Anda di halaman 1dari 45

PAJAK PENGHASILAN UNTUK TRANSAKSI KHUSUS

1. PPh Pasal 4 ayat 2 Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 ditentukan bahwa : 1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; 2. Penghasilan berupa hadiah undian; 3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; 4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan 5. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Pertimbangan-pertimbangan yang mendasari diberikannya perlakuan tersendiri dimaksud antara lain adalah: a. Kesederhanaan dalam pemungutan pajak b. Keadilan dan pemerataan dalam pengenaan pajak c. Memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter. Pertimbangan tersebut juga mendasari perlunya pemberian perilaku tersendiri terhadap pengenaan pajak atas penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta jenis-jenis penghasilan tertentu lainnya. Oleh karena itu, pengenaan pajak penghasilan termasuk sifat, besarnya dan tata cara pelaksanaan pembayaran, pemotongan atau pemungutan atas jenis-jenis penghasilan tersebut diatur tersendiri dengan peraturan pemerintah. Dengan mempertimbangkan kemudahan dalam pelaksanaan pengenaan serta tidak akan menambah beban bagi Wajib Pajak (WP) maupun Direktorat Jendral Pajak, maka pengenaan pajak penghasilan dalam ketentuan ini dapat bersifat final.

Berikut merupakan pemotong PPh Pasal 4 ayat (2), yaitu: Koperasi; Penyelenggara kegiatan; Otoritas bursa; dan Bendaharawan;

Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 4 ayat (2), adalah : 1. Penerima bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; 2. Penerima hadiah undian; 3. Penjual saham dan sekuritas lainnya; dan 4. Pemilik properti berupa tanah dan/atau bangunan;

Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah bersifat final; dan karena mempunyai sifat final, maka pemotongan PPh pasal 4 ayat (2) tidak dapat dikreditkan. Begitu juga omzet yang terkait dengan transaksi yang dikenakan PPh pasal 4 ayat (2) tidak dimasukkan dalam omzet usaha, namun dimasukkan ke dalam omzet penghasilan yang telah dipotong PPh final.

2. Kredit Pajak Luar Negeri (PPh 24) Pajak penghasilan pasal 24 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008, menyatakan bahwa: 1) Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini dalam tahun pajak yang sama. 2) Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan Undang-undang ini. 3) Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber penghasilan ditentukan sebagai berikut: a. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan;

b. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada; c. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak adalah negara tempat harta tersebut terletak; d. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada; e. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan; f. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada; g. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap berada; dan h. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada. 4) Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip yang dimaksud pada ayat tersebut. 5) Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut Undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan. 6) Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas penghasilan dari luar negeri diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Permohonan Kredit Pajak Luar Negeri (164/KMK.03/2002) Supaya pajak yang terutang atau dibayar diluar negeri dapat dikreditkan, maka Wajib Pajak harus menyampaikan surat permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan dilampiri:

1. Laporan Keuangan yang mencantumkan dengan jelas penghasilan dari luar negeri tersebut; 2. Salinan Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri; 3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri Permohonan kredit pajak tersebut harus disampaikan bersama dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Penghasilan. Namun atas permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran permohonan tersebut karena alasan-alasan diluar kekuasaan wajib pajak. Penggabungan Penghasilan (SE-22/PJ.4/1995) Untuk menghitung Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari dalam negeri maupun dari luar negeri maka seluruh penghasilan Wajib Pajak tersebut dihitung dan digabungkan. Hasil penggabungan tersebut dijadikan dasar untuk menghitung PPh pasal 24. Atas penghasilan dari usaha, penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis). Atas penghasilan lainnya seperti sewa, bunga, royalti, dan lain-lain, penggabungan penghasilan dilakukan dalam tahun pajak diterimanya

penghasilan tersebut (cash basis) Atas penghasilan berupa dividen yang diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dari penyertaan modal sekurang-kurangnya 50% dari jumlah saham disetor atau secara bersama-sama denga Wajib pajak dalam negeri lainnya sekurangkurangnya 50% dari jumlah saham disetor pada badan usaha di luar negeri yang sahamya tidak diperdagangkan di bursa efek, dilakukan dalam tahun pajak di mana dividen tersebut diperoleh. Saat perolehan dividen dalam rangka penggabungan penghasilan ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan, sebagai berikut: 1. Pada bulan keempat setelah akhir batas waktu kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) badan usaha di luar negeri untuk tahun pajak yang bersangkutan, atau;

2. Jika tidak ditentukan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh, atau tidak ada kewajiban penyampaian SPT PPh, saat diperolehnya dividen adalah pada bulan ketujuh setelah tahun pajak berakhir. Penentuan besarnya dividen yang digabungkan dengan penghasilan lainnya dihitung berdasarkan besarnya proporsi pemilikan saham pada badan usaha di luar negeri atas laba setelah pajak. Laba setelah pajak adalah laba usaha sesuai dengan laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim berlaku di negara yang bersangkutan dan telah diaudit oleh akuntan publik, setelah dikurangi dengan PPh terutang di negara tersebut. Apabila kemudian terjadi pembagian dividen dalam jumlah yang melebihi dividen berdasarkan penghitungan Wajib Pajak dalam negeri tersebut atau terjadi pembagian dividen, kelebihan jumlah tersebut wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada tahun pajak dibagikannya dividen tersebut. Namun apabila sebelum jangka waktu tersebut di atas badan usaha di luar negeri dimaksud sudah membagikan dividen yang menjadi hak Wajib Pajak, maka dividen yang digabungkan adalah sebesar dividen yang dibagikan tersebut. Dividen yang menjadi hak Wajib Pajak adalah dividen yang sekurang-kurangnya sama besarnya dengan dividen yang dihitung sebanding dengan penyertaan Wajib Pajak pada badan usaha di luar negeri. Apabila kemudian terjadi pembagian dividen selain dividen yang telah dibagikan di atas, maka dividen tersebut wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh pada tahun pajak dibagikannya dividen tersebut. 3. Ketentuan khusus PPh atas transaksi / industri tertentu 1. Penghasilan Modal Ventura Bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura dari penyertaan modal pada perusahaan kecil dan menengah (nilai penjualan bersih tahun sebelumnya tidak melebihi Rp 5 Milyar), bukan merupakan obyek PPh apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Perusahaan pasangan usaha tersebut belum go publik. b. Penyertaan tersebut dilakukan tidak melebihi jangka waktu 10 tahun. c. Apabila penyertaan tersebut telah melewati jangka waktu 10 tahun, maka bagian laba tersebut merupakan penghasilan (obyek PPh).

Perusahaan modal ventura wajib membukukan secara terpisah antara penghasilan yang merupakan obyek PPh dan bukan obyek PPh. Atas penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya (dengan syarat tersebut di atas) dikenakan PPh Final sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai penjualan/pengalihan ( Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1995 )

Peraturan yang terkait, adalah: a. Undang Undang nomor 36 tahun 2008 Dalam Undang Undang nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 3 huruf k perusahaan modal ventura adalah suatu perusahaan yang kegiatan usahanya membiayai badan usaha (sebagai pasangan usaha) dalam bentuk penyertaan modal untuk suatu jangka waktu tertentu. Berdasarkan ketentuan ini, bagian laba yang diterima atau diperoleh dari perusahaan pasangan usaha tidak termasuk sebagai objek pajak, dengan syarat perusahaan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam sektor-sektor tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan saham perusahaan tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

b. Peraturan Pemerintah nomor 4 tahun 1995 Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1995 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Perusahaan Modal Ventura Dari Transaksi Penjualan Saham Atau Pengalihan Penyertaan Modal Pada Perusahaan Pasangan Usahanya, atas penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usahanya dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Hal ini juga diatur dalam UU no 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat 2 huruf c. Besarnya tarif pajak penghasilan atas penghasilan perusahaan modal ventura adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal. Apabila transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal tersebut dilakukan melalui bursa efek, maka pengenaan Pajak Penghasilannya dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-

undangan tentang Pajak Penghasilan atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek.

c. Keputusan Menteri Keuangan nomor 250/KMK.04/1995 Berdasarkan KMK nomor 250/KMK.04/1995, bagian laba yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura dari penyertaan modal pada perusahaan kecil dan menengah (nilai penjualan bersih tahun sebelumnya tidak melebihi Rp 5 Milyar), bukan merupakan obyek PPh apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Perusahaan pasangan usaha tersebut belum go publik. b. Penyertaan tersebut dilakukan tidak melebihi jangka waktu 10 tahun. c. Apabila penyertaan tersebut telah melewati jangka waktu 10 tahun, maka bagian laba tersebut merupakan penghasilan (obyek PPh). Perusahaan modal ventura wajib membukukan secara terpisah antara penghasilan yang merupakan obyek PPh dan bukan obyek PPh. 2. Pajak penghasilan atas transaksi pasar modal

Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa adalah: Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997; Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/ 1997.

Pasar modal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar Modal menyediakan berbagai alternatif bagi para investor selain alternatif investasi lainnya, seperti: menabung di bank, membeli emas, asuransi, tanah dan bangunan, dan sebagainya. Pasar Modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen melalui jangka panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya. Berlangsungnya fungsi pasar modal adalah meningkatkan dan menghubungkan aliran dana jangka panjang dengan kriteria pasarnya secara efisien yang akan menunjang pertumbuhan riil ekonomi secara keseluruhan.

Pelaku pasar modal dan lembaga penunjang yang terlibat langsung dalam proses transaksi adalah sebagai berikut: Emiten Perusahaan yang akan melakukan penjualan surat-surat berharga atau melakukan emisi di bursa (disebut emiten). Dalam melakukan emisi, para emiten memiliki berbagai tujuan dan hal ini biasanya sudah tertuang dalam rapat umum pemegang saham (RUPS), antara lain : Perluasan usaha, modal yang diperoleh dari para investor akan digunakan untuk meluaskan bidang usaha, perluasan pasar atau kapasitas produksi. Memperbaiki struktur modal, menyeimbangkan antara modal sendiri dengan modal asing. Mengadakan pengalihan pemegang saham. Pengalihan dari pemegang saham lama kepada pemegang saham baru. Investor Investor merupakan orang / badan yang akan membeli atau menanamkan modalnya di perusahaan yang melakukan emisi. Sebelum membeli surat berharga yang ditawarkan, investor biasanya melakukan penelitian dan analisis tertentu. Penelitian ini mencakup bonafiditas perusahaan, prospek usaha emiten dan analisis lainnya. Tujuan utama para investor dalam pasar modal antara lain: Memperoleh deviden. Ditujukan kepada keuntungan yang akan diperolehnya berupa bunga yang dibayar oleh emiten dalam bentuk deviden. Kepemilikan perusahaan. Semakin banyak saham yang dimiliki maka semakin besar menguasai perusahaan. Berdagang. Saham dijual kembali pada saat harga tinggi, agar pada saham yang benar-benar dapat menaikkan keuntungannya dari jual beli sahamnya. Lembaga Penunjang Fungsi lembaga penunjang antara lain turut serta mendukung beroperasinya pasar modal, sehingga mempermudah baik emiten maupun investor dalam melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pasar modal. Penjamin emisi (underwriter). Lembaga yang menjamin terjualnya saham/obligasi sampai batas waktu tertentu dan dapat memperoleh dana yang diinginkan emiten.

Perantara perdagangan efek (broker/ pialang) Perantaraan dalam jual beli efek, yaitu perantara antara si penjual (emiten) dengan si pembeli (investor). Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh broker antara lain meliputi: Memberikan informasi tentang emiten Melakukan penjualan efek kepada investor Perdagangan efek (dealer) Berfungsi sebagai: Pedagang dalam jual beli efek Sebagai perantara dalam jual beli efek Penanggung (guarantor) Lembaga penengah antara pemberi kepercayaan dengan penerima kepercayaan. Lembaga yang dipercaya oleh investor sebelum menanamkan dananya. Wali amanat (trustee) Jasa wali amanat diperlukan sebagai wali dari si pemberi amanat (investor). Kegiatan wali amanat meliputi: Menilai kekayaan emiten Menganalisis kemampuan emiten Melakukan pengawasan dan perkembangan emiten Memberi nasehat kepada para investor dalam hal yang berkaitan dengan emiten Memonitor pembayaran bunga dan pokok obligasi Bertindak sebagai agen pembayaran Perusahaan surat berharga (securities company) Mengkhususkan diri dalam perdagangan surat berharga yang tercatat di bursa efek. Kegiatan perusahaan surat berharga antara lain : Sebagai pedagang efek Penjamin emisi Perantara perdagangan efek Pengelola dana Perusahaan pengelola dana (investment company) Mengelola surat-surat berharga yang akan menguntungkan sesuai dengan keinginan investor, terdiri dari 2 unit yaitu sebagai pengelola dana dan penyimpan dana. Kantor administrasi efek.

Kantor yang membantu para emiten maupun investor dalam rangka memperlancar administrasinya. Membantu emiten dalam rangka emisi Melaksanakan kegiatan menyimpan dan pengalihan hak atas saham para investor Membantu menyusun daftar pemegang saham Mempersiapkan koresponden emiten kepada para pemegang saham Membuat laporan-laporan yang diperlukan.

Berdasarkan PP no 41 tahun 1994, objek pajak penghasilan final adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek. Sedangkan pemotong pajak penghasilan adalah penyelenggara bursa efek. Penyelenggara bursa efek wajib menyetor seluruh pajak yang dipungut sekali sebulan kepada bank persepsi atau kantor pos dan giro dengan surat setoran pajak, dan menyampaikan laporan pemungutan dan penyetoran PPh kepada Dirjen Pajak

Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 0,1% (satu per seribu) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan. Khusus untuk transaksi penjualan saham pendiri berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan PPh dengan tarif 0,5% (setengah persen) dari nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996; b. Dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari 1997, maka nilai saham pendiri ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana; c. Penyetoran tambahan PPh atas saham pendiri dilakukan oleh emiten atas nama pemilik saham pendiri: selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 (tanggal 29 Mei 1997), apabila saham perusahaan telah diperdagangkan di bursa efek sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 ditetapkan; selambat lambatnya 1 (satu) bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa, apabila saham perusahaan baru diperdagangkan di bursa efek pada saat

atau setelah Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 ditetapkan (tanggal 29 Mei 1997); Wajib Pajak yang memilih untuk memenuhi kewajiban PPhnya tidak berdasarkan angka 3 di atas, atas penghasilan dari transaksi penjualan saham pendiri dikenakan PPh sesuai dengan tarif umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang PPh.

3. Pajak Penghasilan atas Penghasilan yang Dibebankan Pada Keuangan Negara / Daerah Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa adalah: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010

Penghasilan tetap atau teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD meliputi penghasilan tetap dan teratur bagi: 1. Pejabat Negara untuk: a. Gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan b. Imbalan tetap sejenisnya 2. PNS, Anggota TN!, dan Anggota POLRI, untuk gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; namun tidak termasuk biaya perjalanan dinas 3. Pensiunan, untuk uang pensiun dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan 4. Termasuk dalam pengertian gaji, uang pensiun, dan tunjangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah gaji, uang pensiun, dan tunjangan ke-13 (ketiga belas). Dalam hal penghasilan tetap dan teratur setiap bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan honorarium atau imbalan lain dengan nama apa pun yang diterima dalam mata uang asing, penghitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan tersebut.

Dasar pengenaan PPh pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan adalah Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP ditentukan berdasarkan penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Besarnya penghasilan neto ditentukan berdasarkan jumlah seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dikurangi dengan biaya jabatan dan iuran terkait gaji yang dibayar pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau anggota Polri kepada dana pension yang pendiriannya disahkan oleh menteri keuangan. Besarnya penghasilan neto sebagaimana bagi pensiunan ditentukan berdasarkan seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dikurangi dengan biaya pensiun sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang biaya pensiun. Bagi honorarium atau imbalan lain, dasar pengenaan pajak PPh pasal 21 adalah penghasilan bruto. Masa pajak berakhir apabila pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau anggota Polri terakhir bekerja Tarif yang berlaku atas penghasilan ini adalah: 1. Untuk Penghasilan yang Bersifat Tetap Tarif yang dikenakan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun, dan PTKP. Untuk iuran pensiun, pengelola dana pensiun harus disahkan oleh Menteri Keuangan. 2. Untuk Penghasilan yang Bersifat Tidak Tetap Penghasilan yang dimaksud dapat berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN atau APBD, dan dipotong oleh bendahara pemerintah yang membayarkan honorarium atau imbalan tersebut. Adapun tarif yang dikenakan adalah 1. Sebesar 0% (nol persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan I dan Golongan II, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan Bintara, dan Pensiunannya;

2.

Sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto bagi PNS Golongan III, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan Pensiunannya;

3.

Sebesar 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto bagi Pejabat Negara, PNS Golongan IV, Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi, dan Pensiunannya.

Tata Cara Pemotongan Bendahara pemerintah yang melakukan pemotongan PPh Psl 21 adalah bendahara pengeluaran pada kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, atau pemerintah

kabupaten/kota. Untuk Pensiunan, pemotongan dilakukan oleh badan yang ditunjuk sesuai peraturan perundang-undangan untuk melakukan pembayaran penghasilan. Tata Cara Pelaporan dan Pembayaran Pelaporan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Bendahara pemerintah. PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Bendahara pemerintah dan badan yang ditunjuk untuk mengelola dana pensiun, wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan, dalam jangka waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4.

Pajak penghasilan usaha Konstruksi Aturan Pelaksana tentang Pajak Penghasilan Usaha Konstruksi ada di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 yang diubah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang menerima penghasilan dari usaha di bidang jasa konstruksi. Objek pajak penghasilan untuk pajak penghasilan usaha konstruksi merupakan penghasilan yang diperoleh kontraktor dari usaha:

1. layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain. 2. layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan

perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build). 3. layanan jasa konsultansi pengawasan konstruksi; Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan; Tarif pengenaan pajak Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima penghasilan Usaha Bentuk Pekerjaan Klasifikasi Usaha Kecil Pelaksanaan Konstruksi Menengah dan Besar Perencanaan Pengawasan dan Kecil, Besar Menengah dan 3% (*) 4% (*) Final Tarif 2% (*) Sifat Final

Final

Tidak Memiliki Kualifikasi Usaha : Bentuk Pekerjaan Pelaksanaan Konstruksi Perencanaan dan Pengawasan Tarif 4% (*) 6% (*) Sifat Final Final

(*) dari jumlah/penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN Ketentuan ini berlaku 1 Agustus 2008, dalam hal : 1. Kontrak yg ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008 dan pembayaran dari kontrak atau bagian dari kontrak tersebut dilakukan s.d tgl 31 Desember 2008 tunduk pada ketentuan lama; 2. Kontrak yg ditandatangani sebelum 1 Agustus 2008 dan pembayaran dari kontrak atau bagian dari kontrak tersebut setelah tgl 31 Desember 2008, maka : a. Berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani penyedia jasa s.d 31 Desember 2008, maka tunduk pada ketentuan lama; b. Berita acara serah terima penyelesaian pekerjaan ditandatangani penyedia jasa setelah 31 Desember 2008, maka tunduk pada ketentuan baru. Besar kecilnya kualifikasi usaha berdasarkan Ketentuan dari LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi). Menurut pasal 3 ayat 1 PP No 51 Tahun 2008, yang dimaksud dengan kualifikasi usaha adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).

Pasal 8 ayat (3) PP 28 tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi menyebutkan : Kualifikasi usaha jasa konstruksi didasarkan pada tingkat/ kedalaman kompetensi dan potensi kemampuan usaha, dan dapat digolongkan dalam: a. kualifikasi usaha besar; b. kualifikasi usaha menengah; c. kualifikasi usaha kecil termasuk usaha orang perseorangan. Pengertitan kualifikasi menurut PP 28 tahun 2000 adalah bagian kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan usaha di bidang jasa konstruksi menurut tingkat / kedalaman kompetensi dan kemampuan usaha, atau

penggolongan profesi keterampilan dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa konstruksi menurut tingkat / kedalaman kompetensi dan kemampuan profesi dan keahlian. Pasal 10 ayat (1) Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi No. 11a tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi menyebutkan : Penggolongan kualifikasi usaha jasa pelaksana konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 didasarkan pada kriteria tingkat/kedalaman kompetensi dan potensi kemampuan usaha, yang selanjutnya dibagi menurut kemampuan melaksanakan pekerjaan berdasarkan kriteria risiko, dan/atau kriteria penggunaan teknologi, dan/atau kriteria besaran biaya, dapat dibagi jenjang kompetensinya dalam Gred sebagai berikut : a. kualifikasi usaha besar, berupa : Gred 7, Gred 6 b. kualifikasi usaha menengah, berupa : Gred 5 c. kualifikasi usaha kecil, berupa : Gred 4, Gred 3, Gred 2, Gred 1 (usaha orang perseorangan)

Sedangkan menurut Pasal 10 ayat (2) Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi No. 12a tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Perencana Konstruksi dan Jasa Pengawas Konstruksi menyebutkan : Penggolongan kualifikasi usaha jasa perencana konstruksi dan jasa pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jenjang kompetensinya dalam Gred, dapat dibagi dalam golongan : a. kualifikasi usaha besar, berupa : Gred 4 b. kualifikasi usaha menengah, berupa : Gred 3 c. kualifikasi usaha kecil, berupa : Gred 2, Gred 1 (usaha orang perseorangan) Intinya, kualifikasi penyedia jasa konstruksi ada tiga, yaitu : besar, menengah, dan kecil.

Tata Cara Pemotongan Bila pengguna jasa adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap atau Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran uang muka dan termin. Selain wajib pajak tersebut, pajak disetor sendiri oleh penerima penghasilan pada saat pembayaran uang muka dan termin.

Tata Cara Pembayaran dan Pelaporan Dalam hal Pajak Penghasilan yang terutang melalui pemotongan, maka Pembayaran atau penyetoran pajak disetor ke bank persepsi atau kantor pos, paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir; Dalam hal Pajak Penghasilan terutang harus disetor sendiri oleh yang penyedia jasa, maka wajib menyetor ke bank persepsi atau kantor pos, paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa masa pajak berakhir; Besarnya pajak penghasilan yang dipotong atau disetor sendiri adalah: a. Jumlah pembayaran tidak termasuk pajak pertambahan nilai dikalikan tariff pajak penghasilan b. jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai, dikalikan tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dalam hal Pajak Penghasilan disetor sendiri oleh Penyedia Jasa. Jumlah pembayaran atau jumlah penerimaan pembayaran sebagaimana dimaksud merupakan bagian dari Nilai Kontrak Jasa Konstruksi. Dalam hal terdapat selisih kekurangan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan Pajak Penghasilan berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh Penyedia Jasa. Dalam hal Nilai Kontrak Jasa Konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh Pengguna Jasa, atas Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut tidak terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final, dengan syarat Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang tidak dibayar tersebut dicatat sebagai piutang yang tidak dapat ditagih Piutang yang tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang PPh.

Dalam hal piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditagih kembali, tetap dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Penyedia Jasa dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang PPh Penghasilan lain yang diterima atau diperoleh Penyedia Jasa dari luar usaha Jasa Konstruksi dikenakan tarif berdasarkan ketentuan umum Undang-Undang PPh. Keuntungan atau kerugian selisih kurs dari kegiatan usaha Jasa Konstruksi termasuk dalam perhitungan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final Wajib Pajak wajib menyampaikan laporan pemotongan dan atau penyetoran pajaknya melalui Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayan Pajak atau KP2KP, paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir. Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

5.

Pajak Penghasilan atas Dana Pensiun Bagi pensiunan besarnya penghasilan yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Dalam pengertian pensiunan termasuk juga penerima tunjangan hari tua atau tabungan hari tua. Berdasarkan peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010, Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus, dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final. Dimana akan dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender. Penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% (dua puluh persen) dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus pada saat Pegawai sebagai peserta pensiun atau meninggal dunia; b. Pembayaran manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu jumlah tertentu yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan secara sekaligus; c. pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final tersebut akan menjadi terutang pada saat dilakukan pembayaran Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon ditentukan sebagai berikut: Tarif 0% 5% 15% 25% Penghasilan Bruto Rp 0 Rp 50.000.000,Rp 50.000.000 Rp 100.000.000 Rp 100.000.00 Rp 500.000.000 >Rp 500.000.000

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 tersebut diterapkan atas jumlah kumulatif Uang Pesangon yang dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender, contohnya: Sedangkan Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut: a. sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); b. sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud di atas diberlakukan atas jumlah kumulatif Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender. Dalam hal terdapat bagian penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong ini tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak. Pasal 2 ayat 2 Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender. Dalam hal Pegawai tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Pegawai yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Uang pesangon dialihkan secara sekaligus kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara sekaligus kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap telah menerima hak atas Uang Pesangon. Atas pengalihan Uang Pesangon kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja tersebut akan terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final sebagaimana dimaksuddalam Pasal 2 ayat (1). Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final tersebut akan dipotong oleh pemberi kerja. Sehingga pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja membayar Uang Pesangon kepada Pegawai, tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.

Uang pesangon dialihkan secara bertahap kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja Dalam hal pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara bertahap atau berkala kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, Pegawai dianggap belum menerima hak atas Uang Pesangon. Atas pengalihan Uang Pesangon kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja melalui pembayaran secara bertahap atau berkala tersebut tidak terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Sehingga Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja membayar Uang Pesangon kepada Pegawai, dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final oleh Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja. Uang manfaat pensiun dialihkan kepada perusahaan asuransi jiwa Dalam hal terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup, Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus. Atas pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup tersebut terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup. Pada saat perusahaan asuransi jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membayar Uang Manfaat Pensiun kepada Pegawai, tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal21. 6. Restrukturisasi hutang Restrukturisasi utang usaha terdiri dari : a. Pembebasan utang (hair cut); b. Pengalihan harta kepada kreditur untuk penyelesaian utang debt to asset swap); dan atau c. Perubahaan utang menjadi penyertaan modal (debt to equity swap).

Kepada debitur dan kreditur yang melakukan restrukturisasi utang usaha dapat diberikan fasilitas keringanan Pajak Penghasilan yang bersifat terbatas berdasarkan rekomendasi dari Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan. Pembebasan Utang (Hair Cut) : Pajak Penghasilan yang terutang atas keuntungan karena pembebasan utang (hair cut) yang diperoleh debitur dibebaskan sebesar 30%. Pajak penghasilan atas keuntungan karena pembebasan utang (bagian 70%-nya) dapat diangsur pembayarannya paling lama 5 tahun sejak tanggal ketetapan pajak, kecuali apabila sebelum lewat lima tahun tersebut perusahaan debitur dibubarkan atau dialihkan kepada pihak lain. Debt To Asset Swap :

PPh yang terutang atas keuntungan yang diperoleh debitur atau pihak ketiga karena pengalihan harta kepada kreditur (debt to equity swap) untuk penyelesaian utang dibebaskan, sepanjang pengalihan harta tersebut dinilai sebesar nilai buku harta pihak yang mengalihkan.

Apabila nilai buku harta tersebut lebih besar dari pada nilai buku utang, maka selisihnya merupakan kerugian debitur yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak dan merupakan keuntungan kreditur yang terutang Pajak Penghasilan.

Apabila nilai buku harta tersebut lebih rendah dari pada nilai buku utang, maka selisihnya merupakan kerugian kreditur yang dapat dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak dan merupakan keuntungan debitur yang dikenakan Pajak Penghasilan.

Debt To Equity Swap :

Pajak Penghasilan yang terutang atas keuntungan yang diperoleh debitur atau kreditur karena perubahan utang menjadi penyertaan modal kreditur pada perusahaan debitur (debt to equity swap) baik langsung maupun melalui pihak ketiga, dibebaskan sepanjang penyertaan modal tersebut dinilai sebesar nilai buku utang pihak debitur..

Utang Bunga :

Atas utang bunga yang diberikan pembebasan tidak terutang PPh bagi kreditur.

Apabila terdapat Pajak Penghasilan Pasal 23 atau Pasal 26 atas utang bunga yang diberikan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah disetorkan oleh debitur, maka Pajak Penghasilan Pasal 23 atau Pasal 26 tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Atas utang bunga yang tidak diberikan pembebasan termasuk utang bunga yang diubah menjadi utang baru dan atau penyertaan modal, tetap terutang Pajak Penghasilan oleh kreditur.

Pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 23 atau Pasal 26 oleh debitur berkenaan dengan utang bunga yang tidak diberikan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) : a. Untuk utang bunga yang diubah menjadi utang baru dan atau penyertaan modal tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Untuk utang bunga lainnya, diberikan penundaan hingga saat pembayaran dan paling lama 5 (lima) tahun.

Keringanan pajak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini hanya diberikan terhadap restrukturisasi utang usaha yang diselesaikan dalam Tahun Pajak 2000, 2001 dan 2002. Berdasarkan KEP - 28/PJ./1999 Yang dimaksud dengan Wajib Pajak tertentu dalam keputusan ini adalah Wajib Pajak Badan yang melakukan restrukturisasi perusahaan dengan melaksanakan program Pemerintah mengikuti ketentuan yang ditetapkan Indonesian Debt Restructuring Agency (INDRA), Indonesian Bank Restructuring Agency (IBRA) dan Jakarta Initiative (JI). Wajib Pajak tertentu yang memperoleh pembebasan utang dari kreditur dalam rangka pelaksanaan program Pemerintah tersebut, pengakuan penghasilan atas pembebasan utang tersebut dapat dialokasikan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dalam jumlah yang sama besarnya, yaitu setiap tahunnya sebesar 20 % dari pembebasan utang dimaksud, dimulai dari tahun pajak saat dilakukannya pembebasan utang.

7.

Holding Company, Merger dan Akuisisi Holding company Holding Company adalah suatu perusahaan yang sebagian besar pendapatannya atau seluruhnya berasal dari penyertaan pada perusahaan-perusahaan lain.

Penilaian Holding Company a. Dalam menilai Holding Company, penilai usaha wajib melakukan penilaian terhadap seluruh penyertaan atau kepemilikan pada entitas lain. b. Dalam hal melakukan penilaian terhadap penyertaan atau kepemilikan dibawah 20% (dua puluh persen) dan tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun pengelolaan dan/atau kebijakan perusahaan tersebut maka berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Penilai Usaha dapat menggunakan paling kurang satu Pendekatan Penilaian yaitu Pendekatan Pasar (Market Based Approach) 2) Penilai Usaha dapat menggunakan laporan keuangan yang diaudit atau tidak diaudit, dengan ketentuan sebagai berikut: a. jangka waktu antara tanggal laporan keuangan dan Tanggal Laporan Penilaian Usaha tidak lebih dari 6 (enam) bulan b. tanggal laporan keuangan yang digunakan wajib sama dengan Tanggal Penilaian (Cut Off Date). 3) Dalam hal digunakan laporan keuangan yang tidak diaudit, wajib tersedia laporan keuangan Obyek Penilaian yang telah diaudit oleh akuntan yang memiliki tanggal laporan keuangan tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan dari Tanggal Penilaian (Cut Off Date). Tarif pajak holding company sesuai dengan tarif PPh badan yaitu 25%.

Merger dan Akuisisi Merger adalah penggabungan dari dua atau lebih perusahaan menjadi satu kesatuan yang terpadu. Perusahaan yang dominan dibanding dengan perusahaan yang lain akan tetap mempertahankan identitasnya, sedangkan yang lemah akan mengaburkan identitas yangdimilikinya. Sebelum merger dilaksanakan, biasanya beberapa persyaratan yang diajukan oleh masing-masing perusahaan disahkan oleh manajemen yang bersangkutan. Perjanjian penggabungan perusahaan harus sesuai dengan dan disahkan oleh instansi atau

pengusaha yang berwenang. Dalam Kep.Men No.637/KMK.04/1994 merger disebut dengan istilah penggabungan usaha yang didefinisikan sebagai Penggabungan dari dua badan usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha dan melalui dari badan usaha lainnya yang menggabung. Hak dan kewajiban perpajakan badan usaha yang di bubarkan dialihkan kepada perusahaan yang lain, namun hak dan kewajiban perpajakan badan usaha yang dibubarkan harus terlebih dahulu di selesaikan. Berdasarkan ketentuan perpajakan, subjek pajak badan berakhir setelah penyelesaian pembubaran (likuidasi). Karena itu, NPWP perusahaan yang dibubarkan harus diminta untuk dihapuskan dari administrasi Kantor Pelayanan Pajak. Karena penggabungan dalam merger dilakukan dengan pembubaran salah satu badan, maka kompensasi kerugian tidak diperkenankan dalam merger. Misalnya, suatu badan yang menguntungkan mengambil alih perusahaan yang rugi, penggabungan ini tidak dapat mengurangi Penghasilan Kena Pajaknya. Kompensasi kerugian semacam ini tidak diperkenankan dalam ketentuan perpajakan di Indonesia. Ketentuan ini sesuai dengan Kep.Men No.637/KMK.04/1994 tersebut. Merger dapat dilakukan dengan cara: a. Pembelian Aktiva PT A membeli dengan tunai aktiva milik PT B. PT A tidak mengambil alih badan usaha PT B secara keseluruhan, hanya aktiva atau merk dagangnya. Penggabungan seperti ini mengakibatkan PT B menjadi kosong dan struktur permodalannya tidak lagi memiliki sumber daya, sehingga perusahaan tidak mempunyai aktivitas lagi. Bila keadaan seperti ini terus berlanjut maka PT B akan mati dengan sendirinya, kecuali jika pemegang saham PT B menghendaki lain.Hak dan kewajiban PT B tidak beralih kepada PT A. Demikian pula segala urusan pembubaran termasuk hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban perpajakan berada ditangan pemegang saham PT B. Penjualan harta oleh PT B kepada PT A dalam perpajakan diperlakukan sebagai harta dari pemakaian. Ditinjau dari aspek perpajakan, penggabungan ini dimaksudkan agar pemegang saham tidak dikenakan pajak atas keuntungan penjualan saham. b. Pembelian Saham Biasa Saham PT B dibeli oleh PT A, setelah itu PT B dibubarkan untuk digabungkan kePT A. Apabila harga saham yang dibayarkan oleh PT A kepada pemegang saham PT B lebih tinggi dari nilai buku, keuntungan ini yang dikenal sebagai capital gain, merupakan objek pajak penghasilan. Sekalipun sekarang saham PT B sepenuhnya adalah milik PT A, tidak berarti kedua perusahaan tersebut kini

menjadi satu wajib pajak badan. Kedua badan tersebut masing-masing tetap mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sampai salah satu dibubarkan. c. Menukarkan Saham dengan Aktiva PT A membeli aktiva atau merk dagang PT B dan membayarnya dengan saham PT A. Dengan demikian, pemegang saham PT B juga menjadi pemilik saham PT A. Setelah itu, PT B dibubarkan oleh pemegang sahamnya yang juga sebagai pemegang saham PT A. Masalah perpajakan dalam transaksi tukar menukar seperti ini menimbulkan persoalan yang sedikit lebih rumit. Perlu dicatat bahwa pemegang saham sebagai pemilik merupakan wajib pajak yang terpisah dari badan usahanya. Dalam kasus ini pemegang saham PT B sebagai wajib pajak pribadi menerima saham PT A sebagai pengganti aktiva PT B yang diambil alih. Padahal aktiva tersebut adalah milik PT B yang merupakan wajib pajak badan tersendiri. Dengan kata lain, pemegang saham PT B telah menerima pembayaran berupa saham PT A yang seharusnya menjadi hak PT B, sedangkan PT B tidak menerima pembayaran atas pengalihan hartanya kepada PT A. Merger dengan cara tukar menukar saham dengan aktiva dapat disalahgunakan untuk menyeludupkan pajak. Contohnya dalam kasus ini, pemegang saham PT B dapat menghilangkan jejak penerimaannya dengan penggabungan usaha seperti ini. d. Tukar-menukar Saham dengan SahamPT B diambil alih oleh PT A dengan menukarkan sahamnya dengan saham pemilik PT B. Dalam tukar menukar ini ada kemungkinan pemilik PT B memperoleh keuntungan. Keuntungan yang diperoleh pemilik PT B dari tukar menukar merupakan objek PPh. Setelah PT B sepenuhnya menjadi milik PT A, perusahaan itu dibubarkan untuk digabungkan dengan PT A.

Jenis-jenis merger : a. Merger Vertikal Perusahaan masih dalam satu industri tetapi beda level atau tingkat operasional.Contoh: Restoran cepat saji menggabungkan diri dengan perusahaan peternakanayam. Perusahaan pemintalan benang merger dengan perusahaan kain, perusahaanban merger dengan perusahaan mobil. b. Merger Horisontal Perusahaan dalam satu industri membeli perusahaan di level operasi yang sama. Contoh pabrik komputer gabung dengan pabrik komputer, merger antara dua perusahaan roti, merger perusahaan sepatu.

c. Merger Konglomerasi Tidak ada hubungan industri pada perusahaan yang diakuisisi. Bertujuan untuk meningkatkan profit perusahaan dari berbagai sumber atau unit bisnis. Mergerantara berbagai perusahaan yang menghasilkan berbagai produk yang berbeda-beda dan tidak ada kaitannya, misalnya perusahaan sepatu merger dengan perusahaan elektronik, atau perusahaan mobil merger dengan perusahaan makanan. Tujuan utama konglomerasi adalah untuk mencapai pertumbuhan badan usaha dengan cepat dan mendapatkan hasil yang lebih baik. Caranya ialah saling bertukar saham antara perusahaan yang disatukan. Contoh: perusahaan pengobatan alternatif bergabung dengan perusahaan operator telepon seluler nirkabel.

Akuisisi adalah pembelian suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau oleh kelompok investor. Akuisisi sering digunakan untuk menjaga ketersediaan pasokan bahan baku atau jaminan produk akan diserap oleh pasar. Contoh: Aqua diakuisisi oleh Danone, Pizza Hut oleh Coca-Cola, dan lain-lain.

Perlakuan Akuntansi atas Merger atau Akuisisi 1. Metode Penyatuan Kepentingan Asumsi yang digunakan dalam metode penyatuan kepentingan adalah memandang penggabungan usaha sebagai penyatuan pemilikan antara dua perusahaan. Dengan demikian, dalam merger tidak timbul dasar baru mengenai pertanggung jawaban. Neraca perusahaan perusahaan yang bergabung disatukan dengan menambahkan masing masing aktiva dan utang serta laba yang ditahan tanpa dilakukan penilaian kembali. Dasar nilai yang digunakan atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan usaha adalah nilai buku. Karena itu, dalam neraca perusahaan merger tidak timbul goodwill. Penggunaan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha tidak diperkenankan dalam ketentuan fiskal, kecuali terhadap wajib pajak yang bergerak dalam bidang perbankkan dan wajib pajak yang hendak menjual sahamnya di bursa efek (KMK 637/KMK.04/1994). 2. Metode Pembelian

Metode pembelian memandang penggabungan usaha sebagai perusahaan, sama halnya seperti pembelian aktiva. Dengan demikian merger mengakibatkan perubahan kepemilikan sehingga seluruh aktiva dan utang perusahaan harus dicatat berdasarkan nilai wajarnya atau harga pasarnya. Selisih tersebut dengan jumlah utang dibayarkan harus dicatat sebagai goodwill. Karena aktiva yang dialihkan dinilai berdasarkan harga pasar, selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku merupakan penghasilan kena pajak. Sebab aktiva tersebut telah dinilai kembali, jadwal penyusutan aktiva harus disusun kembali. Sebagai

konsekuensinya biaya penyusutan menjadi lebih besar.

Perlakuan Pajak Ketentuan perpajakan baik atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha (akuisisi) diatur dalam Pasal 4 Ayat 1 huruf d UU No.36 Tahun 2008. Dalam pasal tersebut dijelaskan lebih lanjut bahwa selisih lebih antara harga pasar dan nilai sisa buku dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha merupakan penghasilan. Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dari harta yang diserahkan dan nilai bukunya merupakan penghasilan. Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan merupakan penghasilan bagi pihak yang mengalihkan kecuali harta tersebut dihibahkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Demikian juga, keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa bantuan atau sumbangan dan hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan bukan merupakan penghasilan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Masalah-masalah perpajakan seputar merger di Indonesia antara lain: A. Potensi Penghindaran Pajak Yang Tinggi Banyak yang menggunakan merger untuk menggabungkan kerugian dan kompensasi kerugian dari perusahaan lain untuk meminimalkan beban pajak. Pada saat PMK No

469 tahun 1998 masih berlaku, terdapat peraturan tidak boleh mengalihkan kerugian kecuali terdapat revaluasi aktiva dari surviving company (perusahaan yang tidak dilkuidasi saat merger) dan surviving company tersebut harus tetap aktif 2 tahun. Hal ini dimanfaatkan oleh para penghindar pajak dengan cara membuat PT yang rugi besar-besaran sebagai surviving company. B. Beban Pajak yang berlebihan membuat Disinsentif untuk Merger PPN dan BPHTB sangat memberatkan terutama bila nilai aset dari perusahaan yang merger cukup signifikan. Hal ini lebih memberatkan lagi perusahaan yang memakai metode nilai pasar karena terkena lagi serta PPh final 10% atas kenaikan nilai aktiva. C. Peraturan Perpajakan yang Overprotektif menimbulkan Ketidakadilan Akibat banyaknya kasus penghindaran pajak di masa lalu, peraturan pajak dibuat sangat overprotektif terhadap merger. Larangan kompensasi kerugian untuk merger dengan nilai buku membuat banyak bank-bank dengan nilai CAR (capital adequacy ratio) tidak dapat merger. Padahal bank-bank tersebut rugi besar dan terancam dilikuidasi namun tidak dapat mengkompensasikan kerugiannya padahal perusahaan dalam situasi normal saja dapat mengkompensasikan kerugian. Hal ini menimbulkan ketidakadilan antara sesama Wajib Pajak. Untuk menyeimbangkan antara insentif ekonomi, asas keadilan dan usaha pencegahan penghindaran pajak, beberapa negara menyatakan hal yang sama seperti PSAK no. 22, yaitu persyaratan khusus untuk merger dengan nilai buku (bebas pajak) dan nilai pasar (tidak bebas pajak). 8. Pelayaran, penerbangan dan pengeboran Norma Perhitungan Khusus untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan Menteri keuangan. Ketentuan ini mengatur tentang Norma Perhitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangunan-guna-serah ("build, operate, and transfer") Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis, atau sesuai

dengan kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk menetapkan Norma Perhitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu tersebut. Tabel Tarif PPh Pasal 15 N Uraian o 1 Charter Penerbangan Dalam Negeri Tarif x DPP Penyetoran & Pelaporan Dasar Hukum

1,8%x Peredaran Bruto Disetor oleh pemotong paling KMK yang diterima berdasarkan lambat tanggal 10 bulan 475/KMK.04/199 perjanjian charter. berikutnya. 6 TIDAK FINAL Setor dengan menggunakan SE 35/PJ.4/1996 SSP, dengan: KAP: 411129, KJS: 101 Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Disetor oleh pemotong: KMK disetor paling lambat tanggal 416/KMK.04/199 10 bulan berikutnya. 6 Disetor sendiri:disetor paling SE 29/PJ.4/1996 lambat tanggal 15 bulan berikutnya Setor dengan menggunakan SSP, dengan: KAP: 411128 KJS: 410 Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Disetor oleh pemotong: KMK disetor paling lambat tanggal 417/KMK.04/199 10 bulan berikutnya. 6 Disetor sendiri:disetor paling SE 32/PJ.4/1996 lambat tanggal 15 bulan

Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri

1,2% x Peredaran bruto FINAL

Perusahaan 2,64% x Peredaran Bruto pelayaran dan penerbangan FINAL Luar Negeri

berikutnya Setor dengan menggunakan SSP, dengan: KAP: 411128, KJS: 411 Dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 15, dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. WPLN yang Untuk negara yang tidak Disetor sendiri paling mempunyai ada P3B dengan Indonesia: lambattanggal 15 bulan kantor berikutnya setelah bulan perwakilan 0,44% x nilai ekspor bruto diterima penghasilan. dagang di Indonesia Penghasilan neto= 1% x Disetor dengan menggunakan SSP dengan: nilai ekspor bruto Untuk negara yang KAP: 411128 mempunyai P3B dengan Indonesia: KJS: 413 disesuaikan dengan tarif P3B, untuk contoh penghitungan lihat di SE 2/PJ.03/2008. FINAL

KMK 634/KMK.04/199 4, berlaku mulai 1 Januari 1995

KEP 667/PJ/2001,berla ku mulai 29 Oktober 2001

Dilaporkan paling lambat SE 2/PJ.03/2008, tanggal 20bulan berikutnya ditetapkan tgl 31 dengan menggunakan Juli 2008. Formulir dalam Lampiran I KEP 667/PJ./2001 dan dilampiri SSP lembar ke-3.

WP yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon (Contract Manufacturin g) Internasional di bidang produksi mainan anakanak.

7% x tarif tertinggi Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh x total biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku (direct materials).

Disetor dengan menggunakan KMK SSP PPh Final paling lambat 543/KMK.03/200 tgl 15 bulan berikutnya. 2 KAP: 411128 SE 02/PJ.31/2003

KJS: 499 (krn tdk ada disebutkan secara spesifik ttg Didalam SE 02/PJ.31/2003 jasa maklon ini) disebutkan: Dilaporkan paling lambat tgl 7% x 30% x total biaya 20 bulan berikutnya. Tetapi pembuatan atau perakitan tidak ada formulir khusus utk barang tidak termasuk pelaporannya. biaya pemakaian bahan baku (direct materials).

FINAL berlaku sejak 1 Januari 2003

9. Derivatif Peraturan terkait pajak penghasilan derivatif: Undang Undang nomor 36 tahun 2008

Pengertian transaksi derivatif menurut SK Dir BI No.28/119/KEP/DIR, tanggal 29 Desember 1995 tentang transaksi derivatif adalah suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai dari instrumen yang mendasari seperti suku bunga, nilai tukar, komoditi, equity dan indeks, baik yang diikuti dengan pergerakan atau tanpa pergerakan dana / instrumen. Macam-macam dari produk derivatif berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi: 1. Kontrak Forward : Transaksi antara pembeli dan penjual yang bersepakat untuk menyerahkan komoditi atau aset dalam jumlah dan mutu tertentu pada tanggal yang ditetapkan di masa datang. 2. Kontrak opsi: Hak, bukan kewajiban untuk membeli (call) dan menjual (put) komoditi/aset tertentu pada tingkat hargayang ditetapkan (strike/exercise price) dalam jangka waktu tertentu (sampai tanggal berakhir). 3. Kontrak swap : Perjanjian untuk membeli dan menjualsecara bersamaan komoditi/aset yang sama dalam jangka panjang (satu sampai tujuh tahun).Transaksi derivatif yang sering dilakukan diantaranya adalah opsi (option), yaitu hak untuk membeli (call option) atau menjual (put option) suatu valuta asing (misalnya US Dollar) dengan penyerahan untuk jangka waktu di depan. Mekanisme dari bentuk ini adalah sebagai berikut: investor dapat saja memperoleh hak membeli atau menjual kontrak dimasa datang dengan harga tertentu.

Menurut Undang Undang nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 huruf c menyatakan bahwa penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura merupakan salah satu penghasilan yang dikenai pajak final. Pajak penghasilan atas penghasilan dari transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa ditetapkan sebesar 2,5% dari margin awal. Margin awal adalah sejumlah uang atau surat berharga yang harus ditempatkan oleh pialang berjangka atau anggota bursa pada lembaga kliring dan penjamin untuk menjamin pelaksanaan transaksi kontrak berjangka. Lembaga kliring dan penjamin merupakan badan usaha dan atau sarana pelaksanaan kliring dan penjaminan transaksi di bursa, termasuk lembaga kliring dan penjamin berjangka.

CONTOH KASUS DAN PEMBAHASAN


Sebelum 1 Januari 2010, Perusahaan menerapkan PSAK 54 tentang restrukturisasi utang bermasalah. Selisih lebih nilai tercatat pinjaman (termasuk bunga, denda yang berhubungan) di atas jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dalam persyaratan baru utang dalam restrukturisasi utang bermasalah, terbatas pada modifikasi atas persyaratan utang langsung diakui sebagai keuntungan hasil restrukturisasi. Setelah restrukturisasi, jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dalam persyaratan baru dikurangkan dari nilai tercatat utang dan tidak ada beban bunga yang diakui hingga jatuh tempo utang tersebut.

Jika nilai tercatat pinjaman kurang dari jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dalam persyaratan baru utang dalam restrukturisasi utang bermasalah, terbatas pada modifikasi atas persyaratan utang maka tidak ada keuntungan ataupun kerugian hasil restrukturisasi yang diakui.

Dampak restrukturisasi tersebut diakui secara prosfektif sejak saat restrukturisasi dilaksanakan. Setelah restrukturisasi, beban bunga dihitung dengan menggunakan tingkat bunga efektif konstan dikalikan dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode sampai dengan jatuh temponya. Semua biaya langsung yang berhubungan dengan restrukturisasi utang bermasalah yang terkait dengan modifikasi pinjaman dikurangkan dengan keuntungan restrukturisasi atau diakui sebagai beban periode berjalan jika tidak ada keuntungan restrukturisasi yang diakui.

KREDIT INVESTASI 1 PT Bank Central Asia Tbk (BCA)

a. Pada bulan Juni 2007, CMS memperoleh pinjaman dari BCA dengan jumlah tidak
melebihi dari Rp 440 miliar dengan jangka waktu pinjaman selama 10 tahun, jatuh tempo tanggal 22 Juni 2017.

b. Pada Februari 2008, CMS telah memperoleh tambahan kredit dari BCA sebesar Rp 60
miliar dengan perincian Rp 55 milliar untuk kredit investasi dan Rp 5 miliar untuk fasilitas Interest During Construction (IDC). Pinjaman ini mempunyai jangka waktu 10 tahun dengan masa tenggang 2 tahun, yang akan berakhir

pada tanggal 22 Juni 2017. Pinjaman tersebut dibebani bunga antara 11,25% - 14,5% per tahun. Pinjaman tersebut dijamin dengan hak konsesi Jalan tol dan pendapatan Jalan tol secara pari-pasu dengan Bank Mega pendapatan ganti rugi dari Pemerintah, pendapatan dari klaim asuransi dan bank garansi yang diterima debitor, rekening penampungan dan rekening operasional.

Pada bulan Juni 2007, CMS mendapatkan fasilitas pinjaman kredit investasi dari Bank Mega dengan jumlah tidak melebihi dari Rp 440 miliar yang terbagi atas:

a. Fasilitas term loan sebesar Rp 400 miliar dengan jangka waktu 10 tahun dengan masa
tenggang waktu 2 tahun, yang akan berakhir tanggal 21 Juni 2017. Tingkat bunga pinjaman ini 11,5% per tahun.

b. Pinjaman tersebut dijamin dengan seluruh pendapatan Jalan tol secara pari-pasu
dengan BCA, hak pengusahaan jalan tol dan jaminan lain yang diminta oleh bank dari waktu ke waktu.

Pada tanggal 22 Februari 2008, CMS memperoleh tambahan fasilitas kredit dari Bank Mega sebesar Rp 60 miliar terdiri dari Rp 55 miliar untuk fasilitas kredit investasi dan Rp 5 miliar untuk fasilitas IDC. Jaminan, jangka waktu pinjaman dan tingkat suku bunga sama dengan pinjaman yang diterima sebelumnya.

Pinjaman tersebut dijamin dengan seluruh pendapatan Jalan tol secara pari-pasu dengan BCA, hak pengusahaan jalan tol dan jaminan lain yang diminta oleh bank dari waktu ke waktu.

Sehubungan dengan perjanjian bank tersebut, Perusahaan mengeluarkan perjanjian kesanggupan kepada BCA dan surat pernyataan kepada Bank Mega, diantaranya menyatakan bahwa setiap saat dan dengan alasan apapun, terjadi peningkatan biaya proyek (cost overrun ) dan/atau kekurangan dana untuk menyelesaikan proyek sesuai jadwal, maka Perusahaan setuju dan bersedia untuk membayar, menutup atau menanggung seluruh kekurangan dana pembiayaan proyek tersebut sehingga proyek dapat diselesaikan sesuai rencana dan jadwal yang telah ditetapkan, dengan cara memberikan pinjaman pemegang saham dana tunai atau tambahan setoran modal atau cara pendanaan lain (selanjutnya disebut Tagihan Pemegang Saham).

Selanjutnya, Perusahaan berjanji untuk menyediakan Tagihan Pemegang Saham dalam rangka menjaga likuiditas pembayaran liabilitas kepada bank selama CMS masih mempunyai liabilitas kepada bank berdasarkan perjanjian kredit.

Pinjaman tersebut diatas telah direstrukturisasi pada tahun 2009 seperti diuraikan di bawah ini: Pada akhir tahun 2008, CMS menunggak pembayaran bunga pinjaman yang jatuh tempo. Sesuai dengan perjanjian kredit bank, jika CMS gagal memenuhi liabilitas nya, kreditur dapat menyatakan bahwa seluruh pinjaman menjadi jatuh tempo seketika dan wajib dibayar sekaligus. Pada tanggal 31 Desember 2008, seluruh pinjaman tersebut direklasifikasi ke utang jangka pendek. Pada tanggal 4 Agustus 2009, CMS telah menandatangani perjanjian restrukturisasi yang telah ditandatangani oleh Perusahaan, CMS, BCA dan Bank Mega.

Ketentuan dan persyaratan atas perjanjian restrukturisasi ditetapkan sebagai berikut:

a. Dana yang tersedia di rekening penampungan digunakan untuk mengurangi liabilitas


CMS kepada BCA sebesar Rp 9.184.204.100 dan Bank Mega sebesar Rp 7.822.777.264.

b. Bunga yang ditangguhkan dihitung dengan menggunakan suku bunga 6% per tahun. c. CMS diwajibkan untuk membayar dimuka kepada BCA dan Bank Mega masingmasing sebesar Rp 50 miliar, untuk membayar liabilitas tersebut, CMS meminjam kepada Perusahaan. Perusahaan meminjam kepada BCA dan Bank Mega masingmasing sebesar Rp 50 miliar yang digunakan untuk persyaratan pembayaran dimuka. Pinjaman ini dibayarkan secara triwulanan selama tiga puluh enam (36) bulan hingga tanggal 4 Agustus 2012 untuk BCA dan tanggal 25 Juli 2012 untuk Bank Mega. Pinjaman dari BCA dan Bank Mega dikenakan bunga masing-masing sebesar 9% dan 15% per tahun.

d. Ketentuan dan persyaratan atas liabilitas yang direstrukturisasi adalah sebagai berikut:
Fasilitas pinjaman berjangka dari BCA dan Bank Mega menjadi masing-masing sebesar Rp 261.653.449.690 dan Rp 259.225.568.510; dan Obligasi konversi diterbitkan kepada BCA Rp 175.279.233.011 dan Bank Mega sebesar Rp 176.055.036.258. Jangka waktu fasilitas pinjaman ini 12 tahun termasuk

masa tenggang 2 tahun, dengan jadual pembayaran pokok sebesar 1% untuk tahun ke-3 hingga ke-5 , sebesar 2% untuk tahun ke-6 hingga ke-8, sebesar 5% untuk tahun ke-9 hingga ke-11 dan 76% untuk tahun ke-12. Suku bunga per tahun sebesar 6% untuk tahun pertama dan tahun ke-2, 7% untuk tahun ke-3 dan ke-4, 8% untuk tahun ke-5 dan ke-6 serta 9% untuk tahun ke-7 hingga ke-12.

Atas restrukturisasi utang bank tersebut, CMS tidak membukukan keuntungan restrukturisasi karena jumlah pembayaran kas masa depan utang dan bunga setelah restrukturisasi melebihi jumlah tercatat utang bank sebelum restrukturisasi. Bunga yang dibebaskan sebesar Rp 63.183.028.234 diakui sebagai premi dan diamortisasi selama jangka waktu pinjaman baru menggunakan suku bunga efektif. Premi tersebut dialokasikan ke pinjaman berjangka dan obligasi konversi berdasarkan jumlah pokok yang direstrukturisasi.

Jaminan Pinjaman tersebut dijamin dengan seluruh tagihan pendapatan Jalan tol dan Hak Pengusahaan Jalan Tol. Pembatasan Perjanjian restrukturisasi tersebut mencakup persyaratan tertentu yang membatasi CMS untuk mensubordinasikan pinjaman ke pihak lain melakukan pembayaran tantiem, bonus, dividen, utang pemegang saham atau pembayaran lainnya kepada pihak manapun kecuali pembayaran remunerasi; memperoleh pinjaman baru dari pihak lain kecuali dari Perusahaan; mengeluarkan saham baru, waran, opsi saham, atau obligasi konversi dan melakukan IPO (initial public offering); menggunakan dana di rekening penampungan untuk kegiatan operasional dan biaya yang timbul dari proses Penundaan liabilitas Pembayaran Utang (PKPU); menjual, mengalihkan serta menjaminkan sebagian atau seluruh aset penting; melakukan perubahan kegiatan usaha atau anggaran dasar; investasi, akuisisi, divestasi, peleburan atau penggabungan usaha atau melakukan likuidasi; melakukan perubahan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) tanpa persetujuan BCA dan Bank Mega; melakukan transaksi yang tidak wajar dengan pihak hubungan istimewa. Selain itu CMS juga wajib antara lain; menyetor seluruh pendapatan tol ke rekening penampungan bersama serta menjaga saldo minimum rekening operasi di BCA dan Bank

Mega masing-masing sebesar Rp 1 miliar; melindungi dan tidak melanggar ketentuan PPJT; tepat waktu membayar liabilitas kepada bank; serta mematuhi mekanisme distribusi kas.

KREDIT INVESTASI 2 Pada tahun 2009, CMS menerbitkan obligasi konversi atas nama sebagai hasil perjanjian restrukturisasi utang dengan BCA dan Bank Mega. Obligasi konversi mempunyai jangka waktu 5 tahun hingga 27 Juli 2014 dengan tingkat bunga 1,5% per tahun dan bunga tambahan 2% per tahun yang hanya dibayar jika terdapat kelebihan dana dalam rekening penampungan. Pembayaran bunga obligasi konversi untuk 3 bulan pertama dilakukan setiap bulan pada setiap tanggal 25 yang dimulai pada tanggal 25 Agustus 2009, selanjutnya pembayaran bunga dilakukan setiap tanggal 25 Januari dan 25 Juli sampai dengan jatuh tempo.

Kredit investasi II merupakan perubahan kredit dari obligasi konversi melalui adendum perjanjian, dengan persyaratan dan kondisi yang sama dengan utang obligasi konversi.

BCA dan Bank Mega mempunyai hak untuk mengkonversikan obligasi konversi menjadi 30% saham ditempatkan dan disetor CMS pada atau sesudah tanggal 27 Juli 2014, dimana saham tersebut dibagi secara prorata antara BCA dan Bank Mega berdasarkan jumlah pokok obligasi konversi. Berdasarkan perjanjian opsi, Perusahaan memberikan hak kepada BCA dan Bank Mega untuk menjual dan mengalihkan obligasi konversi tersebut kepada Perusahaan dan Perusahaan wajib, tanpa syarat apapun, untuk membeli dan menerima pengalihan tersebut dengan pembayaran penuh dan lunas kepada BCA dan Bank Mega. BCA dan Bank Mega berhak melaksanakan hak opsi tersebut pada atau setelah tanggal jatuh tempo.

Berdasarkan liabilitas yang tercantum dalam Pasal 9 Perjanjian Obligasi Konversi antara CMS dan BCA serta CMS dan Bank Mega, maka Perusahaan telah mendapatkan persetujuan dari para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan tanggal 30 Juni 2010 atas pelaksanaan dari seluruh liabilitas Perusahaan dalam memberikan dukungan kepada Entitas Anak, yaitu CMS dalam rangka pelaksanaan restrukturisasi utang Entitas Anak tersebut sebagaimana telah diputuskan dalam RUPS

Luar Biasa Perusahaan pada tanggal 29 Juni 2009 terkait dengan liabilitas untuk melakukan pembayaran terhadap pokok, bunga, denda dan biaya lainnya berdasarkan Perjanjian Restrukturisasi Utang; melakukan pembayaran terhadap pokok Obligasi Konversi, Base Interest, denda dan biaya lainnya berdasarkan Perjanjian Obligasi Konversi; dan menyetujui pelaksanaan seluruh liabilitas CMS sehubungan dengan Perjanjian Alternatif dan seluruh dokumen sehubungan dengan Perjanjian Alternatif yang merupakan addendum dari Perjanjian Obligasi Konversi.

Berdasarkan keputusan RUPSLB Perusahaan tersebut dan dengan memperhatikan ketentuan dan syarat yang diatur dalam Pasal 12 Perjanjian Obligasi Konversi, maka Perjanjian Obligasi Konversi yang telah ditandatangani oleh CMS dan Bank harus diadendum menjadi Perjanjian Alternatif yang selanjutnya untuk perjanjian CMS dan BCA disebut dengan Perjanjian Kredit Investasi 2 dan ditandatangani pada tanggal 30 Juli 2010, dengan isi dengan bentuk sebagaimana diatur dalam Lampiran VI perjanjian obligasi konversi, dimana liabilitas pokok CMS kepada BM sebesar Rp 176.055.036.258 dan Rp 175.279.233.011 kepada BCA, jatuh tempo pinjaman adalah sampai dengan 27 Juli 2014, dengan tingkat suku bunga 1,5% per tahun dan ditambah 2% per tahun jika ada kelebihan dana dari pendapatan tol setelah digunakan untuk membayar liabilitas bunga pinjaman sesuai perjanjian restrukturisasi utang kepada BCA dan Bank Mega tanggal 4 Agustus 2009. Dengan dilakukannya adendum atas Perjanjian Obligasi Konversi, CMS telah menarik Sertifikat Obligasi Konversi dan CMS mencatat obligasi konversi sebagai kredit Investasi dari BCA dan Bank Mega. Seluruh persyaratan dan kondisi pada kredit Invetasi 2 mengikuti ketentuan yang ada pada perjanjian Obligasi Konversi.

Dengan tetap memperhatikan Perjanjian Opsi yang telah ditandatangani pada tanggal 4 Agustus 2009, jika pada saat jatuh tempo Utang Kredit Investasi 2, Entitas Anak (CMS) tidak dapat melaksanakan liabilitasnya kepada Bank, maka Entitas Anak (CMS) memberikan Hak Opsi kepada BCA dan Bank Mega. Selain itu, Entitas Anak (CMS) pun dapat menyetujui apabila Bank meminta agar Utang Entitas Anak (CMS) tersebut ditukar menjadi saham Entitas Anak (CMS), sesuai dengan syarat dan ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 Perjanjian Opsi. Pada tahun 2009, CMS menerbitkan obligasi konversi atas nama sebagai hasil perjanjian restrukturisasi utang dengan BCA dan Bank Mega.

Obligasi konversi mempunyai jangka waktu 5 tahun hingga 27 Juli 2014 dengan tingkat bunga 1,5% per tahun dan bunga tambahan 2% per tahun yang hanya dibayar jika terdapat kelebihan dana dalam rekening penampungan. Pembayaran bunga obligasi konversi untuk 3 bulan pertama dilakukan setiap bulan pada setiap tanggal 25 yang dimulai pada tanggal 25 Agustus 2009, selanjutnya pembayaran bunga dilakukan setiap tanggal 25 Januari dan 25 Juli sampai dengan jatuh tempo.

BCA dan Bank Mega mempunyai hak untuk mengkonversikan obligasi konversi menjadi 30% saham ditempatkan dan disetor CMS pada atau sesudah tanggal 27 Juli 2014, dimana saham tersebut dibagi secara prorata antara BCA dan Bank Mega berdasarkan jumlah pokok obligasi konversi.

Berdasarkan perjanjian opsi, Perusahaan memberikan hak kepada BCA dan Bank Mega untuk menjual dan mengalihkan obligasi konversi tersebut kepada Perusahaan dan Perusahaan wajib, tanpa syarat apapun, untuk membeli dan menerima pengalihan tersebut dengan pembayaran penuh dan lunas kepada BCA dan Bank Mega. BCA dan Bank Mega berhak melaksanakan hak opsi tersebut pada atau setelah tanggal jatuh tempo.

Tahun 2009, amortisasi premi untuk obligasi konversi sebesar Rp 2.085.461.879. Efektif 1 Januari 2010, Entitas Anak menerapkan PSAK 50 dan 55 sehingga sisa premium pinjaman diakui sebagai keuntungan dan dicatat pada saldo laba. Berdasarkan liabilitas yang tercantum dalam Pasal 9 Perjanjian Obligasi Konversi antara CMS dan BCA serta CMS dan Bank Mega, maka Perusahaan telah mendapatkan persetujuan dari para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan tanggal 30 Juni 2010 atas pelaksanaan dari seluruh liabilitas Perusahaan dalam memberikan dukungan kepada entitas anak, yaitu CMS dalam rangka pelaksanaan restrukturisasi utang entitas anak tersebut sebagaimana telah diputuskan dalam RUPS Luar Biasa Perusahaan pada tanggal 29 Juni 2009 terkait dengan liabilitas untuk melakukan pembayaran terhadap pokok, bunga, denda dan biaya lainnya berdasarkan Perjanjian Restrukturisasi Utang; melakukan pembayaran terhadap pokok Obligasi Konversi, Base Interest, denda dan biaya lainnya berdasarkan Perjanjian Obligasi Konversi; dan menyetujui pelaksanaan seluruh liabilitas CMS sehubungan dengan Perjanjian Alternatif dan seluruh dokumen sehubungan dengan Perjanjian Alternatif yang merupakan addendum dari Perjanjian Obligasi Konversi.

Berdasarkan keputusan RUPSLB Perusahaan tersebut dan dengan memperhatikan ketentuan dan syarat yang diatur dalam Pasal 12 Perjanjian Obligasi Konversi, maka Perjanjian Obligasi Konversi yang telah ditandatangani oleh CMS dan Bank harus diadendum menjadi Perjanjian Alternatif yang selanjutnya untuk perjanjian CMS dan BCA disebut dengan Perjanjian Kredit Investasi II dan untuk perjanjian CMS dan Bank Mega disebut dengan Perjanjian Kredit Term Loan II. Perjanjian Kredit Investasi II dan Perjanjian Kredit Term Loan II ditandatangani pada tanggal 30 Juli 2010, dengan isi dengan bentuk sebagaimana diatur dalam Lampiran VI perjanjian obligasi konversi, dimana liabilitas pokok CMS kepada BM sebesar Rp176.055.036.258 dan Rp 175.279.233.011 kepada BCA, jatuh tempo pinjaman adalah sampai dengan 27 Juli 2014, dengan tingkat suku bunga 1,5% per tahun dan ditambah 2% per tahun jika ada kelebihan dana dari pendapatan tol setelah digunakan untuk membayar liabilitas bunga pinjaman sesuai perjanjian restrukturisasi utang kepada BCA dan Bank Mega tanggal 4 Agustus 2009. Dengan dilakukannya adendum atas Perjanjian Obligasi Konversi, CMS telah menarik Sertifikat Obligasi Konversi CMS dari BCA dan Bank Mega (Catatan 18 dan 32m).

Berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) yang dinyatakan dalam akta No. 71 tanggal 29 Juni 2009 dari Ny. Poerbaningsih Adi Warsito S.H., Notaris di Jakarta, pemegang saham menyetujui:

Rencana Perusahaan untuk memberikan dukungan kepada CMS dalam rangka restrukturisasi utang dalam bentuk :

a. Pelunasan dimuka sebesar Rp 100 miliar yang akan dipinjamkan oleh Perusahaan
kepada CMS.

b. Kesediaan Perusahaan untuk menunjang biaya operasi dan pemeliharaan selama 10


tahun serta penyelesaian biaya konstruksi dan tanah, kekurangan pembayaran bunga jika diperlukan, yang diestimasikan sebesar Rp 374.522.726.877.

c. Reskedul dan rekondisi pinjaman menjadi senior debt dengan jangka waktu 12 tahun
sebesar Rp.500 miliar.

d. Hak jual (put option ) kepada Perusahaan untuk Obligasi Konversi senilai Rp
351.334.269.272 pada akhir tahun ke-5 pada nilai par. Hak Jual ini tidak akan terealisasi apabila CMS memiliki kemampuan refinancing .

1. Bahwa segala dokumen dan/atau perjanjian yang berkaitan dengan restrukturisasi


utang CMS sepanjang tidak diubah atau dibatalkan akan tetap berlaku.

2. Memberikan wewenang kepada direksi Perusahaan dengan persetujuan Dewan


Komisaris untuk melakukan segala tindakan yang diperlukan sehubungan dengan rencana transaksi dan atau pemberian dukungan kepada CMS, termasuk akan tetapi tidak terbatas untuk menegosiasikan dan menandatangani atau turut menandatangani Perjanjian Restrukturisasi Utang dan atau dokumen-dokumen lain yang diperlukan dengan memakai syarat-syarat dan ketentuan yang dianggap paling baik bagi Perusahaan serta tindakan-tindakan lain yang dianggap baik dan berguna untuk mencapai tujuan penyelesaian restrukturisasi utang CMS dengan sebaik-baiknya.

3. Pada 4 Agustus 2009, Perusahaan telah menandatangani perjanjian opsi dengan


BCA dan Bank Mega berkaitan dalam rangka restrukturisasi liabilitas CMS. Berdasarkan perjanjian tersebut, Perusahaan memberikan hak kepada BCA dan Bank Mega sehingga Bank berhak menjual dan mengalihkan Obligasi Konversi atau Utang CMS sebesar Rp 351.334.269.269 kepada Perusahaan dan Perusahaan wajib, tanpa syarat apapun untuk membeli dan menerima pengalihan atas Obligasi Konversi atau Utang debitur. Jatuh tempo obligasi konversi atau Utang CMS adalah 27 Juli 2014. Hasil dari RUPSLB tersebut dalam butir i di atas, kemudian ditindaklanjuti dalam RUPSLB tanggal 30 Juni 2010 yang dituangkan dalam Akta Berita Acara Nomor: 77, dibuat oleh Ny. Poerbaningsih Adi Warsito S.H., Notaris di Jakarta, dengan salah satu hasil keputusan sebagai berikut: Sehubungan dengan telah disetujuinya Laporan Tahunan dan disahkannya Laporan Keuangan tersebut di atas, RUPSLB juga menyetujui pelaksanaan dari seluruh liabilitas Perusahaan dalam memberikan dukungan kepada Entitas Anak, yaitu CMS dalam rangka pelaksanaan restrukturisasi utang Entitas Anak tersebut sebagaimana telah diputuskan dalam RUPS Luar Biasa Perusahaan pada tanggal 29 Juni 2009 terkait dengan liabilitas untuk melakukan pembayaran terhadap pokok,

bunga, denda dan biaya lainnya berdasarkan Perjanjian Restrukturisasi Utang; melakukan pembayaran terhadap pokok Obligasi Konversi, Base Interest, denda dan biaya lainnya berdasarkan Perjanjian Obligasi Konversi; dan menyetujui pelaksanaan seluruh liabilitas CMS sehubungan dengan Perjanjian Alternatif dan seluruh dokumen sehubungan dengan Perjanjian Alternatif yang merupakan addendum dari Perjanjian Obligasi Konversi. CMS melakukan restrukturisasi utang untuk merestruktur utang bermasalah dengan tujuan untuk memperbaiki posisi keuangan debiturdan untuk meminimalisasikan kerugian kreditur, yakni membayar utang dengan syarat yang lebih lunak atau lebih ringan dibandingkan dengan syarat pembayaran utang sebelum dilakukannya proses

restrukturisasi utang, karena adanya konsesi khusus yang diberikan kreditur kepada debitur. Konsesi tersebut terdapat dalam perjanjian opsi dengan BCA dan Bank Mega berkaitan dalam rangka restrukturisasi liabilitas CMS. Berdasarkan perjanjian tersebut, Perusahaan memberikan hak kepada BCA dan Bank Mega sehingga Bank berhak menjual dan mengalihkan Obligasi Konversi atau Utang CMS sebesar Rp 351.334.269.269 kepada Perusahaan dan Perusahaan wajib, tanpa syarat apapun untuk membeli dan menerima pengalihan atas Obligasi Konversi atau Utang debitur. Jatuh tempo obligasi konversi atau Utang CMS adalah 27 Juli 2014. Model yang digunakan oleh CMS dalam me-restrukturisasi utangnya adalah debt to equity swap yakni perubahan utang menjadi penyertaan modal. Hal tersebut sesuai perjanjian opsi dengan BCA dan Bank Mega pada 4 Agustus 2009 berkaitan dalam rangka restrukturisasi liabilitas CMS. Berdasarkan perjanjian tersebut, Perusahaan memberikan hak kepada BCA dan Bank Mega sehingga Bank berhak menjual dan mengalihkan Obligasi Konversi atau Utang CMS sebesar Rp 351.334.269.269 kepada Perusahaan dan Perusahaan wajib, tanpa syarat apapun untuk membeli dan menerima pengalihan atas Obligasi Konversi atau Utang debitur. Jatuh tempo obligasi konversi atau Utang CMS adalah 27 Juli 2014. Restrukturisasi utang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2001 mengenai pemberian keringanan Pajak Penghasilan kepada Wajib Pajak yang melakukan restrukturisasi utang usaha melalui lembaga khusus yang dibentuk pemerintah. Restrukturisasi utang hanya dapat dilakukan oleh Satuan Tugas Prakarsa Jakarta. Keringanan pajak diberikan pada kreditur dan juga debitur berdasar rekomendasi Komite

Kebijakan Standar Keuangan yang berada di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Karena restrukturisasi utang yang dilakukan CMS ini berlangsung pada 2009, sedangkan pada PP No.7 Tahun 2001, restrukturisasi utang yang memperoleh keringanan pajak penghasilan karena bukan merupakan restrukturisasi utang usaha yang diselesaikan dalam Tahun Pajak 2000, 2001 dan 2002, sehingga CMS tidak mendapat keringanan pajak penghasilan. Selain itu, dalam Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP - 563/PJ./2001 (pembaruan atas KEP 28/PJ71999) mengatur pengakuan penghasilan atas keuntungan karena pembebasan utang yang diperoleh debitur dapat dialokasikan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun, yaitu dalam jumlah bagian yang sama besarnya setiap tahun dan dimulai dari tahun pajak saat diperolehnya pembebasan utang. Berdasarkan Keputusan Direktur Jendral Pajak Nomor KEP - 563/PJ./2001 (pembaruan atas KEP 28/PJ71999): pengakuan penghasilan atas pembebasan utang bagi wajib pajak tertentu memutuskan bahwa keuntungan dari penghapusan utang dari kreditur dalam pelaksanaan program pemerintah, pengakuan penghasilan atas penghapusan utang tersebut dapat diakui bertahap selama 5 tahun, tiap tahun sebesar 20% dari total penghapusan utang. Kreditur juga dapat memilih untuk mengakui keuntungan pembebasan utang tersebut secara sekaligus. Kreditur harus melaporkan hal ini kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat, jika tidak, maka kreditur akan dianggap mengakui keuntungan pembebasan utang tersebut secara sekaligus. CMS tidak membukukan keuntungan restrukturisasi utang tersebut karena jumlah pembayaran kas masa depan, utang, dan bunga setelah restrukturisasi melebihi jumlah tercatat utang bank sebelum restrukturisasi. Bunga yang dibebaskan sebesar Rp 63.183.028.234 diakui sebagai premi dan diamortisasi selama jangka waktu pinjaman baru menggunakan suku bunga efektif. Premi tersebut dialokasikan ke pinjaman berjangka dan obligasi konversi berdasarkan jumlah pokok yang direstrukturisasi. Entitas Anak mengakui keuntungan dan dicatat pada saldo laba atas sisa premium obligasi konversi, efektif 1 Januari 2010, sesuai dengan PSAK 50 dan 55. Sehingga keuntungan atas sisa premium tersebut dapat diakui bertahap selama 5 tahun, tiap tahun sebesar 20% dari total penghapusan utang, dan Pajak Penghasilan tahun berjalan yang dibayarkan oleh perusahaan, tidak terlalu besar.

DAFTAR PUSTAKA
Waluyo. 2011. Perpajakan Indonesia Edisi 10 Buku 1. Salemba Empat: Jakarta. http://www.ortax.org/ http://pajaktaxes.blogspot.com/2010/01/penghasilan-dana-pensiun.html IAI. 2011. Modul Pelatihan Pajak Terapan Brevet A dan B Terpadu. IAI: Jakarta http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pph-pasal-15

Anda mungkin juga menyukai