan pusat kota sendirian, sekedar melihat lihat pajangan di toko, atau mungkin membeli kaset kalau ada yang bagus. Senang juga rasanya sesekali berjalan sendirian, tidak terikat teman dan tidak punya tujuan jelas. Kino seakan akan membiarkan kakinya melangkah tanpa perintah otaknya. Mulanya ia menyusuri toko toko di pinggir jalan yang berjualan kain, pakaian dan perlengkapan rumah tangga. Sesekali ia berhenti, melihat ada obral jeans, tetapi tidak membeli karena toh masih juga mahal. Kemudian ia masuk ke sebuah mall, membiarkan tubuhnya dibawa li7t ke lantai 2, tempat kebanyakan toko musik berada. +i sini dia berlama lama, melihat lihat kaset terbaru, tetapi memutuskan untuk tidak membeli. 0alu ia turun ke lantai dua, tempat sebuah pasar swalayan menggelar barang dagangan mereka seantero lantai. Kino sendiri tidak tahu, untuk apa ia ke sini, karena ia memang tidak bermaksud membeli apa apa. $tau mungkin membeli minuman ringan, pikir Kino sambil berjalan menuju rak minuman. Seketika itulah, saat Kino membelok ke gang nomor 2 yang penuh berisi jejeran minuman, dia baru tahu kenapa kakinya melangkah ke swalayan ini. Kakinya ternyata lebih punya insting dibandingkan otaknya. Kakinya ternyata lebih !erdas daripada kepalanya, dan tidak pelu malu kalau ada yang mengatakan &otakmu di dengkul&,

bukan- Karena kini di depannya, tidak lebih dari 2 langkah darinya, berdiri Tris, sang bidadari itu, Kino sejenak menghentikan langkah, merasakan jantungnya berdegup keras sekali. Tris yang sedang memilih milih minuman sendirian )mungkin Ria menunggu di rumah* segera menengok karena merasa ada orang yang memandangnya. &6ai,& sapa sang bidadari itu ringan sambil melepas senyumnya yang mempesona, sambil menembakkan sinar matanya yang melebihi tajam sinar laser dalam robot robot di 7ilm Spielberg, sambil mengibas rambutnya dalam gerakan indah seperti penari khayangan itu, sambil... &Kenapa bengong seperti itu-& u!ap Tris sambil memutar tubuh menghadap Kino. Senyumnya masih berkembang seakan akan tersenyum adalah bagian dari gaya hidupnya. Kino gelagapan, menyahut sekenanya. .ntah apa yang diu!apkan, dia sendiri tidak tahu. Kata kata keluar begitu saja dari mulutnya, dan Kino mengeluh dalam hati, mengapa sekarang semua anggota badanku bergerak sendiri sendiri. Kakiku melangkah sendiri, kini mulutku juga bertindak serupa. #antungku apalagi, berdegup !epat tak terkendali. &:h, begitu,& sahut Tris sambil tertawa ke!il. $h, Kino mengeluh lagi dalam hati. $pa yang tadi kuu!apkan sehingga ia tertawa. Pastilah sesuatu yang konyol, &Sedang apa-& akhirnya Kino berhasil mengeluarkan kata kata yang dia kenali artinya. &Men!ari minuman untuk pesta ulang tahun Ria,& kata Tris sambil mulai kembali mengamati jajaran rak di depannya. Kino melangkah mendekat, berdiri di samping kereta belanjaan yang tampak penuh oleh makanan ke!il dan permen !oklat. &%lang tahun ke berapa-& tanya Kino, tak tahu musti bertanya apa lagi. &0ima,& jawab Tris, membuat otak Kino tiba tiba berhitung !epat. Kalau Ria berusia lima, berapa usia bidadari ini sebagai ibunyaMungkin 82, mungkin >9, mungkin G9 ... ah, tak mungkin G9. Tak mungkin juga >9. &Mau beli apa-& tanya Tris. &Tigapuluh ..,& jawab Kino kembali gelagapan.

Tris menoleh dengan tolehannya yang mempesona itu, memandang Kino dengan matanya yang indah itu, dengan dahi berkernyit. Kino tiba tiba sadar akan kelan!angan mulutnya yang kembali memberontak dari otaknya itu. Tris tertawa renyai, &$pa yang tigapuluh-& tanyanya masih dengan dahi berkernyit. &Tigapuluh botol minuman,& u!ap Kino sekenanya, &Maksudku, aku sedang berpikir untuk membeli tigapuluh botol minuman...& Tris menghentikan tawanya, Kino mengeluh dalam hatiA duh, janganlah berhenti tertawa, &"uat apa minuman sebanyak itu-& tanya Tris. &$ku ...,& Kino gelagapan lagi, &$ku tidak bermaksud membeli... $ku baru berpikir untuk membeli.& +an Tris tertawa ke!il lagi, dan Kino bersuka!ita lagi mendengar tawa ke!il yang merdu itu, &Kamu terlalu banyak berpikir,& kata Tris sambil mengambil beberapa botol minuman beraroma jeruk. &"isa aku bantu-& !epat !epat Kino mengalihkan topik. +ia malu sekali. Tris tersenyum. +alam hati, ia berpikir pemuda di sampingnya ini sungguh lu!u. Tetapi ia menarik juga. Wajahnya !akep dan air mukanya polos seperti bayi. $palagi kalau sedang memerah karena malu. Terlebih lagi, pemuda ini kelihatannya baik, terutama karena berhasil menarik simpati Ria. Menurut pengalaman Tris, jarang pemuda bisa menarik simpati Ria yang bandel itu. .ntah kenapa, pemuda ini lain. &"oleh,& jawab Tris, &Tolong ambilkan minuman yang di atas itu. $ku tidak bisa menjangkaunya.& +engan sigap Kino memenuhi permintaan bidadarinya. 'a lebih jangkung dari Tris, yang !uma setinggi kupingnya. 6m,.. entah kenapa Kino langsung berpikir tentang bagaimana harus berjalan di sampingnya, dan bagaimana !ara terbaik untuk memeluk bahunya. $staga, memeluk bahunya- Sergah Kino dalam hati, darimana pikiran itu datang. +uh, kini otakku juga memberontak, "egitulah akhirnya, Kino mengiringi Tris berbelanja memenuhi kereta dorongnya dengan berbagai keperluan pesta. Pemuda ini bersukur dalam hati. "ersyukur bahwa Ridwan dan Tigor punya kegiatan lain. "ahkan bersyukur Rima sakit 7lu... jahat sekali kamu Kino, sergah hati ke!ilnya. Terlebih lebih, ia bersyukur pada kedua

kakinya, yang dengan tanpa perintah telah membawanya ke pertemuan ini. Sebuah pertemuan ringan yang sangat berarti bagi Kino. Mengapa- Karena tiba tiba Tris merasa haus. &$ku mau minum es kelapa muda,& u!ap Tris ketika mereka sedang menunggu giliran membayar di kasir. Kino berdiri di belakang Tris, berdoa agar kasir bekerja selambat mungkin. &"oleh aku ikut-& u!ap Kino dengan keberanian yang menyebabkan lututnya agak sedikit lemas dan jantungnya berdegup keras. "agaimana kalau ia menjawab &tidak&Tris tersenyum tanpa terlihat Kino. +alam hati, ia mengagumi juga keberanian dan ketegasan pemuda yang tampaknya pemalu ini. +alam hati pula ia bergumam, mungkin ada baiknya aku mengenal dia. .ntah apa perlunya mengenal dia, tetapi entah apa perlunya pula menolak tawaran berteman. Pemuda ini tampaknya baik, pikir Tris, dan tentunya enak juga minum ditemani seseorang. Minimal ada yang mengangkat tas tas plastik belanjaanku, &Kamu suka kelapa muda-& jawab Tris tidak langsung meng iya kan permintaan Kino. &Suka. $ku juga suka es alpokat. $tau es !ampur. $tau es dawet,& sahut Kino dengan lan!ar. $pa pula maksudnya membuat da7tar kesukaan seperti itu. Tris tertawa ke!il lagi dengan langgam dan lagu yang selalu mempesona Kino itu. $h, hari terasa lebih indah dari biasanya. Tetapi rasanya !epat sekali giliran membayar tiba, dan !epat sekali kasir itu bekerja menghitung belanjaan Tris, lalu belanjaan Kino. Mengapa mereka harus !epat !epat seperti itu, sergah Kino dalam hati. Pemuda ini masih ingin berdiri lama lama di belakang Tris, dekat sekali sampai ia bisa men!ium keharuman par7umnya yang lembut. +ekat sekali sampai ia bisa melihat samar samar tengkuknya yang putih mulus dan bahunya yang tak tertutup, melengkung indah bagai patung marmer hasil pahatan maestro 'talia. 33333 Warung tempat mereka minum tidaklah terlalu besar dan terletak di lantai dasar mall. $da sebuah meja dengan dua kursi di dekat jendela ka!a besar lewat mana Kino bisa memandangi keramaian di luar. Tris meneguk es kelapa muda dalam gelas besar, dan Kino memilih minuman ringan dingin tanpa es karena alpukat tidak ada dan dawet terlalu mengenyangkan.

&"agaimana kabarnya Ria-& tanya Kino dengan kesungguhan ingin mendengar !erita tentang anak ke!il yang lu!u itu. 'ni memang bukan basa basi. Kino memang menyukai anak perempuan itu, seperti ia juga menyukai ibunya. $h, betapa ganjil rasanya seorang mahasiswa menyukai seorang ibu beranak satu, &"aik baik saja,& jawab Tris sambil memainkan sendok, &Tetapi tambah nakal dan tambah banyak permintaanya. Kemarin dia minta dibelikan bebek, katanya untuk ditaruh di bak mandi.& Kino tertawa, membayangkan betapa nakal dan !erdasnya permintaan itu. Ketika anak anak lain meminta mainan atau permen, Ria justru meminta bebek. Sebentar lagi anak itu pasti akan meminta kuda poni atau beruang. 0alu Tris ber!erita panjang lebar tentang anak itu, dan Kino dengan senang hati mendengarkannya. Mulai dari kebiasaan buruk Ria menggigit ujung bajunya, sampai kesukaan Ria pada telur mata sapi yang disiram ke!ap manis, sampai ke kamarnya yang tidak pernah rapi. Kino terpesona, menopang dagu di tangannya, memandang bidadari di hadapannya berki!au ramai dengan penuh semangat. Terutama, Kino terpesona melihat muka Tris yang selalu tampak ber!ahaya !ahaya. 0ebih dari sekali pemuda ini tidak menyimak satu pun kalimat Tris karena terpaku pada wajahnya. Setelah beberapa lama ber!erita, Tris pun sadar bahwa Kino tidak terlalu menyimak. 'a juga tiba tiba malu sendiri karena memborong pembi!araan. Tetapi yang lebih membuatnya berkesan adalah !ara pemuda di hadapannya ini memandang dirinya. Tris tahu, dirinya adalah seorang wanita yang menarik. 6idup telah mengajarinya, sejak ke!il, bahwa ia lahir dengan ke!antikan yang mempesona. :rang orang di sekelilingnya telah menunjukkan padanya kekaguman yang terkadang berlebihan. Maka kalau Kino terpesona, Tris tak terlalu heran. 5ang membuatnya berkesan justru adalah !ara pemuda ini menyatakan kekagumannya. Pemuda ini mengungkapkannya dengan halus, menyembunyikannya di balik kegugupan dan ke!anggungannya, membuat Tris merasa lebih dihargai. &Kenapa kamu memandang seperti itu-& u!ap Tris tiba tiba di tengah !eritanya. 'a sengaja ingin &menembak& pemuda ini, ingin melihat reaksinya. Kino pun memperlihatkan reaksi alamiahnya. &.h ... ya.., aku,& jawab Kino tergagap, &$pa-& Tris tertawa lepas, tidak saja dengan mengeluarkan suaranya yang renyai merdu itu, tetapi juga dengan matanya yang berbinar, dengan bibirnya yang basah, dengan rambutnya yang tergerai lepas, dengan bahunya yang bergun!ang gun!ang mempesona.

Kino benar benar tak sanggup berkata kata berhadapan dengan mahluk yang sejak lama memenuhi mimpinya ini. &Kamu terlalu sering bengong. $pakah di kuliah mu ada pelajaran bengong-& u!ap Tris setelah berhasil menghentikan tawanya. Kino menunduk, merasakan mukanya terbakar. Sialan, sergahnya dalam hati, bidadari ini ternyata nakal juga. &+an kamu juga memandang saya seperti memandang mahluk angkasa luar,& sambung Tris lagi sambil menahan tawa melihat Kino mati kutu seperti itu. Senang juga rasa hatinya menggoda pemuda !akep yang pemalu ini. 0agipula, ia diam diam ingin menguji mental pemuda ini. .ntah kenapa, banyak sekali yang ingin dilakukannya terhadap pemuda ini. Tris, bisik hati ke!ilnya, hati hati lah dengan kesenanganmu. Tetapi kenapa musti hati hatiKino akhirnya memberanikan diri memandang lurus ke mata Tris. +ia menghela na7as dalam dalam, berharap agar jantungnya bisa berdetak lebih perlahan. 0alu ia menyusun kekuatan hati, sebelum akhirnya beru!ap pelan tetapi !ukup jelas, &Kamu memang seperti bidadari.& &$pa-& kini giliran Tris yang terkejut. Pemuda ini punya keberanian juga rupanya, Kino mengumpulkan lagi kekuatan hatinya, lalu beru!ap lebih keras, &Kamu seperti bidadari.& Tris menghentikan tawa dan senyumnya. :h, bisiknya dalam hati, pemuda ini mengu!apkan kalimat itu seperti sedang mengu!apkan sumpah perkawinan. Pelan tetapi tegas. 0embut tetapi penuh kesungguhan. Nah, apa yang akan kau lakukan dengan pemuda ini, Tris, Sergah hati ke!ilnya. Kini sudah kau terima jawabannya, apa yang akan kau lakukanKino kuatir melihat Tris tiba tiba diam dan mengubah tidak saja sinar mukanya tetapi juga duduknya. Kini bidadari itu tidak lagi duduk santai, melainkan menegakkan tubuhnya dan men!urahkan perhatian ke minumannya. &Maa7,& buru buru Kino beru!ap hampir tak terdengar. 'a kuatir bahwa u!apannya terlalu lan!ang. 5a, memang tidak lumrah mengu!apkan kata kata seperti itu kepada seorang wanita yang sudah bersuami dan beranak satu, bukanTris berdehem membersihkan tenggorokannya yang tiba tiba terasa gatal. 0alu ia tersenyum, merasa agak menyesal harus memulai

permainan yang kini ternyata tidak begitu lu!u itu. %!apannya juga pelan nyaris tak terdengar, &Tidak apa apa.& 0alu ke!anggungan memenuhi mereka, dan Kino menyesal bersikap terlalu terus terang. 0ihatlah apa yang kau lakukan Kino, kau merusak suasana dengan u!apan lan!angmu itu. 6atinya penuh dengan makian makian. :h, pikir Kino risau, kini hatiku pun ikut berontak terhadap diriku. 0alu minuman Tris habis tandas dan ia mengatakan sebaiknya ia pulang karena hari sudah mulai gelap. Kino tak bisa berbuat apa apa lagi untuk memperbaiki suasana. +engan enggan ia bangkit, memaksa untuk membayar minuman tetapi gagal, karena Tris menolak dan menganjurkan untuk membayar sendiri sendiri. Kino semakin risau dan menyimpulkan tindakan Tris itu sebagai reaksi atas kelan!angannya. 0alu mereka pun berpisah. Tris naik taksi dan bahkan tidak menawarkan kepada Kino untuk ikut serta. Pemuda ini semakin terpukul walaupun ia berusaha keras menyembunyikan perasaannya dengan terus menerus tersenyum. Pastilah senyuman itu tidak bagus sama sekali. Tris melambai dari dalam taksinya. +ilihatnya Kino berdiri di trotoar memandang terus ke taksinya sampai taksi itu hilang di tikungan. 6mm, pikir Tris dalam hati, pemuda itu pasti menyangka aku marah. Sebuah senyum manis terkembang di bibirnya. Mungkin ada baiknya ia membiarkan pemuda itu berpikiran bahwa dirinya marah. Tris ingin tahu, apa yang akan dikerjakannya. $h, kadang kadang ia merasa dirinya terlalu sadis, suka mempermainkan perasaan orang. &Mau kemana, non-& tiba tiba u!apan supir taksi membuyarkan lamunan Tris. $staga, taksi ini berjalan keluar dari pelataran parkir mall, tetapi tidak tahu hendak kemana. Tentu saja, Tris belum menyebutkan alamatnya. Maka buru buru ia mengu!apkan tujuan dan berbisik dalam hati, hei ... ternyata kamu sendiri juga terpikat pada pemuda itu. Sialan, sergah Tris dalam hati, kesimpulan itu terlalu !epat. Tetapi, hmmm .. bagaimana kalau kesimpulan itu benar3333333333 Malam itu Kino tidak bisa tidur sampai menjelang 7ajar. Ketika akhirnya ia tertidur, mimpinya pun menggelisahkan. 'a bermimpi didatangi seorang lelaki yang mengaku adalah suami Tris. 0elaki itu memperingatkan Kino agar jangan sekali lagi mendekati istrinya. 0ebih !elaka lagi, lelaki itu datang bersama Ria yang ikut ikutan

memarahinya. $nak ke!il itu mengatakan bahwa ibunya tidak suka kepada Kino. Kino terbangun dengan tubuh penuh keringat. Kepalanya juga terasa sangat berat karena tidurnya tidak !ukup. 'a bangkit hendak menuju kamar mandi karena harus kuliah. Tetapi keinginan tersebut dibatalkannya. 'a kembali ke dipan dan meringkuk meneruskan tidurnya. "iarlah ia membolos sekali ini, besok akan meminjam saja !atatan Tigor atau Ridwan. Tengah hari baru ia terbangun dengan perut lapar. 'bu kost tampak kuatir melihat Kino keluar dari kamarnya dengan wajah kusut masai. 'bu itu bertanya apakah Kino sakit, dan pemuda itu menjawab bahwa ia !uma kurang tidur. &Tetapi wajahmu seperti mayat hidup,& u!ap ibu kost yang baik hati itu. &Mungkin karena saya lapar saja, bu,& jawab Kino, membuat wanita tua itu langsung sibuk menyiapkan meja dan menuju dapur. Kino merasa tidak enak dibuatnya. 'bu ini terlalu baik. &"iarlah, bu. Saya bisa mengambil sendiri,& u!apnya sambil menyusul ke dapur. 33333333 Sehabis makan siang, Kino memutuskan untuk memba!a saja di kamar. Tetapi ketika ia sedang membersihkan dan membereskan tempat tidurnya, terdengar ketukan pelan di pintu. Kino yang sedang membelakangi pintu menyangka itu ibu kost, maka ia beru!ap tanpa menoleh, &Sayur lodehnya enak sekali, bu.& &'ni 'ndi, kak,& suara gadis itu terdengar nyaring bagai petir di siang bolong. Kino hampir terlompat, membalikkan tubuhnya. 'ndi berdiri di ambang pintu, membentuk siluet berlatar belakang terik siang di luar sana. Kino memi!ingkan matanya, seakan ingin memastikan bahwa itu memang 'ndi. &Kata 'bu kost, Kak Kino tidak kuliah dan ada di kamar,& u!ap 'ndi masih berdiri di ambang pintu, &Maa7 kalau 'ndi mengganggu..& )tentu saja, ini bukan 'ndi yang biasanya. Sejak &peristiwa lompat jendela& beberapa waktu yang lalu, 'ndi tidak lagi !entil dan bahkan terlalu sopan*. &.h, 'ndi,& u!ap Kino dengan rasa kaget yang orisinal, tidak dibuat buat, &Tumben ke sini. $yo masuk.&

+engan !anggung 'ndi melangkah masuk. +i tangannya ada sebuah buku dan sebuah pena. Pasti PR matematika, pikir Kino. +an betul saja. &"oleh tanya soal matematik, Kak-& u!ap 'ndi dengan suara ragu ragu, tidak dengan manja seperti biasanya. $h, Kino sebenarnya ingin 'ndi kembali seperti semula. Tidak wajar rasanya mendengar suara 'ndi yang serba 7ormal itu. Kino tersenyum semanis mungkin dengan harap dapat men!airkan suasana. 0alu ia melangkah mendekat, meraih tangan 'ndi dan menuntunnya ke meja belajar dekat jendela. 'ndi menurut saja dan duduk sopan di bangku yang tersedia. Kino permisi sebentar keluar untuk mengambil kursi lain. Ketika pemuda ini kembali, 'ndi masih duduk diam diam. "iasanya, gadis ini sudah bergulingan di dipannya, 0alu Kino dengan sabar menuntun 'ndi menjawab 89 soal matematika di buku PR nya. Tidak seperti biasanya, soal soal ini memang benar sulit. $rtinya, 'ndi memang benar benar memerlukan bantuan, bukan sekedar mengganggunya. +alam hati Kino tersenyum, merasa senang bahwa akhirnya hubungan mereka membaik kembali. &"oleh 'ndi tanya sesuatu, kak-& kata 'ndi ketika soal terakhir sudah selesai. "uku PR sudah ditutup. &"oleh,& jawab Kino pendek sambil membersihkan bekas bekas rautan pensil yang tadi dipakainya untuk men!oret !oret jawaban. &Kenapa waktu itu Kak Kino marah-& tanya 'ndi dengan suara pelan. Terlalu pelan untuk gadis yang biasanya !entil itu. Kino terdiam. Sungguh ia tidak berharap 'ndi bertanya tentang soal yang satu itu. 'a sendiri sampai sekarang belum tahu apa yang sesungguhnya terjadi malam itu. Tetapi Kino juga lega karena akhirnya ia punya kesempatan untuk mendiskusikan hal ini dengan 'ndi. &$ku juga tidak tahu, 'ndi,& jawab Kino akhirnya, terus terang dan apa adanya. 'ndi mengangkat mukanya, menggigit bibirnya yang ranum seperti sedang berusaha menahan sesuatu. Matanya yang sebenarnya memang indah itu tampak agak basah. $h, jangan itu lagi 'ndi. #angan menangis lagi. Sergah Kino dalam hati. &$ku sudah minta maa7, bukan-& u!ap Kino buru buru.

&'ndi juga minta maa7,& u!ap gadis itu pelan, lalu menunduk memainkan ujung baju seragamnya. Kino tak tega juga rasanya melihat 'ndi menjadi murung begitu. Maka dengan lembut disentuhnya bahu 'ndi. &Sudahlah, 'ndi. Kita lupakan saja peristiwa itu. Sekarang 'ndi bisa ke sini lagi seperti biasanya, dan kita bisa berteman lagi& kata Kino. &Tetapi 'ndi tidak bisa melupakan peristiwa itu,& jawab gadis itu. Kino menghela na7as panjang, &"aiklah. Tetapi jangan sampai membuat kamu berubah seperti ini& &Seperti apa-& tanya 'ndi, matanya masih berka!a ka!a. &Seperti ini,& u!ap Kino sambil mengembangkan tangannya, &Terlalu dibuat buat, terlalu 7ormal. Tidak seperti biasanya.& &Kak Kino ingin 'ndi seperti apa-& %ps, Kino tiba tiba sadar bahwa gadis ini sedang membi!arakan sesuatu yang sangat serius. Terlebih lagi, pertanyaan terakhir ini ternyata sulitA seperti apa Kino ingin 'ndi bersikap&Kembali seperti biasa, lah,& jawab Kino sekenanya sambil berpikir keras untuk menyiapkan jawaban berikut, karena ia tahu 'ndi bukan gadis yang gampang menyerah. &Seperti dulu lagi-& tanya 'ndi. &'ya. Seperti dulu lagi ...,& u!apan Kino tak selesai, mengambang di tengah tengah. &Manja dan nakal-& tanya 'ndi. Wajah gadis ini menunjukkan kesungguhan. Mati aku, sergah Kino dalam hati. /adis ini ternyata sama seriusnya dengan hakim di pengadilan yang sedang menanyai terdakwa. &'ya... ya. "egitulah,& kata Kino !epat !epat. 'a bangkit hendak membuang bekas rautan pensil, dan melakukannya dengan seperlahan mungkin agar bisa selama mungkin menjauh dari 'ndi yang masih duduk tegak di kursi. &Tetapi 'ndi dulu suka sekali kepada Kak Kino. $pakah masih boleh begitu-& tanya 'ndi lagi. $h, ini pertanyaan yang amat sulit buat Kino. &"oleh saja,& sahut Kino sambil pura pura membereskan buku buku di rak dinding dekat pintu keluar.

&"oleh minta di!ium lagi, misalnya-& tanya 'ndi pelan, tetapi benar benar terasa seperti dinamit meledak dekat telinga Kino. Kino terpaku di tempatnya berdiri. Keduanya saling memunggungi. Kino berpikir keras untuk menjawab pertanyaan itu, tetapi ia tidak bisa melihat 'ndi tersenyum ke!il walau matanya masih basah. /adis ini merasa &menang angin&. Setelah sekitar dua menit, akhirnya Kino berbalik, berjalan mendekat ke meja dan menghenyakkan tubuhnya di kursi. 'ndi mengangkat muka, memandang dengan matanya yang menusuk tajam ke hati Kino. Nah, begitulah akibatnya kalau menganggap enteng anak SM$, pikir Kino penuh penyesalan. &Kak Kino tidak ingin 'ndi seperti dulu lagi, bukan- Tidak ingin 'ndi menyukai Kak Kino dan minta di!ium. Tak ingin 'ndi masuk kamar seenaknya lalu tidur di kasur Kak Kino,& u!ap gadis itu dengan lan!ar. Kino terpana. 5a. Memang itulah yang diinginkannya. Kenapa ia tidak berani mengu!apkannya. Karena kau tak ingin 'ndi berhenti manja kepadamu, Sergah hati ke!ilnya. &Kak Kino tidak suka sama 'ndi, bukan-& tanya gadis itu lagi melihat Kino diam saja. Kino menghela na7as panjang, menghembuskannya keras keras, lalu ia menggeleng geleng dengan kuat. &Tidak,& katanya, &Kakak suka sama 'ndi, tetapi juga takut kalau rasa suka itu berubah menjadi peristiwa seperti malam itu.& &Kenapa takut-& tanya 'ndi. &Karena kamu bisa hamil,& sergah Kino, lega bisa beru!ap terus terang. &Tetapi kita tidak melakukan hubungan kelamin,& 'ndi bersikeras. &Tetapi kamu membuka !elana,& sahut Kino !epat. &Tetapi semua anak laki selalu ingin membuka !elana 'ndi,& sahut 'ndi tak kalah !epat. &5a ampun, 'ndi,& Kino menepuk dahinya sendiri, &"erapa, sih, anak laki laki yang pernah ingin membuka !elanamu-& &6mmm ...,& 'ndi memejamkan matanya seperti berpikir keras, tiba tiba ia sudah berubah menjadi !entil lagi. $staga, gadis ini !epat

sekali berubah, sergah Kino dalam hati. +an kemana sebeetulnya arah pembi!araan ini&+elapan,& u!ap 'ndi sambil membuka matanya. Kino tersentak. /ila, dia sudah punya delapan mantan pa!ar, &Kenapa kamu ungkapkan semua ini, 'ndi,& u!ap Kino lirih, &$pa yang ingin kamu diskusikan- Seks-& 'ndi mengangguk. Kino terpana lagi. 4elaka, kenapa aku harus punya tetangga !entil dan !erdas seperti ini, keluhnya dalam hati. &'ndi ingin tahu, kenapa Kak Kino tidak meneruskan tindakan malam itu setelah tahu 'ndi sudah tidak ber!elana dalam,& ujar gadis itu lan!ar, seakan akan sedang bertanya tentang kenapa rumput warnanya hijau, atau kenapa ular tidak berkaki. &Karena ...,& Kino berhenti beru!ap. 'a tak tahu harus berkata apa. &Kenapa Kak Kino tidak meraba raba 'ndi di bagian itu, padahal 'ndi tak keberatan,& potong 'ndi melihat Kino tak melanjutkan u!apannya. &Karena ...,& Kino berhenti lagi. 'a betul betul kehabisan kata kata. 'ndi membawa persoalan yang jauh lebih sulit dari matematika tersulit yang pernah dipe!ahkannya. &$pakah karena Kak Kino tidak pernah melakukannya- Maksud 'ndi, tidak pernah meraba raba di bagian sana-& &$ku pernah,& sergah Kino. Tetapi !uma itu yang bisa dikatakannya. &+engan siapa-& 'ndi mendesak dan tampak tenang tenang saja. "ahkan kini duduknya pun tidak lagi tegak, melainkan sudah lebih santai. &+engan pa!arku, tentunya,& sergah Kino lagi, &Tetapi sekarang sudah putus ...,& sambungnya !epat. $h, betulkah ia sudah putus dengan $lma .. &Pa!ar Kak Kino senang diraba raba di bagian itu-& Kino bangkit tergesa gesa, kursinya sampai terguling berkelontangan. 'ndi tersenyum melihat pemuda ini gelisah oleh pertanyaan pertanyaannya. +an Kino pun sadar 'ndi sedang menghukumnya, sedang membalas perlakuannya malam itu. Kini Kino sadar, apa yang dimaksud dengan &tak bisa melupakan& di kalimat 'ndi sebelumnya.

&$ku tak mau menjawab pertanyaanmu lagi,& sergah Kino akhirnya sambil mengembalikan kursi ke posisi semula. +ari nada suaranya, 'ndi tahu Kino tidak marah. %!apan itu lebih berupa pernyataan menyerah daripada marah. &#adi, Kak Kino tidak mau lagi men!ium 'ndi, atau meraba raba 'ndi, bukan-& u!ap gadis itu sambil bangkit perlahan dan mendorong kursinya dengan rapi. +idekapnya buku PR matematika di dadanya, lalu ia memutar tubuh menuju pintu keluar. Kino terpaku di tempatnya berdiri, memandang 'ndi perlahan lahan meninggalkan kamar. $h, rasanya ada yang belum selesai dalam diskusi ini, tetapi apa- %!ap Kino dalam hati. Terburu buru, ia menahan 'ndi pergi, &#angan pulang dulu,& katanya. 'ndi berbalik di ambang pintu, kembali membentuk siluet dengan latar belakang terik siang di luar sana. Kino mendekat, meraih tangan gadis itu, dan menariknya kembali ke dalam. 0alu, dengan tanpa ren!ana sama sekali, gadis itu sudah ada dalam pelukannya. Tanpa ren!ana pula, bibir gadis itu telah di!iumnya. +ilumatnya dengan gemas. Tanpa ren!ana sama sekali, pintu kamar tiba tiba tertutup dengan suara berdebam. &Kak Kino..,& desah 'ndi ketika pemuda itu merenggangkan !iumannya, tetapi segera gadis itu terdiam lagi karena Kino kembali melumat bibirnya yang ranum membasah. Tangan gadis itu tahu tahu sudah memeluk leher Kino. "uku dan bolpennya jatuh berserakan di lantai. Matanya yang tadi basah kini terpejam. 'ndi merasa tubuhnya seperti segumpal kapas ringan yang terbawa angin terbang tinggi. Sebersit rasa nikmat yang telah lama dikenalnya kini mun!ul lagi di dalam tubuhnya. 'a membuka mulutnya, membiarkan lidah Kino dengan liar bermain main di dalamnya. 'a membalas setiap pagutan pemuda itu, membiarkan tubuh keduanya pelan pelan terbakar birahi. Kino pun tak tahu apa yang terjadi dengannya. "egitu !epat segalanya berlangsung. Tahu tahu tangannya sudah berada di balik beha 'ndi, di balik baju seragamnya yang kini sudah terbuka setengahnya. Nikmat sekali rasanya memegang daging kenyal yang membukit itu. Telapak tangannya terasa geli menyentuh putting 'ndi yang segera tegak tegang. +engan gemas Kino meremas, membuat 'ndi mengerang pelan. Kino meremas lagi lebih keras. 'ndi mengerang lagi, kini disertai desah gelisah dan na7as yang semakin memburu. Perlahan lahan, dengan terhuyung huyung, keduanya bagai sepakat melangkah ke arah ranjang. Tak lama kemudian, keduanya sudah

bergulingan di dipan yang belum lagi sempat dirapikan itu. Kino menindih tubuh 'ndi sambil terus melumat bibirnya. Terus terang, bibir 'ndi sangat menggairahkan untuk dilumat dikulum. Ranum dan basah bagai mangga muda yang siap dirujak. Na7asnya harum memenuhi hidung Kino, membuat pemuda ini semakin mabuk kepayang. Tangannya masih pula bermain main di dada 'ndi yang kini sudah terpampang terbuka, menjulang indah bergerak turun naik seirama na7asnya yang memburu. +engan telunjuk dan jempolnya, Kino menjepit putting 'ndi, memilin milinnya perlahan tetapi juga gemas. 'ndi melepaskan mulutnya dari pagutan Kino karena ia ingin mengerang merasakan rasa geli yang nikmat ber!ampur sedikit perih datang dari pun!ak payudaranya, &Ngggg ... aaah,& Kino men!iumi leher gadis itu, yang selalu harum sabun wangi ber!ampur kelembutan bayi. Perlahan digigitnya sedikit leher jenjang itu. 'ndi menggelinjang. Kino menggigit lagi lebih keras. 'ndi mengerang, berusaha menjauhi lehernya dari gigitan Kino, tetapi tidak sungguh sungguh berusaha. /adis itu menggelinjang lagi, merasakan dadanya diremas remas oleh tangan Kino yang kini seperti menyebarkan bara hangat ke seluruh tubuhnya. Tangan 'ndi kini merasuki rambut Kino yang mulai gondrong, lalu pelan pelan dara itu mendorong kepala Kino ke bawah. Setengah memaksa, setengah meminta, 'ndi terus mendorong hingga akhirnya mulut Kino tiba di lembah payudaranya. :h, terasa hangat na7as Kino memenuhi dada 'ndi. :h, terasa semakin geli gatal pun!ak pun!ak payudaranya, menunggu mulut yang nakal dan basah itu. 'ndi pun mengerang lagi, bahkan kemudian berbisik, &$yo, Kak ... gigit lagi....& +an Kino pun menggigit, menyebabkan 'ndi menggeliat sambil mendesis menyatakan rasa nikmatnya. 0alu Kino mengangkat kepalanya, men!iumi pun!ak payudara 'ndi, terutama di pangkal putingnya. 'ndi menggeliat lebih hebat lagi, merasakan betapa kegelian itu bagai berpusing pusing di pun!ak payudaranya. "agai angin putting beliung yang menderu deru memenuhi dadanya. $palagi kemudian Kino mengeluarkan lidahnya, menjilati pangkal putting dan daerah lingkaran berwarna !oklat tua itu. :h, 'ndi merasa dirinya dilambungkan ke langit luas. $palagi lalu lidah itu naik ke pun!ak putingnya, .... :h, ... 'ndi menggeliat kuat, menyorongkan dadanya, sehingga mau tak mau Kino menerima putting itu di dalam mulutnya. Kino langsung menyedot kuat .... +an 'ndi merasa tubuhnya seperti meledak oleh kegelian kegatalan. &:ooooooh, ... terus Kak,& 'ndi mengerang mendesah, &Terus, Kak.... :oooh,&

0alu 'ndi merasakan kenikmatan yang amat kuat seperti mendesak keluar dari dadanya, turun ke bawah menuju perutnya, terus ke bawah memenuhi pinggulnya, sebelum akhirnya bermuara di antara dua pahanya yang kini bergetar. +engan tak sadar, 'ndi merenggangkan kakinya, lalu memeluk pinggang Kino dengan kakinya, menarik bagian bawah tubuh pemuda itu semakin rapat ke tubuhnya. Roknya sudah tersingkap tak karuan, menampakkan kedua pahanya yang mulus dan ditumbuhi rambut rambut halus yang nyaris tak terlihat. Kino merasakan pinggulnya bagai dijepit kepiting raksasa. Perutnya terasa hangat menempel di perut 'ndi yang terbuka. 4elana jeans nya terasa sangat sempit, terutama di bagian depan. Sejak men!ium tadi, kejantanan Kino telah tegak tegang dengan sendirinya. Kini kejantanan itu terjepit di antara lembah hangat yang tertutup nilon tipis. Nyaman sekali rasanya. /eli dan gatal pula. Kino pun mengerang. Sambil terus menghisap menyedot tonjolan kenyal di dada 'ndi, pemuda ini pun menggerakkan pinggulnya berputar putar. "agi Kino rasanya memang tidak begitu leluasa, mengingat jeans yang dikenakannya terlalu tebal. Tetapi bagi 'ndi, gesekan jeans yang menyembunyikan tonjolan keras hangat itu sangatlah menimbulkan gairah. 'ndi merasakan selangkangannya mulai basah dan ada rasa gatal yang minta digaruk di bawah sana. 'a pun mengeratkan jepitan kedua pahanya, menekan Kino lebih lekat lagi terhenyak ketubuhnya. 'ndi merasakan geli gatal itu kini ber!ampur rasa ingin buang air ke!il, penuh desakan desakan yang menggelisahkan. 'a memejamkan matanya kuat kuat, tersengal sengal berna7as karena dadanya terasa sesak, jantungnya berdegup makin ken!ang. Seluruh tubuhnya meregang setiap kali Kino menggerakkan pinggulnya dan rasa geli gatal itu kini menyebar keseluruh tubuhnya. Sebentuk desakan amat kuat terasa di bagian dalam kewanitaannya, yang kini seperti diremas remas oleh tonjolan di !elana jeans Kino itu. 'ndi mengerang keras sambil meregangkan kedua pahanya lebar lebar, menyebabkan pemuda itu lebih leluasa bergerak. Kino bergerak makin keras dan kasar. Tidak saja berputar putar, tetapi juga mendorong mendesak ke depan, menyebabkan pantat 'ndi semakin terbenam di kasur. /adis ini meregangkan kedua kakinya selebar mungkin. Satu tangannya mengait lututnya sendiri, sementara tangan yang lain men!ekram rambut Kino. Tubuhnya melenting ketika ia tak kuasa lagi menahan desakan yang tampak bagai ingin menjebol pinggulnya itu. 'a menyerah, membiarkan sebuah aliran hangat seperti menyebar !epat di dalam kewanitaannya, dibarengi rasa nikmat yang luar biasa.

&$aaaah...... Kak Kino....... :oooooooh,& 'ndi mengerang keras, &$aaaaah,& Tubuh gadis ini lalu bergun!ang hebat, mula mula hanya di pinggulnya, tetapi lalu juga di seluruh tubuhnya. Kino ikut tergun!ang tetapi ia tetap berusaha berada di atas tubuh gadis itu. 'ndi mengerang, mengeluh, mendesah, mendesis panjang. Tubuhnya bagai dipenuhi per yang membuatnya melenting melambung di atas kasur. +ipan pun berderit ramai membuat Kino kuatir terdengar ibu kost. 0alu gadis itu terkulai lemas, seakan kehilangan seluruh tulang di tubuhnya. Matanya masih terpejam dan seluruh wajahnya berona merah seperti kepiting rebus. Mulutnya sedikit terbuka, menghamburkan na7as yang masih memburu. +adanya yang telanjang tampak agak berkeringat, turun naik dengan !epatnya. Sungguh seksi pemandangan ini bagi Kino, yang masih menempel erat di tubuh dara itu, dengan kedua tangan men!ekal serta menekan pergelangan 'ndi di kasur. Seperti seorang polisi yang menerkam dan menahan penjahat agar tidak berontak kabur. 0alu na7as 'ndi mereda, dan ia membuka matanya, memandang Kino yang sedang termangu memandang wajah gadis itu. Manis sekali 'ndi dalam keadaan seperti ini. Rambutnya yang legam bagai membingkai wajahnya yang o=al. "ulu matanya lentik, dan ada lesung pipit ke!il di pipinya. Pelan pelan senyum 'ndi mengembang. &"erisik sekali kamu,& kata Kino sambil tersenyum pula. &"orry, 'ndi lupa diri...& bisik 'ndi manja. 'a sudah kembali seperti semulaA !entil dan penuh senyum manja menggoda. Kino pun sadar, gadis ini punya daya tarik yang tak bisa dianggap remeh. .ntah kenapa, birahi Kino sirna se!epat datangnya. Melihat wajah manis manja di depannya, melihat tingkahnya yang terbuka dan tulus, Kino tiba tiba merasa tak patut melanjutkan permainan berbahaya ini. Tetapi setidaknya ia berhenti pada saat yang tepat, tidak seperti sebelumnya saat 'ndi justru sedang mendaki pun!ak asmara. 'ndi melepaskan diri dari !engkraman tangan Kino yang memang juga membiarkannya lepas. 0alu gadis itu mengembangkan tangannya, mengundang Kino ke dalam pelukannya. Mereka berpelukan erat, 'ndi memejamkan mata sambil tersenyum puas. Kino merasakan kedua bukit kenyal 'ndi terhenyak di dadanya, menimbulkan kesan indah tersendiri yang tidak !uma berisi birahi tetapi juga kelembutan. &'ndi suka sekali sama Kak Kino,& bisik gadis itu.

&Tetapi kita tak bisa begini terus, 'ndi,& jawab Kino pelan sambil mengusap sayang rambut gadis di pelukannya itu. Terasa oleh Kino gadis itu mengangguk. &Kamu mengerti, bukan-& u!ap Kino lagi sambil berdoa semoga tidak ada diksusi lanjutan di atas tempat tidur dalam keadaan seperti ini. &Mengerti boss,& kata 'ndi jenaka. $h, ia telah kembali ke 7ormatnya semula, pikir Kino gembira. 'ndi yang dulu telah kembali seperti sediakala. Kini persoalannya ada pada Kino kembaliA apakah ia sanggup bersikap tegas terhadap gadis ini. $pakah aku bisa dengan tegas menyatakan pendirianku di depannya, tanya Kino gelisah dalam hati. &Sebaiknya sekarang kamu pulang,& u!ap Kino sambil melepaskan pelukannya. 'ndi pun melepaskan diri dan dengan tenang mengenakan kembali beha dan mengan!ing baju seragamnya. &$pakah 'ndi masih boleh ke mari lagi-& tanya gadis itu sambil merapikan rambut dengan jemarinya. Kino tersenyum lalu men!ubit pipi 'ndi yang masih agak merona merah. 'a tidak menjawab pertanyaan itu, tetapi mengangguk pelan dan samar. &'ndi mendapat PR matematika setiap hari, lho,& u!ap gadis itu dengan mata yang dilebarkan. &"oleh. Tetapi kita kerjakan di meja makan, di ruang tengah,& jawab Kino kalem. &"agaimana kalau PR itu harus dikerjakan hari Sabtu-& kata 'ndi sambil bangkit dan merapikan roknya. &Kenapa memangnya-& &"oleh mengerjakannya malam malam di kamar Kak Kino-& Sialan, sergah Kino dalam hati. Tentu saja, itu adalah malam minggu, Kino bangkit dan mendorong bahu gadis 'ndi, menyuruhnya keluar sambil tersenyum menyadari betapa ia kalah !erdik oleh gadis itu dalam soal soal yang seperti ini. &"oleh atau tidak-& desak gadis itu di ambang pintu yang sudah dibuka Kino lebar lebar. &Tidak,& jawab Kino pendek sambil menatap kedua mata 'ndi yang juga sedang lekat memandangnya.

&"enar benar tidak boleh-& Kino menggeleng. &"enar benar tidak boleh,& katanya sambil mendorong lagi 'ndi agar melangkah keluar. Mereka lalu berjalan beriringan keluar. Kino mengantar sampai pagar lalu berbalik tanpa menjawab lambaian tangan 'ndi, tanpa mempedulikan pula !ibiran gadis itu. Tiba tiba ia merasa mengantuk sekali. Merasa letih sekali. Kejadian kejadian dua hari ini membuat Kino merasa tak berdaya. 'a ingin segera tidur kembali.

Rahasia Ridwan dan Petualangan pun $imulai


Suatu siang di kantin kampus yang ramai oleh !eloteh mahasiswa, Ridwan mengajak Kino duduk berdua di sebuah pojok. 6eran juga Kino dibuatnya, persoalan penting apa yang hendak disampaikan karib sekaligus &saingan& nya ini&Kalau mau ngomong soal ujian jangan di sini, lah,& protes Kino tetapi membiarkan tangannya diseret Ridwan. &"ukan soal ujian, tetapi soal yang lebih penting lagi,& kata Ridwan dengan muka serius. Pemuda ini jarang serius, dan kalaupun serius pasti ada maunya. Misalnya, pemuda ini sering meminta pendapat tentang gadis yang ditemuinya di jurusan lain, atau di kampus lain. Ridwan terkenal sebagai play boy kampus yang berganti pa!ar hampir sama seringnya dengan ia berganti baju. Maklum, wajahnya ganteng dan mobil <W kodok mulus berwarna merah darahnya sangat memikat mata. Tetapi Ridwan selalu bertanya kepada Kino, bukan hanya untuk meminta pendapat, tetapi juga untuk menyampaikan sema!am claim agar Kino tak berpikir untuk bersaing dengannya. Maklum, Kino termasuk urutan kedua dalam soal kegantengan, walau nomor terakhir dalam soal mobil. &Soal si $nggi dari 7akultas ekonomi di %ni=ersitas P itu, kan-& tebak Kino, karena seingatnya Ridwan terakhir kali tampak berjalan dengan dara tinggi berambut sebahu itu kira kira 2 hari yang lalu. +alam hemat Kino, pastilah Ridwan sudah menemukan penggantinya. #arang ada gadis berada di samping Ridwan lebih dari 2 hari, &"ukan,& sergah Ridwan sambil terus menarik Kino ke pojok yang agak sepi. &Permisi,& kata Ridwan lagi kepada dua mahasiswa yang dari tampang dan tingkahnya jelas beberapa tingkat di bawah mereka. +an kalau Ridwan bilang &permisi& seperti itu )suaranya keras dan lantang*, maka artinya &minggir kalian&. Kedua mahasiswa yang tadinya duduk itu pun tampaknya mengerti bahasa sang senior. Mereka ngeloyor pergi tanpa basa basi. Kino duduk menghadap tembok. Ridwan duduk di sisi kiri, meletakkan kedua tangannya di meja dengan posisi sangat serius.

&$da apa, Rid. Kamu tidak mau mengajak bertanding pan!o, kan-& tanya Kino tak sabar. &$ku mau bi!ara soal Tris,& u!ap Ridwan. Suaranya tenang, pelan, tetapi juga tegas. Kino langsung terperangah. Mulutnya terbuka tetapi kerongkongannya tersekat. +ari mana pemuda ini tahu tentang Tris- 'a bahkan belum pernah menyebut nama bidadari itu di kampus atau di manapun. Nama 'ndi sering ia sebut@ tetapi Tris- .. belum pernah sekali pun. "ahkan Rima yang sering melihat Kino turun dari mobil Tris pun tidak pernah tahu nama bidadari itu. &+engan mulut terbuka seperti itu, kau persis keledai bego,& sergah Ridwan, dan Kino buru buru menutup mulutnya. Tetapi sesungguhnyalah ia merasa amat bego. #adi, pikir Kino, kini Ridwan adalah sainganku, &$ku kenal Tris, walaupun ia tidak begitu mengenalku, dan tidak tahu aku satu kelas dengan mu,& u!ap Ridwan. Kino terdiam. Pantas, belum sekali pun Tris menyebut nama seseorang yang dikenalnya di kampus, walau bidadari itu telah tahu di mana Kino kuliah. Kalau ia kenal Ridwan, pastilah namanya sudah disebut sejak awal. 6al ini sedikit melegakan Kino. Ternyata Ridwan, bukan saingannya. 0alu... &$ku kenal suaminya, karena lelaki itu masih ada hubungan keluarga denganku,& kata Ridwan lagi. Pemuda ini tahu, Kino sedang terkejut dan tak bisa berkata apa apa. Pemuda ini juga sebetulnya iba karena sahabatnya terlibat dengan sesuatu yang tak ia pahami sepenuhnya. &+arimana kau tahu aku kenal Tris-& akhirnya Kino bisa bertanya. &$ku melihat kalian berdua minum dan ber!engkrama,& jawab Ridwan sambil menatap Kino tajam, lalu ia melanjutkan, &+ari tingkahmu, aku tahu kau tertarik kepadanya. #angan !oba membantah.& Kino menunduk. Per!uma menyembunyikan yang sebenarnya di hadapan Ridwan atau Tigor. Kedua sahabatnya ini menganggap Kino adalah an open bookA sebuah buku yang terbuka lebar dan mudah diba!a, &Seberapa jauh kau tahu tentang dia, Kino-& tanya Ridwan sambil mengeluarkan sebungkus rokok dan korek api, lalu menyalakan sebatang tanpa menawarkan temannya.

&+ia punya anak bernama Ria,.. dia punya 6onda 4i=i!,... dia tinggal di sekitar tempat kost ku, atau setidaknya searah dengan tempat kostku,& jawab Kino terus terang. Memang sedikit sekali yang ia ketahui. "uru buru pula ia menyambung, &+an dia !antik sekali,& Ridwan tersenyum mendengar kalimat yang terakhir. Sambil menghembuskan asap rokoknya, ia beru!ap pelan, &Tris memang !antik. Tetapi Ria itu bukan anaknya...& Kembali Kino terperangah. Tetapi, anak itu memanggilnya &mama&. "ukankah &mama& itu berarti ibu, atau apakah sudah ada arti baru dari mama&Ria adalah anak dari kakak Tris yang meninggal karena ke!elakaan dua tahun yang lalu,& kata Ridwan, membuat Kino semakin terperangah. $h, pantas saja Tris terlihat begitu muda untuk punya anak sebesar Ria. Ternyata ia adalah ibu angkat. "agaimana bisa begitu&Tris terpaksa menerima usul keluarganya dan keluarga suami kakaknya agar menerima iparnya itu sebagai suami. 'stilahnya, Tris menerima proses &turun ranjang& karena kedua keluarga tak ingin memutus hubungan,& Ridwan menjelaskan dengan suara pelan. &Pasti Tris sangat men!intai kakaknya ...,& u!ap Kino. &Mereka berdua seperti kembar walau usianya berbeda !ukup jauh. 0ima tahun, kalau aku tidak salah,& kata Ridwan sambil kembali membuat lingkaran lingkaran dengan asap rokoknya. Sejenak keheningan menyelimuti kedua pemuda itu. Kantin yang sangat ramai pun seakan akan sirna menjadi latarbelakang yang samar samar saja terdengar di kuping Kino. &$ku tidak begitu dekat dengan suaminya,& kata Ridwan, &Tetapi menurutku, sebaiknya kau tak usah lah berpikir mendekati Tris. Nanti akan menimbulkan persoalan.& Kino menunduk, memainkan pinggiran meja. $pa yang diu!apkan Ridwan tentunya benar belaka. Kalau pun Ridwan tak punya hubungan apa apa dengan suami Tris, tetap saja tidak baik untuk mendekati istri orang. Kalau pun Tris seorang bidadari yang !antik dan memukau, tetaplah tidak wajar bagi seorang mahasiswa untuk bermimpi mema!arinya@ ke!uali mahasiswa itu juga dari kahyangan. "ukankah begituRidwan menepuk bahu Kino se!ara bersahabat. Mereka berdua segera bangkit karena sebentar lagi harus masuk kelas kembali.

Kino berjalan gontai di samping Ridwan yang juga terdiam, bersimpati kepada perasaan gundah sahabatnya. Sebagai teman, bagi Ridwan tentu lebih baik jika Kino tetap bisa mendekati Tris. Tetapi karena ia punya hubungan keluarga dengan suaminya, Ridwan merasa perlu memperingatkan sahabatnya ini agar menjauh. Walau diam diam ia pun tak yakin, apakah Kino benar benar bisa menjauhinya. $tau, tiba tiba Ridwan berpikir, bagaimana kalau Tris yang mendekati Kino3333333 Sejak penjelasan Ridwan di kantin itu, Kino memang belum pernah berjumpa lagi dengan Tris. Sebenarnya, sejak minum bersama di kantin pun, yakni dua minggu yang silam, Kino belum pernah bertemu lagi dengannya. Ke!uali, tentu saja, dalam mimpi, Kino sering sekali mengimpikan bidadari itu. Tidak saja bermimpi berjumpa dengannya, tetapi juga bermimpi ber!umbu dengannya. Sungguh memalukan rasanya bagi Kino kalau pagi pagi ia harus segera berganti !elana dalam karena mimpi yang erotik itu. Tetapi apalah daya pemuda ini, bayangan bidadari itu selalu mun!ul setiap kali ia mulai memejamkan matanya di tempat tidur. Kini, setelah Ridwan menjelaskan siapa Tris, Kino tetap saja mengimpikannya. Tetap saja berharap berjumpa dengan perempuan yang senyumnya seperti menyebarkan keindahan di hari terburuk sekali pun. Tetap saja Kino susah membuang bayangan keindahan matanya yang selalu membuat tulang di tubuhnya bagai terbuat dari agar agar. Kata orang, kalau kau berharap sangat kuat, maka mungkin harapan itu akan terwujud. Kino berharap dan berharap terus. Setiap hari, saat menunggu angkot, ia sengaja berdiri sangat dekat dengan jalan. 'a sengaja pula menunda naik angkot sampai sering hampir terlambat dibuatnya. 'a selalu melihat ke kejauhan, kalau kalau mobil yang kini sangat dikenalnya itu mun!ul. +emikianlah ia terus berharap, sampai suatu hari di awal musim hujan, bidadari itu mun!ul lagi dalam kehidupannya. 'ni adalah hari ke >9 dari bulan yang sama dengan saat mereka minum di kantin dan saat Ridwan memberinya peringatan. Mobil 6onda 4i=i! itu menepi dekat emperan toko tempat Kino berteduh menunggu angkot menuju kampus. Tidak ada suara Ria yang menegurnya. Kino mendekat dengan ragu ragu, ka!a mobil terlalu gelap untuk melihat siapa yang ada di dalam. Ketika akhirnya jendela depan sebelah kiri terbuka, Kino mendengar sebuah suara yang selalu dirindukannya, &$yo ikut..&

Kino ragu ragu lagi. Tetapi pintu depan kiri telah terbuka, dan dengan jantung berdegup keras akhirnya Kino masuk. &6ai,...$pa kabar-& sapa Tris ringan sambil melemparkan senyumnya yang mempesona itu. 'a ternyata sendirian. Kemana Ria&Kabar baik,& jawab Kino agak !anggung, &Terimakasih atas tawaran tumpangannya.& &$ku harus ke sebuah tempat dekat kampusmu. Ria sedang ada di rumah neneknya, tidak sekolah hari ini,& jelas Tris sambil mulai menjalankan mobilnya. Kino duduk !anggung tak tahu harus berkata apa untuk membuka per!akapan. Tris tampaknya juga tidak punya sesuatu yang akan dibi!arakan, karena ia juga diam saja, serius memandang ke depan. Mungkin juga hujan yang mulai melebat menyebabkan ia harus berkonsentrasi. Mobil melun!ur menembus tirai air rintik rintik. +i luar, suara desir angin ber!ampur derum mesin ber!ampur berisiknya air yang ter!er!ah oleh ban mobil. Tetapi di dalam mobil, suasana hening men!ekam seperti kuburan di malam #umat kliwon. Kino sungguh tersiksa oleh keadaan seperti ini. Setelah hampir 19 menit membisu, Kino pun tak tahan lagi. 'a beru!ap pelan, menyembunyikan getar suaranya, &Maa7 aku membuat kamu tersinggung waktu itu.& Terdengar Tris menghela na7as, lalu menjawab dengan suara pelan pula, &$ku juga minta maa7 karena bertanya yang tidak tidak.& &#adi, kita sama sama bersalah,& u!ap Kino lagi. Tris tersenyum mendengar pernyataan yang polos ini. Sebenarnya, tadi ia ingin lebih dulu membuka per!akapan, tetapi entah kenapa ia ingin pemuda di sampingya itu yang memulai. &Sudah lama aku berharap kita bertemu lagi,& u!ap Kino terus terang. /etar di tubuhnya kini sudah agak berkurang. &%ntuk minta maa7-& tanya Tris. &5a. %ntuk minta maa7, dan ...,& Kino tidak meneruskan kata katanya. Patutkah ia melanjutkannya&...dan untuk bertemu Ria-& sambung Tris. Kino tertawa pelan, &5a.. untuk bertemu Ria,& katanya, lalu disambung dengan suara lebih perlahan, &.. dan ibunya.&

Tris tertawa riang mendengar kalimat terakhir. Sebetulnya ia sudah bisa menebak kalimat itu, tetapi sekali lagi ia ingin mendengar langsung dari pemuda yang perlahan lahan mulai kelihatan menarik baginya. &Tetapi sekarang musim hujan, tak baik minum es terlalu banyak,& kata Tris sambil tersenyum. 0agi lagi timbul keinginannya untuk menggoda Kino. &Tetapi aku masih bisa mengangkat tas tas belanjaanmu,& jawab Kino, meladeni permainan ke!il yang dimulai oleh bidadari ini. Sesungguhnyalah, Kino ingin melayani permainan apa pun yang ditawari perempuan !antik di sebelahnya ini. Permainan yang berbahaya sekalipun, Tris tertawa lebih keras. 'a benar benar terhibur dengan jawaban itu. Ternyata pemuda ini !ukup berani mengutarakan pendapatnya, pikir Tris. Sebuah permulaan yang bagus. Tetapi untuk sebuah akhir yang bagaimana&$ku belanja ke sana setiap Rabu,& kata Tris sambil membelokkan mobilnya menuju arah kampus Kino. &$ku pulang kuliah pukul empat setiap Rabu,& kata Kino sambil tersenyum. 'a merasa seperti seorang peman!ing yang sedang berspekulasi dengan umpannyaA apakah ikan akan men!aplok umpan itu, ataukah ia harus terjun ke empang menangkapnya dengan tanganTris tertawa lagi. Kino senang sekali mendengar tawa itu, serba lepas tetapi juga merdu. Tidak terlalu keras, tidak terlalu nyaring, tidak terlalu terbahak. Pokoknya, serba pas di telinga Kino. &Kamu bisa bolos, karena pukul empat aku sudah harus pulang,& u!ap Tris sambil menginjak rem. Mereka sudah tiba di depan kampus. Kino mengeluh dalam hati, kenapa !epat sekali ia menjalankan mobilnya&$tau kamu bisa menunda belanjamu sampai pukul empat,& u!ap Kino tak mau kalah. 'a memberanikan diri menatap wajah Tris sebelum beranjak untuk turun. Tris tersenyum manis sekali. Mungkin yang paling manis di antara senyum senyum manisnya selama ini. Kino seperti disiram air sejuk surgawi rasanya melihat senyum itu. +uh, teruslah tersenyum bidadariku, bisik Kino dalam hati.

&Kenapa aku yang harus menunda-& tanya Tris dengan mata tajam memandang tepat ke mata Kino. Sejenak degup jantung pemuda ini kembali bertambah !epat. &Karena hari Rabu itu ada dua dosen killer..,& Kino menjawab sekenanya. Tetapi memang begitulah kenyataannya. 'a tak mungkin membolos hari Rabu. Senyum Tris berkembang lagi. Kino terpesona lagi. Satu kakinya sudah berada di luar, tetapi rasanya enggan sekali ia turun dari mobil itu. 6ujan yang kini mereda menjadi gerimis membuat sepatunya basah, tetapi Kino tak peduli. &Kamu benar benar ingin bertemu lagi rupanya,& u!ap Tris, kali ini dengan nada serius. Suaranya berubah 7ormal dan lebih perlahan. Kino sejenak kuatir menyinggung perasaannya lagi. Tetapi ia hendak berspekulasi hari ini. 'a hendak berterus terang saja. $papun yang terjadi, terjadilah, &5a,& jawab Kino mantap, &$ku ingin bertemu lagi, tetapi tak mungkin di rumahmu, bukan-& Tiba tiba air muka Tris berubah. Kino terkesiap dan berpikir, tamatlah sudah riwayatku. 6an!urlah sudah spekulasiku. "idadari ini pasti marah besar karena aku menyinggung sesuatu yang sensiti7. Kino bersiap siap keluar dari mobil se!epat mungkin. Tetapi... &Memang tidak mungkin, Kino,& u!ap Tris dengan suara pelan. "aru kali ini ia menyebut nama Kino, &'tu sebabnya hari Rabu adalah yang paling tepat,& kata Kino !epat !epat. 'a tak jadi turun. Tris tersenyum, tetapi kali ini ada kesenduan di senyum itu. Mungkin kesedihan, mungkin keterenyuhan. .ntah apalah, .. tetapi Kino bisa merasakannya. Seandainya saja aku bisa mengusap wajah itu, keluh Kino dalam hati, aku mau menghapus kesenduan itu dari sana, &"aiklah.., kita lihat saja nanti,& kata Tris setelah menghela na7as panjang untuk kesekian kalinya, &Sekarang, turun dari mobilku kalau tidak ingin terlambat.& Kino tersenyum lega mendengar jawaban itu. 'a segera keluar dari mobil, lalu berdiri di bawah hujan rintik )ia tak peduli,* memandang 6onda 4i=i! itu lenyap dari pandangannya. +i dalam mobil, Tris melirik ke ka!a spion, melihat pemuda itu masih berdiri diterpa

gerimis pagi. Sebersit perasaan aneh memenuhi dadanya, dan tiba tiba saja ia sudah menyusun alasan untuk tidak mengajak Ria jalan jalan Rabu depan, dan datang ke swalayan setelah pukul empat. $pa yang terjadi pada diriku- Keluh Tris dalam hati. 3333333 Rabu berikutnya, Kino tak mempedulikan teriakan Tigor yang mengajaknya jalan jalan keliling naik motor. Tak menghiraukan pula bujukan Ridwan dan Rima yang mengajaknya makan bakso di seberang kampus. 'a mengarang alasan yang kurang akurat. Teman temannya tentu saja heran, sejak kapan si Kino punya tugas berbelanja keperluan dapur untuk ibu kostTentu saja teman temannya tidak tahu, bahwa Kino sedang berusaha se!epatnya tiba di pasar swalayan tempat Tris biasa berbelanja. 'a sebenarnya juga tidak berbohong kepada teman temannya, sebab ibu kost memang kebetulan memintanya membeli selusin mie instant dan sebotol ke!ap asin. 'a juga dengan seksama telah menyembunyikan semua hal yang berhubungan dengan Tris dari telinga Ridwan maupun Tigor dan Rima. %ntung pula, Ridwan bukan seorang teman yang nyinyir, sehingga kedua sahabat lainnya tidak pernah tahu persoalan Tris. +engan menumpang angkot, Kino tiba di swalayan itu sepuluh menit kemudian. Sebetulnya ia bisa berjalan dari kampus, tetapi tentu akan memakan waktu lebih lama. Setibanya di mall tempat swalayan itu berlokasi, Kino terlebih dulu masuk ke tempat parkir di lantai dasar. +engan sekilas ia men!oba melihat kalau kalau 6onda 4i=i! putih yang sudah sangat dikenalinya itu ada di pelataran parkir. Ternyata ada, 'tu berarti, Tris memang ada dan ia tidak datang dengan taksi. 'tu pula artinya, Kino bisa memohon untuk ikut menumpang, +engan langkah panjang setengah berlari, dan dengan melompati dua anak tangga sekaligus, Kino akhirnya tiba di swalayan yang tidak begitu ramai itu. Sore sore seperti ini, belum banyak yang berbelanja. Kino bersyukur dalam hati, dan segera men!ari !ari ke seluruh pelosok swalayan. Satu kali ia memutari seluruh swalayan, belum juga Tris tampak. +ua kali, Kino belum juga menemukannya. Tiga kali, Kino sudah mulai kuatir ia berpapasan di tengah jalan. Mungkin Tris turun lewat li7t..... .mpat kali, Kino menyerah ... menghembuskan na7asnya kuat kuat, lalu mulai menuju rak tempat mie. "aru saja ia berjongkok untuk mengambil beberapa bungkus mie di barisan bawah, suara yang dirindukannya itu terngiang jelas di telinganya. 4epat !epat Kino bangkit dan berbalik ke arah suara.

Wow, "idadari itu berdiri dengan tangan bersidekap, berbaju kuning terang dan ber!elana panjang !oklat gelap, menambah kuat keputih mulusannya yang !emerlang. %ntuk sejenak, Kino yakin kembali bahwa di depannya ini adalah bidadari yang sedang menyamar dan sedang menyimpan sayap sayapnya. &Mau membeli tigapuluh bungkus mie-& tanya Tris dengan senyum menggoda dan dengan sinar mata yang !erlang !emerlang itu. &$ku men!arimu sejak tadi,& kata Kino tak mempedulikan godaan Tris. 'a ingin sekali menegaskan bahwa pertemuan ini memang betul betul diinginkannya. Mengertikah bidadari ini- keluh Kino dalam hati. &$ku tahu...,& jawab Tris sambil tetap tersenyum, berdiri santai di hadapan Kino yang tegak !anggung dan kini melongo mendengar jawabannya itu. Tris tertawa ke!il, &Kamu selalu begitu, Kino. Melongo setiap aku mengatakan sesuatu,& u!apnya. &+ari mana kamu tahu aku sudah lama men!arimu-& sergah Kino penasaran. &$ku duduk di sana sejak tadi,& kata Tris sambil menunjuk dengan dagunya ke arah sebuah kantin di seberang swalayan. &+an kamu diam saja melihat aku berputar putar-& sergah Kino lagi. "idadari ini pandai sekali mempermainkan orang, keluhnya dalam hati. &$ku pikir kamu sedang mengukur luas lantai swalayan,& kata Tris sambil tertawa. /ila, sergah Kino dalam hati )tentu saja*. "idadari ini betul betul sedang mempermainkan aku. Mempermainkan seorang mahasiswa jurusan arsitektur dari sebuah institut teknologi yang terkenal, dan yang oleh banyak orang diakui sebagai paling pandai dalam matematika. Sungguh beraninya dia, &Mana belanjaanmu-& !epat !epat Kino mengalihkan pembi!araan. +ia merasa tidak akan sanggup meladeni godaan Tris, tetapi tak pula hendak segera berpisah. &+i mobil,& kata Tris pendek.

&:h,.. #adi kamu sudah selesai berbelanja, tetapi....,& Kino tidak meneruskan kata katanya. 6atinya tiba tiba berbunga. "idadari ini sudah selesai berbelanja, tetapi kembali lagi ke sini untuk bertemu dengan aku. "etapa indahnya dunia, &Tetapi aku haus,& kata Tris !epat !epat mengisi kalimat Kino yang terputus. Pemuda itu pun langsung ke!ewa.... bidadari itu tidak sedang menunggunya. "etapa /R nya dia, "ahu Kino langsung terhenyak lunglai, seperti mendengar kabar bahwa ia tak lulus ujian. "unga bunga di hatinya seperti layu tersiram air panas mendidih. 6ampir saja ia terhuyung karena ke!ewa, tetapi... &Sambil menunggu kamu...,& sambung Tris. Senyumnya tipis mengembang. Kino pun terperangah. $palagi kedua mata bidadari di hadapannya penuh dengan sinar gemilang yang membuat Kino seperti hidup di alam maya yang serba indah belaka. "unga yang layu di hatinya mekar kembali. Semangatnya mun!ul kembali. "idadari ini benar benar membuat Kino seperti sedang menaiki roller coaster emosi, &Sambil menunggu aku..,& Kino mengulangi kalimat Tris, seperti sedang memastikan bahwa kalimat itu nyata dan benar adanya. &4epatlah berbelanja,& sergah Tris menahan senyum, &$ku mau men!ari ulekan batu di daerah selatan.& &:h,... ya..ya,& jawab Kino gelagapan. Kalimat terakhir itu bagai titah sang maharatu kepada hambanya. Kino menerjemahkannya sebagai berikutA aku mau kau ikut ke selatan men!ari ulekan batu. Kino pun menjerit dalam hatiA !ihui,.. aku mau ikut kau ke ujung dunia sekalipun. Tak sampai 19 menit kemudian, keduanya telah melesat ke arah selatan. 6ujan mulai turun lagi. "umi kota " kembali basah. Pohon pohon kembali mandi air segar dingin@ dedaunannya pun semakin tampak hijau segar. $ngin sejuk melanda kota. Kino bernyanyi nyanyi dalam hati. 3333333 Pertemuan dan belanja bersama itu segera diikuti pertemuan pertemuan berikutnya. Segalanya lan!ar sekali berlangsung, selan!ar air jernih di selokan besar di depan rumah kost Kino di kala

hujan lebat. Pemuda ini menikmati kelan!aran itu, seperti seorang nelayan menikmat angin ken!ang yang membawa perahunya melun!ur !epat, meniti ombak membelah lautan. Tak sedikit pun terpikir oleh Kino apa yang akan terjadi akibat pertemuan pertemuannya dengan Tris. Tak sekalipun ia pernah mau berpikir bahwa perempuan !antik itu adalah seorang ibu bersuami resmi. Seluruh akal sehatnya tertutup kabut tebal setiap kali ia bertemu Tris. Pada pertemuan kelima, Kino sudah menggandeng tangan Tris ketika mereka menuruni tangga swalayan )mereka selalu menghindari tangga berjalan atau li7t, agar bisa lebih lama berdua,*. Mereka pun sudah duduk berdampingan ketika minum di kantin )mereka selalu haus sehabis berbelanja,*. Pandangan mereka lebih lama berkait erat seakan akan tak mau lepas )mereka selalu punya alasan untuk ber!akap !akap sambil saling menatap,*. Pada pertemuan ke tujuh, Kino men!ium pipi Tris di mobil. Sejenak Tris terperangah, dan Kino mempersiapkan pipinya untuk ditampar melihat bidadarinya mengangkat tangan. Tetapi tangan Tris terangkat bukan untuk menampar, melainkan memegang pipinya sendiri yang tadi di!ium Kino sekilas. Muka Tris semburat merah, bagai langit sore yang kebetulan saat itu tak tertutup awan. &Kenapa kau !ium aku-& bisik Tris dengan suara Pandangannya tajam menembus kalbu Kino. bergetar.

&Karena aku ingin men!iummu,& kata Kino dengan kekuatan yang entah datang dari mana. 'a sudah bertekad untuk menunjukkan segala perasaannya. +hatever will be, will be. ,ue sera sera(. &Tetapi aku tidak ingin...,& u!apan Tris terputus, masih bergetar walau agak samar. Kino tersenyum lembut, &Tidak ingin di!ium-& tanyanya pelan sambil melawan pandangan Tris dengan sekuat hati. Tris mengalihkan pandangannya ke depan. $ir mukanya tiba tiba mengeruh, seperti sungai besar yang penuh lumpur akibat hujan berkepanjangan. Kino diam, menguatkan hati, merasa tidak punya pilihan lain. &$ku sudah bersuami, Kino,& bisik Tris sambil tetap memandang ke depan. 6ujan telah reda. 0angit senja mulai menggelap. &'tu suami almarhum kakakmu,& kata Kino pelan tetapi jelas.

&Tetapi ia suamiku kini,& desis Tris. Wajahnya semakin keruh dan pertahanan hati Kino perlahan lahan runtuh. &Maa7..,& bisik Kino. 'a bersiap turun, membuka pintu mobil dan melangkahkan satu kakinya untuk turun. Tiba tiba tangan Tris telah tiba di atas tangan Kino yang sedang bersiap turun. Pemuda ini menghentikan gerakannya, memandangi tangan Tris yang menumpang ringan di buku buku jarinya. &Kamu tidak perlu minta maa7,& kata Tris pelan tanpa mengalihkan pandangan, &$ku yang bersalah. Tetapi kamu membuat aku terkejut. $ku belum siap untuk itu.& &Siap untuk apa-& tanya Kino dengan keberanian baru. &Kamu tahu jawabnya,& sergah Tris, dan sebelum Kino sempat berkata apa apa, perempuan !antik itu beru!ap, &Turunlah. Kita jumpa lagi Rabu depan.& +an Kino pun turun. +an mobil Tris pun bergerak, lalu semakin !epat melun!ur, dan akhirnya hilang dari pandangan. +an Kino termangu di pinggir jalan dengan rambut tergerai ditiup angin sejuk. +i telinganya, terngiang u!apan terakhir Tris tadi, .. kamu tahu jawabnya. "etulkah aku tahu jawabnya- keluh Kino dalam hati sambil melangkah gontai ke rumah kostnya. Sementara itu, sambil menyetir Tris menghapus air mata yang merebak di matanya dengan tisu. Sampai sebelum di!ium Kino tadi, hatinya selalu berbunga bunga setiap kali ia berjumpa pemuda itu. 'a sendiri heran, dalam kehidupan yang serba nyaman dengan seorang suami dan anak yang lu!u, pemuda itu tiba tiba mempunya tempat khusus. Pemuda itu seperti tiba tiba mun!ul entah dari mana dalam kehidupannya. Padahal, sebagai seorang !antik, Tris dikerumuni banyak pria. Sebelum maupun sesudah pernikahannya dengan iparnya. Tak satupun yang menimbulkan kesan, karena ketika kakaknya meninggal ia bertekad menutup pintu hatinya, dan mengabdi total kepada iparnya. Kini pemuda itu men!iumku, bisik Tris dalam hati, dan aku gundah karena ia menggugah sesuatu yang selama ini aku hindari. Pemuda itu membawa kelembutan pada keriangan dan keteraturan hidupku. Pemuda itu melengkapi kebahagiaan perkawinan dan pengorbananku untuk kakak. $pa yang harus kulakukan-

&Maa7kan aku, Kak..,& bisik Tris tak sadar. $ir mata menggenang kembali, dan kali ini tak bisa di!egah melun!ur deras di pipinya. 3333333 Ridwan kembali mengingatkannya pada suatu sore sepulang kuliah. Kino menahan amarahnya, walaupun ingin sekali ia menjerit mengingatkan Ridwan bahwa itu bukan urusannya. "iar bagaimana pun, Ridwan berada dalam posisi yang benar. Sahabatnya itu semata mata kuatir Kino terlibat dalam urusan yang tidak gampang. &Kamu bermain api, Kino,& desis Ridwan sambil mengiringi langkah Kino. Mereka berjalan terpisah dari yang lain, sengaja mempertahankan rahasia ini di antara mereka berdua. Kino sungguh menghargai sikap Ridwan itu. &Tetapi aku sendiri tidak berdaya, Rid. +ia juga suka padaku,& sergah Kino menahan diri agar suaranya tak terlalu keras. &Risikonya terlalu besar, Kino,& jawab Ridwan sambil menahan geram. &.ntahlah. $ku sangat menyukainya. Mungkin juga men!intainya,& u!ap Kino. &&ullshit, Kino, Kau men!intai istri orang. 'tu tidak bagus,& sergah Ridwan. Kino berhenti melangkah, &$pa yang kamu tahu tentang !inta, Rid,Kau tak tahu apa apa. Kau hanya tahu &menyukai& dan &disukai&...,& u!apnya agak keras. Ridwan sampai kuatir pertengkaran mereka terdengar orang lain. %ntunglah mereka terpisah agak jauh dari Rima dan Tigor. Ridwan menghela na7as panjang, u!apan Kino memang benar. Tetapi ia merasa Kino sudah terlalu jauh melangkah, tak melihat jurang besar di hadapannya. 'a beru!ap pelan tetapi tegas, &$ku sudah memperingatkanmu, Kino. #angan salahkan aku kalau nanti terjadi apa apa,& Kino terdiam, dan mereka menghentikan per!akapan, lalu berpisah. Sepanjang malam itu Kino pun risau mengenang peringatan peringatan Ridwan. 'a tidak bisa tidur, dan baru terlelap setelah lewat tengah malam.

Tetapi risau dan gundahnya segera hilang, karena pagi keesokan harinya ia menumpang mobil Tris lagi. 6ari menjadi indah lagi. Kemurungan sirna se!epat embun yang menguap disinari mentari pagi. Pertemuan demi pertemuan berlangsung lan!ar dan seperti telah menjadi kewajaran. "aik Kino dan Tris luruh dalam ketidaksadaran yang sebetulnya adalah ketidakwajaran, terhanyut dalam musik asmara yang memang selalu membuai itu. $palagi kemudian Tris menjemput Kino sepulang kuliah di satu sore yang !erah, mengajaknya pergi ke sebuah tempat peristirahatan di daerah utara yang berlembah. 'ni adalah ide Tris, walau adalah Kino yang membujuknya se!ara halus. Mereka minum kopi susu di sebuah restoran yang menghadap kebun teh luas menghijau. Per!akapan mereka berlangsung lan!ar dan !eria selalu adanya. Tiada sedikit pun kata kata risau teru!apkan. Segalanya !uma berisi kerinduan, kegemasan, impian, kenangan manis, keindahan .... ketakjuban ... Terlebih lagi, ketika malam tiba mereka tidak langsung pulang karena menurut Tris ia sudah minta ijin pulang terlambat. Kino tak peduli mendengar alasannya )&ada kursus tambahan malam hari&*. Segalanya terjadi begitu saja. Tris setuju memarkir mobil sebentar di pinggir jalan ke!il menuju kebun teh. Tris diam saja ketika Kino dengan penuh kerinduan melumat bibir Tris di dalam mobil. "erhari hari, berminggu minggu, berbulan bulan lamanya Kino menunggu saat yang mendebarkan ini. +engan segala perasaan, ia ke!up bibir yang merah ranum dan basah itu. 'a hisap lembut dan sayang, ia tumpahkan seluruh kerinduannya di rongga mulut yang harum semerbak mempesona itu. Tris memejamkan matanya, mendesah dan mengerang, membiarkan dirinya hanyut dibawa larut oleh gejolak perasaan pemuda itu. 'a menyerah. Tak ada lagi yang mampu menahan dirinya malam itu, karena sejak seminggu ini hatinya gundah jika tak bertemu Kino. Sejak di!ium di pipi beberapa waktu yang lalu, hidupnya berubah total bagai sebuah desa ke!il yang lenyap terhapus badai tai7un. Tanpa sepenuhnya sadar, Tris merangkul leher Kino, menariknya lebih dekat lagi ke dadanya. Kondisi mobil menyebabkan posisi keduanya agak kikuk. Tetapi lalu Tris meraih tombol di samping kursinya, dan tak berapa lama kemudian ia sudah terbaring di sandaran yang tertidur. Kino dengan leluasa bisa melumat bibir yang menggemaskan itu. Na7as keduanya pun dengan !epat berubah memburu menderu. &:ooh.. Kino,& desah Tris ketika pemuda itu mengangkat mukanya untuk mengambil na7as, &$ku rindu sekali...&

Kino tak membalas u!apan itu. 'a langsung men!iumi lagi bibir yang selalu ada dalam mimpinya itu. Tidak hanya bibir itu yang di!iuminya. #uga ujung hidung Tris ia !iumi, kelopak matanya ia !iumi, dahinya ia !iumi, kedua pipinya ia !iumi... seluruh muka bidadari yang mempesona itu tak hentinya ia !iumi. Tris pun tertawa manja diperlakukan seperti itu. "elum pernah ia diperlakukan seperti itu oleh suaminya, "ahkan Tris kemudian membiarkan tangan Kino meraba dadanya yang membusung indah. 'a bahkan membantu pemuda itu membuka kan!ing kan!ing bajunya, menggeliat kegelian ketika jemari pemuda itu meremas lembut buah dadanya. Tris mengerang sambil memejamkan mata, seakan ingin tidur dengan mimpi sensual yang melenakan, yang juga sudah sering diimpikannya di ranjang di samping suaminya. "etapa nikmat rasanya diraba dan diremas oleh pemuda ini ... betapa melenakannya ... betapa membirahikannya. Tetapi tiba tiba semuanya buyar. Tak sengaja, akibat gairah yang menggebu, siku Kino menyentuh tuter mobil. Suara klakson yang nyaring di tengah malam yang sepi membuat keduanya tersentak kaget. Tris tertawa tertahan. Kino juga ikut tersadar dan pelukannya. Tris pun menegakkan tubuhnya, mengan!ingkan baju dan menegakkan sandaran menggeleng gelengkan kepalanya kuat kuat, mengusir yang tadi telah memenuhi seluruh kepalanya. melepaskan !epat !epat kursi. Kino na7su birahi

&Kita harus pulang, Kino,& u!ap Tris menahan senyum dan mulai menstarter mobilnya. &5a,... harus segera pulang,& sahut Kino bagai baru bangun dari mimpi. Mereka meninggalkan tempat sepi itu, beberapa saat saja sebelum sebuah mobil milik perkebunan lewat berpatroli. Sepanjang jalan menuju kota, mereka tenggelam dalam lamunan. Sesekali mereka berpandangan dan tertawa berdua. 'ndah sekali malam itu, Sama sekali mereka tidak menduga, bahwa malam malam seperti itu akan terus berulang. 0agi dan lagi. Semakin lama semakin panas membara .......

$alam %elap Malam


Sudah seminggu ini Tris tidak berjumpa Kino. Siang tadi ia berniat mengontak Kino di kampusnya, berniat masuk kampus dan men!arinya saat istirahat siang. Tetapi niat tersebut diurungkan. "ukan saja karena Ria perlu dijemput, tetapi juga karena ia sendiri merasa sungkan untuk masuk kampus men!ari pemuda itu. $pa kata orang nantiKini, ketika matanya tak juga mampu terpejam tidur, ia menyesal kenapa tak memberanikan diri masuk kampus. Menyesal karena tadi pagi terburu buru mengantar Ria sekolah lewat jalan lain, sehingga tidak bisa bertemu Kino. Menyesal karena merasa dirinya terlalu ragu ragu bertindak. Tris menggeletakkan tubuhnya setelah bosan tidur miring. Kamar tidur sudah gelap, karena Ria tak mau kalau terlalu terang. $h, tiba tiba darah Tris berdesir karena rasanya ia masih bisa men!ium bau tubuh pemuda itu. "au yang kini mulai diakrabinyaA segar dan

penuh aroma kejantanan. Tidak seperti tubuh suaminya yang terlalu penuh minyak wangi sehingga berkesan sintetis. $h, kini aku mulai membanding bandingkan pemuda itu dengan suamiku, keluh Tris dalam hati. Tris masih ingat betapa pemuda itu mengulum bibirnya dengan luapan perasaan yang apa adanya. "etapa menggairahkannya !iuman itu, Kino melakukannya dengan sepenuh hati, sehingga rasanya tidak setengah setengah. Ketika pemuda itu mengulum bibirnya, ia melakukannya dengan penuh perasaan, membuat dirinya terbuai buai bagai tidur di atas awan di angkasa sana. Tak sadar Tris meraba bibirnya dengan ujung jari. 'a dengan mudah bisa merasakan kembali !iuman itu. Tak mungkin ia bisa melupakannya. Tak pula ia bisa melupakan betapa dadanya yang kenyal diremas oleh tangan pemuda itu. :h, itulah remasan yang tak kalah menggairahkan dari !iumannya. #emari pemuda itu seperti penuh oleh energi pembakar sukma yang mengirimkan jutaan bulir kenikmatan ke seluruh tubuhnya. Tak sadar, Tris mengerang ke!il, meremas seprai dengan kedua tangannya. 'a seperti merasakan lagi remasan jemari itu di dadanya. /esekan nilon tipis pakaian tidurnya tiba tiba seperti mewakili remasan itu. 'a tidur tanpa beha. :h, kedua putingnya ternyata sudah mengeras. Kenapa jadi beginiKeluh Tris sambil mengerang lagi, lalu memiringkan badannya, meraih bantal guling. &Kino,& bisiknya perlahan sambil menelungkupkan muka ke bantal, &$pa yang telah kau lakukan kepadaku-&

Tak lebih 2 kilometer jauhnya dari kamar tidur Tris, pemuda itu juga sedang terlentang di dipan di kamar kostnya dengan mata nanar memandang langit langit. Kino juga tidak bisa tidur malam ini, walau separuh buku pelajaran paling sulit telah habis diba!anya. .ntah kenapa, malam ini ia begitu merindukan Tris. Mungkin karena telah seminggu ini mereka tidak berjumpa sehabis malam yang menegangkan di lembah kebun teh itu. +i depan mata Kino seakan akan ada sebuah 7ilm yang diputar berulang ulang, berisi gambar indah per!umbuan mereka yang sangat singkat tetapi sangat menggairahkan itu. "ibir basah yang merekah pasrah itu, tergambar jelas di mata Kino. 6arum na7asnya yang menggairahkan itu, ter!ium jelas di hidung Kino. Kelembutan lidah dan bagian dalam mulut itu ... hmm, semuanya terasa seperti nyata malam ini. $mat sangat nyata, sampai sampai Kino menelan ludah berkali kali. #antungnya berdegup ken!ang, seperti ketika waktu itu ia melumat bibir bidadari yang amat didambakannya.

Sedang apa dia sekarang- $pakah sedang di!umbu oleh suaminyaPikiran terakhir ini sangat mengganggu Kino, membuatnya terbakar !emburu selain birahi. Sungguh menggelisahkan, %dara dingin menyebabkan Kino menyelimuti badannya, tetapi sentuhan selimut di atas kejantanannya yang hanya tersaput !elana dalam dan sarung tipis ternyata berdampak lain. Kenangan erotis tentang Tris membuat dirinya terbakar birahi. Perlahan tapi pasti, kejantanan Kino menegang. Semakin lama, semakin tegang, berdenyut penuh gairah. &Tris,& bisik Kino, &Sedang apa kamu di sana-& $ngin dingin menimbulkan suara berkesiut di luar jendela kamar tidur Tris. 'a menelentang kembali, kini dengan mata terbelalak sepenuhnya. Kamar tidur yang senyap itu sebenarnya dingin sekali. Tetapi tubuh Tris seperti dibakar api, dan ia terkejut sendiri ketika tak sengaja tangannya menyentuh selangkangannya. 4elana dalamnya agak basah, dan sebuah rasa geli yang telah lama ia tak rasakan ternyata mun!ul di sana. :h, aku begitu terangsang malam ini, desah Tris panik di dalam hati. 4epat !epat ia memindahkan tangannya, tetapi tangan itu jatuh di atas dadanya. %ntuk sejenak, ia men!oba mengatur na7asnya yang mulai terengah, tetapi tanpa diperintah tangan itu ternyata mulai meraba raba. Tris menggelinjang. Tris mendesah gelisah. Rasa geli menyelimuti pun!ak pun!ak dadanya. Rasa geli yang minta digaruk. Maka menggaruklah jemari jemarinya, mengusap dan membelai pula. +ua tangan kini ada di dadanya, dua duanya meremas, mengusap, menggaruk, membelai... Tris mendesahkan nama pemuda itu berkali kali dengan bisikan tertahan@ kuatir Ria terbangun. Kino meraba raba kejantanannya. Mengerang pelan karena merasakan tubuhnya mulai bereaksi seperti biasanya, menyebabkan semua ototnya terasa menegang, bagai seorang pelari yang sedang bersiap siap melesat dari garis start. Kejantanannya sudah menegang setegang tegangnya. "ergetar seirama degup jantungnya yang tak teratur. Naik turun seirama na7asnya yang mulai memburu. Mula mula, Kino hanya mengusap usap di atas sarungnya. Mengelus elus perlahan, menimbulkan rasa geli yang samar sama, seakan akan untuk memastikan bahwa segalanya berjalan perlahan menuju tempat tujuan. Tetapi, sebentar kemudian gerakan tangannya semakin !epat, bukan lagi mengusap tetapi menguyak uyak. Na7asnya semakin memburu. Rasa geli yang nikmat tersebar

sepanjang kejantanannya yang terasa bagai batang besi panas membara. Tris tak tahan lagi. +engan satu tangan tetap meremas remas dadanya sendiri, ia mengusap usap kewanitaanya dengan tangan yang lain. 4elana nilon tipis masih ada di sana, tetapi tentu saja tak mampu men!egah rasa nikmat yang datang dari telapak tangannya. $palagi kemudian Tris menelusupkan tangan itu ke balik !elana, menemukan lembah sempit di bawah sana telah basah oleh !airan !inta. Menemukan pula tonjolan ke!il di bagian atas telah menyeruak keluar dari persembunyiannya, menonjol diam diam menanti sentuhan jarinya. Tris menggigir bibir bawahnya, tersentak bagai tersengat listrik, ketika ujung telunjuknya tak sengaja menyentuh tonjolan kenikmatan itu. Sebuah desah !ukup keras menghambur keluar dari mulutnya. %ntung Ria sudah terlelap sehingga mungkin tak akan terbangun walau Tris berteriak sekali pun. Kino tak tahan lagi. Tangannya menyerbu masuk ke balik sarung, meremas batang tegang yang membara di bawah sana, yang masih terbungkus !elana dalam katun. Segera ia merasakan pinggulnya bagai berubah menjadi kaldera gunung berapi yang penuh lahar menggelegak. Setiap kali ia meremas, setiap kali pula gelegak itu bagai hendak meluap keluar. Setiap kali pula ia mengerang dengan otot leher menegang seperti seorang yang sedang menahan sesuatu dengan susah payah. Remasan tangan Kino semakin lama semakin teratur, diikuti gerakan naik turun seperti memeras. Setiap kali gerakan itu sampai ke ujung yang membengkak membola itu, Kino merasakan tubuhnya seperti disedot ke dalam pusaran air birahi. 'a menggeliat geliat keenakan. Kedua kakinya merentang tegang, dengan tumit tenggelam dalam dalam di kasur. Kino mengerang. Tris mengerang tanpa berusaha menahan suaranya. 'a sudah tak peduli lagi. Kedua pahanya terpentang lebar dan jari tengahnya melesak menerobos di antara lembah bibir bibir kewanitaannya. #ari itu melun!ur teratur, ....turun sampai melesak sedikit memasuki liang surgawi yang berdenyut denyut, .... lalu naik menyusuri lembah li!in yang hangat dan basah itu, ... lalu terus naik ke atas lepitan kewanitaannya, tiba di tonjolan yang kini memerah itu,... berputar putar di sana dua tiga kali ..... &$aaah,& erangan Tris semakin jelas. Kalau ada orang berdiri di balik pintu dan menempelkan kupingnya, nis!aya ia akan mendengar erangan itu.

Tangan Tris bergerak semakin !epat, sementara tangan yang satunya juga terus meremas remas payudaranya dengan gemas. Tubuh Tris bergun!ang gun!ang oleh gerakannya sendiri. Ria menggumam pelan, lalu menggulingkan tubuhnya menjauh. Tris sudah tak lagi mempedulikannya. 'a sedang dalam perjalanan yang tak mungkin dihentikannya lagi. 'a harus sampai ke tujuan, Kino merasakan tujuan asmara telah tampak di pelupuk mata. 'a kini memasukkan tangannya ke balik !elana dalam, men!ekal meremas langsung kejantanannya. $da sedikit !airan li!in membasahi bagian ujung kejantanannya. $kibat gerakan turun naik, !airan itu terbawa telapak tangan membasahi batang kenyal keras yang panas membara... /erakan tangan Kino semakin !epat dan teratur. Naik turun, naik turun, naik turun... Terkadang agak lama di bagian ujung, meremas remas dan mengepal. Menimbulkan rasa geli yang berkepanjangan, menyebar ke seluruh tubuh, menggetarkan semua otot, bahkan sampai menyebabkan dipan berderik derik pelan. Ranjang Tris bergoyang keras ketika ia mulai merasakan dirinya mendaki pun!ak asmara. Kini dua jari yang melesak, mengurut, menelusur lembah sempit di bawah sana. Kini kedua pahanya terentang maksimum, membuat kewanitaanya terbuka lebar, memberikan keleluasaan gerak kepada tangannya. Tangan yang satu lagi kini beralih ke bawah. Tris memerlukan kedua tangannya untuk mendaki pun!ak gemilang birahinya. Satu tangan untuk melesakkan kedua jarinya !ukup dalam ke liang surgawi yang menimbulkan rasa nikmat itu, sementara tangan yang lain mengusap menekan memilin tonjolan merah yang kini berdenyut denyut itu. Tris bahkan sampai merasa perlu mengangkat pinggulnya, memberikan tekanan ekstra ke seluruh daerah kewanitaannya, menggosok gosok keras dengan kedua tangannya... Kino menggosok gosok dengan !epat. Mengurut dengan keras. Naik turun tangannya semakin !epat, semakin !epat, dan semakin !epat. Na7asnya terengah engah. Kakinya terasa bagai melayang, padahal keduanya menjejak kasur dengan keras. Satu tangannya yang bebas kini men!engkram seprai, seakan men!egah tubuhnya melambung ke langit langit. Kino tak tahan lagi, ia menggerendeng merasakan tubuhnya seperti hendak meledak... 0alu ia benar benar meledak. Menumpahkan !airan !airan hangat di telapak tangannya. Tris merasakan tubuhnya mengejang, ia men!oba terus menggosok menggesek, tetapi rasa geli gatal begitu intens memenuhi tubuhnya. 'a tak tahan lagi. 'a mengerang parau ketika sebuah

ledakan besar memenuhi dirinya ... Kedua kakinya terentang kejang. Kedua tangannya meninggalkan daerah kewanitaannya, men!engkram seprai di kedua sisi tubuhnya. Klimaksnya datang bagai guntur bergulung gulung... 333333 Malam bagai tak peduli. Tetap dengan kelam dan dingin dan desir angin bersiut. 0angit sesekali berkerejap oleh kilat di kejauhan. $wan hitam berarak menutupi !ahaya bulan, men!egah Raja Malam itu menerangi muka bumi. Pohon pohon bagai tidur sambil berdiri, terayun ayun oleh angin yang meraja lela. Sebentar kemudian hujan mulai turun. Mula mula hanya berupa rintik ke!il. Tetapi lalu dengan !epat semakin lebat. "ahkan kemudian sangat lebat seperti di!urahkan dari langit. Kino tergeletak lunglai. Tris terkulai lemas. Keduanya terpisah oleh tembok, halaman, batu, sungai ke!il, pohon, jalan raya, dan sebagainya .... Tetapi mereka bersatu dalam 7antasi erotik, mereka bertemu dalam imajinasi asmara yang menggelegak membara. Siapa bilang tidak ada kekuatan telepati di dunia ini-

$i &illa Asmara
Keesokan paginya, ketika Kino tiba di tempat biasanya ia menunggu angkot, mobil 6onda 4i=i! itu telah lebih dulu berada di sana. +i bawah pohon, agak lebih ke utara dari tempat pemberhentian angkot, mobil itu tidak bergerak tetapi mesinnya masih menyala. 6ati Kino berbunga bunga, dan dengan setengah berlari dia menuju mobil itu. Kali ini tanpa ditawari, pemuda itu langsung membuka pintu depan. Suara musik segera terdengar ketika pintu dibuka dan harum interior menyerbu keluar. Kino menundukkan badan sebelum masuk. Tris tersenyum di belakan stir. 'a sendirian saja, memakai setelan putih seperti ketika Kino pertama berjumpa dengannya di taman. #antung Kino berdegup ken!ang lagi, seperti biasanya jika ia bertemu bidadari ini. &4uma mau lihat lihat, atau mau ikut-& goda Tris melihat pemuda itu belum juga masuk. &$ku ingin memastikan..,& u!ap Kino pelan. Tris tertawa ke!il dengan tawanya yang mempesona itu. Kino !epat !epat masuk, menutup pintu, dan dengan keberanian luar biasa ia men!ium pipi bidadarinya. Tris tidak menghindar. Tidak bergeming sama sekali, bahkan. Kino men!ium harum lembut melati di pipi Tris. 4epat !epat ia ke!up permukaan kulit yang halus bagai pualam itu. 4epat !epat pula ia mengalihkan !iumannya, ke sudut bibir yang ranum itu. Tris diam saja. Tetap tidak bergeming. &Selamat pagi, bidadariku...,& bisik Kino dekat sekali di muka Tris. +ari jarak seperti ini, pemuda itu bisa memandang lekat ke mata perempuan yang selalu memenuhi mimpi mimpinya itu. Mata yang baginya adalah sumber pan!aran kehangatan dan ke!eriaan, sekaligus jendela bagi sebuah hati yang lembut walau tersaput sendu. &Nakal..,& jawab Tris dengan berbisik pula. +ibalasnya tatapan pemuda itu, dan sejenak keduanya membiarkan jiwa mereka tertaut di jembatan pelangi yang ter!ipta dari dua pasang mata itu.

&Kangen..,& bisik Kino lagi sambil menghela na7as dalam dalam menikmati harum segar na7as Tris. 'a seperti sedang menghirup aroma mistis yang membuat dadanya seperti dipenuhi perasaan bahagia semata. &Sama sama..,& jawab Tris pelan sekali, nyaris tak terdengar. 0alu bibirnya menempel sekilas di bibir Kino, sebelum ia memalingkan muka, menarik na7as panjang dan mulai memasukkan persneling ke gigi satu. Mobil pun bergerak, lalu dengan !epat melaju menuju arah kampus. &$ku tidak ingin kuliah hari ini,& u!ap Kino. &"etul betul nakal,& sergah Tris sambil menahan senyum yang entah kenapa terus mengembang di bibirnya. Sulit sekali tidak tersenyum di dekat pemuda ini, keluh Tris dalam hati. &Kamu harus kursus-& tanya Kino. Tris menggeleng. 'a bahkan tidak mengantarkan Ria ke sekolah hari ini, karena Neneknya bersedia mengantar dan menunggu. Ketika ibu mertuanya menawarkan jasa seperti itu, tidak seperti biasanya Tris tidak menolak. $dik suaminya yang kemudian mengantar mereka sambil pergi ke kantor, dan lagi lagi Tris tidak menolak. 0alu Tris mengatakan kepada orang orang di rumah, bahwa ia perlu belanja dan mungkin akan pulang sore. Nah, siapa yang nakal, sebetulnya&"awa aku ke mana saja, Tris ... asal jangan ke kampus,& kata Kino. &$ku tak tahu musti ke mana,& jawab Tris walau hatinya mengatakan bahwa ia ingin sekali ke sebuah tempat di mana mereka bisa berdua saja. +an sebetulnya ia sudah punya ren!ana ... Tetapi ... $h, akankah aku mengajaknya ke sana- desah Tris dalam hati. /elisah dan tak pasti. &"erapa jauh mobilmu bisa pergi-& tanya Kino. &Ke ujung dunia pun bisa, asal jalannya beraspal,& jawab Tris sambil tertawa. &Kalau begitu, aku tahu musti ke mana,& kata Kino sambil tersenyum. &Kemana-& &Nanti aku beri tahu. Sekarang, ambil saja jalan ke arah selatan.&

Tris tersenyum sambil tetap menatap ke jalan di depannya. Kino memandangnya terus sejak mereka meninggalkan tempat pemberhentian angkot tadi. 4antik sekali ia pagi ini, u!apnya dalam hati. $h, tetapi kapan ia tidak !antik- sergah suara lain di benaknya. "ahkan ketika sedang bersedih pun ia tampak !antik. "agaimana kalau sedang marah- Tetapi kapan ia marah&#angan pandangi aku seperti itu, Kino,& kata Tris sambil membelokkan mobil ke arah selatan. +i depan mereka kini terbentang jalan raya ke luar kota. &Kenapa-& &Nanti matamu sakit& &#ustru saat ini mataku terasa letih karena kurang tidur,& jawab Kino, teringat akan peristiwa semalam. Mendengar u!apan ini, jantung Tris tiba tiba berdegup lebih ken!ang. Tidak itu saja. Sebuah aliran hangat tiba tiba merayapi leher dan mukanya. :h, apakah ia juga mengalami hal yang sama semalam- u!apnya dalam hati. $pakah ia juga melakukannya&Kenapa-& tanyanya asal asalan, walau akhirnya ia menyesal harus bertanya. "agaimana kalau pemuda ini memberikan jawaban seperti yang diharapkannya&"anyak nyamuk,& kata Kino berbohong. 'a belum pasti apakah harus berterus terang dalam soal yang satu ini. Tris tertawa lega, sekaligus juga ke!ewa. Tadinya ia berharap pemuda itu akan mengatakan bahwa ia tidak bisa tidur karena memikirkan dirinya. Tetapi ia sebenarnya juga takut, kalau kalau pembi!araan mereka harus membuat dirinya sendiri mengakui apa yang dilakukannya tadi malam. &Tidur mu nyenyak-& tanya Kino, juga dengan jantung berdegup. "agaimana kalau ternyata dia juga tidak bisa tidur dan melakukan apa yang kulakukan malam itu- gumamnya dalam hati. Tris menggeleng. #antungnya berdegup ken!ang lagi. Kalau pemuda ini mendesak terus, apakah ia harus mengatakan yang sebenarnya&Kenapa-& tanya Kino. &Terlalu banyak minum kopi,& kata Tris sambil berharap !emas menunggu pertanyaan selanjutnya. Tetapi rupanya Kino tak ingin melanjutkan per!akapan. Sejenak keheningan melingkupi keduanya. Mobil melun!ur !epat meninggalkan kota ". Matahari

mulai meninggi. "eberapa kali mereka berpapasan dengan gerobak gerobak yang ditarik kerbau, membawa hasil bumi yang menggunung. Sawah luas mulai sering tampak di pinggir jalan. +i kejauhan, sebuah gunung tampak kelabu biru. Pun!aknya tertutup awan tipis berarak. 333333 Kino mengajak Tris ke sebuah tempat yang ia sangat kenal, di pinggir sebuah danau ke!il di kaki gunung. Tempat ini biasanya digunakan untuk perkemahan pramuka, atau untuk piknik keluarga di hari libur. Saat ini, tidak ada yang berkemah dan berpiknik. 6anya ada beberapa peman!ing yang sedang bersiap siap dengan perahu mereka hendak ke tengah danau men!ari ikan. Mobil diparkir di depan sebuah warung yang tutup. Kalau musim libur, warung ini buka 8G jam, menyediakan segala ma!am keperluan orang orang kota yang tidak selalu bisa back to nature walaupun maunya begitu. Kino mengenal baik pemilik warung itu karena sering hiking )berjalan lintas alam* ke daerah ini, membawa anggota junior dari kelompok pen!inta alam di kampusnya. "agi Kino, daerah yang masih asri ini mengingatkannya pada kampung halaman, tempat ia bersekolah dan ber!engkrama dulu )"agi pemba!a yang belum tahu awal !erita, bisa lihat "abak ' serial Kino*. +ari tempat parkir itu, Kino mengandeng tangan Tris menuju danau, melintasi tanah lapang ke!il yang biasa dipakai sebagai arena perkemahan. +i pinggir danau ada sebuah dangau )gubuk sederhana tanpa dinding* yang biasa dipakai berteduh kalau hari terik. Pelataran depan dangau ini berupa sebuah dermaga kayu yang sangat rendah sehingga hampir menyentuh permukaan air. +i dermaga itulah, tanpa alas kaki, Kino dan Tris duduk menghadap kaki gunung di seberang danau, men!elupkan kaki dan menendang nendang air sejuk segar. &Suasananya seperti di kampung halamanku,& kata Kino dengan mata menerawang ke kejauhan. &4eritakan tentang kampungmu, Kino..,& ujar Tris sambil merangkul lengan pemuda itu. &Mungkin tak ada yang menarik buatmu,& jawab Kino karena menduga pastilah &anak kota& seperti Tris )yang seperti kata Ridwan, &dibesarkan dan bersekolah di ibu kota&* tidak akan tertarik kepada &kampung&. &$yolah,& sergah Tris merajuk, &Kalau kamu yang men!eritakan, pasti menarik,&

&4eritanya panjang. +ari mana aku harus mulai-& &4eritakan tentang rumahmu, orangtuamu, saudara saudaramu..,& kata Tris, mempererat pelukannya di lengan Kino. Pemuda itu menunduk, memandang riak air dan seekor !apung yang dengan gagah berani terbang mengapung di dekat dua pasang kaki manusia. Sebuah perasaan rindu yang amat kuat tiba tiba menyergap dadanya. $h, 0ama sekali aku tak pulang dan tak berkabar, desahnya dalam hati. &$yooo, dong,& sergah Tris lagi, kali ini sambil menyandarkan kepalanya di lengan pemuda itu. .ntah kenapa, bagi perempuan ini dunia sekarang jadi luas sekali, dan ia merasa sendirian sehingga perlu memeluk erat pemuda di sebelahnya. .ntah kenapa, tiba tiba ia merasa hanya pemuda ini yang ada di tengah jagat semesta tak berbatas. Kalau ia tak memeluk erat lengan itu, kemana angin akan membawanya terbangKino pun ber!erita dengan suara pelan, tentang sebuah rumah tua yang turun temurun ditempati keluarganya, dengan langit langit kusam yang sudah berusia puluhan tahun, dan dengan beranda yang berlantai ubin kuning@ lantai yang selalu mengkilap, karena setiap akhir pekan 'bu menggosoknya dengan sekaleng ampas kelapa. Rumah yang selalu teduh, dengan tembok yang agak lembab sehingga sebulan sekali perlu diamplas agar lumut tidak merajalela. Rumah yang menyimpan teriakan teriakan !eria gadis ke!il kepada kakaknya, juga u!apan lembut 'bunya, dan suara berwibawa $yahnya. "etapa jauhnya rumah itu saat ini, .... beratus ratus kilometer di seberang tanah, lembah, sungai, dan lautan. &"erapa usia adikmu-& tanya Tris ketika Kino sejenak terdiam di tengah !eritanya. &Sekarang sudah 11 tahun,& jawab Kino, lalu ia melanjutkan dengan suara lirih, &$ku rindu sekali kepadanya.& Tris mengangkat kepalanya dari lengan Kino, menoleh memandang muka pemuda itu. Kasihan, gumamnya dalam hati, pemuda ini punya perasaan begitu halus. Pastilah ia sangat men!intai adiknya. Pantas ia mudah sekali dekat dengan Ria. &Kapan terakhir kau pulang, Kino-& tanya Tris lembut sambil mengusap anak anak rambut dari kening pemuda itu. $ngin berhembus agak ken!ang, membawa sedikit embun yang membuat muka mereka lembab seperti habis ber!u!i muka. Kino menunduk lagi. 'a katakan bahwa sejak tiba di kota ", belum sekali pun ia sempat pulang ke kampung halamannya. Tris terenyuh merasakan nada getir dalam u!apan Kino. "etapa berbedanya nasib

pemuda ini denganku, bisiknya dalam hati. $ku hidup dikelilingi orang orang terdekat. Tris memanjangkan lehernya, meraih leher Kino agar mendekat, lalu men!ium pipi pemuda itu dengan sepenuh perasaan. 'ngin rasanya ia menjadi bidadari yang sesungguhnya, agar bisa terbang membawa Kino ke kampung halamannya. Sayang sekali, aku !uma bidadari baginya, desah Tris dalam hati. 0alu Kino ber!erita tentang sekolahnya. Tentang teman temannya. #uga tentang $lma, walau tanpa menyatakan terus terang bahwa gadis itu adalah pa!ar pertamanya. Kino ber!erita pula tentang Mba Rien, tetapi tidak tentang pengalaman pengalaman mendebarkan yang diberikan wanita lajang itu. 0an!ar sekali Kino ber!erita, seperti sedang mengulang kembali tahun tahun yang sampai sekarang masih seperti terang terpampang di benaknya. "aru kali ini ia bisa ber!erita begitu terbuka kepada seseorang yang praktis bukan siapa siapa@ bukan kakaknya, bukan saudaranya. Tetapi barangkali itulah sebabnya perempuan ini adalah bidadariku, u!ap Kino dalam hati. &$lma itu pa!armu-& Tris memotong sambil menendang air danau, menimbulkan riak riak besar. Kino tersenyum, mendeteksi ada sedikit nada lain di suara Tris. $pakah perempuan ini !emburu&5a,& jawab Kino, &Pa!ar pertamaku.& &Sampai sekarang-& &.ntahlah,& jawab Kino sambil menghempaskan na7as kuat kuat, &$ku tak pernah berjumpa atau mendengar kabarnya lagi.& &Kamu men!intainya-& Kino menoleh, memandang Tris yang kali ini menunduk memandang air danau, seperti sedang men!oba menembus tirai air untuk melihat dasar danau yang gelap. &$ku tidak tahu,& katanya terus terang. Kino memang tidak pernah tahu, apakah ia men!intai gadis itu. Kalaupun &ya&, ia tak pernah bisa menjawab apakah perasaan itu masih ada sampai sekarang. Tris tersenyum dalam hati mendengar jawaban Kino. +asar nakal, sergahnya dalam hati, tentu saja ia tak mau mengakui di depanku. Tris tahu persis, pemuda di sampingnya ini tertarik padanya. Mungkin juga jatuh !inta kepadanya. Mana mungkin ia mau mengatakan bahwa ia masih men!intai gadis itu. &$ku sungguh sungguh tidak tahu, Tris..,& u!ap Kino ketika melihat Tris diam saja. Tadinya ia berharap Tris mendesak terus dengan pertanyaan pertanyaan, sehingga ia bisa mengetahui lebih jauh apakah

perempuan ini sesungguhnya.

memang

berminat

mengetahui

keadaan

Tris menoleh, membalas tatapan Kino, dan tersenyum sambil berkata, &0alu, siapa pa!armu sekarang-& Kino terdiam sejenak. "agi pemuda itu, kedua mata Tris tampak bagai pedang baja tajam berkilauan, siap menembus jantungnya yang berdegup ken!ang. +ihelanya na7as panjang panjang, dikumpulkannya semua kekuatan yang ada padanya. 0alu ia beru!ap pelan dan tegas, &Kamu.& Tris tertawa keras, membuat !apung !apung yang mulai berkumpul di dekat kaki mereka terbang berhamburan. Kino pun ikut terkejut, dan sempat ke!ut hatinya mendengar Tris tertawa. $pakah ia menertawaiku- pikirnya dengan panik. &Kamu seperti botol bening, Kino. /ampang ditebak isinya,& u!ap Tris sambil menahan tawa melihat Kino terkejut. Sesungguhnyalah pemuda ini begitu polos bagi Tris. Kino ikut tertawa, tetapi dengan !anggung, &Kamu benar,& katanya, &Teman temanku juga bilang, aku seperti buku yang terbuka. Mudah diba!a isinya.& Tris meraih pinggang Kino, memeluk pemuda itu dengan sayang, menengadahkan mukanya menawarkan bibir yang merekah basah. $yo, !iumlah aku kalau kamu memang men!intaiku, bisiknya dalam hati. Mungkin dengan begitu aku bisa memutuskan sikapku sendiri. Kino membiarkan tubuhnya sedikit terhuyung dipeluk oleh Tris. Muka bidadarinya itu dekat sekali dengan mukanya. Na7asnya yang harum menerpa bersama aroma alam segar yang amat disukainya. Tanpa ragu, Kino men!ium bibirnya yang mempesona, mengulumnya dengan sepenuh hati, menumpahkan segala perasaannya ke mulut perempuan yang sudah menyita hidupnya belakangan ini. Tris memejamkan matanya erat erat, menutup pandangannya dari dunia nyata, membiarkan jiwanya terbang ke alam maya yang penuh ketakjuban. "ibir pemuda itu terasa hangat di bibirnya, membiaskan !itra kasih yang merayapi leher, turun ke dadanya, membuatnya melayang seakan berenang renang di lautan perasaan yang amat dalam. Tris membiarkan dirinya terlena karena ia ingin pula segera menemukan, ada apa di dasar perasaannya. $pakah ia telah jatuh !inta, ataukah ini sema!am episode saja dalam hidup yang tak pernah bisa diduga sepenuhnya itu-

Perlahan tapi pasti, keduanya saling mengulum dan saling melumat. Perlahan tapi pasti pula, kemesraan mereka berkembang berbuah menjadi kehangatan birahi badani. Tris semakin jauh terlena, merasakan desir darahnya bertambah !epat, dan daerah daerah sensiti7 di tubuhnya seperti terbangkit oleh sebuah kekuatan gaib. Kedua tangannya merangkul leher Kino, merengkuh tubuh pemuda itu agar lebih erat terhenyak ketubuhnya. Na7asnya mulai memburu, dan desah gelisahnya mulai terdengar nyata. Kino pun merasakan kelembutan kehangatan tubuh dalam pelukannya bagai segumpal awan yang dapat membawanya terbang. Nikmat sekali rasanya memeluk orang yang kau rindukan setiap hari, bisik hatinya. 6arum tubuh perempuan ini pun sangat memabukkan, membuat Kino terasa berada di salah satu sudut di kahyangan, di mana segalanya !uma keindahan dan kenikmatan belaka. 'ngin sekali rasanya ia merebahkan tubuh itu di lantai dermaga, menindihnya dengan sepenuh na7su, memberikannya kenikmatan yang kini dirasakan sudah penuh terkumpul di dalam tubuhnya. &#angan di sini, Kino..,& desah Tris sambil melepaskan pelukannya. 'a sempat merasakan tangan Kino meremas pinggulnya, dan merayap turun ke pahanya. Pemuda itu tersentak tersadar. &Maa7, Tris, aku terburu na7su..,& u!apnya dengan gugup. &Ssst.. jangan minta maa7 terus,& sergah Tris sambil menempelkan telunjukknya di bibir Kino, &$ku tahu tempatnya...& Kino mengernyitkan keningnya, keheranan mendengar kalimat terakhir itu. $pa maksudnya dengan &tempat&- Ke mana bidadari ini akan mengajakku@ pasti bukan kekahyangan, bisik Kino dalam hati. 'a membiarkan dirinya ditarik bangun. 0alu ia melihat Tris menjinjing kedua sepatunya, dan tahu tahu sudah berlari ke arah mobil sambil berteriak riang, &$yo, Kino. Kalau terlambat, aku tinggal kamu di sini,& Terburu buru Kino meraih sepatunya lalu mengikuti jejak Tris, berlari tanpa alas kaki. 6ampir saja ia tersandung batu besar di pintu keluar dangau. 333333 Rumah ke!il dan asri itu terletak jauh di tengah kebun karet yang tampaknya sudah tak ber7ungsi lagi. #alan menuju rumah itu berliku liku, tidak beraspal tetapi berbatu batu kerikil dan tampaknya terawat baik karena mobil Tris bisa melaju !ukup !epat. +i depan rumah itu ada sebuah taman yang luasnya dua kali lipat dari bangunan rumah, tampaknya juga terawat baik dengan bunga bunga aneka warna. Sebuah pintu gerbang besar terbuat dari kayu

kokoh tampak tertutup ketika mereka tiba, tetapi lalu Tris menekan sebuah alat di mobilnya, dan pintu itu terbuka sendiri. Kino takjub memandang teknologi yang sering didengarnya, tetapi yang baru kali ini dilihatnya itu. Tris tertawa ke!il melihat Kino terpana, lalu beru!ap, &"elum pernah ke =illa-& Kino menggeleng. 'a sering mendengar orang orang kota yang punya =illa di tempat tempat peristirahatan seperti ini. Tetapi baru kali ini ia masuk ke dalam salah satunya. +ulu Rima pernah bilang ayahnya punya =illa di daerah P, tetapi mereka belum pernah ke sana. Ridwan juga katanya punya dua =illa entah di mana, tetapi pemuda itu tak pernah mengajaknya ke sana. Kini, bidadari yang mempesonanya itu membawanya ke sebuah =illa, +engan !ekatan Tris memasukkan mobilnya ke sebuah garasi yang juga terbuka dengan sentuhan tombol remote control. Tak ada sebatang hidung manusia pun yang tampak di =illa itu. Mungkinkah mereka !uma berdua di sini- Kino bertanya tanya dalam hati. Seandainya &ya&, mungkinkah .....0amunan Kino buyar karena Tris men!ubit tangannya, &Kita sudah sampai. $yo turun..,& u!ap Tris lembut sambil memandangnya dengan tatapan yang membuat Kino gelisah. &Katakan dulu, di mana kita,& jawab Kino membalas tatapan Tris dengan tak kalah tajam. &'ni tempatku bertapa,& kata Tris sambil tersenyum@ ada sekilas sinar nakal di matanya, membuat Kino ingin menggigit gemas bidadari ini. &Kenapa kita ke sini-& desak Kino. &Karena aku mau ke sini,& jawab Tris sambil mulai melangkah keluar. Kino menelan ludah, merasa tiba tiba gugup dan !anggung. +engan ragu ia ikut melangkah keluar, menyusul Tris yang !epat sekali menghilang ke balik sebuah pintu di belakang garasi. Pintu itu menghubungkan garasi dengan ruang tengah yang luas, berisi dua buah so7a panjang di atas hamparan karpet tebal bermoti7 modern. +i depan so7a tampak sebuah perapian yang tampaknya memakai energi listrik. #uga ada sebuah tele=isi ukuran besar dan sebuah stereo set dengan empat speaker yang menjulang tinggi. Tris bediri dekat so7a ketika Kino masuk dengan langkah ragu ragu. Pemuda ini betul betul terpana melihat isi =illa. $palagi ada sebuah

jendela besar yang menghadap ke sebuah sungai di bawah sana. $irnya tampak berkilauan, menyelinap berliku di batu batu besar berwarna hitam legam. &Kesini..,& Tris berbisik sambil mengembangkan kedua tangannya, mengundang Kino ke pelukannya. Kino melangkah mendekat, lalu membiarkan pinggangnya dipeluk Trista, membiarkan tubuh bagian bawah mereka menyatu. #antungnya berdegup sangat ken!ang, menimbulkan suara ramai di telinganya. &Kamu takut-& bisik Tris dekat sekali di mukanya. Kino memandang lekat kedua mata bidadarinya. 'a menemukan kehangatan yang membara di sana. Menemukan per!ik per!ik yang membakar jiwanya, menimbulkan gairah yang perlahan lahan menghapus keraguannya. &Sekarang tidak lagi,& u!ap Kino sambil menahan getar di bibirnya. Tris tersenyum lembut sekali, lalu mendekatkan mukanya ke muka pemuda itu, membuka bibirnya bagai sekuntum bunga yang merekah menyambut matahari pagi. Kedua kelopak matanya menutup perlahan, sebelum bibir mereka beradu lembut. Kino merasakan betapa sebuah aliran hangat seperti merayap keluar dari bibir yang menggairahkan itu, menelusup ke bibirnya sendiri lalu memenuhi dadanya. Tiba tiba keragu raguannya sirna. Rasa takutnya lenyap, seperti embun diterpa panas mentari. +an kini panas mentari terbit di tubuhnya, membuat darahnya menggelegak seperti mendidih. Tris berjingkat, memeluk leher pemuda itu, mengulum bibirnya, membuka mulutnya mengundang lidah Kino untuk mulai menjelajah. $yolah, desahnya dalam hati, lakukan lagi apa yang selama ini kau lakukan. 0akukan pula apa yang selama ini aku impikan. 0akukan dan lakukan lagi. $yolah... Kino menghisap kedua bibir yang menggairahkan itu, membuka mulutnya sendiri untuk menyambut sergapan na7as hangat yang menghabus keluar dari mulut Tris. 0alu ia menjilati lidah Tris yang mun!ul di permukaan mulutnya. 0alu ia mendesak lidah itu kembali ke mulutnya, dan menjelajahi rongga yang menggairahkan dan penuh kehangatan itu. Tris mendesah perlahan. Tris mengerang perlahan. 4ukup lama keduanya saling memagut dan melumat sambil tetap berdiri. Tris merasakan tubuhnya melayang layang lagi. Kali ini disertai rasa geli gatal yang sangat dikenalnya@ yang perlahan lahan mulai memenuhi tubuhnya. Payudaranya yang kenyal terhenyak di

dada bidang pemuda itu, menimbulkan rasa nyaman sekaligus nikmat. $palagi Tris kemudian menggerak gerakkan dadanya perlahan, menggesek kekiri dan kekanan, menambah tekanan di pun!ak pun!aknya. Perlahan lahan tangan Kino merayap turun dari punggung Tris, menyusuri lekuk liku tubuh yang seksi itu. Setiap mili perjalanan tangan itu menimbulkan gairah kelaki lakiannya. $palagi kemudian ia menemukan resleting di punggung Tris begitu mudah terbuka,... perlahan lahan menguakkan gaun putih yang dikenakannya. Tangan Kino menelusup masuk, menemukan kulit halus mulus menggairahkan yang seperti bergetar lembut setiap kali tersentuh telapaknya. &6mmmmm...,& Tris mendesah manja sambil melangkah mundur perlahan lahan ke arah so7a. Kino mengikutinya sambil terus mengusap usap punggung Tris yang telanjang. Sebelum sampai di so7a, Tris menggerak gerakan bahunya, dan gaun tipis yang resletingnya sudah terbuka itu kini melun!ur turun. Sekejap kemudian, Tris tinggal berpakaian dalam..... Kino melepaskan !iumannya, memandang takjub tubuh molek di hadapannya. Tubuh inilah yang selalu ada di mimpinya, dan ... memang, tak ada yang berbeda dari selama ini dirindukannya, Semuanya tampak indah belaka, &"uka bajumu, Kino..,& bisik Tris dengan suara bergetar sambil mulai membuka sendiri behanya. +alam sekejap kedua payudaranya yang membulat menjulang itu terpampang seksi di hadapan Kino. Pemuda ini menelan ludah berkali kali sambil dengan gugup membuka bajunya. Tris tersenyum melihat Kino baru bisa membuka satu kan!ing dan sedang repot membuka yang kedua. &Sini aku bantu,& bisiknya sambil mendekat dan dengan !epat membuka kan!ing baju pemuda itu. Kino meraih tubuh Tris lebih dekat lagi, memegang mukanya dengan dua tangan, dan memagut bibirnya yang menggemaskan itu. Tris mengerang pelan sambil memejamkan kedua matanya lagi. Sambil mengulum bibir Tris, tangan Kino dengan !epat melun!ur ke dadanya, meremas dua bukit indah yang menggairahkan itu, membuat Tris mengerang lebih keras lagi. Sebuah sergapan kenikmatan memenuhi tubuh wanita ini, yang kini sibuk membuka !elana jeans Kino. +engan satu tangan lain, Kino membuka !elana dalam nilon Tris, memerosotkannya sampai ke paha, lalu meremas bagian belakang yang membukit mulus itu. Tris mengaduh manja. Sebentar kemudian pakaian keduanya telah berserakan tak beraturan di kaki so7a, dan keduanya telah terhenyak di badan so7a

dengan tubuh Kino menindih tubuh Tris yang putih mulus. Kedua kaki Tris yang indah itu melingkar memeluk pinggang Kino yang kini sibuk men!iumi dada bidadari pujaannya. Kedua tangan Tris men!engkram sandaran so7a karena sebuah rasa geli yang amat sangat menyerbu tubuhnya, datang dari mulut Kino yang tahu tahu sudah mengulum salah satu putingnya. &:ooh,& Tris menjerit sambil mendesis ketika merasakan ujung kejantanan Kino yang sudah tegang keras itu menyentuh permukaan kewanitaannya. 'a menurunkan kakinya dari pinggang pemuda itu agar bisa mengangkat bagian bawah tubuhnya ... agar bisa segera dimasuki oleh bagian yang kini sering diimpakannya itu. Kino menggeliat kegelian merasakan kejantanannya tergesek gesek di sebuah lepitan yang agak basah dan hangat. Terus terang, ia belum pernah melakukan per!umbuan dengan tubuh sepenuhnya telanjang seperti ini. $da sema!am rasa aneh yang memenuhi dirinya@ sema!am perasaan tidak berada di dunia yang sesungguhnya. Seperti dalam dunia hayal yang sewaktu waktu bisa berubah atau lenyap. Seperti menjadi bagian dari sebuah mimpi erotik yang sewaktu waktu bisa membuatnya terjaga. 0alu Kino merasakan dirinya pelan pelan tenggelam ... Masuk ke sebuah liang sempit yang li!in dan berdenyut ... 'ni belum pernah dialaminya ... Sesuatu yang berbeda dengan sebelumnya .. Sesuatu yang menakjubkan mempesona melenakan. &Kino...,& Tris mendesah sambil merangkul leher pemuda itu. 'a merasakan sentuhan kejantanan Kino berubah menjadi desakan lembut yang menyebabkan sesuatu di bawah sana terkuak perlahan... 0alu ia merasakan sebuah kehangatan menyerbu masuk .. Mula mula perlahan, tetapi kemudian !epat melesak ... Tris mendesis merasakan tusukan kenikmatan menikam ke pusat kewanitaannya. Kino terhenyak dalam sekali di tubuh bidadari pujaannya. 'a mengerang ketika merasakan dirinya seperti diselimuti oleh gumpalan daging lembut hangat dan li!in. Rasanya seperti terhenyak di kelembutan alami yang tak berujung tak berpangkal. Rasanya juga seperti diremas remas dengan perlahan di sepanjang tubuhnya. 0alu entah bagaimana keduanya mulai bergerak gerak. Mula mula gerakan itu tak beraturan. Tetapi kemudian mereka menemukan irama sendiri. Kino bergerak turun naik makin lama makin !epat. Tris bergerak berputar putar, juga semain !epat. Kino kini bertelektekan di kedua sikunya sambil membenamkan mukanya di pangkal leher Tris yang sudah mulai berkeringat. Tris merangkulkan

kedua kakinya yang indah di pinggang pemuda itu, sementara kedua tangannya merangkul erat leher Kino. Suara desah dan erangan ber!amput derit so7a dan ke!ipak ke!ipuk seksi yang keluar dari tempat berpadunya tubuh mereka. Ramai sekali. "ergairah sekali. .ntah kebetulan atau tidak, alam seperti sedang menyaksikan pe!umbuan dua anak manusia ini. Sebuah guntur menggelegar di kejauhan, gemanya dipantulkan dinding dinding gunung, menimbulkan geluduk berkepanjangan seperti ada kereta api raksasa melintas di langit. 0alu rintik hujan mulai turun diiringi angin yang berkesiut di pun!ak pun!ak pohon. Suasana !epat sekali berubah menjadi seperti senja hari, padahal ini belum pukul 18.99. Kino bergerak makin !epat dengan na7as semakin berburu. Tris berkali kali mengerang mendesah dengan kaki yang semakin tinggi terangkat, hampir men!apai punggung Kino. 'a kini tak lagi bergerak, melainkan terkangkang lebar dan pasrah menunggu datangnya badai klimaks yang sudah di ambang pintu. Ketika Kino untuk kesekian kalinya menghujam dengan kuat dan bergairah, Tris mengerang panjang sambil menyebut nama Kino. Tangannya men!engkram so7a kuat kuat, kepalanya tersentak ke belakang menekan sandaran, seluruh tubuhnya menggeliat menggelinjang. Klimaksnya datang bagai hendak menyita seluruh jiwanya. Kino merasakan pula sebuah desakan yang tak mampu dikendalikannya, membuat tubuhnya bergetar hebat. $ir bah birahi mengambur keluar deras sekali, membuatnya meregangkan seluruh otot di tubuhnya. Tubuh bagian bawahnya terhenyak dalam dalam, menekan tubuh Tris ke so7a di bawahnya. 0alu ...... &:ooh..,& Tris menjerit pelan merasakan !airan panas menyeruak tumpah ruah di dalam tubuhnya. &$aah,& Kino menjerit pula, tidak hanya sekali, tetapi setiap kali ia merasakan mun!ratan !airan !intanya berhamburan keluar tak tertahankan. $ir hujan bagai ditumpahkan dari langit. Suaranya ramai sekali men!er!ah bumi, menghantam genteng =illa menimbulkan suara gemuruh, menenggelamkan jeritan jeritan Kino dan Tris yang sedang menikmati klimaks mereka yang panjang. 6ari itu, di suatu siang yang basah oleh hujan, Kino menyerahkan keperjakaannya kepada seorang wanita yang dianggapnya bidadari. 'a tak menyadari hal ini, karena berkali kali kemudian mereka ber!umbu dan ber!umbu lagi. Tak pula sempat menimbang, betapa semakin lama mereka melangkah semakin jauh. "ahkan mungkin terlalu jauh.....

Para Sahabat $atang dan Pulang


Tris dan Kino bagai dua burung yang lepas dari kukungan sangkarnya, terbang lin!ah dan liar di angkasa terbuka. #uga bagai dua pengelana dahaga yang menemukan oasis sejuk berlimpah air di tengah padang pasir gersang. Mereka reguk segala kebebasan bagai tiada lagi hari esok. 6ampir setiap waktu luang mereka gunakan untuk ber!engkrama atau ber!umbu, tak peduli pagi, atau siang, atau malam. "adai gairah !inta birahi menerbangkan mereka tinggi sekali, menebus mega kesadaran menuju pun!ak pun!ak kenikmatan yang seringkali beriringan dengan kealpaan. Ridwan menahan geram ketika ia mengetahui hubungan dua anak manusia itu sudah sangat jauh. Selain dia, Rima juga mulai mengenali keganjilan Kino. Sudah tiga kali dalam seminggu yang lalu Kino membolos kuliah. "elum pernah sepanjang persahabatannya dengan pemuda itu, Rima melihat Kino begitu mudah meninggalkan studi. +i bawah pohon asam dekat gerbang utama kampus, Rima mendesak Ridwan agar men!eritakan apa yang terjadi dengan sahabat mereka. /eram sekali gadis ini menyadari bahwa sahabat yang diam diam dipujanya itu ternyata terpikat oleh wanita lain. 0ebih geram lagi ketika ia kemudian tahu bahwa wanita itu sudah bersuami, &Kamu selama ini rupanya sudah tahu banyak tentang mereka,& sergah Rima gemas, karena merasa disingkirkan dari jaringan persahabatan mereka.

&Siapa yang kau maksud dengan ?mereka?-& jawab Ridwan pura pura tidak tahu. &#angan pura pura bloon,& sergah Rima lagi sambil menatap tajam. Ridwan menghindari tatapan itu, mendongak menghembuskan asap rokoknya tinggi tinggi. &Mengapa Kino sampai begitu, Rid-& desak Rima. Ridwan menunduk, memainkan kerikil dengan ujung sepatunya. 'tu pertanyaan yang sangat sulit dijawab. 'a sendiri tidak tahu jawabnya. Kata orang, begitulah kalau !inta telah melanda kalbu. Tetapi, apa itu !inta, Ridwan tak pernah bisa memahaminya lebih jauh. Terlebih lagi, mengapa orang bisa begitu men!intai seseorang, sampai berani mengambil risiko besar- $h, itulah justru misteri yang selama ini tak pernah ia bisa pe!ahkan. Terdengar langkah orang mendekat. Mereka berdua menengok@ rupanya Tigor yang datang dengan dahi berkernyit serius. &/ila betul si Kino itu,& u!ap pemuda itu dengan logat daerahnya yang kental. &$da apa-& tanya Rima dan Ridwan berbarengan. &$ku lihat tadi dia bersama perempuan itu lagi, naik mobil ke arah selatan,& kata Tigor sambil menghenyakkan pantatnya, duduk di sebelah Ridwan. &Kenapa kau bisa bertemu mereka-& tanya Rima, sementara Ridwan membisu. Pikiran pemuda ini berke!amuk hebat, karena sebetulnya ia sudah mendengar selentingan kabar bahwa salah seorang penjaga dan perawat =illa milik Tris sudah tahu tingkah tuan putrinya itu. &$ku iseng ingin ke tempat kostnya, pagi pagi sekali,& kata Tigor, &Tapi, baru aku sampai di tikungan menjelang jalan ke sana, aku lihat di kejauhan si Kino naik ke mobil putih itu. $ku kebut lah, motorku. Kukejar mereka, tapi tak aku salip..& &$pakah Kino melihatmu-& Ridwan membuka mulut juga akhirnya. Tigor menggeleng. Rima menghembuskan na7as kuat kuat. 0alu ketiganya terdiam, sibuk dengan pikiran masing masing. &"aiklah aku !eritakan saja siapa perempuan itu..,& kata Ridwan akhirnya sambil memperbaiki letak duduk. Segera saja Rima dan Tigor menengok dan menatap pemuda itu dengan seksama. Rima duduk di sebelah kiri, sehingga kini Ridwan terapit oleh dua sahabatnya. Kalau ada orang melihat dari kejauhan, nis!aya mereka melihat pemandangan indahA tiga sahabat muda ber!akap !akap

serius seksama, di bawah teduhnya pohon asam yang rindang, di tengah siang yang terik. Tentu orang lain tak tahu, bahwa yang mereka bi!arakan adalah sesuatu yang sangat menggelisahkan. "erkali kali terlihat Rima menghela dan menghembuskan na7as panjang. Tigor juga kelihatan gelisah, mengusap usap rambutnya yang keriting berkali kali@ seakan akan dirambutnya itu ada sesuatu yang harus disingkirkan jauh jauh. $pa yang di!eritakan oleh Ridwan membuat Rima dan Tigor terkesima. Terutama ketika akhirnya Ridwan men!eritakan pula gosip yang kini sudah tersebar di keluarga Tris, akibat !erita mulut ke mulut di kalangan penjaga dan perawat =illa. 3333333 Sementara itu, di saat yang sama, tetapi puluhan kilometer jauhnya dari tempat ketiga sahabat itu berbin!ang bin!ang, Kino sedang tenggelam dalam lautan birahi. Tubuhnya yang penuh =italitas muda itu berkeringat, bergerak naik turun dengan ganas di atas tubuh putih mulus yang menggelinjang gelinjang penuh gairah. Suara desah ber!ampur erangan dan rintihan memenuhi kamar yang luas di =illa asmara itu. +erit dan derik ranjang ikut meningkahi, menambah semarak dan seronok suasana. +ua buah bantal tampak berserakan di lantai, di atas beberapa helai pakaian yang tampaknya dibuka tergesa gesa dan dilemparkan begitu saja oleh pemiliknya. &:ooh, Kino... lebih !epat lagi... ooooh...,& Trista terdengar mendesah merintih, sambil melingkarkan kedua tangannya di leher pemuda itu, menarik kepala Kino lebih tenggelam lagi di lekuk liku pangkal lehernya. Wanita yang bertubuh padat dan seksi ini terlihat memejamkan matanya menikmati persetubuhan yang menggelora itu. Keringat telah tampak pula di tubuhnya yang mulus, terutama di lehernya yang jenjang itu,.. di dadanya yang terhenyak oleh dada Kino.., di bahunya yang melengkung indah itu,.. di punggungnya yang melenting menggeliat tinggi di atas kasur,.. di bokongnya yang padat dan tak hentinya bergerak bergetar gelisah .. &Mmmh... yaaa...mmmh..,& Kino !uma bisa mengerang sambil terus men!iumi leher Tris yang sudah basah oleh keringat. :tot otot di tubuh pemuda ini sedang berjuang keras memenuhi tuntutan birahi pemiliknya dan perempuan yang sedang disetubuhinya. 'a seperti berenang renang di lautan liat kenyal yang hangat dan berdegup berdenyut. Seperti tenggelam dalam sponge dan jelly raksasa yang selalu bergerak gerak liar. Seperti

terperangkap oleh otot halus tapi kuat yang erat men!ekal sepanjang batang tegang tegak kelaki lakiannya. &$aaah... ,& Trista mengerang, mengangkat tinggi tinggi kedua kakinya, memeluk tubuh pemuda itu. Wanita itu merasakan hujaman tikaman kejantanan Kino semakin lama semakin terasa nikmat, memenuhi seluruh rongga kewanitaannya yang berdenyut denyut liar di bawah sana. 6ujaman itu juga semakin dalam, mendesak jauh sampai ke langit langit paling belakang dari liang li!in yang bagai berde!ap de!ap ikut menikmati perjalanan asmara yang membara 'ni adalah untuk kesekian kalinya ia mendaki pun!ak asmara. Sudah tiga kali tadi ia menggelepar gelepar menikmati orgasmenya.... betul betul hebat per!umbuan mereka. "elum pernah sepanjang masa perkawinannya Trista mengalami kenikmatan hubungan badan yang begini memabukkan. Kino tadi menyetubuhinya di lantai, memberikan dua orgasme yang datang !epat bagai angin tai7un. 0alu pemuda itu mengangkatnya ke ranjang, dan memberikan satu lagi orgasme susulan yang bagai merupakan penjumlahan dari dua orgasme sebelumnya. Kino menghujam hujamkan kejantanannya dengan bergairah. :h, sudah beberapa kali ini mereka ber!umbu, dan Kino benar benar ketagihan dibuatnya. Tidak saja ia menikmati birahi badani, tetapi ia juga merasa sangat berbahagia bisa membuat bidadari pujaannya mengerang erang nikmat. "agi Kino, baru kali inilah hubungan seksual mempunyai makna yang lebih daripada sekedar ejakulasi. Setiap kali mereka berhubungan, Kino merasa mempunyai kesempatan untuk memberikan kebahagian sebesar besarnya kepada wanita yang telah menyita seluruh perhatiannya ini. Sebagai pemuda desa yang tak berpenghasilan, hanya itulah yang bisa ia berikan kepada Trista. Kino juga tiba tiba menjadi semakin ahli dalam ber!umbu, padahal tidak ada yang mengajarinya, ke!uali dulu Mba Rien yang memperkenalkannya pada misteri seksual wanita. +engan hanya mengikuti instingnya, Kino melayani gairah birahi Tris yang ternyata juga sangat berkobar kobar itu. Setiap permintaan Tris dipenuhinya, bahkan kalaupun ia tidak mengerti apa permintaan itu pada mulanya. Seperti tadi, ketika mereka baru memulai per!umbuan di so7a di kamar tengah, Tris meminta Kino men!iumi perutnya. Sambil tertawa manja, perempuan itu menuntun kepala Kino ke tempat tempat yang disukainya. Mula mula Kino men!iumi belahan atas perut itu, sedikit di bawah dua bukit payudaranya yang menjulang indah. 6mmm... harum dan halus mulus kulit perut Trista, membuat

pemuda ini bersenang hati berlama lama men!iumnya. .ntah kenapa ia sejenak berhayal bisa masuk ke dalam perut yang tampak lembut bergetar itu.., mungkinkah ia bisa men!elup kedalam rahim wanita yang selalu menggugah kalbunya itu.., bisakah ia berna7as di dalam rongga hangat di sana0alu Trista mengerang pelan, berbisik, &..agak ke bawah lagi, Kino...&, dan pemuda itu pun menurutinya, men!iumi pusar nya yang bagai sebuah noktah malu malu bersembunyi di !ekungan perut Trista. Se!ara instingti7, Kino mengeluarkan lidahnya, menjilati liang pusar itu ..... membuat pemiliknya menggelinjang sambil menjerit ke!il, & aww.. geli, Kino..&. Tentu saja Kino tak peduli pada protes tak bermakna itu. 'a terus menjilat. Trista terus mengerang dan memprotes. Permukaan perutnya naik dan turun semakin kuat, seperti lautan yang bergelombang oleh gempa tektonis di dasarnya. +an Kino seperti perahu nelayan yang sukarela diayun ayun gelombang itu. Naik, turun.., naik, turun,.. naik, turun.. 0ama sekali rasanya, membuai buai, berulang ulang. 0alu Kino semakin turun lagi, bagai ditarik sebuah kekuatan magnit. Mulut dan hidungnya menyusur ke bawah, bagai dituntun sebuah tali ajaib yang tak terlihat mata. Trista mendesah, memejamkan matanya kuat kuat bagai sedang menunggu sebuah kejadian yang tak terduga. "agai seorang pesakitan yang sedang menanti keputusan hukuman. "agai seorang mahasiswa yang berdebar menunggu ganjaran. Kedua tangannya tak lagi berada di kepala Kino, melainkan men!engkram kain so7a kuat kuat. :h,... akankah ia melakukannya- 6atinya bertanya, sekaligus berharap. Seperti apakah nanti rasanya.., Trista belum pernah merasa setegang dan seberdebar ini sepanjang hidupnya. 0alu Kino sampai di daerah itu .... sebuah segitiga kehitaman yang memagari sebuah wilayah hangat yang merekah bagai bunga di musim semi. $roma birahi memenuhi pen!iumannya, dan Kino bagai takjub memandang milik paling pribadi dari bidadari pujaannya. +ekat sekali ia bisa memandang lembah basah yang terlihat membuka bagai mengundangnya untuk datang lebih dekat. $da lepitan dan bukit bukit ke!il yang tampak empuk menyembunyikan sebuah tonjolan memerah muda yang bagai mengintip dari tempat persemaiannya. Segalanya yang terlihat Kino dari dekat itu seperti memiliki kekuatan magis, menarik mukanya untuk lebih mendekat lagi .... 0ebih dekat lagi.... +an lagi. &$aah,& terdengar Tris mendesah pendek dan keras.

Sebuah serbuan kenikmatan yang tiada tara menyengat kesadarannya, membuatnya seperti dilemparkan tinggi tinggi ke angkasa kenikmatan. 0idah Kino menyentuh titik tersembunyi yang selama ini menjadi sumber birahinya, 0alu Kino semakin bergairah, menggunakan lidah, bibir, hidung, mulut dan seluruh mukanya untuk menjelajahi lembah asmara yang kini terbuka lebar itu. Tris mengangkangkan pahanya, memberikan keleluasaan kepada pemuda itu. Tubuhnya menggeletar hebat, tetapi ia berusaha keras agar tetap berada di atas so7a, men!engkram pinggiran so7a kuat kuat dengan kedua tangannya. Selama tak kurang dari 12 menit Kino memberinya kenikmatan luar biasa dengan permainan yang sangat pribadi dan sangat alami itu. "etapa panjangnya tali kenikmatan yang teruntai darinya, 0alu Tris tak tahan lagi. 'a menarik tubuh Kino sekuat tenaga agar pemuda itu menindihnya di atas so7a. Tetapi lalu mereka malah jatuh berdua ke lantai yang tertutup karpet tebal. +an tanpa basa basi, keduanya langsung memulai hubungan badan dan berderap bersama menuju pun!ak asmara. Trista langsung memperoleh hadiah orgasmenya yang pertama dari per!umbuan itu. Kini, perempuan itu kembali menuju pun!ak asmara di atas ranjang yang sudah tak karuan bentuknya. Kino menegakkan tubuhnya, bertelektekan dengan kedua tangannya yang kokoh bagai sedang bersiap untuk push up. Trista mengangkat kedua kakinya lebih tinggi lagi, menyangkutkannya di bahu pemuda itu, sehingga pantatnya terangkat dari permukaan kasur dan kewanitaannya semakin terkuak siap menerima serbuan batang keras pejal kenyal yang terus menerus keluar masuk tak kenal lelah. &Kino... ooooh... aku.... ooooh,& Trista mengerang tidak karuan, & tak tahan... oooh.. lagi... ooooh...& Pemuda itu tak menjawab. 'a sendiri sedang sibuk mengendalikan dirinya, berusaha agar serbuan kenikmatan yang kini memenuhi tubuhnya tidak tumpah ruah tak terkendali. 'a mengatupkan kedua rahangnya erat erat, berkonsentrasi penuh menggenjot tubuh bagian bawahnya. Sesekali ia mendesis merasakan kegelian kenikmatan melun!ur menuju ujung kejantanannya, dan ia pun berhenti sejenak kalau sudah demikian, agar tak terlanjur lepas dalam pan!uran ejakulasi. Tetapi, tentu saja ia tak bisa terus menerus bertahan. $palagi kemudian Trista mengalami orgasme ketiganya yang sangat intens. 'a menggeliat dan mengerang panjang, sementara liang kewanitaannya berkontraksi dalam denyut yang kuat dan liar. Kino merasakan kejantanannya bagai diremas remas sebuah otot halus liat dan hangat. 'a tak tahan lagi. 4epat !epat ia mengeluar

masukkan batang pejal kenyal itu sekuat tenaga. Menghujam menikam sedalam mungkin. Mendorong mendesak sekeras mungkin. Semakin lama semakin !epat... semakin !epat.... semakin !epat... semakin !epat .... &:ooooh... ohhhh.... ohhhh?, jeritan jeritan Trista semakin lama semakin keras dalam inter=al yang semakin pendek. &$aaaah,& Kino mengerang keras tak sanggup lagi menahan jebolnya tanggul pertahanan, .... membiarkan !airan !intanya yang hangat dan kental menyerbu keluar, .... melun!ur pesat di sepanjang buluh daging yang sudah menegang maksimal itu, .... memun!rat dengan kuat memenuhi kewanitaan Tris. &:ooooooooh,? Tris menjerit panjang dan lepas, melentingkan tubuhnya bagai sedang menerima tikaman panjang yang mematikan. Seluruh tubuhnya bergetar bergun!ang hebat, membuat tubuh Kino yang berada di atasnya ikut terlonjak lonjak. 333333 &Kita harus memberinya mengepalkan tinju. peringatan,& sergah Tigor sambil

&$ku sudah melakukannya berkali kali,& sergah Ridwan sambil menahan geram. &Kita !oba lagi,& seru Rima sambil bangkit dan menggun!ang lengan Ridwan. &Kita !ari dia sekarang,& seru Tigor sambil bangkit pula dan ikut ikutan menggun!ang lengan Ridwan. Pemuda itu bagai sebuah pohon lunglai digun!ang kekiri dan kekanan oleh dua sahabatnya. Rambutnya yang agak gondrong jadi terurai urai menutupi sebagian mukanya. &Sudah... sudah... kenapa aku yang kalian gun!ang gun!ang,& sergah pemuda itu sambil menepis tangan Rima dan Tigor. &$yo kita ke =illa itu. Mereka pasti di sana,& seru Tigor sambil melepaskan !engkramannya dari lengan Ridwan. &%ntuk apa kita ke sana-& tanya Ridwan sengit. 'a masih merasa tidak wajar jika harus ikut !ampur sejauh itu. Walau bagaimana pun, diam diam Ridwan mengakui bahwa Kino punya segala hak untuk jatuh !inta, terlepas dari kenyataan bahwa wanita yang di!intainya adalah istri orang lain.

&Kita bisa mengajaknya ber!akap !akap. Menyadarkan risikonya, Rid,& u!ap Rima dengan suara tinggi. /adis ini sungguh kuatir mendengar !erita Ridwan tentang gosip hubungan Kino ke telinga keluarga Tris. "agaimana kalau suaminya marah dan kalap&+ia sudah tahu risiko itu,& sahut Ridwan dengan suara yang juga meninggi. &/oblok sekali dia,& sergah Tigor sambil menendang sebuah batu ke!il. "atu itu terlontar !ukup tinggi, jatuh bergelindingan di trotoar dan membentur kaki seorang mahasiswa. Sesaat mahasiswa itu mengangkat kepalanya, men!ari sumber gangguan. Tetapi ketika pandangannya bertumbuk dengan sepasang mata Tigor yang garang, mahasiswa itu !epat !epat berlalu tanpa basa basi. &Memang,& sahut Ridwan dengan tak kalah geram, &/oblok dan nekad,& &$yolah kita ke sana,& Rima merajuk sambil menarik tangan Ridwan. &$yolah,& u!ap Tigor memberi dukungan. Ridwan menatap kedua sahabatnya. 'a melihat bayang bayang kesungguhan di muka mereka. Terlebih lagi di muka Rima, yang juga dipenuhi warna kekuatiran. Ridwan menghela na7as dalam dalam dan menghembuskannya kuat kuat. 'a tidak punya alasan lagi untuk menolak ajakan mereka. &$yolah...,& u!apnya lemah, lalu mulai melangkah gontai menuju tempat parkir. Tak lama kemudian, <W merah berisi tiga sahabat itu terlihat melun!ur meninggalkan kampus menuju selatan. 333333 Suara burung berki!au terdengar jelas dari dalam kamar tempat Kino dan Tris tergeletak lunglai. 6ari sudah menjelang sore, dan burung burung tampaknya baru tiba kembali setelah seharian tadi berkelana men!ari makan. $lam tampak ramah, menyembunyikan sinar terik mentari di balik awan tebal, tetapi tidak memberikan hujan. $ngin berhembus sejuk sepoi sepoi membelai dedaunan yang tampak bergerak pelan seperti orang orang yang sedang bermalasan. Tris merebahkan kepalanya dengan manja di dada Kino yang masih lembab oleh keringat. 'a memejamkan mata, menikmati sisa sisa amukan badai birahi yang berputar berke!amuk di seluruh tubuhnya. Sendi sendinya terasa pegal tetapi juga nikmat.

Pinggangnya terasa sakit tetapi juga nikmat. Kewanitaannya terasa sedikit perih tetapi juga nikmat. $h, betapa banyak ironi di tubuhnya, betapa banyak ketidak setaraan di badannya. Kino sejenak terlena, membiarkan kantuk memenuhi kepalanya. Tubuhnya terasa letih seperti seorang petani yang men!angkul seharian. "adannya terasa ringan melayang layang. Seluruh isi tubuhnya seakan keluar tumpah ruah bersama pun!ak asmaranya. Kini ia bagai wadah kosong yang terapung dalam lautan luas tak berbatas. Sebagai ganti isi tubuhnya, sebuah perasaan hangat dan indah kini bermun!ulan. Mungkin inilah pengejawantahan kebahagian badaniah yang berjalinan dengan ketulusan !inta. &4apek-& bisik Tris melihat kedua kelopak mata pemuda itu perlahan membuka. &6mm..,& Kino menggumam, meraih rambut bidadarinya yang tergerai menutupi sebagian mukanya. Rasa sayang memenuhi dada pemuda ini. Perlahan dan lembut ia membelai kepala yang tergeletak lunglai di dadanya itu. Trista memejamkan matanya, membiarkan usapan pemuda itu membiaskan kelembutan keseluruh tubuhnya. Semakin lama semakin jelas bagi wanita ini, betapa berbedanya sebuah persetubuhan yang disertai rasa sayang. "etapa dingin dan hambarnya persebadanan yang selama ini ia alami bersama suaminya. Tak ada pembukaan yang bergelora, karena lelaki itu serba tergesa. Tak ada penutup yang penuh kemanjaan seperti ini, karena lelaki itu segera meringkuk tidur meninggalkan dirinya terlentang dengan tubuh bagai sehabis dirajam. +engan Kino, segalanya serba nikmat dan berkepanjangan. Pemuda ini benar benar maestro !inta baginya. Tiba tiba mereka tertawa berdua, karena perut Kino berkeriuk keras tanda lapar. Sejak tiba siang tadi, mereka tak ingat makan. Sejak dalam perjalanan mereka sudah dipenuhi hasrat untuk bersebadan. Tak sempat lagi mereka memikirkan makanan atau minuman. &$ku bikin spaghetti, ya,-& u!ap Tris sambil bangkit dalam keadaan tetap telanjang. Kino tetap berbaring, memandang kagum ke tubuh bidadari di hadapannya. Sempurna dan tanpa !ela. 4antik molek dan mengagumkan sekali wanita ini, pikir Kino sambil menjelajahi seluruh lekuk liku tubuh Tris yang sengaja berlambat lambat mengenakan rok dan bajunya. Wanita ini tahu Kino sedang memandanginya. 'a suka sekali dipandangi seperti itu, seperti dipuja puji lewat sorot matanya yang hangat bergairah dan tulus terbuka itu. 'a suka sekali,

&Perlu bantuan-& tanya Kino sambil mulai bangkit. &Nggak,& sergah Tris, &Kamu nanti malah bikin ka!au..& Kino tersenyum. Pasti ia akan membikin ka!au. 'a tak pernah bisa menahan diri untuk tidak men!iumi wanita pujaannya itu kalau mereka sedang berduaan. Maka ia kembali berbaring, memandang bidadarinya menghilang dari pandangan. "aru saja Tris lenyap di balik pintu, sebuah tuter mobil yang sangat dikenal Kino membuat pemuda ini terlonjak bagai tersengat kala jengking. $staga, apakah itu temanku- %jarnya gelisah sambil bangkit menuju jendela yang menghadap halaman depan. Posisi rumah yang agak tinggi dari halaman menyebabkan Kino leluasa melihat siapa saja yang mendekati =illa ini dari jalan raya. +an apa yang dilihat Kino membuat pemuda ini terkesiap. &Siapa itu, Kino-& seru Tris dari arah dapur karena ia juga mendengar suara tuter mobil berkali kali. Kino tidak menjawab. 'a bergegas mengenakan !elana dalam dan jeans nya. Terburu buru memakai t shirt dan berlari keluar tanpa alas kaki. #antungnya berdegup ken!ang. "enaknya dipenuhi pertanyaan. &Kino-& teriak Tris lagi dari dapur, kini dengan nada heran karena ia dengar pemuda itu tergesa gesa menuju ruang tamu. Setelah dua kali memanggil tanpa mendapat jawaban, wanita itu pun keluar dari dapur setelah memastikan o=en menyala memanasi spaghetti yang sudah siap sejak pagi tadi. Tris mengintip dari balik gorden ruang tamu. +i halaman =illa ia melihat Kino bertolak pinggang. +i depan pemuda ini ada tiga remaja yang tak dikenalnya. Siapa mereka- Tanya Tris dalam hati. +an mengapa suasananya begitu tegang. Salah seorang dari remaja pria itu tampak menunjuk nunjuk muka Kino dan berbi!ara seperti orang marah, tetapi dengan suara tertahan. +ari tempatnya berdiri, Trista tidak bisa mendengar per!akapan mereka. Tetapi dari wajah wajah mereka, wanita ini bisa menduga bahwa ada ketidak beresan di luar sana. Maka setelah merapikan rambut dan bajunya, Trista membuka pintu dan melangkah keluar. Tigor yang pertama kali melihat wanita itu melangkah keluar seperti seekor burung merak keluar dari sarangnya. 'a menyikut Rima yang berdiri di sebelahnya, dan gadis itu menoleh ke arah pintu ruang tamu. Mulut Rima segera membuka, sedikit menganga melihat

seorang wanita dengan muka seperti bersinar !erah dan senyum ramah yang seakan akan di!iptakan oleh mentari pagi. /adis itu tidak sanggup berkata apa apa. Ridwan mengalihkan pandangannya dari Kino, seperti Rima ia juga terdiam melihat Trista melangkah mendekat. +alam hati ia mengutuk ngutuk, kenapa mau dibujuk datang kemari. Sekarang, dekat sekali di hadapannya wanita kontro=ersial itu menunjukkan ke!emerlangan dan keindahan sejati. "agaimana tiga !e!unguk ingusan yang tak punya alasan jelas bisa berhadapan dengan dewi khayangan yang turun ke bumi lengkap dengan segala asesorisnya ini- Ridwan mengeluh dalam hati berkali kali, mengapa tiba tiba hidupnya jadi rumit begini. Tigor hendak membuka mulutnya, tetapi tidak jadi. 'a tidak tahu harus berkata apa. "eberapa kali pemuda yang lebih menggemari motor daripada wanita ini melihat Trista dari kejauhan. "elum pernah ia melihat dari sedekat ini, dan ... wah wah wah, belum pernah ia melihat wanita sedemikian menggairahkannya. Senyumnya memikat, dengan lesung pipit samar samar di pipi kanannya. Tetapi yang lebih mematikan kalbu adalah sorot matanya yang mungkin terbuat dari intan 8G karatA bening dan tajam. 0alu, sinar mukanya begitu kentara meman!ar dari wajah yang sebetulnya terlihat agak memerah seperti seseorang yang habis berolahraga pagi. :lahraga apa gerangan di sore ini- Tanya Tigor dalam hati, dan segera menemukan sebuah jawaban sendiri yang membuatnya gelisah sendiri pula, Kino menunduk, membiarkan Tris memeluk lengannya. Kini dua pasang manusia berhadapan dengan tiga remaja yang diam terpaku. $neh sekali pemandangan di sore yang !erah itu, sementara langit mulai menata diri untuk menyambut lembayung senja. 6alaman =illa tampak seperti sebuah panggung berwarna hijau berpagar tanaman bunga yang semarak. 0ima aktor dan artis berdiri di tengah panggung itu, seperti sedang !anggung memulai sebuah babak sandiwara kehidupan. &6alo..,& akhirnya Tris membuka suara, perlahan tetapi jelas terdengar oleh semua yang hadir. Tigor pertama kali bereaksi dengan bergumam lalu tersenyum kaku sambil melipat kedua tangan di depan dadanya. Ridwan tidak menyahut, tetapi berdehem karena tiba tiba merasa ada segumpal dahak menyedak di tenggorokannya. &Selamat sore..,& Rima beru!ap pelan, merasa tidak enak kalau tidak berkata apa apa dan mengutuk ngutuk di dalam hati mengapa dua remaja pria di sampingnya tiba tiba berubah menjadi kerupuk gosong,

&Teman teman mu-& tanya Tris sambil menggoyang pelan lengan Kino dan menatap muka pemuda itu. Rima menelan ludah. +uh, mesra sekali !ara wanita itu memeluk lengan Kino dan memandangnya. Kino menghela na7as panjang, lalu menghembuskannya keras keras sambil berkata pendek, &5a, Teman temanku..,& &Kenapa tidak diajak masuk-& u!ap Tris ramah sambil mengalihkan pandangan kepada ketiga tamu yang tak diundang itu satu persatu. Tigor melengos, pura pura memandang kupu kupu yang banyak sekali berkeliaran di halaman =illa. Ridwan tersenyum kikuk dan mengubah ubah letak berdirinya dengan gelisah. &%h.., eh..kami !uma kebetulan lewat..,& u!ap Rima, lagi lagi merasa sial ditemani bujangan bujangan yang seperti anak ayam berhadapan dengan elang. &:h, ya-,& u!ap Tris sambil membelalakan matanya, mengungkapkan keterkejutan yang sesungguhnya )kalau teman teman Kino punya =illa di dekat sini..., wah,*. &%mm.. ya, kami... umm.. sedang berjalan jalan,& kata Rima sambil menyikut Tigor, sementara yang disikut malah berdiri menjauh. Trista tersenyum. +alam hati wanita ini sebenarnya gelisah. 'a tidak tahu apa yang terjadi di antara empat remaja ini. Tetapi nalurinya mengatakan bahwa teman teman Kino ini datang kemari untuk berurusan dengan pemuda kesayangannya itu. +an instingnya tidak pernah salah, kalau sudah tentang Kino ia pasti benar, &$yolah mampir sebentar..,& bujuk Trista, lalu kepada Kino, &$yo, Kino.. ajak teman temanmu masuk. $da !ukup banyak spaghetti untuk kita semua,& &Tidak,& akhirnya Ridwan beru!ap. Semua orang menengok kepadanya, seakan akan baru sadar bahwa pemuda itu bukan patung melainkan mahluk hidup. Kino menghembuskan na7as lega. 'a tidak ingin teman temannya tinggal lebih lama. 'a masih diam saja, tidak mengu!apkan sepatah kata pun sejak Trista hadir di antara mereka. 'a juga marah sekali, mengapa teman temannya datang kemari dan ikut !ampur urusan pribadinya. Terlebih lebih lagi, Kino juga malu karena dalam hati ke!ilnya ia tahu bahwa ketiga sahabat di depannya ini bermaksud baik. Tetapi kenapa musti ke sini- Kenapa seperti sedang mengintai dan berusaha memergokinya-

&Kami segera pulang..,& u!ap Rima kikuk, melangkah mundur perlahan menjauhi Kino dan Trista. &5a. Selamat sore..,& kata Tigor sambil langsung berbalik mengikuti langkah Rima. &Sampai jumpa..,& kata Ridwan sambil melambai dan berbalik mengikuti langkah Tigor. Kino diam saja, memandang tiga temannya beriringan seperti serdadu pulang dari medan perang. Trista ikut diam, memeluk erat lengan pemuda itu, merasakan ketegangan menyelimuti mereka berdua. 0angit sudah mulai menampakkan semburat merah. Sebentar lagi senja tiba. $ngin berhembus semakin dingin. Trista bergidik, merasakan tiba tiba kulitnya meremang.

Anda mungkin juga menyukai